• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Kualitas Lingkungan Hidup Volume 6, Nomor 2, Juli 2012 DAFTAR ISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Kualitas Lingkungan Hidup Volume 6, Nomor 2, Juli 2012 DAFTAR ISI"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Jurnal Kualitas Lingkungan Hidup Volume 6, Nomor 2, Juli 2012

DAFTAR ISI

Daftar Isi ... iii Pengaruh Penambahan Mn2+ dan Mg2+ Pada Media Stone Mineral

Salt Solution Extract Yeast (SMSSe) Terhadap Kinerja Isolat Bakteri DM-5... 61 Nida Sopiah, La Ode Sumarlin, S. Hermanto, Zakki R. Mubarok

Kandungan Logam Berat Pada Pplychaeta Namalycastis sp.

dari Muara Sungai Terpolusi dan Tidak Terpolusi ... 73

Sevi Sawestri dan Lin Inayat Al Hakim

Viabilitas Dan Kinerja Konsorsium Mikroba Pendegradasi Hidrokarbon Setelah

Penyimpanan Dalam Pendingin Dan Penyimpanan Beku ... 81 Erma Najmiyati dan Dominikus H. Akhadi

Hubungan Fluks Metana Dan Dinitrogen Oksida Dengan Karakteristik Tanah

Sawah Tadah Hujan Di Jawa Tengah ... 90 A. Wihardjaka, S. D. Tandjung, B. H. Sunarminto, E. Sugiharto

Dampak Pemanfaatan Briket Batubara Terhadap Kualitas Udara Ambien ... 99 Rina Aprishanty, Isa Ansyori, Emalya Rahmawati, Puji Purwanti, Ricky Nelson

(3)

Nida Sopiah, La Ode Sumarlin, S....: Pengaruh Penambahan Mn2+ dan Mg2+ Pada Media Stone...

1 Balai Teknologi Lingkungan BPPT, Gedung 412 Kawasan Puspiptek Serpong 15314. Telp 021-7560919/7563116 2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENDAHULUAN

Minyak bumi adalah hasil alam yang hingga saat ini masih dieksploitasi sebagai sumber energi bahan bakar dan listrik sehingga lingkungan disekitar pengeboran minyak sangat mudah terkontaminasi11). Pemulihan lingkungan yang tercemar ini memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengangkutan

ABSTRAK

Bioremediasi adalah salah satu upaya untuk mengurangi pencemaran minyak bumi dengan memanfaatkan mik-roorganisme. Mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah Isolat bakteri hidrokarbonoklastik DM-5. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh logam Mn2+ dan Mg2+ terhadap aktivitas bakteri yang dapat meningkatkan laju biodegradasi yang dilihat dari penurunan pH, kadar minyak bumi tersisa me-tode gravimetri, dan senyawa penyusun minyak bumi hasil biodegradasi (GCMS). Media yang digunakan adalah

Stone Mineral Salt Solution Extract Yeast (SMSSe) dengan variasi konsentrasi ion logam Mn2+ (1, 5, 10 ppm) dan Mg2+ (100, 150, 200 ppm). Perlakuan terbaik untuk penambahan ion mangan adalah pada media Mn-2 dengan persentase degradasi sebesar 90,54% dengan pH akhir sebesar 5,63 sedangkan media Mn-1 dan Mn-3 sebesar 85,26 % dan 86,42% dengan pH akhir sebesar 5,98 dan 5,76. Perlakuan terbaik untuk penambahan ion magnesium adalah pada media Mg-1 dengan persentase degradasi sebesar 69,37% dengan pH akhir sebesar 6,08 sedangkan media Mg-2 dan Mg-3 sebesar 36,52% dan 28,73% dengan pH akhir sebesar 6,35 dan 6,52.

Kata kunci : kofaktor, bioremediasi, minyak bumi, laju biodegradasi, bakteri hidrokarbonoklstik.

ABSTRACT

Bioremediation is one of the efforts to reduce petroleum pollution using microorganisms. Microorganisms used in this research is isolate the hydrocarbonoclastic bacteria DM-5 form a consortium. The purpose of this research was to determine the influence of metal Mg2+ and Mn2+ on the activity of bacteria that can increase the rate of

biodegradation is seen from the decrease in pH, levels of petroleum remaining gravimetric method, and the constituent compounds of petroleum biodegradation results by GCMS. The medium used is the Mineral Stone Salt Yeast Extract Solution (SMSSe) with variation the concentration of Mg2+ ions (100, 150, 200 ppm) and

Mn2+ (1, 5, 10 ppm). The best treatment for the addition of manganese ions are on Mn-2 medium with the

percentage degradation is 90,54% and the final pH is 5,63, while the Mn-1 and Mn-3 medium are 85,26% and 86,42% with final pH are 5,98 and 5,76.The best treatment for the addition of magnesium ions is in the Mg-1 medium with the percentage degradation is 69,37% and the final pH is 6,08 while Mg-2 and Mg-3 medium are 36,52% and 28,73% with the final pH are 6,35 and 6,52.

Keywords : cofactor, bioremediation, petroleum, rate of biodegradation hydrocarbonoclastic bacteria.

dan pengadaan energi guna memulihkan materi yang tercemar seperti pembakaran (insinerasi) ataupun perlakuan kimia. Kelemahan teknik ini dapat membahayakan lingkungan beserta ekosistemnya. Salah satu alternatif pengolahan minyak tercemar yang aman adalah dengan memanfaatkan

PENGARUH PENAMBAHAN Mn

2+

DAN Mg

2+

PADA MEDIA

STONE MINERAL SALT SOLUTION EXTRACT YEAST

(SMSSe)

TERHADAP KINERJA ISOLAT BAKTERI DM-5

Nida Sopiah1, La Ode Sumarlin2, S. Hermanto2, Zakki R. Mubarok2 (Diterima tanggal 15-11-2011; Disetujui tanggal 14-03-2012)

(4)

bioteknologi berupa teknik bioremediasi. Keunggulan teknik bioremediasi ini adalah menghilangkan kontaminan dengan biaya murah tanpa merusak materi terkontaminasi sehingga aman bagi lingkungan(11).

Pengelolaan lingkungan dengan teknik bioremediasi pada lahan yang tercemar minyak bumi seperti landfarming, biopile, dan lainnya membutuhkan waktu yang relatif lama dalam proses biodegradasi. Sehingga dibutuhkan suatu teknik biostimulasi (skala laboratorium) Sebelum suatu teknik bioremediasi diaplikasikan, polutan yang akan didegradasi dan potensi mikroorganisme harus sudah diketahui, untuk itu sebelumnya perlu dilakukan pengujian yang terkait dengan laju biodegradasi pada suatu fungsi lingkungan tertentu. Untuk meningkatkan laju biodegradasi salah satunya diperlukan nutrien tanah (C, N, P dan logam sebagai nutrisi dan kofaktor) yang dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi minyak bumi (6),(10). Kofaktor umum yang biasanya digunakan oleh mikroorganisme yaitu magnesium, kalsium, kobal, tembaga, mangan, besi dan seng (11) Pada awal skrining ini dipilih dua ion logam yakni magnesium dan mangan karena memiliki kandungan yang cukup besar di dalam sampel tanah. Selain itu, ion mangan berfungsi sebagai akseptor elektron yang digunakan ketika ketersediaan oksigen berkurang pada saat proses biodegradasi berlangsung (6),(11) sedangkan magnesium untuk mempercepat keluarnya enzim ekstra-seluler seperti lipase yang dapat membantu enzim monooksigenase dalam proses biodegradasi hidrokarbon (2). Media Stone Mineral Salt Solution Extract Yeast (SMSSe) digunakan karena media ini

sangat cocok bagi mikroorganisme jenis hidrokarbono- klastik yang menghasilkan biosurfaktan dan biosolven. (14) Namun aktivitas mikroorganisme ini bergantung pada jumlah kandungan dan keseimbangan nutrien yang ada

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan kofaktor Mg dan Mn terhadap aktivitas bakteri DM-5 dalam mendegradasi minyak bumi.

METODOLOGI

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BTL – BPPT), berlokasi di Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan Banten.

Alat dan Bahan.

Dalam penelitian ini digunakan pH meter, spektrofotometer UV-Vis Jasco V-530, Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-6800F, sedangkan bahan berupa media Nutrien Agar (NA), Nutrient Broth (NB), dan Stone Mineral Salt Solution Extract Yeast (SMSSe), Isolat bakteri DM-5 berasal dari bongkaran bioremediasi drilling mud, HCl p.a, HNO3 p.a, aquades, alkohol 70%, spirtus, dan alumunium foil, n-heksan p.a, larutan standar ion logam Mg dan Mn 1000 ppm.

Sterilisasi Alat dan Media.

Alat-alat yang digunakan dibersihkan dan Media NA, NB, serta SMSSe yang telah dibuat lalu disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu121oC dan tekanan 2 atm selama 15 menit. Peralatan yang tidak tahan panas dapat disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%.

(5)

Nida Sopiah, La Ode Sumarlin, S....: Pengaruh Penambahan Mn2+ dan Mg2+ Pada Media Stone...

Sampling dan Preparasi Tanah.

Sampling tanah dilakukan dengan mengambil sejumlah sampel tanah tercemar minyak bumi yang telah mengalami proses remediasi.

Sampel tanah ini dikeringanginkan ke-mudian dipisahkan dari kerikil dan kotoran lainnya. Sampel tanah ditumbuk pada lumpang porselen dan diayak dengan ayakan dengan ukuran lubang < 0,5 mm.

Destruksi Tanah dengan Metode Pengabuan Basah.

Sebanyak 0,5 g sampel tanah ukuran < 0,5 mm ditimbang dan masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL. Lalu ditambahkan 5 mL HNO3 p.a dan 0,5 mL HCl p.a. dan dibiarkan semalam. Setelah itu dipanaskan dengan suhu 1000C selama satu jam. Suhu ditingkatkan lagi menjadi 1500C. Setelah uap kuning habis, suhu ditingkatkan lagi menjadi 200oC. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak kurang lebih 0,5 mL. Labu Erlenmeyer diangkat dan dibiarkan dingin. Ekstrak diencerkan dengan aquades hingga volume tepat 50 mL dan dikocok hingga homogen8).

Analisis Kofaktor Tanah.

Ekstrak tanah dianalisa dengan menggunakan SSA, kemudian dihitung kadar Mg2+, Mn2+, Co2+, Cu2+, Zn2+, Ca2+ Perhitungan konsentrasi masing-masing kofaktor dilakukan dengan memasukkan nilai absorbansi logam tersebut pada masing-masing persamaan regresi linear.

Peremajaan Isolat dan Pembuatan Laju Pertumbuhan Isolat Bakteri DM-5.

Sebanyak 100 mL media Nutrient Broth

(NB) dimasukkan ke dalam 2 buah labu Erlenmeyer 250 mL. Sterilisasi media pada suhu 120oC dan tekanan 2 atm dalam autoklaf selama 15 menit. Inokulasi dilakukan dengan mengambil sebanyak 1 ose secara aseptik ke dalam kedua media tersebut. Pertumbuhan isolat bakteri DM-5 diamati setiap 1 jam sekali menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 620 n m . Selain itu pertumbuhanpun diamati dengan menghitung Total plate Count (TPC)

Uji Pengaruh Kofaktor terhadap Aktivitas Bakteri DM-5 dalam Mendegradasi Minyak Bumi.

Sebanyak 1 mL isolat bakteri yang telah mencapai fase eksponensial dimasukan ke dalam medium SMSSe steril masing -masing 50 mL. Kemudian ditambahkan minyak Bumi 1% dan ditambahkan masing-masing logam Mn2+ 1 ppm, 5 ppm, 10 ppm) dan logam Mg2+ (100 ppm, 150 ppm, 200 ppm) ke dalam labu Erlenmeyer yang berbeda. Berikut adalah pemberian kode untuk masing masing perlakuan ,

SMSSe blanko : Minyak Bumi 1%.

SMSSe Kontrol : Minyak Bumi 1%+ Isolat. Mg-1: Minyak Bumi 1%+ Isolat+Mg 100 ppm. Mg-2 Minyak Bumi 1%+ Isolat + Mg 150 ppm. Mg-3:Minyak Bumi 1%+ Isolat+ Mg 200 ppm. Mn-1:Minyak Bumi 1%+ Isolat+ Mn 1 ppm. Mn-2:Minyak Bumi 1%+ Isolat+ Mn 5 ppm. Mn-3:Minyak Bumi 1%+ Isolat+ Mn 10 ppm.

Pengukuran pH media dilakukan setiap hari menggunakan pH meter. Analisis kadar minyak bumi dilakukan setiap 7 hari secara gravimetri.

(6)

Analisis Kadar Minyak Bumi secara Gravimetri.

Labu Erlenmeyer yang berisi medium SMSSe yang telah mengalami perlakuan dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 60 mL n-heksan p.a. Kemudian dikocok selama ± 15 menit lalu didiamkan sampai n-heksan terpisah. Terdapat 2 fasa yaitu fasa air serta fasa campuran n-heksan dengan minyak bumi. Kemudian lapisan air dipisahkan dari campuran tersebut sedangkan lapisan minyak bumi yang terekstrak dalam n-heksan ditampung dalam labu 100 mL.(telah diketahui bobotnya) melalui proses filtrasi menggunakan kertas saring yang telah ditambahkan Na2SO4 sekitar 0,5 gram. Labu tersebut selanjutnya didestilasi sampai diperoleh ekstrak berupa residu minyak. Labu tersebut diangkat dan dimasukkan dalam eksikator sampai mencapai suhu kamar, lalu ditimbang dan dicatat bobotnya. Prosedur

yang sama dilakukan juga terhadap medium SMSSe kontrol dan blanko

Perhitungan kadar minyak bumi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar minyak (g) = (W2 – W1) Keterangan:

W1 = berat gelas kimia kering (g)

W2 = berat gelas kimia dengan kadar minyak yang diperoleh (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bakteri hidrokarbonoklastik Isolat bakteri DM-5. Sebelum ditambahkan ke media pertumbuhan, Isolat bakteri tersebut diremajakan terlebih dahulu pada media nutrient agar (NA) untuk mendapatkan bakteri yang aktif

Laju pertumbuhan bakteri dilakukan untuk mengetahui grafik pertumbuhan bakteri, sehingga diperoleh kecepatan biak (generation time) dari koloni bakteri tersebut.

(7)

Nida Sopiah, La Ode Sumarlin, S....: Pengaruh Penambahan Mn2+ dan Mg2+ Pada Media Stone... Dari grafik tersebut menunjukan bahwa fase

adaptasi terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-5 yang dapat dilihat dari kenaikan nilai absorbansi yang lambat. (fase lag). Populasi Isolat bakteri DM-5 pada fase ini mencapai 1,883 109 sel/mL. Pada jam ke-6 hingga jam ke-10, pertumbuhan isolat bakteri DM-5 mengalami kenaikan nilai absorbansi yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan tingginya aktivitas dan bertambahnya jumlah populasi Isolat bakteri DM-5 (2,67 109 - 1,6 1012 sel/ mL) yang dapat dilihat dari kekeruhan pada media dan nilai TPC yang semakin tinggi (fase eksponensial). Terdapat hubungan linear antara absorbansi dengan populasi isolat bakteri dimana cahaya yang melewati suspensi larutan akan diserap oleh sel-sel bakteri dan akan terbaca oleh alat.(7) Dengan kata lain semakin besar nilai absorbansi larutan maka jumlah isolat pun bertambah yang terbukti dengan larutan yang semakin keruh dan nilai TPC semakin besar. Pada jam ke-11 dan ke-13 terjadi fase stationer dimana kenaikan nilai

absorbansi terjadi secara perlahan dan hampir sama (1,5238-1,5343) yang menyatakan bahwa jumlah sel yang tumbuh hampir sama dengan jumlah sel sel yang mati

Analisa Kofaktor Tanah.

Telah diketahui bahwa dalam tanah terdapat beberapa logam (dalam bentuk ionnya) yang berpotensi sebagai kofaktor antara lain : Fe2+, Fe3+, Co2+, Cu2+, Mg2+, Mn2+, Ca2+, dan Zn2+ 16). Sebagai langkah awal untuk mengetahui

kofaktor yang berpengaruh dalam

mempercepat proses biodegradasi dilakukan analisis terhadap tanah yang tercemar minyak bumi menggunakan Spektroskopi Serapan Atom, untuk mengetahui komponen logam yang bertindak sebagai kofaktor.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar Cu2+, Co2+, dan Zn2+ di dalam sampel tanah paling rendah, sedangkan kadar Mg2+, Ca2+ dan Mn2+ mempunyai kandungan yang cukup tinggi.

(8)

Pengaruh Penambahan Ion Logam Mn2+

dan Mg2+ terhadap Perubahan pH Media

SMSSe.

Pengaruh penambahan ion logam Mg2+ dan Mn2+ pada media mempunyai fungsi yang berbeda dalam proses metabolisme bakteri. Ion logam Mn2+ berfungsi sebagai akseptor elektron yang pada akhirnya akan mempertahankan jumlah bakteri hidrokarbonoklastik (11), sedangkan ion logam Mg2+ berfungsi sebagai stimulus yang dapat menstimulasi keluarnya enzim ekstraseluluer seperti enzim lipase (1) sehingga diharapkan kedua logam ini dapat berpengaruh terhadap laju biodegrasi minyak bumi.

Dari hasil penelitian menunjukkan pengaruh penambahan ion logam Mn2+ dan Mg2+

Gambar 2. Pengaruh penambahan Mn2+ terhadap perubahan pH

mempengaruhi perubahan pH. Besarnya penurunan pH berbeda-beda bergantung pada besarnya persentase biodegradasi Penurunan pH berbeda-beda pada masing-masing media perlakuan dengan penambahan ion mangan yang tersaji pada gambar 2.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penurunan pH terbesar ada pada media Mn-2 (6,57-5,63) sedangkan penurunan pH terkecil ada pada media Mn-1 (6,97-5,98), SMSSe kontrol (7,07-6,54) dan SMSSe standar (7,07-6,83). Sedangkan pada media dengan penambahan ion magnesium penurunan pH tidak terlalu tinggi seperti media dengan penambahan ion mangan yang dapat dilihat pada gambar Gambar 3.

(9)

Nida Sopiah, La Ode Sumarlin, S....: Pengaruh Penambahan Mn2+ dan Mg2+ Pada Media Stone... Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan

penurunan pH yang signifikan yang terjadi pada hari ke-6 dan ke-7. Media dengan penurunan pH terbesar adalah media Mg-1 (dari 6,85 menjadi 6,08), sedangkan penurunan pH terkecil adalah media Mg-3 (dari 6,92 menjadi 6,52). Jika dibandingkan dengan kontrol, penurunan pH yang terjadi hampir sama dengan media Mg-3 (7,07-6,54). Penurunan pH yang relatif tinggi pada media Mn-2 dan Mg-1 ini menandakan bahwa pada media ini terjadi peningkatan aktivitas Isolat bakteri DM-5 dalam mendegradasi minyak bumi sehingga asam- asam organik dan asam lemak yang dihasilkanpun semakin bertambah. Asam lemak dan asam-asam organik ini akan mengalami reaksi ionisasi menghasilkan H+ dan basa konjugasi. Semakin tinggi konsentrasi H+ yang dihasilkan dari metabolit asam tersebut maka semakin turun nilai pH

media SMSSe. Sehingga dapat dikatakan pada media Mn-2 dan Mg-1 memiliki konsentrasi H+ yang lebih tinggi dibandingkan media perlakuan lainnya.

Dalam proses biodegradasi alkana seperti oktakosan (C28H58) akan teroksidasi pada gugus metil terminal membentuk alkohol primer dengan bantuan enzim monooksigenase. Alkohol akan dioksidasi lebih lanjut menjadi aldehida, kemudian asam organik dan akhirnya dihasilkan asam lemak. Asam organik dan asam lemak inilah yang pada akhirnya akan menurunkan pH media Reaksi lengkap dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Metabolit-metabolit asam yang dihasilkan biasanya berupa senyawa aldehid dan asam karboksilat yang kemudian terionisasi dengan bantuan air yang terkandung dalam media pertumbuhan

(10)

Jadi semakin banyak metabolit-metabolit asam yang dihasilkan maka konsentrasi H+ dalam media akan semakin tinggi sehingga pH menurun. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi H+ pada media Mn-2 dan Mg-1 lebih tinggi jika dibandingkan dengan media Mn-1, Mn-3, Mg-2, Mg-3 SMSSe standar dan kontrol.

Pengaruh Penambahan Ion Logam

Mn2+ dan Mg2+ terhadap Perubahan

KadarMinyak Tersisa pada Media SM

Selain perubahan pH, laju biodegradasi dapat pula ditunjukan dari penurunan kadar minyak bumi tersisa. Pada media dengan penambahan ion mangan terlihat bahwa nilai kadar minyak bumi tersisa lebih rendah (media Mn-1= 0,0726%, media Mn-2 = 0,0466%, media Mn-3 = 0,0669%) (Gambar 15) , jika dibandingkan dengan kontrol (0,4366%) dan standar (0,4926%).

Media dengan penambahan ion mangan dapat menurunkan pH dan minyak bumi tersisa lebih rendah yang berarti efesiensi biodegradasi meningkat jika dibandingkan

dengan media kontrol dan media standar. Hal ini disebabkan oleh ion mangan dalam proses biodegradasi akan digunakan sebagai akseptor elektron apabila ketersedian oksigen berkurang. Dengan adanya NO3 dari NH4NO3, Mn2+ dari MnCl

2.2H2O yang teroksidasi menjadi Mn4+, SO

42- dari MgSO4 dalam media SMSSe maka kekurangan oksigen dalam proses biodegradasi dapat digantikan oleh akseptor elektron lainnya dengan urutan sebagai berikut15) :

Jadi dengan ditambahkannya ion mangan pada media Mn-1, Mn-2, Mn-3 menyebabkan proses biodegradasi akan cenderung mempertahankan jumlah sel bakteri hidrokarbonoklastik yang sebagian besar membutuhkan oksigen (aerob). Sedangkan pada media SMSSe kontrol yang tidak ditambahkan ion mangan menyebabkan proses biodegradasi berlangsung lambat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah sel bakteri hidrokarbonoklastik yang berkurang akibat kekurangan ketersediaan

(11)

Nida Sopiah, La Ode Sumarlin, S....: Pengaruh Penambahan Mn2+ dan Mg2+ Pada Media Stone... oksigen sehingga aktivitas bakteri menurun

dan jumlah metabolit-metabolit asam yang dihasilkan juga akan menurun Dari ketiga media yang ditambahkan ion mangan, media perlakuan terbaik ada pada media Mn-2 yang dapat diliha dari penurunan pH dan persentase biodegradasi yang paling tinggi (90,54%) dibandingkan media Mn-1 (85,26%) dan Mn-3 (86,4%2). Hal ini kemungkinan disebabkan pada media Mn-1 dengan penambahan ion mangan 1 ppm hanya dapat mempertahankan jumlah bakteri dalam waktu yang singkat dan selanjutnya akseptor elektron akan bergeser ke arah anaerob. Dengan kata lain jumlah bakteri hidrokarbonoklastik akan menurun dan biodegradasi akan berjalan lambat. Sedangkan pada media Mn-3 dengan penambahan ion mangan 10 ppm terjadi kenaikan pH dan kadar minyak tersisa yang masih tinggi jika dibandingkan media Mn-2. Hal ini disebabkan oleh aktivitas bakteri DM-5 menurun akibat ion mangan dalam media terlalu besar. Bila jumlah ion logam melebihi kemampuan penggunaan mikroorganisme maka ion logam tersebut dapat bersifat

toksik sehingga akan mengganggu aktivitas mikroorganisme pada media.(11) Sedangkan dengan penambahan ion logam magnesium memiliki kadar minyak tersisa yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan media dengan penambahan ion mangan namun masih di bawah kadar minyak tersisa media SMSSe kontrol yang tersaji pada Gambar 6.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar minyak bumi tersisa yang terkecil ada pada media Mg-1 sebesar 0,1509% dengan persentase biodegradasi sebesar 69,37% sedangkan sisa minyak terbesar ada pada media media 3 sebesar 0,3511% dengan persentase biodegradasi sebesar 28,73%. Minyak tersisa pada media Mg-1 relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan media Mg-2, Mg-3, dan SMSSe kontrol. Hal ini disebabkan oleh aktivitas Isolat bakteri DM-5 yang meningkat pada media Mg-1 dan diduga menghasilkan enzim lipase yang lebih banyak sehingga menyebabkan minyak bumi lebih cepat terdegradasi. Hal ini disebabkan oleh pada media dengan penambahan magnesium aktivitas bakteri pun meningkat karena ion

(12)

Mg dapat menstimulai pelepasan enzim ekstraseluler seperti lipase dari dinding sel (Aisaka & Terada, 1979). Lipase adalah enzim ekstraseluler yang dapat mengoksidasi senyawa lipid. Jadi semakin banyak jumlah enzim lipase maka akan membantu enzim monooksigenase yang aktif akibat adanya akseptor elektron seperti oksigen, NO3, Mn2+, SO42- dalam mendegradasi hidrokarbon. Biodegradasi dengan penggunaan enzim ekstraseluler ini melalui jalur sub terminal (12) yang dapat dilihat pada Gambar 7.

Biodegradasi alkana melalui jalur sub terminal dimana alkana seperti n-oktakosan yang mengalami oksidasi pada atom karbon terminal sekunder menjadi alkohol yang

Gambar 7. Reaksi Biodegradasi alkana Jalur Sub terminal (2)

Gambar 8. Reaksi Hidrolisis ester menjadi alkohol primer (5)

selanjutnya mengalami dehidrogenasi membentuk senyawa keton (2- oktakosanon) yang selanjutnya dioksidasi menjadi senyawa ester. Ester yang telah terbentuk akan mengalami hidrolisis menjadi alkohol primer dimana oksigen karbonil dari suatu ester dapat diprotonkan sedangkan karbon yang bermuatan positif parsial, dapat diserang oleh nukleofil lemah seperti air, Gambar 8.

Alkohol primer yang terbentuk tersebut kemudian mengalami dehidrogenasi sehingga membentuk aldehid (1-Heksakosenal) dan selanjutnya menjadi asam karboksilat sehingga dapat menurunkan pH media karena bersifat asam. Penambahan ion magnesium pada media Mg-1 adalah media dengan

(13)

Nida Sopiah, La Ode Sumarlin, S....: Pengaruh Penambahan Mn2+ dan Mg2+ Pada Media Stone... aktivitas bakteri tertinggi yang dapat dilihat

pada penurunan pH dan laju biodegradasi yang dapat dilihat dari kadar minyak yang tersisa. Namun pada media Mg-2 dan Mg-3, aktivitas Isolat bakteri DM-5 menurun sehingga laju biodegradasi berjalan lambat. Walaupun aktivitas bakteri menurun pada media Mg-2 dan Mg-3 jika dibandingkan dengan SMSSe kontrol dan standar, kedua media ini masih tergolong cepat karena nilai persentase biodegradasinya lebih tinggi (36,52% dan 28,73%) jika dibandingkan dengan SMSSe kontrol (11,37%).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh ion logam Mg2+ dan Mn2+ terhadap aktivitas enzim ekstraseluler bakteri karbonoklastik, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Perlakuan terbaik pada media dengan penambahan ion magnesium adalah media Mg-1 dengan penurunan pH sebesar dari 6,85 menjadi 6,08 dan kadar minyak tersisa sebesar 0.1509% (b/v) dengan persentase degradasi 69,37%.

Perlakuan terbaik pada media dengan penambahan ion mangan adalah media Mn-2 dengan penurunan pH sebesar dari 6,57 menjadi 5,63 dan kadar minyak tersisa sebesar 0.0466% (b/v) dengan persentase degradasi 90,54%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaiakan kepada :

1. Balai Teknologi Lingkungan BPPT Ser-pong yang telah memberikan dukungan

berupa penggunaan sarana dan fasilitas laboratorium

2. Drs Dede Sukandar, M.Si yang telah memberikan masukan dan pengarahan. dalam penyusunan

3. Fuzi,S.Si, Susi, S.Si, Avi, S.Si Ibu Titin Rahayu, Bapak Herman serta rekan-rekan BTL yang telah memberikan mo-tivasi dan dukungan selama penelitian ini berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

(1) Aisaka & Terada. 1979. Production of Lipoprotein Lipase and Lipase by Rhizopus japonicu. Agricultural and Biological Chemistry.43: .21-25. (2) Atlas, RM, & Bartha R. 1992.

Fundamentalis and Aplications, Third Ed. Microbial Ecology. Redwood City .California. The Benjamin/ Cumming Pub. Co., Inc

(3) Atlas, RM, & Bartha R. 1981. Microbiology Ecology, Fundamentals and Applications. Addison Wesley Publishing Company, Inc.

(4) B u d i a r t i & Bu r h a n . 2 0 0 9 . Karakterisasi Biomarka Hidrokarbon Alifatik dari Batubara Coklat (brown coal) Samarinda, Kalimantan Timur. Prosiding Kimia FMIPA – ITS. SK – 02.

(5) Fessenden R.J & Fessenden J.S. 1982. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka Ph.D. Erlangga : Jakarta (6) Irianto, A. 2000. Bioremediasi In

Vitro Tanah Tercemar Toluena dengan Penambahan Bacillus Galur Lokal. Jurnal Mikrobiologi Indonesia Vol. 5 No. 2 : 43-47.

(14)

(7) Jamilah. 2005. Potensi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi pada Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi dengan Penambahan Surfaktan. Bogor FMIPA- IPB. (8) Juknis Balai Penelitian Tanah. 2005.

Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor.

(9) Kadarwati. 2009. Degradas i Hidrokarbon pada Tanah Tercemari Minyak B umi dengan Isolat A10 dan D8. Departemen Kimia. FMIPA. Bogor

(10) Madigan, Martlako, & Parker. 1997. Brock’s Biology of Microorganisms. Ed. 8th. Englewood Cliffs:Prentice Hall.

(11) Notodarmojo. 2005. Pencemaran Air dan Tanah.Bandung : ITB-Press.

(12) Nugroho, A. 2009. Produksi Gas Hasil Biodegradasi Minyak Bumi : Kajian Awal Aplikasinya dalam Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR). Makara Sains Vol. 13 No. 2 : 111-116. (13) Nugroho, A. 2007. Dinamika Populasi

Isolat Bakteri Hidrokarbonoklastik. Jurnal Ilmu Dasar. Vol.8 No.1 : F3-23. (14) Rani, D.S & Kadarwati S. 2009.

Stone Mineral Salt Solution as a Potential Nutrient for Biosurfactant and Biosolvent Production on MEOR Application. LEMIG Research and Development Division for Program And Affiliation. Vol.32, No. 1. (15) Stumn & Morgan. 1970.Evaluation of

bioremediation effectiveness on crude oil contaminated sand. ChemoSphere. 59 :845-852.

(15)

Sevi Sawestri: Kandungan Logam Berat pada Polychaeta Namalcycastis sp. dari Muara Sungai...

1 Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Balitbang Kelautan dan Perikanan-KKP. Jl. Beringin No. 8 Mariana, Palembang Sumatra

Selatan 30763 Indonesia. Telp 0711-7537205. Email: sawestri@yahoo.co.id.

KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA POLYCHAETA

Namalycastis sp.

DARI MUARA SUNGAI TERPOLUSI

DAN TIDAK TERPOLUSI

Sevi Sawestri1)

(Diterima tanggal 15-11-2011; Disetujui tanggal 14-03-2012)

ABSTRAK

Namalycastis (Polychaeta: Nereididae) merupakan makrobentos yang hidup di perairan tawar dan estuari. Namaly-castis berpotensi sebagai bioindikator. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kandungan logam berat (Pb,

Cd, Cu, Cr dan Ni) dari dalam tubuh Namalycastis perairan terpolusi (Sunda Kelapa, Teluk Jakarta) dan perairan kurang terpolusi (Way Belau, Teluk Betung Lampung). Kandungan logam ditentukan dengan menggunakan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Koleksi Namalycastis yang ditemukan di kedua lokasi terdiri dari 2 spesies, yaitu N. abiuma dan N. cf borealis. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan logam dalam bagian tubuh

Namalycastis dari Sunda Kelapa lebih tinggi dibandingkan dari Way Belau. Kandungan logam tertinggi dalam

Namalycastis dari kedua lokasi adalah Cu. Tingginya kadar Cu dalam Namalycastis disebabkan proses akumulasi Cu dari habitatnya serta sifat Cu sebagai logam esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme.

Kata Kunci: Namalycastis, Polychaeta, logam berat, Way Belau, Sunda Kelapa.

ABSTRACT

Namalycastis (Polychaetes: Nereididae) is macro benthos that live in freshwater and estuarine. Namalycastis is potentially used as bioindicator. The aim of this research was to study the content of heavy metals (Pb, Cd, Cu, Cr, and Ni) in the Namalycastis body from polluted (Sunda Kelapa, Jakarta Bay) and unpolluted habitats (Way Belau, Betung Bay Lampung). The metal concentrations were determined by using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) analysis method. The Namalycastis collections consist of 2 species, i.e. N. abiuma and N. cf borealis. The result showed that the content of heavy metals in Namalycastis body from Sunda Kelapa was higher than from Way Belau. The highest metal content in Namalycastis body from both locations is Cu. The reasons highest Cu in Namalycastis are accumulation process from their habitat also the Cu metal essential for growth and development organism.

Keywords: Namalycastis, Polychaetes, heavy metal, Way Belau, Sunda Kelapa.

PENDAHULUAN

Kajian kondisi kesehatan lingkungan dapat dilakukan dengan analisis fisika-kimia dan biologi. Konsep analisis biologi adalah pemanfaatan suatu spesies atau populasi yang menggambarkan status kualitas lingkungan (1). Salah satu jenis organisme yang banyak dimanfaatkan sebagai bioindikator adalah makrobentos yang berukuran dari 0,5–2 cm (2). Polychaeta merupakan anggota makrobentos yang sering dimanfaatkan sebagai organisme bioindikator (3).

Namalycastis termasuk ke dalam Kelas Polychaeta, Ordo Phyllodocida, Famili Nereididae, dan Subfamili Namanereidinae. Namalycastis umumnya hidup di perairan tawar dan estuari (4). Beberapa anggota Namalycastis sering ditemukan di kawasan mangrove, zona litoral, rawa-rawa, vegetasi Pandanus, dan perairan sungai (5,6). Namalycastis termasuk biota yang memiliki toleransi tinggi terhadap penurunan konsentrasi oksigen sehingga keberadaannya dapat

(16)

dijadikan petunjuk perubahan lingkungan atau bioindiaktor. Beberapa anggota Namalycastis mudah beradaptasi pada kondisi laboratorium dan banyak digunakan sebagai biota uji seperti yang dilakukan oleh Varshney dan Sahabidi (1988).

Penelitian mengenai kandungan logam berat pada Namalycastis dan spesies grupnya telah dilakukan sebelumnya. Beberapa di antaranya uji biotoksikologi logam, N. abiuma bersifat kurang toleran terhadap Hg (7). Selain itu, penelitian bioassay toksisitas Hg, Pb, dan Cu terhadap Namanereis merukensis (spesies grup N. abiuma) yang dikoleksi dari Pantai Versova di Bombay India, menunjukkan LC50 Hg, Pb, dan Cu berturut-turut 0.041 mg/L, 3.75 mg/L, dan 0.55 mg/L (8).

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang memiliki kondisi lingkungan berbeda, yaitu Sunda Kelapa dan Way Belau. Kondisi sedimen di Sunda Kelapa - Teluk Jakarta telah terkontaminasi bahan pencemar berupa beberapa logam berat, yaitu Pb 14.41-31.3 ppm, Cd 0.01-0.05 ppm, Cu 9.75-26.6 ppm

dan Ni 4.18-9.63 ppm (9). Sedangkan perairan Way Belau Lampung, mengandung logam Pb, Cu, dan Cd yang kadarnya masih berada dibawah kriteria PP No. 82 tahun 2001 tentang Mutu Air Kelas III (Pb<0.03 ppm, Cu<0.02 ppm dan Cd<0.01 ppm) (10).

Pengukuran kandungan logam dalam tubuh Namalycastis yang dikoleksi dari Indonesia belum pernah dilakukan sebelumnya. Berkaitan dengan kurangnya informasi tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan sebagai salah satu studi pendahuluan mengenai kemampuan Namalycastis sebagai bioindikator logam berat.

METODOLOGI

Penelitian dilakukan pada bulan Januari– Februari 2009. Pengambilan koleksi Namalycastis dilakukan di perairan muara Sungai Ciliwung, Sunda Kelapa Teluk Jakarta (muara terpolusi) dan muara Way Belau, Teluk Betung Lampung (muara tidak terpolusi) (Gambar 1). Lokasi penelitian berada di muara sungai yang berjarak ± satu km dari pantai.

Gambar 1. Lokasi penelitian. Sunda Kelapa Jakarta ( ), Way Belau Lampung ( ), insert Pulau Jawa dan

(17)

Sevi Sawestri: Kandungan Logam Berat pada Polychaeta Namalcycastis sp. dari Muara Sungai...

Pada masing-masing lokasi penelitian dibuat enam titik pengambilan koleksi Namalycastis di sepanjang tepian sungai menuju arah pantai sebagai ulangan dengan menggunakan ukuran bingkai kuadran 50 x 50 cm2 dengan kedalaman sedimen 20 cm. Jarak antara titik pengambilan koleksi Namalycastis dengan sungai ±1m.

Pengambilan koleksi Namalycastis dilakukan secara hand sorting (dengan tangan) pada saat perairan surut rendah. Namalycastis dimasukkan ke dalam wadah plastik bersama dengan sedimen lumpur supaya tetap hidup, selanjutnya dimasukkan ke dalam ice box dan dibawa ke laboratorium untuk disortir jenis-jenis yang didapatkan.

Namalycastis dibersihkan lalu dipotong bagian anterior (sebanyak ± 10 segmen) dan posterior (sebanyak ± 15 segmen) untuk keperluan identifikasi. Potongan anterior dan posterior Namalycastis disimpan dalam alkohol 70%, sedangkan sisa tubuh Namalycastis bagian tengah (segmental) untuk keperluan pengukuran logam berat dimasukkan dalam plastik test tube dan disimpan dalam freezer -15 oC (11).

Identifikasi dan pengamatan morfologi Namalycastis menggunakan mikroskop (binocular high power Leica DMRBE dan binocular stereoskopis Leica M 40). Setelah identifikasi untuk keperluan deskripsi morfologi digunakan kamera Lucida untuk menggambar ciri-ciri morfologi. Identifikasi Namalycastis berdasarkan referensi identifikasi (4, 5). Identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium Sumber Daya Laut Pusat Penelitian Oseanografi, lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ancol Jakarta Utara.

Penentuan logam berat Pb, Cd, Cu, Cr, dan Ni pada bagian tubuh (segmen tengah sekitar 11-162) Namalycastis dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SAA). Sebanyak 12-45 individu bagian tubuh Namalycastis dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC. Selanjutnya sebanyak 0.27–0.55 g sampel kering Namalycastis dimasukkan ke dalam gelas beker dan didestruksi menggunakan 5 ml HNO3 (65%) dan 5-10 tetes H2O2 (30%) hingga larutan jernih (11). Larutan disaring ke dalam labu takar dan ditepatkan dengan aquades hingga 10 ml. Analisis SSA untuk pengukuran Pb dilakukan pada panjang gelombang (λ) 217 nM, Cd 228,8 nM; Cu 324,8 nM; Cr 205,5 nM; dan Ni 231,6 nM. Kadar logam dihitung dengan cara membandingkan nilai absorban logam (yang sama) dalam sampel dengan standar. Data kandungan logam dalam bagian tubuh Namalycastis dari kedua lokasi dianalisis berdasarkan uji T menggunakan program Minitab pada tingkat kepercayaan 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Namalycastis yang ditemukan di Sunda Kelapa Teluk Jakarta dan Way Belau Lampung terdiri atas N. abiuma dan N. cf borealis (Gambar 2). Berdasar hasil pengukuran kadar logam dalam bagian tubuh, N. cf borealis dari Sunda Kelapa lebih tinggi dibandingkan dari Way Belau (Tabel 1). Tingginya kandungan logam berat pada Namalycastis dari Sunda Kelapa dibandingkan dari Way Belau, kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh habitat Sunda Kelapa yang lebih terpolusi dibandingkan Way Belau. Seperti diketahui perairan Sunda Kelapa merupakan gabungan

(18)

dari muara tiga sungai besar di DKI Jakarta, yaitu Sungai Ciliwung, Krukut, dan Angke. Indeks pencemaran air sungai Ciliwung, Krukut, dan Angke termasuk kategori tercemar berat (12). Kualitas sedimen di muara sungai Ciliwung telah tercatat terkontaminasi logam berat Pb, Cd, Cu, dan Ni. Kandungan logam dalam sedimen di perairan Teluk Jakarta menunjukkan bahwa sedimen Teluk Jakarta bagian tengah mengandung Pb 2,21-69,22 ppm, Cd <0,001-0,28 ppm, Cu 3,36-50,65 ppm, dan Ni 0,42-15,58 ppm (13). Sedangkan kualitas perairan Way Belau masih berada di bawah kisaran logam Pb, Cd, dan Cu berdasarkan kriteria PP No. 82 tahun 2001 tentang Mutu Air Kelas III (10).

Gambar 2. Namalycatis sp. (A) N. abiuma, (B) N. cf borealis.

Sifat Namalycastis yang hidup di sedimen pada kedalaman ± 20 cm, serta bersifat sebagai organisme pemangsa (raptorial feeder) dan filter feeder memungkinkan menyerap sejumlah logam berat. Hasil penelitian kandungan logam dalam tubuh Lycastis ouanaryensis (spesies grup N. abiuma), menunjukkan korelasi kandungan logam dalam tubuh dengan logam dalam sedimen disebabkan oleh perilaku makan cacing tersebut di permukaan sedimen yang merupakan tempat utama masuknya logam dalam sedimen (14). Dengan demikian, perilaku makan Namalycastis menentukan penyerapan logam berat di dalam tubuhnya.

Ket: * Jumlah N. abiuma dari Sunda kelapa sangat sedikit sehingga tidak cukup untuk pengukuran logamnya. Kadar air N. cf borealis dari Sunda Kelapa 80%; N. abiuma dan N. cf borealis dari Way Belau, masing-masing 98%.

(19)

Sevi Sawestri: Kandungan Logam Berat pada Polychaeta Namalcycastis sp. dari Muara Sungai...

Kandungan logam berat di dalam tubuh Namalycastis dari Sunda Kelapa maupun Way Belau memiliki kecenderungan pola yang hampir sama. Kadar logam tertinggi (μg/g, berat kering) di dalam tubuh Namalycastis dari Sunda Kelapa berturut-turut adalah Cu>Pb>Cr>Ni>Cd, sedangkan dari Way Belau berturut-turut adalah Cu>Pb>Ni dan Cr>Cd. Secara umum kandungan logam di dalam tubuh Namalycastis dari Way Belau masih berada di bawah baku mutu logam dalam tubuh berbagai organisme perairan (Tabel 2). Kandungan logam Cd, Cr dan Ni di dalam tubuh N. cf borealis dari Sunda Kelapa juga masih berada di bawah baku mutu logam dalam tubuh berbagai organisme perairan (15, 16, 17, 18). Sedangkan kandungan Cu dan Pb dalam tubuh Namalycastis Sunda Kelapa sudah melebihi batas baku mutu logam dalam tubuh berbagai organisme perairan. Tingginya kadar Cu dalam Namalycastis disebabkan proses akumulasi Cu dari habitatnya. Pada habitat yang tidak terpolusi, laju ekskresi

Tabel 2. Baku mutu kandungan logam (μg/g) dalam tubuh berbagai organisme perairan

Ket: - (tidak ada informasi yang tersedia).

logam oleh suatu organisme akan berjalan seimbang dengan laju absorpsinya, namun hal ini tidak berlaku pada habitat yang terpolusi. Sifat bioavalaibilitas logam Cu yang lebih tinggi dibandingkan logam lainnya akan mempengaruhi proses akumulasi Cu oleh Namalycastis. Kemungkinan lain penyebab tingginya kadar Cu dalam Namalycastis adalah sifat Cu yang merupakan logam esensial atau dibutuhkan oleh organisme untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya (fungsi enzimatik). Beberapa mekanisme reaksi enzimatik dalam organisme membutuhkan logam Cu.

Kandungan logam berat dalam Polychaeta telah banyak diteliti (Tabel 3), diantaranya Lycastis ouanaryensis (Polychaeta: Nereidae) dari Teluk Thane di India (14), Marphysa sanguine (Polychaeta: Eunicidae) dari estuari Sado di Portugal (19), serta Arenicola marina (Polychaeta: Arenicolidae) dari Laut Barent di Rusia (20). Hasil penelitian Namalycastis menunjukkan kecenderungan pola kandungan

(20)

Tabel 3. Penelitian kandungan logam (μg/g) dalam berbagai jenis Polychaeta

logam yang mirip dengan L. ounaryensis, M. sanguine, dan A. marina, yaitu logam Cd lebih rendah dibandingkan Pb dan Cu. Namun, kandungan logam Cd dalam Namalycastis hasil penelitian ini masih lebih rendah dari hasil penelitian Athalye dan Gokhale (1991), Zauke et al. (2003), serta Garces dan Costa (2009). Sedangkan kadar logam Pb dalam tubuh N. cf borealis dari Sunda Kelapa memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan M. sanguine dan A. marina. Perbedaan kandungan logam dalam Namalycastis dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya disebabkan oleh perbedaan jenis spesies, kemampuan fisiologis organisme, dan kondisi habitat. Bioakumulasi logam dalam suatu organisme tergantung pada bioavailabilitas, absorpsi (up-take), tingkat ambang batas (threshold), dan efisiensi fisiologi organisme dalam mengekskresikan kelebihan logam (14). Kerja utama logam dalam tubuh adalah menghambat kerja enzim dan proses sintesisnya. Efek tersebut timbul akibat adanya interaksi logam dengan gugus sulfidril (SH) pada enzim, dan dapat mempengaruhi berbagai organel subseluler (21). Beberapa penelitian tentang efek logam berat menunjukkan bahwa logam Cu dapat mengganggu perkembangan larva cacing laut Galeolaria caespitosa

(22). Pengaruh logam Cu, Pb, Cd, Cr, Ni, Zn, Hg, Al, dan Fe dapat mengganggu perkembangan embrio dan larva Hydroides elegans (23). Selain itu, pengaruh logam Cu juga dapat menyebabkan penekanan sistem imun (immuno-suppression), penurunan fagositosis, serta pembentukan secretory, dan erythrocytic rosettes pada E. complanata (24). Perubahan fisiologi pada koleksi Namalycastis dapat dipengaruhi oleh logam-logam tersebut, namun mekanisme dan pengaruhnya masih perlu diteliti lebih lanjut.

Pengukuran kandungan logam pada Namalycastis dalam penelitian ini tidak menggunakan seluruh bagian tubuh organisme (whole body) seperti yang dilakukan oleh Athalye dan Gokhale (1991), serta Garces dan Costa (2009). Hal ini dilakukan karena bagian anterior dan posterior tubuh digunakan untuk identifikasi. Perlakuan tersebut mungkin dapat menyebabkan hasil pengukuran kandungan logam yang diperoleh akan lebih rendah dari hasil sebenarnya (menggunakan seluruh bagian tubuh). Rahang (jaws) yang terletak di ujung buccal cavity Nereis bagian anterior tubuh mengandung logam Zn (25). Rahang Polychaeta jenis cacing pasir (Sandworm) mengandung kurang dari 1% total logam Ag, Cd, Cu, Fe, dan Pb dalam tubuh, sedangkan

(21)

Sevi Sawestri: Kandungan Logam Berat pada Polychaeta Namalcycastis sp. dari Muara Sungai...

pada rahang Glycera dibranchiate (Polychaeta: Glyceridae) mengandung sebanyak 13% Cu dari total keseluruhan logam rahang. Parapodia, yang terletak di sepanjang bagian tengah tubuh, merupakan tempat pertukaran gas pada Namalycastis. Parapodia memiliki karakter morfologi lembab, banyak mengandung kapiler darah dan berstruktur tipis. Struktur tersebut memungkinkan logam berdifusi masuk ke dalam tubuh Namalycastis melalui parapodia. Namun demikian, secara umum kandungan logam berat dalam Namalycastis dari Sunda Kelapa lebih tinggi dibandingkan Way Belau.

KESIMPULAN

Pengukuran logam berat menunjukkan bahwa kandungan logam tertinggi dalam Namalycastis dari kedua lokasi adalah Cu. Kandungan logam N. cf borealis dari Sunda Kelapa Teluk Jakarta lebih tinggi dibandingkan dari Way Belau Lampung. Kandungan logam berat pada N. abiuma dari Way Belau lebih rendah dibandingkan N. cf borealis dari Sunda Kelapa dan Way Belau.

DAFTAR PUSTAKA

(1) Khan SA, Murugesan P, Lyla PS, Jaganathan S. 2004. A new indicator macro invertebrate of pollution and utility of graphical tools and diversity indices in pollution monitoring studies. Current Scie 87:1508-1510. (2) Dauer DM. 1993. Biological criteria,

environmental health and estuarine macrobenthic community structure. Mar Poll Bull 26:249-257.

(3) Surugiu V. 2005. The Use of Polychaetes as Indicators of Eutrophication an Organics Enrichment of Coastal

Waters: a Study Case – Romanian Black Sea Coast. Rumania: Analele Ştiinţifice ale Universităţii “Al.I. Cuza” Iaşi.

(4) Baoling W, Ruiping S, Yang DJ. 1985. The Nereidae (Polychaetous Annelids) of the Chinese Coast. Beijing: China Ocean Pr.

(5) Glasby CJ. 1999. The Namanereidinae (Polychaeta: Nereididae). Rec Aust Mus 25:1-144.

(6) Glasby CJ, Mogi M, Takahashi K. 2003. Occurrence of the Polychaete Namalycastis hawaiiensis Johnson, 1903 (Nereididae: Namanereidinae) in Pandanus leaf axils on Palau, West Pacific. The Beagle Rec of The Mus and Art Galleries of The Northern Territory 19:97-99.

(7) Reish DJ, Gerlinger TV. 1997. A review of the toxicological studies with Polychaetous Annelids. Bulletin of Marine Science 60:584-607. (8) Varshney PK, Sahabidi. 1988. Toxicity

of mercury, copper and lead in the Polychaete Namanereis merukensis Horst. Indian J Mar Scien 17:83-84. (9) Muhajair, Edward, Ahmad F. 2004.

Akumulasi logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, dan Cr dalam sedimen di muara Sungai Cisadane, Ciliwung dan Citarum, Teluk Jakarta. Jurnal Sorihi 3:83-98.

(10) Yudha IG. 2007. Kajian pencemaran logam berat di wilayah pesisir kota Bandar Lampung. Di dalam: Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNILA. Lampung: Universitas Lampung.

(11) [IAEA] International Atomic Energy Agency. 1980. Element Analysis of Biological Materials. Vienna: IAEA.

(22)

(12) [BPLHD] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2008. Data Pemantauan Kualitas Air Sungai di Propinsi DKI Jakarta. Jakarta: BPLHD.

(13) Rochyatun E, Rozak A. 2007. Pemantauan kadar logam dalam sedimen di perairan Teluk Jakarta. Makara Sains 11:28-36.

(14) Athalye RP, Gokhale KS. 1991. Heavy metal in the Polychaete Lycastis ouanaryensis from Thane creek, India. Marine Pollution Bulletin 22:233-236. (15) EC. 2001. Commission Regulation

(EC) No 466/2001 of 8 March 2001. Official Journal of European Communities 1:1-77.

(16) FAO. 1983. Compilation of legal limits for hazardous substances in fish and fishery products. FAO Fishery Circular 464:5-100.

(17) FDA. 2001. Fish and Fisheries Products Hazards and Control Guidance, third ed. US: Centre for food Safety and Applied Nutrition US Food and Drug Administration. (18) Shu-ying G, Dong-liang Z. 1994.

Heavy metal concentration and its evaluation in the organisms from Meizhou Bay. Chin j Oceanol Limnol 12:1-6.

(19) Garces J, Costa MH. 2009. Trace metals in populations of Marphysa sanguine (Montagu, 1813) from Sado estuary: effect of body size on accumulation. Scie Mar 73:605-616. (20) Zauke GP, Clason B, Savinov VM,

Savinov T. 2003. Heavy metal of inshore benthic invertebrates from the Barents Sea. The Science of the Total Environment 306:99-110.

(21) Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar.

Jakarta: Universitas Indonesia Press.

(22) Ross KE, Bidwell JR. 2001. A 48-h larval development toxicity test using the marine polychaete. Arch Environ Contam Toxicol 40:489-496.

(23) Thilagam H, Gopalakhrishnan

S, Vijayayel K, Vivek Raja P. 2008. Effluent toxicity test using developmental stages of the marine polychaete Hydroides elegans. Arch Environ Contam Toxicol 54:674-683.

(24) Marcano L et al. 1997. Coelomic fluid lysozyme activity induction in the Polychaete Eurythoe complanata as a biomarker of heavy metal toxicity. Bull Environ Contam Toxicol 59:22-28.

(25) Broomell CC, Mattoni MA, Zok FW,

Herbert W. 2006. Critical role of zinc in hardening of Nereis jaws. J Exp Biol 209:3219-3225.

(23)

Erma Najmiyati dan Dominikus H... : Viabilitas dan Kinerja Konsorsium Mikroba Timur...

VIABILITAS DAN KINERJA KONSORSIUM MIKROBA

PENDEGRADASI HIDROKARBON SETELAH PENYIMPANAN

DALAM PENDINGIN DAN PENYIMPANAN BEKU

Erma Najmiyati dan Dominikus H. Akhadi1)

(Diterima tanggal 15-11-2011; Disetujui tanggal 14-03-2012) ABSTRAK

Penyimpanan jangka pendek mikroba umumnya dilakukan pada suhu dingin non-beku (refrigerator), sedangkan penyimpanan jangka menengah–panjang, harus dalam kondisi beku. Penyimpanan dalam kondisi beku perlu dicegah terbentuknya kristal es di dalam sel, dapat dilakukan dengan pemberian agen krioprotektan seperti gliserol. Telah dilakukan pengujian terhadap 2 koleksi kultur campuran mikroba pendegradasi hidrokarbon yang dimiliki Laboratorium Mikrobiologi, Balai Teknologi Lingkungan BPP Teknologi, yaitu konsorsium A dan B. Hasil menunjukkan bahwa kedua kultur yang disimpan dalam suhu dingin non beku hanya mampu bertahan kurang dari 3 bulan. Sementara jika kultur tersebut disimpan pada suhu beku dapat memperpan-jang umur simpan.. Viabilitas kultur yang disimpan beku selama 3 bulan relatif cukup stabil karena hanya turun rata-rata 1 log. Sementara itu penyimpanan beku selama 6 bulan menyebabkan penurunan viabilitas 2 log, berikutnya penyimpanan hingga 2 tahun menyebabkab viabilitas kembali turun 2 log. Pengujian kinerja dalam mendegradasi hidrokarbon hingga hari ke-14 mampu menurunkan kadar minyak mentah hingga masing-masing 44% untuk konsorsium mikroba A dan 47% untuk konsorsium mikroba B. Kemampuan pulih kultur dipengaruhi oleh konsorsium mikroba. Konsorsium A mempunyai kemampuan pulih lebih rendah dibandingkan konsorsium mikroba B, baik untuk penyimpanan di suhu dingin non beku maupun dingin beku.

Kata kunci: Degradasi hidrokarbon, penyimpanan mikroba, masa simpan, viabilitas mikroba, kinerja degrabilitas1

ABSTRACT

For short term storage, the microbes can generally be stored in non-freezing cold temperatures (ie in refrigerator), while for medium–long term storages, microbes must be stored in a freezing condition, below 0°C. Cell storage in freezing conditions should be prevented from the formation of ice crystals within the cell, can be done by giving a cryoprotectant such as glycerol. Tests conducted on two collections of mixed cultures of hydrocarbon degrading microbes owned by Microbiology Laboratory, Institute of Environmental Technology BPP Technology, showed that both cultures stored in a non-freezing cold temperatures can only survive for less than 3 months. Meanwhile, if the cultures were stored at freezing temperatures the shelf life can extend up to 12 months. Viability of cultures stored at freezing temperature up to 3 months was relatively stable because it only dropped an average of 1 log. Meanwhile, frozen storage up to 6 months lead to decreased on cell viability up to 2 logs and decrease up to 2 logs for 2 years. Microbes consortium A was able to degrade of crude oil 44% and 47% for consortium B for 14 days. The ability of the cells to recover was influenced by the types of microbes. The A mixed culture had lower recovery rate than its counterpart, both for non-freezing and freezing cold storage methods.

Keywords: Hidrocarbon degradation, Microbe preservation, short-time storage, long-time storage, microbes viability,

de-gradebality

1 Balai Teknologi Lingkungan Bapan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gd 412 Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang15314 telp

021-7560919, Fax 021-7563116, email: ermanaj@rocketmail.com, dh_akhadi@yahoo.com

PENDAHULUAN

Penyimpanan mikroba diperlukan karena dalam aplikasi bioremediasi di lapangan, seringkali terjadi perbedaan waktu dan tempat dengan ketika mikroba tersebut diproduksi. Penyimpanan mikroba dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan jangka waktu penyimpanannya yaitu penyimpanan jangka pendek dan penyimpanan jangka panjang.

Penyimpanan, atau preservasi mikroba jangka pendek umumnya dilakukan untuk keperluan rutin penelitian di laboratorium. Sementara itu preservasi jangka panjang dilakukan dalam kaitannya dengan koleksi dan konservasi stok mikroba dengan tujuan apabila suatu saat diperlukan mikroba tersebut dapat ditumbuhkan kembali dan tetap memiliki kinerja seperti semula(1).

(24)

Penyimpanan mikroba pada prinsipnya adalah menghentikan atau mengurangi laju penggunaan energi sel selama masa simpan sehingga mikroba dapat diaktifkan kembali karena masih memiliki energi sel yang cukup atau viabel(1). Viabilitas diartikan sebagai kemampuan suatu isolat untuk tumbuh kembali(2). Dengan kata lain, penyimpanan mikroba dimaksudkan untuk memperpanjang umur mikroba dengan viabilitas yang tetap terpelihara.

Viabilitas mikroba dapat tetap terjaga jika mikroba dipelihara dan disimpan dengan baik. Penyimpanan mikroba harus dilakukan secara tepat agar biakan mikroba tetap hidup dan memiliki ciri-ciri genetik yang stabil dan tidak berubah(3) serta efisien dari segi biaya dan tenaga pemeliharaan(4).

Penentuan teknik penyimpanan mikroba memerlukan penelitian yang rumit, berjangka waktu lama, serta pemantauan yang rutin dan menghabiskan dana yang besar(5). Kebutuhan tersebut berkaitan erat dengan tujuan utama penyimpanan mikroba, yaitu (a) mereduksi atau mengurangi laju metabolisme mikroorganisme hingga sekecil mungkin dengan tetap mempertahankan viabilitasnya dan (b) memelihara sebaik mungkin biakan, sehingga diperoleh angka perolehan (recovery) dan angka kehidupan (survival rate) yang tinggi dengan perubahan ciri-ciri yang minimum. Para ahli mikrobiologi sepakat bahwa kapasitas sel untuk merepliklasi diri dapat dideteksi melalui viabilitasnya(6). Fungsi dan kemampuan kinerja mikroba perlu diaplikasikan dalam pekerjaan bioremediasi untuk mengetahui kemampuannya mendaur-ulang material organik dalam minyak. Proses

degradasi bahan organik termasuk hidrokarbon sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme yang digunakan(4, 8).

Kemampuan mikroba mendegradasi suatu senyawa organik tergantung pada jumlah dan jenis enzim yang dimilikinya dan setiap enzim bekerja secara spesifik pada titik karbon tertentu. Degradasi minyak bumi yang terdiri dari banyak fraksi karbon akan memperoleh hasil yang lebih baik jika menggunakan sistem konsorsium (kultur campuran) mikroba dibandingkan dengan isoat tunggal(9,10). Komponen minyak bumi yang terbesar dan paling mudah didegradasi adalah alkana, karena komponen ini mudah larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel konsorsium. Mikroba yang memiliki kemampuan degradasi elemen alkana mendominasi konsorsium. Sebaliknya komponen minyak bumi yang sulit didegradasi meskipun jumlahnya lebih sedikit daripada jenis alkana namun bersifat lebih toksik sehingga memerlukan jenis mikroba tertentu untuk mendegradasinya. Secara keseluruhan, kemampuan konsorsium mendegradasi cemaran minyak bumi ditentukan oleh kemampuan setiap unsur konsorsium dalam mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang terkandung di dalamnya dengan memanfaatkannya sebagai donor elektron dalam metabolisme sel mikroba. Akhir proses biodegradasi hidrokarbon oleh suatu konsorsium mikroba ditunjukkan oleh terbentuknya gas CO2 dan metana(8).

Aplikasi biodegradasi terhadap tanah tercemar minyak umumnya dilakukan pada fase padat, yang berupa sistem landfarming ataupun sistem biopile. Sistem landfarming cocok digunakan pada tempat-tempat yang memiliki

(25)

Erma Najmiyati dan Dominikus H... : Viabilitas dan Kinerja Konsorsium Mikroba Timur...

lahan yang luas dan datar, sedangkan sistem biopile dipilih jika faktor luas lahan menjadi pembatas sedangkan jumlah tanah yang harus diperlakukan sangat banyak. Dalam prakteknya, sistem biopile memerlukan injeksi oksigen ke dalam tumpukan tanah yang akan dirposes sehingga seringkali disebut juga dengan istilah aerated compost pile.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat viabilitas 2 konsorsium mikroba pendegradasi hidrokarbon yang dimiliki oleh laboratorium Mikrobiologi Balai Teknologi Lingkungan BPP Teknologi. Kedua konsorsium yang diuji sebelumnya telah mengalami proses penyimpanan dalam suhu rendah yaitu 4±0.5ºC (dingin non-beku) dan -20±1ºC (dingin non-beku). Dengan lama masa berturut-turut 1, 3, 6, 12 dan 24 bulan. Secara khusus juga diamati kemampuan mikroba yang telah masa simpan selama 24 bulan dalam suhu dingin beku -20±1ºC dalam kinerjanya mendegradasi minyak menggunakan sistem biopile.

Penelitian ini dilakukan selama 2 tahun dari Maret 2010 hingga Maret 2012. Lokasi penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Balai Teknologi Lingkungan BPPT, yang terletak di Kawasan Puspiptek Serpong, Kota Tengerang Selatan, propinsi Banten.

METODOLOGI

Preparasi Biomassa Mikroba

Bahan utama penelitaian adalah 2 macam konsorsium mikroba yang merupakan koleksi Laboratorium Mikrobiologi Balai Teknologi Lingkungan BPP Teknologi. Konsorsium mikroba dibedakan dari asal mikroba pembentuknya. Konsorsium pertama diberi nama Konsorsium Pedada, terdiri dari 6

isolat mikroba bakteri yang berasal dari tanah tercemar minyak bumi mentah (crude oil) dari pusat pengolahan minyak bumi Pedada Riau milik Badan Operasional Bersama (BOB) PT Bumi Siak Pusako – Pertamina Hulu, Konsorsium kedua diberi nama Konsorsium Kompos, terdiri dari 3 bakteri. yang diisolasi dari kompos.

Kedua konsorsium ditumbuhkan dalam media cair yang mengandung minyak mentah (crude oil), urea dan pupuk NPK dengan rasio C:N:P=20:5:1. Inisiasi kultur dilakukan dengan memasukkan inokulan sebanyak 105CFU/ml.

Pemanenan biomassa mikroba dilakukan ketika pertumbuhan kultur mencapai titik puncak eksponensial yaitu 2 minggu setelah inokulasi.

Biomassa mikroba berupa pellet diperoleh dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm. Pellet yang masih basah selanjutnya siap diperlakukan sesuai dengan tujuan penelitian.

Penyimpanan Mikroba

Pellet mikroba yang akan diperlakukan untuk penyimpanan dingin beku pada suhu -20±1oC diberi agensia anti-beku (cryoprotectant) berupa gliserol steril 100% dengan perbandingan volume pellet:gliserol=1:1. Campuran pellet dan gliserol diaduk perlahan agar pellet terdispersi merata. Setiap 10 ml campuran pellet+gliserol dimasukkan ke dalam botol plastik steril untuk kemudian disimpan di dalam freezer bersuhu -20±1oC. Pellet yang akan disimpan pada suhu 4±0.5oC terlebih dahulu disuspensikan ke dalam air steril dengan perbandingan pellet:air steril=1:1. Suspensi mikroba kemudian dibagi

(26)

ke dalam botol-botol plastik steril dengan volume setiap botol 10 mL.

Inokulasi pada Agar

Mikroba yang telah melalui masa penyimpanan seperti yang ditentukan lalu dikeluarkan dari ruang penyimpan dan diletakkan pada suhu ruang selama 1 jam untuk mengalami proses thawing. Endapan biomassa mikroba dipisahkan dari supernatan, lalu diberi air steril sejumlah volume supernatan yang dibuang. Dilakukan tiga tingkat pengenceran yaitu 10 kali, 100 kali dan 1000 kali. Setiap tingkat pengenceren ditumbuhkan pada cawan petri yang mengandung media nutrient agar (NA) dengan cara...?????. Dilakukan 3 kali ulangan untuk setiap tingkat pengenceran sehingga untuk setiap jenis perlakuan lama penyimpanan mempunyai 9 cawan agar.

Pengamatan Viabilitas Mikroba

Viabilitas mikroba dihitung berdasarkan perolehan koloni bakteri yang berhasil ditumbuhkan kembali di media Nutrient Agar (NA) dengan menggunakan metode penghitungan koloni Total Plate Count (TPC). Penghitungan koloni dilakukan setelah cawan petri yang telah diinokulasi mikroba ditumbuhkan selama 48 jam pada suhu 28±0.5oC. Nilai TPC untuk setiap perlakuan masa simpan diambil dengan merata-rata nilai TPC dari 9 cawan agar untuk perlakuan masa simpan tersebut.

Penghitungan Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) sebagai metode pengukuran kinerja konsorsium.

Kinerja mikroba diuji dalam sistem biopile dengan cara mengukur total kandungan hidrokarbon (TPH) pada awal dan akhir masa percobaan.

Biomassa mikroba yang telah mengalami penyimpanan beku selama 2 tahun disuspensikan ke dalam akuades steril sehingga diperoleh kepadatan 1010-12 CFU/ml. Suspensi mikroba

sebanyak 50 mL lalu disiramkan ke dalam 10 kg tanah, dan kemudian diaduk-aduk supaya mikroba tercampur rata dengan tanah. Minyak mentah (crude oil) sebagai sumber karbon tunggal bagi mikroba diberikan sebanyak 10% berat tanah. Kadar minyak dalam media tanah diukur kembali. pada hari ke-14 (akhir percobaan), dan selisih nilai TPH antara hari pertama dan hari ke-14 tersebut digunakan untuk mengukur kemampuan mikroba dalam mendegradasi minyak. Penetapan TPH dilakukan dengan metode gravimetri.

Ekstraksi TPH dilakukan dengan cara memasukkan 10 gram tanah ke dalam wadah timbal selulosa, lalu ditambahkan 5 g Na2SO4 dan diaduk rata. Ttimbal selulosa ditutup dengan serat kaca (glass wool), lalu dimasukkan ke sokhlet yang berisi n-hexane untuk diekstrak. Proses ekstraksi minyak dari tanah sampel berakhir ketika larutan n-hexane menjadi jernih.

Minyak hasil ekstraksi yang terdapat di dalam labu diberi silica gel sebanyak 10 g dan dilarutkan dengan 100 ml n-hexane dan dibiarkan selama 30 menit hingga silica gel terlarut seluruhnya. Larutan disaring serta dievaporasi kembali dan dioven selama 2 jam. Selanjutnya labu yang berisi minyak tersebut di desikator selama setengah jam dan ditimbang massanya.

Keseluruhan urutan kerja kegiatan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(27)

Erma Najmiyati dan Dominikus H... : Viabilitas dan Kinerja Konsorsium Mikroba Timur...

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Inokulasi mikroba pada media Nutrient Agar sebelum dilakukan penyimpanan (T0) menunjukkan bahwa kedua konsorsium mikroba mempunyai viabilitas yang tinggi. Viabilitas konsorsium menurun bersamaan dengan lamanya waktu simpan dalam kedua kondisi simpan yang diuji, bahkan konsorsium Pedada sudah kehilangan viabilitas jika disimpan lebih dari 3 bulan di suhu 4±0.5oC (Tabel 1). Sebaliknya kedua konsorsium mikroba mampu mempertahankan kemampuan tumbuhnya jika disimpan pada suhu beku -20±1oC hingga 2 tahun.Tabel 1. Viabilitas mikroba setelah penyimpanan dingin 4±0.5oC dalam refrigerator

Viabilitas kedua konsorsium mikroba pada penyimpanan dingin 4±0.5oC mengalami

penurunan yang cukup tinggi, bahkan mencapai angka 2 log jika masa simpan mencapai 3 bulan. Penyimpanan melebihi masa simpan 3 bulan akan menurunkan secara drastis kemampuan tumbuh kembali (rekoveri) kedua konsorsium mikroba yang diuji, dan setelah disimpan selama 1 tahun, kedua konsorsium sudah mampu tumbuh kembali (Tabel 1).

Penyimpanan konsorsium mikroba pada kondisi dingin beku -20±1oC memberikan hasil rekoveri yang lebih baik. Viabilitas mikroba mampu dijaga tetap tinggi dan hanya mengalami penurunan sebesar 2 log setelah disimpan selama 6 bulan. Penurunan viabilitas hingga

2 log merupakan hal yang biasa pada mikroba yang sensitif(10). Tingkat rekoveri konsorsium

mikroba setelah mengalami penyimpanan selama 2 tahun masih cukup tinggi (Gambar 2).

Secara keseluruhan, konsorsium Pedada mempunyai kemampuan simpan yang lebih rendah dibanding konsorsium Kompos baik disimpan di suhu dingin non-beku 4±0.5oC maupun di suhu dingin beku -20±1oC.

Pemeliharaan konsorsium mikroba hingga 2 tahun pada suhu -20±1oC dapat dipertimbangkan mengingat laju penurunan viabilitas antara umur 6 hingga 2 tahun hampir sama dengan penurunan pada rentang umur 0 hingga 6 bulan, yaitu 2 log. Dengan demikian jika mikroba akan disimpan untuk waktu yang lama pada suhu -20±1oC, perlu dilakukan dengan cara mengawalinya dengan tingkat kerapatan lebih dari 106 CFU/ml.

Kedua teknik penyimpanan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan cara penyimpanan dengan penurunan suhu. Prinsip dari penyimpanan bakteri dengan cara demikian adalah memperlambat laju reaksi biokimia yang merugikan mikroba selama disimpan.

Secara umum, mikroba mempunyai kemampuan mempertahankan viabilitas sel lebih tinggi apabila suhu penyimpanannya lebih rendah. Akan tetapi proses pendinginan di bawah suhu di bawah titik beku air (0 oC) akan mengakibatkan terbentuknya

kristal es di luar dan di dalam sel (extra dan intra

Perolehan TPC (CFU/ml)

Konsorsium T0 T1 T2 T3 T4

Pedada 38,5 x 1010 4,36 x 108 28,7 x 108 0

-Kompos 47,0 x 1010 72,6 x 108 35,5 x 108 12,0 x 102

(29)

Erma Najmiyati dan Dominikus H... : Viabilitas dan Kinerja Konsorsium Mikroba Timur...

seluler) yang berakibat rusaknya dinding sel mi-kroba serta ke;lurnya cairan intra sel akibat pen-ingkatan konsentrasi garam dalam larutan. Untuk mencegah terjdinya kristal es tersebut, pemberian senyawa yang bersifat anti beku (cryoprotectant) seperti gliserol menjadi sangat penting. Senyawa ini bekerja dengan cara menurunkan titik beku suspensi sehingga pembentukan kirstal es di dalam sel mikroba dapat diminimalisir.

Gliserol merupakan senyawa anti beku yang umum digunakan untuk tujuan penyimpanan stok sel seperti mikroba. Senyawa ini memiliki kelebihan antara lain mudah diperoleh dan harganya cukup murah. Namun gliserol juga mempunyai efek merugikan yaitu dapat bersifat toksik bagi sel mikroba. Untuk menekan efek merugikan dari gliserol terhadap sel, pada umumnya pemakaian gliserol sebagai agen krioprotektan kurang dari 10%. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan gliserol hingga 50% masih memberikan tingakt viabilitas sel mikroba yang baik.

Gliserol bekerja melindungi jaringan intraseluler dengan cara menembus membran sel dan memodi-fikasi pembentukan kristal es melalui pencegahan peningkatan konsentrasi elektrolit di dalam sel tersebut. Selain itu, gliserol juga mencegah pen-gumpulan molekul H20 dan kristalisasi es pada daerah titik beku larutan (11).

Penyimpanan dengan teknik beku yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari sistem penyimpanan yang telah dikenal dalam preservasi mikroba untuk tujuan jangka panjang, yaitu. melalui penggunaan krioprotektan meskipun penyimpanannya tidak menggunakan freezer khusus material beku (-20 s/d -40oC) atau ultralow freezer (-80oC) ataupun cryogenic freezer (di bawah -150oC).

Kemampuan mikroba mendegradasi minyak setelah melalui masa simpan beku -20oC selama 2 tahun menunjukkan bahwa kedua konsorsium mikroba masih memiliki kemampuan degradasinya. (Tabel 2).

Ket: T0= sebelum disimpan, T1= umur simpan 1 bulan, T2= 3 bulan, T3= 6 bulan, T4= 1tahun

(30)

Konsorsium Kadar minyak hari ke-1 (g/l) Kadar minyak hari ke-14 (g/l) Penurunan TPH(%)

Pedada 6.87 3.82 44,39

Kompos 7.65 3.98 47,97

Tabel 2. Penurunan TPH oleh dua konsorsium mikroba yang telah disimpan dalam kondisi dingin

beku (-20oC) selama 2 tahun

Tabel 2 menunjukkan bahwa konsorsium Pedada memiliki kemampuan degradasi minyak yang lebih rendah dibanding dengan konsorsium Kompos. Hasil ini konsisten dengan kemampuan rekoveri kedua konsorsium tersebut baik disimpan di suhu 4oC maupun -20oC (Tabel 1, Gambar 2).

Kedua konsorsium yang telah mengalami penyimpanan selama 2 tahun masih memiliki kemampuan degradasi antara 44 – 47% minyak mentah yang diberikan dalam waktu 14 hari. Kemampuan degradasi tersebut sedikit lebih rendah dari kemampuan beberapa konsorsium mikroba yang tidak mengalami masa penyimpanan sebelumnya yaitu 49-50% pada hari ke-12 (11). Jika data tersebut dibandingkan dengan tingkat penurunan viabilitasnya yang signifikan, yaitu 4 log (Gambar 2), dapat diartikan bahwa penyimpanan beku pada suhu -20oC selama 2 tahun dapat memelihara performa dan fungsi mikroba dalam mendegradasi minyak.

KESIMPULAN

Viabilitas konsorsium mikroba Pedada dan Kompos mengalami penurunan akibat penyimpanan. Penurunan viabilitas konsorsium semakin tinggi dengan semakin tingginya suhu simpan.

Konsorisum Pedada praktis tidak dapat tumbuh kembali jika disimpan lebih dari 3 bulan pada suhu 4oC , sedangkan konsorisum Kompos mampu bertahan hingga lebih dari 6 bulan pada suhu simpan yang sama.

Penyimpanan pada suhu -20oC dapat mempertahankan viabilitas konsorsium mikroba Pedada dan Kompos hingga masa simpan 2 tahun. Meskipun viabilitas kedua konsorsium mikroba turun cukup besar akibat penyimpanan tersebut tetapi kinerja kedua konsorsium dalam mendegradasi minyak mentah dapat dipertahankan seoptimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

(1) Bjerketorp, J., S. Hakansson, S. Belkin and J.K. Jansson. 2006. Advances in preservation methods: keeping biosensor. Current Opinion in Biotechnology 17:1–7. www. sciencedirect.com Akses 19 April 2011.

(2) Sly, L.I. 1983. Preservation of microbial culture. In Fahy, P.C. and G.J.Persley (Eds.). Plant Bacterial Diseases. A Diagnostic Guide. Academic Press. Sidney. p. 275-298. (3) Doyle, A. 1999. Guidelines for

the establishment and operation of collections of cultures of microorganisms. World Federation for Culture Collection.

(4) Chotiah, S. 2006. Pengaruh proses freeze-drying dan penyimpanan pada suhu kamar terhadap viabilitas dan patogenisitas plasma nutfah mikroba Pasteurella multocida. Buletin Plasma Nutfah Vol.12 No.1. p.40-44.

(31)

Erma Najmiyati dan Dominikus H... : Viabilitas dan Kinerja Konsorsium Mikroba Timur...

(5) Machmud, M. 2001. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba Buletin AgroBio 4(1):24-32. p24-32.

(6) Postgate JR. 1976. Death in macrobes and microbes. In: Gray TRG, Postgate JR (eds) The survival of vegetative microbes. Cambridge: Cambridge University Pres. p 1-18.

(7) Atlas RM. 1981. Microbial degradation of petroleum hydrocarbon: an enviromental perspective. Microbial Review. Vol. 45 No. 1, p. 180-209. (8) Ghazali, MF., Zaliha NR, Abdul

RN, Salleh AB dan Basri M. 2004. Biodegradation of hydrocarbons in soil by microbial consortium. International Biodeterioration and Biodegradation. Vol 54, p 61-67. (9) Udiharto, M., SA Rahayu, A.

Haris dan Zulkifliani. 1995. Peran konsorsium dalam degradasi minyak dan pemanfaatanya dalam penanggulangan minyak buangan. Prosiding Diskuksi Ilmiah VIII (PPPTMGB). Jakarta: Lemigas.

(10) Snell, J.J.S. 1991. General introduction to maintenance methode. In Kirsop, B.E. and A. Doyle (Eds.). Maintenance of Microorganisms and Cultured Cells. Academic Press Limited. p. 21-30.

(11) Mazur, P., 1980. Fundamental aspect of freezing of cell, with emphasis on mammalian ova and embryo . Proceeding 9`h International Congress of animals reproduction and Al 1: 99-114 .

(12) Prayitno, J., A. Mahmudah, E. Lisyastuti. 2010. Degradasi minyak mentah dan solar oleh konsorsium mikroba asal pertambangan minyak Cepu. Ecolab Vol. 4 No. 2. p.81-88.

Gambar

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Isolat Bakteri DM-5
Tabel 2. Kandungan Ion Logam pada Sampel Tanah
Gambar 2. Pengaruh penambahan Mn 2+  terhadap perubahan pH
Gambar 4. Reaksi Biodegradasi Alkana  (2)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan lindung lainnya berupa peruntukan RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf f, ditetapkan minimal seluas 30 % (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan

Biwara berarti surat laporan atau surat keterangan (Prawiroatmojo, 1981: 39). Sehubungan dengan arti kata biwara tersebut, maka pambiwara adalah seseorang yang bertugas

Masyarakat Leuwikidang RT 003/RW 002 Kelurahan Cibunigeulis Kec.Bungursari Kota Tasikmalaya menyadari bahwa dana yang dibutuhkan dalam proposal ini tidak sedikit

Pelaksanaan mekanisme Klaim Verifikasi dalam Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan dilaksanakan dalam periode 5 tahun untuk memberikan kepastian waktu dan kepastian hukum

Keyla memandang lelaki jangkung sedikit berotot yang sedang meracik kopi dibalik meja bar.. Menurutnya hanya topi caplin di kepala cowok itu yang

Data kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

Sedangkan kontrak futures sendiri Menurut Hull (2008: 1) kontrak futures merupakan sebuah perjanjian untuk membeli atau menjual aset pada suatu periode tertentu di masa yang akan

Hasil dari penelitian ini menjawab rumusan masalah tentang struktur, representasi kritik sosial dan model representasi kritik sosial dalam cerpen “Jasa- jasa buat