PERBEDAAN STATUS GIZI BERDASARKAN KEBIASAAN SARAPAN DAN JAJAN SERTA TINGKAT KECUKUPANNYA PADA SISWA KELAS 4 DAN DI SDN PEJATEN BARAT 01 PAGI JAKARTA SELATAN
Astry Melissa Brata, Vitria Melani , Laras Sitoayu
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul Abstract
Breakfast and snacks have an important role in providing the energy needs of schoolchild. According to The data of RISKESDAS 2010, in Indonesia there is the prevalance of malnutrition in the age group 6-12 years, for men by 8,1% dan for women 7,2%. To know the differences of nutrition status based on the breakfast and snack habits as well as their adequacy in grade 4 dan 5 of SDN Pejaten Barat I Pagi South of Jakarta. The type of reseacrh used in this study is an analytical, sampling was taken with Cross Sectional design where data retrieval is only performed on time. The total sample of 150 students with stratified proportion sampling. Univariate data obtained mostly prevalent on male, average 10 years age, breakfast habits of children with less frequency as many as 84 people (56%), snack habits of children with less frequency as many as 91 people (60,7%), the average nutritional status based on the value of Z score (-0,16±1,39), energy sufficiency breakfast is less than 144 people (96%), and energy sufficiency snack is less by 99 people (66%). There is a difference in nutritional status based on the habits of breakfast (p=0,048), there was no difference in the nutritional status based on the habit of eating snacks (p=0,466), there are differences in nutritional status based on energy adequacy breakfast (p=0,023), there was no difference in the nutritional status based on the sufficiency of energy snack (p=0,236). There should be a counseling by health professionals on the importance of breakfast and chose the healthy snack food.
ABSTRAK
Sarapan dan makanan jajanan mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan energi anak sekolah. Menurut data RISKESDAS tahun 2010 di Indonesia terdapat prevalensi gizi kurang pada kelompok umur 6-12 tahun untuk laki-laki sebesar 8,1% dan untuk perempuan 7,2%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan serta tingkat kecukupannya pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan Tahun 2016. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat analitik, pengambilan sampel dengan desain Cross Sectional dimana pengambilan data hanya dilakukan dalam satu waktu. Jumlah sampel sebanyak 150 siswa dengan teknik stratified proporsi sampling. Data univariat yang didapatkan yaitu terbanyak pada jenis kelamin laki-laki, umur rata-rata usia 10 tahun, kebiasaan sarapan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 84 orang (56%), kebiasaan jajan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 91 orang (60,7%), rata-rata status gizi berdasarkan nilai Z score (-0,16±1,39), kecukupan energi sarapan adalah kurang sebanyak 144 orang (96%), dan kecukupan energi jajan adalah kurang sebanyak 99 orang (66%). Ada perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan pagi (p=0,048), tidak ada perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan jajan (p=0,466), ada perbedaan status gizi berdasarkan kecukupan energi sarapan (p=0,023), dan tidak ada perbedaan status gizi berdasarkan kecukupan energi jajan (p=0,236). Perlu diadakan penyuluhan oleh tenaga kesehatan tentang pentingnya sarapan dan memilih makanan jajanan yang sehat.
Kata Kunci : Kebiasaan Sarapan, Kebiasaan Jajan, dan Status Gizi
PENDAHULUAN
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti pemberian makan yang bergizi dapat diberikan dengan penuh
kasih sayang agar menghasilkan SDM yang sehat, cerdas dan produktif (Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).
Sarapan adalah kunci pembuka aktivitas seseorang sepanjang hari. Setiap orang tentu saja membutuhkan energi untuk beraktivitas di pagi hari dan energi itu hanya bisa diperoleh jika sarapan. Terdapat berbagai alasan yang sering kali menyebabkan anak tidak sarapan pagi. Ada yang
merasa waktu terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi atau tidak selera untuk sarapan pagi. Kebiasaan tidak sarapan akan meningkatkan peluang anak sekolah untuk lebih sering mengkonsumsi makanan jajanan (Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011). Sarapan bagi anak sekolah sangatlah penting, karena di waktu sekolah umumnya aktivitas yang dilakukan membutuhkan lebih banyak energi yang cukup besar seperti bermain dan olahraga. Stamina anak agar tetap terjaga selama mengikuti kegiatan sekolah maupun kegiatan ekstrakurikuler, maka anak perlu ditunjang dengan makanan yang bergizi dan berkualitas. Tanpa sarapan pagi, dapat menurunkan kadar gula darah sehingga penyaluran energi berkurang untuk kerja otak. Untuk mempertahankan kadar gula normal, tubuh memecah simpanan glikogen. Bila cadangan habis, tubuh akan kesulitan memasok jatah energi dari gula darah ke otak, yang akhirnya menyebabkan badan gemetar, cepat lelah dan gairah belajar menurun (Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).
Kebiasaan makan pagi termasuk ke dalam salah satu 10 pesan dasar gizi seimbang. Bagi anak sekolah, makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan menyerap pelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar (Pedoman Gizi Seimbang, 2014). Sarapan dapat menyumbang seperempat dari kebutuhan gizi sehari yaitu sekitar 450-500 kalori dengan 8-9 gram protein. Selain kandungan gizinya cukup, bentuk sarapan sebaiknya juga disukai anak-anak dan praktis pembuatannya (Muhilal & Damayanti, 2006).
Kebiasaan jajan pada anak sekolah merupakan hal yang tidak asing lagi, karena anak sekolah menghabiskan waktu sekitar 5 jam di sekolah, maka makanan jajanan memiliki kontribusi yang cukup berperan dalam memenuhi kebutuhan zat gizi anak. Sebagian besar waktunya lebih banyak dihabiskan di luar rumah. Anak apabila sedang lapar lebih suka jajan daripada pulang ke rumah untuk makan. Hal ini tidak berakibat negatif apabila anak dapat memilih makanan jajanan yang nilai gizinya
baik dan terjaga kebersihannya (Puspitasari et al, 1992 dalam Ariesta 2013). Kelompok usia anak sekolah dasar memerlukan energi sekitar 1500-2000 kilokalori setiap hari. Energi sebanyak itu dapat diperoleh dari makanan yang disediakan di rumah dan dari makanan jajanan (Muhilal, 1998 dalam Ulya,N 2013).
Kontribusi makanan jajanan sebaiknya tidak dihilangkan dari konsumsi harian, karena memberikan sumbangan yang cukup berarti. Makanan jajanan juga dapat dijadikan salah satu alternatif pemenuhan sumber zat gizi yang kurang dari konsumsi hariannya. Sebaiknya makanan jajanan yang dikonsumsi menyumbangkan 10-20% energi atau sebesar 192-384 kkal (Syafitri Y, Syarief H & Baliwati Y A. 2009).
Masalah gizi pada anak dapat diatasi melalui perbaikan pola makan di rumah dan di sekolah, dengan menekankan pentingnya membiasakan sarapan pagi sebelum berangkat sekolah dan melakukan jajanan sehat. Masalah gizi utama yang banyak dihadapi oleh anak sekolah adalah gizi kurang yang secara umum disebabkan oleh
adanya kekurangan asupan energi dan protein (Syafitri Y, Syarief H & Baliwati Y A. 2009).
Menurut Data Riskesdas (2010) di Indonesia terdapat prevalensi gizi kurang pada kelompok umur 6-12 tahun untuk laki-laki sebesar 8,1% dan untuk perempuan sebesar 7,2%. Untuk prevalensi gizi lebih pada umur 6-12 tahun untuk laki-laki sebesar 10,7 % dan untuk perempuan sebesar 7,7%. Prevalensi gizi kurang tertinggi terdapat di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 12,4% dan prevalensi gizi kurang terendah terdapat di Provinsi Papua sebesar 4,3%. Untuk DKI Jakarta, prevalensi gizi kurang pada anak laki-laki sebesar 14,9% dan untuk anak perempuan sebesar 10,6%. Prevalensi gizi lebih tertinggi terdapat di Provinsi Papua Barat 14,4% dan prevalensi terendah sebesar 2,1% terdapat di provinsi Maluku. Untuk DKI Jakarta, prevalensi gizi lebih besar sebesar 12,8.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah (2013) yang me-nyatakan bahwa hanya 10,6% dari sarapan anak yang mencukupi energi
>30% dan masih sangat kurangnya pengetahuan anak-anak untuk sarapan dengan makanan yang beranekaragam. Penelitian yang dilakukan Ningsih (2005) pada anak kelas 4, 5, dan 6 di SDN 07 Pagi Jakarta Timur, sebanyak 46,9% responden menyatakan terbiasa sarapan. Hasil penelitian Sofianita (2012) di SDN 03, 04, 09, dan 10 Pondok Labu Jakarta Selatan menunjukkan anak yang biasa sarapan sebesar 71,7%. Hal ini menunjukkan tidak semua anak membiasakan sarapan dan hal ini dapat berdampak dengan terganggunya aktivitas dan fungsi otak dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas. Penelitian Cahya (2012) di SDN Rawamangun 01 Pagi Jakarta Timur pada siswa kelas 4 dan 5, responden yang memiliki kebiasaan makanan jajanan sering, yaitu sebesar 53,3% sedangkan sisanya (46,7%) memiliki kebiasaan konsumsi makanan jajanan tidak sering. Penelitian Syafitri, dkk
(2009) di SDN Lawanggintung 01 Kota Bogor pada siswa kelas 4 dan 5 menyebutkan bahwa konsumsi makanan jajanan siswa sudah melebihi 20% energi, yaitu sebesar 426 kkal. Makanan jajanan siswa memberikan kontribusi terhadap total konsumsi masing-masing sebesar 26 % energi, 18,8% protein, 22,9% lemak. Hal ini menguatkan hasil penelitian Ulya (2003) yang dilakukan pada salah satu sekolah dasar di Jakarta Timur menyebutkan bahwa kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi sehari siswa berkisar antara 10-20%. Energi dari makanan jajanan memberikan kontribusi sebesar 23%, protein, 21,7% protein, 30,1% lemak, 19,5%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan serta tingkat kecukupannya pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian
survey analitik dengan rancangan potong lintang (cross sectional). Penelitian dilaksanakan di SDN
Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan dari bulan Januari sampai Juni 2016. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas 4 dan 5 di Sekolah Dasar
Negeri Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratified random sampling.
Data individu berupa umur, jenis kelamin, dan kebiasaan sarapan dan jajan dengan menggunakan kuesioner. Tinggi badan dan berat badan dikumpulkan dengan cara mengukur langsung tinggi badan dan berat badan anak dengan menggunakan alat microtoise dan timbangan injak. Untuk menghitung
Z-score anak, digunakan software
WHO Anthroplus. Data kecukupan energi dilakukan dengan teknik wawancara pada anak menggunakan kuesioner recall 24 jam sebanyak 2 kali wawancara.
Pengolahan data dilakukan menggunakan alat bantu komputer. Data yang telah selesai dikumpulkan kemudian akan diolah menggunakan aplikasi komputer. Uji t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney digunakan untuk melihat perbedaan diantara variabel-variabel
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis pada tabel 1 menunjukkan bahwa dari 150 responden siswa di SDN Pejaten
Barat 01 Pagi Jakarta Selatan terdapat 46 % (69 responden ) berusia 10 tahun.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Sarapan, Jenis Makanan Sarapan, Kebiasaan Jajan, Jenis Makanan Jajanan,
Tingkat Kecukupan Energi Sarapan, Tingkat Kecukupan Energi Jajan
Variabel n (%) Usia (th) 09 Tahun 7 4,7 10 Tahun 69 46 11 Tahun 12 Tahun 65 9 43,3 6,0 Jenis Kelamin Laki-Laki 78 52 Perempuan 72 48 Kebiasaan Sarapan Jarang 84 56 Sering 66 44 Kebiasaan Jajan Jarang 91 60,7 Sering 59 39,3
Status Gizi Kurang 9 6,0 Normal Lebih 111 30 74,0 20,0 Tingkat Kecukupan Energi
Sarapan Kurang
144 96
Baik 6 4
Tingkat Kecukupan Energi Jajan Kurang 99 66 Baik 51 34
Hasil analisis dapat diketahui dari total 150 responden menunjukkan bahwa responden berusia 10 tahun sebanyak 46%, dan terdapat 78 responden berjenis kelamin laki-laki (52%), 72 responden berjenis kelamin perempuan (48%).
Hasil analisis menunjukkan kebiasaan sarapan pada responden di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan memiliki kebiasaan sarapan dengan kategori jarang sebanyak 84 orang (56%) dan terdapat sebanyak 66 orang (44%) responden dengan kebiasaan sarapan dengan kategori sering. Jenis kebiasaan sarapan responden dalam satu minggu terakhir yang paling sering dijadikan sarapan oleh anak yaitu nasi dan lauk pauk sebanyak 62 anak (41,3%), sedangkan yang paling jarang
dijadikan sarapan oleh anak yaitu berupa sereal sebanyak 3 anak (2,0%).
Hasil analisis menunjukkan kebiasaan sarapan pada responden di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan memiliki kebiasaan jajan jarang sebanyak 60,7% dan responden yang memiliki kebiasaan jajan sering sebesar 39,3%. 12 jenis makanan jajanan yang paling sering dikonsumsi yaitu sebanyak mie telor (26%), sedangkan yang paling jarang dikonsumsi yaitu memilih mie ayam (0,7%).
Hasil analisis yang dilakukan pada 150 siswa sekolah dasar Negeri Pejaten Barat 01 Pagi didapat bahwa rata –rata anak memiliki status gizi normal yaitu -0,15 dengan status gizi terendah ada sangat kurus yaitu -3,41
SD serta status gizi tertinggi adalah obesitas yaitu 3,67 SD.
Hasil analisis menunjukkan tingkat kecukupan energi sarapan pada responden di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan menunjukkan bahwa kecukupan energi sarapan pada siswa SDN
Pejaten Barat 01 Pagi sebagian besar dalam kategori kurang sebesar 96 % sedangkan tingkat kecukupan energi jajan terlihat bahwa sebanyak 66% responden yang tingkat kecukupan energi jajan kurang dan terdapat 34% responden dengan tingkat kecukupan energi baik.
Tabel 2. Tabel Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Kebiasaan Sarapan, Kebiasaan Jajan, Tingkat kecukupan energi dan Tingkat Kecukupan Jajan
Variabel n p value Perbedaan Status Gizi Berdasarkan
Kebiasaan Sarapan
Jarang 84 0,048
Sering 66
Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Kebiasaan Jajan
Jarang 91 0,466
Sering 59
Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi Sarapa Kurang Baik 144 6 0,023
Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi Jajan
Kurang Baik 99 51 0,236
Hasil uji non parametrik
mann-whitney menunjukkan nilai p=0,048
(p<0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna antara status gizi
berdasarkan kebiasan sarapan pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan.
Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian Ulfha
Permata Ariesta hasil uji statistik penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan antara sarapan pagi dan status gizi (p=0,800). Kemungkinan hal ini terjadi karena hubungan/perbedaan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi tidak hanya ditentukan dari frekuensi sarapan saja namun juga dipengaruhi jenis dan porsi makanan yang dimakan saat sarapan pagi. Walaupun responden sering sarapan, namun apabila jenis makanan dan porsi yang dihabiskan tidak memenuhi gizi seimbang maka hal ini tidak berpengaruh terhadap peningkatan status gizi. Responden tetap merasa lapar walaupun sudah sarapan karena energi yang didapat tidak mencukupi kebutuhan energinya untuk aktifitas. Sehingga tetap mengkonsumsi makanan jajanan lain untuk mengisi kekosongan lambung selama jam pelajaran sekolah.
Nelson (1998) dalam Ariesta (2013) mengatakan anak-anak usia sekolah kerap kali mempunyai kebiasaan makan tidak teratur, tidak pada tempatnya, terutama sekali pada waktu sarapan dan makan siang. Kebiasaan makan yang tidak teratur
mengakibatkan kecukupan gizi berkurang dan imunitas tubuh menurun, sehingga dapat dikatakan bahwa selain kebiasaan sarapan, status gizi juga dipengaruhi dari faktor lain antara lain hygiene yang kurang, asupan gizi yang tidak seimbang dengan kebutuhan anak, penyakit infeksi pada anak, pengetahuan keluarga dan letak demografi atau tempat tinggal keluarga.
Hasil uji non parametrik
mann-whitney menunjukkan nilai p=0,466
(p>0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara status gizi berdasarkan kebiasaan jajan pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan.
Hal ini sejalan dengan Ariesta (2013) yang menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara perbedaan status gizi dengan kebiasan jajan. Tidak adanya perbedaan antara status gizi dengan kebiasaan jajan disebabkan oleh jenis makanan yang hanya mengandung karbohidrat saja atau gula saja maka kebutuhan gizi mereka tidak akan
terpenuhi, dan hal ini jelas mempengaruhi status gizi anak, selain itu banyak makanan jajanan yang mengandung zat pengawet, pewarna dan penyedap. Menurut Survei yang dilakukan oleh BPOM kota Depok terhadap anak sekolah (2009) dalam Ariesta (2013), mengemukakan bahwa pengguna bahan tambahan pangan (BTP) berbahaya dalam jangka panjang dapat menyebabkan keracunan bahkan penyakit kritis seperti kanker. Hal ini tentu akan mempengaruhi status gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, maka makanan tersebut baik untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
Pada penelitian di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan bahwa ada perbedaan bermakna antara status gizi dengan tingkat kecukupan energi sarapan pada siswa kelas 4 dan 5 dengan hasil uji non parametrik mann-whitney
menunjukkan nilai p=0,023 (p<0,05). Berdasarkan hasil uji statistik antara tingkat kecukupan energi sarapan dengan status gizi anak menunjukkan hasil terdapat adanya tidak ada perbedaan yang bemakna antara kecukupan energi sarapan
dengan status gizi anak nilai p = 0,023
Terdapat adanya perbedaan status gizi berdasarkan kecukupan energi sarapan. Hal ini sejalan dengan penelitian Ariesta (2013) mengenai hubungan kebiasaan sarapan dan kebiasaan jajan dengan status gizi pada anak Sekolah Dasar 11 Pagi Duri Kepa. Dengan variabel asupan dikategorikan menjadi asupan energi kurang (54,7%) dan energi cukup (42,6%) dari hasil analisis menggunakan uji T-test Independent dan Uji Chi-Square , ada perbedaan antara status gizi dengan asupan energi memiliki nilai p= 0,034 (p>0,05). Dapat dilihat juga dari anak sekolah yang memiliki asupan energi yang belum memenuhi AKG tetapi sebagian besar memiliki status gizi normal.
Pada penelitian di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara status gizi dengan kecukupan energi jajan pada siswa kelas 4 dan 5 dengan hasil uji non parametrik
mann-whitney menunjukkan nilai
Berdasarkan hasil uji statistik antara tingkat kecukupan energi jajan dengan status gizi anak menunjukkan hasil terdapat adanya tidak ada perbedaan yang bemakna antara tingkat kecukupan energi jajan dengan status gizi anak nilai p = 0,236. Hal ini sejalan dengan penelitian Ariesta (2013) menggunakan uji korelasi diperoleh nilai p=0,803 (p>0,05) berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan energi makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar Pola makan dari sebagian besar responden telah mengandalkan jajan sebagai pengganti makanan utama non jajanan. Jika tidak sarapan, maka mereka akan jajan di sekolah. Asupan energi dari makanan non jajanan juga kurang dari kecukupan dan asupan energi lebih banyak dari makanan jajanan. Dalam hal ini belum ada pihak yang dapat memberikan pengetahuan mengenai pola makan sesuai dengan prinsip gizi seimbang baik dalam bagian dari mata pelajaran maupun dengan penyuluhan.
KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menunjukkan ada perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan (p<0,05), Tidak ada perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan jajan (p>0,05). Ada perbedaan status gizi berdasarkan tingkat kecukupan energi sarapan (p<0,05). Tidak ada perbedaan status gizi berdasarkan tingkat kecukupan energi jajan (p>0,05). Pada Siswa pihak sekolah SDN Pejaten Barat 01 Pagi membiasakan untuk sarapan agar asupan zat gizi dapat terpenuhi. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad S, Waluyo, Fatimah Farissa. (2011). Hubungan Kebiasan Sarapan pagi dan Jajan dengan Status Gizi Sekolah Dasar di SDN Kledokan Depok Sleman Yogyakarta. Jurnal Respati. Vol 5 (7): 144-158
Briawan Dodik, Ekayanti Ikeu, Koerniawati Ratu Diah. (2013). Pengaruh Media Kampanye Sarapan Sehat Terhadap Perubahan Pengetahuan, Sikap, dan
Kebiasaan Sarapan Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Bogor.Jurnal Gizi dan
Pangan. Vol 8 (2): 115-122
Hardinsyah. (2013). Analisis jenis, jumlah, dan mutu gizi konsumsi sarapan anak Indonesia. Jurnal Gizi Pangan 8(1): 39-46
Hardinsyah. (2012). Kebiasaan Sarapan Anak Indonesia berdasarkan Data Riskesdas 2010. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol 7(4): 68-75
Hardinsyah. (2013). Analisis jenis, jumlah, dan mutu gizi konsumsi sarapan anak Indonesia. Jurnal Gizi Pangan. Vol 8(1):39-46
Meilinasari, Didit Damayanti, Titus Priyono Harjatmo. (2009). Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Status Gizi Murid Sdi Al-Azhar 6 Jaka Permai Bekasi. Junal Sanitas. Vol 10 (5) : 55-68
Sofianita, Nur Intania., Arini, Firlia Ayu., Meiyetriani, Eflita. (2015). Peran Pengetahuan Gizi dalam Menentukan
Kebiasaan Sarapan Anak-Anak Sekolah Dasar Negeri di Pondok Labu. Jakarta Selatan: Jurnal Gizi Pangan Vol 10 (1) : 57-62
Sobaler AML. (2003) Relationship Between Habitual Breakfast And Intellectual Perfomance (Logical Reasoning in Well-Nourished School Children Of Madrid (Spain). Eur J
Clin Nutr. 26(5):725-732
Ningsih S. (2005). Kebiasaan Sarapan dan Faktor-faktor yang Berhubungan Serta Kaitannya dengan Prestasi Belajar Siswa kelas IV, V, VI SDN 07 Jakarta Timur Tahun 2005. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol 9 (4): 43-60 Soedibyo S, Gunawan H. (2009).
Kebiasaan Sarapan di Kalangan Anak Sekolah Dasar di Poliklinik Umum Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Jurnal Gizi dan
Pangan. Vol 11 (1) : 80-98
Sukiniarti. (2015). Kebiasaan Makan Pagi Pada Anak Usia SD dan Hubungannya dengan
Tingkat Kesehatan dan Prestasi Belajar. Jurnal
Pendidikan Biologi
Indonesia. Vol 1 (3):
315-321
Syafitri Y, Syarief H & Baliwati Y A. (2009). Kebiasaan Jajan Siswa Sekolah Dasar ( Studi Kasus di SDN Lawanggintung 01 Kota Bogor). Jurnal Gizi Pangan Vol 4 (3) : 167-175
Utter, Jennifer et.al, (2007). At-Home Breakfast Consumption among New Zeland Children : Association With Body Mass Index and Related Nutrition Behavior. Journal of American Dietetic Assosiation: Jan 1997: 97,1, ProQuest pg.23.
PERBEDAAN STATUS GIZI BERDASARKAN KEBIASAAN SARAPAN DAN JAJAN SERTA TINGKAT KECUKUPANNYA PADA SISWA KELAS 4 DAN DI SDN PEJATEN BARAT 01 PAGI JAKARTA SELATAN
Astry Melissa Brata, Vitria Melani , Laras Sitoayu
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul Abstract
Breakfast and snacks have an important role in providing the energy needs of schoolchild. According to The data of RISKESDAS 2010, in Indonesia there is the prevalance of malnutrition in the age group 6-12 years, for men by 8,1% dan for women 7,2%. To know the differences of nutrition status based on the breakfast and snack habits as well as their adequacy in grade 4 dan 5 of SDN Pejaten Barat I Pagi South of Jakarta. The type of reseacrh used in this study is an analytical, sampling was taken with Cross Sectional design where data retrieval is only performed on time. The total sample of 150 students with stratified proportion sampling. Univariate data obtained mostly prevalent on male, average 10 years age, breakfast habits of children with less frequency as many as 84 people (56%), snack habits of children with less frequency as many as 91 people (60,7%), the average nutritional status based on the value of Z score (-0,16±1,39), energy sufficiency breakfast is less than 144 people (96%), and energy sufficiency snack is less by 99 people (66%). There is a difference in nutritional status based on the habits of breakfast (p=0,048), there was no difference in the nutritional status based on the habit of eating snacks (p=0,466), there are differences in nutritional status based on energy adequacy breakfast (p=0,023), there was no difference in the nutritional status based on the sufficiency of energy snack (p=0,236). There should be a counseling by health professionals on the importance of breakfast and chose the healthy snack food.
ABSTRAK
Sarapan dan makanan jajanan mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan energi anak sekolah. Menurut data RISKESDAS tahun 2010 di Indonesia terdapat prevalensi gizi kurang pada kelompok umur 6-12 tahun untuk laki-laki sebesar 8,1% dan untuk perempuan 7,2%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan serta tingkat kecukupannya pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan Tahun 2016. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat analitik, pengambilan sampel dengan desain Cross Sectional dimana pengambilan data hanya dilakukan dalam satu waktu. Jumlah sampel sebanyak 150 siswa dengan teknik stratified proporsi sampling. Data univariat yang didapatkan yaitu terbanyak pada jenis kelamin laki-laki, umur rata-rata usia 10 tahun, kebiasaan sarapan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 84 orang (56%), kebiasaan jajan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 91 orang (60,7%), rata-rata status gizi berdasarkan nilai Z score (-0,16±1,39), kecukupan energi sarapan adalah kurang sebanyak 144 orang (96%), dan kecukupan energi jajan adalah kurang sebanyak 99 orang (66%). Ada perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan pagi (p=0,048), tidak ada perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan jajan (p=0,466), ada perbedaan status gizi berdasarkan kecukupan energi sarapan (p=0,023), dan tidak ada perbedaan status gizi berdasarkan kecukupan energi jajan (p=0,236). Perlu diadakan penyuluhan oleh tenaga kesehatan tentang pentingnya sarapan dan memilih makanan jajanan yang sehat.
Kata Kunci : Kebiasaan Sarapan, Kebiasaan Jajan, dan Status Gizi
PENDAHULUAN
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti pemberian makan yang bergizi dapat diberikan dengan penuh
kasih sayang agar menghasilkan SDM yang sehat, cerdas dan produktif (Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).
Sarapan adalah kunci pembuka aktivitas seseorang sepanjang hari. Setiap orang tentu saja membutuhkan energi untuk beraktivitas di pagi hari dan energi itu hanya bisa diperoleh jika sarapan. Terdapat berbagai alasan yang sering kali menyebabkan anak tidak sarapan pagi. Ada yang
merasa waktu terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi atau tidak selera untuk sarapan pagi. Kebiasaan tidak sarapan akan meningkatkan peluang anak sekolah untuk lebih sering mengkonsumsi makanan jajanan (Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011). Sarapan bagi anak sekolah sangatlah penting, karena di waktu sekolah umumnya aktivitas yang dilakukan membutuhkan lebih banyak energi yang cukup besar seperti bermain dan olahraga. Stamina anak agar tetap terjaga selama mengikuti kegiatan sekolah maupun kegiatan ekstrakurikuler, maka anak perlu ditunjang dengan makanan yang bergizi dan berkualitas. Tanpa sarapan pagi, dapat menurunkan kadar gula darah sehingga penyaluran energi berkurang untuk kerja otak. Untuk mempertahankan kadar gula normal, tubuh memecah simpanan glikogen. Bila cadangan habis, tubuh akan kesulitan memasok jatah energi dari gula darah ke otak, yang akhirnya menyebabkan badan gemetar, cepat lelah dan gairah belajar menurun (Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).
Kebiasaan makan pagi termasuk ke dalam salah satu 10 pesan dasar gizi seimbang. Bagi anak sekolah, makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan menyerap pelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar (Pedoman Gizi Seimbang, 2014). Sarapan dapat menyumbang seperempat dari kebutuhan gizi sehari yaitu sekitar 450-500 kalori dengan 8-9 gram protein. Selain kandungan gizinya cukup, bentuk sarapan sebaiknya juga disukai anak-anak dan praktis pembuatannya (Muhilal & Damayanti, 2006).
Kebiasaan jajan pada anak sekolah merupakan hal yang tidak asing lagi, karena anak sekolah menghabiskan waktu sekitar 5 jam di sekolah, maka makanan jajanan memiliki kontribusi yang cukup berperan dalam memenuhi kebutuhan zat gizi anak. Sebagian besar waktunya lebih banyak dihabiskan di luar rumah. Anak apabila sedang lapar lebih suka jajan daripada pulang ke rumah untuk makan. Hal ini tidak berakibat negatif apabila anak dapat memilih makanan jajanan yang nilai gizinya
baik dan terjaga kebersihannya (Puspitasari et al, 1992 dalam Ariesta 2013). Kelompok usia anak sekolah dasar memerlukan energi sekitar 1500-2000 kilokalori setiap hari. Energi sebanyak itu dapat diperoleh dari makanan yang disediakan di rumah dan dari makanan jajanan (Muhilal, 1998 dalam Ulya,N 2013).
Kontribusi makanan jajanan sebaiknya tidak dihilangkan dari konsumsi harian, karena memberikan sumbangan yang cukup berarti. Makanan jajanan juga dapat dijadikan salah satu alternatif pemenuhan sumber zat gizi yang kurang dari konsumsi hariannya. Sebaiknya makanan jajanan yang dikonsumsi menyumbangkan 10-20% energi atau sebesar 192-384 kkal (Syafitri Y, Syarief H & Baliwati Y A. 2009).
Masalah gizi pada anak dapat diatasi melalui perbaikan pola makan di rumah dan di sekolah, dengan menekankan pentingnya membiasakan sarapan pagi sebelum berangkat sekolah dan melakukan jajanan sehat. Masalah gizi utama yang banyak dihadapi oleh anak sekolah adalah gizi kurang yang secara umum disebabkan oleh
adanya kekurangan asupan energi dan protein (Syafitri Y, Syarief H & Baliwati Y A. 2009).
Menurut Data Riskesdas (2010) di Indonesia terdapat prevalensi gizi kurang pada kelompok umur 6-12 tahun untuk laki-laki sebesar 8,1% dan untuk perempuan sebesar 7,2%. Untuk prevalensi gizi lebih pada umur 6-12 tahun untuk laki-laki sebesar 10,7 % dan untuk perempuan sebesar 7,7%. Prevalensi gizi kurang tertinggi terdapat di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 12,4% dan prevalensi gizi kurang terendah terdapat di Provinsi Papua sebesar 4,3%. Untuk DKI Jakarta, prevalensi gizi kurang pada anak laki-laki sebesar 14,9% dan untuk anak perempuan sebesar 10,6%. Prevalensi gizi lebih tertinggi terdapat di Provinsi Papua Barat 14,4% dan prevalensi terendah sebesar 2,1% terdapat di provinsi Maluku. Untuk DKI Jakarta, prevalensi gizi lebih besar sebesar 12,8.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah (2013) yang me-nyatakan bahwa hanya 10,6% dari sarapan anak yang mencukupi energi
>30% dan masih sangat kurangnya pengetahuan anak-anak untuk sarapan dengan makanan yang beranekaragam. Penelitian yang dilakukan Ningsih (2005) pada anak kelas 4, 5, dan 6 di SDN 07 Pagi Jakarta Timur, sebanyak 46,9% responden menyatakan terbiasa sarapan. Hasil penelitian Sofianita (2012) di SDN 03, 04, 09, dan 10 Pondok Labu Jakarta Selatan menunjukkan anak yang biasa sarapan sebesar 71,7%. Hal ini menunjukkan tidak semua anak membiasakan sarapan dan hal ini dapat berdampak dengan terganggunya aktivitas dan fungsi otak dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas. Penelitian Cahya (2012) di SDN Rawamangun 01 Pagi Jakarta Timur pada siswa kelas 4 dan 5, responden yang memiliki kebiasaan makanan jajanan sering, yaitu sebesar 53,3% sedangkan sisanya (46,7%) memiliki kebiasaan konsumsi makanan jajanan tidak sering. Penelitian Syafitri, dkk
(2009) di SDN Lawanggintung 01 Kota Bogor pada siswa kelas 4 dan 5 menyebutkan bahwa konsumsi makanan jajanan siswa sudah melebihi 20% energi, yaitu sebesar 426 kkal. Makanan jajanan siswa memberikan kontribusi terhadap total konsumsi masing-masing sebesar 26 % energi, 18,8% protein, 22,9% lemak. Hal ini menguatkan hasil penelitian Ulya (2003) yang dilakukan pada salah satu sekolah dasar di Jakarta Timur menyebutkan bahwa kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi sehari siswa berkisar antara 10-20%. Energi dari makanan jajanan memberikan kontribusi sebesar 23%, protein, 21,7% protein, 30,1% lemak, 19,5%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan serta tingkat kecukupannya pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian
survey analitik dengan rancangan potong lintang (cross sectional). Penelitian dilaksanakan di SDN
Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan dari bulan Januari sampai Juni 2016. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas 4 dan 5 di Sekolah Dasar
Negeri Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratified random sampling.
Data individu berupa umur, jenis kelamin, dan kebiasaan sarapan dan jajan dengan menggunakan kuesioner. Tinggi badan dan berat badan dikumpulkan dengan cara mengukur langsung tinggi badan dan berat badan anak dengan menggunakan alat microtoise dan timbangan injak. Untuk menghitung
Z-score anak, digunakan software
WHO Anthroplus. Data kecukupan energi dilakukan dengan teknik wawancara pada anak menggunakan kuesioner recall 24 jam sebanyak 2 kali wawancara.
Pengolahan data dilakukan menggunakan alat bantu komputer. Data yang telah selesai dikumpulkan kemudian akan diolah menggunakan aplikasi komputer. Uji t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney digunakan untuk melihat perbedaan diantara variabel-variabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis pada tabel 1 menunjukkan bahwa dari 150 responden siswa di SDN Pejaten
Barat 01 Pagi Jakarta Selatan terdapat 46 % (69 responden ) berusia 10 tahun.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Sarapan, Jenis Makanan Sarapan, Kebiasaan Jajan, Jenis Makanan Jajanan,
Tingkat Kecukupan Energi Sarapan, Tingkat Kecukupan Energi Jajan
Variabel n (%) Usia (th) 09 Tahun 7 4,7 10 Tahun 69 46 11 Tahun 12 Tahun 65 9 43,3 6,0 Jenis Kelamin Laki-Laki 78 52 Perempuan 72 48 Kebiasaan Sarapan Jarang 84 56 Sering 66 44 Kebiasaan Jajan Jarang 91 60,7 Sering 59 39,3
Status Gizi Kurang 9 6,0 Normal Lebih 111 30 74,0 20,0 Tingkat Kecukupan Energi
Sarapan Kurang
144 96
Baik 6 4
Tingkat Kecukupan Energi Jajan Kurang 99 66 Baik 51 34
Hasil analisis dapat diketahui dari total 150 responden menunjukkan bahwa responden berusia 10 tahun sebanyak 46%, dan terdapat 78 responden berjenis kelamin laki-laki (52%), 72 responden berjenis kelamin perempuan (48%).
Hasil analisis menunjukkan kebiasaan sarapan pada responden di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan memiliki kebiasaan sarapan dengan kategori jarang sebanyak 84 orang (56%) dan terdapat sebanyak 66 orang (44%) responden dengan kebiasaan sarapan dengan kategori sering. Jenis kebiasaan sarapan responden dalam satu minggu terakhir yang paling sering dijadikan sarapan oleh anak yaitu nasi dan lauk pauk sebanyak 62 anak (41,3%),
sedangkan yang paling jarang dijadikan sarapan oleh anak yaitu berupa sereal sebanyak 3 anak (2,0%).
Hasil analisis menunjukkan kebiasaan sarapan pada responden di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan memiliki kebiasaan jajan jarang sebanyak 60,7% dan responden yang memiliki kebiasaan jajan sering sebesar 39,3%. 12 jenis makanan jajanan yang paling sering dikonsumsi yaitu sebanyak mie telor (26%), sedangkan yang paling jarang dikonsumsi yaitu memilih mie ayam (0,7%).
Hasil analisis yang dilakukan pada 150 siswa sekolah dasar Negeri Pejaten Barat 01 Pagi didapat bahwa rata –rata anak memiliki status gizi normal yaitu -0,15 dengan status gizi
terendah ada sangat kurus yaitu -3,41 SD serta status gizi tertinggi adalah obesitas yaitu 3,67 SD.
Hasil analisis menunjukkan tingkat kecukupan energi sarapan pada responden di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan menunjukkan bahwa kecukupan energi sarapan pada siswa SDN
Pejaten Barat 01 Pagi sebagian besar dalam kategori kurang sebesar 96 % sedangkan tingkat kecukupan energi jajan terlihat bahwa sebanyak 66% responden yang tingkat kecukupan energi jajan kurang dan terdapat 34% responden dengan tingkat kecukupan energi baik.
Tabel 2. Tabel Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Kebiasaan Sarapan, Kebiasaan Jajan, Tingkat kecukupan energi dan Tingkat Kecukupan Jajan
Variabel n p value Perbedaan Status Gizi Berdasarkan
Kebiasaan Sarapan
Jarang 84 0,048
Sering 66
Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi Sarapan Kurang Baik 144 6 0,023
Hasil uji non parametrik
mann-whitney menunjukkan nilai
p=0,048 (p<0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna antara status gizi berdasarkan kebiasan sarapan pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan.
Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian Ulfha Permata Ariesta hasil uji statistik
penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan antara sarapan pagi dan status gizi (p=0,800). Kemungkinan hal ini terjadi karena hubungan/perbedaan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi tidak hanya ditentukan dari frekuensi sarapan saja namun juga dipengaruhi jenis dan porsi makanan yang dimakan saat sarapan pagi. Walaupun responden sering sarapan, namun apabila jenis makanan dan
porsi yang dihabiskan tidak memenuhi gizi seimbang maka hal ini tidak berpengaruh terhadap peningkatan status gizi. Responden tetap merasa lapar walaupun sudah sarapan karena energi yang didapat tidak mencukupi kebutuhan energinya untuk aktifitas. Sehingga tetap mengkonsumsi makanan jajanan lain untuk mengisi kekosongan lambung selama jam pelajaran sekolah.
Nelson (1998) dalam Ariesta (2013) mengatakan anak-anak usia sekolah kerap kali mempunyai kebiasaan makan tidak teratur, tidak pada tempatnya, terutama sekali pada waktu sarapan dan makan siang. Kebiasaan makan yang tidak teratur mengakibatkan kecukupan gizi berkurang dan imunitas tubuh menurun, sehingga dapat dikatakan bahwa selain kebiasaan sarapan, status gizi juga dipengaruhi dari faktor lain antara lain hygiene yang kurang, asupan gizi yang tidak seimbang dengan kebutuhan anak, penyakit infeksi pada anak, pengetahuan keluarga dan letak demografi atau tempat tinggal keluarga.
Pada penelitian di SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan bahwa ada perbedaan bermakna antara status gizi dengan tingkat kecukupan energi sarapan pada siswa kelas 4 dan 5 dengan hasil uji non parametrik mann-whitney
menunjukkan nilai p=0,023 (p<0,05). Berdasarkan hasil uji statistik antara tingkat kecukupan energi sarapan dengan status gizi anak menunjukkan hasil terdapat adanya ada perbedaan yang bemakna antara kecukupan energi sarapan dengan status gizi anak nilai p = 0,023
Hal ini sejalan dengan penelitian Ariesta (2013) mengenai hubungan kebiasaan sarapan dan kebiasaan jajan dengan status gizi pada anak Sekolah Dasar 11 Pagi Duri Kepa. Dengan variabel asupan dikategorikan menjadi asupan energi kurang (54,7%) dan energi cukup (42,6%) dari hasil analisis menggunakan uji T-test Independent dan Uji Chi-Square , ada perbedaan antara status gizi dengan asupan energi memiliki nilai p= 0,034 (p>0,05). Dapat dilihat juga dari anak sekolah yang memiliki asupan energi yang belum memenuhi AKG
tetapi sebagian besar memiliki status gizi normal.
KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menunjukkan ada perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan (p<0,05), Ada perbedaan status gizi berdasarkan tingkat kecukupan energi sarapan (p<0,05). Pada Siswa pihak sekolah SDN Pejaten Barat 01 Pagi membiasakan untuk sarapan agar asupan zat gizi dapat terpenuhi. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad S, Waluyo, Fatimah Farissa. (2011). Hubungan Kebiasan Sarapan pagi dan Jajan dengan Status Gizi Sekolah Dasar di SDN Kledokan Depok Sleman Yogyakarta. Jurnal Respati. Vol 5 (7): 144-158
Briawan Dodik, Ekayanti Ikeu, Koerniawati Ratu Diah. (2013). Pengaruh Media Kampanye Sarapan Sehat Terhadap Perubahan Pengetahuan, Sikap, dan Kebiasaan Sarapan Anak Sekolah Dasar di Kabupaten
Bogor.Jurnal Gizi dan Pangan. Vol 8 (2): 115-122
Hardinsyah. (2013). Analisis jenis, jumlah, dan mutu gizi konsumsi sarapan anak Indonesia. Jurnal Gizi Pangan 8(1): 39-46
Hardinsyah. (2012). Kebiasaan Sarapan Anak Indonesia berdasarkan Data Riskesdas 2010. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol 7(4): 68-75
Hardinsyah. (2013). Analisis jenis, jumlah, dan mutu gizi konsumsi sarapan anak Indonesia. Jurnal Gizi Pangan. Vol 8(1):39-46
Meilinasari, Didit Damayanti, Titus Priyono Harjatmo. (2009). Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Status Gizi Murid Sdi Al-Azhar 6 Jaka Permai Bekasi. Junal Sanitas. Vol 10 (5) : 55-68
Sofianita, Nur Intania., Arini, Firlia Ayu., Meiyetriani, Eflita. (2015). Peran Pengetahuan Gizi dalam Menentukan Kebiasaan Sarapan Anak-Anak Sekolah Dasar Negeri di Pondok Labu. Jakarta Selatan: Jurnal Gizi Pangan Vol 10 (1) : 57-62
Sobaler AML. (2003) Relationship Between Habitual Breakfast And Intellectual Perfomance (Logical Reasoning in Well-Nourished School Children Of Madrid (Spain). Eur J
Clin Nutr. 26(5):725-732
Ningsih S. (2005). Kebiasaan Sarapan dan Faktor-faktor yang Berhubungan Serta Kaitannya dengan Prestasi Belajar Siswa kelas IV, V, VI SDN 07 Jakarta Timur Tahun 2005. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol 9 (4): 43-60 Soedibyo S, Gunawan H. (2009).
Kebiasaan Sarapan di Kalangan Anak Sekolah Dasar di Poliklinik Umum Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Jurnal Gizi dan
Pangan. Vol 11 (1) : 80-98
Sukiniarti. (2015). Kebiasaan Makan Pagi Pada Anak Usia SD dan Hubungannya dengan Tingkat Kesehatan dan Prestasi Belajar. Jurnal
Pendidikan Biologi
Indonesia. Vol 1 (3):
315-321
Syafitri Y, Syarief H & Baliwati Y A. (2009). Kebiasaan Jajan Siswa Sekolah Dasar ( Studi Kasus di SDN Lawanggintung 01 Kota Bogor). Jurnal Gizi Pangan Vol 4 (3) : 167-175
Utter, Jennifer et.al, (2007). At-Home Breakfast Consumption among New Zeland Children : Association With Body Mass Index and Related Nutrition Behavior. Journal of American Dietetic Assosiation: Jan 1997: 97,1, ProQuest pg.23.