• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut WHO disabilitas adalah suatu ketidak mampuan melaksanakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut WHO disabilitas adalah suatu ketidak mampuan melaksanakan"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Disabilitas pada Osteoartritis Lutut

Menurut WHO disabilitas adalah suatu ketidak mampuan melaksanakan suatu aktivitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi kehilangan atau ketidak mampuan baik psikologis, fisiologis, maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis. (Kemenpppa, 2014)

Bagian tubuh yang mengalami cidera atau kerusakan akibat dari banyak faktor yang salah satu nya osteoartritis lutut adalah suatu kondisi karena dari proses degenerasi pada tubuh individu tersebut. proses tersebut dapat terus berkembang menjadi disabilitas, dimana disabilitas lebih merupakan akibat dan bukan penyebab bagi ketidakmampuan seseorang untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat, jadi disabilitas adalah istilah payung yang mengacu pada keberfungsian individu yaitu kecacatan, keterbatasan aktivitas dan pembatasan partisipasi (ICF dikutip Arthtritis foundation, 2014). salah satunya disabilitas karena gangguan dari tungkai bawah, hal ini dapat mengganggu performance seseorang terutama saat beraktivitas.

Mengenai osteoartritis lutut kompartemen medial tibiofemoral, lateral tibiofemoral dan bagian femoropatellar, misalnya bentuk kelainan varus/ kerusakan medial tibiofemoral, atau valgus/kerusakan lateral tibiofemoral. Kelainan varus atau valgus dapat mempengaruhi lingkup gerak sendi (range of

(2)

motion) dan mempercepat penyempitan celah sendi disebut instabiliti pada lutut (ligamentum laxity).

Gambar; 2.1 Kelainan varus atau valgus dapat mempengaruhi stabilitas sendi (Hadi. 2009)

Osteoartritis dapat mengubah postur, alignment pola jalan dan tingkat aktivitas fisik, yang sedikit banyaknya dipengaruhi peran adanya perubahan biomekanik sendi (Tamin. 2010)

Osteoartritis lutut merupakan penyakit penyebab disabilitas yang sering ditemukan pada orang tua, sehingga mempengaruhi fungsi dan kualitas hidup penderita. Insidensi dan beratnya gejala OA lutut meningkat secara eksponensial setelah usia 50 tahun. Prevalensi osteoartritis lutut ini diperkirakan akan semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya prevalensi faktor resiko osteoartritis seperti obesitas dan meningkatnya usia harapan hidup. Osteoartritis dapat menyebabkan terjadinya disabilitas sebagai akibat nyeri, inflamasi dan kekakuan sendi. Penyakit ini merupakan penyakit utama yang menyebabkan terjadinya disabilitas di Amerika Serikat. Pada tahun 2003 biaya langsung yang digunakan untuk penyakit ini sekitar 81 juta dolar dan biaya tidak langsung sekitar 47 juta dolar (Di Cesare PE, et al 2008). Di Indonesia di perkirakan 1-2 juta usia lanjut menderita cacat karena osteoartritis (Soeroso, dkk; 2006 ).

(3)

2.2 Anatomi Dan Fisiologi Sendi Lutut

Sendi lutut merupakan bagian dari extremitas inferior yang menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Fungsi dari sendi lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki. Dan untuk menggerakkan kaki ini juga diperlukan antara lain : 1). Otot- otot yang membantu menggerakkan sendi, 2). Capsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang bersendi supaya jangan lepas bila bergerak, 3). Adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang mengatur luasnya gerakan, 4). Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antara tulang pada permukaan sendi. 5). Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang merupakan penghubung kedua buah tulang yang bersendi sehingga tulang menjadi kuat untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh.

Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis proksimalis, tulang tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa sendi yang terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang femur dan patella disebut articulatio patella femoral, antara tulang tibia dengan tulang femur disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia dengan tulang fibula proximal disebut articulatio tibio fibular proksimal (Kisner and Colby, 2013).

Sendi lutut merupakan suatu sendi yang disusun oleh beberapa tulang , ligament beserta otot, sehingga dapat membentuk suatu kesatuan yang disebut dengan sendi lutut atau knee joint. Anatomi sendi lutut terdiri dari:

(4)

2.2.1 Tulang Tulang pembentuk sendi lutut a. Tulang Femur

Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum membentuk kepala sendi yang disebut caput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris terdapat taju yang disebut trochantor mayor dan trochantor minor, di bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis, di antara kedua condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa condylus (Syaifuddin, 2013).

b. Tulang Tibia

Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus medialis. (Syaifuddin, 2013).

c. Tulang Fibula

Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya. Terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralis atau mata kaki luar. (Syaifuddin, 2013).

d. Tulang Patella

Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah

(5)

hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada posisi flexi lutut 90 derajat, kedudukan patella di antara kedua condylus femur dan saat extensi maka patella terletak pada permukaan anterior femur (Syaifuddin, 2013).

Gambar: 2.2 Patellofemoral joint (Putz and Pabst, 2008)

2.2.2. Ligamentum Pada Sendi Lutut

Ligamen merupakan stabilisasi pasif pada struktur tulang itu sendiri.Ligamen berdiri sendiri dan merupakan penebalan dari tunica fibrosus. Stabilisator pasif sendi lutut terdiri dari beberapa ligament yaitu ligament collateral, ligamen cruciatum, ligamen transversus genu yang berkelompok dalam satu group disebut Ligamentum Extracapsular, sedangkan ligamen Popliteum obliqum dan ligamen patella disebut ligamen kapsuler (Putz and Pabst, 2008)

Ligament cruciatum memegang peranan sebagai stabilitas utama sendi lutut dimana ligament cruciatum anterior membentang dari bagian anterior tibia melekat pada bagian lateral condilus lateralis femur yang berfungsi sebagai penahan gerak translasi os.tibia terhadap os.femur kearah anterior mencegah

(6)

hyperektensi lutut dan membantu saat roling dan gliding sendi lutut. Sedangkan ligament cruciatum posterior merupakan ligamen terkuat dari sendi lutut, ligamen ini berbentuk kipas membentang dari bagian posterior tibia ke bagian depan atas dan melekat pada condilus medialis femur, ligamen ini berfungsi sebagai penahan gerak translasi os tibia terhadap os femur ke arah posterior (Putz and Pabst, 2008).

Ligament collateral berfungsi sebagai penahan berat badan baik dari medial maupun lateral. Arah ligament collateral lateral dan medial akan memberikan gaya bersilang sehingga akan memperkuat stabilitas sendi terutama pada posisi ekstensi. Ligament collateral medial terletak lebih posterior di permukaan medial sendi tibiofemoral, seluruh ligament collateral medial memegang pada gerakan full ROM ekstensi lutut. Ligament collateral lateral membentang dari permukaan luar condilus lateralis femoris ke arah caput fibula, dalam gerakan flexi lutut ligamen ini sisi lateral lutut (Putz and Pabst, 2008).

Ligamentum popliteum obliquum merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari ligamentum ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m. popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m. semimembranosus (Putz and Pabst, 2008).

Ligamentum Patellae melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah melekat pada tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak intra

(7)

patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra patellaris superficialis memisahkan ligamentum ini dari kulit.

Ligamentum transversum lutut terletak membentang paling depan dan menghubungkannya dua insertio dari kedua meniscus lateral dan medial , terdiri dari jaringan connective (Putz and Pabst, 2008).

Semua ligament tersebut berfungsi sebagai fiksator dan stabilisator sendi lutut. Di samping ligament ada juga bursa pada sendi lutut. Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membran synovial. Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain : (a) bursa popliteus, (b) bursa supra patellaris, (c) bursa infra patellaris, (d) bursa subcutan prapatellaris, (e) bursa sub patellaris, (f) bursa prapatellaris (Safrin Arifin dan Sriyani, 2013).

2.2.3. Sistem Otot

Otot merupakan suatu jaringan yang dapat dieksitasi yang kegiatannya berupa kontraksi, sehingga otot dapat digunakan untuk memindahkan bagian-bagian skelet yang berarti suatu gerakan dapat terjadi. Hal ini terjadi karena otot mempunyai kemampuan untuk eksten-sibilitas, elastisitas, dan kontraktilitas.

Lutut diperkuat oleh dua group otot besar yaitu group ekstensor dan group flexor lutut. Otot kuadrisep berperan penting dalam meneruskan beban melintasi sendi lutut. Otot quadrisep merupakan otot ekstensor utama sendi lutut yang sangat penting untuk menjaga stabilitas dan fungsi sendi lutut. quadricep femoris terdiri dari empat otot yaitu rektus femoris, vastus medialis, vastus lateralis dan vastus intermedialis adalah otot penggerak utama sendi lutut yang terletak di

(8)

bagian anterior, bagian posterior adalah musculus biceps femoris, musculus semitendinosus, musculus semimembranosus, musculus Gastrocnemius, bagian medial adalah otot pes anserinus yang terdiri musculus Sartorius, gracilis dan semi tendinosus, dan bagian lateral adalah musculus Tensorfacialatae (Syaifuddin, 2013)

Otot – otot mempunyai fungsi pada sendi lutut sebagai Flexi - flexor adalah M. biceps femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus, dibantu oleh m. gracilis, m. sartorius, dan m.popliteus. flexi dibatasi oleh kontak bagian belakang tungkai bawah dengan tungkai atas. Dan Extensi - extensor adalah M. quadriceps femoris. Extensi dihambat oleh kekuatan seluruh ligamentum-ligamentum utama sendi. Rotasi Medial lutut adalah M. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus kemudian Rotasi Lateral dlakukan oleh peran M. biceps femoris (Safrin dan Sriyani, 2013, Putz and Pabst, 2008).

Otot quadrisep merupakan otot yang sangat besar dan kuat yang mampu menerima beban sampai 4450 Newton atau 2200 kg. Mekanisme otot quadrisep menstabilkan patela pada semua sisi dan mengatur gerakan antara patela dan femur. Mekanisme kerja quadrisep ini dibutuhkan seperti saat berjalan otot quadriceps memberi control fleksi lutut saat initial contact (loading respons) kemudian ektensi lutut untuk midstance kemudian preswing heel-off to toe off pada aktifitas berjalan dan dalam mempertahankan fungsi sendi lutut saat melakukan gerakan closed-kinetic chain untuk mengangkat atau menurunkan tubuh, dan jika fungsi otot quadriceps terganggu tentu control gerak tersebut tidak dapat dilakukan dengan benar. (Kisner and Colby, 2013)

(9)

Otot hamstring mengontrol ayunan kaki kedepan selama terminal swing, hamstring juga memberi support pada posterior sendi lutut ketika lutut extensi selama phase stance. Kelemahan otot hamstring dapat menimbulkan genu recurvatum (Kisner and Colby, 2013).

Pada pemeriksaan EMG, diketahui bahwa kontraksi seluruh otot kuadrisep terjadi pada rentang gerak 0-80o fleksi lutut. Kekuatan puncak otot kuadrisep ada pada rentang 60-700 fleksi lutut. Vastus medialis, yang merupakan otot yang paling aktif dari ketiga otot vasti, bertanggung jawab pada 20-30o terakhir pada mekanisme gerak ekstensi lutut. (Hamillton, et al. 2008)

Stabilitas sendi lutut tergantung pada tonus otot-otot kuat yang bekerja pada sendi dan kekuatan ligamentum-ligamentum.

2.2.4. Persarafan sendi lutut

Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan pada sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh : 1). N. Femoralis, 2). Obturatorius, 3). N. Peroneus communis, dan 4). Tibialis

2.2.5. Suplai Darah

Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah disekitar sendi ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending genicular arteri femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri circumflexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior (Guyton and Hall, 2011).

(10)

Aliran vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian akan memasuki vena femoralis.

2.2.6 Biomekanik sendi lutut

Aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi, yaitu melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada daerah condylus medialis. Secara biomekanik, beban yang diterima sendi lutut dalam keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga resultannya akan jatuh di bagian sentral sendi lutut (Kisner and Colby, 2013).

a. Osteokinematika

Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerakan fleksi dan ekstensi pada bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130 derajat, bila posisi hip fleksi penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip ekstensi penuh, untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi antara 0 – 10 derajat gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi antara 30 – 35 derajat, sedangkan untuk eksorotasi antara 40-45 derajat dari posisi awal mid posision. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi lutut fleksi 90 derajat (Kapandji, 2010), gerakan yang terjadi pada kedua permukaan tulang meliputi gerakan roling dan sliding. Saat tulang femur yang bergerak maka, gerakan roling ke arah belakang dan sliding ke arah depan (berlawanan arah). Saat fleksi, femur roling ke arah belakang dan sliding ke belakang, untuk gerakan ekstensi, roling ke depan dan sliding ke belakang. Saat tibia yang bergerak fleksi adapun ekstensi maka roling maupun sliding bergerak searah, saat fleksi maka roling maupun

(11)

sliding bergerak searah, saat fleksi roling dan sliding ke arah belakang, sedangkan saat ekstensi roling dan sliding bergerak ke arah depan.

b. Artrokinematika

Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak roling dan sliding berlawanan arah, disaat terjadi gerak fleksi femur roling ke arah belakang dan nya ke depan, saat gerakan ekstensi femur roling kearah depannya sliding-nya ke belakang. Jika tibia bergerak fleksi ataupun ekstensi maka roling maupun sliding terjadi searah, saat fleksi menuju dorsal, sedangkan ekstensi menuju ventral (Kisner and Colby 2013).

2.3. Osteoartritis Lutut

Osteoartritis adalah kelainan pada tulang sendi yang merupakan akibat dari proses mekanik dan biologik yang menyebabkan ketidakstabilan serta penurunan sintesis tulang rawan subkondral dan artikular. Hal tersebut dapat dipicu oleh berbagai faktor, yaitu genetik, perkembangan, metabolik dan traumatik. (Soeroso, dkk; 2006)

2.3.1. Patogenesa Terjadinya Osteoartritis Lutut Deformitas

Proses degradasi yang progresif pada kartilago sendi dan jaringan sekitar sendi termasuk otot, tulang dan ligamen merupakan karakteristik perubahan histopatologis pada Osteoarthritis. Edema dan degradasi struktur molekular dari kartilago sendi mengurangi kemampuan jaringan ini untuk menurunkan beban yang melewati lutut atau mengurangi gesekan dalam sendi selama gerakan. Selain itu, kondisi ini juga disertai dengan skeloris tulang subkondral, laksitas ligamen

(12)

dan fungsi otot yang menurun menyebabkan penyakit ini berlangsung secara kronis. Faktor risiko terjadinya proses tersebut adalah usia lanjut, perempuan, obesitas, kelemahan otot dan riwayat trauma. Pencetus proses patologis ini diduga adalah beban mekanis, yang menyebabkan proses perusakan jaringan yang berlangsung lebih cepat daripada kemampuan tubuh memperbaikinya. (Felson, et al, 2004)

Osteoartritis merupakan akibat dari kegagalan kondrosit untuk mempertahankan keseimbangan antara degradasi dengan sintesis matriks ekstraselular. Berbagai proteinase seperti matriks metalloproteinase turut berperan dalan proses perusakan kartilago. Selain itu, proinflamatory cytokines yang disintesa oleh kondrosit dan synoviocytes dapat memicu dihasilkannya enzim-enzim yang menyebabkan terjadinya degradasi kartilago. Mediator inflamasi lain termasuk prostaglandin dan jenis reactive oxygen juga turut berkonstribusi dalam patogenesis Osteoartritis. (Anestherita, 2013)

Faktor mekanis sangat penting dalam homeostasis kartilago dan stres mekanik berperan secara signifikan dalam terjadinya penyakit maupun progresivitasnya. Terdapat beberapa mekanisme yang menyebabkan stres mekanik pada sendi. Seringkali diawali cedera pada sendi yang mekanisme proteksinya tidak baik. Pelindung sendi meliputi: kapsul sendi, ligamen, otot, sensori aferen dan tulang di dalamnya.

Kapsul sendi dan ligamen melindungi sendi dengan membatasi excursion, sehingga memfiksasi ruang lingkup sendi. Cairan sinovial mengurangi gesekan di antara permukaan kartilago artikuler, berperan sebagai pelindung utama terhadap

(13)

gesekan pada kartilago. Fungsi lubrikasi bergantung pada molekul lubricin, suatu glycoprotein mucinous yang disekresi oleh sel fibroblast sinovial yang konsentrasinya menurun setelah cedera sendi atau saat inflamasi sendi. (Fauci, et al, 2008)

Otot dan tendon memberikan tegangan yang sesuai pada saat excursion sendi untuk melindungi sendi dan mengantisipasi beban yang melewatinya. Stres fokal yang melewati sendi diminimalkan dengan kontraksi otot yang mengurangi benturan pada sendi. Tulang yang berada di bawah kartilago juga dapat berfungsi sebagai shock absorbent. Kegagalan mekanisme pelindung sendi ini akan meningkatkan risiko cedera sendi dan OA. (Fauci, et al, 2008)

Sebuah penelitian mengenai massa otot di Jepang menunjukkan bahwa total lean body mass ekstremitas bawah pada perempuan yang menderita OA genu lebih rendah secara signifikan daripada subjek kontrolnya yang merupakan individu sehat. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa penurunan massa otot merupakan risiko terjadinya OA lutut. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa massa otot total tubuh memiliki hubungan positif dengan volume kartilago tibia dan peningkatan massa otot juga berhubungan dengan penurunan kecepatan kerusakan kartilago tibial. Sementara itu ada beberapa data yang menyebutkan bahwa peningkatan massa lemak menimbulkan efek buruk terhadap kartilago sendi lutut, terutama pada perempuan. (Teichtahl. et al, 2008)

Prevalensi OA lutut yang lebih tinggi pada perempuan dan meningkatnya kejadian OA pada perempuan pasca menopouse dan adanya kejadian OA pada non weight bearing joint (misalnya tangan), menimbulkan dugaan adanya peranan

(14)

faktor sistemik dalam patogenesa OA. Jaringan adiposa yang awalnya diduga hanya merupakan cadangan energi pasif, kini dipertimbangkan merupakan organ endokrin yang melepaskan berbagai faktor, termasuk cytokines seperti tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin 1 (IL-1), serta adipokines seperti leptin, adiponectin, dan resistin. Oleh karena itu, disregulasi homeostasis lipid dapat merupakan faktor perantara yang penting dalam osteoarthritis lutut. (Teichtahl, et al. 2008)

Peningkatan gaya mekanik yang melalui sendi weight bearing juga diduga merupakan faktor yang menyebabkan degenerasi. Aktifitas fisik yang berat juga merupakan faktor risiko tambahan terjadinya OA lutut. Kartilago sendi dikenal memiliki ketahanan terhadap shear force, tapi rentan terhadap akibat dari beban yang berulang. Beban yang berlebih dapat mengakibatkan mikrofraktur dari trabekula subchondral, yang akan mengalami proses pemulihan melalui pembentukan callus dan remodelling. Proses ini menghasilkan subchondral yang lebih kaku daripada tulang normal dan kurang efektif sebagai shock absorber, sehingga memicu terjadinya degenerasi kartilago artikuler. Stres mekanik juga menyebabkan kerusakan pada kondrosit, sehingga melepaskan enzim-enzim degeneratif. (Di Cesare, et al. 2008)

2.3.2. Diagnosis Osteoartritis Lutut

Diagnosis Osteoartritis biasanya sudah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan jasmani. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu adalah pemeriksaan radiologis yang dapat memberikan gambaran

(15)

adanya penyempitan celah sendi, pembentukan osteofit, serta terjadinya sclerosis tulang subkondral (Albar, 2002).

Tabel 2,1 Kriteria OA lutut menurut klasifikasi American College of Reumathology (ACR - ICD 2014).

Berdasarkan kriteria klinis: Berdasarkan kriteria klinis dan

radiologis: Nyeri sendi lutut dan

paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah ini:

1. krepitus saat gerakan aktif 2. kaku sendi < 30 menit 3. umur > 50 tahun

4. pembesaran tulang sendi lutut 5. nyeri tekan tepi tulang

6. tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.

Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.

Nyeri sendi lutut Adanya osteofit

Dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:

1. kaku sendi <30 menit 2. umur > 50 tahun

3. krepitus pada gerakan sendi aktif

Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.

Deformitas dapat terjadi pada sendi secara signifikan, pasien biasanya menunjukan bahwa salah satu sendi nya secara pelan-pelan membesar.

2.3.3. Kriteria Radiologis

Kellgren dan Lawrence memperkenalkan sistem penderajatan yang telah diterima oleh World Health Organization (WHO) dan menjadi gold standard pada diagnosis OA. (Campion and Watt, 2000) dimana osteoarthritis lutut di klasifikasikan menjadi 5 derajat kerusakan yaitu: Derajat 0 apabila gambaran radiologi normal, derajat 1 apabila terdapat penyempitan celah sendi meragukan dan kemungkinan adanya osteofit, derajat 2 apabila terdapat osteofit nyata dan penyempitan celah sendi tak ada atau meragukan, derajat 3 osteofit nyata,

(16)

penyempitan celah sendi dan sedikit sclerosis, kemungkinan deformitas, derajat 4 apabila terdapat osteofit besar, penyempitan berat, sclerosis berat, deformitas nyata

2.3.4. Mekanisme Disabilitas pada Osteoartrits Lutut

Periode inaktivitas dalam waktu yang lama karena nyeri sendi menyebabkan disuse atropy dan kekuatan otot yang berkurang sebesar 3% dalam satu minggu. Kelemahan otot ekstremitas adalah salah satu kondisi yang paling awal dan paling sering di temukan pada osteoartritis lutut (Roos, et al. 2011). Lebih lanjut karena pembebanan yang tidak seimbang pada permukaan sendi akan terjadi peregangan kapsuloligamenter pada satu sisi sehingga terjadi ligamen laxity dan pada sisi yang lain akibat penekanan yang berlebihan maka akan menimbulkan erosi permukaan sendi, akibatnya akan terjadi instabilitas dan deformitas sendi dalam posisi valgus dan varus (Hadi, 2009)

Akibat adanya anatomic impairment dari iritasi pada periostal, inflamasi, kompresi jaringan lunak, otot yang imbalance, mikrofraktur tulang subkondral, efusi, dan spasme otot sekitarnya memberikan kontribusi dalam timbulnya keluhan nyeri yang dirasakan pasien, sehingga terjadi functional limitation berupa hypomobile, instabil, dan berbagai macam aktivitas yang terbatas seperti tidak bisa jongkok, bangkit dari duduk, berdiri lama, berjalan pincang, bekerja, berolahraga dan bahkan rekreasi, disabilitas tersebut akan menimbulkan ketidakmandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup dan pada akhirnya dapat menimbulkan handicap. (Sugjianto, 2014, Anonim, 2011, Ennohumah and Imanrangiaye. 2008)

(17)

2.3.5. Pengaruh Osteoartritis terhadap Kekuatan Otot

Otot memberikan kekuatan yang dibutuhkan untuk menggerakkan sendi sinovial. Otot sebagai stabilisator pada hubungan dengan atau antar sendi dan struktur sekitar sendi. Perubahan kekuatan otot atau integritas dapat mempengaruhi fungsi sendi dan merupakan tumpuan penting pada sendi OA.

Penelitian yang lalu menunjukkan bahwa kelemahan otot kuadrisep merupakan faktor yang lebih berhubungan dengan disabilitas daripada derajat beratnya osteoartritis pada gambaran radiologis. Dan penelititan yang lain menyatakan Berkurangnya kekuatan, terutama pada otot kuadrisep, merupakan faktor risiko terjadinya onset maupun progresivitas osteoartritis lutut, akibat berkurangnya kemampuan otot mengontrol pergerakan sendi secara akurat ( Roos, et al; 2011).

Nyeri pada Osteoartritis lutut berhubungan erat dengan menurunnya kekuatan otot sekitar lutut. Periode inaktivitas dalam waktu yang lama karena nyeri sendi menyebabkan disuse atropy dan kekuatan otot yang berkurang sebesar 3% dalam satu minggu. Kelemahan otot ekstremitas adalah salah satu kondisi yang paling awal dan paling sering di temukan pada Osteoartritis lutut (Roos, et al, 2011).

Selain nyeri yang ditimbulkan dari osteoartritis, meningkatnya beban pada lutut, juga menyebabkan kebutuhan lebih besar terhadap otot maupun ligamen dalam menjaga stabilitas sendi pada kondisi dinamis, sehingga dapat menyebabkan kelelahan pada otot sehingga timbul kelemahan otot. Penelitian Nicola et al (2007) menyebutkan bahwa, pada individu dengan osteoarthritis sendi

(18)

lutut ditambah obesitas memiliki otot kuadrisep dengan ketahanan terhadap fatigue lebih rendah daripada individu tanpa obesitas.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, otot adalah komponen yang sangat diperlukan dalam mempertahankan pergerakan, stabilitas, dan fungsi sendi serta berperan dalam mengatur transfer beban yang melewati sendi, (Roos et al, 2011).

Pada individu dengan kelemahan otot, saat heel strike kemampuan otot kuadrisep sebagai shock absorption pun akan menurun sehingga lebih meningkatkan beban lutut. Fisher et al menyebutkan bahwa kelemahan otot kuadrisep dan hamstring dapat menyebabkan beban pada lutut meningkat 21 % daripada lutut yang memiliki otot-otot yang kuat (Hamillton, et al, 2008).

Gambar. 2.3 Sendi lutut dan kerja pada patella (Felson, 2004)

2.3.6. Pengaruh Osteoartritis lutut terhadap Kemampuan Fungsional Lutut Seperti yang disebutkan di atas, penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas nyeri dengan kemampuan fungsional sendi lutut. Periode inaktivitas dalam waktu yang lama

(19)

karena nyeri menunjukkan korelasi dengan hasil analisa pola jalan, dan menunjukkan korelasi dengan waktu yang dibutuhkan dalam siklus berjalan. Gambaran yang sama juga didapat dari hasil penelitian Manninen et al (2000) juga menunjukkan adanya korelasi linier antara nyeri, beban mekanikal tubuh dengan kejadian disabilitas pada penderita osteoartritis lutut (Roos, et al; 2011, Teichtahl, et al. 2008, Marks, 2007).

Penelitian yang lain membandingkan kekuatan kuadrisep, voluntary activation, dan ketepatan proprioseptif pada penderita osteoarthritis lutut dan subjek sehat sebagai kontrol. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa, subjek dengan osteoarthritis lutut memiliki otot quadrisep yang lebih lemah, voluntary activation yang lebih buruk, gangguan pada ketepatan posisi sendinya, serta kemampuan fungsional lutut yang lebih buruk. Mereka mengambil kesimpulan bahwa kerusakan sendi dapat menurunkan eksitabilitas motorneuron quadrisep sehingga terjadi penurunan voluntary quadrisep activation yang akan berkontribusi terhadap kelemahan quadrisep, serta terjadi hilangnya ketepatan proprioseptif. Gangguan arthrogenic pada fungsi sensorimotor quadrisep dan penurunan stabilitas postural tersebut berhubungan dengan penurunan kemampuan fungsional pasien osteoarthritis lutut ( Hurley, et al, 1997).

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien osteoarthritis berkembang menjadi pincang (Albar, 2002).

2.3.7. Gangguan Stabilitas dan Alignment pada Osteoartritis Lutut

Postur tubuh yang baik (good posture) adalah keadaan seimbang antara otot dan tulang, sehingga dapat melindungi struktur-struktur penunjang dari

(20)

cedera atau deformitas yang progresif baik pada posisi tegak, berbaring, duduk, maupun jongkok. Postur yang buruk (poor posture) adalah susunan yang tidak sesuai dari beberapa bagian tubuh, sehingga meningkatkan tegangan pada struktur penunjang dan mengakibatkan ketidakseimbangan tubuh terhadap base of support (Hall and Brody. 2003, Hunter, et al. 2009).

Postur dan pergerakan dapat dinilai dengan melihat titik pusat yang melewati bagian tubuh, yang biasa disebut pusat gravitasi. Pusat gravitasi berada 1 inch di depan sacral 2, sedangkan garis imajiner yang melewati pusat gravitasi dinamakan garis gravitasi. Menurut Kendall, garis ini melalui sutura coronaria di posterior, meatus akustikus eksterna, corpus vertebra cervikal dan lumbal, promontorium tulang sakrum, posterior sendi panggul, anterior lutut dan sedikit di depan maleolus lateralis.

Osteoartritis lutut dapat mengubah postur, alignment pola jalan dan tingkat aktivitas fisik, yang sedikit banyaknya dipengaruhi peran adanya perubahan biomekanik sendi. Peningkatan berat badan dan rasa nyeri dapat mengubah center of gravity (COG) ke anterior, dan cenderung untuk menyebabkan postur hiperlodotik. Sebagian besar individu dengan obesitas terutama perempuan menunjukkan deformitas varus pada lututnya, sebagai akibat dari peningkatan joint reaction force pada kompartemen medial lutut yang selanjutnya dapat mempercepat terjadinya proses degenerasi pada lutut. (Tamin, 2010, Di Cesare, et al, 2008).

Pada individu dengan osteoartritis juga dapat terjadi deformitas valgus. Seiring dengan nyeri dan peningkatan beban mekanik, seseorang cenderung untuk

(21)

mengayunkan tubuhnya ke lateral ketika berjalan. Manuver tersebut mengurangi gaya yang harus dilakukan oleh otot abduktor panggul untuk menyeimbangi peningkatan berat badan. Lebih lanjut lagi, manuver ini akan menggeser gaya dari berat badan yang awalnya di medial lutut menjadi ke sisi lateral lutut, sehingga gaya sendi tibiofemoral pun akan bergeser ke lateral. Hal ini menyebabkan distribusi beban yang lebih besar di kompartemen lateral lutut dan selanjutnya dapat menyebabkan deformitas valgus (Hunter, et al. 2009).

Beban yang tinggi dan berulang pada sendi lutut selama berjalan maupun aktivitas lain diyakini sebagai faktor yang sangat berperan dalam patomekanika osteoartritis lutut. Sendi lutut adalah struktur kompleks yang terdiri dari 3 kompartemen yaitu kompartemen tibiofemoral medial dan lateral, serta kompartemen patelofemoral. Selama berjalan, beban yang melewati sendi lutut tidak ditransmisikan secara seimbang antara kompartemen medial dan lateral. Beban pada kompartemen medial sekitar 2,5 kali lebih besar daripada beban pada kompartemen lateral. Hal ini dapat menjelaskan tingginya prevalensi osteoartritis lutut kompartemen medial (75 % dari seluruh kasus) daripada kompartemen lateral. (Gangeddula. 2009)

(22)

Gambar 2.4 Perubahan alignment pada lutut (Kakarlapudi and Bickeckerstaff, 2000)

Pada penderita osteoartritis lutut terjadi peningkatan beban aksial yang terus menerus, sehingga beban yang melewati lutut pun akan meningkat. Selama fase single leg stance , lutut akan menerima beban sebesar 3-6 kali berat badan. Setiap kenaikan berat badan akan dikalikan angka ini menggambarkan betapa besar beban yang melewati lutut pada seorang yang overweight pada saat berjalan (Roos, et al, 2011).

Saat berdiri, lutut dilalui oleh gaya (R) yang merupakan hasil dari 2 gaya yang bekerja pada lutut yaitu berat badan (P, garis imajiner yang merupakan proyeksi center of gravity dari sakrum) dan gaya yang dihasilkan oleh kerja otot gluteus maksimus dan tensor fasia lata (M). Pada kondisi keseimbangan, gaya R akan melalui pertengahan lutut, sehingga gaya kompresi terbagi sama rata pada permukaan weight bearing tibia. Nyeri dan peningkatan berat tubuh akan mengubah keseimbangan antara gaya P dan M, sehingga menggeser R lebih ke medial lutut dan menyebabkan pembagian gaya kompresi yang lebih besar pada

(23)

kompartemen medial lutut dibandingkan dengan kompartemen lateral lutut. Pada area yang mendapat tekanan lebih dapat timbul nyeri, destruksi kartilago dan OA pada kompartemen medial lutut (Mazières and Mansat, 2008).

Ganbar 2. 5 Gaya beban yang bekerja pada Lutut (Mazières and Mansat, 2008)

Ketika seseorang berjalan saat kaki menyentuh lantai, gaya dari berat badan akan dilawan dengan gaya yang sama besar dan arah yang berlawanan. Gaya reaksi tersebut adalah Ground Reaction Force (GRF) yang garis gayanya berada di sebelah medial sendi lutut. Semakin besar GRF atau semakin jauh jarak antara sendi lutut dengan garis gaya GRF (misalnya pada deformitas varus lutut), semakin besar adduction moment yang menyebabkan tibia menjadi lebih varus terhadap femur Besarnya knee adduction moment ini menggambarkan beban yang melewati kompartemen medial lutut dan berpotensi memicu proses degradasi pada kompartemen medial lutut dan berperan besar dalam tingkat keparahan penyakit. (Hunter, et al. 2009).

(24)

Hal yang terpenting adalah apabila terjadi pergeseran garis gravitasi atau perpindahan pusat gravitasi, mengakibatkan kesalahan postur atau terjadi perpindahan tumpuan berat badan, sehingga dampak selanjutnya akan timbul. Untuk menyangga berat tubuh, sendi harus dalam posisi stabil atau dalam posisi ekuilibrium, garis gravitasi harus tepat jatuh melalui rotasi aksis atau harus ada kekuatan untuk melawan gravitasi. Selain itu diperlukan juga struktur penunjang postur yang baik. Struktur penunjang postur terdiri dari struktur statis dan dinamis. Ligamen, fasia, tulang dan sendi adalah struktur statis yang menopang tubuh, sedangkan otot dan tendon adalah struktur dinamis yang menstabilkan postur tubuh saat gerakan dari satu posisi ke posisi lainnya (Kisner and Colby, 2013)

Gambar 2.6 Pergeseran garis gravitasi mengakibatkan kesalahan postur atau terjadi perpindahan tumpuan berat badan

2.4. Terapi Ultrasound

Bentuk pelayanan fisioterapi dengan menggunakan Ultrasound yaitu terapi dengan menggunakan gelombang suara, dengan getaran mekanik dengan

(25)

frekuensi di atas 20.000 Hz. Ultrasound merupakan suatu generator yang menghasilkan arus bolak-balik berfrekuensi tinggi (high frequency alternating current) yang mencapai 0,75 sampai 3 MHz (Edenbichler, et al, 1999), Arus ini berjalan menembus kabel koaksial pada tranduser yang kemudian di konversikan menjadi vibrasi oleh adanya efek piezoelectric (Low dan Reed, 2002).

Efek terapi dari ultrasound dihasilkan dari gelombang suara dengan frekuensi 0,75 MHz, 0,87 MHz, 1 MHz, 1,5 MHz, dan 3 MHz (Sugijanto, 2001) Penyerapan energi secara maksimum ada di jaringan lunak dikedalaman 2,5 cm, makin dalam letak jaringan makin rendah intensitas yang diterimanya. Terutama penyerapan oleh jaringan pengikat seperti ligamen, tendon dan fascia juga jaringan parut, efek yang sama juga terjadi di daerah otot dan sendi (Brukner and Khan, 2005).

Ada dua efek utama yang dihasilkan dari gelombang ultrasound yaitu efek thermal dan efek non thermal ;

1. Efek thermal memberikan peningkatan temperatur sehingga mempercepat proses metabolisme, mengurangi nyeri dan spasme otot sehingga meningkatkan daya hantar saraf juga sirkulasi darah (Low and Reed, 2000), efek thermal pada ultra sound ini sangat cocok sebagai langkah awal sebelum melakukan peregangan otot yang memendek (Low and Reed, 2000, Sugijanto, 2001), tetapi ultrasound tidak boleh diaplikasikan pada pasien dengan kelainan sensibilitas.

2. Efek non thermal didapat dari cavitasi vibrasi jaringan yang menimbulkan gelembung mikroskopik, yang akan mentransmisikan vibrasi langsung ke

(26)

membran sel sehingga memberikan efek perbaikan pada sel dan sendi yang terkena (Nikita, 2010). Efek-efek yang ditimbulkan ini merupakan efek mekanik termasuk cavitasi, micro streaming, dan acoustic steaming, Pada ultra sound pulse terjadi peningkatan aliran kalsium intraseluler, peningkatan membran sel dan kulit, peningkatan degranulasi mast cell, peningkatan pelepasan chemotactic faktor dan histamin, peningkatan reaksi micropagus, dan peningkatan sintesa protein oleh fibroblas. Terutama pada efek non thermal memacu peningkatan permeabilitas membran dalam kaitannya untuk proses penyembuhan jaringan (Nikita, 2010).

Ultra sound sangat tepat untuk jaringan dengan coefisiensi absorbsi yang tinggi di banding dengan jaringan yang coefisiensinya rendah. Jaringan dengan coefisiensi absorbsi yang tinggi adalah jaringan yang banyak mengandung kolagen, sedangkan jaringan yang coefisiensi absorbsinya rendah adalah jaringan yang banyak mengandung air. Sehingga ultrasound sangat tepat untuk terapi panas pada tendon dan ligamen, kapsul sendi dan fasia (Brukner and Khan 2005).

2.5. Latihan Stabilitas Lutut

Nyeri dan ketidak mampuan pada kondisi osteoartritis akan bertambah dengan munculnya kelemahan dan atropi otot. Sedangkan otot-otot ini adalah merupakan komponen yang penting dalam membantu menstabilisir persendian, sementara kelemahan otot-otot seperti quadriceps, pes anserinum, iliotibialis dan hamstring dapat mengakibatkan semakin parahnya cidera. Sebaliknya dengan latihan stabilisasi akan terjadi penguatan otot-otot sehingga dapat mengurangi

(27)

atropi otot dan membantu melindungi serta memperbaiki problem yg muncul akibat instabilitas atau nyeri yang diakibatkan oleh kelemahan.

Penurunan protein yang rata-rata tinggi di sekililing lutut yang mengalami cidera dapat mengganggu stabilitas. Akan tetapi akibat dari latihan stabilitasi, maka otot-otot stabilisator aktif pada sendi lutut dapat memperbaiki kekuatan, ukuran, daya kenyal, serta mencegah peradangan. Berkurangnya nyeri akan menimbulkan peningkatan kemampuan menyangga beban tubuh sehingga meningkatkan kemampuan fungsional (Kakarlapudi and Bickerstaff, 2000).

Terapi latihan adalah modalitas fisioterapi yang digunakan untuk mengembalikan dan meningkatkan kapasitas muskuloskeletal atau kardiopulmoner dengan memanfaatkan gerakan anggota tubuh (Kisner and Colby, 2013).

Aplikasi terapi latihan untuk penderita osteoartritis seharusnya dimulai dengan latihan yang dapat meningkatkan kapasitas fungsional, baru kemudian mengarah ke kebugaran fisik sehingga penderita dapat beraktivitas tanpa keluhan nyeri dan tidak mudah lelah. Diawali dengan latihan fleksibilitas untuk mencegah kontraktur sendi, kemudian dilanjutkan latihan penguatan yang fokus pada gerak fungsional untuk meningkatkan daya tahan dan kecepatan kontraksi otot, serta dapat dilanjutkan dengan latihan aerobik (Sisto and Malanga, 2006).

Disimpulkan potensi manfaat aktivitas fisik dan olahraga pada OA (Mohammad, et al, 2003) sebagai berikut;

1) Meminimalkan atau memperlambat proses patologis yang terjadi di OA sendi. Latihan membantu dalam meningkatkan gizi minor kartilago dan

(28)

remodeling, meningkat aliran darah sinovial, menurunkan pembengkakan, dan meningkatkan kekuatan otot. Dengan demikian, efek latihan termasuk memperlambat proses degenerasi tulang rawan, mengurangi kekakuan tulang, penurunan efusi sendi dan meningkatkan kekuatan otot.

2) Mengurangi gangguan yang terjadi dari OA dengan mengurangi faktor gangguan utama. Latihan membantu dalam mengurangi rasa sakit, meningkatkan kekuatan dan daya tahan, dan meningkatkan jangkauan gerak dan elastisitas jaringan ikat.

3) Mengurangi batasan fungsional dengan meningkatnya kecepatan berjalan/gait, dan aktivitas fisik dan penurunan aktivitas sehari-hari, kurang tidur dan kelelahan, depresi/kecemasan merupakan faktor umum yang terkait dengan kondisi OA.

4) Osteoartritis dapat berhubungan dengan beberapa masalah cacat seperti penurunan aktivitas sosial, penurunan kualitas hidup, peningkatan risiko kesehatan, penurunan produktivitas kerja. Dengan meningkatnya status kesehatan, kebugaran fisik, dan kualitas hidup dapat meminimalkan masalah disabilitas tersebut.

Terapi latihan untuk penderita osteoartritis lutut terutama ditujukan untuk pada otot-otot seperti quadriceps, pes anserinus, iliotibial dan hamstring sebagai penggerak utama sendi lutut. Otot ini sangat penting bagi stabilitas dan mobilitas sendi lutut. Untuk mencapai hal tersebut, program terapi latihan yang diberikan harus mencakup latihan penguatan dan peregangan. Efek terapi sesaat yang diperoleh dari latihan ini adalah peningkatan alirah darah otot, relaksasi otot dan

(29)

pengurangan nyeri. Latihan yang dilakukan secara berkelanjutan akan menghasilkan peningkatan kekuatan dan fleksibilitas otot sehingga otot mampu berfungsi secara optimal dalam menjaga stabilitas dan mobilitas sendi serta mencegah cidera (Elizabeth, 2013).

Latihan stabilitas lutut ini bertujuan untuk menstimulasi kerja otot keempat sisinya yaitu: dapat meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki alignment sehingga memberikan gaya yang seimbang pada jaringan yang mengalami kompresi pada lutut, mencegah re-injuri dan dapat meningkatkan stabilitas lutut (Mohammad, et al, 2003).

2.5.1. Mekanisme pemberian latihan stabilisasi lutut dalam penurunan disabilitas akibat osteoartritis.

Latihan stabilisasi fungsional sebagai salah satu modalitas fisioterapi, dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot yaitu dengan memberikan latihan strengthening. Karena dengan memberikan latihan strengthening maka akan terjadi penambahan jumlah sarkomer dan serabut otot (filamen aktin dan miosin yang diperlukan dalam kontraksi otot), sehingga dengan terbentuknya serabut-serabut otot yang baru maka kekuatan otot dapat meningkat dan memperoleh stabilitas aktif daripada sendi tersebut. Dan di dalam sendi, latihan beban dapat meningkatkan aksi pemompaan yang membantu dalam meningkatkan intra-artikular difusi nutrisi dan merangsang penyembuhan atau perbaikan kartilago (Mohammad, et al, 2003).

(30)

Latihan fungsional (beberapa mungkin merujuk kepada mereka sebagai latihan close chain kinetik) telah terbukti memiliki banyak manfaat lebih dari open chain kinetik: karena mereka memberikan beban axial pada sendi, latihan lebih dari satu sendi pada saat yang sama, melibatkan kedua konsentrik dan eksentrik kontraksi otot, mensimulasikan kegiatan sehari-hari, meningkatkan kontraksi otot dan meminimalkan gaya geser pada sendi lutut. Manfaat lain yang diusulkan meliputi peningkatan proprioception dan koordinasi ekstremitas bawah dan meningkat membawa ke kegiatan fungsional, termasuk kembali lebih cepat untuk kegiatan sehari-hari dan kegiatan fisik canggih seperti kegiatan olahraga (Mohammad, et al, 2003)

Sebagai manfaat dari latihan penguatan otot maka latihan akan merangsang serabut afferen tipe Ia dan II yang berdiameter besar (Proprioseptor), sehingga aktivitas dari serabut afferen tersebut dapat menurunkan spasme otot disamping memperbaiki sistem pendarahan darah tepi dan getah bening oleh adanya pumping action sehingga mengatasi terjadinya pembengkakan, penurunan spasme otot dan mampu mengurangi nyeri pada level sensorik yang dapat mengganggu gerakan dan fungsi sendi, dengan demikian akan memperbaiki kekuatan dan fungsi jaringan (tissue) sekeliling persendian berikut akan mengurangi resiko cidera kronik pada persendian.

Berarti semua struktur fungsional seperti otot, ligamen, tendon, kapsul, dan proprioceptors sebagai bagian dari sendi. Telah terbukti bahwa latihan sangat bermanfaat dalam meningkatkan kekuatan otot, rentang gerak sendi, proprioception, dan feed back.

(31)

Kontraksi otot yang dilakukan terus-menerus akan meningkatkan kecepatan potensial aksi dan impuls saraf yang berasal dari medula spinalis. Impuls saraf ini akan diatur sebagian oleh sinyal-sinyal yang dijalarkan dari otak ke motor neuron yang ada di anterior medula spinalis yang sesuai, dan sebagian lagi oleh sinyal-sinyal yang berasal dari gelendong otot yang terdapat dalam otot itu sendiri. Pengaruh dari adanya kontraksi juga akan merangsang perbaikan sirkulasi arteri perifer akibat pelepasan subtansi kimia yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi, dan efek kontraksi juga menjadi fungsi pompa vena atau pompa otot, dan pompa ini cukup efisien mendorong aliran vena menuju ke jantung (Guyton and Hall, 2011).

Pemberian latihan stabilisasi yang teratur dan termonitor akan meningkatkan fungsi syaraf dan perbaikan sirkulasi darah yang berdampak pada peningkatan fleksibilitas otot, meningkatkan kekuatan otot dan memperbaiki stabilitas dan mobilitas sendi lutut pada penderita osteoartritis, sehingga menghasilkan pengurangan disabilitas.

Manfaat exercise dilihat secara komprehensif ada tiga level berikut: pertama, di tingkat mikro atau bagian dalam dari sendi yang meliputi kartilago, jaringan sinovial, dan tulang subchondral; Kedua, pada tingkat fungsional dari sendi, dimana sendi dianggap sebagai unit fungsional yang meliputi struktur fungsional seperti otot sekitarnya, ligamen, tendon, kapsul, proprioceptors, dll; dan ketiga, pada tingkat seluruh sistem tubuh dari sudut pandang kardiovaskular, muskuloskeletal, neurofisiologis, imunologi dan / atau sistem psikologis (Mohammad, et al, 2003).

(32)

2.5.2. Pelaksanaan latihan stabilitas lutut.

Pada pelaksanaan pelatihan stabilitas sendi lutut ini, bertujuan untuk peningkatan kekuatan otot di sekitar lutut yaitu quadriceps, pes anserinus, iliotibial dan hamstring, namun pada pelaksanaan program latihan dimulai dengan latihan peregangan untuk ruang lingkup gerak sendi dan fleksibilitas penderita osteoartritis.

Beberapa faktor harus diperhatikan dalam pemberian latihan peregangan untuk memperbaiki lingkup gerak sendi (LGS) dan fleksibilitas penderita osteoartritis. Pertama, sendi harus digerakkan sampai LGS maksimal yang mampu dicapai minimal sekali dalam sehari. Prinsip ke dua, peregangan seluruh otot-otot besar yang melewati sendi setiap hari tanpa menimbulkan penekanan berlebih pada sendi (Sisto and Malanga, 2006).

Sebagian besar penelitian yang berkaitan dengan intervensi latihan untuk penyakit OA memperkenalkan program latihan yang berkisar durasi 30-45 menit per sesi, 2 sampai 3 kali per minggu, dengan intensitas detak jantung dari 50% sampai 80% dari HR maksimum. Rentang parameter ini sejalan dengan pedoman ACSM, yang menyarankan sesi latihan harus mencakup 10 menit pemanasan, 20 sampai 60 menit kegiatan inti dan 5 sampai 10 menit pendinginan (Mohammad, et al, 2003, Franklin et al, 2000)

1. Latihan Peregangan ( Latihan Pemanasan dan Latihan Pendinginan)

Latihan ini merupakan bentuk latihan stabilisasi untuk pemanasan dan pendinginan pada saat latihan inti hendak dilakukan.

(33)

Peregangan otot quadriceps femoris dilakukan pada posisi tengkurap, kemudian penderita diminta menekuk lutut secara aktif dengan mengkontraksikan otot hamstring semaksimal mungkin untuk mengasilkan efek inhibisi resiprokal pada otot quadriceps. Selanjutnya diberikan dorongan/tarikan pasif lebih lanjut ke arah fleksi lutut sampai batas LGS fleksi maksimal. Selama latihan ini harus dihindari terjadinya nyeri berlebihan di dalam sendi lutut karena hal ini merupakan tanda adanya kompresi sendi yang mungkin disebabkan adanya formasi osteofit (Sisto and Malanga, 2006).

Gambar 2.7. Latihan peregangan otot quadriceps femoris (Sumber; Sisto and Malanga, 2006)

Peregangan otot hamstring dilakukan pada posisi terlentang, tungkai yang bersangkutan lurus sedangkan tungkai yang lain sedikit ditekuk untuk menghindari ketegangan berlebihan pada pinggang. Peregangan dilakukan dengan mengangkat tungkai (fleksi sendi panggul) sampai terasa ada peregangan di paha atau lutut bagian belakang dengan tetap mempertahankan posisi ekstensi penuh sendi lutut. Tiap gerakan peregangan dipertahankan selama 30 detik (Sisto and Malanga, 2006).

(34)

Gambar 2.8. Latihan peregangan otot hamstring (Sumber; Sisto and Malanga 2006)

Dosis latihan: 1). Durasi : 6 detik kemudian relaks, 2). Repetisi: 10 kali, 3). Frekuensi: 3 kali per minggu

2. Latihan penguatan otot (Latihan Inti)

Latihan penguatan untuk penderita osteoartritis sendi lutut pada awalnya memang harus difokuskan pada otot quadriceps femoris dan hamstring, namun dalam perkembangan selanjutnya harus melibatkan semua otot tungkai.

a. Latihan isometrik

Latihan diawali dengan kontraksi isometrik yang ditujukan untuk mengurangi nyeri dan menambah kepercayaan diri penderita untuk mengkontraksikan ototnya. Latihan isometrik dilakukan pada posisi tidur terlentang, tungkai lurus di atas permukaan yang datar. Untuk otot quadriceps penderita diminta menekan lututnya ke arah tempat tidur, sedangkan untuk otot hamstring dengan menekan tumit ke arah tempat tidur.

(35)

Gambar 2.9 latihan isometrik (Sumber; Kisner and Colby, 2013) Dosis latihan: 1). Durasi: 6 detik kemudian relaks, 2). Repetisi : 10 kali, 3). Frekuensi: 3 kali per minggu

b. Latihan Closed chain exercise dengan quads and wall sits

Latihan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena sendi lutut menyangga berat badan. Untuk mengurangi pembebanan sendi maka latihan dilakukan pada posisi semiflexi sendi lutut. Jenis latihannya antara lain adalah quads dan wall sits. Teknik latihan ini mempunyai manfaat tambahan yaitu untuk melatih proprioseptif sendi yang sering juga mengalami gangguan pada penderita osteoartritis sendi lutut.

Pasien di mulai dengan posisi tegak kemudian langkah maju kedepan tanpa berjalan kemudian kembali lagi di posisi tegak (Gambar 2.10a). Pasien dengan posisi trunk tegak bersandar pada dinding kemudian posisi lutut flexi 30° sampai 45° dan dibagian medial lutut yang semiflexi di berikan bola, lalu beri tekanan kedua lutut ke arah medial (Gambar 2.10b)

(36)

Gambar 2.10 Latihan closed chain, (a) quads, (b) wall sits (Sumber; Sisto and Malanga, 2006)

Dosis latihan: 1). Durasi: 6 detik kemudian relaks, 2). Repetisi: 10 kali, 3). Frekuensi: 3 kali per minggu

c. Latihan Closed chain exercise resisted mini-squats

Latihan penguatan merupakan peran dasar dari musculoskeletal, kekuatan dari sebuah otot tergantung dari luas atau besarnya diameter otot tersebut. Pada proses ini serabut otot tidak bertambah namun masing-masing otot bertambah dalam massanya. Stimulus untuk menambah kekuatan otot terjadi saat tegang (tension) selama kontraksi ( Kisner and Colby, 2013).

Latihan resisted mini-squats; closed-chain pelatihan short-arc. Resistence elastis terhadap ekstensi lutut disediakan untuk gerak short-arc. penting untuk penguatan otot quadriceps femoris. Pasien di mulai dengan posisi lutut flexi 30° sampai 45° dan kemudian diextensikannya. Kemudian menggunakan resistensi elastis ditempatkan di bawah kedua kaki, dengan kedua ujungnya di pegang. pasien harus menjaga trunk tegak, dan menurunkan pinggul seolah-olah duduk

(37)

dengan tanpa pindah lutut. Lutut harus menjaga keselarasan dengan jari-jari kaki untuk mencegah valgus dan tidak harus bergerak maju melampaui jari-jari kaki untuk memastikan aktivasi gluteal dan juga kekuatan pada sendi patellofemoral.

Gambar 2.11 Latihan resisted mini-squats closed-chain short-arc training (Sumber; Kisner and Colby, 2013)

Dosis latihan: 1). Durasi: 6 detik kemudian relaks, 2). Repetisi: 10 kali, 3). Frekuensi: 3 kali per minggu

d. Latihan dengan Pembebanan

Pada penelitian ini latihan penguatan kekuatan otot yang dilakukan adalah dengan metode isotonik dengan pembebanan sub-maksimal untuk kekuatan otot extensor dan flexor knee pada kondisi osteoarthritis knee untuk penurunan nyeri.

Latihan isotonic adalah suatu jenis latihan dinamis dengan kontraksi otot yang menggunakan resisten/ beban tetap dan terjadi perubahan panjang otot pada lingkup gerak sendi. Latihan isotonic dapat diberikan dalam bentuk latihan dengan tetap dan berubah-ubah, eksentrik dan konsentrik (American Geriatric Society, 2001).

(38)

Pada latihan penguatan otot hamstring dilakukan dengan pemberian pembebanan pada tungkai bawah untuk stabilitas otot-otot fleksor lutut dengan posisi pasien berdiri. Maksimal resistence terjadi ketika lutut di (Kisner and Colby, 2013)

Gambar 2. 12 Latihan dengan pembebanan (Sumber; Kisner and Colby 2013)

Dosis latihan: 1). Durasi: 6 detik kemudian relaks, 2). Repetisi: 10 kali, 3). Frekuensi: 3 kali per minggu

Latihan peningkatan kekuatan otot penggerak sendi lutut tidak hanya menyebabkan terjadinya kontraksi otot-otot berkembang menjadi kuat tetapi juga dapat mengurangi adanya tekanan pada persendian yang dapat mengurangi nyeri pada penderita osteoartritis lutut. Ketika otot berkembang lebih kuat maka secara otomatis otot tersebut akan memberikan control dengan baik terhadap gerakan (momentum) tulang belakang maupun anggota gerak tubuh lainnya dalam melakukan gerakan dengan kekuatan. Latihan peningkatan kekuatan otot juga memungkinkan mendapatkan adanya koordinasi gerakan, skill serta kekuatan tubuh yang terkontrol dengan baik selama melakukan aktivitas fungsional.

(39)

Latihan penguatan otot dibagi dalam 2 kelompok fundamental sistem kerja otot yaitu secara static dan dinamik. Kekuatan maksimal dari seluruh otot dapat dicapai dengan menggunakan semua tipe latihan, derajat, intensitas, panjang dan frekwensi dari tegangan otot yang dihasilkan akan menentukan peningkatan kekuatan otot. Latihan penguatan yang teratur akan menghasilkan hipertropi otot dan juga power otot. Menurut Mohmmad, et al, (2003) menyatakan bahwa agar kekuatan otot dapat dicapai dengan maksimal maka latihan tersebut dapat dikombinasikan dengan pembebanan. Latihan peningkatan kekuatan otot pada penderita osteoarthritis yang umumnya lanjut usia adalah latihan isotonik dengan pembebanan yang bertahap (progressive resistance exercise/ PRE).

Karakteristik yang harus dipenuhi pada latihan isotonik resistance exercise untuk dapat meningkatkan kekuatan otot pada kondisi osteoartritis lutut, meliputi (1) kekuatan menunjukan tenaga yang dihasilkan kontraksi otot dan secara langsung berhubungan dengan sejumlah tegangan yang dihasilkan pada kontraksi otot, (2) kontraksi otot harus diberikan beban/ tahanan sehingga meningkatkan level tegangan yang akan berkembang akibat hypertropi dan recruitment motor unit, (3) latihan penguatan ditujukan pada otot dan grup otot serta control dengan pemberian beban dan jumlah repetisi yang relative sedikit, (4) pada latihan resistance exercise mempunyai tujuan akhir yang sama yaitu untuk nyeri pada osteoarthritis knee dengan cara meningkatkan kekuatan otot sehingga stabilitas sendi secara aktif dapat diperbaiki, (5) desain latihan dapat ditentukan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dengan cara mengontrol intensitas, durasi dan jumlah

(40)

repetisi. Latihan penguatan bertujuan untuk mengurangi nyeri dengan cara memberikan stabilitas sendi pada kondisi osteoartritis lutut.

Penelitian tentang Efektivitas fisioterapi manual dan latihan pada osteoartritis sendi lutut menghasilkan kesimpulan bahwa pasien osteoartritis yang mendapat fisioterapi manual dan latihan yang termonitor menunjukkan perbaikan fungsi serta penurunan nyeri dan kekakuan sendi (Deyle, 2000).

2.6. Koreksi Alignment dan Mekanismenya dalam menurunkan Disabilitas Osteoartritis lutut.

Hip-lutut-ankle merupakan kontribusi alignment agar distribusi beban di permukaan sendi lutut dapat dibagi antara medial dan kompartemen lateral secara proporsional. Sumbu mekanik beban-bantalan secara radiografi oleh garis yang ditarik dari pusat kepala femoral ke pusat talus. Dalam anggota badan netral sejajar, garis ini melewati titik tengah antara duri tibialis (Hunter, et al, 2009).

Kompartemen medial dikenakan resultan 60% sampai 70% dari kekuatan di lutut selama weight bearing, pada kenyataannya beban yang ditanggung oleh kompartemen medial lebih besar dari beban yang ditanggung oleh kompartemen lateral ini berperan dalam predisposisi pada lutut osteoarthritis ke medial tibiofemoral sebagai kompartemen progression. Dalam lutut varus, sumbu ini melewati medial lutut dan tungkai, yang meningkatkan kekuatan di kompartemen medial. Sebaliknya, di lutut valgus, beban-bantalan poros melewati lateral lutut dan lengan yang dihasilkan meningkatkan kekuatan di seluruh compartment lateral. Alignment yang netral pada ekstremitas (mekanik) tanpa osteoartritis

(41)

adalah ~1.0° dari varus dan dengan konvensi, alignment netral biasanya dikategorikan sebagai 0° sampai 2° dari varus (Hunter, et al, 2009).

Alignment mengacu pada tegak lurus axis tulang. alignment yang benar sangat penting untuk (1) menghindari tekanan sehingga dapat merusak bagian-bagian sendi dan melemah bagian-bagian disekitarnya (2) pergeseran stressor pada ligamen, (3) menurunkan susceptibility bila sudden injury, (4) keseimbangan, dan (5) mobilisasi (Chuckrow, 2002).

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap alignment. Faktor tertentu dalam sendi, seperti kesesuaian tibiofemoral, integritas ligamen anterior, dan degenerasi meniscal dan posisi, hal ini memainkan peran dalam menentukan alignment. Faktor-faktor tersebut mengatur distribusi beban di tulang rawan artikular pada sendi (Hunter, et al, 2009).

Pengaruh malalignment memberi efek langsung pada tulang rawan, karena mempengaruhi jaringan lutut yang lain, seperti lesi sumsum tulang, yang selanjutnya merambat osteoarthritis. Proses ini merupakan lingkaran peristiwa yang menentukan, sebagian besar, tingkat kerusakan struktural dalam osteoartritis lutut. Dengan adanya osteoarthritis pada lutut, alignment dikaitkan dengan percepatan kerusakan struktural dalam kompartemen yang mengalami peningkatan tegangan tekan abnormal. Varus malalignment telah terbukti mempengaruhi kompartemen medial lutut ke amplifikasi empat kali lipat dari perkembangan fokus osteoarthritis, sementara valgus malalignment telah terbukti mempengaruhi kompartemen lateral lutut untuk dua sampai lima kali lipat peningkatan dalam progression. Dalam sebuah studi berbasis magnetic resonance

(42)

imaging, varus malalignment diprediksi pada medial Volume tibialis tulang rawan terjadi kehilangan ketebalan, dan peningkatan tulang gundul pada tibia dan femur, setelah disesuaikan dengan faktor-faktor lokal lain (kerusakan meniscal, ekstrusi meniscal, dan kelemahan) (Hunter, et al, 2009, Hunter, et al, 2005).

Pada ACR-2012 direkomendasikan pada management osteoartritis lutut nonpharmacologic yaitu Pasien dengan kompartemen lateral osteoartritis lutut yang kondisional dianjurkan untuk memakai Wadge medially insoles, sementara mereka dengan kompartemen medial osteoartritis lutut yang kondisional dianjurkan untuk memakai wadged subtalar insoles (Marc, et al, 2012).

Pada deformitas osteoartritis lutut terjadi peregangan jaringan lunak pada satu sisi dan stress/compression pada permukaan sendi disisi lainnya, kemudian aktifitas/gerak lutut yang terus digunakan beraktifitas memberikan peningkatan regangan dan compression kemudian diberikan gaya seimbang pada jaringan lutut dengan cara koreksi pada sepatu dan lutut dapat memberikan kerja sendi yang seimbang (Chuckrow, 2002. Marc, et al, 2012).

Gambar 2.13 kontribusi alignment memberi distribusi beban di permukaan sendi lutut (Hunter, et al, 2009)

(43)

Koreksi alignment salah satunya menggunakan ortosis kaki, pada penelitian Rachmawati, dkk, (2013) Penggunaan ortosis kaki mampu memperbaiki kelainan biomekanik yang menghasilkan tinggi pelvis yang simetris, penurunan selisih panjang langkah dan meningkatkan kemampuan berjalan.

Pada pemberian koreksi alignment berupa arch support memberikan tekanan pada sisi yang dipengaruhi untuk menyetel posisi lutut senormal mungkin dan memberi tekanan dari sisi yang terkena pada lutut (David. et al, 2010).

Adapun mekanisme pemberian koreksi alignment dapat penurunan disabilitas akibat osteoartritis adalah karena osteoartritis lutut dapat mengubah postur, alignment pola jalan dan tingkat aktivitas fisik, yang sedikit banyaknya dipengaruhi peran adanya perubahan biomekanik sendi. Peningkatan berat badan dan rasa nyeri dapat mengubah center of gravity (COG) ke anterior, dan cenderung untuk menyebabkan postur hiperlodotik. Sebagian besar individu dengan obesitas terutama perempuan menunjukkan deformitas varus pada lututnya, sebagai akibat dari peningkatan joint reaction force pada kompartemen medial lutut yang selanjutnya dapat mempercepat terjadinya proses degenerasi pada lutut (Tamin, 2010, Di Cesare, et al, 2008).

Pada individu dengan osteoartritis juga dapat terjadi deformitas valgus, seiring dengan nyeri dan peningkatan beban mekanik, seseorang cenderung untuk mengayunkan tubuhnya ke lateral ketika berjalan. Manuver tersebut mengurangi gaya yang harus dilakukan oleh otot abduktor panggul untuk menyeimbangi peningkatan berat badan. Lebih lanjut lagi, manuver ini akan menggeser gaya dari berat badan yang awalnya di medial lutut menjadi ke sisi lateral lutut, sehingga

(44)

gaya sendi tibiofemoral pun akan bergeser ke lateral. Hal ini menyebabkan distribusi beban yang lebih besar di kompartemen lateral lutut dan selanjutnya dapat menyebabkan deformitas valgus (Hunter, et al. 2009).

Pada kondisi osteoartritis lutut terjadi permasalahan pada kompartemen: medial tibiofemoral, lateral tibiofemoral dan bagian femoropatellar. misalignment dari tungkai bawah akibat osteoarthritis lutut kompartemental misalnya, bentuk kelainan varus/ kerusakan medial tibiofemoral, atau valgus/ kerusakan lateral tibiofemoral dapat mempengaruhi lingkup gerak sendi (range of motion) dan percepatan penyempitan celah sendi hal ini memberi instabiliti pada sendi lutut (ligamentum laxity) (Kalim, 2014).

Deformitas osteoartritis lutut ini terjadi peregangan jaringan lunak pada satu sisi dan stress/compression pada permukaan sendi disisi lainnya, kemudian aktifitas/gerak lutut yang terus digunakan beraktifitas memberikan peningkatan regangan dan compression kemudian diberikan gaya seimbang pada jaringan lutut dengan cara koreksi pada sepatu atau telapak kaki sehingga dapat memberikan kerja sendi lutut yang seimbang (Chuckrow, 2002. Marc, et al, 2012).

(45)

Gambar 2.14 Bentuk koreksi alignment Wedge Arch support insoles (Kelley and Carol. 2004, Marc, et al, 2012)

Orthoses kaki digunakan oleh fisioterapi untuk langsung mengimbangi mekanik rusak yang dapat menempatkan stres yang berbahaya pada lutut. Menyisipkan lateral wedge sepatu untuk individu dengan OA lutut kompartemen medial telah ditemukan menjadi berguna dalam mengurangi rasa sakit dan meningkatkan fungsi. Kerrigan et al (2002) melaporkan bahwa 5° wedge bisa mengurangi varus di lutut pada 15 subyek dengan kompartemen medial OA lutut. Dengan teorinya bahwa wadge lateral yang mendorong valgus loading pada lutut, melawan saat varus, sehingga mengurangi stres medial kompartemen lutut. Lateral wedge sisipan sepatu tampaknya lebih efektif untuk individu dengan minimal sampai sedang derajat OA (Kelley and Carol, 2004).

Efek penekanan ini agar alignment lutut mendapat tekanan pada sisi yang dipengaruhi untuk menyetel posisi lutut agar tekanan yang diterapkan pada tapak kaki bila varus diberi ganjal pada sisi lateral dengan lateral wadge agar terjadi penekanan pada sisi lateral dan memberi peregangan pada sisi medial, bila valgus di beri ganjal pada sisi medial (medial wadge arc support) agar terjadi compresi

(46)

pada sisi medial dan peregangan pada sisi lateral, sehingga alignment sendi lutut dan garis tubuh dengan weigt bearing memberi garis lurus pada kerja sendi yang seimbang.

2.7. Penilaian Disabilitas (Indeks Lequesne)

Penilaian ini dibuat Lequesne untuk OA lutut dan OA panggul serta merupakan alat ukur yang memiliki validitas dan realibilitas yang baik saat ini. Indeks Lequesne ini terdiri dari 3 bagian, kategori : (Kalim, 2014)

1. Keluhan nyeri atau ketidaknyamanan (pain or discomfort)

2. Jarak tempuh maksimal dalam berjalan (maximum distance walked) 3. Kemampuan beraktivitas fisik sehari-hari (activities of daily living)

Derajat beratnya penyakit osteoartritis berdasarkan Indeks Lequesne: dengan cara mengkalkulasi terhadap ke-3 parameter diatas kemudian mendapat derajat beratnya osteoartritis dan disabilitas

Gambar

Gambar 2.4  Perubahan alignment pada lutut  (Kakarlapudi and Bickeckerstaff, 2000)
Gambar 2.6  Pergeseran garis gravitasi mengakibatkan kesalahan postur atau  terjadi perpindahan tumpuan berat badan
Gambar 2.9  latihan isometrik (Sumber; Kisner and Colby, 2013)  Dosis  latihan:  1).  Durasi:  6  detik  kemudian  relaks,  2)
Gambar 2.10  Latihan closed chain, (a) quads, (b) wall sits  (Sumber; Sisto and Malanga, 2006)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formula yang tepat untuk membuat tepung penyalut dari tepung jagung dan menentukan umur simpannya dengan

Saya bersedia unflrk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan prhak Unr','ersitas Sebelas lr4alet, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pola asuh ayah, pola asuh ibu, dan konsep diri memiliki hubungan positif yang sangat signifikan dengan kemandirian belajar siswa

Perlakuan pakan tidak mempengaruhi komponen karkas dan sifat fisik daging, namun spesies ternak (sapi dan kerbau) memberikan pengaruh yang nyata (P&lt;0,05)

The purpose of this research is to identify: (1) whether Group Investigation can improve students’ writing skill ; and (2) the class condition when writing lesson

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan dan produk yang ditawarkan koperasi terhadap kepuasan nasabah koperasi serba usaha(KSU)

Kerjasama dengan dealer lebih diarahkan untuk kerjasama secara avalist agar tidak menimbulkan kerugian di pihak PT. Tamsan Dharma dimana tanggung jawab untuk

BOWO TRIYANTO, 2016 , “ RANCANG BANGUN BAGIAN RANGKA PADA MESIN CHASSIS ENGINE TEST BED ”, Proyek Akhir, Program Studi Diploma Tiga Mesin, Fakultas Teknik,