• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di permukaan bumi menunjukkan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di permukaan bumi menunjukkan,"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan kehidupan manusia di permukaan bumi menunjukkan, bahwa manusia sejak lahir sampai akhir hayatnya, tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh alam lingkungannya, mulai dari udara yang dihirup, air yang diminum, bahan pangan yang dimakan sampai kepada tempat berlindung dari cuaca buruk dan binatang liar diperoleh manusia dari alam. Melalui penggunaan dan pemanfaatan alam untuk kebutuhan hidupnya, manusia secaraberangsur-angsur mengenal berbagai unsur alam ini yang dapat menjamin kehidupannya. Kondisi hidup yang penuh rintangan dan tantangan, mendidik manusia untuk mengenal secara lebih mendasar dan mendalam.

Lingkungan alam menjadikan manusia sebagai makhluk yang mampu melahirkan suatu karya, rasa dan cipta. Dengan demikian manusia adalah

makhluk yang berkebudayaan. Sebagai makhluk berbudaya, manusia

mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya dengan menciptakan kebudayaan. Di samping itu, manusia mampu menciptakan, mengkreasi, memperbaharui, memperbaiki, mengembangkan dan meningkatkan sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia. Manusia adalah benda fisis atau materia

(2)

disamping adanya benda non materia yaitu 1roh. Oleh karena itu dipihak lain manusia adalah makhluk yang rohani. Dari segi materia, kesamaan manusia dengan ciptaan Tuhan yang lain adalah manusia terkena batas ruang, waktu dan jumlah. Sehubungan dengan itu,maka di dalam diri manusia terdapat proses-proses kimiawi dan gejala-gejala psikis seperti rasa sakit, rasa senang, rasa lapar dan lainnya.

Menurut Koentjarningrat (1997:27), Kebudayaan adalah seluruh dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu. Kebudayaan juga merupakan keseluruhan sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. Kebudayaan setiap masyarakat terdiri dari unsur-unsur tertentu yang merupakan bagian dari kebulatan, yakni kebudayaan itu sendiri. Ada beberapa pendapat mengenai unsur-unsur kebudayaan, yaitu:

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga senjata alat-alat produksi dan transportasi),

2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi dan sistem distribusi),

3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum dan sistem perkawinan),

4. Bahasa (lisan maupun tulisan),

1

Sesuatu (unsur) yang ada dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai penyebab adanya hidup (kehidupan). http://kbbi.web.id/roh, diakses 14 Juni 2016, pukul 12.00 Wib.

(3)

5. Kesenian (seni rupa, seni suara dan seni gerak), 6. Sistem pengetahuan dan

7. Sistem kepercayaan (religi).

Bertahan dan lestarinya suatu warisan budaya didorong oleh keadaan tertentu yang memaksa masyarakat bersangkutan untuk mengikuti dan mematuhi serta melaksanakannya. Warisan budaya pada hekekatnya merupakan pengetahuan yang dapat berfungsi dalam mengahadapi tantangan kehidupan.

Pada masyarakat yang sudah maju, ilmu pengetahuan dipelajari melalui jalur pendidikan, baik yang bersifat normal maupun non formal. Dalam mayarakat tradisional ilmu pengetahuan lebih banyak diperoleh dengan cara mewarisinya secara turun-temurun. Sebagai warga masyarakat yang mengalami proses sosialisasi dan interaksi dalam arena pergaulan sehari-hari, tentunya lingkungan kehidupan masyarakat terbuka terdapat kemungkinan untuk tukar-menukar pengetahuan dan pengalaman sebagai warisan dari generasi pendahulunya. Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang bersifat universal yang telah diwarisi secara turun-temurun oleh masyarakat adalah pengetahuan yang berkenaan dengan usaha menghindari dan menyembuhkan suatu penyakit secara tradisional. Bagaimanapun juga setiap kebudayaan manapun di dunia ini mempunyai unsur-unsur yang berhubungan dengan konsep sakit dan sebab-sebabnya serta cara pengobatannya.

Masyarakat yang sudah dianggap maju mempelajari ilmu pengetahuan melalui jalur pendidikan, baik yang bersifat normal maupun non formal. Dalam

(4)

mayarakat tradisional ilmu pengetahuan lebih banyak diperoleh dengan cara mewarisinya secara turun-temurun. Sebagai warga masyarakat yang mengalami proses sosialisasi dan interaksi dalam arena pergaulan sehari-hari, tentunya lingkungan kehidupan masyarakat terbuka terdapat kemungkinan untuk tukar-menukar pengetahuan dan pengalaman sebagai warisan dari generasi pendahulunya. Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang bersifat universal yang telah diwarisi secara turun-temurun oleh masyarakat adalah pengetahuan yang berkenaan dengan usaha menghindari dan menyembuhkan suatu penyakit secara tradisional. Bagaimanapun juga setiap kebudayaan manapun di dunia ini mempunyai unsur-unsur yang berhubungan dengan konsep sakit dan sebab-sebabnya serta cara pengobatannya.

Sakit secara umum dapat dikatakan sebagai suatu ketidak-seimbangan dari kondisi normal tubuh manusia diantaranya, sistem biologik dan kondisi penyesuaian. Berdasarkan keadaan tersebut, maka bila seseorang tidak dapat menjaga keseimbangan diri dan lingkungannya atau organisme tubuhnya tidak berfungsi sebagaimana layaknya, orang tersebut dapat dikatakan sakit. Orang yang tergolong sakit terdapat keadaan yang menunjukan tidak berfungsinya suatu organ tubuh yang mempengaruhi kehidupan-kehidupan sosialnya.

Ketidak-seimbangan kondisi normal tubuh disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik yang dimaksud adalah gejala-gejala alam seperti angin, lembab, panas, dingin dan hujan, sedangkan yang dimaksud dengan faktor non fisik adalah makhluk-makhluk halus dan kekuatan gaib seperti

(5)

dewa, roh, setan dan benda-benda sakti melalui seseorang yang mampu menguasai dan mengendalikannya. Dalam pengobatannya kedua faktor sakit sistem pengobatannya berbeda dan sama-sama diperlukan oleh masyarakat, baik yang berada di perkotaan, maupun di pedesaan walaupun, coraknya berbeda. Banyak faktor-faktor budaya yang yang sangat berpengaruh pada dunia kesehatan seperti perbedaan persepsi sakit dan sehat, perlakuan kepada pasien, cara pengobatan, persepsi mengenai penyebab sakit, bahkan mengenai cara seseorang memandang penyakit sangat ditentukan oleh kebudayaanya.

Pengobatan tradisional merupakan bagian yang integral dari kebudayaan, konsep mengenai kondisi sakit dan cara pengobatannya tidak berdiri sendiri tetapi, terintegrasi dengan kebudayaan lainnya. Dalam prakteknya pengobatan tradisional tak pernah surut dari arus kemajuan teknologi kedokteran, hal ini karena pengobatan tradisional telah diakui fungsinya sebagai sarana penyembuhan penyakit yang telah dikenal oleh masyarakat.Penggunaan pengobatan tradisional di samping sebagai upaya penyembuhan penyakit yang dapat diidentifikasikan wujud, dapat pula dipergunakan untuk aspek pengobatan yang bersifat kejiwaan dan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan merupakan sebuah faktor penting dalam pengobatan. Keterkaitan aspek pengobatan tradisional dengan kepercayaan, merupakan pencerminan dari corak kebudayaan yang dimiliki oleh berbagai suku bangsa di Indonesia.

Hippocrates (460-377 SM) muncul sebagai Bapak Kedokteran yang menangani kasus kejadian sakit yang menitik beratkan pada metode pengobatan

(6)

dan penyembuhan. Penyembuhan ini dilakukan setelah terjadi insiden sakit. Akan tetapi setelah perkembanganzaman, penyembuhan melalui bidang kedokteran saja tidak cukup berhasil dalam menyelesaikan masalah kesehatan di masyarakat, tetapi membutuhkan pengobatan secara tradisional juga. Ketika seseorang memilih pengobatan di luar daripada medis, hal tersebut merupakan faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi seseorang untuk merumuskan suatu gejala penyakit sebagai sesuatu ancaman. Kelompok penduduk berdasarkan usia, jenis kelamin, status perkawinan, suku bangsa, ras dan semuanya mempengaruhi presepsi gejala penyakit sebagai suatu persoalan, sehingga ada beberapa kelompok yang lebih suka meminta nasihat dan saran dari orang-orang lain seperti, keluarga dan teman-temannya daripada pergi ke dokter. Ketika kelompok ataupun orang tersebut meminta nasihat dan saran tidak jarang mereka diberikan saran untuk melakukan pengobatan tradisional seperti ke dukun.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengungkapkan, menggambarkan bagaimana pengobatan tradisional dukun, datu atau pangobati Inang Hotang melihat masih banyaknya kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan tradisional yang dilakukan oleh seorang dukun, pangobati atau datu dalam mengobati pasiennya, meskipun teknologi di bidang kesehatan sudah sangat modern tetapi, masih banyak masyarakat yang tetap percaya dan pergi berobat.

Dukun, pangobati atau datuadalahseseorang yang mempunyai kemampuan di luar daya normal manusia awam (kemampuan supranatural/paranormal). Dukun atau yang sering juga disebut dengan orang pintar adalah suatu profesi

(7)

yang tidak asing kedengarannya di telinga masyarakat Indonesia pada umumnya. Walaupun, nama atau istilahnya berbeda antar satu daerah dengan yang lainnya, dukun adalah profesi yang sangat populer di masyarakat. Keterlibatan mereka dalam kehidupan masyarakat selama ini sangat kuat. Pengetahuan dan keterampilan seorang dukun tidak diperoleh melalui pendidikan formal yang tinggi, karena hingga saat ini di Indonesia belum ada sekolah atau perguruan tinggi yang membuka program studi keahlian perdukunan. Kalau pun ada, mungkin hanya sebatas kursus privat yang sangat terbatas atau eksklusif, yang hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu.

Bagi masyarakat Batak Zaman Hadatuon dulu, hadatuon adalah suatu ilmu yang dapat diajarkan dan dapat dipelajari oleh orang-orang tertentu yang memang memiliki kemampuan dan karunia khusus yang disebut sahala hadatuon. Hubungan belajar mengajar dalam tradisi masyarakat Batak tidaklah mempunyai struktur dan metode yang tetap dan terinci dan juga tidak berlangsung secara terbuka.

Fungsi dan peran datu di dalam masyarakat Batak kuno, sebagai berikut: 1. Pemimpin ritual dan religi Batak.

2. Tabib dengan ramuan tradisional yaitu :

Tambar: Obat tradisional dari racikan dedaunan, akar-akar atau

batang tanaman (ramuan herbal)

(8)

bahan lain yang berkhasiat untuk obat penawar racun, guna-guna atau obat penyembuh penyakit.

3. Ahli Nujum, menggunakan parhalaan (kalender Batak), memperkirakan hari baik yang tepat (maniti ari) untuk melakukan sesuatu ulaon seperti pesta, memasuki rumah baru dan sebagainya. Ia juga dapat melakukan perkiraan (ramalan) berdasarkan gejala-gejala alam dan menggunakan media tertentu.

4. Penasihat dalam permasalahan hubungan antara anggota masyarakat

dalam 2huta atau antar huta, membentengi secara magis suatu huta atau

dalam perang mempunyai ilmu meruntuhkan gunung (aji-ajian sitorban dolok).

Datupada umumnya adalah seorang pria, datu perempuan disebut sibaso.Sibaso dalam komunitas huta, lebih berperan sebagai dukun persalinan yang ahli dibidang kebidanan, penyakit wanita dan ramuan-ramuan obat tradisional (tambar). Dalam struktur masyarakat Batak tradisional, datu mendapat posisi terhormat karena kompetensinya di bidang membaca dan menulis aksara Batak, dan kemampuan lain seperti pengobatan, ilmu nujum, penanggalan (parhalaan) untuk membaca hari baik dan buruk. Selain itu seorangdatu memegang fungsi dan peran penting sesuai jurusan kualifikasi keilmuannya. Bagi orang yang belum pernah berinteraksi dengan dukun secara langsung, atau minta bantuannya dan memanfaatkan jasanya, umumnya mendengar profesi perdukunan

2

Huta adalah suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuh-tumbuhan lebat yang berisi antara lain pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur dan lain sebagainya serta menempati daerah yang cukup luas.http://ilmuhutan.com/pengertian-hutan/, diakses 14 Juni 2016, pukul 13:20 Wib.

(9)

ini dari radio atau dari mulut ke mulut, membaca iklan di majalah, tabloid, koran atau buku-buku, atau pernah melihat sosok di antara dukun yang bertebaran dalam tayangan layar televisi.

Untuk saat ini, sebagaimana diketahui secara umum ada beberapa fungsi datu di tengah-tengah masyarakatnya seperti, pengobatan dan penyembuhan penyakit, sebagai imam dalam ritus keagamaan Batak, sebagai medium dalam memanggil serta berhubungan dengan roh-roh nenek moyang tertentu dan sebagai peramal atau dukun tenung. Masih digunakannya cara pengobatan tradisional dukun atau datu di kalangan masyarakat pendukungnya disebabkan, fungsinya mampu memenuhi persyaratan yang berhubungan dengan kesehatan, meskipun perkembangan obat modern maju pesat.Dengan itu peneliti tertarik melihat kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan tradisional yang dilakukan oleh seorang dukun, pangobati atau datu di Desa Janji Hutanapa dan peneliti membuat judul penelitian yaitu “ Pangobati Batak Toba Inang Hotang”.

1.2 Tinjauan Pustaka 1.2.1 Pengobatan Tradisional

WHO menyatakan pengobatan tradisional ialah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan dan pengetahuan dan pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam melakukan diagnosis, prevensi, dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental ataupun sosial. Pengobatan tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan cara lain dari ilmu

(10)

kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan maupun tulisan yang yang berasal dari Indonesia atau luar Indonesia.

Menurut tulisan Azmar Agoes dan T. Jacob (1992 : 60) yang sesuai dengan keputusan “Seminar Pelayanan Pengobatan Tradisional Departemen Kesehatan RI (1978), terdapat 2 defenisi untuk Pengobatan Tradisional Indonesia (PETRIN), yaitu :

a. Ilmu dan seni pengobatan yang dilakukan oleh Pengobatan Tradisonal Indonesia dengan cara yang tidak bertentangan dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai upaya penyembuhan, pencegahan penyakit, pemulihan dan peningkatan kesehatan jasmani, rohani dan soosial masyarakat.

b. Usaha yang dilakukan untuk mencapai kesembuhan, pemeliharaan dan peningkatan taraf kesehatan masyarakat yang berlandaskan cara berfikir, kaidah-kaidah atau ilmu di luar pengobatan ilmu kedokteran modern, diwariskan secara turun-temurun atau diperoleh secara pribadi dan dilakukan dengan cara-cara yang tidak lazim dipergunakan dalam ilmu

kedokteran, yang antara lain akupuntur, dukun/ahli kebatinan, 3sinshe,

tabib, jamu, pijat dan sebagainya yang banyak dijumpai dalam masyarakat. Secara garis besar seminar telah menetapkan 4 jenis pengobatan tradisional yaitu:

1. Pengobatan tradisional dengan ramuan obat:

3

Sinshe adalah orang yang ahli dalam mengobati berbagai macam penyakit dengan obat-obatan

(11)

- Pengobatan tradisional dengan ramuan asli Indonesia; - Pengobatan tradisional dengan ramuan obat Cina; - Pengobatan tradisional dengan ramuan obat India. 2. Pengobatan tradisional spiritual/kebatinan:

- Pengobatan tradisonal atas dasar kepercayaan; - Pengobatan tradisonal atas dasar agama;

- Pengobatan tradisonal atas dasar getaran magnetis;

3. Pengobatan tradisional dengan memakai peralatan/perangsangan:

- Akupuntur, pengobatan atas dasar ilmu pengobatan tradisional cina yang menggunakan penusukan jarum dan penghangatan mogxa(Daun Artemesia Vulgaris yang dikeringkan);

- Pengobatan tradisional urut pijat; - Pengobatan tradisional patah tulang;

- Pengobatan tradisional dengan peralatan (tajam/keras); - Pengobatan tradisional dengan peralatan benda tumpul;

4. Pengobatan tradisional yang telah mendapatkan pengarahan dan pengaturan pemerintah:

- Dukun beranak;

- Tukang gigi tradisional;

Berbagai jenis dan cara pengobatan tradisional terdapat dan dikenal di indonesia. Ada yang asli Indonesia ada pula yang berasal dari luar negeri, hal ini

(12)

sesuai dengan keanekaragaman susunan masyarakat yang ada (Azmar Agoes dan T. Jacob, 1992 : 61).

Menurut Fabrega (1972),antropologi kesehatan, merupakan salah satu bagian dari ilmu antropologi. Masalah yang menjadi kajian dalam antropologi kesehatan adalah aktivitas manusia yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit. Antropologi kesehatan menjelaskan berbagai faktor dan proses yang memainkan peranan di dalam atau mempengaruhi cara-cara di mana individu-individu dan kelompok-kelompok terkena oleh atau berespon terhadap penyakit dan mempelajari ini dengan penekanan terhadap pola-pola tingkah laku (http://www.7toprangking.com/2013/02/7-pengertian-antropologikesehatan.html).

Manusia selalu berusaha untuk menyembuhkan penyakit. Karena keharusan, manusia mau tidak mau senantiasa memberikan perhatian terhadap masalah-masalah kesehatan serta usaha mempertahankan kelangsungan hidup sejauh batas pengetahuannya mencari penyelesaian terhadap masalah penyakit (Foster dan Anderson, 1986 : 42).

Untuk menghadapi dan mengatasi penyakitnya, manusia mempunyai sistem medis yang menerangkan sebab terjadinya penyakit, metode pencegahan dan penyembuhan penyakit disesuaikan dengan konsep masyarakat terhadap penyembuh yang menangani penyakitnya (Foster dan Anderson, 1986 : 61).

Kusnaka (1983 : 93) di dalam buku antopologi sosial dalam pembangunan mengatakan, bahwa dalam hubungan sakit dan sehat, penyembuh tradisional tidak hanya mengenai adat dan cara-cara penyembuhan orang sakit dengan ilmu gaib

(13)

melainkan juga mengenai konsep para penyembuh dan masyarakat mengenai sebab penyakit. Konsep itu beranggapan bahwa penyakit disebabkan karena : a). Jiwa menghilang keluar dari tubuh, b). Tubuh roh jahat, c). Tubuh kemasukan suatu benda, d). Tubuh kena pengaruh suatu perbuatan ilmu gaib, e). Si penderita telah melanggar suatu pantangan atau larangan.

Menurut Foster dan Anderson (1986 : 63-67), penyakit terdiri dari 2 bagian yaitu personalistik dan naturalistik.

1. Sistem Medis Personalistik

Sistem medis personalistik adalah suatu sistem dimana penyakit (illness) disebabkan oleh inervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat maupun makhluk manusia (tukang sihir atau tukang tenun). Penyakit ini hanya dapat diobati oleh tabib atau penyembuh tradisional. Contohnya: penyakit guna-guna, pelet atau santet. Demikian halnya dengan pengobatan Batak yang dilakukan oleh Inang Hotang dalam melihat dan mengobati penyakit pasiennya.

2. Sistem Medis Naturalistik

Sistem medis naturalistik mengakui adanya suatu keseimbangan. Kesehatan ada karena unsur-unsur yang tepat dalam tubuh seperti panas, dingin, cairan tubuh berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan sosialnya. Apabila keseimbangan terganggu maka timbullah penyakit.Penyakit naturalistik inilah yang akan disembuhkan melalui

(14)

cara-cara modern maupun tradisional. Pada umumnya dilakukan dengan pengobatan tradisional karena menggunakan ramuan secara alami.

Dalam usahanya untuk menanggulangi penyakit, manusia telah mengembangkan suatu kompleks luas dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran, norma-norma, ideologi, sikap, adat-istiadat, upacara-upacara dan lambang-lambang yang saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang saling

menguatkan dansaling membantu (http://catatan calon

bidan.multiply.com/journal/item/6/aspek_sosial_budaya_dalam_pembangunan_ke sehatan).

1.2.2 Pengertian Dukun, Datu atau Pangobati

Secara sederhana, dukun dapat diberikan batasan sebagai orang yang melakukan praktek ilmu gaib (Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, 2001 : 39). Seorang dukun, pangobati atau datu atau sering juga disebut dengan orang pintar, adalah suatu profesi yang tidak asing kedengarannya di telinga masyarakat Indonesia pada umumnya.

Penggunaan nama atau istilah dukun berbeda antar satu daerah dengan yang lainnya, disetiap daerah ada bermacam-macam tipe dukun, seperti dukun siwer (ahli mencegah kemalangan), dukun prewangan (ahli menghubungkan manusia dengan roh), dukun susuk (ahli dalam memasukkan, membenamkan perhiasan berupa emas, berlian dan sebagainya ke dalam bagian tubuh manusia, dukun jampi (ahli pengobatan dengan obat-obatan tradisional), dukun sihir (ahli

(15)

dalam menganiaya atau mencelakakan lawan), (Geertz dalam Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, 2001 : 39).

Dalam sudut Antropologi, konsep dukun menjadi jelas apabila digunakan konsep magic putih dan magic hitam sebagi titik tolaknya. Dukun “White Magic” ialah orang yang mendapat kehormatan umum, sebagai perantara yang kira-kira resmi diakui atau ahli di lapangan religious magis, berpaling pada kekuatan gaib, dengan menyembuhkan atau alat yang bersifat magis dalam mengabdi kepada perseorangan atau masyarakat (Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, 2001 :40).

Fischer dalam teori, konsep dan kasus sihir tenung di Indonesia mengatakan dukun “Black Magic” ialah orang yang menggunakan kekuatan gelap, atau lain dan yang melakukan magis hitam dengan diam-diam, dengan cara yang amat rahasia sekali. Mereka mengerjakan mengerjakan itu untuk keuntungan sendiri dan untuk menimbulkan ketakutan dan penderitaan pada orang sekelilingnya.

Dukun Black Magic dalam antopologi disebut tukang tenung atau sihir. Adapun pengertian tukang tenung itu sendiri dapat dibedakan atas “Witch dan sorcerer”. Witch biasanya bersifat jahat, bekerja di malam hari, mistis dan dalam bentuk wanita, sering menggunakan kawan dalam melaksanakan pekerjaannya, misalnya kucing, elang dan turun temurun, sedangkan Sorcerer bekerja di siang hari, biasanya bekerja dengan obat-obatan, racun, bekerja di dalam (tidak melanggar) hukum, untuk tujuan yang di luar (melanggar) hukum dan biasanya laki-laki (Krige dalam Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, 2001 : 40).

(16)

Salah satu ciri pengobatan dukun adalah penggunaan doa-doa atau bacaan-bacaan, air putih yang diisi rapalan doa-doa, dan ramuan dari tumbuh-tumbuhan

(Agoes, 1996). Dalam penggobatan tersebut menurut kepercayaan 4pemena,

upacara ritual dipimpin oleh seorang guru. Guru merupakan sebutan bagi orang-orang tertentu yang dianggap memiliki keahlihan melakukan berbagai upacara tradisional Karo, antaralain meramal, memimpin ritual, berkomunikasi dengan roh/mahluk gaib, perawatan, serta penyembuhan kesehatan Sri Alem Sembiring dalam (Laboratorium Pengembangan Masyarakat Etno Visi, 2005 : 124). Pada masyarakat Batak Toba orang yang ahli atau yang bisa mengobati orang sakit secara tradisional sering disebut sebagai Namalo atau orang pintar, atau sering juga disebut sebagai seorang datu.

Pengobatan Tradisional Batak yang dilakukan oleh seorang namalo tidak selalu kalah dengan pengobatan yang diterapkan oleh Dokter (tim medis). Hanya saja sistem pengobatan ini tidak melibatkan alat teknologi canggih seperti halnya peralatan medis. Pengkajian mengenai obat yang digunakan oleh tim medis dengan obat yang digunakan oleh tim namalo sangat jauh berbeda. Pihak tim medis telah mencampur zat kimia kedalam obat yang dipergunakan, sementara tim namalo masih alami. Obat yang digunakan oleh tim namalo adalah jenis tumbuh-tumbuhan tertentu yang masih alami. Untuk meramu diperlukan alat-alat tradisional. Pengobatan oleh seorang namalo kerap dilakukan disebuah ruangan khusus (kamar) yang memang sudah dikhususkan untuk ruangan pengobatan. Ada

4

Pemena adalah kepercayaan yang asli (pertama) dari orang Karo sebelum masuknya pengaruh agama baru seperti Katolik, Kristen Protestan, Islam, Hindu dan Budha.

(17)

juga yang dilakukan ditempat-tempat tertentu yang dianggap sakral dan sepi. Jenis simbol-simbol (kompleks-komples simbol) yang dipandang oleh suatu masyarakat sebagai sesuatu yang sakral sangat bervariasi (Clifford Geertz, 1992 : 57). Tempat-tempat tertentu yang dianggap sakral menunjukkan untuk bisa melakukan konsentrasi karena kebudayaan itu melengkapi manusiadengan cara-cara

penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan 5fisiologis dari badan mereka sendiri

dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik-geografis maupun pada lingkungan sosialnya. Dengan perkataan lain tempat ritual dilakukan dengan memperhatikan keadaan sekitar, tidak boleh ribut. Pada pengobatan tradisional Batak Toba yang menyediakan segala keperluan selain benda-benda pusaka biasanya adalah orang yang berobat. Semua perlengkapan yang dibutuhkan harus terpenuhi guna mendapatkan hasil yang sempurna. Pengobatan tradisional Batak Toba atau Datu Batak seperti yang ada dalam kitab pengobatan kerap disertai oleh ritual-ritual dan setiap masalah yang hendak diselesaikan selalu berbeda tata upacara ritualnya. Benda pusaka yang diwariskan oleh nenek moyang juga sering digunakan, benda-benda pusaka tersebut digunakan karena dianggap memiliki kekuatan magic dan untuk mengetahui bagaimana cara menyembuhkan yang sakit Pengetahuan dan keterampilan seorang dukun tidak diperoleh melalui pendidikan formal yang tinggi, karena hingga saat ini di Indonesia belum ada sekolah atau perguruan tinggi yang membuka program studi keahlian perdukunan.

5

Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi bagian-bagian tubuh dan tubuh secara keseluruhan. www.anakciremai.com/2011/05/pengertian-anatomi-dan-fisiologi-manusia.html, diakses 14 Juni 2016, pukul 13:10 Wib.

(18)

Kalau pun ada, mungkin hanya sebatas kursus privat yang sangat terbatas (eksklusif), yang hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu.

Dalam penelitian antropologi, menunujukan bahwa kedudukan dukun di dalam setiap masyarakat di dunia selalu menonjol, dalam arti mereka memegang posisi yang tinggi dan berpengaruh dalam masyarakatnya. Mereka ini sering dianggap sebagai orang-orang yang keramat dan sakti (Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, 2001 : 42).

1.2.3 Masyarakat

Manusia adalah jenis makhluk yang hidup secara kolektif. Pola dan tingkah laku manusia berasal dari proses dan hasil dari belajar. Masyarakat di dalam istilah bahasa Inggris sering disebut society (berasal dari bahasa latin socius, yang berarti kawan). Masyarakat berasal dari kata Arab syaraka, yang artinya ikut serta, berperan serta. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi dan harus memiliki ikatan khusus. Ikatan yang menyebabkan suatu kesatuan manusia menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang menyangkut semua aspek kehidupan dalam batas kesatuan yang sifatnya khas, mantap dan berkesinambungan sehingga menjadi adat-istiadat. Selain ikatan adat-istiadat khas yang melipiuti sektor kehidupan, masyarakat juga harus memiliki suatu ciri lain, yaitu identitas bahwa mereka merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dari kesatuan-kesatuan manusia lainnya (Koentjaraningrat 1997 : 115-121).

(19)

Koentjarningrat (1997 : 1220, mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan adat-istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Mac Iver dan Page menyatakan, masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan. Menambahkan hal tersebut Ralph Linton berpendapat, masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Selo Soemardjan juga mendefinisikan,bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan (http://definisimu.blogspot.co.id/2012/09/definisi-masyarakat.html).

Dari aspek diatas dapat diambil beberapa poin yang merupakan ciri atau unsur-unsur terbentuknya masyarakat, yaitu:

 Interaksi antar warga;

 Adat-istiadat, norma-norma hukum, serta aturan-aturan yang mengatur

pola tingkah laku warga;

 Kontinuitas dalam waktu;

 Rasa identitas yang kuat yang mengikat semua warga;

Masyarakat berkembang dari primitif ke modern melalui proses modernisasi. Berdasarkan sifatnya, perubahan yang terjadi bukan hanya menuju

(20)

ke arah kemajuan, namun dapat juga menuju ke arah kemunduran. Bermacam-macam cara dapat digunakan untuk mengenal dan mengetahui berbagai reaksi terhadap proses modernisasi. Ada reaksi yang menggunakan warisan sistem budaya daerah dan ada pula yang merumuskan reaksi ke dalam bentuk tradisi yang tidak tersistemkan.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa masyarakat memiliki reaksi yang bersifat menggunakan warisan sistem budaya dan ada pula yang berreaksi dengan yang tidak tersistem. Jika dihubungkan dengan kepercayaan terhadap dukun yang telah menjadi tradisi dari nenek moyang maka dapat dipahami bahwa masyarakat yang masih memiliki kepercayaan terhadap dukun saat ini adalah mereka yang tetap mempertahankan warisan sistem budaya

yang telah 6terinternalisasi dalam individu di masyarakat.

1.2.4 Kepercayaan

Defenisi kepercayaan dalam pengertian termonologis, kata kepercayaan ialah keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa di luar agama atau tidak termasuk ke dalam agama. Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang- orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang

6

Internalisasi adalah sebagai penggabungan atau penyatuan sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam kepribadian.zangpriboemi.blogspot.com/2014/09/internalisasi-nilai.html,

(21)

kurang dipercayai. Menurut Rousseau, kepercayaan adalah wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perilaku yang baik dari orang lain (blogspot.co.id/2012/07/pengertian-kepercayaan.html).

Kepercayaan dan ritus dalam kehidupan manusia ditampakkan dalam bentuk simbol-simbol suci yang memiliki makna tertentu dan senantiasa dipindahkan dan diwariskan melalui sosialisasi dan inkulturasi secara terus-menerus dari generasi kegenerasi sehingga menjadi pengetahuan dan sikap terhadap hidup.

Dari beberapa definisi kepercayaan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan merupakan suatu tindakan penerimaan terhadap suatu atau seseorang/kelompok, dalam hal ini orang yang memiliki kepercayaan menganggap positif setiap apa yang dipercayainya. Jika dihubungkan dengan penelitian yang dilakukan maka kepercayaan berlangsung antara masyarakat atau penduduk terhadap pengobatan tradisional Batak yang dilakukan oleh seorang dukun.

1.2.5 Kepercayaan dan Penyebab Kepercayaan Masyarakat Terhadap Dukun, Datu atau Pangobati

Dalam penelitian antropologi, menunujukan bahwa kedudukan dukun di dalam setiap masyarakat di dunia selalu menonjol, dalam arti mereka memegang posisi yang tinggi dan berpengaruh dalam masyarakatnya. Mereka ini sering

(22)

dianggap sebagai orang-orang yang keramat dan sakti (Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, 2001 : 42).

Berdasarkan jenis-jenis dukun terlihat bahwa dukun memiliki macam-macam jenis sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Penjelasan tersebut memberikan gambaran mengenai jenis-jenis dukun. Dukun atau datu yang dimaksud dalam penelitian saya seperti yang dikatakan Geertz adalah dukun jampi (ahli pengobatan dengan obat-obatan tradisional), atau juga termasuk ke dalamjenis dukun atau datu Black Magicjenis Sorcerer (bekerja di siang hari, biasanya bekerja dengan obat-obatan, racun, bekerja di dalam dan tidak melanggar hukum).

Koentjaranigrat dalam (T. Sianipar, 1989 : 9), mengatakan ada beberapa penyebab masyarakat percaya terhadap teori tradisonal dukun mengenai penyakit yaitu, mengatakan penyakit yang diyakini mereka disebabkan oleh faktor 7

personalistik dan sekaligus 8naturalistik, misalnya penyakit batuk berdarah.

Penyakit ini pada tingkat pertama disebabkan masuk angin atau terganggunya keseimbangan antara unsur panas dan dingin dalam tubuh, tetapi unsur unsur personalistik seperti guna-guna atau pelanggaran pantangan, atau perbuatan dosa dapat membuat semakin bertambah parahnya penyakit tersebut. Hal serupa juga dikatakan Awisol dalam (T. Sianipar, 1989 : 9), dalam kepercayaan masyarakat di Aceh yang semakin memperjelas didapati dua jenis penyakit, yakni yang

7

Personalistik adalah penyakit yang dipercaya disebabkan oleh sesuatu hal diluar sisakit seperti akibat gangguan gaib seseorang (guna-guna), jin, makhluk halus dan kutukan.

8

Naturalistik adalah seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan, salah makan, kebiasaan hidup dan juga ketidak seimbangan dalam tubuh.

(23)

disebabkan mahluk halus seperti roh, hantu dan jin (personalistik) dan bukan mahluk halus seperti racun, tuba, terkilir/patah (naturalistik). Pendapat dan penelitian dari dua ahli tersebut semakin memperjelas penyebab kepercayaan masyarakat terhadapa pengobatan tradisional dukun.

Kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan dukun dikarenakan adanya pemahaman masyarakat mengenai dukun atau datu sebagai penolong. Terdapat beberapa faktor penyebab masyarakat percaya kepada dukun atau datu:

a. Pengaruh Pengalaman Subjektif.

Pengalaman subjektif adalah segala peristiwa yang dialami seseorang tetapi tidak dapat dikonfirmasi oleh orang lain meskipun peristiwa tersebut diceritakan secara rinci. Contoh pengalaman subjektif adalah mimpi di kala tidur

dan sensasi-sensasi ketika sedang 9berhalusinasi. Setiap orang dengan mudah

memaklumi bahwa mimpi di kala tidur bukan sesuatu yang riil secara fisik, tetapi, bila seseorang dalam keadaan terjaga (tidak tidur) lalu mengalami perasaan melayang di ruang hampa, mendengar suara-suara aneh (gaib), melihat bayangan makhluk aneh dan sebagainya maka orang tersebut cenderung menganggap bahwa

pengalamannya itu adalah sesuatu yang 10riil, yakni pengalaman berjumpa dengan

alam atau makhluk gaib. Sulit bagi orang yang mengalami halusinasi itu untuk mengiyakan pandangan yang menyatakan bahwa apa yang dialaminya itu sesuatu yang tidak nyata. Meskipun dia bersama orang lain (teman) ketika mengalami

9

Berhalusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita sangat jelas dan berasal dari luar ruang nyatanya. Wikipedia Bahasa Indonesia, diakses 11 Oktober 2016, pukul 02:50 Wib.

10

Riil adalah nyata atau sungguh. Wikipedia Bahasa Indonesia, diakses 11 Oktobear 2016, pukul

(24)

halusinasi tersebut, sementara temannya tidak mengalami seperti yang ia rasakan, dia tetap akan berpendapat bawa pengalaman itu adalah sesuatu yang nyata. Dia juga akan berpendapat bahwa pengalamanya itu hanya dapat dicerap melalui indera “keenam”. Bahwa teman yang bersama dengannya tadi tidak mengalami hal yang sama, lebih disebabkan karena sang teman tidak memiliki indera keenam. Bila orang yang terhalusinasi itu memiliki dasar kepercayaan tentang eksistensi makhluk yang dia lihat di dalam halusinasinya itu, maka akan semakin kuatlah keyakinannya terhadap eksitensi dan kemampuan makhluk-mahkluk tersebut.

b. Pengaruh Tradisi dan Tokoh Panutan. 11

Praktik klenik tumbuh dan berkembang secara tradisonal, diyakini dan dipraktikkan secara turun-temurun karena diyakini, dipraktikan, dan diwariskan oleh leluhur maka orang cenderung beranggapan bahwa bila tidak ada bukti kebenaran dan tida ada manfaatnya mustahil praktik-praktik klenik itu akan dipertahankan. Tidak mungkin para leluhur itu bodoh untuk mempercayai dan melaksanakan sesuatu yang tidak ada gunanya, kenyataanya klenik juga banyak diyakini dan dipraktikkan oleh tokoh-tokoh panutan masyarakat. Tidak mungkin para tokoh itu, seperti para guru, pimpinan agama, tokoh adat, atau pemimpin masyarakat akan melaksanakan praktik-praktik klenik bila klenik hanyalah omong kosong.

11

Praktik Klenik segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal. Wikipedia Bahasa Indonesia, diakses 11 Oktober

(25)

Menurut Abidin (2010, 99-100) terdapat beberapa faktor penyebab mayoritas masyarakat Indonesia mempercayai dukun, yaitu:

1. Akar budaya Indonesia. keyakinan yang dianut masyarakat nusantara sebelum masuk agama Islam adalah agama Hindu, Budha, Animisme, dan Dinamisme;

2. Mereka tidak berpegang teguh kepada akidah yang benar ditambah jauhnya mereka dari ilmu agama dan para ulama rabbani;

3. Kurang sabar dalam menerima ujian kemiskinan, baik yang menimpa para dukun maupun pasiennya;

4. Banyak kalangan bisnisman dan elit politik yang memanfaatkan jasa dukun dan paranormal untuk kelancaran usaha dan politiknya, sehingga mereka menjadi panutan orang-orang awam untuk mendatangi para dukun karena ngiler dengan kesuksesan dan keberhasilan mereka.

5. Jalan pintas untuk mencapai kesuksesan ini dianggap paling mudah dan ringan, apalagi setelah melihat banyak bukti dan beragam cerita dari orang-orang yang berhasil dalam waktu singkat dengan memanfaatkan jasa paranormal.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, melihat masih banyaknya kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan tradisional yang dilakukan oleh seorang dukun, pangobati atau datu maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

(26)

Bagaimana cara pengobatan yang dilakukan “Pangobati Batak” penyembuh Inang Hotang di Desa Janji Hutanapa, Kecamatan Parlilitan?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali apa saja cara pengobatan yang dilakukan pangobati Batak Inang Hotang sebagai penyembuh dan mengungkap berbagai aspek yang terkait dengan pengobatan tersebut. Serta menambah pengetahuan bagi mahasiswa serta masyarakat bagaimana cara pengobatan yang dilakukan oleh Pangobati Inang Hotang, yang mungkin belum banyak masyarakat mengetahuinya. Penelitian ini juga sebagai suatu bentuk tulisan ilmiah yang bermaksud untuk menambah pengetahuan pengobatan tradisonal.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui bagaimana cara pengobatan yang dilakukan pangobati

Batak sebagai penyembuh.

 Untuk bahan literatur bagi ilmu sosial dan membantu peneliti-peneliti

selanjutnya yang berkaitan dengan cara pengobatan yang dilakukan pangobati Batak sebagai penyembuh.

Untuk pengembangan kajian ilmu kesehatan mengenai pangobati Batak

(27)

 Untuk menambah pengetahuan serta wawasan mahasiswa/i Antropologi dan juga sebagai penambah tulisan di Antropologi FISIP USU.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dalam enam bab. Bab pertama adalah pembahasan mengenai latar belakang masalah dari penelitian ini. Kemudian tinjauan pustaka yang berisikan teori dan konsep yang mendukung penelitian ini. Selanjutnya pembahasan rumusan masalah yang disusul dengan tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Dua bagian terakhir adalah pembahasan mengenai sistematika penulisan dan metode penelitian yang berisi tentang pengalaman penelitian.

Pada bab kedua berisi hal-hal yang menyangkut gambaran umum tempat lokasi penelitian di Desa Janji Hutanapa, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hansundutan.

Pada bab ketiga berisi tentang hasil penelitian yaitu profil mengenai Pangobati Inang Hotang dan keahlihannya.

Pada bab keempat berisi mengenai hasil penelitian cara pengobatan yang dilakukan Inang Hotang.

Pada bab kelima berisi mengenai keluhan penyakit pasien dan pengobatan yang dilakukan

Pada bab keenam berisi sudut pandang pasien dan masyarakat terhadap pengobatan yang dilakukan oleh Inang Hotang.

(28)

Bab terakhir atau bab ketujuh berisi tentang kesimpulan yang bisa diambil dari bab-bab sebelumnya. Bab ini juga berisi saran-saran yang diperlukan dan diharapkan bisa menjadi masukan bagi para pihak yang berkepentingan terhadap penulisan skripsi ini.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah suatu tindakan seseorang yang dilakukan sistematis dan mengikuti aturan-aturan metodologi, misalnya: observasi, dikontrol dan berdasarkan pada teori yang dapat diperkuat dengan gejala yang ada. Awalnya peneliti mewawancarai dan mengamati kegiatan pengobatan yang dilakukan Pangobati Inang Hotang yang dapat memberikan informasi dengan pengetahuan pengobatan yang dimilikinya dan segala informasinya tersebut bersangkutan dengan apa yang dibutuhkan oleh peneliti. Di dalam penelitian, peneliti juga memperhatikan bagaimana interaksi antara dukun dengan masing-masing pasien dan keluarganya yang datang untuk berobat, peneliti juga memperhatikan reaksi-reaksi dari informan dan keluarganya saat melaksanakan wawancara, bagaimana ekspresi wajah dan gerakan tubuh lain saat melakukan wawancara.

Penelitian ini bersifat studi kasus terhadap Penyembuh Inang Hotang, dengan menggunakan metode kualitatif bagaimana pengobatan tradisional yang dilakukan oleh seorang dukun, bagaimana kepercayaan masyarakat atau pasien dalam pengobatan sang dukun yang diikut seratakan dengan tanggapan mereka mengenai tahapan pengobatan dan diagnosis penyakit yang dilakukan dukun.

(29)

Semua jawaban dari para informan sangat dibutuhkan, karena semua jawaban yang diberikan dari informan memiliki alasan tersendiri, oleh karena itu peneliti melakukan pendekatan yang intens agar mendapat kepercayaan dari informan sehingga peneliti mendapat apa yang dibutuhkan di penelitian ini.

1.7.1 Sifat dan Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui etnografi. Spradley (2007:12), tujuan utama etnografi ialah memahami sudut pandang penduduk asli dan hubungan dengan kehidupannya, untuk mendapatkan pandangan dengan dunianya. Dalam hal ini, peneliti akan berusaha membangun raport yang baik dengan pangobati Batak ”Inang Hotang” dan pasien-pasien yang berobat kepada dukun tersebut. Secara langsung, bahwa penulis akan menulis bentuk laporan atas penelitian lapangan (field work) selama satu bulan di daerah penelitian. Penulis akan membuat catatan-catatan ketika sedang mewancarai datu dan pasien. Sewaktu meneliti pasien, penulis akan melakukan pendekatan secara holistik dan mendiskripsikannya secara mendalam untuk memperoleh native’s point of view mengenai mengobatan tradisional Batak Toba yang dilakukan oleh Inang Hotang.

Dengan itu, penulis akan melakukan observasi partisipasi di daerah penelitian dan penulis berusaha untuk membangun rapport dengan para informan.

(30)

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data Primer

Data primer adalah salah satu data yang di peroleh secara langsung berkaitan dengan permsalahan yang dihadapi. Data primer yang saya dapat yaitu rumah tempat tinggal dan ruangan khusus pengobatan yang dilakukan Inang Hotang sebagai panggobati dengan pasien-pasiennya yang ada di Desa Janji Hutanapa, Kecamatan Parlilitan beserta nama-nama dan data-data dari pasien. Untuk dapat melakukan penelitian secara bebas di desa tersebut peneliti tinggal langsung dilapangan bersama Inang Hotang beserta keluarga selama lebih dari satu bulan. Dengan bantuan tersebut penulis merencanakan cara-cara untuk pengumpulan data dengan cara, yaitu :

A. Observasi

Pengamatan yang dilakukan dengan cara melihat, mengamati secara langsung, bahkan tinggal bersama dengan informan dalam waktu yang sudah ditentukan oleh peneliti untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat mengenai penyembuhan dan penyembuh yang dilakukan oleh Inang Hotang sebagaiDatu Batak atau Pangobati tersebut. Di dalam melakukan observasi penelitian ini peneliti diharapkan lebih banyak meluangkan waktu untuk ikut terlibat dan melihat langsung bagaimana peyembuhan yang dilakukan datu yang juga merupakan informan yang sangat berperan penting di dalam penelitian ini. Di dalam teknik observasi, peneliti menggunakan etic view dan emic view dimana etic view merupakan hasil pengamatan dan pendapat peneliti seputar apa yang telah diteliti dan didapatkan dari informan atau orang yang diteliti untuk

(31)

menjelaskan fenomenadi dalam masyarakat, sedangkan emic view (native point of view) merupakan penjelasan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. Dalam etnografi, peneliti memang diharuskan untuk terlibat dalam kehidupan masyarakat yang menjadi objeknya untuk periode yang cukup lama. Di sana peneliti akan mengamati apa yang terjadi, mendengar apa yang dikatakan orang-orang, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data apa pun yang tersedia dan menjelaskan masalah yang menjadi perhatiannya dan emic view akan lebih banyak digunakan dalam penelitian ini.

B. Wawancara Mendalam

Peneliti akan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) untuk mendapatkan data dari informan. Interview guide digunakan penulis untuk menjadi alat bantu di dalam melakukan wawancara dengan informan. Teknik wawancara mendalam yang akan digunakan peneliti dengan cara memberikan pertanyaan kepada informan tetapi, tetap mengkaji kedalam kalimat yang lebih halus didengar guna mendapatkan jawaban-jawaban yang lebih apa adanya dibanding keadaan wawancara yang sudah direncanakan sebelumnya.

Wawancara mendalam diharapkan agar data yang diperlukan lebih banyak lagi dan lebih dalam. Informan kunci di dalam penelitian ini adalah Inang Hotang yang merupakan ahli dalam penyembuhan/pengobatan secara tradisional yang dilakukan di desa tersebut.

(32)

C. Pengembangan Rapport

Dalam melakukan observasi maupun wawancara, sangat diperlukan adanya rapport (hubungan baik) dengan para informan. Peneliti akan berusaha menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan aturan yang berlaku di tempat penelitian dan bersosialisasi dengan orang-orang yang berkaitan dengan penelitian. Peneliti juga mendekati keluarga yang datang berobat kepada Inang Hotang dan jika jarak rumah pasien yang berobat tidak terlalu jauh peneliti berkunjung kerumah pasien untuk melihat kegiatan pasien terlebih untuk melihat pembuatan obat-obat yang diberikan Inang Hotang apakah dilakukan pasien dan keluarganya dan jika ada pasien yang tinggal di rumah Inang Hotang peneliti bercengkrama langsung bersama keluarga pasien, pendekatan ini bertujuan agar penderita mendapatkan respon dan membantu penulis untuk berkomunikasi dengan informan.

D. Data Sekunder

Merupakan data yang berhubungan dengan aspek yang di teliti bersumber dari buku, majalah, jurnal, artikel (baik media massa maupun elektronik) yang dianggap sinkron dan relevan dengan pembahasan dalam penelitian tersebut. Selama proses pengumpulan data, peneliti akan menggunakan alat bantu untuk merekam dan memotret serta catatan lapangan (fieldnote), untuk membantu mendokumentasikan hal-hal yang diteliti untuk memperkecil kemungkinan ada bagian dari pengumpulan data yang terlewat.

(33)

1.8 Pengalaman Pribadi

Penelitian ini dilakukan di Desa Janji Hutanapa, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hansundutan yang merupakan kota kelahiran alm. Bapak penulis. Sebelum melakukan penelitian ini saya sering datang berkunjung sendiri dan juga datang bersama keluarga ke daerah penelitian ini. Sebelum melakukan penelitian ini saya sering melihat kegiatan di daerah tersebut, apa lagi daerah ini merupakan lingkungan tempat tinggal keluarga saya sehingga sedikit banyak kegiatan yang dilakukan sedikit banyak saya sudah mengetahuinya.

Ketika saya mengajukan judul kepada departemen, judul yang disetujui oleh Departemen Antropologi Sosial adalah Datu Batak(Studi Etnografi Penyembuh Tradisional di Desa Tegar Duri) dengan dosen pembimbing Bapak Drs. Agustrino, Msp. Saya dan dosen pembimbing mendiskusikan fokus terhadap penelitian.Pengambilan judul dan lokasi penelitian yang cukup jauh dari Medan-Duri pada awalnya saya dasari karena saya sendiri pernah melihat langsung pengobatan yang dilakukan oleh dukun yang berada di lokasi tersebut dan pengobatan tersebut membuat saya merasa sangat tertarik untuk mengetahuinya lebih lanjut. Dalam awal melihat pengobatan yang dilakukan oleh dukun tersebut, saya sangat penasaran bagaimana cara pengobatan yang dilakukan oleh sang dukun, sehingga dapat mengetahui setiap latar belakang hidup sang pasien dan penyakit pasien yang selalu datang untuk berobat. Selanjutnya, saya juga mendengar dari beberapa pengakuan pasien bahwa penyakit yang disembuhkan dukun adalah penyakit yang menurut pasien tidak dapat disembuhkan oleh dokter.

(34)

Akhirnya, karena melihat pengobatan awal yang dilakukan dukun tersebut saya tertarik untuk mengetahui lagi cara dari pengobatan tradisional Dukun Batak Toba. Setelah pengajuan skripsi dengan judul Datu Batak yang berlokasi di Desa Tegar Duri, saya kemudian menulis laporan proposal sebelum pergi ke lapangan dan setelah mendapatkan acc dari dosen pembimbing agar dapat ke lapangan, saya akhirnya mencoba menghubungi kembali dukun yang berada di Duri untuk memastikan bahwa saya akan datang 3 hari lagi karena harus menunggu mempersiapkan segala urusan di kampus seperti surat lapangan dan lainnya. Pada saat memberi kabar kepada dukun melalui telepon, saya sangat dikagetkan oleh kabar bahwa dukun yang hendak menjadi informan kunci saya sudah meninggal duniasekitar seminggu akibat kecelakaan, hal ini saya ketahui langsung dari suami beliau yang langsung mengangkat telepon saya. Kejadian yang mengatakan bahwa dukun yang akan saya teliti sudah meninggal dunia membuat saya sangat kaget bercampur sedih, mengingat dukun tersebut meninggal dan membuat saya sangat bingung bingung tetang kelanjutan dari skripsi saya. Kejadian meninggalnya saya ceritakan kapada mama saya dan beliau menyarankan kalau di kampung tempat kelahiran alm. bapak saya, sangat banyak terdapat duku dan beliau juga menyarankan jika harus pergi ke kampung tempat kelahiran dari bapak, saya bisa bebas bercengkrama dengan orang di sekitar kampung. Sedikit mendapat pencerahan, akhirnya penulis memutuskanuntuk menjumpai dosen pembimbing dan meminta saran kepada beliau.

(35)

Tiga hari setelah mendapatkan kabar, pagi-pagi saya pergi ke kampus untuk menjumpai dosen pembimbing. Sesampainya di kampus, sayalangsung bertemu dengan Pak Agus, sangat menceritakan tentang seluruhnya tentang skripsi saya dan kendala saya untuk pergi kelapangan kepada beliau. Akhirnya, beliau menyarakan tidak apa-apa jika saya harus menggunakan judul yang lama seperti yang sudah dibuat di laporan proposal sebelumnya, hanya saja yang akan diganti adalah lokasi penelitiannya saya. Sudah mendapatkan persetujuan pergantian lokasi dari dosen pembimbing, saya akhirnya mengurus segala keperluan surat yang akan dibutuhkan ketika dilapangan, mengingat lokasi penelitian yang jauh dan tidak memungkinkan untuk saya bolak-balik mengurusnya. Sekitar 4 hari mengurus segala keperluan surat dilapangan,saya akhirnya pergi ke lokasi penelitian.

Kampung yang menjadi lokasi penelitian ketika saya tiba sudah menunjukan pukul 20:00 Wib karena perjalanan yang saya tempuh untuk menuju lokasi penelitian sekitar 10 jam lebih. Ketika tiba di kampung saya langsung disambut baik dengan keluarga yang bertepatan tinggal di lokasi penelitian. Saya juga langsung menceritakan kepada keluarga tujuan kedatangan saya ke kampung untuk tugas akhir atau skripsi saya dan saya mencari seorang dukun yang sudah cukup lama dikenal dan banyak penduduk yang datang untuk berobat. Saya menjelaskan bahwa dukun ini sangat diperlukan, karena sangat berkaitan dengan judul penelitian saya. Pada awalnya, keluarga yang berada di kampung yang merupakan tempat dari lokasi penelitian saya cukup terheran, kenapa

(36)

seorangdukun atau datu yang harusditeliti dan dijadikan bahan belajar dan mereka juga terheran apa yang akan diperoleh dari datu tersebut nantinya karena disana orang atau penduduk datang untuk berobat bukan untuk belajar. Selanjutnya, saya menjelaskan lagi bahwa ini benar-benar sangat diperlukan untuk tugas akhir dari penelitian saya. Sudah sedikit mengerti akhirnya keluarga tempat saya tidur malam itu mengatakan bahwa besok soresaya akan diantarkan keseorang datu kampung didaerah mereka tersebut.

Masyarakat atau penduduk setempat biasanya menyebutkan nama dari seorang dukun adalah “datu” sehingga saya juga mengganti panggilan dari seorang dukun menjadi seorang datu sesuai dengan panggilan penduduk setempat. Awal sebelum bertemu dengan datu, sayaberencanaawal pertama kali ketikabertemu dengan datu, saya ingin melakukan perkenanan dahulu atau perkenalan di awal sebelum sang datu mulai mengobati pasien. Perkenalan di awal yang saya rencanakan, saya terlebih dahulu bercerita-cerita santai dengan sang datu dan selanjutnya menceritakan tujuan awal kedatangan saya bukan untuk berobat, tetapi untuk mengetahui bagaimana cara pengobatan yang dilakukan beliau dan sekiranya beliau mau menerima saya untuk melihat dan juga mengetahui bahkan sesekali boleh terlibat dalam pengobatan yang dilakukannya. Pemilihan dukun atau datu merupakan pilihan dari beberapa keluarga yang tinggal di lokasi dan juga beberapa saran dari para tetangga yang pernah menggunakan jasa dari sang dukun. Pemilihan dukun dari beberapa saran tetangga di kampung saya lakukan dari lamanya mengobati, banyaknya pasien dan sembuhnya pasien

(37)

ketika berobat di dukun tersebut. Sesuai dengan rencana awal dukun yang saya datangi dengan keluarga adalah saran dari tetangga yang katanya juga masih saudara jauh keluarga besar saya. lokasi atau tempat pengobatan datu ini cukup jauh dari rumah tempat saya tinggal di kapung. Sesampainya di lokasi yang merupakan rumah datu yang saya tuju sekitar pukul 17:00 Wib,saya cukup dikejutkan dengan rumah tersebut. Lokasi yang merupakan rumah penelitian bagi saya ternyata sudah di penuhi dengan pasien-pasien yang sudah pada datang dan jumlahnya cukup banyak di bagian depan rumah (teras rumah) sangdatu, keadaan rumah yang cukup ramai akhirnya saya sepakat dengan keluargacyang datang ke tempat informan yang merupakan sang datu untuk menunggu sampai pasien sudah habis atau tidak ada lagi agar kami dapat berbicara santai tanpa adanya pasien-pasien lain. Hal yang tidak saya dan keluarga duga, mulai dari pukul 17:00

Wib, saya dan keluarga datang untuk berkunjung ternyata waktu

sudahmenunjukan pukul 22:15 Wib, tetapi pasien tetap masih ada yang belum selesai untuk berobat. Datang dengan waktu yang sudah sore hari membuat saya dan keluarga, sebelumnnya belum makan terlebih dahulu, karena tidak menduga bahwa kami akan lama menunggu dan juga mengingat kami datang tidak untuk berobat melainkan hanya untuk bercerita saja membuat kami harus menunggu seluruh pasien habis. Keadaan yang sudah malam akhirnya membuat kami semua merasakankeadaan yang cukup lapar dan saya mulai berfikir sangat tidak memungkinkan buat saya untuk terus menunggu pasien-pasien datu hingga habis agar bertemu beliau. Akhirnya, saya dan keluarga yang datang ke tempat tersebut

(38)

pulang kerumah dan berencana besok akan datang kembali dengan waktu yang lebih cepat.

Keesokan harinya,saya pergi lagi kerumah Datu Batak yang akan menjadi informan. Saya masih ditemani oleh keluarga saya dan kami tibapukul 13:00 Wib. Kali ini waktu berpihak kepada saya sebab pengobatan sama sekali belum dimulai, karena waktu untuk memulai pengobatan dilakukan dari pukul 16:00 Wib sampai seluruh pasien habis. Ketika bertemu, saudara saya yang awalnya membuka percakapan mengenai maksud dan tujuan kedatangan kami ke rumah sang datubukan untuk berobat.Datu ini ternyata merupakan teman kerja saudara saya yang berprofesi sebagai guru ketika saudara saya belum pensiun. Agak sedikit berbincang-bincang dengan saudara saya, akhirnya saya diberikan kesempatan untuk menceritakan maksud kedatangan saya menemui beliau, sedikit memberanikan diri berbicara kepada sang datu, saya menceritakan maksud kedatanganbukan untuk bertujuan apa-apa melainkan untuk belajar mengetahi bagaimana cara pengobatan tradisionalyang dilakukan oleh seorang beliau dalam mengobati orang lain, memngingat pengobatan ini masih sangat banyak digunakan dan menarik perhatian banyak masyarakat. Setelah itu, saya kemudian menceritakan lagi bahwa kedatangan saya selain untuk mengetahui pengobatan, maksud kedatangan saya lainnya, bahwa ini merupakan skripsi atau tugas akhir untuk saya dapat menyelesaikan pendidikan di perkuliahan. Setelah selesai menceritakan semuanya sambil tersenyum datu memperbolehkan saya untuk belajar dan melihat bagaimana pengobatan yang beliau lakukan, tetapi saya juga

(39)

harus permisi kepada roh yang memasuki tubuh beliau. Roh tersebut biasanya mereka panggil dengan sebutan opung dan jika roh opung juga setuju dengan beliau, beliau langsung menawarkan kalau saya mau meneliti, saya boleh ikut tinggal bersama dengan keluarga beliau di rumahnya agar saya dapat melihat penelitian, penelitian saya lebih gampang dan saya juga bisa ikut terlibat dan bisa lebih dekat dengan pasien. Beliau juga menjelaskan jika dirumahnya hanya ada 3 orang saja, yaitu sang datu, suami dan anak tunggal lelakinya yang masih sekolah. Saya juga di sarankan memanggil Nanguda kepada beliau dan Uda kepada suaminya. Sambutan awal datu sangat membuat saya begitu nyaman untuk melanjutkan penelitian dan bahkan tidak ragu jika harus tinggal bersama keluarga beliau. Setelah sudah cukup waktu untuk bercerita-cerita antara keluarga dengan datu dan juga saya dengan sang datu, akhirnya saya memberanikan diri untuk, meminta izin kepada roh opung yang memasuki tubuh sangdatuagar saya diperbolehkan melihat dan mengetahui secara langsung bagaimana pengobatan yang dilakukan beliau yang menggunakan bantuan roh opung tersebut. Proses perizinan kepada roh opung saya lakukan sesuai saran dan instruksi dari sang datu. Ketika meminta izin kepada roh, saya disuruh memasuki ruangan khusus yang ternyata merupakan kamar pengobatan setiap pasien yang berobat. Di dalam kamar terdapat suasana yang cukup membuat bulu-bulu di tubuh cukup berdiri, sebab keadaan di dalam kamar pengobatan banyak benda-benda dan juga rempah-rempah yang digunakan datu untuk menggobati dan memanggil roh. Suasana lain yang di dalam kamar yang ikut membuat saya sedikit merasa takut karena lampu

(40)

atau pengcahayaan di dalam ruangan tidak cukup terang. Cahaya penerang yang digunakan di dalam kamar hanya sebuah lampu bewarna kuning, yang menurut perkiraan saya,daya atau watt dari lampu tersebut tidak begitu tinggi, sehingga pencahayaan di dalam kamar tidak begitu terang. Memasuki ruangan khusus dan melihat secara langsung segala tata cara dalampememanggilan roh, merupakan hal yang pertama kali saya lakukan, sehingga cukup membuat saya sedikit merasa takut pada awal-awal ketika ingin berkomunikasi langsung dengan roh tersebut. Ketika hendak ingin meminta izin dalam melakukan pengamatan kepada roh, keluarga saya sebelumnya sudah membawa jeruk purut yang merupakan syarat dalam melakukan pengobatan. Syarat ini kami ketahui dari pasien beliau yang datang untuk berobat ketika saya dan keluarga saya datang satu hari sebelumnya untuk dapat bertemu dangan beliau langsung tetapi tidak bisa. Pada awal datang berobat atau hendak memanggil roh dari sang opung,jeruk purut merupakan syarat yang sangat wajib dibawa oleh setiap pasien. Begitu juga hal nya saya, walaupun tidak datang untuk berobat saya juga membawa persyaratan dengan membawa satu buah jeruk purut sebagai syarat agar dapat mengikuti tata cara dalam pemanggilan roh dan memberitahu alasan kedatangan saya dan opung tersebut berkenan dalam memberikan saya izin lagi, mengingat Nanguda Hotang yang merupakan sang dukun sudah mengizinkan saya untuk melihat beliau ketika mengobati pasien-pasiennya.

Memasuki kamar pengobatan, saya melihat beliau memakai peralatan yang akan digunakan dalam memanggil roh. Benda-benda yang dipakai beliau

(41)

salah satunya adalah ulos batak. Ulos ini dipakai sebagai sarung dan juga sebagai penutup kepala atau tudung. Setelah selesai memakai ulos beliau masih belum ke masukan roh opung, karena belum kemasukan roh kami sempat berbicara sebantar. Beliau mengatakan kepada saya tidak usah takut untuk bertanya kepada roh opung tersebut, sebab opung orang yang baik dan saya boleh bebas menanyakan apa saja yang ingin saya tanyakan kepada roh tersebut. Sedikit lebih tenang mendengar perkataan sang datu atau dukun, saya akhirnya tersenyum. Walaupun, ada sedikit perasaan yang masih ada rasa takut.

Pemanggilan roh kedalam tubuh sang datu dilakukan beliau dengan bantuan sang suami. Suami menurut saya ketika melihat merupakan orang yang cukup penting dalam pemanggilan roh tersebut. Suami perannya sangat banyak. Mulai dari menyiapkan bahan-bahan atau obat yang dipakai dalam pengobatan, sebagai orang yang ikut dalam membaca mantra pemanggilan roh, penerjemah bahasa batak yang ada kalanya tidak dimengerti pasien dan juga sebagai penenang kepada pasien di dalam ruangan. Menurut saya suami beliau dapat dikatakan sebagai penenang di dalam ruangan sebab, suami beliau seing mengajak saya berbicara agar saya tidak terlalu takut ketika roh akan masuk. Ketika segala persiapan sudah dipakai sang dukun, suami beliau membantu dalam menyiapkan sirih yang akan dimakan sang dukun. Selanutnya sirih yang disiapkan diletakkan di atas sebuah piring-piring kecil. Selanjutnya, sirih yang sudah dipersiapkan suami dan sang dukun dipegang bersama-sama dan mereka berdua sama-sama membaca doa untuk mengundang roh opung masuk ke dalam tubuh sang dukun.

(42)

Selesai membaca mantra sirih selanjutnya dimakan oleh dukun, tidak perlu menunggu waktu lama saya melihat dukun mulai resah, mulai mengeluarkan suara-suara desahan yang menurut saya roh opung tersebut sudah mulai masuk ke dalam tubuh. Benar saja seperti dugaan saya, suami beliau mengatakan kepada saya bahwa roh sudah memasuki tubuh istrinya. Ketika memasuki tubuh sang dukun, yang saya dengar suara dukun mulai berubah seperti suara orang tua yang usianya sudah sangat lanjut, sebab suara yang tadinya terdengar biasa saja ketika tubuh belum dimasuki roh kini benar-benar sangat berubah dan suara terdengar sedikit agak lebih berat. Selanjutnya, dari ekpresi wajah atau mimik wajah sang dukun juga menurut saya mengalami perubahan yang terlihat menua. Roh sudah masuk ke dalam tubuh dukun, saya pun disuruh mendekat kepada sang dukun. Selanjutnya, saya diarahkan suami sang dukun untuk memberikan jeruk purut yang saya bawa. Ketika memberikan jeruk purut kepada dukun saya melihat, jeruk yang saya berikan tersebut di lihat dan ditiup-tiup mengelilingi buah tersebut oleh sang dukun yang sudah dimasuki roh. Selanjutnya, jeruk dibelah dan dimasuki ke dalam cawan yang kemudian diisi oleh air. Sambil mengaduk-aduk cawan yang berisikan air dan jeruk, benda lain yang dimasukan oleh dukun adalah batu kecil. Selanjutnya saya mulai ditanyakan oleh sang dukun alasan saya datang kepada nya, sebab dari cawan yang dilihatnya kata beliau bahwa penyakit saya tiak ada. Akhirnya sedikit menceritakan tujuan kedatangan dan maksud saya roh opung tertawa dan perasaan saya sedikit campur aduk sambil melihat sesekali sang dukun dan suaminya. Agak sedikit lega suami beliau mengatakan tidak

(43)

apa-apa dan tidak usah takut. Selanjutnya, roh opung berbicara kepada saya tetapi, karena sedikit tidak mengerti sebab bahasa batak yang digunakan bercampur dengan bahasa batak yang sudah lama akhirnya saya dibantu dengan suami sang dukun. Bercampur aduk dengan bahasa batatak suami beliau lah yang membantu saya mengerti dan akhirnya sedikit mengerti dengan perkataan yang disampaikan sang dukun saya bisa menangkap perkataan yang disampaikan beliau. Saya diperbolehkan melakukan pengamatan untuk kelengkapan data saya. Saya juga diperbolehkan mengambil dokumentasi berupa video atau foto yang dibutuhkan, tetapi tidak boleh menggunakan bantuan cahaya lebih dan yang saya tangkap dalam pembicaraan tersebut adalah tidak boleh menggunakan flash camera. Saya juga diperbolehkan memasuki ruangan pengobatan dengan peraturan tidak mengganggu tatacara mengobatan dengan pasien di dalam ruangan pengobatan. Sedikit lega dengan syarat yang tidak terlalu rumit dalam melakukan pengobatan saya akhirnya lega. Selanjutnya, karena dianggap tidak memiliki keperluan lain untuk berobat roh opung meminta izin kepada saya untuk keluar dari tubuh sang dukun. Setelah roh sudah keluar dari dalam tubuh keadaan dari dukun sedikit lemas dan beliau mengatakan bahwa ketika tubuh beliau sudah selesai dipakai untuk mendatangkan roh, tubuh beliau akan sangat lemas. Walaupun demikiann, itu merupakan hal yang sudah biasa dialami beliau. Selanjutnya, karena jam menunjukan masih pukul 15:00 Wib dan jam pengobatan belum dimulai saya dan sang dukun beserta suami beliau keluar dari dalam kamar pengobatan menuju ruang tengah dari rumah mereka. Berbincang-bincang dengan keluarga saya dan

(44)

sedikit melanjutkan bagaimana kelanjutan ketika saya meneliti nanti, saya diberikan kebebesan untuk datang meneliti, jika ingin tinggal bersama dengan keluarga sang dukun saya diperbolehkan pulang sesuka hati kerumah saudara saya jika mau dan tidak ada pelarangan sama sekali dari keluarga ini. Mereka sangat baik menyambut kedatangan saya yang membuat saya sangat nyaman dengan keadaan di dalam rumah. Saya akhirnya memutuskan tinggal bersama keluarga beliau selama proses penelitian dan seminggu sekali atau dua kali seminggu biasanya pulang ketempat rumah saudara saya, sya pulang dikarenakan akhir pekan untuk beribadah pergi kegereja bersama keluarga dan juga karena ingin mengambil pakaian saya.

Lama bercerita dengan datu tersebut, datu menjelaskan bahwa beliau lebih suka bila tidak dipanggil datu atau dukun. Beliau lebih suka bila dipanggil dengan Pangobati atau juga dengan memanggil nama beliau saja yaitu Inang Hotang. Memang dalam melakukanpengobatan, beliau sering dipanggil datu oleh beberapa pasien dan beliau merasa pemanggilan kata datu sepertinya tidak cocok dan terkesan berlebihan. Menurut Inang Hotang datu adalah orang-orang yang benar-benar dituakan oleh masyarakat dalam mengobati segala jenis penyakit. Oleh sebab itu, beliau lebih suka di panggil Pangobati Inang Hotang.

Keesokan harinya karena sudah mendapatkan izin, saya datang kerumah Inang Hotang dan karena tidak suka dipanggil dengan sebutan seorang datu atau dukun akhirnya peneliti memanggil beliau dengan panggilanNangudadan sering mengganti penyebutan kata datu atau dukun menjadi Pangobati Inang Hotang.

Referensi

Dokumen terkait

rogue adalah sel dalam tahap metafase yang berasal dari kultur sel limfosit darah tepi dan memiliki jumlah aberasi kromosom sangat tinggi meskipun sampel darah tepi yang

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Hasil penelitian untuk faktor permintaan secara simultan ada pengaruh nyata antara tingkat pendapatan, selera, jumlah tanggungan dan harapan masa yang akan datang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, keabsahan akta notaris meliputi bentuk isi, kewenangan pejabat yang membuat, serta pembuatannya harus memenuhi

1. Adanya perasaan senang terhadap belajar. Adanya keinginan yang tinggi terhadap penguasaan dan keterlibatan dengan kegiatan belajar. Adanya perasaan tertarik yang

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan