• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUKI NO JYOU EN NI BANSOU NI SURU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KABUKI NO JYOU EN NI BANSOU NI SURU"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

KABUKI NO JYOU’EN NI BANSOU NI SURU

K e r t a s K a r y a

D i k e r j a k a n

O

L

E

H

CORY JULIARTA HUTABARAT

NIM 062203047

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI D3 BAHASA JEPANG

MEDAN

(2)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

KABUKI NO JYOU’EN NI BANSOU NI SURU

KERTAS KARYA Dikerjakan O l e h

CORY JULIARTA HUTABARAT NIM 062203047

Pembimbing, Pembaca,

Drs. Eman Kusdiyana M. Hum Rani Arfianty, S.S

NIP 131763365 NIP

Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Falkultas Sastra USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA BIDANG STUDI BAHASA JEPANG

MEDAN 2009

(3)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

Disetujui Oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya

Fakultas Sastra

Univesitas Sumatera Utara

Medan

Program Studi D3 Bahasa Jepang

Ketua,

Adriana Hasibuan, S.S.,M.Hum.

NIP 131662152

(4)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

PENGESAHAN

Diterima oleh:

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang

Pada :

Tanggal :

Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Drs. Syaifuddin, M.A.,Ph.D. NIP 132098531

Panitia :

No. Nama Tanda Tangan

1. Adriana Hasibuan, S.S.,M.Hum (……….)

2. Drs. Eman Kusdiyana M.Hum (……….)

(5)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009. KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sehingga Penulis dapat menyelesaikan kertas karya yang berjudul “Alat Musik Pengiring Pertunjukan Kabuki”. Meskipun banyak kesulitan dalam penulisan kertas karya ini, karena pengetahuan penulis yang terbatas tetapi berkat bimbingan, bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, maka penulis dapat meyelesaikan kertas karya ini.

Dalam penulisan kertas karya ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaiakan kertas karya ini terutama kepada:

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Adriana Hasibuan, S.S.,M.Hum.,Selaku Ketua Program Studi D3 Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana M. Hum., selaku Dosen Pembimbing yang dengan ikhlas menuangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sampai kertas karya ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Rani Afrianty, S.S. selaku Dosen Pembaca. yang juga dengan ikhlas meluangkan waktu untuk memeriksa ulang kertas karya ini agar lebih baik lagi.

5. Bapak Drs. Yuddi Adrian M.Hum., selaku Dosen Wali. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

6. Ibunda Juli Panjaitan, Kakandaku, Johanes Wahyudi Hutabarat dan Trisna Damayanti Hutabarat serta seluruh keluarga besar penulis yang tersayang.

7. Teman – teman fakultas sastra D3 Bahasa Jepang Setambuk 2006 dan sahabat – sahabat Penulis : Inda, Anna, Lila, Lili, Safna, Sarifah, Natalia, Agnes, Paima,

(6)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

8. Teman – teman: Roslina Hutagaol, Cut Azni, serta anggota PS. Consolatio dan anggota PNB HKI Imanuel yang telah memberi banyak dukungan.

9. Bapak Pendeta Yusuf Hutapea, S.Th., yang telah banyak memberi waktu serta dukungan baik moril maupun materil.

Tiada lain harapan penulis semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmatNya kepada semua pihak yang disebutkan diatas.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih untuk semua bantuan dan dukungan selama ini. Semoga kertas karya ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2009 Penulis

CORY JULIARTA HUTABARAT NIM. 062203047

(7)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2. Batasan Masalah ... 1

1.3. Tujuan Penulisan ... 2

1.4. Metode Penulisan ... 2

BAB II PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS MUSIK PENGIRING PERTUNJUKAN KABUKI ... 3

2.1. Pengertian Musik Pengiring Pertunjukan Kabuki ... 3

2.2. Jenis-Jenis Musik Pengiring Pertujukan Kabuki ... 3

2.2.1. Geza ... 3

2.2.2. Gidayu ... 4

2.2.3. Nagauta ... 5

2.2.4. Tokiwazu, Kiyomoto, Kato Bushi ... 5

BAB III ALAT-ALAT MUSIK PENGIRING PERTUNJUKAN KABUKI ... 7

3.1. Shamisen ... 7

3.2. Taiko ... 8

3.3. Hyoushigi ... 9

3.4. Shinobue ... 10

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 11

4.1. Kesimpulan... 11

4.2. Saran ... 11

(8)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009. BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Alasan Pemilihan Judul

Kabuki adalah sebuah bentuk teater klasik yang mengalami evolusi pada awal abad ke-17 sehingga yang memiliki nilai sejarah tersendiri. Ciri khas kabuki yaitu berupa irama kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh para aktor, kostum yang super-mewah, make-up yang mencolok (kumadori), serta penggunaan peralatan mekanis untuk mencapai efek-efek khusus di panggung. Make-up menonjolkan sifat dan suasana hati tokoh yang dibawakan aktor. Kebanyakan lakon mengambil tema masa abad pertengahan atau zaman Edo, dan semua aktor, sekalipun yang memainkan peranan sebagai wanita, adalah pria. Selain itu, musik pengiring pertunjukan Kabuki juga memiliki nilai sejarah yang sangat menarik.

Pertunjukan Kabuki juga diiringi oleh alat-alat musik tradisional seperti shamisen, taiko,

hyoushigi, dan shinobue. Alat-alat musik tersebut merupakan alat musik yang unik karena

meskipun terbuat dari bahan yang sangat sederhana namun dapat menghasilkan suara yang menirukan bunyi-bunyian alam seperti bunyi angina, air ombak dan sebagainya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis sangat tertarik untuk membahas tentang ”Alat Musik Pengiring Pertunjukan Kabuki” sebagai judul kertas karya ini.

1.2. Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, sehingga dalam kertas karya ini penulis membatasi tulisan ini hanya membahas alat musik pengiring pertunjukan kabuki seperti

shamisen, taiko, hyoushigi, dan shinobue. Dan juga supaya dalam menjelaskan alat-alat musik

tersebut agar menjadi lebih akurat, maka penulis juga menjelaskan jenis-jenis musik seperti geza,

(9)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009. 1.3. Tujuan Penelitian

Penulisan ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk memperkenalkan seni teater kabuki, khususnya mengenai alat-alat musik pengiring pertunjukan kabuki.

2. Untuk mengangkat nilai-nilai tradisi dari musik pengiring pertunjukan kabuki.

3. Untuk memperkenalkan nilai-nilai seni dari alat musik pengiring pertunjukan kabuki kepada pembaca.

4. untuk menambah wawasan penulis maupun pembaca mengenai alat-alat musik pengiring kabuki.

1.4. Metode Penelitian

Penulisan makalah ini hanya memakai metode kepustakaan, yaitu metode untuk mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca buku atau refrensi yang berhubungan dengan alat musik kabuki di Jepang yang akan dibahas dalam kertas karya ini.

Selanjutnya data dianalisa dan dirangkum kemudian dilanjutkan ke dalam bab-bab yang ada di dalam kertas karya ini.

(10)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009. BAB II

PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS MUSIK PENGIRING PERTUNJUKAN KABUKI

2.1. Pengertian Musik Pengiring Pertunjukan Kabuki

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “musik” adalah bunyi-bunyian, “pengiring” adalah hal atu sesuatu yang mengikuti atau mengiringi, sedangkan “pertunjukan” adalah sesuatu yang dipertunjukkan. Secara etimologi bahasa Jepang, “ka” yang berarti lagu atau nyanyian, “bu” yang berarti tarian dan “ki” yang berarti seni atau kemampuan, sehingga pengertian kabuki yaitu seni tari dan lagu.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian “musik pengiring pertunjukan kabuki” adalah bunyi-bunyian yang mengiringi pertunjukan seni tari dan lagu kabuki.

2.2. Jenis-Jenis Musik Pengiring Pertunjukan Kabuki

2.2.1. Geza

Geza dikenal sebagai musik latar belakang yang diputar kamar kuromisu kecil yang redup di balik tirai bambu hitam di samping belakang panggung. Oleh karena itu geza ongaku juga disebut sebagai Kuromisu-ongaku (musik tirai bamboo hitam) atau Misu-uchi-ongaku. Dari ruangan yang redup ini pemusik melihat keluar jerajak menuju panggung atau yang disebut dengan hanamichi dan memilih waktu yang tepat untuk musik mereka, suasana, dan efek suara untuk membuka layar.

Selain daripada penyanyi, geza diiringi oleh alat musik gesek shamisen. Dawai-dawai shamisen disetel dengan tiga cara yaitu honchosi, niagari, dan sansari. Tidak ada titi nada yang ditetapkan tetapi interval-interval menyisakan persamaan yaitu dalam urutan menaik, kurang lebih B menaik di pertengahan C, E, B untuk honchosi; B, F. B tajam untuk niagari dan B, E, A untuk sansari.

(11)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

Instrument pokok geza yang lain yaitu; nohkan, take-bue, kotsuzumi, tsuzumi, taiko,

o-daiko, dan berbagai alat musik tabuh seperti gong, hyoushigi dan bel yang memiliki berbagai

macam warnanada.

Geza juga meliputi efek suara yang lebih nyata, misalnya pada adegan salju yang jatuh yang dibuat hampir tidak ada bunyi, tetapi dentaman o-daiko yang lambat memberi kesan redam pemandangan yang ditutupi salju. Bunyi ombak yang memukul diiringi oleh pukulan ombak yang disebut bunyi ombak (nami no oto). Banyak efek-efek musik yang demikian digunakan untuk meniru suara desiran angin, rintik hujan, atau air yang mengalir sehingga menambah suasana pertunjukan kabuki.

2.2.2. Gidayu

Gidayu merupakan nyanyian dengan iringan shamisen. Bentuk dari cerita yang dinyanyikan dimulai oleh Takemoto Gidayu (1651-1741) dan para pemain mempelajarinya semenjak usia dini untk mengembangkan suara-suara mereka. Di dalam bunraku, nyanyian menggunakan suara yang memiliki warnanadauntuk berbicara pada boneka-boneka. Nyanyiannya sangat dramatis dan jumlah penyanyi hampir sebanyak pemain sebagai pemusik. Namun di dalam Kabuki, peran ini terutama pada penyediaan tafsiran pemikiran karakter dan emosi untuk menggambarkan adegan di atas pentas.

Shamisen yang digunakan lebih besar dari instrument baku dan warnanada yang dihasilkan lebih nyaring dan merdu. Panggilan-panggilan yang dibuat oleh pemain shamisen sangat penting dalam memberi isyarat-isyarat pemilihan waktu yang tepat bagi para aktor dan penyanyi. Shamisen dan nyanyian bisa disembunyikan di belakang sebuah tirai bamboo di atas lantai sebelah kanan yang menaik, tetapi pada umumnya mereka memperlihatkan degatari, di dalam sebuah platform yang berputar di bawah layar.

(12)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

2.2.3. Nagauta

Nyanyian panjang indah yang dinyanyikan lincah, sedih dan berirama disebut nagauta. Pada zaman Edo tahun 1976-1736 nagauta terlaksana dengan baik dengan format paling tua dan musik yang murni yang berkembang bersamaan dengan teater. Nagauta didesain sebagai suatu gaya yang diperluas dari musik berirama, cocok untuk iringan tari-tarian panjang. Gaya ini juga menampilkan banyak tari-tarian kabuki yang paling terkenal dan tarian drama musisi yang diperlihatkan di atas debayashi. Sekitar delapan orang pemain shamisen berlutut di atas platform merah bagian tengah atas. Alat musik yang sering dipakai yaitu; taiko, o-tsuzumi, dua atau tiga

ko-tsuzumi, shinobue, nohkan dan take-bue.

2.2.4. Tokiwazu, Kiyomoto, Kato Bushi

Tokiwazu merupakan gaya musik Joruri yang digunakan dalam tari-tarin untuk memutar

dan tidak pernah muncul dengan wayang. Gaya bernyanyi tokiwazu jauh lebih ringan dan lebih bersemangat daripada gidayu. Selain itu, teks yang diucapkan lebih mudah dan sangat logis. Hal itu membuat gaya Kabuki dari Joruri dekat dengan gaya liris utamono.

Gaya Tokiwazu merupakan jenis musik tertua yang berasal dari Bungo Bushi. Beberapa gaya Bungo Bushi antara lain; tokiwazu tomimoto, kiyomoto dan shinnai. Tomimoto sudah hampir hilang dan shinnai hampir tidak pernah muncul dalam teater. Bungo Bushi berasal dari nama Miyako Bungo-no-Jo yang berpergian dari Kyoto ke Edo dan menjadi terkenal akan keindahan suara dan gaya berpakaiannya. Miyako muncul dalam Kabuki, dan sering memainkan adegan bunuh diri sehingga dilarang diputar oleh shogun. Akhirnya Bungo-no-Jo kembali ke Kyoto dan meninggal pada tahun 1740.

Salah satu siswa siswa dari Bungo-no-Jo yang tetap tinggal di Edo mulai melakukannya dengan nama Tokiwazu-Mojitayu (1709-1781). Periode pertama kebesaran Tokiwazu yaitu pada tahun 1750 ketika ia memainkan adegan dengan panjang dan penuh warna. Periode kedua kebesaran Tokiwazu dimulai pada awal abad ke-19 ketik ada seorang yang sangat tergila-gila

(13)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

pada ”hengemono” atau ”transformasi tarian.” hal ini merupakan bagian tarian singkat dengan masing-masing karakter tertentu dan biasanya dilakukan oleh seorang aktor yand dapat dengan cepat membuat perubahan dari karakter ke karakter yang lain.

Kiyomoto merupakan ekspresi musik pengiring untuk narasi nyanyian Jepang yang anggun. Gaya Kiyomoto dimulai oleh Kiyomoto Enjudayu (1977-1985). Ciri khas gaya musik ini adalah suara vokal falsetto yang sangat tinggi. Pada umumnya Kiyomoto sering diperdengarkan sebagai iringan adegan cinta.

Kato bushi merupakan suatu gaya amatir yang hanya terdengar dalam satu permainan,

(14)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009. BAB III

ALAT-ALAT MUSIK PRNGIRING PERTUNJUKAN KABUKI

3.1. Shamisen

Shamisen merupakan salah satu alat musik tradisional Jepang yang mengiringi pertunjukan Kabuki. Shamisen adalah alat musik dawai yang memiliki tiga senar, dipetik dengan menggunakan bachi. Bentuknya segiempat dengan keempat sudut yang sedikit melengkung. Badan alat musik dawai ini terbuat dari kayu, bagian depan dan belakang dilapisi kulit hewan yang berfungsi memperkeras suara senar. Kulit pelapis shamisen yang bagus terbuat dari kulit perut kucing betina yang belum kawin, sedangkan shamisen kualitas biasa terbuat dari kulit punggung anjing. Pemusik duduk dengan posisi seiza, kedua belah kaki dilipat ke belakang dengan lutut dibuka lebar, dan seluruh berat badan bertumpu di bagian pantat.

Panjang leher shamisen hampir sama dengan gitar tapi lehernya lebih langsing dan tanpa fret. Leher shamisen ada yang terdiri dari tiga bagian agar mudah dibawa-bawa, ada juga yang utuh dan tidak bisa dilepas-lepas yang disebut nobezao. Bahan baku senar adalah sutra, tetapi ada juga yang memakai nilon atau tetron. Berdasarkan ukuran leher, shamisen terdiri dari tiga jenis yaitu Hosozao (leher sempit), Nakazao (leher sedang), Futozao (leher besar). Shamisen terdiri dari beberapa jenis, antara lain;

1. Nagauta shamisen, berleher langsing, dipetik dengan bachi besar dari gading gajah, dan dipakai pada pertunjukan kabuki

2. Gidayū shamisen, berleher besar dan tebal, dan digunakan sebagai pengiring jōruri 3. Tokiwazu-bushi shamisen, lehernya tidak begitu besar.

(15)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

5. Jiuta shamisen, berleher sedang, dipetik dengan bachi yang disebut Tsuyama bachi dari bahan gading gajah. Shamisen jenis ini sering disebut sankyoku, dimainkan bersama koto, kokyū, dan shakuhachi.

6. Shinnai shamisen, berleher sedang, dipetik dengan menggunakan kuku jari.

7. Yanagawa shamisen (Kyō-shamisen), berleher lebih langsing dari Hosozao, merupakan model shamisen yang paling tua

8. Tsugaru-jamisen, berleher lebar dan tebal, digunakan untuk lagu daerah yang disebut Tsugaru-minyō, dan dipetik menggunakan bachi yang berukuran kecil dan dibuat dari tempurung kura-kura.

9. Shanshin asal Kepulauan Ryūkyū, digunakan di prefektur Okinawa dan bagian paling ujung prefektur Kagoshima. Shanshin dibuat dari kulit ular sanca asal Indonesia, leher shamisen dipoles dengan urushi, serta dipetik tidak memakai bachi, melainkan dengan alat petik dari tanduk kerbau.

10. Gottan, asal Prefektur Kagoshima, dibuat seluruhnya dari kayu dan tidak memakai kulit hewan.

3.2. Taiko

Taiko berasal dari kata tai dan ko yang berarti drum besar. Taiko merupakan alat musik tabuh yang ditabuh dengan alat pemukul yang disebut dengan bachi. Taiko terdiri dari berbagai jenis, ntara lain;

1. Nagado-daiko (taiko yang berbadan panjang) terdiri atas dua potong kulit sapi yang dibentangkan di atas sebuah kerangka kayu (biasanya diukir dari satu potnog kayu, kini sering dibuat dari sisa-sisa sebuah gentong kayu) dan diregangkan. Kepala dari tsukeshime-daiko (seringkali disingkat menjadi, “shime-daiko” atau “shime” saja) dibentangkan di atas cincin-cincin besi dan dijepit di sekitar badan yang lebih kecil. Tali tsukeshime-daiko ditarik hingga ketat sebelum digunakan setiap kalinya.

(16)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

2. Okedo-daiko (taiko berbadan gentong, seringkali disingkat menjadi “okedo” atau “oke”) dapat dipasang di atas sebuah dudukan dan dimainkan seperti taiko lainnya, tapi biasanya digantungkan melintang ke bahu sehingga si pemain drum dapat berjalan sambil memainkannya.

3. Uchiwa-daiko (taiko kipas),

4. Hira-daiko (taiko datar), adalah jenis drum yang luas daripada yang lama, "Hira" berarti rata.

5. Byou-daiko adalah nama besar untuk kategori drum yang diukir dari satu log. "Byou" yang berarti "rebana."

6. Chu-daiko berukuran sedang yang merupakan salah satu anggota Nagado-daiko. Diameter taiko ini mulai dari ukuran sekitar 1,6 shaku samapai 2,8 shaku (sekitar 19 "untuk 33,5" atau 48,5 cm hingga 85 cm).

7. Daibyoshi, memiliki dua drumheads. Drumheads ini dibuat dari kulit anak sapi untuk mendukung jahitan silang senar. Kotsuzumi yang bagus terbuat dari kayu cherry.

8. Gaku-daiko merupakanHira-daiko yang dihiasi. Awalnya digunakan dalam Gagaku Theater kuno, instrumen ini dimainkan secara vertikal sedangkan musisi duduk.

9. Ko-daiko adalah salah satu gendang kecil dari Nagado keluarga-daiko, dengan diameternya mulai dari satu shaku hingga satu setengah shaku atau sekitar 30 cm.

10. dan serangkaian instrumen tabuh lainnya dalam ansambel tradisional Jepang lainnya.

3.3. Hyoushigi

Satu hal yang tidak boleh terlewatkan dalam pementasan drama klasik kabuki adalah hyoushigi. Seperti namanya yang dimulai dengan ki (pohon), hyoushigi terbuat dari batang pohon ek putih yang terbaik berasal dari Amakusa di Kyushu. Sepasang hyoushigi dibentuk dan diukir dengan cara yang sama.

(17)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

Orang yang bertugas membentur hyoushigi disebut kyogen sakusha. Hyoushigi merupakan musik yang digunakan untuk menentukan kapan layar dibuka dan ditutup.

Kyougen sakusha membenturkan hyoushigi sebanyak dua kali segera ketika para aktor tiba di panggung. Panggilan ini disebut chakutou (kedatangan) yang merupakan isyarat untuk para aktor agar memulai persiapan. Sepuluh menit kemudian, ia membenturkan hyoushugi dua kali lagi yang disebut nichou (dua rentak) untuk memberitahu para aktor apakah mereka perlu memakai rambut palsu dan mempersiapkan kedatangan mereka. Kemudian para aktor melakukan gerakan memutar di belakang panggung, yang disebut mawari. kemudian membentur hyoushigi sekali di masing-masing ruangan pengaturan, ruang penyangga dan ruang set sebelum meneruskan langkah menuju panggung. Sentuhan terakhir yang diberikan oleh kyougen sakusha adalah memberi dua rentak nyaring, chon-chon, disebut naoshi yang merupakan isyarat untuk memulai musik dan kemudian hentakan hyoushigi yang semakin cepat sebagai tanda bahwa tirai dibuka.

3.4 Shinobue

Shinobue atau yang disebut juga takebue merupakansuling Jepang yangt menghasilkan suara bernada tinggi. Shinobue banyak diperdengarkan pada musik nagauta pada teater musik Kabuki.

(18)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009. BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Kabuki merupakan seni teater klasik khas Jepang yang penuh seni.

2. Hampir di setiap adegan kabuki diiringi oleh musik yang berbeda, kadang dua atau tiga langka h memiliki musik yang berbeda.

3. Jenis-jenis musik pengiring pertunjukan kabuki ada bermacam-macam sesuai dengan fungsinya, antara lain; geza, gidayu, nagauta, kiyomoto, tokiwazu dan kato bushi yang mempunyai peran yang berbeda.

4. Bunyi alam seperti bunyi hujan, angin, bahkan air dan sebagainya dapat dihasilkan oleh alat musik kabuki.

5. Alat-alat musik kabuki dibuat dan dimainkan dengan cara sederhana dari bahan yang sederhana, seperti dari kayu dan bambu, namun suara yang dihasilkan sangat bagus.

4.2. Saran

Melalui kertas karya ini penulis berharap agar pembaca dapat mengambil nilai-nilai budaya dan seni musik dalam pertunjukan kabuki. Selain itu, harapan penulis agar pembaca melihat kembali kebudayaan daerah masing-masing, sudah sejauh mana pembaca mencintai dan memeliharanya dengan baik.

(19)

Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.

DAFTAR PUSTAKA

Cavaye, Ronald. Kabuki A Pocket Guide, Tokyo: Tuttle Publishing, 1998 Toshio, Kawatake. Kabuki, Japan: LTCB International Library Selection, 2003 Wahyuni, Sri. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Pustaka Phoenix, 2007. www.wikipedia.com

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Selain orang kuat lokal, aktor lain yang memainkan peranan politik baru setelah Orde Baru di Medan adalah para pengusaha tingkat menengah yang paling tidak sebahagiannya

Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber adalah guru bahasa Arab dan siswa untuk mengetahui upaya meningkatkan pemahaman mufrodat menggunakan metode lagu di MI

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kebermaknaan hidup pada ODHA yang ditinjau dari ikhlas dan dukungan

Klik tombol Start pada sudut kiri bawah tampilan desktop, kemudian pilih atau klik menu All Programs Microsoft Office Microsoft Office PowerPoint 20072. Pada layar

Implementasi Pola Gerak Dominan Terhadap Keterampilan Guling Depan dan Guling Belakang Dalam Proses Belajar Mengajar Senam Pada Siswa Kelas X- A SMAN 14

Penyajian hasil dari penelitian ini adalah buku saku panduan mendaki gunung, peta jalur pendakian gunung rinjani serta aplikasi android peta jalur pendakian

In the figure above shown that the maximum compressive strength value obtained in 0,5% coconut coir powder substitution, 17.8344 MPa with density value of 2291.83 kg / m3 ,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana validitas rupa dari tes mid bahasa Inggris buatan guru, bagaimana validitas isi dari tes mid bahasa Inggris