MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN PERUSAHAAN LEASING
DI PT. TAMSAN DHARMA
DIAN AMBARINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa Tugas Akhir yang berjudul: Manajemen dan Pengembangan Perusahaan Leasing di PT. Tamsan Dharma merupakan hasil karya saya sendiri di bawah arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2010
ABSTRACT
DIAN AMBARINI Management and Development of Leasing Company in PT. Tamsan Dharma. Advised by FRANSISKA R. ZAKARIA as Chairman, and BUDI PURWANTO as Member.
PT. Tamsan Dharma was originally a subsidiary of Dharma Union and was established by the Union of Bank BNI Regional 10 Employees. PT. Tamsan Dharma runs in the automotive business and divided into four fields of activities, namely are transport, trading, rental and finance. The dominant activity today is automotive financing. In this study the author focuses on the problems faced by the company that provide automotive financing services. The purpose of this study is to know the performance of the company’s financial reports and the kind of strategies the company can take to get out from the loss experienced.
The data used are primary and secondary data, primary data was obtained from direct observation, discussions and interviews with company management. Data collection is performed to determine the company strengths and weaknesses and to see which factors affect the development of the company. Secondary data was obtained from company documents, especially regarding the company's financial problems.
From the analysis of Internal and External Factors companies are in a position quadrant VI shows that corporate strategy ca be developed is a defensive strategy. By looking at the company’s current condition, defensive strategy that can be done is retrenchment (turnaround strategy/reorganizational), divesture and liquidation.
Based on the SWOT analysis, strategies can be based, among others: (1) closing the business is less profitable or that does not include core competence of the company; (2) application of expenditures control system; (3) trimming the product line and reduction of production capacity; (4) reduction of the number of employees; (5) strategies that can be done by the company is to sell business divisions or parts of organizations to obtain fresh funds for investment purposes or further strategic acquisitions or in other areas that one more prospective; and (6) to sell all company assets in parts per part to produce cash.
RINGKASAN
DIAN AMBARINI. Manajemen dan Pengembangan Perusahaan Leasing di PT. Tamsan Dharma. Dibimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA sebagai Ketua dan BUDI PURWANTO sebagai Anggota.
PT. Tamsan Dharma pada awalnya adalah anak perusahaan Koperasi Dharma yaitu Koperasi yang didirikan oleh Serikat Pekerja Karyawan Bank BNI Kantor Wilayah 10. Perusahaan ini bergerak dalam bisnis otomotif yang terbagi dalam 4 (empat ) bidang kegiatan yaitu transportasi, trading, rental dan finance. Kegiatan yang dominan saat ini adalah bidang pembiayaan (finance) otomotif
PT. Tamsan Dharma adalah perusahaan yang memberikan jasa pembiayaan dengan sistem sewa beli, dimana perusahaan menahan BPKB dan akan dikembalikan apabila konsumen melunasi hutangnya secara mengangsur tiap bulannya.
Pada kajian ini penulis memfokuskan diri pada permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan yang memberikan jasa pembiayaan kendaraan bermotor khususnya permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan PT. Tamsan Dharma. Perusahaan ini adalah perusahaan yang tergolong muda karena baru beroperasi dari tahun 2002 dan tergolong usaha pembiayaan kecil karena modal yang diputar tidak melebihi 10 milyar. Pada tahun 2007 PT. Tamsan Dharma mengalami kerugian.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui kondisi perusahaan melalui analisa laporan keuangan PT. Tamsan Dharma, (2) mengetahui kinerja manajemen piutang yang dilaksanakan, (3) mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki PT. Tamsan Dharma.
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, data primer diperoleh dari pengamatan langsung, diskusi dan wawancara dengan pihak manajemen perusahaan. Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan serta melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan
leasing. Data sekunder diperoleh dari dokumen perusahaan terutama menyangkut masalah keuangan perusahaan.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa PT.Tamsan Dharma memfokuskan diri pada pangsa pasar kendaraan niaga seperti angkot, elf, bus ¾ AKDP [Antar Kota Dalam Propinsi] dan bus AKAP[Antar Kota Antar Propinsi]. Hal ini dilakukan karena semakin banyak perusahaan leasing yang melayani nasabah yang menginginkan untuk mendapatkan kendaraan ataupun modal kerja. Selain itu, pada saat perusahaan lain membatasi tahun kendaraan yang dapat digunakan sebagai agunan (biasanya tahun 2000 keatas), PT. Tamsan Dharma memberanikan diri untuk membiayai kendaraan-kendaraan tua, bahkan untuk kendaraan tahun 1980an. Kebijakan ini diambil karena menurut pengalaman manajemen, mereka yang menggantungkan penghasilan keluarganya pada usaha kendaraan niaga akan lebih berusaha untuk melunasi pinjamannya dengan kekhawatiran apabila kendaraan ditarik maka mereka akan kesulitan secara finasial.
tertunggak lebih besar dari total piutang, rasio solvabilitas: perusahaan tidak mampu menutupi kewajibannya, rasio profitabilitas: perusahaan tidak dapat memberikan kontribusi pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak dalam kondisi baik.
Dari analisa Faktor Internal dan Eksternal posisi perusahaan berada pada kuadran VI menunjukkan strategi perusahaan yang dapat dikembangkan adalah
defensive strategy. Dengan melihat kondisi perusahaan saat ini strategi defensif (defensive strategy) yang dapat dilakukan adalah retrenchment (strategi penciutan/strategi turnaround/reorganizational), divesture (divestasi) dan liquidation
(likuidasi).
Berdasarkan analisis SWOT, strategi yang dapat dilakukan perusahaan antara lain : 1) Menutup bisnis yang kurang menguntungkan atau yang tidak termasuk core competence perusahaan; 2) Penerapan sistem kontrol pengeluaran biaya; 3) Pemangkasan lini produk (product line) dan pengurangan kapasitas produksi; 4) Pengurangan jumlah pegawai; 5) Strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah menjual divisi usaha atau bagian dari organisasi perusahaan untuk memperoleh dana segar bagi kepentingan investasi atau akusisi strategik lebih lanjut atau di bidang lain yang lebih prospektif; dan 6) Menjual seluruh aset perusahaan secara bagian per bagian untuk menghasilkan dan tunai.
Perusahaan perlu tambahan modal kerja agar dapat mengajukan pinjaman modal kerja ke lembaga keuangan atau bank-bank dengan tetap mempertimbangkan suku bunga bank dengan NPV. Jika perusahaan mulai membaik, sebaiknya perlu melirik pasar baru yang menjanjikan yaitu pembiayaan kendaraan motor, karena lebih banyak permintaan, terutama di daerah Bekasi, dan pembiayaan kendaraan motor ini suku bunga yang dikenakan kepada nasabah lebih tinggi.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN PERUSAHAAN LEASING DI PT. TAMSAN DHARMA
DIAN AMBARINI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tugas Akhir : Manajemen dan Pengembangan Perusahaan Leasing di PT. Tamsan Dharma
Nama Mahasiswa : Dian Ambarini Nomor Pokok : F352060265
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc Ir. Budi Purwanto, ME.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Industri Kecil Menengah
Prof.Dr.Ir. Musa Hubeis MS, Dipl.Ing., DEA Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: Manajemen dan Pengembangan Perusahaan Leasing di PT. Tamsan Dharma. Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah syarat untuk memperoleh gelar magister profesional dalam program studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, berbagai pihak telah memberikan bantuan dan masukan sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc selaku pembimbing utama dan Ir. Budi Purwanto, ME selaku pembimbing kedua yang telah memberikan banyak pengetahuan, dan bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis ini. Kepada Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA. selaku dosen penguji atas masukannya untuk perbaikan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak, ibu, suami, anak serta seluruh keluarga dan teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan penulisan ini. Akhir kata penulis menyampaikan banyak terima kasih dan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Maret 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Maret 1974 sebagai anak ke 2 dari 4 bersaudara pasangan Bpk. Drs. D.H. Aritonang, MM. dan Ibu Surya Dharma Sitompul. Pada tahun 2004 penulis menikah dengan Pdt. A.D. Silitonga, S,th. dan sekarang telah dianugerahi satu orang anak yang bernama Palito Teopilus Silitonga.
Penulis diterima di Fakultas Perikanan dengan program Sarjana (S1) pada tahun 1992 di Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan dan lulus pada tahun 1996.
DAFTAR ISI 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Leasing..……… 4
2.1.1 Pengertian Leasing..……… 4
2.6. Kebijakan Pemberian Kredit dan Penagihan Hutang... 14
2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Piutang... 16
2.8. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal(IFE-EFE) 17 III. METODE KAJIAN
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 29
4.1.2. Struktur Organisasi ... 29
4.1.3. Kegiatan Usaha ... 31
4.2. Kinerja Keuangan ………...……… 32
4.2.1.Perkembangan Laba Rugi dan Neraca ………... 32
4.2.2. Kualitas piutang PT. Tamsan Dharma ………... 33
4.2.3.Perhitungan Rasio-rasio keuangan ………. 35
4.3. Pasar dan Persaingan ………... 41
4.4. Kajian Strategi Perusahaan ……….. 43
4.4.1. Kajian Strategi Internal Perusahaan ……….. 43
4.5. Analisa Strategi………...………... 53
4.6. Analisis Matriks SWOT ……… 54
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 58
5.2. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ……….. 60
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal Perusahaan……… … 23
2. Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal Perusahaan……..… 23
3. Evaluasi Matriks Faktor Eksternal………..… 24
4. Evaluasi Matriks Faktor Internal……….... 25
5. Matriks SWOT……….. … 26
6. Kategori Kualitas Piutang PT. Tamsan Dharma ... 33
7. Hasil Perhitungan Analisa Rasio likuiditas, rasio aktivitas dan rasio solvabilitas ……… 35
8. Perkembangan Rasio Profitabilitas PT. Tamsan Dharma Periode 2006-2008 ……… 40
9. Perbandingan Kondisi PT. Tamsan Dharma dengan Perusahaan Leasing sejenis lainnya ……….. 42
10. Data Konsumen dengan Kendaraan Tua yang Dibiayai PT. Tamsan Dharma ………. 44
11. Faktor Strategis Internal PT. Tamsan Dharma ………... 48
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Matriks Internal-Eksternal (IE – Matriks)... 25 2. Bagan Struktur Organisasi PT. Tamsan Dharma ... 30 3. Matriks Internal-Eksternal PT. Tamsan Dharma
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuesioner... 63
2. Neraca Desember 2006 - Desember 2008 PT.Tamsan Dharma 68
3. Rumusan dan Hasil Perhitungan Analisa Rasio Periode 2006- 2008……… 74
4. Pemberian Nilai Peringkat Terhadap Kekuatan dan Kelemahan 75 5. Pemberian Nilai Peringkat Terhadap Peluang dan Ancaman... 77
6. Pembobotan Terhadap Kekuatan dan Kelemahan……….. 79
7. Pembobotan terhadap Peluang dan Ancaman……….. 80
8. Penilaian Terhadap Faktor Eksternal dan Internal... 81
9. Hasil Pembobotan Terhadap Kekuatan dan Kelemahan……… 82
10. Hasil Pembobotan Terhadap Peluang dan Ancaman…………. 83
11. Penilaian Bobot Faktor Eksternal dan Internal………. 84
1.1. Latar Belakang
Akibat dari krisis moneter yang terjadi di Indonesia, dimana dunia perbankan mengalami keterpurukan, banyak masyarakat/perusahaan yang kesulitan mendapatkan dana untuk mempertahankan usahanya sehingga banyak berdiri lembaga-lembaga keuangan non bank yang mengambil kesempatan untuk mengakomodasi keadaan diatas.
PT. Tamsan Dharma adalah salah satu perusahaan yang memberikan pinjaman untuk pembiayaan kendaraan dengan sistem sewa beli. Pendapatan atas bunga piutang sewa-beli tersebut adalah sumber pendapatan paling besar yang diperoleh perusahaan.
Sistem pembiayaan yang diberikan kepada konsumen sama dengan sistem leasing pada umumnya, dimana kendaraan yang diserahkan kepada perusahaan adalah dalam bentuk jaminan BPKB dan akan dikembalikan apabila konsumen melunasi hutangnya secara mengangsur setiap bulan.
PT. Tamsan Dharma bergerak dalam bisnis otomotif yang terbagi dalam 4 (empat ) bidang kegiatan yaitu Transportasi, Trading, Rental dan
Finance. Kegiatan yang dominan saat ini adalah bidang pembiayaan (Finance) otomotif.
Kegiatan utama dari PT. Tamsan Dharma pada awalnya adalah jasa pembiayaan yang prinsipnya sama dengan Leasing. PT. Tamsan Dharma lebih memfokuskan pada jasa pembiayaan untuk kendaraan- kendaraan niaga, dimana modal dan dana dari pihak ketiga yang didapat lebih banyak disalurkan dalam bidang ini. Dana yang berasal dari pihak ketiga ini menempatkan PT. Tamsan Dharma sebagai penyalur kredit.
kebijakan-kebijakan yang diambil perusahaan seperti pembatasan pasar hanya pada kendaraan niaga saja, belum dibentuknya Standar Operational Procedure (SOP) dan kontrol terhadap keamanan administrasi. Masalah– masalah ini merupakan masalah internal yang dihadapi oleh PT. Tamsan Dharma. Sedangkan masalah eksternal yang dialami adalah banyaknya kompetitor, persaingan yang tidak sehat, jumlah kendaraan roda dua meningkat, nilai kendaraan yang dibiayai menyusut tiap tahun, krisis ekonomi global dan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah.
1.2. Perumusan Masalah
Masalah-masalah yang dihadapi perusahaan saat ini antara lain : a. Perusahaan mengalami kesulitan likuiditas
b. Kinerja perusahaan merosot c. Piutang tak tertagih sangat besar d. Penyaluran kredit lemah
e. Perusahaan terus merugi
1.3. Tujuan
Tujuan dilakukan kajian di PT. Tamsan Dharma antara lain : 1. Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan terkait kinerja perusahaan. 2. Mengevaluasi kemampuan persaingan perusahaan dan mencari
alternatif peluang pengembangan.
3. Menemukan strategi dasar yang patut menjadi pegangan perusahaan. 4. Merumuskan program-program strategik perbaikan perusahaan.
1.4. Ruang Lingkup
2.1. Pengertian dan Klasifikasi Leasing. 2.1.1. Pengertian Leasing
Dalam menjalankan operasinya perusahaan membutuhkan aktiva tetap dan untuk memperolehnya perusahaan dapat menggunakan cara yang berbeda-beda. Salah satu yang paling mudah adalah dengan cara membelinya. Memperoleh aktiva tetap dengan cara pembelian menimbulkan berbagai keuntungan dan kerugian bagi perusahaan dan memerlukan berbagai pertimbangan. Perusahaan perlu memikirkan apakah dana yang ada mencukupi atau diperlukan suatu pinjaman, dan resiko lain seperti ketinggalan zaman sehingga tidak ekonomis lagi bila dipakai ataupun ada resiko kegagalan memakai serta kemungkinan biaya pemeliharaan yang terlalu tinggi (Aritonang, 2007).
ekonomi tertentu yang dianggap produktif. Untuk lebih jelasnya, ada beberapa defenisi leasing yaitu sebagai berikut :
1. Menurut Financial Accounting Standar Board (FASB) No.13 (1976) :”..An agreement conveying the right to use property, plant or equipment (land and/or depreciable assets) usually for a stated period
of time”. Definisi diatas menjelaskan adanya kesepakatan antara dua pihak, lessor (pihak yang menyewakan) dan lessee (penyewa). Dalam perjanjian ini terdapat persetujuan penyerahan atau pengalihan hak guna atau hak pakai atas aktiva yang dimiliki yang dapat disiapkan selama periode tertentu dari lessor pada lessee. Selama periode yang dimaksud dalam perjanjian sebagai balas jasa dari hak pakai yang diberikan lessor kepada lessee dituntut untuk membayar sejumlah uang sewa atau kompensasi yang lain sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Lamanya jangka waktu suatu perjanjian lease tergantung pada perjanjian yang dibuat oleh lessor dan lessee, sehingga jangka waktu perjanjian lease ini dapat bervariasi tergantung pada kesepakatan bersama.
2. International Accounting Standard Committee (IASC) No.17 (1982), mendefenisikan leasing sebagai berikut : "Lease: An agreement where by the lessor conveys to the lessee in return for rent the right to use an
asset for an agreed period of time. The definition of lease includes
contracts for the heire of an asset which contains of provision giving
the hirer an option to acquire title of the asset upon to the fufilment of
agreed conditions. These contracts are described as hire purchase
contracts. In some countries, different names are used for agreement
which have the characteristic of a lease“. Defenisi dan pengertian
memperpanjang waktu leasing berdasarkan nilai yang disepakati bersama.
3. Menurut hubungan dengan opsi ini, pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia tahun 1974, mendefenisikan leasing sebagai berikut: "Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan suatu perusahaan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama". Definisi ini tampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha yang lazim disebut finance lease atau sewa guna usaha pembiayaan, diartikan sebagai suatu kegiatan pembiayaan dalam penyediaan barang-barang modal atau aktiva lainnya yang disusutkan (depreciable assets) dan tidak selalu berakhir dengan pemilikan barang oleh si penyewa (hak pilih/opsi) dan adanya pembayaran secara berkala.
2.1.2. Klasifikasi Leasing
Financial Accounting Standard Board (FASB) dalam Statement No.13 (1976) pada “Acounting for Leases” membagi lease dalam dua grup yaitu :
1)Dari Sudut Lessee:
I. Capital Lease yaitu lease yang memenuhi satu atau lebih dari syarat-syarat berikut ini :
a) Lease term : Jangka waktu yang tetap dan tidak dapat dibatalkan termasuk :
ii. Periode yang mencakup digunakannya hak opsi untuk membeli aktiva yang dilease;
iii. Periode dimana lessor mempunyai hak untuk memperbaharui atau memperpanjang masa lease;
iv. Periode dimana denda dikenakan bagi lessee atas kegagalannya untuk memperbaharui lease dan jumlah denda tersebut dijamin pada permulaan lease;
v. Periode yang mencakup hak opsi pembaharuan yang biasa yaitu diberikan jaminan oleh lessee atas hutang lessor yang mungkin terjadi.
b) Bargain Purchase Option: Hak opsi yang diberikan kepada lessee untuk membeli atau menolak "lease asset" setelah habis masa kontrak, yang biasanya dinilai sebesar nilai buku perusahaan.
c) Executory Cost: biaya yang terjadi pada lessor selama masa lease, misalnya biaya pemeliharaan, biaya asuransi dan pajak. Umumnya executory cost ini ditanggung lessee dibayar kepada
lessor secara periodik bersamaan dengan pembayaran berkala. d) Bargain Renewal Option: Hak pilih (opsi) yang diberikan
kepada lessee untuk memperbaharui lease dengan pembayaran sewa yang lebih rendah daripada sewa wajar yang ditaksir untuk biaya yang bersangkutan pada saat hak pilih tersebut digunakan dan penggunaan hak pilih tersebut dijamin secara layak permulaan masa lease.
e) Estimated Residual Value of Leased Property: Taksiran nilai wajar aktiva yang dilease pada akhir masa lease, biasanya sebesar sepuluh persen dari harga pembelian.
yang tidak mempunyai hubungan istimewa (arms length transaction).
g) Estimated Economic Life of Leased Property: Taksiran umur ekonomis dari barang yang dapat digunakan oleh satu atau lebih pemakai (user) dengan pemeliharaan/perbaikan dan dengan tujuan penggunaan sebagai mana ditentukan pada tanggal penandatanganan kontrak leasing.
II. Operating Lease, adalah seperti transaksi sewa menyewa biasa dan jangka waktu sewanya lebih pendek dari pada umur ekonomis propertinya. Lessee biasanya tidak mempunyai hak membeli pada waktu kontrak lease berakhir sehingga tidak terjadi perpindahan hak milik barang. Kontrak sewa ini bersifsat cancelable yaitu dapat diputuskan pihak lessee sewaktu-waktu atau sebelum masa kontrak berakhir. Untuk lebih jelas, apabila jenis lease yang tidak dapat memenuhi salah satu kriteria yang tersebut diatas pada financial lease digolongkan sebagai operating lease.
2) Dari Sudut Lessor
Terdapat beberapa jenis leasing yang disesuaikan dengan kebutuhan dan luas bidang lease, yang antara lain adalah:
a) Sales Type Leases
Sales type leases merupakan finacial lease, tetapi dalam hal ini
leased property pada saat permulaan lease mempunyai nilai yang berbeda dengan cost yang ditanggung lessor. Lessor dalam hal ini bisa merupakan suatu fabrikan atau dealer yang memakai metode leasing sebagai salah satu jalur pemasarannya.
b) Direct Financing Leases
Direct Financing leases adalah salah satu bentuk financial leasing
lessor dalam lease terdiri dari bagian pengambilan investasi lessor
dalam leased property tersebut ditambah dengan komponen income
(keuntungan) yang diharapkan. Metode ini sering disebut full payout leasing, yaitu menunjukkan bahwa lessor membiayai sepenuhnya (100%) dari lease peroperty yang bersangkutan.
c) Leverage Leases
Leverage leases adalah financial lease dalam bentuk yang lebih kompleks sebab melibatkan sekurangnya tiga pihak yng berdiri sendiri. Jadi disamping lessor dan lessee ada pula credit provider
atau debt perticipant yang membiayai sebagian besar leased property. Dalam hal leverage leases, lessee mempunyai equipment
dan melakukan penawaran harga; sama halnya dengan non leverage leases. Tetapi dalam hal ini lessor hanya menanggung sebagian kecil saja dari pembiayaan leased property (sekitar 20% -40%) sedangkan sisanya ditanggung oleh pihak ketiga (debt participant). Biasanya metode ini dipergunakan untuk pembelian /pembiayaan barang modal yang nilainya sangat besar, sehingga tidak mungkin dipikul sendiri oleh lessor.
d) Operating Lease
Operating lease adalah suatu kontrak dimana barang leasenya tidak diamortisir sampai habis selama primary lease period dan lessor
tidak mengharapkan profit semata-mata dari rental lease tersebut tetapi mengharapkan adanya recovery dari hasil penjualan barang atau dengan menyewakan kembali barang.
2.2. Piutang
Piutang adalah claims (tagihan) dalam bentuk uang terhadap entitas lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi, sehingga piutang merupakan bagian yang signifikan dari aktiva lancar perusahaan (Niswongwer,
adalah klaim uang, barang atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya. Untuk tujuan pelaporan keuangan, piutang diklasifikasikan sebagai piutang jangka panjang. Piutang lancar diharapkan akan tertagih dalam satu tahun atau selama satu siklus operasi berjala, mana yang lebih panjang. Semua piutang lain diklasifikasikan sebagai piutang jangka panjang.
2.3. Penggolongan Piutang
Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan menjadi piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha timbul karena penjualan produk atau jasa dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang yang timbul dari transaksi di luar kegiatan normal di perusahaan digolongkan sebaga piutang lain-lain (Barlian dan Sundjaja, 2003).
Menurut Tangkilisan (2003), berdasarkan jangka waktu kredit diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
1. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang jangka waktunya tidak lebih dari satu tahun
2. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang jangka waktunya satu sampai tiga tahun.
3. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun.
2.4. Manajemen Piutang
Kualitas Aktiva Bank Umum (www.bni.co.id), kualitas kredit ditetapkan menjadi :
1. Lancar, dimana pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan, serta sesuai dengan persyaratan kredit. 2. Dalam Perhatian Khusus, dimana terdapat tunggakan pembayaran
pokok dan atau bunga sampai 90 hari.
3. Kurang Lancar, dimana terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari sampai dengan 180 hari. 4. Diragukan, dimana terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau
bunga yang telah melampai 180 hari sampai dengan 270 hari.
5. Macet, dimana terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bungan yang telah melampaui 270 hari.
2.5. Analisis Rasio
Analisis rasio digunakan untuk melihat perkembangan kinerja keuangan terutama yang berkaitan dengan kinerja piutang perusahaan merujuk pada Gills (2004) yaitu :
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo. Rasio ini dapat meng-interpretasikan posisi keuangan jangka pendek. Rasio likuiditas terdiri atas : a. Rasio Posisi Kas (Cash Ratio)
Rasio posisi kas merupakan perbandingan antara kas ditambah bank dengan hutang lancar. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan yang sesungguhnya untuk memenuhi hutang-hutangnya tepat pada waktunya. Semakin tinggi rasionya tidak selalu berakibat baik karena kas yang banyak berada di tangan memperlihatkan dana yang menganggur.
b. Rasio Lancar (Current Ratio)
aktiva lancar dan pasiva lancar. Semakin besar nilai rasio maka semakin likuid.
2. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas digunakan untuk mengetahui kecepatan beberapa perkiraan menjadi penjualan atau kas. Rasio aktivitas terdiri atas:
a. Rasio Perputaran Piutang (Account Recieveable Turn-Over Ratio)
Rasio ini menunjukkan beberapa kali perusahaa menagih piutangnya dari pemberian pembiyaaan dan penjualan kredit dalam satu periode. Rasio ini merupakan perbandingan antara jumlah pemberian pinjaman nasabah dan penjualan kredit dengan total piutang. Jika perusahaan memiliki kesulitan dalam penagihan maka perusahaan mempunyai saldo piutang yang besar atau over investment dalam piutang dan rasionya rendah yang mengakibatkan inefisiensi. Sebaliknya jika perusahaan mempunyai kebijakan kredit dan prosedur penagihan yang baik maka saldo piutang rendah sehingga rasionya tinggi.
b. Hari Rata-rata Pengumpulan Piutang (Average Collection Period)
Rasio ini mengukur pengelolaan piutang yang efisien pada perusahaan dan menunjukkan jangka waktu rata-rata yang harus ditunggu perusahaan setelah melakukan penjualan sebelum menerima kas. Rasio ini membandingkan antara piutang dengan jumlah pemberian pinjaman nasabah dan penjualan kredit/360. Dari perhitungan tersebut bermanfaat untuk mengevaluasi kebijakan pinjaman dan penagihan karena dapat diketahui apakah hari rata-rata pengumpula piutang realisasi sesuai dengan standar atau tidak. Apabila hari rata-rata pengumpulan piutang selalu lebih besar daripada batas waktu pembayaran yang telah ditetapkan tersebut berarti bahwa cara pengumpulan piutangnya kurang efisien.
3. Rasio Solvabilitas
panjang. Solvabilitas diukur dengan perbandingan antara total aktiva dengan total utang. Ukuran ini mensyaratkan agar perusahaan mampu memenuhi semua kewajibannya baik jangka pendek mapun jangka panjang. Kondisi ideal perusahaan adalah apabila perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuid) dan juga memenuhi kewajiban jangka panjangnya (solvable).
4. Rasio Profitabilitas
Rasio Profitablitas disebut juga dengan rasio rentabilitas. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan dari kegiatan usaha dan modal yang diberikan. Rasio profitabilitas yang digunakan antara lain :
a. Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin)
Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak dibandingkan dengan pendapatan usaha. Semakin tinggi rasio maka semakin baik kemampuan menghasilkan laba bersih.
b. Hasil Atas Aktiva (Return on Asset)
ROA adalah ukuran keseluruhan keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia.
c. Rentabilitas ekonomi
Rentabilitas ekonomi menunjukkan seberapa besar keuntungan yang dihasilkan dengan modal yang dimiliki.
d. Rentabilitas Modal Sendiri
Rentabilitas modal sendiri menunjukkan seberapa besar keuntungan yang dihasilkan dengan modal sendiri.
e. Rentabilitas Modal Sendiri
Rasio ini mengukur laba yang dihasilkan murni dari operasi koperasi tanpa melihat beban keuangan (bunga) dan beban dari pemerintah (pajak).
Rasio ini mengukur laba yang dihasilkan murni dari operasi perusahaan tanpa melihat beban keuangan (bunga) dan beban dari pemerintah (pajak).
2.6. Kebijakan Pemberian Kredit dan Penagihan Hutang
Menurut Berlian dan Sundjaja (2003), manajer keuangan pada umumnya mengawasi piutang dagang melalui keterlibatannya dalam pengelolaan :
a. Kebijakan kredit, suatu penentuan dalam penyeleksian pemberian kredit, standar kredit dan syarat kredit.
b. Kebijakan penagihan, pendekatan perusahaan untuk mengelola setiap aspek piutang dagang sangat dipengaruhi oleh kondisi persaingan.
Seleksi dalam pemberian kredit adalah suatu keputusan dimana seseorang/perusahaan akan memberikan kredit kepada pelanggannya dan berapa besar kredit yang akan diberikan.
Lima dimensi utama untuk menganalisa kemampuan pemohon kredit yaitu :
a. Karakter, meneliti dan memperhatikan sifat pribadi, cara hidup, status sosial dan lain-lain. Hal ini penting karena berkaitan dengan kemauan untuk membayar hutang.
b. Kemampuan, meneliti kemampuan pimpinan perusahaan beserta stafnya dalam meraih penjualan atau pun pendapatan yang dapat diukur dari penjualan yang dicapai pada masa lalu dan juga keahlian yang dimiliki dalam bidang usahanya. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk membayar hutang.
c. Kapital, mengukur posisi keuangan secara umum dengan memperhatikan kapital/modal yang dimiliki perusahaan dan juga pembanding hutang dengan kapital.
e. Kondisi, memperhatikan kondisi perekonomian pada umumnya serta kecenderungan perekonomian yang akan mempengaruhi jalannya usaha perusahaan.
Kebijakan penagihan piutang adalah sekumpulan prosedur penagihan piutang usaha pada saat jatuh tempo. Pendekatan umum yang digunakan untuk mengevaluasi kredit dan kebijakan penagihan meliputi :
a. Rasio rata-rata periode tagih. b. Pengumuran piutang.
Teknik-teknik penagihan yang biasa dilakukan adalah : a. Mengirim surat
b. Menelepon c. Mendatangi
d. Menggunakan agen/orang lain e. Tindakan secara hukum
Menurut Brigham dan Houston (2001), kebijakan investasi dalam piutang yang diterapkan dalam perusahaan ada tiga tipe yaitu :
1. Kebijakan investasi dalam piutang longgar, yaitu suatu kebijakan dimana penjualan kredit digalakkan dengan kebijakan penjualan kredit yang longgar sehingga mengakibatkan tingkat piutang usaha yang tinggi.
2. Kebijakan investasi dalam piutang yang ketat, yaitu suatu kebijakan dimana berusaha untuk meminimumkan piutang usaha. Dengan meningkatkan syarat kredit, memperpendek periode kredit dan kebijakan penagihan yang ketat.
2.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Piutang
Menurut Riyanto (1995) , faktor-faktor yang mempengaruhi piutang adalah sebagai berikut :
1. Volume penjualan kredit
Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Dengan besarnya volume penjualan kredit setiap tahunnya berarti perusahaan itu harus menyediakan investasi yang lebih besar lagi dalam piutang. Makin besarnya jumlah piutang berarti semakin besar resiko, tetapi juga dapat memperbesar keuntungan.
2. Syarat pembayaran penjualan kredit
Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat-syarat pembayaran yang ketat berarti perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit daripada profitabilitasnya. Syarat yang ketat misalnya dalam bentuk batas waktu pembayarannya yang pendek, pembebanan bunga yang tinggi akan berpengaruh terhadap keterlambatan pembayaran piutang.
3. Ketentuan tentang pembatasan kredit
Dalam penjualan kredit perusahaan dapat menetapkan batas maksimal bagi kredit yang diberikan kepada para pelanggannya. Semakin tinggi batas maksimal yang ditetapkan bagi pelanggan maka makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang. Makin selektif para pelanggan yang dapat diberi kredit, akan memperkecil jumlah investasi dalam piutang.
4. Kebijaksanaan dalam mengumpulkan piutang
5. Kebiasaan membayar dari para pelanggan
Pada umumnya, pelanggan akan menggunakan kesempatan untuk mendapatkan cash discount tetapi ada pula yang tidak mempergunakan kesempatan tersebut. Perbedaan cara pembayaran ini tergantung pada cara penilaian mereka, mana yang lebih menguntungkan antara kedua alternatif tersebut.
2.8. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE)
Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian internal adalah dengan menggunakan matriks Internal Factor Evaluation (IFE). Sedangkan untuk mengarahkan perumusan strategi yang merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial budaya demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan tingkat persaingan digunakan matriks External Factor Evaluation (EFE) (Rangkuti, 1998).
Matriks IFE dan EFE bertujuan untuk menganalisis faktor lingkungan, baik internal maupun eksternal perusahaan. Dalam menganalisis faktor-faktor internal, mengklasifikasikannya menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan digunakan matriks IFE, sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal, diklasifikasikan atas peluang dan ancaman bagi perusahaan dalam matriks EFE.
Dalam matriks IFE, total keseluruhan nilai yang dibobot berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan nilai rataan 2,5. Nilai di bawah 2,5 menandakan bahwa secara internal perusahaan lemah dan nilai di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Total nilai 4,0 menunjukkan perusahaan mampu menggunakan kekuatan yang ada untuk mengantisipasi kelemahan dan total nilai 1,0 berarti perusahaan tidak dapat mengantisipasi kelemahan dengan menggunakan kekuatan yang dimilikinya.
ada dan menghindari ancaman di pasar industri. Nilai terendah adalah 1,0 yang menunjukkan strategi yang dilakukan perusahaan tidak dapat memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman yang ada. Setelah tersusun matriks IFE dan EFE, dilakukan kombinasi alternatif strategi dengan menggunakan matriks IE dan SWOT.
Matriks Internal External (IE) digunakan untuk melakukan pemetaan terhadap skor total matriks IFE dan EFE yang dihasilkan dari audit eksternal dan internal perusahaan. Matriks IE terdiri atas dua dimensi, yaitu total skor dari matriks IFE dan total skor dari matriks EFE. Total skor matriks IFE dipetakan pada sumbu X dengan skor 1,0 – 1,99 yang menyatakan posisi internal adalah lemah, skor 2,0 – 2,99 posisinya rataan, serta skor 3,0 – 4,0 adalah posisi kuat. Total skor dari matriks EFE pada sumbu Y dengan skor 1,0 – 1,99 adalah posisi rendah, skor 2,0 – 2,99 adalah posisi rataan dan skor 3,0 – 4,0 adalah posisi tinggi.
Matriks ini bermanfaat untuk menentukan posisi perusahaan, yang terdiri atas sembilan sel, namun secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda, yaitu (1) Strategi pertumbuhan (Growth strategy) yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1,2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7,8); (2) Stability strategy, adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan; (3)
3.1. Pengumpulan data
3.1.1 Lokasi dan waktu kajian
Lokasi dari usaha jasa leasing yang menjadi bahan kajian adalah PT. Tamsan Dharma yang berkantor di Jl. Mesjid I/2 Pejompongan Jakarta Pusat, dan kemudian pindah pada tahun 2008 dengan beralamatkan di Ruko Niaga Kalimas 2 Blok C-27 Setia Dharma, Bekasi. Waktu pelaksanaan kajian dilakukan selama lima bulan dimulai dari bulan September 2008 sampai dengan bulan Februari 2009.
3.1.2 Jenis, Pengumpulan dan Sumber Data
dokumen-dokumen perusahaan terutama yang menyangkut terhadap keuangan perusahaan.
3.2. Metode Analisis
Pendapatan terbesar dari sebuah perusahaan leasing ditentukan dari bagaimana manajemen perusahaan dalam mengelola piutangnya karena dari piutang yang diberikan kepada nasabah perusahaan mendapatkan laba berupa margin bunga yang diperoleh setiap kali nasabah melakukan pembayaran cicilan. Metode analisa yang digunakan adalah analisis rasio (Gills, 2004).
Analisis rasio yang digunakan adalah rasio likuiditas, rasio aktivitas dan rasio solvablitas dan rasio profitabilitas. Rasio likuiditas dihitung dengan menggunakan rumus rasio posisi kas dan rasio lancar sebagai berikut (Gills, 2004) :
RPK =
KL
RL = KL
Keterangan :
RPK = Rasio Posisi Kas K = Kas
B = Bank
RL = Rasio Lancar AL = Aktiva Lancar
Rasio Aktivitas dihitung dengan menggunakan rumus rasio perputaran piutang dan rasio pengumpulan piutang sebagai berikut :
Rasio Perputaran Piutang =
Pinjaman yang disalurkan
Rasio Pengumpulan Piutang =
Pinjaman yang dikumpulkan
K + B
AL
Total Piutang
Rasio Solvabilitas dihitung dengan menggunakan rumus :
Rasio Solvabilitas =
Total Kewajiban
Untuk Rasio Profitabilitas dihitung dengan menggunakan rumus Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin/NPM), Hasil Atas Aktiva (Return on Asset/ROA), Rentabilitas Ekonomi, Rentabilitas Modal Sendiri dan Margin Laba Operasi (Operating profit Margin/OPM) sebagai berikut :
Rasio NPM =
Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap kinerja manajemen piutang yang dilakukan perusahaan, selanjutnya akan dianalisa strategi bersaing yang dapat dilakukan perusahaan agar dapat mengembangkan usaha leasingnya dengan menggunakan analisa SWOT dimana hal-hal yang akan dianalisa adalah analisis matriks evaluasi faktor interna (IFE) dan eksternal (EFE).
Matrik IFE dan EFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut (Rangkuti, 1998) :
a. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan
Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal yaitu dengan mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan organisasi. Didaftarkan kekuatan terlebih dahulu kemudian kelemahan organisasi. Daftar dibuat spesifik dengan menggunakan persentase, rasio atau angka perbandingan. Kemudian dilakukan identifikasi faktor eksternal perusahaan dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman organisasi.
Data eksternal perusahaan diperoleh dari hasil wawancara atau kuesioner dan diskusi dengan pihak manajemen perusahaan serta data penunjang lainnya. Hasil kedua identifikasi faktor-faktor diatas menjadi penentu internal dan eksternal yang selanjutny akan diberikan bobot rating. b. Penentuan Bobot Setiap Variabel
Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor-faktor strategis eksternal dan internal tersebut kepada pihak manajemen atau pakan dengan menggunakan metode Paired Comparison (Kinnear dan Taylor, 1991)
Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah:
Tabel 1. Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal Perusahaan
Tabel 2. Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal Perusahaan Faktor Strategis
Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai rata-rata (2 pakar) dari setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan dengan menggunakan rumus :
c. Penentuan Peringkat (Rating)
Penentuan peringkat oleh manajemen atau pakar dari perusahaan yang dianggap sebagai decision maker dilakukan terhadap variabel-variabel dari hasil analisis situasi perusahaan. Untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel
x
iΣ
nterhadap kondisi perusahaan digunakan nilai peringkat dengan skala 1,2,3 dan 4 terhadap masing-masing faktor strategis yang menandakan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini, dimana untuk matriks EFE skala nilai peringkat yang digunakan yaitu :
1 = Rendah, respon kurang
2 = Rendah, respon sama dengan rata-rata 3 = Tinggi, respon diatas rata-rata
4 = Sangat tinggi, respon superior
Untuk faktor-faktor ancaman merupakan kebalikan dari faktor peluang, dimana skala 1 berarti sangat tinggi, respon superior terhadap perusahaan dan skala 4 berarti rendah, respon kurang terhadap perusahaan.
Untuk matriks IFE, skala nilai peringkat yang digunakan yaitu : 1 = Sangat lemah
2 = Lemah 3 = Tidak Lemah 4 = Sangat tidak lemah
Untuk faktor-faktor kelemahan merupakan kebalikan dari faktor kekuatan, dimana skala 1 berarti sangat tidak lemah dan skala 4 berarti sangat lemah. Selanjutnya nilai dari pembobotan dikalikan dengan nilai rata-rata peringkat pada tiap-tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Hasil pembobotan dan peringkat (rating) berdasarkan analisa situasi perusahaan dimasukkan dalam Tabel 3 dan 4.
Nilai IFE dikelompokkan dalam Tinggi (3,0 – 4,0), Sedang (2,0 – 2,99) dan Rendah (1,0 – 1,99). Sedangkan nilai-nilai EFE dikelompokkan dalam Kuat (3,0 – 4,0), Rata-rata (2,0 – 2,99) , dan Lemah (1,0 – 1,99). (David, 1998)
Tabel 4. Evaluasi Matriks Faktor Internal Faktor Strategis Eksternal
d. Matriks Internal – Eksternal ( I – E Matriks)
Gabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks Internal – Eksterna (IE) yang berisikan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE (Gambar 1).
TOTAL SKOR EVALUASI FAKTOR
Gambar 1. Matriks Internal-Eksternal (IE – Matriks)
Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis yang lebih detail. Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan sembilan sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama yaitu :
1. Strategi pertumbuhan (Growth strategy) yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1,2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7,8)
2. Stability strategy, adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan.
3. Retrechment strategy, adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (sel 3,6 dan 9)
e. Matriks SWOT
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala (Keputusan Menteri keuangan No. 1169/KMK01/1991 tanggal 21 Nopember 1991 tentang kegiatan Sewa Guna Usaha).
Pada dasarnya terdapat beberapa jenis leasing, tetapi secara mendasar dapat dikategorikan dalam 2 kategori yaitu :
1. Direct Lease, yaitu lessee mengidentifikasikan barang (asset) yang sebelumnya dilakukan negosiasi harga dan menghubungi perusahaan leasing (lessor) untuk membelinya dari pabrik (jika baru) dan dari pemiliki sebelumnya (jika bekas) untuk disewakan kepada lessee.
2. Sale and lease back ( purchase leaseback), yaitu lesse menjual barang yang sebelumnya dimiliki kepada perusahaan leasing dengan harga pasar atau nilai buku (mana yang lebih rendah) dan kemudian menyewakan kembali.
Berdasarkan jenisnya, leasing dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis utama, yaitu :
1. Finance leasing (Full payout lease). Secara umum lessee tidak dapat memiliki barang (asset) yang sebelumnya disewa. Meskipun demikian, lessee biasanya mempunyai pilihan untuk melanjutkan penyewaan dan membayar sewa dengan nilai minimal. Pada akhir waktu penyewaan, barang akan dijual kepada pihak ketiga dan lesse menerima share dari penjualan (jika penyewaan tidak dilanjutkan)
2. Operating lease. Biasanya jangka waktu lebih pendek dibandikngkan dengan finance leasing. Operating lease tidak berbeda dengan sewa biasa. Lessor mengharapkan untuk menjual barang/asset di pasar
Tidak berbeda dengan finance leasing, lesse tidak dapat memiliki asset. Berbeda dengan finance lease, lessee tidak memiliki share dari penjualan barang kepada pihak ketiga.
3. Contract hire. Sebagai bentuk dari Operating lease, dimana lessee
memperoleh jasa tambahan seperti pemeliharaan, manajemen atau memperoleh penggantian jika asset dalam perbaikan. (Hiemann dan Ikhwan, 2001)
PT. Tamsan Dharma adalah perusahaan pembiayaan yang lebih memfokuskan diri pada kendaraan niaga, terutama untuk kendaraan-kendaraan niaga yang ditolak oleh perusahaan leasing lain karena faktor umur kendaraan. Kondisi ini dilakukan untuk menghindari persaingan dengan perusahaan leasing lain mengingat PT. Tamsan Dharma baru berdiri dan berusaha mencari nasabah yang potensial. Dalam hal ini pembiayaan yang diberikan berasal dari dana yang dimiliki sendiri oleh perusahaan.
Dalam perjalanan waktu, PT. Tamsan Dharma mendapatkan fasilitas kerjasama dalam penyaluran kredit bank, dalam hal ini bank swasta. Kebijakan yang diberlakukan yaitu umur kendaraan harus tidak lebih dari 7 tahun. Sehingga dengan kebijakan ini perusahaan berusaha untuk menyalurkan kredit dengan jaminan kendaraan-kendaraan niaga ataupun kendaraan pribadi yang lebih muda. Namun dalam hal ini PT. Tamsan Dharma tetap tidak bisa memperoleh nasabah kendaraan baru pribadi karena bunga yang masih tinggi dibandingkan dengan leasing lain ataupun dengan bank dimana bunga yang diberikan kepada nasabah sebesar 16% fixed p.a.
PT. Tamsan Dharma dapat diklasifikasikan sebagai perusahaan leasing berkategori Direct Lease karena jaminan yang diberikan oleh nasabah dalam perjanjian/kontrak leasing adalah milik perusahaan yang akan dikembalikan apabila sejumlah sewa yang dibebankan kepada nasabah tiap bulannya diselesaikan dengan baik sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. PT. Tamsan Dharma juga dimasukkan ke dalam jenis
kendaraan akan dijual dengan melihat kondisi outstanding dari kewajiban dari nasabah.
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan
PT.TAMSAN DHARMA didirikan tanggal 29 Oktober 2001 dengan akta Notaris Cholid Artha No.35 dan telah mendapat pengesahan dari Departemen Kehakiman dan HAM. RI No. C – 030223 HT.01.01 tahun 2002. Ijin operasional dengan SIUP No. 0106/04-01/PB/XI/2001, tanggal 19 November 2001, berlaku selama perusahaan menjalankan kegiatan usaha. TDP No.09.05.1.50.42894 tanggal 3 April 2002 berlaku s/d 3 April 2007.NPWP.No.02.107/362. 2-022.000. Telah diumumkan dalam Berita Negara No. 75 tanggal 17 September 2002.
PT.TAMSAN DHARMA adalah anak perusahaan Koperasi Dharma yaitu Koperasi yang di dirikan oleh Serikat Pekerja Karyawan Bank BNI Kantor Wilayah 10. Koperasi Dharma berdiri sejak tanggal 2 Desember 1999. Didirikan untuk mewujudkan kesejahteraan para anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Koperasi menyelenggarakan usaha dalam berbagai bidang yang telah diatur dalam Anggaran Dasar Koperasi ( pasal 3 ayat 4 ) salah satu usaha dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, maka atas kebijaksanaan Pengurus dengan persetujuan Rapat Anggota, didirikanlah PT.TAMSAN DHARMA yang bergerak dalam bisnis otomotif yang terbagi dalam 4 (empat ) bidang kegiatan yaitu Transportasi, Trading, Rental dan Finance. Kegiatan yang dominan saat ini adalah bidang pembiayaan (Finance) otomotif.
4.1.2 Struktur Organisasi
khusus yang secara terus menerus dilatih untuk meningkatkan keterampilannya. Adapun struktur organisasi pada PT. Tamsan Dharma adalah sebagai berikut :
STRUKTUR ORGANISASI PT. TAMSAN DHARMA
Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi PT. Tamsan Dharma
Secara keseluruhan karyawan aktif PT. Tamsan Dharma ada empat orang dimana secara organisasi posisi direktur, general manager dan staff kontrol dipegang oleh pemilik dari perusahaan ini. Pada posisi sekretaris, administrasi marketing dipegang oleh satu orang, pada posisi keuangan dan akuntansi, piutang dipegang oleh satu orang dan untuk umum dan marketing dipegang oleh satu orang. Dengan kondisi karyawan manajemen mengharuskan agar setiap karyawan untuk mengetahui semua lini dan job description dari setiap posisi tersebut diatas, selain untuk menggantikan posisi karyawan yang berhalangan masuk, juga sebagi bentuk kontrol intern agar setiap pegawai mengetahui apa yang dilakukan pegawai lainnya.
DIREKTUR
SEKERTARIS GENERAL
MANAGER
STAFF KONTROL
ADM.MARKETING
MARKETING
KEUANGAN DAN AKUNTANSI
4.1.3. Kegiatan Usaha
Kegiatan usaha yang ada dan sedang dikembangkan di PT. Tamsan Dharma adalah bidang Transportasi, Trading, Rental dan
Finance. Penjelasan atas kegiatan usaha tersebut sebagai berikut. 1. Transportasi
Perusahaan memiliki kendaraan penumpang untuk di operasikan melayani masyarakat. Usaha ini sedang dirintis dengan menggunakan 6 (enam) unit bus hasil tarikan konsumen yang mobil – mobil bekas. Hubungan kerja sama dilaksanakan dengan salah satu show room di Bogor, namun kegiatan ini hanya bersifat insidentil saja.
3. Rental
Bidang ini belum dilaksanakan oleh PT. Tamsan Dharma karena masih termasuk bisnis utama dari Koperasi Dharma, khususnya penyewaan mobil – mobil untuk operasional cabang – cabang Bank BNI dilingkungan Wilayah 10. Bidang usaha ini akan diusahakan untuk dikembangkan diluar penyewaan kepada Bank BNI.
4. Finance
adalah “ Sewa Beli “ (keputusan menteri perdagangan dan koperasi nomor : 34/KP/II/1980 tentang perizinan kegiatan usaha sewa beli (hire purchase) jual beli dengan angsuran, dan sewa (renting).
4.2. Kinerja Keuangan
4.2.1. Perkembangan Laba Rugi dan Neraca
Laporan keuangan utama yang didapatkan dari PT. Tamsan Dharma adalah Laporan Rugi Laba dan Neraca (Lampiran 2). Pos rekening yang dimiliki dalam laporan rugi laba perusahaan secara detail terdapat dalam lampiran 2 mengenai laporan neraca dan rugi laba.
Dalam rugi laba, pos-pos rekening pendapatan dan biaya yang paling aktif adalah yang berhubungan langsung dengan jasa pembiayaan yang dilakukan yaitu pendapatan sewa beli yang merupakan pendapatan utama PT. Tamsan Dharma dan Fee penyaluran kredit yang diberikan oleh pihak bank yang melakukan kerjasama penyaluran kredit kepada PT. Tamsan Dharma. Pada posisi biaya, pos yang paling aktif adalah biaya dana karena pos ini merupakan pos penempatan biaya bunga yang harus dibayarkan kepada pihak bank setiap bulannya menyusul biaya personalia yang merupakan biaya gaji karyawan setiap bulan. Untuk gambaran bentuk neraca dapat dilihat pada bagian lampiran.
4.2.2. Kualitas Piutang PT. Tamsan Dharma
Dari data konsumen per Desember 2006 kualitas piutang PT. Tamsan Dharma berdasarkan umur tunggakan terlihat dalam tabel berikut :
Tabel 6. Kategori kualitas piutang PT. Tamsan Dharma
No. Kategori Kualitas Piutang Jumlah Nasabah
1. Lancar 18
2. Dalam Perhatian Khusus 11
3. Kurang Lancar 2
4. Diragukan 0
5. Macet 3
Dari data diatas terlihat bahwa kategori lancar memiliki persentase yang paling tinggi diantara kategori yang lain sebesar 52,9% dengan total pembiayaan sebesar Rp.2.104.420.369,-. Dari total pembiayaan yang lancar tersebut, sebanyak Rp. 1,4 Milyard merupakan pembiayaan bus bagi salah satu perusahaan otomotif besar di pulau Jawa.
Untuk kategori dalam perhatian khusus menempati posisi persentase terbesar kedua yaitu 32,3% dengan umur piutang yang tertunggak kebanyakan berumur satu bulan dan hanya 3 berumur diatas 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan nasabah mengalami kemunduran dalam pembayaran angsurannya, yaitu kendaraan rusak sehingga memerlukan biaya perbaikan, kendaraan mengalami kecelakaan dan khusus bagi kendaraan niaga setoran harian yang diperoleh dari pengoperasian kendaraan tersebut semakin menurun karena jumlah penumpang yang menurun akibat banyaknya kendaraan roda dua.
aset berupa tanah yang pada akhirnya digunakan oleh nasabah untuk melunasi hutangnya. Sedangkan nasabah yang lain sebenarnya berusaha untuk menolong keluarganya dengan menjadi personal guarantee, namun orang yang ditolongnya ini ternyata mengalami kesulitan dalam menjalankan usaha angkotnya, sehingga yang bersangkutan pasrah dan menyerahkan tanggung jawab kepada nasabah. Pada akhirnya nasabah mau membayar lunas dengan bernegosiasi hanya membayar hutang pokok dan bunganya saja tanpa membayar denda.
Bila dilihat dari kualitas piutang PT. Tamsan Dharma secara jumlah nasabah, sebenarnya PT. Tamsan Dharma memiliki sejumlah nasabah yang mampu melakukan pembayarannya dengan baik. Hal ini dikarenakan PT. Tamsan Dharma melakukan seleksi yang ketat dalam mencari nasabah, seperti meminta collateral guarantee berupa ijin trayek bagi kendaraan niaga dan aset tetap atau tambahan unit kendaraan untuk pembiayaan kendaraan tua. Banyak nasabah yang datang merupakan rekomendasi dari nasabah yang sudah dibiayai oleh PT. Tamsan Dharma. Namun karena secara nominal (volume) piutang dengan kualitas macet sangat besar maka secara langsung mempengaruhi pendapatan yang diperoleh PT. Tamsan Dharma yang membuat kondisi laporan keuangan merugi.
4.2.3. Perhitungan Rasio-rasio keuangan
1) Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo. Rasio ini dapat mengintepretasikan posisi keuangan jangka pendek. Untuk menganalisis tingkat likuiditas dapat dilihat dari rasio posisi kas dan rasio lancar.
Posisi rasio likuiditas PT. Tamsan Dharma periode 2006 – 2008 dapat dilihat pada Tabel diatas. Secara umum tingkat likuiditas PT. Tamsan Dharma dari tahun ke tahun tidak mencapai titik ideal. Posisi kas selalu berada dilevel yang rendah sehingga grafik menunjukkan kewajiban lancarnya tidak dapat untuk dipenuhi.
a) Rasio Posisi Kas (Quick Ratio)
Rasio posisi kas PT. Tamsan Dharma dari tahun 2006 hingga 2008 mengalami fluktuasi, besarnya rasio ini secara berturut-turut adalah 0,007 pada tahun 2006 kemudian 0.583 pada tahun 2007 dan terakhir pada tahun 2008 0,47. Rasio Posisi kas PT. Tamsan Dharma selalu lebih kecil dari satu, hal ini menggambarkan bahwa PT. Tamsan Dharma tidak memiliki uang di kas/bank yang cukup untuk memenuhi kewajiban lancarnya.
b) Rasio Lancar
Hampir sama dengan rasio posisi kas, fluktuasi rasio lancar PT. Tamsan Dharma mengikuti rasio posisi kas. Hal ini lebih dikarenakan aktiva lancar selain kas dan bank adalah persekot biaya yang merupakan nama lain dari pos petty cash PT. Tamsan Dharma.
disalurkan kembali dengan prosedur pemberian pinjaman yang sangat ketat. Kedua, PT. Tamsan Dharma memang sedang dalam kondisi merugi, sehingga apabila tidak ada nasabah yang potensial yang mampu dijaring, uang kas atau bank yang ada langsung disetorkan untuk memenuhi kewajiban yang ada.
2) Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas perusahaan dapat diketahui dengan menganalisis rasio perputaran piutang dan rasio periode pengumpulan piutang. Dengan rasio ini dapat diketahui beberapa perkiraan menjadi penjualan atau kas.
a) Rasio Perputaran Piutang (Account Receiveable Turn-Over Ratio)
Selama periode 2006-2008 frekwensi PT. Tamsan Dharma untuk menagih piutangnya sangat rendah. Bahkan bisa dikatakan bahwa atas setiap pinjaman yang diberikan PT. Tamsan Dharma hanya mampu untuk menagih piutang yang diberikan 1x setiap tahunnya. Pada tahun 2008 PT. Tamsan Dharma tidak menyalurkan pinjaman lagi karena semua dana yang ada baik dari bank ataupun pihak lain sudah disalurkan kepada nasabah dan perusahaan kesulitan untuk mencari dana baru dan semua angsuran yang ada difokuskan untuk mengembalikan kewajiban PT. Tamsan Dharma kepada pihak Bank.
b) Hari Rata-rata Pengumpulan Piutang (Average Collection Period)
Dari tabel diatas terlihat pada tahun 2006 rasio ini adalah sebesar 5.303,511 hari, pada tahun 2007 sebesar 926,760 hari dan terakhir pada tahun 2008 menjadi 523,372 hari. Periode ini sangat besar dibandingkan hari pengumpulan yang ideal yaitu 30 hari.
Kondisi kedua rasio diatas yang berada jauh dari titik ideal dikarenakan terdapat piutang yang tertunggak yang sangat besar yang tercatat tiap tahunnya bila dibandingkan dengan total piutang PT. Tamsan Dharma. Pada tahun 2006 terdapat tunggakan piutang lebih dari Rp. 2,5 Milyar tiap bulannya dan dari tunggakan tersebut kontribusi terbesar diberikan oleh piutang dari salah satu nasabah besar yang meminjam uang dengan pokok sekitar Rp. 2,1 Milyar. Banyak faktor yang menyebabkan piutang tersebut tidak dapat ditagih namun tidak dihapus bukukan.
Pertama, jumlah karyawan yang terbatas. PT. Tamsan Dharma hanya memiliki 3 orang karyawan yang harus mampu menguasai seluruh kegiatan perusahaan. Sehingga tidak ada karyawan yang khusus untuk memegang permasalahan penagihan piutang.
Kedua, cara penagihan piutang. Dengan jumlah karyawan yang demikian, penagihan lebih banyak dilakukan melalui telepon dan jarang dengan mendatangi langsung kepada nasabah. Selain itu penggunaan pihak ketiga untuk menagih piutang menurut pihak manajemen sangat tidak efisien mengingat debt collector eksternal biasanya meminta fee lebih dari 10% dari total tagihan yang mampu diambil.
Keempat, kebijakan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Salah satu hal yang memukul perusahaan otomotif pada tahun 2006 adalah kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM secara tiba-tiba dan harga yang melonjak tajam membuat banyak pemilik usaha kendaraan niaga yang mengalami kerugian karena kenaikan harga BBM tidak diikuti dengan kenaikan tarif ongkos yang sesuai dengan kenaikan harga BBM maupun harga spare part yang ikut melonjak naik.
Kelima, pihak manajemen tidak memasukkan piutang yang tak tertagih tersebut menjadi biaya karena akan sangat merusak kondisi neraca dan rugi laba yang akan berimbas dengan semakin sulitnya perusahaan untuk mencari pinjaman kepada pihak bank ataupun pihak ketiga lain apabila melihat kondisi neraca yang tidak menunjukkan kondisi yang positif.
3) Rasio Solvabilitas
Rasio ini diukur dengan perbandingan antara total aktiva dengan total kewajiban. Adapun nilai rasio pada tahun 2006 adalah 1.63 kemudian tahun 2007 sebesar 1.4 dan tahun 2008 sebesar 1.38. Tiap tahunnya PT. Tamsan Dharma tidak mampu mencapai angka ideal yaitu dua dalam rasio solvabilitas. Aktiva lancar yang dimiliki PT. Tamsan Dharma terlihat semakin tergerus dari tahun ke tahun sehingga tidak mampu untuk menutupi kewajibannya.
4) Rasio Profitabilitas
Tabel 8. Perkembangan rasio profitabilitas PT. Tamsan Dharma Periode 2006-2008
Rasio Profitabilitas 2006 2007 2008 Ideal Kondisi Perusahaan
Berdasarkan hasil perhitungan rasio, PT. Tamsan Dharma sudah tidak memiliki kemampuan untuk memberikan kontribusi pendapatan. Hal ini terkait analisa sebelumnya dimana PT. Tamsan Dharma dalam mengelola piutangnya sudah mengalami kemunduran. Terlihat dari rasio aktivitas yang dihitung melalui rasio perputaran piutang dan rasio hari rata – rata pengumpulan piutang yang dibawah ideal membuat pendapatan yang diperoleh dari selisih margin bunga yang seharusnya didapatkan sama sekali tidak dapat dilaksanakan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, piutang yang sangat besar yang tidak dapat ditagih sebesar lebih dari Rp. 2,5 M membuat PT. Tamsan Dharma sebagai perusahaan leasing yang sangat tergantung dari pendapatan bunga dari pinjaman yang diberikan tidak mampu untuk menutupi biaya-biaya operasional yang ada.
manajemen yang bekerjasama dengan PT. Pahala Kencana membuka usaha jasa penjuaan tiket dan jasa pengiriman barang.
4.3. Pasar dan Persaingan
Usaha pembiayaan sempat goyah saat krisis moneter, pada tahun 1997. Industri leasing ikut terkena dampaknya karena dinilai jadi perpanjangan tangan dari pelanggaran BMPK [Batas Maksimum Pemberian Kredit]. Kondisi ini membaik semakin berkembang selama 2002. Menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) pada tahun 2001 perusahaan pembiyaan meraup laba Rp1,84 triliun, melonjak dari posisi setahun sebelumnya yang desifit Rp118,963 miliar. Nilai kegiatan usaha pembiayaan dalam enam bulan pertama tahun 2002 diperkirakan mencapai Rp18 triliun-Rp20 triliun. Artinya, dana kelola sebanyak itu yang diperoleh pada tahun lalu. Dari segi prospek, sejumlah kalangan menilai pembiayaan sepeda motor jauh lebih menarik dibandingkan mobil. Adira merupakan contoh sukses pembiyaan motor yang kini mencapai Rp3 triliun. WOM Finance pun mendekati jumlah tersebut. Jika melihat tren yang ada, penjualan motor terus meningkat sejak 1999. Dari sejumlah merek yang ada yaitu Honda, Yamaha, Suzuki, Vespa, dan lainnya, Honda menguasai 57% pangsa pasar pada 2002. Artinya, dari penjualan motor sebanyak 2,3 juta unit, Honda mampu menjual mendekati 1.500 unit. Pemain utama di industri sepeda motor nasional adalah FIF, Adira Finance, WOM Finance, PT Sasana Multi Artha Finance, PT Busan Finance, dan PT Indomobil Finance Indonesia (Subiantoro, 2003)
Selain itu, juga termasuk pembiayaan kendaraan melalui Adira Finance dan kredit pembiayaan perlengkapan rumah tangga dan elektronik melalui Adira Kredit. Pembiayaan untuk motor dan mobil naik Rp 1,48 triliun atau 9% menjadi Rp 17,95 triliun.