• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAYU LAPIS (PLYWOOD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAYU LAPIS (PLYWOOD)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS

KAYU LAPIS (PLYWOOD)

Disusun Oleh:

APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Kayu Lapis (Plywood) “.

Tulisan ini berisi tentang gambaran umum secara singkat mengenai pembuatan

dan pengujian kayu lapis. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat

memberikan tambahan informasi dibidang biokomposit kayu.

Akhirnya penulis tetap membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun dengan tujuan untuk menyempurnakan karya tulis ini.

Desember, 2008

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR ...iv

PENDAHULUAN ...1

KAYU LAPIS...2

PEREKAT UREA FORMALDEHIDA (UF)...5

PROSES PEMBUATAN KAYU LAPIS ...6

HASIL DAN PEMBAHASAN ...8

PENUTUP ...14

(4)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

1 Waktu Pengeringan Vinir 7

(5)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Halaman

1 Leathe check pada perbesaran objek 10x dan 30x 10

2 Grafik kadar air rata-rata kayu lapis 11

3 Keteguhan rekat terbuka dan tertutup tipe interior I 12

(6)

PENDAHULUAN

Kayu lapis merupakan produk komposit yang terbuat dari lembaran-lembaran vinir yang direkat bersama dengan susunan bersilangan tegak lurus. Kayu lapis termasuk kedalam salah satu golongan panel struktural, dimana arah penggunaan kayu lapis ini adalah untuk panel-panel struktural. Cikal bakal munculnya kayu lapis terjadi di Mesir sekitar tahun 1500 S.M dimana pada masa tersebut orang-orang Mesir telah mampu membuat vinir untuk menghiasi perabot rumah tangga mereka. Selanjutnya disusul bangsa Yunani dan Roma kuno mengembangkan alat pemotong vinir (Haygreen and Bowyer, 1993). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan bahan konstruksi maka keberadaan industri kayu lapis mulai berkembang.

Perkembangan industri kayu lapis dimulai setelah tahun 1930-an yang ditandai dengan penggunaan kempa panas dari Eropa dan perekat resin sintetis sebagai perkembangan teknik yang memainkan peranan penting pada pertumbuhan awal industri kayu lapis. Pada tahun 1972 di Amerika Serikat ada sekitar 600 perusahaan pembuat kayu lapis dan vinir yang telah mampu mengekspor kayu lapis sebesar US$ 3 milyar (Haygreen and Bowyer, 1993). Di Indonesia sendiri, perkembangan industri kayu lapis terjadi sekitar tahun 1980-an semenjak diberlakukannya larangan ekspor kayu bulat oleh pemerintah. Pada tahun tersebut kondisi hutan di Indonesia masih sangat mendukung perkembangan industri kayu lapis, ketersediaan log-log berdiameter besar dan silindris yang berasal dari hutan alam sebagai syarat utama bahan baku dalam pembuatan kayu lapis masih cukup melimpah.

Lain halnya dengan sekarang, kondisi hutan alam sudah tidak mampu lagi mensuplai kayu berdiameter besar, hal ini berdampak pada terancamnya keberadaan industri kayu lapis yang ada. Ketersediaan bahan baku berkualitas dari hutan alam semakin menurun, telah membuat para ahli dan pelaku industri kayu lapis mulai berpikir mengenai efisiensi dan regulasi terhadap bahan baku (log) untuk membuat kayu lapis.

Melalui perbaikan dan peningkatan teknologi telah berhasil meningkatkan rendemen vinir yang dihasilkan. Persyaratan log berdiameter besar sudah tidak menjadi faktor utama lagi, pemanfaatan log berdiameter kecil sudah bias dipergunakan dalam pembuatan kayu lapis karena di industri kayu lapis telah menggunakan spindles.

(7)

Keberadaan spindles mampu meminimalisasi diameter log yang tersisa setelah proses pengupasan dimana pada saat menggunakan metode konvensional tanpa spindles, diameter log sisa sekitar 15-20 cm telah dapat direduksi menjadi 5 cm sehingga hal ini berakibat pada peningkatan rendemen vinir yang dihasilkan.

KAYU LAPIS

Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun bersilangan tegak lurus bersilangan lembaran vinir yang diikat dengan perekat, minimal 3 (tiga) lapis (SNI, 1992). Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa, kayu lapis adalah produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir atau merekatkan lembaran vinir pada kayu gergajian, dimana kayu gergajian sebagai bagian intinya/core (yang lebih dikenal sebagai wood core plywood). Arah serat pada lembaran vinir untuk face dan core adalah saling tegak lurus, sedangkan antar lembaran vinir untuk face saling sejajar. Youngquist (1999) mengemukakan bahwa kayu lapis merupakan panel datar yang tersusun atas lembaran-lembaran vinir yang disatukan oleh bahan pengikat (perekat) dibawah kondisi pengempaan.

Haygreen dan Bowyer (1993) mengemukakan bahwa kayu lapis merupakan produk panel vinir-vinir kayu yang direkat bersama sehingga arah serat sejumlah vinirnya tegak lurus dan yang lainnya sejajar sumbu panjang panil. Pada kebanyakan tipe kayu lapis, serat setiap dua lapisan sekali diletakkan sejajar yang pertama. Hali ini untuk menjaga keseimbangan dari satu sisi panil ke yang lainnya. Jumlah vinir yang digunakan biasanya ganjil (3, 5, 7, dst), namun ada sejumlah kayu lapis yang diproduksi dengan jumlah vinir genap misalnya kayu lapis dari jenis softwood yang terbuat dari 4 atau 6 vinir dalam hal ini dua vinir sebagai bagian core diletakkan sejajar.

Keunggulan dari kayu lapis dibandingkan dengan kayu solid adalah dimensinya lebih stabil, tidak pecah/ retak pada pinggirnya jika dipaku, keteguhan tarik tegak lurus serat lebih besar, ringan dibandingkan luas permukaannya, bidang yang luas dapat ditutup dalam waktu yang singkat, kuat pegang sekrupnya relative tinggi serta warna, tektsur dan serat dapat diseragamkan sehingga corak atau polanya bisa simetris.

(8)

Penggolongan Kayu Lapis

Berdasarkan penggunaannya, kayu lapis dikelompokkan menjadi dua yaitu interior dan eksterior plywood. Youngquis (1999) mengelompokkan kayu lapis menjadi dua bagian yaitu

1. Kayu lapis konstruksi dan industrial, 2. Kayu lapis hardwood dan dekoratif.

Berdasarkan jenis perekat yang dipergunakan, pengelompokan kayu lapis dibedakan menjadi dua:

1. Kayu lapis Interior yaitu kayu lapis yang penggunaannya didalam ruangan atau dengan kata lain tidak langsung terekspos oleh kondisi lingkungan luar ruangan, perekat yang dipergunakan adalah perekat interior seperti UF, MF dan MUF.

2. Kayu lapis Eksterior yaitu kayu lapis yang penggunaannya diluar ruangan yang terekspos langsung dengan kondisi luar ruangan, perekat yang dipergunakan adalah perekat eksterior seperti PF.

Berdasarkan Vinir mukanya, kayu lapis dikelompokkan menjadi:

1. Ordinary Plywood yaitu kayu lapis dimana vinir mukanya dihasilkan dari proses rotary cutting.

2. Fancy Plywood yaitu kayu lapis dimana vinir mukanya terbuat dari kayu-kayu indah dan dihasilkan dari proses slice cutting atau half rotary cutting.

Manfaat / Kegunaan Kayu Lapis

Menurut Massijaya (2006), penggunaan kayu lapis dikelompokkan menjadi: 1. Konstruksi bangunan

• Paneling: penyekat ruang, pintu, jendela • Bahan pelapis

• Lantai

• Sidding: dinding • Plyform

(9)

2. Konstruksi alat-alat transportasi:

• Pesawat terbang: pelapis dinding bagian dalam • Kereta api: atap, lantai, dinding

• Truk dan trailer: body

Bahan Baku Kayu Lapis

Persyaratan bahan baku untuk kayu lapis dikelompokkan menjadi:

1. Face Veneer:

• Diameter minimal 45 cm

• Log harus lurus, bulat dan silindris • Kayu harus segar

• Tidak terdapat cacat kayu

• Tidak terdapat mata kayu tidak sehat 2. Core Veneer

• Diameter minimal 45 cm • Log minimal 85% silindris

• Diperbolehkan adanya bagian yang bengkok asal tidak parabola • Kayu harus segar

• Boleh ada cacat kayu berupa mata kayu sehat, lapuk hati (diameternya kurang dari 1/3 diameter bontos)

PEREKAT UREA FORMALDEHYDE (UF)

Pizzi (1994) mengemukakan bahwa perekat UF merupakan hasil reaksi polimer kondensasi dari formaldehid dengan urea. Keuntungan dari perekat UF antara lain larut air, keras, tidak mudah terbakar, sifat panasnya baik, tidak berwarna ketika mengeras serta harganya murah.

Hiziroglu (2007) mengemukakan beberapa karakteristik dari perekat Urea-Formaldehyede (CH4 N2O CH2 O)x antara lain:

(10)

• Titik didih: 1000

C • Berat jenis: 1.27 • Solid content: 64.8% • Viskositas: 292 cps

Vick (1999) mengemukakan bahwa perekat UF ada yang berbentuk serbuk atau cair, berwarna putih, garis rekatnya tidak berwarna dan lebih durable apabila dikombinasikan dengan melamin. Penggunaan perekat ini adalah untuk kayu lapis, meubel, papan serat dan papan partikel.

Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa UF tersedia dalam bentuk cair atau serbuk. Resin ini mengeras pada suhu 95-1300C. UF tidak cocok dipakai untuk eksterior, namun kinerjanya dapat diperbaiki dengan penambahan Melamin

Formaldehyde atau Resocynol Formaldehyde sekitar 10-20%. Hasil sambungan

dengan UF tidak berwarna sampai berwarna coklat terang. Kelemahan dari UF antara lain tidak tahan air serta menyebabkan emisi formaldehyde yang berdampak pada kesehatan.

Perekat UF termasuk dalam kelompok perekat termoseting. Dalam pemakaiannya sering ditambahkan hardener, filler, extender dan air. Menurut Rayner (1967) dalam Joyoadikusumo (1984) perekat UF memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap air dingin, agak tahan terhadap air panas, tetapi tidak tahan terhadap perebusan.

PROSES PEMBUATAN KAYU LAPIS

Massijaya (2006) mengemukakan bahwa urutan proses dalam pembuatan kayu lapis adalah sebagai berikut:

• Seleksi log

Log yang akan dipergunakan sebagai kayu lapis diseleksi mulai dari ukuran, bentuk, dan kondisinya terhadap cacat-cacat yang masih diperbolehkan.

• Perlakuan awal pada log

Perlakuan awal ini ditujukan untuk memudahkan dalam proses pengupasan log, terutama untuk kayu yang memiliki kerapatan tinggi. Beberapa perlakuan awal

(11)

pada log diantaranya adalah pemanasan log (dengan air panas, uap panas, uap panas bertekanan tinggi, listrik, memaksa air/ uap panas masuk dari arah longitudinal. Haygreen and Bowyer (1993) dan Tsoumis (1991) mengemukakan beberapa keuntungan dari pemanasan log diantaranya adalah terjadi peningkatkan rendemen sebesar 3-5%, peningkatan kualitas vinir (ketebalan lebih seragam, permukaan lebih halus, retak akibat pengupasan dapat dikurangi), pengurangan biaya pengolahan, pengurangan pemakaian jumlah perekat, mengurangi perbedaan kadar air kayu gubal dan kayu teras, memperbaiki warna kayu, membunuh jamur dan serangga perusak kayu.

• Pengupasan

Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa ada tiga metode pengupasan vinir yaitu (1) Rotary cutting / pelling, (2) Slicing / sayat, (3) Sawing. Proses pelling memproduksi lembaran vinir yang kontinyu, sedangkan slicing memproduksi lembaran vinir yang terputus. Pelling kebanyakan dipergunakan dalam pembuatan kayu lapis tipe ordinary sedangkan slicing untuk fancy plywood. Vinir yang diproduksi dengan proses rotary cutting menghasilkan dua sisi yaitu sisi luar (tight side) dan sisi dalam (loose side). Bagian loose side ini merupakan bagian yang terdapat retak akibat pengupasan yang dikenal dengan

leathe check.

• Penyortiran vinir

Kegiatan ini dilakukan untuk menseleksi vinir setelah proses pengupasan, vinir dipisahkan antara yang rusak dengan yang tidak serta vinir untuk bagian face dan core.

• Pengeringan Vinir

Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air vinir sehingga dapat menghindarkan terjadinya blister pada kayu lapis setelah dilakukan pengempaan panas. Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa temperatur dalam pengeringan vinir sekitar 60-1800C tergantung pada jenis kayu, kadar air awalnya, ketebalan vinir. Berikut disajikan data waktu pengeringan vinir.

(12)

Tabel 1. Waktu Pengeringan Vinir

Jenis Kayu Tebal (mm) KA(%) Suhu (0C) Waktu (min) Jenis Pengering Beech 1.5 50 5-7 80 22 Belt Oak 0.8 40 5-7 100 4 Belt Walnut 0.8 65 8 140 2.5 Drum Oakb 0.6 60-80 10-12 180 1 Jet Sumber: Tsoumis (1991)

b) Beech, birch, cherry, makore, walnut (0.8-1.5 mm)

• Perekatan

Aplikasi pelaburan perekat pada kayu lapis dapat dilakukan dengan cara roller

coater, curtain coater, spry coater, atau liquid and foam extruder (Youngquist,

1999). Perekat yang dapat dipergunakan dalam pembuatan kayu lapis antara lain Phenol Formaldehyde (PF), Urea Formaldehyde (UF), Melamine Urea

Formaldehyde (MUF), Polyurethan dan Isocyanat (Vick, 1999). Tsoumis

(1991) mengemukakan bahwa berat labur (jumlah perekat yang dipersiapkan per satuan luas permukaan vinir) antara 100-500 g/m2 tergantung dari beberapa faktor seperti jenis kayu, jenis perekat serta cara pelaburannya.

• Pengempaan

Menurut Tsoumis (1991) pengempaan dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu

hot press (kempa panas) dan cold press (kempa dingin). Sebagian besar kayu

lapis diproduksi dengan menggunakan kempa panas. Besarnya tekanan berkisar antara 100-250 psi tergantung pada kerapatan kayunya. Untuk jenis kayu berkerapatan rendah (100-150 psi), untuk jenis kayu berkerapatan sedang (150-200 psi) serta untuk kayu berkerapatan tinggi (200-250 psi). Besarnya temperatur pengempaan tergantung pada jenis perekat yang digunakan. UF (1200C) dan PF (1500C). Kempa dingin dilakukan apabila perekat yang dipakai adalah perekat alami atau perekat sintetik yang mengeras pada suhu ruang. Besarnya tekanan pada pengempaan dingin berkisar antara 150-350 psi tergantung pada kerapatan kayu. Penggunaan pengempaan dingin (tekanan mekanik ataupun klem) sulit untuk mendapatkan keseragaman ketebalan pada kayu lapis yang dibuat.

(13)

Pengkondisian dilakukan bertujuan untuk mengurangi sisa tegangan akibat proses pengempaan serta menyesuaikan dengan kondisi lingkungan. Biasanya dilakukan selama 1-2 minggu.

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Leathe Check pada Vinir

Pengukuran leathe check dilakukan pada vinir yang dipergunakan sebagai core. Pengukuran hanya diwakili pada core vinir 4, 6, dan 8. Berdasarkan hasil pengukuran

leathe check diperoleh data sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Pengukuran Leathe Check

Plc Dlc Dlc/Tv Vinir Ulangan (mm) (mm) (%) Core 1 1.0983 0.5590 24.41 2 1.0431 0.5467 23.87 3 1.0416 0.4597 20.07 1 1.6155 0.8768 38.29 2 1.9710 1.2382 54.07 3 2.1290 1.3525 59.06 4 2.0360 1.5052 65.73 5 1.9709 1.2954 56.57 6 1.7182 1.3292 58.04 7 2.8967 1.3652 59.62 8 2.5905 1.2000 52.40 9 3.5848 1.4477 63.22 10 2.4969 1.2112 52.89 11 2.3668 1.3144 57.40 12 2.7445 1.3335 58.23 13 2.1201 1.0667 46.58 14 2.8967 1.3652 59.62 Rata-rata 2.1365 1.1451 50.00 Catatan:

Tebal vinir, baik core maupun surface veneer, diambil dari rata-rata total hasil pengukuran vinir, yaitu: 0,073 cm untuk surface veneer dan 0,229 cm untuk core veneer;

Plc = panjang lathe check (mm); Dlc = kedalaman lathe check/depth of lathe check (mm); Tv = tebal vinir (mm); Dlc/Tv = ratio kedalaman lathe check terhadap tebal vinir (%)

Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, nilai rata-rata panjang leathe check 2.1365 mm, kedalaman leathe check 1.1451 mm serta rasio kedalaman leathe check terhadap tebal vinir sebesar 50% . Terjadinya leathe check ini disebabkan karena ketidaksesuaian posisi bar penekan dengan kayu. Kemungkinan berikutnya disebabkan karena ketajaman mata pisau yang telah berkurang, atau sifat dari lognya dalam hal ini kerapatan dari log yang berpengaruh pada tingkat kekerasan pada log. Berikut ini disajikan gambar hasil pengamatan leathe check pada perbesaran objek 10x dan 30x.

(15)

Kedalaman Leathe check

Panjang Leathe check

Perbesaran 30x

Perbesaran 10x

Gambar 1. Leathe check pada perbesaran objek 10x dan 30x

Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa leathe check terjadi pada vinir yang diproduksi dengan metode rotary cutting / pelling, dimana pada metode ini ada dua bagian penting. Pertama, bagian permukaan vinir yang terkena bar dikenal dengan sebutan tight side dan yang kedua yaitu baian permukaan vinir yang terkena ujung mata pisau dikenal dengan sebutan loose side. Bagian ini merupakan bagian yang

(16)

terdapat retak sejajar serat yang dikenal dengan sebutan leathe check. Namun keberadaan leathe check dapat dikurangi dengan cara menyesuaikan kayu dengan bar penekannya. Efek dari bar penekan terhadap kualitas vinir ada 4 (empat), pertama pada produksi konvensional terjadi retak kecil pada bagian loose side; Kedua, ketidaksesuaian bar penekan berakibat pada terjadinya retak dan kekasaran pada permukaan vinir; Ketiga, penempatan bar dengan ujung mata pisau berjarak 93% dari ketebalan vinir maka vinir yang dihasilkan relatif halus serta retak dapat dikurangi;

Keempat, pada jarak 86% dari ketebalan vinir menyebabkan retak tidak terjadi dan

permukaan vinir menjadi halus. Haygreen and Bowyer (1993) mengemukakan bahwa sisi vinir yang terkena ujung mata pisau merupakan sisi yang kasar. Pengamatan lebih dekat akan menunjukkan retak-retak garis rambut yang disebut dengan retak mesin kupas dengan arah sejajar serat. Apabila kayu lapis diekspos diluar ruangan, maka retak kupas dapat terlihat sebagai retak permukaan.

Kadar Air Kayu Lapis

Nilai kadar air kayu lapis rata-rata disajikan pada Gambar 2.

8.65 8.18 12.85 8.98 18.28 8.30 16.26 17.55 11.89 12.18 11.95 13.65 13.32 10.72 13.13 13.32 6.60 11.93 9.02 11.81 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 P1 P2 P3 P5 P4 P7 P6 P9 P8 P10 Kayu Lapis Ka d a r Ai r SS DS

Gambar 2. Grafik kadar air rata-rata kayu lapis

Berdasarkan Gambar 2, nilai kadar air rata-rata pada kayu lapis hasil praktikum berkisar antara 10.72 – 18.28% (14.5%) pada double spread (DS). Dan 8.65 – 16.26% (12.46%) pada single spread (SS). Nilai kadar air rata-rata tertinggi terdapat pada kayu lapis dengan kode P1 (tanpa ekstensi dan berat labur 110 g/cm2) dengan teknik

(17)

pelaburan double spread (DS), sedangkan nilai kadar air rata-rata terendah terdapat pada kayu lapis dengan kode P7 (ekstensi 25% dan berat labur 130 g/cm2) dengan teknik pelaburan double spread (DS). Keragaman nilai kadar air pada masing-masing kayu lapis ini diduga karena kondisi kadar air awal vinir yang beragam. Berdasarkan grafik tersebut dapat dijelaskan bahwa kadar air pada teknik pelaburan DS sedikit lebih tinggi dibanding dengan SS, hal ini diduga karena pelaburan perekat pada DS kurang homogen/merata sehingga penetrasi dari perekat kurang optimal akibatnya pada dinding sel masih terdapat rongga yang menyebabkan air/uap air masih bisa masuk, karena seperti kita ketahui bahwa kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis.

Keteguhan Rekat Kayu Lapis

Nilai keteguhan rekat rata-rata kayu lapis tipe Interior I disajikan pada Gambar 3.

Keteguhan Rekat Tipe Interior I

0 2 4 6 8 10 12 14 16 P1 P2 P3 P5 P4 P7 P6 P9 P8 P10 Kayu Lapis K e te g uha n R e k a t O PEN S S O PEN DS C LO SE SS C LO SE DS

Gambar 3. Keteguhan rekat terbuka dan tertutup tipe interior I

Berdasarkan Gambar 3, nilai keteguhan rekat tipe Interior I rata-rata pada kayu lapis hasil praktikum berkisar antara 5.85 - 10.76 kg/cm2 (8.31 kg/cm2) untuk keteguhan rekat terbuka dengan teknik pelaburan SS, 5.61 – 12.76 kg/cm2 (9.19 kg/cm2) untuk keteguhan rekat terbuka dengan teknik pelaburan DS, 5.71 – 13.75 kg/cm2 (9.73 kg/cm2 ) untuk keteguhan rekat tertutup dengan teknik pelaburan SS serta 3.06 – 10.75 kg/cm2 (6.91 kg/cm2 ) untuk keteguhan rekat tertutup dengan teknik pelaburan DS.

Nilai keteguhan rekat tipe Interior I rata-rata tertinggi terdapat pada kayu lapis dengan kode P7 (keteguhan rekat tertutup, ekstensi 25% dan berat labur 130 g/cm2) dengan teknik pelaburan single spread (SS), sedangkan nilai keteguhan rekat rata-rata

(18)

rata-rata terendah terdapat pada kayu lapis dengan kode P5 (keteguhan rekat tertutup, ekstensi 20% dan berat labur 120 g/cm2) dengan teknik pelaburan double spread (DS).

Nilai keteguhan rekat rata-rata kayu lapis tipe Interior II disajikan pada Gambar 4.

Keteguhan Rekat Tipe Interior II

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 P1 P2 P3 P5 P4 P7 P6 P9 P8 P10 Kayu Lapis K et eg uh a n R eka t O PEN SS O PEN DS C LO SE SS C LO SE DS

Gambar 4. Keteguhan rekat terbuka dan tertutup tipe interior II

Berdasarkan Gambar 4, nilai keteguhan rekat tipe interior II rata-rata pada kayu lapis hasil praktikum berkisar antara 4.36 - 13.17 kg/cm2 ( 8.77 kg/cm2) untuk keteguhan rekat terbuka dengan teknik pelaburan SS, 3.32 - 12.14 kg/cm2 ( 7.73 kg/cm2) untuk keteguhan rekat terbuka dengan teknik pelaburan DS, 5.85 - 15.37 kg/cm2 ( 10.61 kg/cm2 ) untuk keteguhan rekat tertutup dengan teknik pelaburan SS serta 7.22 - 12.53 kg/cm2 (9.88 kg/cm2 ) untuk keteguhan rekat tertutup dengan teknik pelaburan DS.

Nilai keteguhan rekat tipe Interior II rata-rata tertinggi terdapat pada kayu lapis dengan kode P5 (keteguhan rekat tertutup, ekstensi 20% dan berat labur 120 g/cm2) dengan teknik pelaburan single spread (SS), sedangkan nilai keteguhan rekat rata-rata rata-rata terendah terdapat pada kayu lapis dengan kode P10 (keteguhan rekat terbuka, ekstensi 400% dan berat labur 180 g/cm2) dengan teknik pelaburan double spread (DS).

Berdasarkan Gambar 3 dan 4, secara umum bila dilihat dari tingkat ekstensi pada masing-masing kayu lapis, tren dari grafik tersebut bersifat acak. Peningkatan ekstensi berdasarkan grafik tersebut tidak bisa digambarkan secara jelas pola distribusi

(19)

optimalnya. Menurut literatur yang ada, seharusnya semakin tinggi ekstender yang digunakan dapat berakibat pada penurunan tingkat keteguhan rekat dari kayu lapis. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Panshin et al (1950) dalam Joyoadikusumo (1984), bahwa pemakaian ekstender yang terlalu tinggi akan menaikkan kepekatan perekat dan mengurangi keteguhan rekat. Penurunan daya ikat ini karena ekstender tepung terigu sebagian besar komponennya adalah karbohidrat dan sedikit protein. Sifat mengembang lunak dan larut air dari karbohidrat menyebabkan lemahnya garis perekatan (Hopela, 1949 dalam Joyoadikusumo, 1984). Selanjutnya ditambahkan oleh Brown et al (1952) dalam Joyoadikusumo (1984) bahwa penurunan keteguhan rekat karena ekstender dalam campuran perekat akan mengurangi gaya kohesi perekat terutama bila kadarnya tinggi.

Teknik pelaburan dengan SS memiliki rata-rata keteguhan rekat lebih tinggi dibandingkan dengan DS, hal ini diduga karena dengan SS maka pelaburan perekat lebih merata pada permukaan vinir (karena jumlah perekat dilaburkan pada sisi core) sedangkan pada DS didalam teknik pelaburannya jumlah perekatnya dibagi dua karena bagian permukaan vinir yang dilabur ada dua yaitu face dan core jadi kontak perekat pada bidang luasan yang sama kurang bisa merata dibanding dengan SS.

PENUTUP

• Nilai rata-rata panjang leathe check 2.1365 mm, kedalaman leathe check 1.1451 mm serta rasio kedalaman leathe check terhadap tebal vinir sebesar 50% .

• Nilai kadar air rata-rata tertinggi terdapat pada kayu lapis dengan kode P1 (tanpa ekstensi dan berat labur 110 g/cm2) dengan teknik pelaburan double spread (DS), sedangkan nilai kadar air rata-rata terendah terdapat pada kayu lapis dengan kode P7 (ekstensi 25% dan berat labur 130 g/cm2) dengan teknik pelaburan double

spread (DS)

• Nilai keteguhan rekat tipe Interior I rata-rata tertinggi terdapat pada kayu lapis dengan kode P7 (keteguhan rekat tertutup, ekstensi 25% dan berat labur 130 g/cm2) dengan teknik pelaburan single spread (SS), sedangkan terendah pada kayu lapis dengan kode P5 (keteguhan rekat tertutup, ekstensi 20% dan berat labur 120 g/cm2) dengan teknik pelaburan double spread (DS).

• Nilai keteguhan rekat tipe Interior II rata-rata tertinggi terdapat pada kayu lapis dengan kode P5 (keteguhan rekat tertutup, ekstensi 20% dan berat labur 120 g/cm2)

(20)

dengan teknik pelaburan single spread (SS), sedangkan terendah pada kayu lapis dengan kode P10 (keteguhan rekat terbuka, ekstensi 400% dan berat labur 180 g/cm2) dengan teknik pelaburan double spread (DS).

• Teknik pelaburan dengan SS memiliki nilai kadar air dan keteguhan rekat yang lebih baik dibandingkan dengan DS

REFERENSI

Haygreen and Bowyer. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu (Suatu Pengantar). Diterjemahkan oleh Sutjipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hiziroglu, Salim. 2007. Composite Panel Manufacture From Bamboo-Rice Straw-Eucalyptus In Thailand. Paper disampaikan pada Studium General Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Tanggal 17 Januari 2007. Bogor.

Joyoadikusumo, S. 1984. Pengaruh Kadar Ekstender dan Kadar Bahan Pengawet Dalam Perekat Urea Formaldehyde Terhadap Keteguhan Rekat Kayu Lapis dari Kayu Tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dan Kayu Karet (Hevea

Brasiliensis Muell Arg). Skripsi Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak

dipublikasikan.

Massijaya, M.Y. 2006. Plywood. Bahan Kuliah Ilmu dan Teknologi Kayu. Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor

Pizzi, A. 1994. Advanced Wood Adhesives Technology. Marcel Dekker, Inc. New York. USA

SNI. 1992. Standar Nasional Indonesia untuk Kayu Lapis (SNI 01-2704-1992). Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties,

Utilization. Van Nostrand Reinhold, New York. USA.

Vick, B. Charles. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials. Wood Hand Book: Wood as an Engineering Material. USA.

Youngquist. 1999. Wood Based Composites and Panel Product. Wood Hand Book: Wood as an Engineering Material. USA.

Gambar

Tabel 1.  Waktu Pengeringan Vinir
Tabel 2.  Hasil Pengukuran Leathe Check
Gambar 1.  Leathe check pada perbesaran objek 10x dan 30x
Gambar 2.  Grafik kadar air rata-rata kayu lapis
+3

Referensi

Dokumen terkait

Faktor penyebab pergeseran peran pemangku adat dalam pemerintahan desa di desa banjar benai kecamatan benai kebapaten kuantan singingi yaitu Faktor: kontak dengan

%FNPLSBUJT NFSVQBLBO TBUV FOUJUBT ZBOH NFOKBEJ QFOFHBL XBDBOB DJWJM TPDJFZ EJ NBOB EBMBN NFOKBMBOJ LFIJEVQBO XBSHB OFHBSB NFNJMJLJ LFCFCBTBO QFOVI VOUVL NFOKBMBOLBO

Peningkatan harga CPO dunia pada periode 1992- 1996 dan 1998-2001 menyebabkan peningkatan penerimaan devisa dari ekspor CPO lebih besar daripada penurunan penerimaan devisa

Dari hasil penelitian tampak bahwa rerata skor hasil belajar siswa yang diajar dengan metode pembelajaran pemecahan masalah adalah 8,10, lebih tinggi dari siswa yang

Library Function Reference: berfungsi sebagai library referensi yang memiliki fungsi tertentu dalam file header (contoh stdio.h = standard input output dot header:

diketahui kualitas dari daging sapi, makin lama penyimpanan makin sedikit jumlah pertumbuhan jumlah koloni bakteri, suhu yang dipakai untuk tahap penyimpanan adalah

Dari ketiga defenisi di atas, maka dapat ditarik pengertian lain bahwa zakat merupakan hak-hak orang yang telah ditentukan dalam agama, sehingga orang yang

Oleh sebab itu, nilai laju asupan re- sponden rata – rata tinggi, karena makin lama (jam/ hari) responden berada dalam lokasi penelitian, maka makin besar nilai laju