• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep iklim keselamatan atau safety climate pertama kali diperkenalkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep iklim keselamatan atau safety climate pertama kali diperkenalkan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep iklim keselamatan atau safety climate pertama kali diperkenalkan oleh Zohar dalam Mulyasari (2013) yang menekankan pentingnya proses sosial dan organisasi dalam mencegah kecelakaan. Menurut Zohar yang dikutip oleh Winarsunu (2008) menyatakan bahwa iklim keselamatan kerja adalah sebuah persepsi pekerja pada sikap manajemen terhadap keselamatan kerja dan persepsi pada sejauh mana kontribusi keselamatan kerja didalam proses produksi secara umum. Persepsi ini akan memengaruhi perilaku pekerja.

Iklim keselamatan kerja adalah bentuk spesifik dari iklim organisasi, yang menggambarkan persepsi individu dari nilai keselamatan di lingkungan kerja (Griffin dan Neal, 2000). Iklim keselamatan kerja merupakan ciri dan indikator yang penting dari budaya keselamatan kerja di dalam organisasi. Penekanan iklim keselamatan terletak pada persepsi pekerja mengenai peran manajemen didalam melaksanakan program keselamatan kerja (Winarsunu, 2008).

Menurut Schultz dalam Winarsunu (2008), iklim keselamatan kerja paling tidak harus meliputi 3 hal yang harus dibuat secara sehat dan menyenangkan, yaitu: lingkungan fisik kerja, aspek psiko-sosial dari lingkungan komunitas, dan hubungan pekerja-manajemen serta kebijakan kepegawaian.

Iklim keselamatan kerja mempunyai peranan penting terhadap budaya keselamatan kerja melalui sikap (attitudes) yang diekspresikan dalam perilaku keselamatan dan kesehatan kerja (safety behavior) setiap pekerja. Hal ini

(2)

diketahui dari tindakan yang berorientasi pada tugas pokok dan kegiatan pendukung untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja (Sholihah dan Kuncoro, 2014).

2.1.1 Faktor-faktor iklim keselamatan kerja

Berbagai faktor telah di identifikasi sebagai komponen penting dari iklim keselamatan. Faktor-faktor ini meliputi (Neal dan Griffin, 2000):

a. Nilai Manajemen (Management Value)

Nilai manajemen menunjukkan perhatian manajemen untuk kesejahteraan pekerja dan bagaimana sikap manajemen terhadap keselamatan dan persepsi bahwa keselamatan itu penting di tempat kerja.

b. Manajemen dan Praktek Organisasi (Management and Organizational Practices)

Manajemen dan praktek organisasi meliputi kecukupan pelatihan, penyediaan peralatan keselamatan dan kualitas sistem manajemen keselamatan. Praktek keselamatan sejauh mana pihak manajemen menyediakan peralatan keselamatan dan merespon dengan cepat terhadap bahaya-bahaya yang timbul. Pelatihan adalah aspek yang sangat krusial dalam sistem personalia dan mungkin metode yang sering digunakan untuk menjamin level keselamatan yang memadai diorganisasi karena pelatihan sangat penting bagi pekerja. Peralatan keselamatan mencakup tentang kecukupan peralatan keselamatan, seperti alat-alat perlengkapan yang tepat disediakan dengan mudah.

(3)

c. Komunikasi Keselamatan (Safety Communication)

Komunikasi keselamatan diukur dengan menanyakan dimana isu-isu keselamatan dikomunikasikan.

d. Keterlibatan Pekerja dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Employee Involvement in Workplace Health and Safety)

Keterlibatan karyawan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja sejauh mana persepsi karyawan terhadap pentingnya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja serta menerapkannya di tempat kerja.

Kines dkk (2011) berpendapat bahwa ada tujuh dimensi pembentuk iklim keselamatan yaitu:

Tabel 2.1 Dimensi iklim keselamatan, aspek dan contoh

Dimensi Aspek Contoh

1) Prioritas manajemen keselamatan, komitmen dan kompetensi

Persepsi pekerja terhadap manajemen

a. memprioritaskan keselamatan b. aktif dalam mempromosikan keselamatan dan bereaksi terhadap perilaku yang tidak aman

c. menunjukkan kompetensi dalam penanganan keselamatan

d. berkomunikasi tentang masalah keselamatan

a. Manajemen menerima pekerja mengambil risiko ketika jadwal kerja sedang padat

b. Kami yang bekerja di sini memiliki keyakinan pada kemampuan manajemen untuk menangani keselamatan. 2) Pemberdayaan manajemen keselamatan

Persepsi pekerja terhadap manajemen pemberdayaan

pekerja dan mendukung partisipasi

Manajemen mendorong pekerja untuk berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi keselamatan mereka 3) Keadilan manajemen keselamatan 4) Komitmen keselamatan pekerja

Persepsi pekerja terhadap manajemen memperlakukan pekerja yang terlibat dalam kecelakaan yang wajar

Persepsi pekerja tentang bagaimana mereka sendiri berhubungan dengan keselamatan di tempat kerja mengenai apakah mereka secara umum:

Manajemen mencari penyebab, bukan orang yang bersalah, ketika terjadi kecelakaan

Kami yang bekerja di sini tidak mengambil

tanggung jawab untuk keselamatan setiap orang lain.

(4)

Tabel 2.1 Lanjutan 5) Prioritas keselamatan dan non-penerimaan risko pekerja 6) Komunikasi keselamatan, pembelajaran, dan kepercayaan dalam kompetensi keselamatan rekan kerja 7) Kepercayaan pekerja dalam keberhasilan sistem keselamatan

a. menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan

aktif dalam mempromosikan keselamatan

b. peduli kepada keselamatan masing-masing.

Persepsi pekerja tentang bagaimana mereka sendiri berhubungan dengan keselamatan di tempat kerja

tentang apakah mereka secara umum: a. memprioritaskan keselamatan sebelum tujuan produksi

b. tidak mengundurkan diri dengan kondisi berbahaya atau menerima pengambilan risiko

c. tidak menunjukkan keberanian. Persepsi pekerja tentang bagaimana mereka sendiri berhubungan dengan keselamatan kerja mengenai apakah mereka umumnya:

a. membahas keselamatan setiap kali masalah tersebut muncul dan belajar dari pengalaman

b. saling membantu untuk bekerja dengan aman

c. menganggap saran keselamatan dari satu sama lain dengan serius dan mencoba memecahkan solusi d. mempercayai kemampuan satu sama lain untuk memastikan

keselamatan dalam bekerja sehari-hari. Persepsi pekerja tentang bagaimana mereka sendiri berhubungan dengan keselamatan di tempat kerja

mengenai apakah mereka secara umum:

a. mempertimbangkan sistem keselamatan formal yang efektif, misalnya petugas keselamatan, perwakilan keselamatan, komite keselamatan, putaran keselamatan

b. melihat manfaat dalam perencanaan awal

c. melihat manfaat dalam pelatihan keselamatan.

Kami yang bekerja di sini menerima perilaku berbahaya asalkan tidak ada kecelakaan.

Kami yang bekerja di sini dapat berbicara dengan bebas dan terbuka tentang keselamatan.

Kami yang bekerja di sini menganggap bahwa putaran keselamatan tidak berpengaruh pada keselamatan.

(5)

Indikator utama dalam mengukur iklim keselamatan kerja meliputi: terdapat apresiasi pribadi terhadap risiko atau bagaimana calon pekerja memandang risiko yang terkait dengan praktek kerja, prioritas kebutuhan pribadi terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja, serta manajemen diri dan kebutuhan untuk merasa aman (Sholihah dan Kuncoro, 2014).

2.2 Alat Pelindung Diri

2.2.1 Definisi alat pelindung diri

Sebagian orang berpendapat bahwa keselamatan kerja hanya diartikan sebagai dipakainya Alat Pelindung Diri (APD) seperti helmet, sarung tangan, masker saat bekerja. Menggunakan APD dalam bekerja merupakan pilihan terakhir setelah berbagai usaha untuk melindungi diri dari bahaya tidak berhasil.

APD dapat didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan melindungi seseorang dalam pekerjaannya, yang fungsinya mengisolasi pekerja dari bahaya di tempat kerja (Rijanto, 2011). Menurut Cahyono (2004), Alat Pelindung Diri adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh personil apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.08/MEN/VII/ 2010 pasal 1 ayat (1), alat pelindung diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya ditempat kerja.

Pengunaan APD adalah alternatif terakhir yaitu kelengkapan dari segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan. APD harus memenuhi persyaratan antara lain enak (nyaman) dipakai, tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan, dan

(6)

memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi (Suma’mur, 2009).

2.2.2 Jenis-jenis alat pelindung diri

Jenis-jenis APD berdasarkan penggunaanya dapat dikategorikan dalam beberapa jenis:

A. Pelindung Kepala

Pelindung kepala dikenal sebagai safety helmet (Cahyono, 2004). Helm pengaman dirancang untuk menahan kepala dari benturan atau tusukan dari benda-benda jatuh atau partikel-partikel dan dari sengatan listrik tegangan tingggi. Helm pengaman juga dapat melindungi kepala dan rambut dari jeratan mesin, atau terpapar pada lingkungan berbahaya (Rijanto, 2011).

Topi atau helm pengaman dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Kelas A: untuk melindungi kepala dari kekuatan benturan benda-benda yang jatuh, dan dari sengatan listrik akibat kontak dengan konduktor listrik akibat kontak dengan konduktor listrik tegangan rendah.

b. Kelas B: untuk melindungi kepala dari kekuatan benturan benda-benda yang jatuh, dan dari sengatan listrik akibat kontak dengan konduktor listrik akibat kontak dengan konduktor listrik tegangan tinggi.

c. Kelas C: untuk melindungi kepala dari kekuatan benturan benda-benda yang jatuh, tanpa pengaman terhadap listrik (Rijanto, 2011).

Menurut ANSI Z89.1-1997 yang dikutip oleh Tambunan (2007), berdasarkan arah beban benturan yang ditahan, helm (hard hats) dibedakan menjadi dua tipe yaitu:

(7)

a. Tipe I, melindungi bagian atas kepala saja.

b. Tipe II, melindungi bagian atas dan sebagian bagaian sisi kepala termasuk telinga dan bagian belakang leher.

Untuk mendapat perlindungan yang optimum terhadap berbagai jenis bahaya di tempat kerja, dari sisi desain helm pengaman atau sering juga disebut helm proyek harus memenuhi berbagai jenis kriteria desain diantaranya (Tambunan, 2007):

a. Bagian kulit pelindung/cangkang harus harus memiliki kemampuan untuk menyerap sebagian besar gaya (force transmission) atau guncangan (shock absorption) akibat benturan benda jatuh.

b. Bagian kulit pelindung tidak bisa tembus atau robek oleh benda jatuh. c. Helm pengaman harus harus memiliki kemampuan insulasi terhadap bahaya listrik.

d. Tahan api.

e. Tahan air (water resistant)

f. Bisa diatur penggunaannya sesuai dengan kebutuhan atau ukuran kepala pengguna.

B. Pelindung Telinga

Prinsip pelindung telinga adalah kontak langsung antara bising dengan organ telinga. Pencegahan kebisingan dapat dilakukan pada sumbernya, transmisi, dan penerima bising (Hadipoetro, 2008).

Pelindung telinga ada 2 jenis yaitu: sumbat telinga (Ear Plug) dan tutup telinga (Ear Muff) (Rijanto, 2011).

(8)

a. Sumbat telinga (Ear Plug) hanya dapat menahan frekuensi tertentu saja, sedangkan frekuensi untuk berbicara biasa (komunikasi) tidak terganggu. Sumbat telinga biasanya terbuat dari bahan karet, plastik keras, plastik lunak, lilin, kapas. Kemampuan atenuasi (daya lindung) sekitar 25-30 dB (decible). Bila ada kebocoran sedikit saja dapat mengurangi atenuasi sampai 12 dB. Kelemahan dari sumbat telinga adalah tidak tepat ukurannya dengan lubang telinga pemakai, kadang-kadang lubang telinga kanan tidak sama dengan lubang telinga kiri.

b. Tutup telinga (Ear Muff) ada beberapa jenis yaitu atenuasinya pada frekuensi biasa: 25-30 dB dan atenuasi pada frekuensi 2800-400 Hz, 35-45 dB.

C. Pelindung Mata

Pelindung mata berfungsi untuk melindungi mata dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 8 tahun 2010). Pelindung mata dikenal sebagai safety glasses. Safety glasses berbeda dari kacamata biasa, karena pada bagian atas dan sisi kanan-kiri frame terdapat pelindung dan jenis kacanya yang dapat menahan sinar ultra violet sampai persentase tertentu (Cahyono, 2004).

(9)

D. Pelindung Wajah

Pelindung wajah dikenal sebagai goggles. Goggless memberikan perlindungan lebih baik daripada safety glasses karena goggles terpasang dekat dengan wajah dan mengitari area mata sehingga melindungi mata dari percikan cairan, uap, uap logam, serbuk, debu, dan kabut. Jenis pelindung wajah lainnya adalah face shield dan welding helmest. Face shield memberikan perlindungan secara meyeluruh dan sering digunakan pada operasi pelebuuran logam, percikan bahan kimia, atau partikel yang melayang. Welding helmets (topeng las) memberikan perlindungan pada wajah dan mata. Topeng las memakai lensa absorpsi khusus yang menyaring cahaya yang terang dan energi radiasi yang dihasilkan selama operasi pengelasan (Cahyono, 2004).

E. Pelindung Tangan

Pelindung tangan (sarung tangan) berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 8 tahun 2010).

Berikut ini adalah jenis-jenis sarung tangan dengan penggunaan yang tidak hanya melindungi dari bahan kimia (Cahyono, 2004).

a. Sarung tangan Metal mesh tahan terhadap ujung yang lancip dan menjaga terpotong.

(10)

c. Sarung tangan vinyl dan neoprene melindungi tangan terhadap bahan kimia beracun.

d. Sarung tangan karet melindungi saat bekerja di sekitar arus listrik.

e. Sarung tangan Padded cloth melindungi tangan dari ujung yang tajam, pecahan gelas dan vibrasi.

f. Sarung tangan Heat resistant mencegah terkena panas dan api.

g. Sarung tangan Latex disposable (sekali pakai dibuang) digunakan untuk melindungi tangan dari germ dan bakteri.

h. Sarung tangan Lead-lined (berlapis timbal) digunakan untuk melindungi tangan dari sumber radiasi.

Penampakan (features) pada safety gloves tidak dirancang semata-mata untuk memenuhi estetika dan kenyamanan, namun lebih dari itu. Berikut ini adalah penggolongan safety gloves berdasarkan features yang dimilikinya (Tambunan, 2007):

a. Supported dan unsupported gloves

Secara visual, supported gloves dapat dilihat dari adanya penebalan serat-serat benang atau garis-garis benang pada sarung tangan. Supported gloves lebih sesuai untuk pekerjaan-pekerjaan yang berhadapan dengan bahaya tergores (abrasi), tertusuk, dan sejenisnya.

b. Ketebalan (thickness)

Ketebalan gloves bervariasi, tergantung aplikasinya. Ketebalan ini harus diberlakukan pada seluruh bagian gloves (termasuk perpanjangannya/proteksi

(11)

pada bagian lengan) jika bahaya-bahaya tertentu yang dihadapi pekerja misalnya bahaya percikan bahan kimia, juga membahayakan bagian tersebut.

c. Genggaman (grip/grasp)

Daya genggam pada safety gloves lebih ditujukan pada situasi “kebasahan” pekerjaan. Di tempat dimana tingkat kebasahan pada benda kerja atau alat kerja sangat tinggi, diperlukan sarung tangan dengan daya genggam yang tinggi untuk mengurangi efek licin. Untuk menambah daya genggam, umumnya fabrikator akan memberikan pola-pola tertentu pada sarung tangan seperti bintik, garis, dan sebagainya.

d. Cuff

Cuff merupakan perpanjangan sarung tangan, dirancang untuk melindungi bagian-bagian tangan mulai dari pergelangan tangan dengan panjang dan karakteristik tertentu ke arah pengkal lengan. Bahan cuff antara lain denim, kain rajut, kulit, dan sebagainya. Kegunaan cuff adalah untuk menambah luas area proteksi dan memperkecil kemungkinan masuknya benda-benda atau partikel-partikel yang berbahaya bagi kulit tangan.

F. Pelindung Kaki

Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki pekerja dari tertimpa benda-benda berat atau keras, tumpahan bahan kimia, kemungkinan tersandung atau tergelincir. Banyak jenis-jenis sepatu keselamatan dan diantaranya adalah:

a. Sepatu latex/karet tahan bahan kimia dan memberikan daya tarik ekstra pada permukaan licin.

(12)

b. Sepatu butyl yang melindungi kaki terhadap ketone, aldehyde, alcohol, asam, garam dan basa.

c. Sepatu vinyl tahan terhadap pelarut, asam, basa, garam, air pelumas dan darah.

d. Sepatu nitrile tahan terhadap lemak hewan, oli dan bahan kimia (Cahyono, 2004).

Sepatu yang digunakan disesuaikan dengan jenis resikonya (Rijanto, 2011):

a. Pada industri ringan atau tempat kerja biasa: 1. Cukup memakai sepatu yang baik.

2. Wanita tidak boleh memakai sepatu bertumit tinggi, atau sepatu dengan telapak yang datar dan licin.

b. Sepatu pelindung (safety shoes) atau sepatu boot: 1. Dapat terbuat dari kulit, karet sintesis atau plastik.

2. Untuk melindungi jari-jari kaki terhadap kejatuhan atau benturan benda-benda keras, sepatu dilengkapi dengan penutup jari dari baja atau campuran baja dengan karbon.

c. Untuk mencegah tergelincir, digunakan sol anti slip luar dari karet alam atau sintesis dengan permukaannya kasar.

d. Untuk mencegah tusukan pada telapak kaki dari benda-benda runcing, sol dilapisi dengan logam.

e. Terhadap bahaya listrik, sepatu seluruhnya harus dijahit atau direkat, tidak boleh menggunakan paku.

(13)

f. Sepatu atau sandal yang beralaskan kayu baik dipakai pada tempat kerja yang lembab, lantai yang panas.

G. Pelindung tubuh atau pakaian kerja

Pakaian pekerja harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Pada umumnya pakaian pekerja pria yang bekerja melayani mesin-mesin harus berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada bagian dada atau punggung, tiada ada lipatan-lipatan yang mungkin menimbulkan bahaya. Sedangkan pakaian perempuan sebaiknya memakai celana panjang, baju yang pas, tutup rambut dan tidak mengenakan perhiasan (Rijanto, 2011).

Jenis pakaian pelindung terdiri dari rompi (Vests), celemek (Apron/ Coveralls), Jacket, dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 8 tahun 2010).

H. Pelindung saluran pernapasan

Alat pelindung pernapasan berfungsi memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya di udara tempat kerja, seperti kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap, dan uap logam), pencemaran oleh gas atau uap (Rijanto, 2011). Untuk mencegah masuknya debu/uap kerja ke dalam mulut dan hidung, maka mulut dan hidung harus diberi alat pelindung. Alat pernapasan yang digunakan memiliki bermacam-macam bentuk, mulai dari yang sederhana yaitu masker sekali pakai sampai respirator yang dilengkapi dengan tabung oksigen (Cahyono, 2004).

Menurut Rijanto (2011), ada tiga jenis alat pelindung pernapasan yaitu bersifat memurnikan udara, dihubungkan dengan suplai udara bersih dan dengan

(14)

suplai oksigen. Contoh respirator antara lain respirator masker penyaring debu, topeng dengan kanister, respirator dengan partum (cartridge), self-contained breathing apparatus (SCBA).

Beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis respirator yang tepat untuk masing-masing tempat kerja antara lain (Cahyono, 2004):

a. Identifikasi kontaminan di tempat kerja. b. Perkirakan konsentrasi maksimal kontaminan. c. Kenyamanan pemakai respirator.

d. Kesesuain dengan jenis dan tugas kerja.

e. Kesesuaian dengan bentuk wajah individu pemakai untuk mencegah terjadinya celah yang terbuka.

I. Alat pelindung jatuh perorangan

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.8/MEN/VII/2010, Alat pelindung jatuh perorangan berfungsi membatasi gerak pekerja agar tidak masuk ke tempat yang mempunyai potensi jatuh atau menjaga pekerja berada pada posisi kerja yang diinginkan dalam keadaan miring maupun tergantung dan menahan serta membatasi pekerja jatuh sehingga tidak membentur lantai dasar. Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk pengaman tubuh (harness), karabiner, tali koneksi (lanyard), tali pengaman (safety rope), alat penjepit tali (rope clamp), alat penurun (decender), alat penahan jatuh bergerak (mobile fall arrester), dan lain-lain.

(15)

Menurut Rijanto (2011), alat pelindung jatuh diantaranya adalah sabuk pengaman, tali tambatan, penahan jatuh dan peredam kejut, harness, penahan tali pengaman (safety block), dan tali penggantung. Tali tambatan adalah suatu tali fleksibel yang pendek, tali pengikat atau anyaman yang menghubungkan pekerja dengan titik tambatan. Harness terdiri dari harness dada, dada-pinggang, tubuh-penuh, meliputi perlindungan bagian-bagian tubuh. Harness dapat membuat pekerja lepas terjatuh lebih lama sebelum terhenti tanpa cedera tubuh. Penahan tali pengaman merupakan alat portabel yang dipasang pada titik tambat di atas area kerja dan kemudian talinya dihubungkan dengan sabuk pengaman atau harness yang di pakai pekerja.

Menurut Anizar (2012), APD yang dapat dipergunakan sesuai dengan faktor bahaya yang ada di lingkungan kerja dan bagian tubuh yang perlu dilindungi, khususnya pada pekerja kernek bongkar CPO adalah sebagai berikut. Tabel 2.2 Alat pelindung diri menurut faktor bahaya dan bagian tubuh yang

perlu dilindungi

Faktor bahaya Bagian tubuh yang perlu dilindungi

Alat pelindung diri

Basah dan air Kepala Kaki Tangan

Topi plastik Sepatu bot karet

Sarung tangan karet/plastik Terpeleset, jatuh Tubuh Safety belt/full body harness

(16)

2.2.3 Syarat-syarat alat pelindung diri

Alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Sum’amur, 2009).

a. Nyaman dipakai.

b. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan.

c. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya yang dihadapi. Proses penggunaan APD harus memenuhi kriteria:

a. Bahaya telah diidentifikasi.

b. APD yang dipakai sesuai dengan bahaya yang dituju.

c. Adanya bukti bahwa APD dipatuhi penggunaannya (Hadipoetro, 2014).

Menurut Ridley (2008), ada beberapa prinsip umum yang harus diikuti supaya APD digunakan secara efektif:

a. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi.

b. Terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut. c. Cocok bagi orang yang menggunakannnya.

d. Tidak mengganggu kerja operator yang sedang bertugas. e. Memiliki kontruksi yang sangat kuat.

f. Tidak mengganggu APD lain yang sedang dipakai secara bersamaan. g. Tidak meningkatkan risiko terhadap pemakainya.

Operator-operator yang menggunakan APD harus memperoleh: a. Informasi tentang bahaya yang dihadapi.

b. Instruksi tentang tindakan pencegahan yang perlu diambil. c. Pelatihan tentang penggunaan peralatan yang benar.

(17)

d. Konsultasi dan diizinkan memilih APD yang tergantung pada kecocokannya. e. Pelatihan cara memelihara dan menyimpan APD dengan rapi.

f. Instruksi agar melaporkan setiap kecacatan atau kerusakan (Ridley, 2008).

2.2.4 Manajemen alat pelindung diri

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 8/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri, manajemen APD meliputi:

a. Identifikasi kebutuhan dan syarat APD.

b. Pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh.

c. Pelatihan.

d. Penggunaan, perawatan, dan penyimpanan. e. Penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan. f. Pembinaan.

g. Inspeksi.

h. Evaluasi dan pelaporan.

Pemakaian APD secara rutin dilakukan sesuai dengan instruksi yang benar dan melalui masa percobaan dan pelatihan. Untuk itu perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut (Hadipoetro, 2014).

A. Informasikan kepada setiap pekerja tentang: a. Mengapa diperlukan penggunaan APD

b. Bila dan dimana alat pelindung diri digunakan c. Bagaimana alat tersebut digunakan

(18)

B. Latih pekerja, dengan baik tentang cara menggunakan dan memelihara alat pelindung diri.

C. Timbulkan minat, pekerja untuk menggunakan APD dalam masa percobaan dan adaptasi dengan alat. Pemakain APD memerlukan waktu untuk beradaptasi dan selama waktu percobaan dibawah pengawasan, sekurangnya beberapa minggu.

D. Awasi dan periksa, secara teratur penggunaan dan pemeliharaan APD.

E. Sediakan suku cadang dan fasilitas, pemeliharaan ditempat kerja untuk penggantian bagian yang rusak secara cepat.

F. Pastikan semua orang menggunakan APD sesuai dengan indikasi pekerjaan. Berikan tanda peringatan di tempat kerja yang wajib menggunakan APD dan untuk itu lakukan:

a. Identifikasi daerah tempat kerja yang membutuhkan APD b. Sediakan APD sesuai dengan indikasi dan jumlah pekerja

c. Pada setiap tempat kerja, pasang tanda peringatan dengan gambar yang menjelaskan jenis APD yang diperlukan didaerah tersebut

d. Awasi dan periksa penggunaan APD yang benar. Lakukan pemeriksaan secara teratur.

G. Berikan dukungan untuk pembersihan dan pemerliharaan APD secara rutin. Untuk itu dilakukan:

a. Bentuk tim pemeliharaan APD. Tetapkan program pemeliharaan b. Identifikasi cara penyimpanan, pembersihan dan pemeliharaan Dan sosialisasikan kepada seluruh pekerja yang memakai APD tersebut

(19)

c. Sediakan fasilitas pemeliharaan yang diperlukan d. Pastikan semua suku cadang selalu tersedia setiap saat H. Pastikan bahwa APD dapat diterima oleh pekerja. Untuk itu:

a. Lengkapi setiap pekerja dengan APD yang baik, tepat dan nyaman dipakai b. Lengkapi pemakai APD dengan informasi yang cukup tentang faktor risiko ditempat kerja dan manfaat peralatan untuk melindungi diri

c. Pastikan bahwa setiap orang (pengawas, pekerja, pengunjung, dan lain-lain menggunakan peralatan APD yang ditetapkan).

I. Sediakan tempat yang memadai tempat untuk menyimpan APD. Untuk itu: a. Periksa nomor, ukuran, kualitas semua APD serta cara penyimpanannya b. Pastikan bahwa APD tersebut mudah ditemukan dan inventarisasi

c. Buat rencana kerja pemeriksaan rutin terhadap penggunaan dan pemeliharaan APD

d. Pelihara tempat penyimpanan APD dengan teratur

e. Libatkan para pemakai dalam semua prosedur dari butir diatas sepenuhnya Prosedur penyimpanan yang baik merupakan bagian yang sangat penting dari program pelatihan penggunaan APD.

2.2.5 Peraturan perundangan alat pelindung diri

Kewajiban dalam penggunaan APD di tempat kerja yang mempunyai resiko terhadap timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah diatur didalam Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pasal-pasal yang mengatur tentang penggunaan APD antara lain:

(20)

a. Pasal 3 ayat 1 sub f, menyebutkan bahwa ”Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat pelindung diri pada pekerja”.

b. Pasal 9 ayat 1 sub c, menyebutkan bahwa ”Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang, alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan”.

c. Pasal 12 sub b, menyebutkan bahwa ”Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk, memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan”.

d. Pasal 14 sub c, menyebutkan bahwa ”Pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 8/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Pasal-pasal yang mengatur tentang penggunaan APD antara lain:

a. Pasal 2 ayat 1,2,3, menyebutkan bahwa “Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja dan harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia atau standar yang berlaku, serta APD diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma.

b. Pasal 3, menyebutkan bahwa “APD meliputi pelindung kepala, mata dan muka, telinga, pernapasan, tangan, kaki, serta alat pelindung jatuh perorangan dan pelampung”.

(21)

c. Pasal 4 ayat 1, menyebutkan bahwa “APD wajib digunakan ditempat kerja”. d. Pasal 7 ayat 1, menyebutkan bahwa “Pengusaha wajib melaksanakan manajemen APD di tempat kerja”.

2.2.6 Pengadaan alat pelindung diri

Masalah-masalah dalam pengadaan APD sehingga pemakaiannya patut dipertimbangkan adalah sebagai berikut (Anizar, 2012).

1. Pengusaha merasa penyediaan APD hanya akan menambah beban biaya. 2. Pekerja mungkin merasa tidak nyaman.

3. Pengusaha tidak menyadari bahwa jika ada bahaya pada pekerjaan tertentu APD mungkin akan menghindarkan biaya yang lebih besar akibat terjadinya kecelakaan.

4. Perusahaan menyediakan APD tetapi para pekerja enggan memakainya.

2.3 Proses Pembongkaran Crude Palm Oil

Sopir mobil truk tangki yang mengangkut Crude Palm Oil (CPO) terlebih dahulu melapor ke pos sekuriti untuk mengambil nomor daftar ke parkiran. Kemudian memberikan surat tanda terima penyerahan/surat pengantar barang kepada petugas krani timbang untuk ditimbang dan dicatat berat bruto tanki truk dan nomor polisi serta kebun/PKS pengirim.

Selesai penimbangan berat bruto maka mobil tangki truk tersebut berjalan menuju ke tempat pengambilan contoh CPO. Sebelum dilakukan pembongkaran, muatan tangki truk tersebut diperiksa oleh petugas laboratorium yakni petugas pengambilan contoh. Pengambilan contoh dilakukan dari manhole truk tangki

(22)

dengan menggunakan zona sampel dan untuk setiap tangki truk diambil 1 (satu) botol contoh untuk dianalisa. Petugas laboratorium mengambil contoh CPO dari upper, middle, lower pada pada tangki truk untuk dianalisa. Hal ini dimaksudkan adalah untuk memeriksa kembali kadar air apakah CPO didalam tangki tersebut bercampur dengan air yang dapat mengakibatkan kerusakan mutu.

Petugas untuk pengambilan contoh minyak sawit adalah personil yang telah mendapat pelatihan pengambilan contoh. Contoh diambil dengan cara yang sudah ditentukan pengambilan yang dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Upper sampel adalah contoh yang diambil pada ketinggian setengah dari sepertiga tinggi bagian atas dari keseluruhan cairan.

b. Middle sampel adalah contoh yang diambil pada ketinggian setengah dari tinggi keseluruhan cairan.

c. Lower sampel adalah contoh yang diambil pada ketinggian setengah dari sepertiga tinggi bagian bawah dari keseluruhan cairan.

d. Bottom sampel adalah contoh yang diambil pada permukaan dasar tangki. e. Average sampel adalah contoh campuran upper, middle, lower sampel dengan perbandingan yang sama (single tank composite sample).

Jika ternyata CPO dalam keadaan baik maka pembongkaran CPO dapat dilaksanakan dengan catatan petugas pengambilan contoh harus mendapat paraf pada kartu bongkar.

Kemudian mobil truk tangki menuju ke parkiran pembongkaran, dan pada saat giliran membongkar CPO akan di panggil sesuai dengan nomor plat mobil tangki truk untuk menuju sentral pembongkaran. Di area sentral pembongkaran

(23)

terdapat pekerja kernek bongkar untuk mengeluarkan CPO dari mobil tangki truk menuju manhole penyimpanan CPO. Pekerja kernek bongkar naik ke atas mobil tangki truk untuk membantu mengeluarkan CPO dengan cara mendorong CPO keluar memakai tongkat panjang yang terbuat dari besi. Saat CPO yang ada di tangki truk sudah mulai habis, pekerja kernek bongkar masuk ke dalam tangki truk untuk menggeruk sisa CPO menuju manhole tangki truk untuk dikeluarkan hingga CPO yang ada di dalam tangki truk tidak ada lagi.

2.4 Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Pekerja Kernek Bongkar CPO Iklim Keselamatan Kerja:

1. Nilai manajemen

2. Manajemen dan praktek organisasi 3. Komunikasi keselamatan

4. Keterlibatan pekerja dalam keselamatan dan kesehatan kerja

Penggunaan APD:

1. Kelengkapan menggunakan APD saat bekerja

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Bab ini merupakan bagian inti dari kajian ini yang menjelaskan mengenai model pengembangan transmigrasi local yang dapat diterapkan di Kabupaten Bandung Barat, prosedur

Responden membuat butiran tiwul masih secara manual, hal ini tergambar dari hasil quisioner, semua responden membuat butiran tiwul dengan cara menginteri, hanya

pengaruh terhadap warna, aroma dan rasa.Kesimpulan penelitian ini adalah penggunaan level 4% susu skim dan masa inkubasi 18 jam pada suhu ruang memberikan hasil yang paling

Pengukuran yang dimaksud di sini adalah proses membandingkantingkat keberhasilan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan pembelajaran yangtelah ditentukan

emosionalnya untuk memusatkan perhatian atas tugas-tugasnya memiliki pikiran yang jernih.akibatnya prestasi belajar kurang baik, berdasarkan uraian diatas dapat dipahami

Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8, terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan, atau

When a salt is added/put into water, it dissolves When a salt is added/put into water, a solution formed Apabila garam dimasukkan ke dalam air, garam larut Apabila garam dimasukkan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil belajar siswa yang telah dianalisis, maka dapat disimpulkan bahwa:(1) Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar tanpa