• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA ANAK TUNARUNGU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA ANAK TUNARUNGU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

172 METODE “TOKEN ECONOMY” UNTUK MENGURANGI PERILAKU

AGRESIF PADA ANAK TUNARUNGU

(THE “TOKEN ECONOMY” METHOD TO REDUCE THE AGGRESIVE BEHAVIOUR OF DEAF CHILDREN)

Risvi Rayhani

Fakultas Psikologi Universitas Semarang George Hardjanta

Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata MM. Shinta Pratiwi

Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas metode token economy dalam mengurangi perilaku agresif pada anak tunarungu. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan perilaku agresif pada anak tunarungu sebelum dan sesudah pemberian token economy. Perilaku agresif pada anak tunarungu berkurang sesudah pemberian token economy Subjek dalam penelitian ini berjumlah 6 siswa SLB Negeri Semarang kelas tunarungu kecil. Penelitian ini merupakan penelitian populasi.

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan rating scale. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik wilcoxon signed rank test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan perilaku agresif yang signifikan sebelum dan sesudah pemberian token economy yang ditunjukkan dengan nilai Z = - 2,207 p < 0,05, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Kata Kunci : perilaku agresif anak tunarungu, token economy Abstract

The aim of this research is to know the effectiveness of the token economy method to reduce the aggresive behaviour of deaf children. The hypothesis presented in this study is „there is a difference of the aggresive behaviour of deaf children before and after given the token economy method‟. The aggresive behaviour of deaf children decreased after they were given the token economy method. The subjects in this study were 6 students of class small deaf in SLB Negeri Semarang. This research was a population research.

The research data was collected by using rating scale. The data analysis was done by using wilcoxon signed rank test techniques. The result of this research showed that there was a significant difference of the aggresive behaviour before and after given the token economy method which was shown by the value Z = -2.207 p < 0.05. Therefore, the hypothesis in this research was accepted.

(2)

173 Pendahuluan

Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini memiliki keunikannya masing-masing, namun tidak semua anak terlahir sempurna. Orangtua tidak dapat memilih anak yang terlahir normal atau tidak untuk menjadi anaknya. Tidak sedikit juga anak yang terlahir dalam keadaan yang tidak sempurna yang dalam hal ini adalah tunarungu. Tunarungu merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyebut kondisi seseorang yang mengalami gangguan dalam indra pendengaran. Anak tunarungu biasanya ketika dilahirkan tidak bisa menangis. Anak tunarungu tidak hanya mengalami gangguan pendengaran, melainkan juga mengalami gangguan dalam berbicara karena kemampuan berbicara seseorang dipengaruhi pembicaraan dari orang lain yang pernah didengar. Anak tunarungu tidak bisa mendengarkan apapun sehingga dia sulit mengerti percakapan yang dibicarakan orang, dengan kata lain diapun akan mengalami kesulitan dalam berbicara (Smart, 2010: 34).

Hambatan pada anak tunarungu ialah kondisi dimana indra pendengaran yang mengalami gangguan, hal tersebut memengaruhi kemampuan-kemampuan lain,

seperti kemampuan berkomunikasi yang akan berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Keterbatasan yang ada pada anak tunarungu menjadikannya sulit untuk menangkap informasi yang diberikan oleh orang lain dan begitu juga sebaliknya. Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari, pada anak tunarungu komunikasi mungkin dilakukan dengan cara berbeda karena keterbatasan yang dimiliki. Kesulitan berkomunikasi pada anak tunarungu memungkinkan terjadinya kesalahan dalam penyampaian maksud, terkadang maksud yang ingin disampaikan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Anak tunarungu lebih mengekspresikannya lewat perbuatan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Anak tunarungu akan terlihat lebih ekspresif dalam berkomunikasi dengan orang lain karena dengan keterbatasan yang dimiliki akan sulit untuk mengungkapkan sesuatu. Perilaku yang lebih ekspresif yang dimaksudkan di sini merupakan perilaku untuk mengungkapkan sesuatu atau mengajak orang lain berkomunikasi. Terkadang perilaku tersebut tanpa disadari berlebihan dan dapat

(3)

174 membahayakan orang lain. Selain itu dapat

mengganggu dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Anak tunarungu belum paham benar dengan setiap perilaku yang ditunjukkan, apakah itu baik atau buruk. Perilaku yang tergolong buruk dan dapat mencelakakan orang lain dan menimbulkan kegaduhan apabila sering muncul tanpa adanya tindakan sejak dini akan menjadi kebiasaan yang dapat menjadi perilaku agresif.

Perilaku agresif merupakan jenis perilaku yang melukiskan perilaku yang disengaja untuk melukai orang lain baik secara fisik maupun verbal. Perilaku agresif tidak hanya dapat muncul pada anak tunarungu, melainkan pada anak normal juga. Dalam hal ini perilaku agresif yang dimaksudkan adalah perilaku yang dapat mengganggu atau menghambat dalam proses belajar mengajar. Baron dan Richardson (dalam Krahe, 2005: 16-17) mendeskripsikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perilaku itu. Motif utama perilaku agresif bisa jadi adalah keinginan menyakiti orang lain untuk mengerkspresikan perasaan-perasaan negatif,

seperti pada agresi permusuhan, atau keinginan mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif, seperti dalam agresi instrumental.

Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan sering kali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan emosi anak tunarungu selalu bergolak di satu pihak karena kemiskinan bahasanya dan di pihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya (Nurisneni, 2010).

Hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap anak tunarungu di SLB Negeri Semarang, menunjukkan bahwa perilaku agresif yang muncul adalah mencubit, berteriak, mendorong, dan memukul yang terlihat ketika proses belajar mengajar berlangsung. Perilaku tersebut dilakukan bukan dengan maksud mencelakai melainkan hanya sekedar bercanda ataupun mengekspresikan rasa gemas, namun anak

(4)

175 tunaraungu tidak menyadari bahwa tindakan

tersebut juga dapat membahayakan orang lain. Perilaku tersebut dapat dinilai wajar karena siswa tergolong anak-anak, namun apabila perilaku tersebut sering muncul dan menjadi kebiasaan akan menjadi tidak wajar. Perilaku dapat dikatakan menjadi perilaku agresif apabila sudah sering muncul.

Wawancara pada guru SLB Negeri Semarang pada kelas tunarungu kecil menunjukkan bahwa memang perilaku-perilaku tertentu sering muncul pada beberapa anak, seperti mendorong, mencubit yang mungkin dimaksudkan untuk bercanda atau mengungkapkan rasa gemas, selain itu ada juga yang asik dengan dunianya sendiri saat dalam proses belajar mengajar didalam kelas yang membuat proses belajar mengajar menjadi terganggu karena anak tunarungu lain yang ada di dalam kelas akan terpecah perhatiannya dan dapat menimbulkan kegaduhan. Anak tunarungu kadang tidak menyadari yang tindakan yang dilakukan dapat membahayakan orang lain, oleh karena itu jika perilaku tersebut terus dibiarkan tanpa ada tindak lanjut sejak dini akan menjadi suatu kebiasaan yang nantinya akan sulit diubah. Akibat yang akan ditimbulkan dari

perilaku-perilaku tersebut adalah semakin buruknya hubungan sosial anak tunarungu dengan teman-temannya karena terhambatnya aktivitas belajar didalam kelas. Apabila keadaan tersebut tidak ditangani dengan baik, maka perilaku agresifnya dapat mengarah pada tindak kriminal. Oleh karena itu penanganan yang tepat dan sesuai dengan kondisi anak sangat dibutuhkan.

Thorndike (dalam Koeswara, 1988: 39) salah seorang tokoh dalam behaviorisme dengan law of effect-nya menekankan bahwa dalam proses belajar atau pembentukan suatu tingkah laku, hadiah (reward) dan hukuman (punishment) memainkan peranan penting. Tepatnya law of effect menerangkan bahwa individu cenderung mengulang suatu tingkah laku apabila tingkah laku tersebut menimbulkan efek yang menyenangkan (rewarded), dan sebaliknya individu tidak akan mengulang suatu tingkah laku apabila tingkah laku tersebut menimbulkan efek yang tidak menyenangkan bagi dirinya (punished). Jika law of effect digunakan untuk menerangkan perilaku agresif, maka agresif terbentuk dan diulang oleh individu karena dengan perilaku agresif tersebut individu memperoleh efek atau hasil yang

(5)

176 menyenangkan. Apabila dengan perilaku

agresif tersebut individu memperoleh efek yang tidak menyenangkan, maka agresi tersebut tidak akan diulangnya.

Modifikasi perilaku dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif individu. Hal ini disebabkan perilaku individu adalah perilaku yang dibentuk, perilaku yang diperoleh, serta perilaku yang dipelajari melalui proses belajar (Walgito, 2002: 15). Pengaruh orang lain, hadiah, dan hukuman merupakan pengaruh penting bagi perilaku seseorang. Menurut Soekadji (1983: 1) modifikasi perilaku merupakan usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip proses belajar maupun prinsip-prinsip psikologi hasil eksperimen lain pada manusia. Terdapat beberapa teknik yang dapat diterapkan dalam modifikasi perilaku, yaitu peningkatan dan pemeliharaan perilaku, dan pengurangan dan penghapusan perilaku. Berdasarkan beberapa teknik penerapan prinsip belajar, teknik meningkatkan dan memelihara perilaku lebih maju daripada pengurangan dan penghilangan perilaku.

Berbagai metode dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif pada anak, seperti metode time out, yaitu metode yang

memberlakukan waktu jeda untuk masing masing pihak yang terlibat dalam masalah (termasuk anak dan orang tua) agar dapat menenangkan diri dengan menjauhkan diri dari tempat terjadinya masalah., metode token

economy, dan lain sebagainya. Peneliti

memfokuskan pada metode token economy untuk mengurangi perilaku agresif pada anak tunarungu dengan pertimbangan bahwa metode token economy subjek penelitian yang berada pada anak-anak akan lebih efektif jika diberikan suatu penguat apabila mampu mengubah perilakunya ke arah yang lebih positif. Peneliti tertarik untuk menggunakan teknik pengurangan dan penghapusan perilaku, yang dalam penerapannya menggunakan metode token economy.

Soekadji (1983: 71-72) sendiri berpendapat bahwa token economy merupakan prosedur kombinasi untuk meningkatkan, mengajar, mengurangi dan memelihara berbagai perilaku, yaitu merupakan pemberian token (tanda, isyarat, kepingan) sesegera mungkin setiap kali setelah perilaku yang diinginkan muncul. Token ini nantinya bisa ditukar dengan benda/aktivitas yang diinginkan oleh subjek. Token economy dapat diterapkan pada anak-anak normal, pada anak-anak atau

(6)

177 orang-orang yang perkembagannya terlambat,

yang cacat mental, atau yang mengalami penyimpangan kepribadian.

Intervensi metode token economy

dilakukan dengan memberikan kupon hadiah apabila dalam sehari anak berperilaku manis. Setelah kupon terkumpul sesuai dengan jumlah yang disepakati, maka anak berhak mendapatkan hadiah yang telah dijanjikan sebelumnya. Drost, dkk (2003: 134) menyatakan bahwa metode token economy efektif selama anak memahami betul aturan permainannya dan orangtua konsekuen dalam pelaksanaan. Anak juga akan diberikan sanksi apabila menunjukkan perilaku agresif sesuai dengan kesepakatan, misalnya tidak diizinkan menonton televisi atau bermain ke luar rumah. Inti dari metode token economy adalah anak perlu memahami secara benar hubungan sebab-akibat dari perilaku dan sanksi yang dikenakan.

Melalui metode ini diharapkan sedikit demi sedikit dapat memberi pemahaman pada anak tunarungu mengenai perilaku-perilaku yang dianggap kurang baik melalui aplikasi dari metode token economy yang akan dibuat menarik bagi anak tunarungu agar hasilnya diharapkan lebih efektif. Pemberian metode

token economy dibuat sedemikian rupa agar

dapat menarik perhatian anak tunarungu, karena tidak bisa disamakan dengan anak normal yang lebih mudah memahami dari pemberian token dibandingkan anak tunarungu yang memiliki keterbatasan yang membuat anak tunarungu sulit untuk memahami sesuatu. Pada hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Indrijati (2009: 50) tentang metode token economy dalam proses belajar mengajar didalam kelas terhadap siswa SMP dapat disimpulkan bahwa metode ini dapat meningkatkan kemunculan perilaku positif yang diharapkan. Mesikpun penelitian sebelumnya dilakukan pada siswa SMP, diharapkan metode ini juga dapat efektif bila diterapkan pada anak tunarungu. Metode Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa siswi SLB Negeri Semarang pada kelas Tunarungu Kecil, dan berusia 5-6 tahun.

Penelitian ini menggunakan semua subjek yang sesuai dengan karakteristik pada populasi. Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data rating scale dan observasi.

Penelitian ini menggunakan metode analisis data non parametrik. Metode analisis data non parametrik yang digunakan adalah

(7)

178

wilcoxon signed rank test yang digunakan

untuk membandingkan perbedaan dua median.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan perilaku agresif pada anak tunarungu antara sebelum dan sesudah pemberian token economy. Perilaku agresif pada anak tunarungu berkurang sesudah pemberian token economy. Soekadji (1983: 71-72) sendiri berpendapat bahwa token

economy merupakan prosedur kombinasi

untuk meningkatkan, mengajar, mengurangi dan memelihara berbagai perilaku, yaitu merupakan pemberian token (tanda, isyarat, kepingan) sesegera mungkin setiap kali setelah perilaku yang diinginkan muncul. Token ini nantinya bisa ditukar dengan benda/aktivitas yang diinginkan oleh subjek.

Token economy dapat diterapkan pada

anak-anak normal, pada anak-anak-anak-anak atau orang-orang yang perkembangannya terlambat, yang cacat mental, atau yang mengalami penyimpangan kepribadian.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan A’isah, dkk (2011: 8) yang menunjukkan bahwa hasil analisis data sesudah perlakuan pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan bahwa ada perbedaan skor regulasi diri antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah perlakuan metode modifikasi perilaku token economy.

Pemberian token economy bagi anak tunarungu, dimana guru kelas mengambil salah satu token ketika siswa menunjukkan perilaku agresif dapat menunjadikan perilaku agresif siswa menurun karena adanya pemberian penjelasan oleh guru bahwa perilaku yang ditunjukkan siswa tergolong ke dalam perilaku agresif dan harus dihindari karena dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Miltenberger (2004: 472) berpendapat bahwa tujuan dari token economy adalah untuk memperkuat perilaku yang diinginkan yang jarang terjadi dan untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dalam latar lingkungan atau pendidikan. Pada penelitian ini untuk mengurangi perilaku agresif pada anak tunarungu digunakan metode token

economy. Apabila anak tunarungu melakukan

atau menunjukkan perilaku yang menjadi sasaran penelitian, yaitu memukul, mencubit, menendang maka bintang akan diambil satu persatu sembari memberikan pengertian

(8)

179 mengapa bintang tersebut diambil, sehingga

anak tunarungu akan menyadari bahwa perilaku tersebut tidak baik. Metode token

economy dapat mengurangi perilaku agresif

yang ditunjukkan anak tunarungu dengan adanya reinforcement yang diberikan.

Drost, dkk (2003: 134) menyatakan bahwa metode token economy efektif selama anak memahami betul aturan permainannya dan orangtua konsekuen dalam pelaksanaannya. Anak juga akan diberikan sanksi apabila menunjukkan perilaku agresif sesuai dengan kesepakatan, misalnya tidak diizinkan menonton televisi atau bermain ke luar rumah. Inti dari metode token economy adalah anak perlu memahami secara benar hubungan sebab-akibat dari perilaku dan sanksi yang dikenakan. Perlakuan token economy pada anak tunarungu di SLB Negeri Semarang yang dilakukan peneliti mampu menurunkan perilaku agresif yang ditunjukkan siswa. Hal tersebut terlihat dari bentuk-bentuk perilaku agresif yang lebih rendah dibandingkan pada saat sebelum diberlakukan token economy.

Perilaku agresif merupakan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perilaku itu

(Baron dan Richardson, dalam Krahe, 2005: 16-17). Motif utama perilaku agresif bisa jadi adalah keinginan menyakiti orang lain untuk mengerkspresikan perasaan-perasaan negatif, seperti pada agresi permusuhan, atau keinginan mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif, seperti dalam agresi instrumental. Pada anak tunarungu, bentuk-bentuk perilaku agresif seringkali muncul ketika sedang berada di sekolah, baik dilakukan terhadap teman maupun guru kelas. Metode token economy yang diberlakukan pada siswa kelas tunarungu SLB Negeri Semarang dengan adanya pengurangan token yang dimiliki siswa mampu menurunkan perilaku agresif yang ditunjukkan siswa kelas tunarungu. Siswa menyadari bahwa ketika menunjukkan perilaku agresif maka token yang dimilikinya akan dikurangi. Siswa berusaha agar token yang dimiliki tidak semakin berkurang, sehingga perilaku agresif yang ditunjukkannya berkurang.

Kelemahan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan penelitian yang relatif singkat sehingga dikhawatirkan perlakuan metode

token economy yang diberikan kepada anak

tunarungu kurang maksimal. Kondisi tersebut memiliki kelemahan karena dikhawatirkan

(9)

180 efektivitas metode token economy kurang

terjaga, sehingga perilaku agresif yang ditunjukkan anak tunarungu dapat terulang kembali.

Penutup Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil simpulan bahwa ada perbedaan perilaku agresif pada anak tunarungu sebelum dan sesudah pemberian token economy. Perilaku agresif pada anak tunarungu berkurang sesudah pemberian token economy dari pada perilaku agresif sebelum pemberian

token economy, sehingga hipotesis yang

diajukan terbukti. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah melihat hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas adalah sebagai berikut:

1. Bagi pihak sekolah

Pihak sekolah untuk tetap menggunakan metode token economy pada anak tunarungu, sehingga perilaku agresif anak tunarungu dapat dikendalikan dengan baik. Perlakuan dengan token economy yang disertai penjelasan kepada siswa akan memberikan

pemahaman bahwa perilaku agresif dapat merugikan diri sendiri dan orang lain dapat menjadikan siswa berusaha menghindari perilaku agresif.

2. Bagi peneliti lain

Peneliti lain yang tertarik untuk melanjutkan penelitian diharapkan dapat melihat faktor lain yang mempengaruhi perilaku agresif, seperti faktor karakteristik individu deindividuasi, kekuasaan dan kepatuhan, provokasi, pengaruh obat-obatan terlarang (drug effect), personalitas, situasi, kondisi aversif, media massa, isyarat agresif, serta kehadiran orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

A’isah, A., Prasetyo, B. W., dan Imam, S. 2011. Pengaruh Penerapan Metode Modifikasi Perilaku Token Economy terhadap Regulasi Diri Siswa Peserta Mata Pelajaran Matematika. Jurnal Psikologi

Undip. Semarang: Fakultas Psikologi

Universitas Diponegoro.

Drost, S. J... (et al.);editor, Rose A. Mini Priyanto. 2003. Perilaku Anak Usia Dini,

Kasus dan Pemecahannya. Jakarta: Tim

Pustaka Familia.

Indrijati, H. 2009. Efektivitas Metode Modifikasi Perilaku Token Economy dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas.

Jurnal Psikologi Indonesia. Vol. VI. No.

1. Hal. 43-54. Surabaya: Universitas Airlangga.

(10)

181 Koeswara, E. 1988. Agresi Manusia.

Bandung: PT. Eresco.

Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Miltenberger, R. 2004. Behavior

Modification. North Dakota State

University.

Monks, F.J, Knoers A.M.P & Haditono, S.R. 2002. Psikologi Perkembangan Pengantar

Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:

University Press.

Nurisneni. 2010. Karakteristik dan Masalah

Perkembangan Anak Tunarungu.

http://sitinurisneni.blogspot.com/2010/03/

karakteristik-dan-masalah-perkembangan.html. (Sabtu, 26 Mei 2012).

Smart, A. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat. Yogyakarta: Katahati.

Soekadji, S. 1983. Modifikasi Perilaku:

Penerapan Sehari-hari dan Penerapan Profesional. Yogyakarta: Liberty.

Walgito, B. 2002. Psikologi Sosial (Suatu

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan miniatur alat transportasi berpengaruh untuk peningkatan kosakata anak tunarungu kelas IV

Secara keseluruhan penerapan metode bermain peran ( role playing ) berpengaruh positif dan efektif digunakan untuk mengurangi perilaku agresif non verbal anak

Media cerita bergambar yang digunakan dalam penelitian tindakan dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis anak tunarungu kelas D4 SLB B YAAT

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media ritatoon terhadap prestasi belajar IPS anak tunarungu kelas VIII SLB Negeri Surakarta tahun ajaran 2016/2017.. Penelitian

W., (2020) Perbedaan Penyuluhan Kesehatan Gigi Menggunakan Media Gambar dengan Video dalam Meningkatkan Perilaku Menyikat Gigi pada Anak Tunarungu di SLB Negeri 1

PENGGUNAAN MEDIA PAPAN ANGKA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGURUTKAN BILANGAN ASLI SAMPAI 100 PADA.. ANAK TUNARUNGU KELAS II SDLB DI SLB

Hasil penelitian, menunjukkan bahwa guru kelas melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial anak tunarungu di kelasnya.Upaya yang

Skripsi yang berjudul Strategi Guru dalam Mengajarkan Baca Tulis Alquran (BTA) Terhadap Anak Tunarungu di SDLB (UPTD SLB-C Negeri Pembina Provinsi Kalimantan