• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang sedang giat – giatnya melakukan pembangunan demi mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan sendiri adalah proses usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan atau perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembangunan bangsa (nation building) (Siagian, 1973). Krisis ekonomi global yang sedang marak melanda di berbagai negara, diharapkan Indonesia tetap bisa bertahan menjaga pertumbuhan ekonomi yang positif dalam rangka melindungi kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pertumbuhan ekonomi berkualitas yang menjadi tujuan utama dari pembangunan Indonesia harus merupakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan meminimalkan degradasi lingkungan dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas ekonomi.

Lingkungan hidup yang mengalami kerusakan, mengakibatkan terjadinya perubahan iklim yang berdampak kerugian bagi perikehidupan masyarakat baik disisi social maupun ekonomi. Upaya mengurangi laju kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan terus dilakukan tidak saja oleh pemerintah namun dilakukan pula oleh semua elemen masyarakat. Pada tahun 2009, Kementerian Lingkungan Hidup sebagai salah

(2)

satu elemen pemerintah yang ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya perubahan iklim, mulai mengembangkan alat ukur sederhana yang disebut dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). IKLH dapat membantu untuk mempertajam prioritas program dan kegiatan dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup. IKLH difokuskan pada air, udara, dan lahan hutan. Indikator ini membantu untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan hidup ditiap wilayah dan kerusakan – kerusakan yang terjadi khususnya akibat perubahan iklim.

Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan badan-badan di bawah lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yaitu Food and Agriculture Organization (FAO), United Nations Development Programme (UNDP), dan United Nations Environment Programme (UNEP), mengembangkan suatu program kerja sama untuk menindaklanjuti rekomendasi COP13 yang disebut dengan UN-REDD National Joint Programme yang bertujuan mendukung Indonesia mencapai kesiapan REDD+ sebelum akhir tahun 2012 (UN-REDD Programme Indonesia). Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, REDD+) adalah skema global bagi negara berkembang yang mau dan mampu menurangi emisi gas-gas rumah kaca yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan. Pelaksanaan REDD+ selain deforestasi dan degradasi hutan, juga mencakup peran konservasi, pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan cadangan karbon (Implementasi Mekanisme REDD+ di Sulawesi Tengah). Implementasi dari program REDD+ jangka pendek (2011 – 2013) adalah memperbaiki tata kelola kehutanan secara keseluruhan agar dapat mendukung

(3)

pencapaian komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi sebesar 26% – 41% pada tahun2020. Tujuan Jangka Menengah (2013 – 2020) adalah untuk mempraktikkan mekanisme tata kelola dan pengelolaan hutan secara luas yang telah ditetapkan dan dikembangkan dalam tahap sebelumnya agar target target penurunan emisi tahun 2020 dapat dicapai dan umtuk jangka panjang (2020 – 2030) adalah mengubah peran hutan Indonesia dari pengemisi menjadi sektor yang berkontribusi terhadap penurunan emisi pada tahun 2030 dan memastikan keberlanjutan fungsi ekonomi dan ekosistem hutan (Flipchart Strategi Nasional REDD+ ).

Perubahan iklim yang ada saat ini dan yang akan datang dapat disebabkan bukan hanya oleh peristiwa alam melainkan lebih karena berbagai aktivitas manusia. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi kita memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia, antara lain pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor, asap industri, dan khususnya gas rumah kaca. Dampak pencemaran udara ini sangat berpengaruh di wilayah perkotaan, karena di kota banyak terjadi aktivitas ekonomi, seperti, pabrik, perusahaan, dan transportrasi yang padat.

Pencemaran udara di perkotaan merupakan permasalahan yang tidak dapat diabaikan. Peningkatan penggunaan kendaraan bermotor dan konsumsi energi di kota - kota, jika tidak dikendalikan, akan memperparah pencemaran udara, kemacetan, dan dampak perubahan iklim yang menimbulkan kerugian kesehatan, produktivitas dan ekonomi bagi negara.

Sumber pencemar udara dapat diklasifikasikan menjadi sumber diam dan sumber bergerak. Sumber diam terdiri dari pembangkit listrik, industri dan

(4)

rumah tangga. Sedangkan sumber bergerak adalah aktifitas lalu lintas kendaraan bermotor dan tranportasi laut. Zat – zat pencemaran udara tersebut terbagi menjadi emisi karbon monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx), Sulfur Oksida (SOx), Hidrokarbon (HC) dan Partikulat Matter (PM). Zat – zat tersebut selain menjadi penyebab pencemaran udara, juga menyebabkan dampak negatif bagi makhluk hidup (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012).

Zat – zat pecemar tersebut memiliki sumber dan tingkat kandungan standar normal yang berbeda – beda. Pemerintah telah menetapkan kandungan standar dari tiap – tiap gas tersebut dalam tabel 1.1.

Tabel 1.1 Sumber Emisi dan Standar Kesehatan yang Ditetapkan Oleh Pemerintah

Pencemar Sumber Keterangan

Karbondioksida (CO)

Buangan kendaraan bermotor; beberapa proses industri

Standar kesehatan: 10mg /m3 (9ppm)

Sulfur dioksida (SO2)

Panas dan fasilitas pembangkit listrik

Standar kesehatan: 80g /m3

(0.03ppm) Partikulat matter Buangan kendaraan bermotor;

beberapa proses industri

Standar kesehatan: 50g /m3

selama 1 tahun: 150g /m3

Nitrogen dioksida (NO2)

Buangan kendaraan bermotor; panas dan fasilitas

Standar kesehatan: 100pg /m3 (0.05ppm) selama 1 jam Ozon (O3) Terbentuk di atmosfir Standar kesehatan: 235g

/m3 (0.12 ppm) selama 1 tahun: 150g /m3

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012

Tabel 1.1 memperlihatkan sumber emisi dan standar kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui keputusan Bapedal. BPLHD Propinsi DKI Jakarta pun mencatat bahwa adanya penurunan yang signifikan jumlah hari dalam kategori baik untuk dihirup dari tahun ke tahun sangat mengkhawatirkan, dimana pada tahun 2000 kategori udara yang baik sekitar commit to user

(5)

32% (117 hari dalam satu tahun) dan di tahun 2003 turun menjadi hanya 6.85% (25 hari dalam satu tahun). Hal ini menandakan Indonesia sudah seharusnya memperketat peraturan tentang pengurangan emisi baik sektor industri maupun sektor transportasi. Oleh karena itu pemerintah melalui Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca tahun 2010 menyebutkan penargetan penurunan emisi dari tiap sektor. Sektor industri ditargetkan untuk melakukan efisiensi energi, penggunaan energi yang terbarukan, dan melakukan konversi energi apabila menggunakan energi lebih besar atau sama dengan 6000 setara ton minyak (TOE). Sektor transportasi dihimbau untuk menggunakan biofuel, mesin dengan standar efisiensi BBM lebih tinggi, memperbaiki tariff dasar minimum (TDM), kualitas transportasi umum dan jalan, efisiensi energy serta penggunaan energi yang terbarukan.

Kementerian Lingkungan Hidup melalui Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Udara (Asdep PPU) Sumber Bergerak, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan melaksanakan kegiatan Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan (EKUP) sebagai pelaksanaan dari Program Langit Biru dan Transportasi Berkelanjutan. EKUP telah dilaksanakan pada tahun 2007 dan 2008, 2011 dan 2012. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan indikator serta sistem penilaian tersendiri. Hasil evaluasi dari EKUP dijadikan dasar dalam memberikan rekomendasi teknis kebijakan.

Pada tahun 2012, EKUP diadakan di 44 kota di Indonesia, terjadi peningkatan setelah tahun 2011 mengevaluasi sebanyak 25 kota. Kota – kota yang akan dievaluasi sebelumnya di katagorikan dalam kota Metropolitan,

(6)

kota besar, kota sedang dan kota kecil. Jawa tengah diwakili oleh dua kota, yaitu Semarang sebagai kota metropolitan, dan Surakarta sebagai kota besar. Kota metropolitan yang dievaluasi disini ada 14 kota, kota besar ada 13 kota, dan kota sedang dan kecil ada 17 kota. Berdasarkan kategori kota, kota-kota metropolitan dengan nilai langit biru 3 tertinggi: Tangerang, Jakarta Selatan, dan Medan. Sedangkan untuk kota besar: kota Batam, Denpasar, dan Manado. untuk kota sedang dan kecil: Serang, Manokwari, dan Mataram.

Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan (EKUP) dilaksanakan setiap tahunnya dengan maksud untuk mendorong kota – kota melakukan pengelolaan kualitas udara dan menerapkan transportrasi berkelanjutan. Pelaksanakan EKUP diawasi oleh Asdep PPU Sumber Bergerak, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, Polresta, Dinas Perhubungan, Tim Ahli, Laboratorium, dan LSM. Tujuan pelaksanaannya adalah memberikan kontribusi bagi terciptanya udara yang bersih dan sehat udara ambien dan yang terus menerus ditingkatkan di kota - kota di Indonesia. Pelaksanaan EKUP ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai Acuan untuk meningkatkan kualitas udara perkotaan, arahan kebijakan dan strategi pengelolaan kualitas udara khususnya dari sumber bergerak dan akuntabilitas pemerintah tentang pengelolaan kualitas udara perkotaan di Indonesia.

Indikator yang digunakan dibagi menjadi dua, yakni karakteristik kota (kriteria utama) meliputi uji emisi, kinerja lalu lintas, kualitas udara di jalan raya dan kualitas bahan bakar. Karakteristik yang kedua adalah berdasarkan komitmen dan kapasitas (kriteria pendukung), meliputi pemantauan kualitas udara, pengurangan pencemaran udara, dan peningkatan kesadaran. Kota –

(7)

kota yang dievaluasi dimasukkan dalam kelas – kelas sesuai dengan kriteria wilayahnya masing – masing. Kriteria kelas dibagi dari A sampai dengan F. Kriteria tiap kelas menujukkan kualitas dari masing – masing daerah. Jawa Tengah khusunya Semarang berada dalam zona F, yakni zona arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas, banyak berhenti.

Tabel 1.2 Kriteria Lalu Lintas Kota berdasarkan Kinerja

Kode Tingkat Pelayanan Jalan

(Level of Service) Daftar Kota

A Arus lancar, volume rendah,

kecepatan tinggi -

B

Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar kota, kecepatan terbatas

Kota Batam, Banda Aceh, Bengkulu. Kendari

C

Arus stabil, volume sesuai untuk jalan kota, kecepatan dipengaruhi oleh lalu lintas

Jakarta Selatan, Medan, Tangerang.

Balikpapan, Malang, Pekan Baru Kota Ternate, Kupang, Manokwari. Mataram, Palangka Raya, Pangkal Pinang,Samarinda, Serang, Tanjung Pinang

D Mendekati arus tidak stabil, kecepatan rendah

Bandung, Jakarta Timur, Surabaya,Palembang, Padang, Surakarta, Pontianak,Banjarmasin, Ambon, Gorontalo,Mamuju,Jambi, Palu E

Mendekati arus tidak stabil, volume padat mendekati kapasitas, kecepatan rendah

Jakarta Barat, Depok, Bandar Lampung,Manado

F

Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas, banyak berhenti

Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Bekasi,Makassar, Semarang, Denpasar,Yogyakarta, Jayapura Sumber: Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan, 2012

Polutan pencemar yang dilepaskan dari cerobong salah satu pabrik besi baja di kawasan Jrakah, Semarang ke udara ini menimbulkan pencemaran dan menyebabakan adanya perubahan konsentrasi SO2 dalam udara ambien pada daerah sekitarnya. Konsentrasi gas pencemar di udara commit to user

(8)

selain dipengaruhi oleh jumlah sumber pencemar, parameter meteorologi juga mempengaruhi kadar gas pencemar di udara sehingga kondisi lingkungan tidak dapat diabaikan. Pabrik tersebut mengeluarkan tiga material dari proses produksi, yakni asap hitam, asap putih, dan material yang tak kasat mata, namun beraroma tajam. Material tak kasat mata yang paling mengganggu (Istantinova, 2012).

Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah, pusat pemerintahan Jawa Tengah, pusat perdagangan yang ditandai dengan adanya pelabuhan Tanjung Mas, kota persinggahan dengan adanya bandara Ahmad Yani menuntut adanya kebijakan untuk penanganan masalah kuaitas udara di kota Semarang. Penulis ingin mengetahui seberapa besar kepedulian masyarakat terhadap kualitas udara dengan mengetahui jumlah uang yang bersedia dibayarkan untuk kebijakan yang ditawarkan dan melihat preferensi masyarakat kota Semarang terhadap kebijakan tersebut lewat penelitian yang berjudul “ANALISIS KUALITAS UDARA KOTA SEMARANG DENGAN METODE PROBIT BERTINGKAT”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat kesediaan membayar (WTP) masyarakat terhadap kebijakan untuk polusi sumber tidak bergerak maupun sumber bergerak di kota Semarang?

(9)

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar (WTP) masyarakat terhadap kebijakan untuk polusi sumber tidak bergerak maupun sumber bergerak di kota Semarang dan bagaimana probabilitasnya?

3. Bagaimanakah preferensi masyarakat terhadap kebijakan untuk polusi sumber tidak bergerak maupun sumber bergerak?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui tingkat kesediaan membayar (WTP) masyarakat terhadap kebijakan untuk polusi sumber tidak bergerak maupun sumber bergerak di kota Semarang.

2. Mengidentifikasi dan menganilisis faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan besaran WTP dan probabilitas masyarakat terhadap kebijakan untuk polusi sumber tidak bergerak maupun sumber bergerak di kota Semarang.

3. Mengidentifikasi preferensi masyarakat terhadap kebijakan untuk polusi sumber tidak bergerak maupun sumber bergerak di kota Semarang.

(10)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Pemerintah Daerah (PRAKTIS)

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan pengambilan keputusan kebijakan pengembalian kualitas udara kota Semarang.

2. Bagi Masyarakat (IPTEK)

Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan membantu masyarakat dalam meningkatkan antisipasi terhadap perubahan iklim kualitas udara.

Gambar

Tabel 1.1 Sumber Emisi dan Standar Kesehatan yang Ditetapkan Oleh  Pemerintah
Tabel 1.2 Kriteria Lalu Lintas Kota berdasarkan Kinerja

Referensi

Dokumen terkait

Secara parsial adalah coupon berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga obligasi, jangka waktu jatuh tempo tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga

Pada tahun 1998 harga domestik teh menunjukkan kecenderungan lebih tinggi disbanding tahun sesudahnya, hal ini diduga karena pada tahun tersebut nilai tukar rupiah terhadap

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penulis telah berhasil membuat aplikasi mobile yang berbasis android untuk membantu dalam melakukan pemantauan terhadap

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menyimpulkan relevansi kompetensi lulusan SMK dengan kebutuhan dunia usaha dan industri dapat diketahui dengan

[r]

Efek antosianin pada apoptosis dengan mempengaruhi sinyal protein yang merangsang terjadinya pertumbuhan dan mengatur jalur apoptosis yang tergantung dan tidak

Lembaran Negara Repubtik Indonesia Nomor 47all; Peraturan Daerah Kabupaten Katingan Nomor 3 Tahun 200stentangPembagianUrusanPemerintahanyang menjadi Kewenangan

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan