• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERUBAHAN TARIF PPH FINAL TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PENGHASILAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERUBAHAN TARIF PPH FINAL TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PENGHASILAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

119

ANALISIS PERUBAHAN TARIF PPH FINAL TERHADAP

KEPATUHAN WAJIB PAJAK PENGHASILAN

1Yeti Apriliawati 2Rahma Nazila Muhammad

1,2Politeknik Negeri Bandung, Bandung, Jawa Barat, Indonesia yeti.apriliawati@polban.ac.id

Abstract

The effect of changes in tax rates on income taxpayer compliance is addressed in this research. The analysis used the quantitative comparative approach and the population is the tax offices (KPP) within the scope of the Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1. The data collected using purposive sampling are secondary in the form of tax revenue reports and taxpayer compliance, which is 18 months each, before and after the regulation implemented. Descriptive statistics, normality test as well as Wilcoxon signed rank test are used to the data analysis techniques used. The renewal is the reduction to 0.5 percent of the final income tax rate that is the purpose of Law No. 23 of 2018 enactment. The finding reveals that the changes in tax rates have a significant effect on taxpayer compliance. This outcome is expected to be a consideration in future policymaking related to the tax rate.

Keywords : Changes In Tax Rates; Individual Taxpayer; Taxpayer Compliance.

JEL Classification : H21, H24

(2)

1. PENDAHULUAN

Sumber terbesar dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) Indonesia berasal dari penerimaan pajak, dibandingkan dengan dua sumber pendapatan lainnya (tabel 1).Jumlah penerimaan sektor pajak tahun 2018 senilai Rp1.518,72 triliun atau sekitar 78% dari jumlah penerimaan negara dan masih tercatat sebagai penyumbang terbesar dalam penerimaan negara. Regulasi tax amnesty (pengampunan pajak) berhasil meningkatkan penerimaan pajak dan memperbaiki pertumbuhan perekonomian. Kebijakan pemerintah berupa pajak digunakan untuk mengatur bidang perekonomian. Namun, karena masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak (WP), pemungutan pajak masih sulit dilakukan (Ageng, 2011).

Sumber: Realisasi APBN Tahun 2013 – 2018 Kemenkeu

Terdapat kenaikan rasio kepatuhan wajib pajak sejak 2015 hingga 2017 pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar I (tabel 2). Walaupun pada tahun 2018 (saat perubahan tarif mulai diterapkan) terjadi penurunan rasio kepatuhan sebesar 4,73%, realisasi SPT pada tahun tersebut meningkat dari tahun sebelumnya. Rata-rata rasio kepatuhan wajib pajak selama tahun 2015 hingga 2018 adalah 62,16%, sedangkan 37,84% dari rata-rata wajib pajak belum mematuhi kewajibannya untuk melaporkan SPT PPh Tahunan.

Latar belakang tersebut menjadi dasar pemilihan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I sebagai subjek penelitian dan untuk mengatasi ketidakpatuhan tersebut dan mengoptimalkan penerimaan perpajakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah khususnya DJP, seperti dengan menetapkan PP No. 23 Tahun 2018.

(3)

Kebijakan ini dapat meningkatkan pertumbuhan WP (Kumaratih & Ispriyarso, 2020; Kusumawati, 2019; Marasabessy, 2020; Ramdan, 2017; Setiawan & Prabowo, 2019), namun juga beresiko menurunkan penerimaan kas negara (Yuwana, 2020) secara signifikan. Peraturan ini menggantikan peraturan sebelumnya, mengubah tarif pajak penghasilan menjadi 0,5% yang berlaku bagi wajib pajak yang omzetnya kurang dari Rp4.800.000.000,-.

Penelitian sebelumnya lebih berfokus pada studi kritis tentang PPh Final 1% bagi UMKM dan menyimpulkan bahwa perubahan tarif pajak dan persepsi pajak berdampak pada berubahnya kewajiban pajak ke arah positif (Maharatih, 2019). Selain itu, tarif pajak berpengaruh positif terhadap kepatuahn WP UMKM (Cahyani & Noviari, 2019). Penelitian-penelitian tersebut menggunakan data berdasarkkan persepsi dari para wajib pajak sehinga perbedaan penelitian yang penulis lakukan lebih berfokus kepada kebijakan penurunan tarif PPh final dengan melalui pengukuran kuantitatif yang dapat membuktikan bahwa perubahan tarif meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak.

Penelitian dilakukan untuk menganalisis perbedaan tingkat penerimaan pajak dan kepatuhan WP sebelum dan setelah menerapkan perubahan tarif 0,5% berdasarkan PP. 23 Tahun 2018 di KPP di bawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat 1, sedangkan untuk urgensi penelitian, yaitu adanya gap pada target penerimaan pajak tahun 2018 dan 2019 yang cukup besar, padahal di sisi lain tarif diturunkan dari 1% menjadi 0.5%. Penelitian ini terbatas pada penerimaan pajak penghasilan final dan kepatuhan wajib pajak yang dipengaruhi oleh peringanan tarif PPh dari 1% menjadi 0,5% di seluruh KPP pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1.

2. TINJAUAN PUSTAKA Dasar Teori

Theory of Planned Behaviour (TPB) menjadi grand theory untuk penelitian ini. Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh niat wajib pajak itu sendiri, jika dikaitkan dengan TPB (Ajzen, 1991). TPB diterapkan untuk mengilustrasikan bahwa secara signifikan (perilaku) kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh sikap. Sedangkan untuk Middle ring theory digunakan teori daya pikul. Teori daya pikul adalah teori yang di mana pengenaan pajak sesuai dengan kemampuan seorang wajib pajak (Mardiasmo, 2011; Sari, 2013). Tarif 1% dianggap masih memberatkan wajib pajak karena itulah perubahan tarif PPh final menjadi 0,5% sesuai dengan teori daya pikul, yaitu sebagai upaya menyesuaikan kemampuan wajib pajak.

Support theory terdiri dari teori keadilan dan teori kepatuhan. Teori keadilan berhubungan dengan diterimanya imbalan jika telah mencapai standar suatu kinerja (Doto, 2014). Perilaku wajib pajak dalam melaksakan kewajiban perpajakannya digambarkan oleh teori keadilan ini, yaitu wajib pajak secara sadar dan suka rela melakukan kewajibannya kepada pemerintah apabila mereka merasa adil dalam hal

(4)

pemungutan pajak. Perubahan tarif merupakan contoh teori keadilan dalam penelitian ini, sedangkan teori kepatuhan digambarkan sebagai kepatuhan perpajakan yang merupakan kondisi dari setiap wajib pajak yang dapat melaksanakan hak serta kewajibannya dalam kaitannya dengan perpajakan (Mintje, 2016; Nurmantu, 2003). Wajib pajak dikatakan mematuhi kewajiban perpajakannya bila wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya, baik kewajiban menurut ketentuan material maupun ketentuan formal (sesuai peraturan perpajakan). Teori kepatuhan ini juga berdasarkan teori kepatuhan pajak pada UU No. 16/2019 Pasal 1 Ayat 1.

Tarif Pajak

Kontribusi wajib (memaksa) orang pribadi atau badan pada negara berupa uang yang terutang tanpa imbalan secara langsung, karena digunakan untuk kebutuhan negara demi mewujudkan kesejahteraan rakyat, dikenal dengan istilah pajak (Sulastyawati, 2014), sedangkan tarif pajak adalah presentase dalam kalkulasi pajak terutang (Liberti, 2014). Struktur tarif dengan pola presentasi terdiri dari (1) tarif tetap, (2) tarif proporsional, (3) tarif progresif, dan (4) tarif degresif.

Wajib Pajak Penghasilan

Dalam melakukan pembayaran, pemotongan, dan pemungutan pajak, orang pribadi atau badan melakukan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku (Permatasar et.l. 2016). Subjek pajak yang pendapatannya sudah memenuhi penghasilan kena pajak atau melebihi pendapatan tidak kena pajak dalam negeri berdasarkan peraturan yang sah. Kedua kalimat tersebut merupakan definisi dari wajib pajak. Wajib pajak penghasilan adalah salah satu penyumbang utama penerimaan negara, yaitu orang pribadi maupun badan usaha tetap yang menerima penghasilan di Indonesia (Fanuel & Yusran, 2020; Pangalila et al., 2016)

.

Wajib pajak dibagi menjadi dua jenis (kriteria), yaitu WP subjek dalam negeri (WPDN) dan WP subjek luar negeri (WPLN), sedangkan melingkupi mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), mengestimasi pajak terutang, menyetorkan pajak terutang sesuai nilai yang telah dikalkulasikan, serta melaporkan SPT (surat pemberitahuan) pajak tahunan.

Kepatuhan Wajib Pajak

Di bawah pengawasan DJP, salah satu cara untuk mengukur kinerja wajib pajak adalah pemenuhan kewajiban (kepatuhan) perpajakan wajib pajak (Diatmika, 2013). Tingkat kepatuhan wajib pajak tersebut nantinya akan menjadi dasar DJP untuk mengambil tindakan lebih lanjut (upaya pembinaan, pemantauan dan tindak lanjut WP). Kepatuhan formal maupun material merupakan jenis kepatuhan wajib pajak (Wahyudi, 2017). Sedangkan kriteria kepatuhan wajib pajak harus memenuhi beberapa hal, seperti SPT disampaikan tepat waktu, tidak berhutang segala bentuk pajak (kecuali telah mendapatkan izin untuk membayar angsuran / penundaan pajak), lembaga pengawasan keuangan pemerintah ataupun akuntan publik mengaudit laporan keuangan dengan hasil

(5)

WTP dalam tiga tahun beruntut-turut, juga tidak memiliki catatan penyimpangan/kejahatan perpajakan dalam lima tahun terakhir (Damajanti, 2015; Pohan et al., 2018).

Sanksi Pajak

Sanksi pajak diberikan setelah dilakukan pemeriksaan pajak berupa jaminan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan. Hal ini dilakukan sebagai langkah preventif untuk memastikan bahwa peraturan perpajakan tidak dilanggar dan disebut sanksi perpajakan (Diatmika, 2013). Sanksi tersebut dibagi menjadi sanksi administratif berupa pembayaran kerugian negara dan sanksi pidana dengan penjatuhan hukuman kepada wajib pajak yang tidak patuh (Cahyadini et al., 2017).

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

Ditetapkan sejak 1 Juli 2013, dengan tujuan untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak dan menyederhanakan aturan perpajakan sebelumnya, pengenaan tarif pajak berubah menjadi sebesar 1%. Tarif ini diberlakukan atas penghasilan wajib pajak yang omzetnya lebih rendah dari 4.800.000.000,00 rupiah (Diatmika, 2013), namun 5 (lima) tahun kemudian peraturan ini dihapuskan setelah digantikan dengan PP No. 23/2018, yang akan di bahas pada sub bab berikutnya. Peraturan ini berlaku bagi wajib pajak orang pribadi, tetapi WP badan tidak termasuk badan usaha tetap (BUT).

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018

Pemberlakuan tarif 0,5% atas penghasilan wajib pajak dengan omzet kurang dari 4.800.000.000,00 rupiah. Perubahan / penurunan tarif pajak ini untuk merangsang wajib pajak berperan aktif pada kegiatan ekonomi formal, bentuk keadilan bagi wajib pajak, kewajiban perpajakan menjadi lebih mudah, kesempatan untuk berkontribusi kepada negara, serta meningkatnya wawasan akan manfaat pajak bagi masyarakat (Kumaratih & Ispriyarso, 2020). WP orang pribadi dan WP badan tertentu seperti PT, CV, Firma, dan koperasi menjadi wajib pajak yang diatur dalam peraturan ini.

Rumusan Hipotesis

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya perubahan/perbedaan tingkat penerimaan pajak dari pemberlakuan tarif PPh 0,5% (Kusumawati, 2019). Diduga terdapat perubahan tingkat kepatuhan wajib pajak pada tarif final PPh sebesar 0,5% dan hal tersebut menjadi salah satu faktor pendukung walaupun tidak sedikit yang masih melakukan penunggakan (Kumaratih & Ispriyarso, 2020). Maka, hipotesis pada penelitian ini

H1 : Terdapat Perbedaan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Penerapan Tarif PPh 0,5%

H2 : Terdapat Perbedaan Kepatuhan Wajib Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Tarif PPh 0,5%

(6)

Hipotesis di atas jika dikaitkan dengan theory of planned behaviour serta teori kepatuhan, menggambarkan bagaimana perubahan kebijakan salah satunya perubahan tarif pajak penghasilan yang nantinya akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, tersebut akan terjadi berdasarkan niat dari wajib pajak itu sendiri. Selain itu, perubahan penerimaan pajak dikaitkan dengan teori daya pikul dan keadilan. Dimana perubahan tarif 0,5% dirasa lebih sesuai dengan kemampuan wajib pajak.

Penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif, yaitu membandingkan apakah terdapat atau tidaknya perubahan pada masing-masing KPP dalam lingkup Kanwil Jabar I terkait pemberlakuan tarif 0,5%, maka selanjutnya dilakukan pengujian kedua hipotesis tersebut, sebagai berikut:

Sumber : Data Penulis (2020)

State of the Art

Beberapa penelitian sebelumnya telah menganalisa tingkat penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak yang dipengaruhi oleh kebijakan tarif PPh 1%, namun belum ada yang membahas mengenai perbedaan tingkat penerimaan pajak dan kepatuhan WP tersebut sebelum dan setelah perubahan tarif 0,5%. Maka, pembaruan dalam penelitian ini adalah turunnya tarif PPh final menjadi 0,5% yang merupakan tujuan dari diberlakukannya PP No. 23 Tahun 2018.

3. METODOLOGI Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang berbentuk komparatif dengan data sekunder yang diperoleh berupa dokumen terkait penerimaan pajak atas wajib pajak penghasilan bertarif 1% dan 0,5% serta terkait kepatuhan wajib pajak penghasilan dari masing-masing KPP. Data sekunder diambil selama 18 bulan untuk PP No. 46/2013 (Januari 2017 – Juni 2018) dan PP No. 23/2018 (Juli 2018 – Desember 2018). Pengumpulan data sekunder menggunakan teknik purposive sampling dimana populasinya adalah seluruh KPP dalam lingkup Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1, dengan kriteria sampel yaitu WP penghasilan yang telah terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tersebut.

(7)

Berikut operasionalisasi variabel dalam penelitian ini: 1. Variabel bebas (X1): Tarif 1%

Indikator: jumlah penerimaan pajak atas WP penghasilan dengan tarif 1% dari omzet selama 18 bulan berdasarkan PP No. 46/2013 (Kusumawati, 2019).

2. Variabel bebas (X2): Tarif 0,5%

Indikator: jumlah penerimaan pajak atas WP penghasilan dengan tarif 0,% dari omzet selama 18 bulan berdasarkan PP No. 23/2018 (Kumaratih & Ispriyarso, 2020). 3. Variabel terikat (Y): Kepatuhan Wajib Pajak

Indikator berupa perbandingan WP penghasilan yang terdaftar wajib SPT dengan WP penghasilan yang menyampaikan SPT PPh Tahunan berdasarkan Peraturan Menkeu No: 74/PMK.03/2012 (Kumaratih & Ispriyarso, 2020).

Perbandingan pengaruh kebijakan perubahan tarif tersebut dilakukan melalui analisis statistik non parametrik menggunakan alat perangkat lunak SPSS. Perbedaan rerata dua sampel yang saling berhubungan teridentifikasi dari hasil uji Wilcoxon signed ranks. Sebelum menguji hipotesis, dilakukan pemeriksaan deskriptif dan normalitas. Pengujian hipotesis dalam mengidentifikasi penerapan perubahan tarif 0,5% dilakukan pada hipotesis pertama terhadap penerimaan pajak (Kusumawati, 2019) dan hipotesis kedua terhadap kepatuhan wajib pajak (Kumaratih & Ispriyarso, 2020).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan nilai minimun, maksimum, rata-rata serta standar deviasi dari penerimaan pajak dan kepatuhan WP saat sebelum dan setelah implementasi perubahan tarif 0,5% diilustrasikan pada tabel 4. Hasil deskriptif statistik menunjukkan penerimaan pajak sebelum perubahan tarif memiliki nilai terendah sebesar Rp147.043.572,00 dan nilai tertinggi sebesar Rp6.388.294.958,00, sedangkan setelah penerapan perubahan tarif, nilai terendah penerimaan pajak senilai Rp178.093.152,00 dengan nilai tertinggi sejumlah Rp6.510.435.727,00. Nilai penerimaan pajak sesudah penerapan perubahan tarif 0,5% lebih tinggi dibanding sebelum penerapan perubahan tarif menjadi 0,5%. Sedangkan untuk nilai tengah penerimaan pajak sebelum dan setelah penerapan tarif 0,5% lebih tinggi dibandingkan dengan nilai standar deviasinya, artinya penyimpangan terhadap nilai rata-rata penerimaan pajak tetap relatif rendah saat sebelum ataupun setelah penerapan tarif 0,5%. Bahkan terdapat eskalasi nilai rata-rata penerimaan pajak setelah penerapan perubahan tarif menjadi 0,5%, yaitu Rp1.097.381.917,59 menjadi Rp1.206.722.140,78.

(8)

Sumber : Data diolah SPSS v25 (2020)

Nilai terendah kepatuhan wajib pajak dengan tarif 1% sebesar 426 wajib pajak dan nilai tertingginya 4.185 wajib pajak. Ketika perubahan tarif 0,5% sudah diterapkan, masing-masing nilai terendah dan tertinggi kepatuhan wajib pajak meningkat menjadi 490 dan 5.756 wajib pajak, sedangkan untuk nilai tengah kepatuhan wajib pajak sebelum dan setelah implementasi perubahan tarif 0,5% lebih besar dari standar deviasinya, yang artinya penyimpangan terhadap nilai rata-rata kepatuhan wajib pajak relatif rendah. Juga terjadi peningkatan nilai rata-rata setelah diterapkan tarif 0,5% sebesar Rp109.340.222,49.

Sumber : Data diolah SPSS v25 (2020)

Pengujian normalitas dengan Kolmogorov SmirNov (tabel 5) digunakan karena data yang digunakan lebih dari 50. Nilai signifikasi (2 tailed) penerimaan pajak 1%, penerimaan pajak 0,5%, dan kepatuhan wajib pajak 1% adalah 0,000 yang lebih rendah dari 0,05. Sementara nilai sig. (2 tailed) kepatuhan wajib pajak 0,5% adalah 0,007 juga kurang dari 0,05. Hasil tersebut mempresentasikan semua data tidak berdistribusi normal (0,000 < 0,05 dan 0,007 < 0,05) sebab masing-masing nilai sig. (2 tailed) di bawah 0,05.

(9)

Sumber : Data diolah SPSS v25 (2020)

Hasil ringkasan statistik deskriptif dari empat sampel penerimaan pajak serta kepatuhan WP sebelum dan setelah implementasi perubahan tarif 0,5% diilustrasikan pada tabel 6. Data penerimaan pajak antara sebelum dan sesudah penerapan tarif 0,5% negative rank atau selisih data secara negatif senilai 96, yang berarti 96 bulan mengalami penurunan penerimaan pajak dari penerimaan pajak sebelum ke penerimaan pajak sesudah penerapan perubahan tarif 0,5%, dengan rata-rata penurunan sebesar 138,04. Untuk data kepatuhan wajib pajak antara sebelum dan setelah penerapan tarif 0,5% negative rank senilai 38, artinya selama 38 bulan mengalami penurunan kepatuhan wajib pajak dari sebelum penerapan ke sesudah penerapan perubahan tarif 0,5% dengan peringkat rata-rata penurunan senilai 142,82.

Selisih peringkat positif antara penerimaan pajak sebelum dan sesudah adalah 174 data positif di mana terjadi kenaikan penerimaan pajak selama 174 bulan dari penerimaan pajak sebelum ke penerimaan pajak setelah penerapan perubahan tarif menjadi 0,5%. Untuk selisih peringkat positif kepatuhan wajib pajak antara sebelum dan sesudah, yaitu senilai 232 data positif, yang mana terjadi peningkatan kepatuhan wajib pajak selama 232 bulan dari kepatuhan wajib pajak sebelum implementasi ke kepatuhan wajib pajak sesudah implementasi tarif 0,5%. Mean rank peningkatan untuk masing-masing data adalah 134,10 dan 134,30, sementara nilai ties 0 membuktikan bahwa tidak ada nilai yang sama antara penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah pengimplementasian penurunan tarif menjadi 0,5%.

(10)

Sumber : Data diolah SPSS v25 (2020)

Pengujian dengan Wilcoxon Signed Ranks dipilih untuk mengidentifikasi perbedaan signifikan pada penerimaan pajak serta kepatuhan wajib pajak terkait penerapan perubahan tarif PPh menjadi 0,5%. Nilai Z (pada penerimaan pajak) yang disajikan pada Tabel 7 senilai -3,925 beserta p value (Asymp. Sig 2 tailed) adalah 0,000 (dengan 0,000 < 0,05). Hasil tersebut mengungkakan H0 ditolak dan Ha diterima (tabel 3), maka terdapat perbedaan signifikansi terhadap penerimaan pajak sebelum dan setelah implementasi perubahan tarif PPh 0,5% sesuai PP No. 23 Tahun 2018.

Nilai Z pada kepatuhan wajib pajak adalah -10,018 dengan p value (Asymp. Sig 2 tailed) senilai 0,000 (dimana 0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak dan Ha diterima (lihat tabel 3), maka terdapat perbedaan signifikansi pada kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah penerapan perubahan tarif menjadi 0,5%.

Pembahasan

Dokumen penerimaan pajak penghasilan dan kepatuhan WP penghasilan dari seluruh sampel Kantor Pelayanan Pajak di lingkup Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar I menjadi data kuantitatif untuk penelitian ini. Pengolahan data terdiri dari uji deskriptif, uji normalitas, dan uji Wilcoxon signed ranks. Dari hasil pengolahan data, terungkap bahwa terdapat perbedaan pada tingkat penerimaan pajak dan kepatuhan WP di seluruh KPP pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1 (Kusumawati, 2019). Motivasi, kesadaran, perilaku wajib pajak atau kinerja tiap KPP dapat menjadi faktor lain yang mempengaruhi hasil tersebut. Namun, secara keseluruhan terjadi peningkatan pada penerimaan pajak dan jumlah kepatuhan wajib pajak setelah diterapkannya perubahan tarif menjadi 0,5% (Kumaratih & Ispriyarso, 2020).

Perbedaan Penerimaan Pajak pada KPP di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1 Sebelum dan Sesudah Penerapan Perubahan Tarif PPh Menjadi 0,5%

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis pertama yang diajukan (tabel 3) dimana H0 ditolak dan Ha diterima (tabel 6) dengan hasil terdapat perbedaan signifikan akan penerimaan pajak sebelum dan setelah pengimplementasian tarif pajak menjadi 0,5%. Terdapat kenaikan rata-rata penerimaan pajak sesudah penerapan tarif 0,5% jika dibandingkan sebelum penerapan perubahan tarif, yaitu meningkat dari

(11)

Rp1.097.381.917,59 menjadi Rp1.206.722.140,78 (tabel 4). Peningkatan ini membuktikan bahwa penerapan perubahan tarif 0,5% memberikan pengaruh terhadap tingkat penerimaan pajak untuk seluruh KPP dalam lingkup Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1. Penurunan tarif pajak 1% menjadi 0,5% memenuhi teori daya pikul dan teori keadilan karena hal ini dianggap sesuai dengan kemampuan wajib pajak (Mardiasmo, 2011; Sari, 2013). Pemungutan pajak dengan self assessment system juga dapat menjadi faktor pendukung adanya perbedaan yang signifikan dan peningkatan pendapatan pajak (Misman, 2016; Ulya, 2018) saat sebelum dan sebelum penerapan perubahan tarif 0,5% karena dengan sistem ini, wajib pajak dipercaya pemerintah untuk melakukan kewajiban perpajakannya secara mandiri (Misman, 2016; Ulya, 2018).

Perbedaan Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1 Sebelum dan Sesudah Penerapan Tarif PPh Menjadi 0,5%

Hasil olah data mendukung hipotesis kedua yang diajukan (tabel 3) dimana H0 ditolak dan Ha diterima (tabel 6), dengan hasil terdapat perbedaan signifikan akan kepatuhan wajib pajak sebelum dan setelah impelemtasi tarif 0,5%. Kaitan antara kepatuhan wajib pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1 untuk seluruh KPP-nya dengan theory of planned behaviour (Ajzen, 1991) adalah wajib pajak melakukan suatu kegiatan berdasarkan niat wajib pajak itu sendiri, wajib pajak membayarkan pajak secara berkala atau setiap bulannya, dan melaporkan SPT Masa juga melaporkan SPT Tahunan setiap tahunnya untuk memastikan apakah selama ini pembayaran pajaknya nihil, kurang bayar atau lebih bayar dikarenakan Indonesia menganut self assesment system.

Menurut UU No. 28 Tahun 2009, wajib pajak dikatakan patuh jika memenuhi kedua dimensi kepatuhan formal beserta material. Kepatuhan formal bagi wajib pajak meliputi: (i) pemenuhan tanggung jawab/kewajiban pajak sesuai ketentuan yang berlaku, (ii) pemenuhan persyaratan dalam membayar pajak, (iii) memiliki pengetahuan tentang prosedur pembayaran, (iv) pengetahuan mengenai jatuh tempo pembayaran, dan (v) tidak pernah melanggar ketentuan peraturan perpajakan. Untuk kepatuhan material wajib pajak terdiri dari: tidak mempunyai tunggakan pajak, membayar pajak tepat waktu, dan kepatuhan membayar sanksi administrasi.

Berdasarkan teori keadilan (Doto, 2014), wajib pajak merasa bahwa pemungutan pajak saat melakukan kewajiban perpajakannya, bersifat adil. Wajib pajak merasa keberatan dengan tarif 1% maka pemerintah melakukan penyesuaian dengan penurunan tarif. Berdasarkan teori kepatuhan (Nurmantu, 2003), kewajiban pajak menurut ketentuan formal terpenuhi dengan realisasi wajib pajak yang aktif di KPP Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1 sebanyak 5.756 wajib pajak yang melaporkan kewajibannya.

Penelitian ini menguatkan penelitian-penelitian sebelumnya (Kumaratih & Ispriyarso, 2020; Kusumawati, 2019), dimana penerapan penurunan tarif menjadi 0,5% atau

(12)

penerbitan PP No. 23 Tahun 2018 maka tujuan pemerintah untuk menstimulasi dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak terbukti. Dengan bertambahnya 571 wajib pajak setelah penerapan perubahan tarif menjadi 0,5% dan kenaikan penerimaan pajak sebesar Rp122.140.769,00 dalam jangka waktu 18 bulan setelah penerapan peraturan tersebut.

5. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian ini menerima hipotesis 1 (satu) dan hipotesis 2 (dua) bahwa terdapat perbedaan signifikan pada tingkat pendapatan pajak sebelum dan setelah penerapan perubahan tarif PPh menjadi 0,5%, dan terdapat perbedaan signifikan akan kepatuhan WP saat sebelum dan sesudah implementasi perubahan tarif PPh 0,5% penerapan PP No. 23 Tahun 2018 dengan tujuan untuk menstimulasi dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Implikasi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan empiris bagi pemangku kepentingan, dalam hal ini Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1 dan Kementerian Keuangan. Informasi ini diharapkan dapat digunakan dalam penyusunan maupun penetapan kebijakan di masa depan terkait perpajakan di Indonesia ataupun sebagai bahan evaluasi kinerja bagi instansi yang berkaitan. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1 juga sebaiknya terus melakukan upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak seperti mengoptimalkan sosialisasi, pembinaan mengenai pajak, seminar mengenai informasi pajak, dan memberikan pemahaman yang luas tentang pajak dalam rangka meningkatkan kesadaran wajib pajak serta terciptanya komunikasi dua arah antara wajib pajak dan petugas pajak. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar juga dapat melakukan promosi ataupun ajakan yang menarik perhatian wajib pajak agar lebih tertarik untuk membayar pajak dan melaporkan pajaknya, seperti mengadakan kegiatan ataupun melalui media yang dapat dijangkau oleh setiap orang pribadi.

Saran

Penelitian ini terbatas hanya pada wilayah tertentu yaitu Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1, sehingga beberapa saran yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya adalah diharapkan dapat menambah jumlah data responden untuk penyebaran kuisioner sehingga hasil penelitian bisa digeneralisasikan, serta peneliti selanjutnya juga dapat menambah atau mengganti pengukuran variabel yang dikembangkan. Variabel lain sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, misal sosialisasi dan kualitas pelayanan pajak.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Ageng, B. (2011). Pengaruh Sikap, Kesadaran Wajib Pajak, dan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan.

Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50(2), 179–211. https://doi.org/10.1016/0749-5978(91)90020-T

Cahyadini, A., Arta Atmaja, B., & Oka Margana, I. (2017). Pembaharuan Sanksi Pajak Sebagai Upaya Mengoptimalkan Penerimaan Negara. Veritas et Justitia, 3(2), 494– 518. https://doi.org/10.25123/vej.2776

Cahyani, L. P. G., & Noviari, N. (2019). Pengaruh Tarif Pajak, Pemahaman Perpajakan, dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. E-Jurnal

Akuntansi Universitas Udayana, 26(3), 1885–1911.

https://doi.org/10.24843/eja.2019.v26.i03.p08

Damajanti, A. (2015). Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Perorangan Di Kota Semarang. Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 17(2), 12–28. https://doi.org/10.26623/jdsb.v17i1.499

Diatmika, I. P. G. (2013). Penerapan Akuntansi Pajak Atas PP No. 46 Tahun 2013 Tentang Pph Atas Penghasilan Dari Usaha Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Jurnal Akuntansi Profesi. 3(2), 113–121.

Fanuel, H., & Yusran, R. R. (2020). Analisis Pelaksaaan Kewajiban Perpajakan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Gaji Karyawan pada PT Tri Cipta Gemilang. Jurnal EMBA, 8(1), 538–545. https://media.neliti.com/media/publications/37910-ID- analisa-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-jumlah-penerimaan-pajak-penghasilan-oran.pdf

Kumaratih, C., & Ispriyarso, B. (2020). Pengaruh Kebijakan Perubahan Tarif PPH Final Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pelaku UMKM. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 2(2), 158–173. https://doi.org/10.14710/jphi.v2i2.158-173

Kusumawati, A. F. (2019). Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak UMKM Sebelum DAN Sesudah Penerapan PP NO. 23 Tahun 2018 Dalam Rangka Peningkatan Penerimaan PPh Final (Studi Empiris pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II). Universitas Muhammadiyah Surakarta, 23. http://eprints.ums.ac.id/72985/

Liberti, P. (2014). Administrasi Perpajakan Indonesia Edisi 2. Mitra Wacana Media. Maharatih, N. W. (2019). Studi Kritis Pengenaan Pajak Penghasilan Final Bagi Usaha

Mikro Kecil Menengah. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 8(1), 105–115. https://doi.org/10.24843/jmhu.2019.v08.i01.p08

Marasabessy, I. L. (2020). Pengaruh Penurunan Tarif Pajak UMKM Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM (Studi Kasus Pada KPP Pratama Pondok Aren). Mardiasmo. (2011). Perpajakan (Edisi Revisi). CV Andi Offset.

Mintje, M. S. (2016). Pengaruh Sikap, Kesadaran, dan Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pemilik (UMKM) Dalam Memiliki NPWP. Jurnal EMBA, 4(1), 1031–1043. https://media.neliti.com/media/publications/2975-ID- pengaruh-sikap-kesadaran-dan-pengetahuan-terhadap-kepatuhan-wajib-pajak-orang-pr.pdf

(14)

Misman, S. (2016). Pengaruh Penerapan Sistem Self Assessment Terhadap Optimalisasi Penerimaan Pph Pasal 25 Wajib Pajak Badan Pada Kpp Pratama Manado. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 16(4), 1074–1086.

Nurmantu, S. (2003). Pengantar Perpajakan. Yayasan Obor Indonesia.

Pangalila, R. M., Saerang, D., & Pontoh, W. (2016). Analisis Penghitungan Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Dan Penanaman Modal Daerah (Bppt & Pmd) Kota Bitung. Jurnal Berkala Ilmiah

Efisiensi, 16(3), 860–869.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/viewFile/13581/13167

Permatasari, A. I. S., Kumadji, S., & Effendi, I. (2016). Analisis Perhitungan, Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 21 Atas Karyawan Tetap Pt. Petrokimia Gresik. Jurnal Perpajakan, 53(9), 1689–1699. https://media.neliti.com/media/publications/193962-ID-analisis-perhitungan-pemotongan-penyetor.pdf

Pohan, E. S., Devi, D. F., & Rofiani, G. R. (2018). Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Badan Berdasarkan Realisasi Penerimaan Pajak Penghasilan Pada Kantor Pelayanan Pajak (Kpp) Pratama Cilegon. Jurnal Riset Akuntansi Terpadu, 12(1), 114–125. https://doi.org/10.35448/jrat.v12i1.5346

Ramdan, A. N. (2017). Pengaruh Perubahan Tarif,Metode Penghitungan dan Modernisasi Sistem Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM Dengan Keadilan Pajak Sebagai Variabel Moderasi Pada UMKM Di Kota Makasar. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Sari, D. (2013). Konsep Dasar Perpajakan. Refika Aditama.

Setiawan, T., & Prabowo, R. (2019). Analisis Persepsi Wajib Pajak Pelaku UMKM Terhadap Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. International Journal of Social Science and Business, 3(4), 463. https://doi.org/10.23887/ijssb.v3i4.21637

Sulastyawati, D. (2014). Hukum Pajak dan Implementasinya Bagi Kesejahteraan Rakyat. Jurnal Filsafat Dan Budaya Hukum, 7(10), 119–128. http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/

Ulya, S. H. (2018). Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pramata Medan Timur. http://repository.uinsu.ac.id/7311/1/skripsi pdf ira.pdf

Wahyudi, H. (2017). Efek Mediasi Kepatuhan Wajib Pajak Pada Pengaruh Pemahaman Dan Kesadaran WAjib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Penghasilan. Jurnal Studi Akuntansi & Keuangan, 1(1), 29–38. https://doi.org/10.5281/zenodo.1098485

Yuwana, A. R. (2020). Analisis PPh Final atas Kegiatan UKM Sebelum Dan Sesudah Diterapkannya PP 23 Tahun 2018 dan Dampaknya terhadap KPP Pratama Jakarta Tambora SKRIPSI.

Referensi

Dokumen terkait

dilihat dan gambarnya menghala ke hadapan sepanjang masa. Ketetapan pakaian dan rupadiri ini adalah dikuatkuasakan di seluruh kawasan kampus PUO bermula dari tarikh 1hb

Dari tabel 4.2 diketahui bahwa sistem dan prosedur penerimaan kas yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Kota Manado sesuai dengan sistem dan prosedur yang tertuang

Berdasarkan penelitian dan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan, pada bagian ini dikemukakan kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah mahasiswa yang belajar

PPh Pasal 4 Ayat 2 yang sering dikenal juga dengan PPh final adalah pajak yang dikenakan       kepada Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi atas beberapa jenis penghasilan

Agar pembaharuan pelaporan didalam perusahaan tersebut dapat berjalan dengan lebih baik lagi maka penulis akan megambil judul “ Perancangan Sistem Informasi Akuntasi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan oleh Wajib Pajak, khususnya Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP

Thobroni M.Pd, sebagai ketua program studi Pascasarjana Pendidikan Agama Islam, yang telah membantu, memotivasi, dan memberikan kemudahan kepada penulis dalam

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan sekaligus manfaat praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah dalam