• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahun Sidang Masa Persidangan RapatKe Jenis Rapat Si fat Harl/ Tanggal Wak tu Tempat. Ketua Rapat Sekretaris Rapat A car a

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tahun Sidang Masa Persidangan RapatKe Jenis Rapat Si fat Harl/ Tanggal Wak tu Tempat. Ketua Rapat Sekretaris Rapat A car a"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

1

-RISALAH RAPAT

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG Tahun Sidang Masa Persidangan RapatKe Jenis Rapat Si fat Harl/ Tanggal Wak tu Tempat Ketua Rapat Sekretaris Rapat A car a

Anggota tetap yang haclir Anggota Pengganti yang hadir Pemerin tah yang haclir

1 PERFILMAN I

~

! I

I

1991/1992. III. 6. Rapa t Kerja. Terbuka Selasa, 28 Januari 1992 Pukul 09. 00 WIB Wacanasabha-I GedungMPR/DPR-RI jalanjenderal Gatot Subroto, Jakarta Ketua Panitia Khusus ·(Krissailtono) Toip Heriyanto, S.H.

Pembicaraart Tingkat III Rancangan Undang-undang Ten tang Perfilman. 25 orang,dari 25 orang Anggota

6 orang dari 12 orang Anggota.

Men teri Penerangan Republik Indonesia, Sekretaris Jen 1eral Departemen Pene-rangan, lnspektur '. Jenderal Departemen Penerangan, Direktur Jenderal Radio Televisi dan Fibn, Ka. Balitbang Departe-men Penerangan.

(2)

Anggota Tetap : 1. Krissan tono 2. Drs. H. Iman Soedarwo, PS. 3. A. Hartono 4. H. Imron Rosyadi, S.H. 5. Marcel Beding 6. Ir. H.T. Suriansyah

7. Drs. H. Abu Hasan Sazili, M. 8. Drs. H. Harun Rasyidi 9. Ki. Suratman

10. Ny. EndangKusurna In ten Soeweno 11. Ny. H.S.A. Legowo

12. Ny. Hartini Soesilo W. 13. Drs. Soetrisno R. 14. Drs. Sabar Koembino 15. Savrinus Suardi 16. Soeardi 17. H.E. Kusnaedi 18. H. Isnain Mahmud 19. Drs. E. Syarifuddin 20. Drs. Made Sudiartha. 21. Ny. H. Aisyah Aminy, S.H. 22. H.<Kemas Badaruddin 23. H. Andi Cella Nurdin 24. B.N. Marbun, SJI. 25. Drs. H. Ukun Suryaman Anggota Pengganti:

1. Ny. A.S. Pitoyo Mangkoeso~broto 2. Salvador Januario Ximenes Soares ~- Waltom Silitonga

4. Samsudin 5. G i nan dj a r

6. H~ Muhammad Dja'far Siddiq

KETUA RAPAT (KRISSANTONO):

Assalamu'alaikum Warakhmattulahi Wabarakatuh, Saudara Ment.eri beserta Staf;

Saudara-saudara Anggota Pani ti.a Khusus;

Sidang Pani tia Khusus. Rancangan Undang-undang Perfilman yang kami hormati.

Berdasarkan daftar hadir telah hadir 31 orang dari 37 orang Anggota Pa-ni tia Khusus, dengan demikian maka korum telah terpenuhi dan dihadiri

(3)

oleh semua Fraksi, dengan ini Rapat Pleno Panitia Khusus kami buka dan di-nyatakan terbuka untuk umum.

Sidang yang kami hormati. 1

!

Kemarin kita telah mengadakan Sidang bersama dan sampai kepada pem-bicaraan kita Bab I Ketentuan l;Jmum Pasal 1angka1 Rancangan Undang-un-dang yang berbicara mengenai lpengertian umum tentang film dan kemarin kita sudah sepakat untuk kita ~ndapkan terlebih dahulu setelah kita mende-ngarkan penjelasan. dari masing-masing Fraksi dan juga dari pihak Pemerin tah. Di dalam penjelasan Pemerintah nampaknya juga sudah ada suatu sikap yang terbuka untuk kita bicarakan, yaitu tidak berkeberatan adanya penambahan unsur seni dan budaya, khusus mengenai pengertian umum dari film.

Tentunya dengan adanya suatu sikap keterbukaan dari Pemerintah ini mempunyai konsekuensi di dalam perumusan, oleh karena itu kemarin kita sepakat untuk kita pikirkan terlebih dahulu mengenai apa yang disebut: fihn

ini Dan pada pagi hari ini,, kami ingin menyodorkan kembali apakah mungkin sudah ada hal-hal yang bisa dipertemukan a tau mungkin setelah ada sikap dari Pemerintah mungkin hal ini bisa kita bicarakan lebih lanjut karena:ini juga

menyangkut perumusan.

Pada pu taran pertama ini kami ingin min ta pendapat terlebih dahulu dari Fraksi-fraksi khusus. mengenai p~· gertian umum angka I ;Rancangan Undang-undang yang berbunyi film adal karya cipta dan sebagainya. Kalau memang ini disepakati untuk kita rumu kan nanti di dalam suatu Panitia Kerja, dan kalau pun tidak bisa kita angka setelah kita mendengar keterangan a tau pen-jelasan dari Pemerin tah. ,

I Kami persilakan dari F

AB,.

F ABRI (SOEARDI) : I

Terima kasih Sauclara

Ke~;

Pimpinan Panitia Khusus dajn Menteri Penerangan yang kami hormati; Serta sidang Panitia Khususlyang kami hormati ipula.

Mengenai butir 1 di dalam rasal 1 kemarin kita sudah mencapai sesuatu yang dapat\ kita akomodasikan atu akumulasikan a tau juga ada yang menga-takannya suatu hal yang disepa ti, bahwa film itu selain merupakan karya cipta juga merupakan hasil seni dlan budaya.

F ABRI melihat bahwa p~ambahan seni dan budaya di sini itu cukup baik, karena masih merupakan a~ur yang sama di dalam kerangka peneropong-an kita di bidpeneropong-ang·budaya atau kerdayapeneropong-an.

Kemudian bagian lain y~~n diuraikan secara memanjang dan melebar, mu1ai berdasarkan azas sinemat1ograpi dengan bahan baku celluloid dan se-t.erusnya, nampaknya keempat pihak mari Fraksi kemudian dari Pemerintah tidak ada yang ingin merombak .makna dan uraiannya. Hanya di sini mungkin

(4)

dipertim.yakan, pembakuan dari bahasa yang dipergunakan. Misalnya pita video, piringan video bisa saja kita di sini tetap men can tumkan hal seperti in~ tetapi diberikan penjelasan pasal.

Demikian juga menuru t F ABRI cahwa di dalam penjelasan . Pasal 1, apa-bila Bapak dan lbu melihat di dalam Rancangan Undang-undang Pasal 1 di situ tidak terlalu dielaborasi hal-hal yang masih kita rembug dan kita diskusikan hari kemarin. F ABRI menyarankan, hal-hal yang kita rem bug bersama di da-lam butir 1 ini, yang tersisa dada-lam arti tidak dapat diakomodasikan di dada-lam formulasi butir 1, bisa kita jelaskan di dalam penjelasan Pasal 1 Angk.a 1.

Di sini F ABRI melihat bahwa tidak ada sesua tu haJ: yang kontradiktif di antara kita semua, FABRI ba:nyaingin memasukkan hasil rekaman, dan per-kataan seni. Seninya sudah tertampung sedangk.an hasil rekaman mungkin bi-sa dibawa ke Panitia Kerja a tau Tim Perumus, demikian juga FPP ingin me-nambahkan sosial budaya, sama sudah terakomodasikan. PDI juga kesenian, kemudian FKP juga ada seninya hanya dibawahnya dipenghujung dari kalimat itu ada tambahan perkataan sebagai media komunikasi massa.

Tambahan ini barangkali tidak terlalu mutlak untuk dicantumkan di situ apabila kita mendalami, apa sebenavnya yang dituangkan di dalam butir 1 ini. Ini sebetulnya banyak sekali kalimat-kalimat tunggal yang digandengkan menjadi multi kalimat sehingga memang menjadi panjang. Jadi kalau boleh kita lihat bahwa:

1. Film adalah karya cipta, seni dan budaya;

2. Fihn merupakan media komunikasi dengar pandang;

3. Film adalah barang yang dibuat berdasarkan azas ... dan seterusnya. Dan seterusnya sampai kebawah, banyak kalimat-kalimat yang sebetulnya bisa dipisah-pisahkan dan ada juga kalimat yang tt.impang tindih pengertian clan maknanya dengan pasal-pasal lain yang tersebar di dalam Rancangan Un-dang-undang.

FABRI menyarankan! bahwa butir 1 ini sudah bisa kita temukan, butir-butir inti atau sari patinya dan bisa mu1ai kita pikirkan untuk bagaimana di-alihkan ke badan pelaksana Panitia Khusus, apak.ah Panitia Kerja atau Tim Perumus.

Demikian pandangan sementara sebagai pembuka diskusi pada hari ini. FKP (NY. H.S.A LEGOWO) :

Asslamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh; Pimpinan Panitia Khusus yang kami hormati; Saudara Men teri Penerangan beserta jajarannya;

Rekan-rekan Anggota Panitia Khusus Perfilman yang kami hormati. Sebagaimana kami katakan ~arin, maka kami dalam membahas bu-tir 1 dari Rancangan Undang-undang ini mengusulkan beberapa perubahan

(5)

atau penyempumaan kalimat yaitu kami hapuskan kata azas, jadi dibuat berdasarkan azas, perkataan azas kami hilangkan karena tanpa azas itu tidak -mengganggu pengertiannya.

Kemudian juga kami letakkan sebagq.i komunikasi massa di paling akhir pada kalimat ini, karena ini menjadi fungsi dari film itu sendiri. Kata dengar pandang juga kami hapus karena di dalam butir 1 ini, ·mjelaskan juga dengan atau tanpa suara yang dapat dipehunjukkan.

Jadi keseluruhan adalah menjadi : film adalah karya cipta dan seni dan seterusnya dibuat berdasarkan sinematograpi dan seterusnya. Kemudian pa-ling akhir sebagai media komunikasi massa. Kami menyambut baik sikap Pemerintah bahwa Pemerintah tidak berkeberatan memasukkan karya cipta dan seni budaya di da1am kalimat ini, karena ini memang merupakan suatu yang perlu k1ta setujui bersama bahwa film adalah karya seni.

Kalau kita ingat bahwa penulisan .skenario dan sebagainya memang un-sur seni itu tidak pemah lepas dari pembua tan film.

Demikian terima kasih. FPDI (B.N. MARBUN. S.H.): Terima kasih Saudara Pimpinan;

Saudara Men teri P enerangan yang terhonna t dan Si dang Panitia Khusus yang kami muliakan.

Setelah. kami melihat-lihat ~embali dengan tenang, sebenamya beberapa rumusan dari setiap Fraksi sete~h adanya seni dan budaya itu, hanya soal rasa saja, bukan lagi soal materi yang menclasar. Kami mengusulkan, agar kita ada kemajuan sebaiknya masuk 1dalam Tim Perumus saja, karena tidak ada hal yang menclasar hanya bagaim~a merumuskannya.

Yang·menjadi tancla tanya 1tami adalah apakah FKP bersedia mengubah Nomor 2 itu menjadi Nomor I, s~paya semua sejalan.

FPP (NY. HJ. AISY AH AMINY, S.H.) :

Assalamu 'alaikum w arahma

f

llahi habarakatuh.

Ka;mi melihat bahwa setelal\ mari Pemerintah menyetujui untuk masuk-nya seni dan buclaya dalam kalim~t ini, kami melihat bahwa aspirasi dari

Frak-' .

si-fraksi sudah tertampung, walaupun kemarin Bapak Menteri masih mengata-kan bahwa sebetulnya cipta itu suclah menampung kalimat demikian seperti juga lambang Ismail Marzuki juga cipta. Tetapi mungkin untuk menampung pengertian awamlah supaya masfarakat juga clapat merasakan bahwa karya cipta itu kaclang-kadang diasosia~ikan hanya menyangkut pada nalar padahal memang sebetulnya intinyajuga ada seni.

Tepipi untuk lebih jelas tidak ada salahnya demi untuk pengertian yang dapat diterima oleh semua pihak. Sedangkan menghilangkan azas di sini,

(6)

se-perti yang diusulkan oleh FKP, kami meragukan karena memang maksudnya demikian yaitu bahwa dia merupakan komunikasi massa dengar pandang yang dibuat berdasarkan azas sinematograp~ kami kira memang begitu ha-rusnya.

Kemudian tambahan kalimat sebagai media komunikasi massa kelihat-annya tidak relevan dengan kalimat-kalimat di atas. Namun demikian kalau masih ingin dibicara.kan lebih lanjut, kami dapat menyetujui hanya di Tim Perumus, tidak usah di-Panja-kan, karena .tidak ada masalah prinsipil tetapi kalau dapat disetujui seperti yang sudah disetujui oleh Pemerintah ini, kami menganggap sudah memadai dan dapat kita putuskan dalam Panitia Khusus sekarang ini

KETUA RAPAT :

Terima kasih atas saran, pandangan dari Fraksi-fraksi dan dari kami menyimpulkan bahwa memang khusus mengenai angka 1 dari Pasal 1 menge-nai film ini, seteJah kita mendengar keterangan lebih Janjut dari Pemerintah nampaknya mi antara kita bersama, keempat Fraksi ini tidak ada perbedaan yang prinsipil, hanya memang soal selera perumusan.

Ada yang mengusulkan produk sosial budaya, dan ada yang mengusul-kan hasil cipta dan seni, ada yang mengusulmengusul-kan media kesenian, tentunya ini nanti kita bahas secara lebih mendalam didalam suatu perumusan yang dapat memenuhi aspirasi dan sekaligus juga dapat benar di dalam pengertian mengenai film itu sendiri.

Oleh karena itu saran-saran dari Fraksi untuk memasukkan ini di dalam pembahasan Tim Perumus itu lebih simpatik dan ini tidak usah di-Panja-kan ·tetapi langsung Tim Perumus.

Adapun usul dari Juru Bicara FPP untuk kita sahkan di Panitia Khusus ini, nampaknya kalau kita sahkan di sini harus bulat betul ini nanti menyang-ku t rumusan-rumusan yang mungkin selera yang.satu dengan yang lain itu agak belum begitu dekat, oleh karena itu bagaimana kalau dari Pimpinan mengusulkan ini kita masukkan Tim Perumus saja.

(Rapat setuju)

Jadi khusus Pasal 1angka1 Rancangan Undang-undang. Ker.tmdian kita beralih ke pembicaraan Pasal 1 angka 2 Rancangan Undang-undang yang nampaknya dari FABRI mengusulkan tetap seperti Rat1.cangan Undang-undang FPP tetap seperti Rancangan Undng-Undang-undang dan FPDI juga tetap seperti Rancangan Undang-undang.

FKP dari segi isi perumusan kalau kami baca tetap sama seperti Ran-cangan Undang-undang hanya mungkin masih ada catatan mengenai nomor yang dibalik. Namun demikian dari segi isi nampaknya sama seperti Ran-cangan Undang-undang. Olf'h karena itu dari Pimpinan mengusulkan bagai-mana kalau bunyi Rancangan Undang-undang Pasal 1 angka 2 seperti

(7)

Ran-cangan Undang-undang ini bisa kita sepakati secara bulat dalam Pleno ini, dengan catatan mungkin nanti di dalam perembukan Panitia Perumus me-ngenai angka itu bisa dimusyawarahkan.

Apakah bisa disetujui ?

FPP (NY. HJ. AISYAH AMINY, S.H.):

Sebelum dimasukkan ke P<l:nitia Perumus, kami tidak melihat ... di-masukkan Panitia Perumus, dalacl pengertian begini yang kita bahas sekarang antara film dengan perfilman apa yang lebih dahulu ? Kalau kita lihat kausa kata, perfilman itu berasal dari film dan memang yang menjadi materi pokok . itu adalah film. Sedangkan perfilman itu adalah hal yang lebih menyeluruh lagi.

Jadi barangkali dapat kita fepakati bahwa yang kita masukkan dalam angka 1 itu film terlebih dahulu ~aru angka 2 mengenai perfilman: Andaika-ta dari FKP tidak berkeberaAndaika-tan sehingga tidak usah lagi berlanjut kepada Panitia Perumus, ini yang kami maksudkan.

FKP (NY. H.S.A. LEGOWO) : Saudara Ketua;

Kami tetap berpendapat . ~' wa uru tan nomor harus terbalik, yaitu perfilman lebih dahulu, kemudi mengenai film Nomor 2. karena ini me-nyangkut Undang-undang Perfi an, jadi yang ditonjolkan adalah masalah perfilman lebih dahulu.

1 I

KETUA RAPAT: I

Ini merupakan ha! yang

P~Jlu

kita diskusikan lebih intens dalam Tim Kecil atau Tim Perumus. Kalau ,ya lihat di sini tidak ada Fraksi lain dan Pe-merintah tidak ada perbedaan ~ngenai isi atau materinya sebab kita sudah

sampai kepada suatu pembicaraa film itu apa dan perfilman itu apa. Perfil-man sudah sama-sama kita sepak ti hanya ini masalah sistimatika penomoran ·yang mungkin FKP mempunyaijalan pikiran sendiri.

Dan

saran dari FPP

su-paya hal ini, karena nampaknyaj materinya tidak ada persoalan bagaimana kalau ~~ sahkan, dan FKP nT1

paknya masih ada soal khusus mengenai nomor m1.

Se benarnya sesuai dengan skran Pimpinan, sebaiknya Panitia Perumus saja, karena soal yang prinsip ti~ ada.

I

Saudara pimpinan yang terh rmat;

FPDI (B.N. MARBUN,

S.H~

1 : • •

Kami sangat simpatik den n ide dari FPP dan juga cara menguraikan dari FKP an tara pilihan yang a · sedikit berat. Bagi kami beras dulu baru

(8)

Dengan demikian supaya kita lebih konkrit kita putuskan saja hasil kita pagi ini, oke semua.

KETUA RAPAT:

Kalau kita kembali kepada pembahasan kita kemarin bahwa di dalam konsiderans "a" clan "b"; itu kita sepakati kita masukkan dalam Panitia Kerja, di mana memang di dalam pembahasan tersebut kita sudah sama-sama sepakat bahwa antara film dan perfilman memang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan.

Saya menghimbau kepada FKP bagaimana terhadap usulan-usulan yang lain. Jadi kita tidak ada suatu perbedaan di dalam prinsipnya.

FPP (H. KEMAS BADARUDD IN) :

Bapak Ketua, bagaimana kalau kita minta.pendapat dari Pemerintah ? kenapa Pemerintah meletakkan film dahulu baru perfilman.

KETUA RAPA T :

Baik ini usul yang simpatik, mengenai penomoran Saudara Menteri yang kami hormati, mengenai mengapa Nomor 1 film dan kemudian perfilman mungkin ini bisa memban tu jalannya sidang ini.

PEMERINTAH (MENTER! PENERANGAN/H. HARMOKO): Pimpinan dan Anggota Panitia Khusus yang kami cintai;

Pemerintah sejak semula konsisten terhadap rumusan yang disampaikan kepada DPR-RI, lebih-lebih lagi kemarin konsistensi itu mencakup hal-hal yang menyangkut masalah konsiderans.

Sebagai contoh misalnya konsiderans kemarin kita setujui menimbang itu rumusan bahwa film sebagai salah satu media komunikasi massa dengar pandang itu kita jadikan huruf "a", karena kita membicarakan masalah film

sebagai produk budaya dalam pembangunan nasional. Sedangkan perfilman itu proses, oleh karena itu kalau alum ya mengikuti konsiderans ini maka Bab 1 ini konsisten harus bicara mengenai film, baru ya,ng kedua pe.r.filman, sama seperti "a" clan "b" itu.

J

adi itu yang ingin kami sampaikan terima kasih. KETUA RAPAT :

Kemarin memang di dalam pembicaraan a dan b itu memang dimasuk-kan.di dalam Panitia Kerja antara lain mungkin supaya ada pendekatan yang lebih intens di dalam masalah perumusan ini. Karena kemarin nampaknya

(9)

Fraksi-fraksi lain mungkin

agak

berbeda, oleh karena itu kita coba dalarn Panitia Kerja itu.

Kemarin juga sudah kita ,sepakati bahwa dua hal ini merupakan satu hal yang memang kaitannya erat, seperti Saudara Menteri sudah menyampai-kan bahwa itu produknya, dan perfilrnan prosesnya.

Kemarin juga sudah kita · sepakati bahwa dua hal ini merupakan satu hal yang memang kaitannya er~t, seperti Saudara Menteri sudah menyampai-kan bahwa itu produknya, dan perfilman prosesnya.

Sebenamya tinggal soal

~enomoran

saja yang kami kira tidak ada se-suatu yang sangat prinsipiiL

FKP (NY. H.S.A. LEGOWO) :

Saudara Ketua, FKP tetap konsisten dengan judul dari Rancangan ini, jadi perfihnan lebih dahulu dari film.

KETUARAPAT:

Kalau begitu usul kami tadi t~ap berlaku dan kita masukkan dalam Tim Perurnus saja, karena mengenai rnateri tidak ada persoalan.

J

adi nanti di dalam Tim Perumus secara lebih mendalam mana yang lebih diterangkan le-bih dahulu fihn atau perfihnan.I

Saya kira demikian supayJ kita bisa rnelangkah lebih lanjut.

!

F ABRI (SOEARDI) :

Terirna kasih Sauda.ra Ke$:

Mengenai angka 2 atau

~uri.r

2 ini, isi penulisan atau materinya itu tidak ada permasalahan, jadi , enurut hemat FABRI formulasi kalimat pada butir 2 itu sudah disepakati' d n diketok dengan catatan urutan nomor akan diselaraskan sebagai akibat la gsung dari konsiderans menimbang "a" dan '~''.

Jadi kalau Panitia Kerja anti mernutuskan alumya

film

<lulu baru per-filrnan, maka disini otorntts akan terbalik nomomya kembali ke-pada Rancangan Undang-undaJ:!· Tetapi apabila Panitia Kerja memperlaku-kan sebaliknya, maka usulan

FF

ini yang akan eksis.

Demikian pandangan clan ran FABRI. KETUA RAPAT : .

Terima kasih

atas

saran d f1

'ri FABRI :

Jadi rnateri Nomor 2 Ra cangan Undang-undang ini memang sudah kita sepakati, sudah kita terima dan untuk itu kami kira kita perlu ketok. ·

( PATSETUJU)

(10)

Hanya memang tinggal urutannya, urutannya ini sekali lagi kami usul-kan nanti tergantung memang seperti usulan FABRI, tergantung dari pembi-caraan basil Panitia Kaja yang membicarakan menimbulkan "a" dan "b".

Dengan demikian maka rumusan Nomor 2 kita sepakati seperti Ran-cangan Undang-undang, urutan Nomor 1 atau 2 itu nanti tergantung dari pembicaraan dari hasil Panitia Kerja yang membicarakan menimbang "a" dan "b".

Terima kasih atas saran dari FABRI, dan kita bisa meneruskan angka 3, "jasa tehnik film" dan seterusnya kalau kita lihat di sini FKP ada saran, ke-mudian F ABRI sarannya tetap seperti Rancangan Undang-undang, kemu-dian FPP juga

ada

saran redaksional, kemudianjuga FPDI ada saran.

Kami persilakan terlebih dahulu FPDI untuk mengajukan

sarannya.

Nomor 3 dan 4 tetap tetapi hanya penomoran saja. FPDI (B.N. MARBUN, S.H.):

Kalau secara harpiah butir 3 itu, kami pada prinsipnya tetap namun se-belum butir 3 ini kami masukkan butir baru, yaitu orang-orang di belakang perfilman itu perlu juga dicakup oleh Undang-undang ini termasuk produser, karyawan clan artis, agar sumcer daya manusia sebagai pelaksana kreatif da-lam memproduksi sebuah film.

Ini kami tawarkan kepada Sidang yang mulia ini supaya nanti ada pe-gangan kita siapa itu karyawan film, dengan catatan kami tawarkan ini bukan mengada-ada dan kami mohon tanggapan dari Faraksi-fraksi lain apa-kah ini cukup bijaksana masukannya dan kalau tidak mengapa, kalau iya me-ngapa.

Terima kasih. KETUA RAPAT : . Terima kasih.

Dengan demikian FPDI terhadap bunyi angka 3 Rancangan Undang-un-dang itu memang tetap seperti Rancangan UnUndang-un-dang-unUndang-un-dang, dengan catatan beberapa usulan tadi nanti kita bahas bersama.

Kami persilakan dari FPP.

FPP (NY. ID. AISYAH AMINY, S.H.): Terima kasih Saudara Ketua.

Ukuran dari FPP men~nai ja5a tehnik ini adalah penyempurnaan ka-limat dalam aslinya bunyinya.adalah sebagai berikut

"J

asa tehnik film ada-lah penyediaan jasa tenaga profesi dan atau peralatan yang diperlukan dalam proses pembuatan film, serta usaha pembuatan ·reklame film". Istilah serta

(11)

ini ~lau hany~ bergandeng dua masalah atau bergandeng dua substansi. bukan serta yang dipakai, tapi dan. Karena di sini tidak selalu ia menjadi merupakan kalirnat maka dipakai kata dan atau.

J adi kami mengusulkan ldalam kalirnat terakhir ini menjadi dan atau, sehingga bunyi kalimatnya menjadi sebagai berikut :

''J

asa tehnik film adalah penyediaan jasa tenaga profesi dan atau peralatan yang diperlukan dalam proses pembuatan film dan atau usaha pembuatan reklarne." Jadi penyern-pumaan bahasa.

KETUA RAPAT:

Terima kasih atas sarannya, kemudian F ABRI usulnya tetap seperti Rancangan Undang-undang, namun demikian kami persilakan mungkin ada hal-hal yang perlu diungkapkan.

FABRI (SOEARDI): Terima kasih Saudara Ketua.

Pertama kali yang tidak tersangkut dengan butir 3 dulu, F ABRI menya-rankan bahwa yang kita bahas duluan adalah butir-butir yang tercantum di dalam Rancangan Undang-undflng. Baro setelah selesai itu semua, kita mem-bahas usulan-usulan tambahan ldari para Fraksi yang ingin menarnbah penger-tian ini. Yang kedua menan~pi formulasi butir ke-3 ini sesuai dengan apa yang tercantum dalarn koloml Daftar Inventarisasi Masalah FABRI. FABRI sudah cukup mengerti apa yang dikatakan di dalam butir atau angka 3 Ran-cangan Undang-undang ini. M~ngenai penyempumaan kalirnat, penyempur-naan kata.dan atau clan sepertl itu sepanjang tidak rnerubah makna dan arti-nya FABRI tidak keberatan. I

KETUARAPAT: I

Terima kasih, selanjutnya kami persilakan FKP. FKP (NY. H.S.A. L E ; , ) : .

FKP mengusahakan k · t ini berbunyi demikian,

"J

asa tehnik film ' adalah penyediaan jasa tena profesi dan atau peralatan yang diperlukan .· dalam proses pembuatan filmtirta usaha pembuatan iklan film. Kata rekla-me karni ganti dengan iklan k e. na reklarekla-me hanya untuk pem.beritahuan ke-pada umum saja, sedangkan · lan berlaku untuk barang dagangan maupun jasa, juga sesuai dengan kamus ruiwodarminto.

Dalam penjelasan Undang-undang Pokok Pers Nomor 21 Tahun 1982, istilah periklanan juga selalu ~sebut-sebut, dan juga dalam Peraturan Men-teri Pe~e~angan Republik Indpnesia mengenai Surat Iji1:1 Usaha Penerb~tan Pers. D1 situ dalam pedoman uptuk memperoleh Surat Izm Usaha Penerb1tan Pers Bab III Bak dan Ke\vajibar memiliki Surat Izin Penerbitan Pers

(12)

kan pembina penerbitan persnya untuk mentaati kode etik jumalistik, kode etik perusahaan, kode etik perikJanan. Kaini temukan juga tata krama dan tata cara periklanan Indonesia, khususnya mengenai media bioskop dan hu-bungan dengan pembuat film. Jadi kami rasa perkataan iklan lebih tepat daripada perkataan reklame.

Terima kasih. KETUARAPAT

Demikian usulan dari Fraksi-fraksi dan sebelum kepada Pemerintah

kami

ingin minta pendapat saling tukar, saling menanggapi terhadap usul ini, kami mulai dari F ABRI · terlebih dahulu nampaknya F ABRI mengusulkan tetap seperti Rancangan Undang-undang.

Kami persilakan. F ABRI (SOEARDI) : Terima kasih.

Tanggapan FABRI terhadap FPP, menghargai dan mengerti apa yang dimaksudkan oleh FPP. Tanggapan F ABRI 'terhadap FKP, dengan penggan-ti.an reklame menjadi iklan itu perlu kita dalami F ABRI tidak mengubah reklame menjadi iklan dengan alasan Pemerintah sudah memberikan dalam penjelasan Pasal 14 Ayat (1) yang bunyinya sebagai berikut bisa saya baca-kan demikian, yang dimaksud dengan reklame film adalah sarana publikasi dan promosi film baik yang berbentuk iklan, poster, style photo, slide, klise, thriller, banner, pamplet, brosur, balihoo, folder, plakat maupun sarana pu-blikasi dan promosi lainnya. Mengacu kepada ini, maka F ABRI tidak berke-beratan bunyinya tetap sebagai reklame film. Permasalahannya sekarang.isti-lah reklame film ini ditanggapi oleh FKP dcngan rumusan-rumusan lain, bain mengacu kepada Pak Puiwodarminto punya kamus maupun kepada per-aturan Perundang-undangan lain, maka untuk itu sebaiknya sebelum kita mengambil langkah kepu tusan kesepakatan kita tanyakan dulu kepada

Peme-rin tah, bagaimana kwanfek peristilahan reklame dan periklanan ini kaitannya dengan kamus dan perundang-undangan lain. Untuk mengakomodasikan pengertian kita semua sehingga kalau kita sudah ketemu dengan pengertian-pengertian ini, maka konsensus yang akan kita capai atau kita sepakati nanti akan mengubah seluruh peristilahan itu di dalam tatanan yang kita se-pakati bersama.

Terima kasih. KETUA RAPAT :

Kalau kita lihat di dalam Daftar lnventarisasi Masalah ini memang dari FPDI sekalipun ada perubahan penomoran tetapi materi itu usulnya tetap se-perti Rancangan Undang-undang. Demikian pula FABRI, danFPP

(13)

mengada-kan usulan untuk penyempumaan pengkalimatan atau kata-kata dari segi redaksional, kemudian FKP kalau kita lihat perumusan ini dalam jasa tehnik ini sama, hanya istilah reklame film diusulkan menjadi iklan film, dan ini nampaknya memang dengan ~gumentasi yang dikemukakan tadi saya kira memang mungkin tidak ada maksud untuk merobah pengertiannya sendiri namun demildan, saya kira yang berkaitan dengan angka 3 ini memang usulan perubahan reklame atau iklan inilah yang nampaknya perlu kita ingin dengar lebih dahulu dari pihak Pemerintah khususnya bagaimana di dalam ini dan nanti kita bisa mengambil sikap terhadap rumusan angka 3 ini, kami persila-kan Menteri yang terhormat.

PEMERINT AH (MENTERI PENERANGAN/H. HARMOKO) :

Pimpinan dan Anggota yang terhormat, kalau kita bicara mengenai pe-ngertian kata periklanan, perl~ kami jelaskan bahwa kata reklame mempu-nyai pengertian yang lebih lufs dan sudah mencakup pengertian iklan, ini perlu penjelasan yang tertuang pada Pasal 14 Ayat (1) yang tadi dibacakan oleh FABRI, itulah pengertiannya. Bahkan iklan saja itu sempit, tapi kalau reklame itu mencakup poster, style photo, iklan sencliri, slide,· thriller, ban-ner dan lain-lainnya, dan perlu kami kemukakan kamus besar bahasa Indone-sia yang disu~n oleh Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa Indonesia De-partemen Pendidikan dan

Ke~udayaan,

itu mengarti.kan reklame dan iklan. Iklan adalah berita pesanan ultuk mendorong membujuk pada khalayak ra-mai, benda dan jasa yang dita: arkan, pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa ya g dijual dipasang di dalam media masa, seperti surat kabar dan majalah. Dan $edangkan reklame menurut Kamus Besar Ba-hasa Indonesia ini bunyinya ~dalah, pemberitahuan kepada umum tentang barang dagangan dengan katatata yang menarik, gambar, supaya laku ke-kudian iklan dan seterusnya. I

Jadi reklame itu lebih

l'fts

lagi. termasuk.poster qan lain-lainnya, tapi kalau iklan itu hanya untuk su~at kabar, dan mass media tenentu.

. I

KETUARAPAT:

k

Terima kasih atas penje nya, ini karena menyangkut kebahasaan, jadi kami kira secara prinsipiil apakah FKP tidak ada perbedaan secara lebih prisipiil atau mungkin ada hal ang per1u dikemukakan.

FKP (DRS. H. ABU HAS N SAZILI M.) : Terima kasih Saudara Ke a.

Jadi meinang pegangan k'ta mengenai istilah ini sama dengan apa yang dibacakan oleh Pak Menteri, k i Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diter-bitkan oleh Departemen Pen dikan dan Kebudayaan Tahun 1982,jadi da-sarnya sama, hanya pengertia kita bahwa iklan itu lebih luas menyangkut barang dan jasa, sedangkan r lame itu hanya menyangkut barang dagangan.

(14)

Pengertian itu yang dipegang oleh FKP.

Oleh karena itu maka kita tetap memega.ng bahwa kata-kata

iklan

lebih luas daripada reklame, itu sendiri, betul apa yang telah dibacakan oleh Pak Menteri itu tadi, yaitu tentang pengertian daripada iklan di situ disebutkan tentang benda dan jasa yang ditawarkan, sedangkan tentang reklame itu ha-nya tentang ha.rang dagangan. Jadi lebih sempit, jadi kita haha-nya berpega.ng kepada itu saja, jadi sebetulnya kamusnya sama mungkin perbedaan penger-tian.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Terima kasih.

Meniang barangnya sama, ta.pi cara melihatnya berbeda, begini karena top ini nanti menyangkut sesuatu peraturan perundangan yang memang me-merlukan suatu hal yang korek betul sekalipun kita hargai penjelasan dari Pemerintah, bagaimana kalau pada suatu kesempatan di dalam Tim Peru-mus itu kita undang ahli bahasa, supaya lebih mantap sehingga putusan kita nanti tidak keliru. Sebab kalau kami lihat tidak ada hal yang prinsip, bagai-mana kalau hal ini kita masukkan Tim Perumus saja.

FPDI (DRS. H. UKUN SURY AMAN) : Terima kasih Saudara Ketua

Menyangkut jstilah iklan itu sebenarnya pengindonesiaan dari adver-tensi atau eksperta:si, kalau reklame itu dari bahasa Belanda, ekspartasi ini kalau di bahasa Indonesia kan menjadi iklan.

KETUA RAPAT :

Terima kasih atas sumbangannya, silakan FPP karena tadi Pimpinan mengusulkan di-Timus-kan.

FPP (NY. HJ. AISYAH AMINY, S.H.):

Setuju di-Timus-kan, tapi'kalau memang kita membaca sama bukunya temyata mempunyai pengertian berbeda. Reklame itu memang dikatakan pemberitahuan kepada umum tentang ha.rang daga.nga.n dengan kata-kata yang menarik, gambar dan sebagainya, tapi juga dikatakan di sana termasuk iklan. Jadi reklame itu iklan termasuk, tapi dalam iklan tidak disebutkan reklame termasuk.

KETUA RAPAT :

Baiklah hal ini kita serahkan ahli bahasa saja, jadi.kembali usul kami ini khusus mengenai angka 3 ini kita Timmus-kan saja, setuju ?

Terima kasih.

(15)

Kemudian kita beralih ke angka 4 mengenai pengertian sensor film, dari Daftar Inventarisasi MasaJah Fraksi-fraksi kita lihat bahwa F ABRI usul-nya tetap seperti Rancangan Undang-undang, FPP usulusul-nya tetap seperti Ran-cangan Undang-undang, FPDI 1dengan ada perobahan nomor, tetapi materi mengenai sensor film tetap seperti yang Rancangan Undang-undang,.yang berbeda adalah FKP, kami persilakan FKP untuk mengemukakan usulnya.

FKP (NY. H.S.A. LEGOWO):

Terima kasih Saudara Ketua.

Jadi pertama butir 4 kami sempumakan, kami padatkan begitu," sen-sor film adalah penelitian dan penilaian terhadap film agar tidak bertcn tang-an dengtang-an norma atau hukum ytang-ang berlaku." J adi ini ketentutang-an pertama dari sensor film.

T erima kasih. KETUA RAPAT :

Demikian dari FKP selanjutnya kami ingin mendengar komentar dari Fraksi~fraksi lain, F AB RI kami persilakan.

FABRI (SOEARDI): I

Terima kasih. I

Kalau kita lihat di dalam paftar Inventarisasi Masalah persandingan ini, maka Rancangan Undang-undang alias Pemerintah, FABRI, FPP, FPDI for-mulasinya adalah tetap, jadi artinya bunyi tetap seperti bunyi Rancangan Undang-undang. Memang FABRI juga melihat bahwa pengertian yang seder-hana simpel, memadai apa sebenamya yang dimaksud dengan sensor film, di dalam Rancangan Undang-t#idang ini Mengenai apa yang dikemukakan oleh FKP, dengan formulasinya sebagai berikut: ''Sensor film adalah peneli-tian dan penilaian, jadi di sini ·,mulai penelipeneli-tian dan pemeriksaan diganti pe-nelitian dan penilaian ada maktja lain terhadap film.

Agar tidak

bertentangan~

1 engan norma atau hukum yang berlaku, ke-khawatiran dari FKP di dala penuangan kalimat ini bisa ditangkap oleh F ABRI, namun F ABRI memandang bahwa kekhawatiran ini belum perh.1

benar dimasukkan di dalam P al 1 angka 4 karena ini baru p~rmulaan atau inti dari Rancangan Undang-undang ini hanya menyangkut pengertian. F ABRI melihat butir 4 usulatj FKP ini lebih baik akan sangat bermarifaat kalau dia diakomodasikan ke~alam Pasal 32 mengenai sensor

filni

mungkffi

Ayat (1 ), mungkin Ayat (2) n3fti kita ~isa lihat pada waktunya.

Jadi ini sudah tehnis kareria. sudah menunjuk norma dan tatanan hukum yang berlaku sama halnya dengan bunyi Pasal 32 ayat-ayat tertentu kami ti-dak inasuk kesana, tapi mohop direnungkan bahwa ini terkait langsung

(16)

de-ngan Pasal 32. Terima kasih. KETUA RAPA T :

Terima kasih, kami persilakan FPP. FKP (NY. HJ. AISY AH AMINY, S.H.) : Terirna kasih Saudara K etua.

Barangkali kita perlu memahami kalimat yang diusuJkan oleh FKP, Kami akan mencoba membaca kembali, sensor film adalah penelitian dan Jenilaian terhadap film agar tentunya film itu tidak bertentangan dengan 1orrna atau hukum yang berlaku. Mampukah badan sensor film atau berwe-1angkah badan sensor film itu untuk mengubah film yang sudah jadi itu,

upaya

tidak

bertentangan, tidak mungkin, badan sensor itu hanya bisa me-11gatakan

ini

bertentangan lalu ini "dipotong, ini dihilangkan, berkewenangan hanya untuk memotong. Untuk tidak bertentangan dengan norma hukum

clan yang berlaku, tidak bisa dia memang bertentangan ya sudah, setelah bertentangan lalu dia buang, ini barangkali perlu kita pahami kalimat itu sendiri.

Sedangkan sensor yang dikemukakan di sini juga jelas sekali

mengata-kan :ia · melakukan pemeriksaan, penelit:ian boleh saja penila:ian, ta pi kewe-nangannya itu hanya mengakibatkan apakah film itu nanti diluluskan atau diluluskan dengan pemotongan gambar atau penitdaan suara tertentu, atau penolakan suatu film dipertunjukkan atau ditayangkan, ini lebih jelas apa itu sensor film itu, jadi sensor itu memperlihtkan sekaligus apa fungsinya. Sau-dara Ketua, oleh karena itu kami kira kurang tepat kalau dikatakan sensor film itu seperti rumusan yang diajukan oleh FKP.

Terima kasih Saudara Ketua.

KETUA RA.PAT :

Terima kasih teruskan ke Fl'Dl.

FPDI (B.N.MARBUN, S.H.):

Terma kasih Saudara Ketua, kami rasa apa yang dirumuskan di dalam butir 4 Pasal 1

ini

sebagai ketentuan umum cukup memadai, jadi kalau di-padatkan lagi malah jadi membingungkan lagi, membuat tapsiran yang aneh-aneh lagi, kalau ini sudah konkrit apa yang diketjakan, mengapa dikerjakan dan apa yang dikerj akan.

J

adi kami rasa, alangkah baiknya kalau kita sepakat menerirna rumusan Pasal 4 butir l ini bersarna-sama.

(17)

KETUA RAPAT :

Terima kasih, dari FPDI, FPP, FABRI sudah .membcrikan tanggapan dan kami kira dari pihak Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PENERANGAN/H. HARMOKO):

Pimpinan dan Para Anggota Panitia Khusus yang terhormat, Pemerintah merumuskan butir 4 tidak terlepas kaitannya dengan masalah yang menyang-ku t Bab I Ketentuan Umum, jadi yang kita tuangkan di sini adalah ketentu-an umumnya tentketentu-ang sensor film itu.

Mengenai masalah-masalah yang menyangkut kriteria, apakah film ber-tentangan dengan norma, dengan susila, dengan Pancasila dengan hukum itu bisa diletakkan di dalam bah mengenai sensor film, ini kita bicara ketentuan umum dulu mengenai sensor film, demikian penjelasan Pemerintah.

KETUA RAPAT : Terima kasih.

Setelah kita mendengar dari komentar atau tanggapan dari Fraksi dan juga bersama Pemerintah, maka isinya ada Fraksi pengusul yaitu Karya, kami masih memberikan sCkali lagi untuk bisa mengajukan atau mungkin ada pi-kiran-pikiran lain kami persihjkan.

I

FKP (DRS. H. ABU HASAN SAZILI M.): Terima kasih Saudara

K~tua.

Sebetulnya FKP, berpendapat bahwa apa yang dirumuskan di dalam Rancangan Undang-undang ipi adalah tehnisnya, kegitannya, kegiatan dari sensor itu adalah memotong.\ FKP berbicara di sini adalah secara umum apa yang bagaimana sensor itu se~diri, sensor itu agar supaya tidak bertentangan, kegiatan tehnisnya itu baru kita atur di dalam batang tubuh dari Undang-undang itu sendiri tentang ~egiatan dari badan sensor, jadi mungkin kita berbeda pandangan dalarn hall ini.

I I Terima kasih. I KETUA RAPAT:

I

Kami lihat di sini dari jRancagan Undang-undarrg ini ada 4 butir dan buti.r terakhir adalah butir 5fnsor film ini, dan kami kira dan kami lihat juga

di sini.ada masih ada usulan~usulan, dari Fraksi-fra.ksi lain, tadi saya setuju terhadap usulan dari F ABRii memang supaya kita melihat':;tcuan kita yailu-Rancangan Undang-undang. bengan demikian maka kita akan sampai pada suatu pembicaraan, di mana Rancangan Undang-undang dari Pe{Ilerintah bu-tir 1, bubu-tir 2, bubu-tir 3 clan blti.r 4 ini sudah kita bahas, tinggal sekarang

(18)

mor 4 ini yang nampaknya memang kalau kita dengar tadi.ada perbedaan dalam jangka panjang tadi. Dari Pimpinan mengusulkan karena.kami lihat

di sini tidak ada suatu perbedaan dalam arti yang prinsipial sebenarnya. Oleh karena itu bagaimana kalau yang Nomor 4 ini kita jadikan atau kita over di dalam Tim Perumus saja. Supaya ini bisa kita cepat selesaikan, karena nam-paknya setelah kita dengar tadi FKP namnam-paknya ingin tetap seperti rumusan ini tapi kami lihat juga tidak ada perbedaan yang prinsipial, di dalam.rumus-an Rdalam.rumus-ancdalam.rumus-angdalam.rumus-an Unddalam.rumus-ang-unddalam.rumus-ang itu sendiri.

Bagaimana kalau ini kita limpahkan di Tim Perumus saja, bagaimana setuju?·

Silakan FABRI. FABRI (SOEARDI):

Terima kasih Saudara Pimpinan

Berbicara mengenai ketentuan umum izinkan kami kembali kepada apa sebenarnya yang diingini oleh Ketentuan Umum ini, P.asal 1 menyangkut pengettian-pengertian oleh karenanya intronya itu dikatakan dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan, perfilman, dengan jasa tehnik, dengan sensor film, semuanya itu hanya diutarakan secara dasar supayil memberikan pengertian awal sehingga di dalam memasuki pembacaan Undang-undang ini nantinya tidak menjadi rancu lagi dan ada sesuatu kesepakatan penf""rtian. Pengertian ini menurut yang merasa tahu Undang-undang itu harus seder-hana, mudah dimengerti, tidak mendua dan jelas. Kalau kita kaitkan dengan apa yang dicantumkan ole}i FKP, FABRI sejak semula tadi sudah menangkap

di sana ada suatu kekhawatiran lain, kekhawatiran tidak dipatuhinya norma dan hukum yang berlaku, FABRI mengerti kekhawatiran itu namun FABRI juga sekaligus berpendapat, bahwa belum waktunya kekhawativan itu

dima-sukkan Pasal 1 Pengertian.

Karena sebenamya kekhawatiran terhadap ta ta.nan hu.kum yang berlaku ini, tersirat pula di dalam butir-burir yang lain, angka pertama tentang film juga. tersirat makna nonna dan tatanan hukum ini. Perfilman juga. demikian, sensor film juga., demikian mungkin yang lain-lain.

J

adi alangkah baiknya ka-lau kekhawatiran ini menga.cu kepada norma dan hukum yang berlaku dan sekaligus kalau boleh saya kaitkan dengan butir atau Pasal 6 dari Rancang-n Undang-undang itu sudah masuk _ke dalam materi batang tubuh dan belum perlu dikemukakan di dalam pengertian seperti itu, jadi alangkah manis~ya usulan ta.di dari FPDI, bahwa kalau kita kembalikan formulasi sederhana dari Rancanga.n Undang-undang maka tidak ada permasalahan lagi dengan catatan ini tentu saja dibawa ke belakang ke dalam batang tubuh.

Sehingga semuanya dapat terakomodasikan, bahwa FKP itu memasuk-kan di sini, itu bisa dimengerti kalau kita sildah melihat.Daftar Inventarisasi Masalah FKP yang meniindah-mindahkan apa yang sudah tercantum di

(19)

da-lam Rancangan Undang-undang memang wawasan dan pandangannya berbe-da, jadi untuk menilai sebuah Rancangan Undang-undang marilah kita kem-bali kepada konsep asalnya.

Kembali kepada alur dan wawasan konseptor ini, dalam hal ini konsep-tor itu adalah Pemerintah, jadi marilah kita kembalikan <lulu kesana baru di sana-sini kita sempumakan.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih.

'

Kembali kepada usulan kami, maka karena hal ini oleh FKP tidak ada suatu, kalau menurut penglihatan d~ri Pimpinan tidak ada suatu yang prin-sipiil. Maka sebaiknya kalau ini kita rembuk saja di dalam Tim Perumus, be-gitu. Setuju . . . . saya kira, FPP setuju, ... FPDI ... setuju, FKP .... setu-ju untuk Tim Perumus. Butir 4 ini.

F ABRI (SOEARDI) :

Sebentar, pengertian FABRI mengenai Tim Perumus adalah memfor-mulasikan terhadap butir-butir, ayat-ayat atau pasal-pasal. Di mana isi mate-rinya sudah disepakati bersam;i. Hanya menghaluskan kalimatnya menurut tatanan bahasa Indonesia yang lbaik dan benar. Sehingga tidak menyebabkan arti yang mendua. '

Di sini ada satu wawasan

~ang

rnasih herbeda. EKP dengan ke-4 pihak lainnya.

J

adi di sini tidak bisa d~berikan kepada Tim Perumus. Palingpun hist dilimpahkan kepada Panitia Kerja.

Terima kasih. KETUARAPAT: Terima kasih.

FKP sen diri bagaimana ? FKP (NY. H.S.A. LEGOWP): Saudara Ketua.

i

. Kami

teta~

kepada

perum~san

semula, dengan mengucapkan terima ka-s1h atas pengertian F ABRI. Dan memang kami pikir. sebaiknya dilimpahkan kepada Panitia Kerja saja, untuk mempersingkat perumusan.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

J

adi ini terhadap cara penyelesaiannya inipun ada dua pendapat, yang satu Tim Perumus dan yang satii Panitia Kerja. Tapi memang ta.di pertanyaan

(20)

kami, apa memang ada perbedaan yang prinsipial antara Rancangn Undang-un dang dengan usul FKP.

Kami persilakan.

FPDI (B.N. MARBUN, S.H.): Terima kasih, Saudara Ketua.

Tapi kami rasa pertanyaan Ketua agak menjebak, karena kurang tepat. Bahwa memang ada keberatan terhadap perumusan dari FKP, F ABRI susah mencoba mencari jalan tengah, karena secara prinsipiil masih ada nampak-nya yang masih goyang-goyang di sini. Maka kalau dirumuskan rumusan apa-nya lagi.

J

adi mungkin secepatnya di Panitia Kerja supaya lebih disesuaikan nanti dengan.yang lain-lain dan diselaraskan. Kalau ke Tim Perumus mau rumuskan apanya lagi. Terima atau tidak, itu saja. Kalau sedangkan di sini yang prinsipiil.menurut FKP, maka kami tidak berkeberatan kalau meng-ikuri usul dari F ABRI tadi di-Panja-kan saj a.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

Baik, ini ada usulan untuk di-Panja-k.an sesuai dengan F ABRI. Bagai-mana kita tawarkan untuk kita rembuk supaya lebih mantap lagi di dalam Panitia Kerja. Pemerintah setuju untuk di-Panja-kan? Setuju

Baik, terima kasih.

(RAPAT SETUJU)

Terima kasih atas kesepakatannya.

J

adi butir 4 kita Panjakan.

Sekarang kita dapat meninggalkan Rancangan Undang-undang Bab I. Namun demikian dari Daftar Inventarisasi Masalah memang masih ada FPDI dan FKP yang nampaknya mempunyai usulan-usulan tambahan di. luar 4 ketentuan atau 4 butir itu. Kami akan persilakan kepada FPDI dan FKP un-tuk mengajukan usulan-usulannya tersebut.

Kami persilakan FPDI.

FPDI (B.N. MARBUN, S.H.) : Terima kasih Saudara Pimpinan.

Mohon kesadaran sedikit melihat rumusan kami, yaitu Pasal.3 baru denga.n catatan Pasal 3 lama bukan dibuang, tapi juga tetap, karena ini ke-tentuan umum. Maka alangkah baiknya juga semua mereka yang aktif dalam proses perfilman tersebut. Cukup .kita cantumkan sehingga nan ti ada gantol-an dari pihak-pihak tersebut dalam uraigantol-an selgantol-anjutnya.

(21)

Hal ini kami ajukan karena tidak ada film kalau tidak ada prosedumya. Demikian juga tenaga manusia atau sumber daya manusia sebagai pelal)sana kre-atif dalam proses produksi film. Maka alangkah baiknya kalau produser juga karyawan dan artis kita m~kkan di dalam pengertian umum ini atau ketentuan umum ini. Kalau kami diizinkan atau ini <lulu, nan ti kita sambung yang lain.

Terima kasih. KETUA RAPAT :

Jadi itu ada dua nomor tambahan. Pertama tentang produser, karyawan

clan artis dan ke dua organisasi profesi. Kami persilakan kepada pengusul FKP. FKP (Kl SURA TMAN) :

Saudara Pimpinan dan Saudara Menteri dan Rekan Anggota Panitia Khusus yang saya hormati.

Menanggapi usul FPDI itu sebetulnya FKP juga mengusulkannya se-bagai butir 6. Jadi memang subyek atau pelaku dalam proses produksi film atau dan lain-lainnya yang berk,aitan dengan masalah perfilman, itu kiranya memang perlu ditentukan dalam ketentuan umum.

'

Pada butir 6 FKP mengelljlukakan bahwa masyarakat perfilman adalah himpunan sekelompok warga negara Indonesia berdasarkan kesareaan fesi dan atau kegiatan di bidang.perfilman. Memang tidak dirinci apakah pro-dusen, apa artis atau KFT teta~i seluruhnya itu kita himpun di dalam masya-rakat perfilman, sebab nanti d~lam Pasal-pasal akan terkait pembicaraan me-ngenai masyarakat perfilman ini.

Sekian dan terima kasih. KETUA RAPAT :

Kami sekaligus untuk mengajukan semua usulnya karena tadi ada yang usul untuk penambahan nomor itu hanya ada dua Fraksi.

Kami persilakan.

I

FKP (KI SURA TMAN) : I

Jadi ini ta.di sekedar menyamakan idenya/gagasannya.

Adapun butir 5 kalau pada butir 4 sudah bicara tentang sensor film. Sekarang mengenai badannya. Badan Sensor Film adalah badan yang diben-tuk oleh Peinerintah dan tidak !>Wasta dalam hal ini. Undiben-tuk melaksanakan sensor terhadap film yang akan diedarkan, dipertunjukkan atau ditayang-kan. J adi dalam hal ini lembaganya.

(22)

Kemudian pada bu tir 7. Badan Pembina dan Pen gem bangan Perfilman Nasional ada badan yang dibentuk oleh.Presiden dan berfungsi memberikan pertimbangan kepada Menteri Penerangan berkenaan dengan pembinaan dan pengernbangan usaha perfilrnan. Gagasan ini adalah yang di dalarn Pasalnya juga ada, tetapi gagasan ini juga ingin rnengganti lernbaga yang sek.arang acla, yaitu Dewan Film Nasional.yang konon istilah dewan itu tidak akan kita pa-kai lagi. Suatu contoh adalah pada badan pertimbangan pendidikan nasional.

Kernudian yang ke-8. Menteri aclalah Menteri yang bertanggungjawab atas bidang penerangan. Jadi setiap istilah menteri dalam pasal-pasal berikut-nya, kalau tidak diernbel-ernbeli yang lain. Yang dirnaksud ialah Menteri yang bertanggung jawab atau bidang penerangan. Di dalam Rancangan Un-clang-undang ini tidak disebutkan pejabat yang berwenang dalarn perfilman, siapa. Tapi FKP ingin supaya ditegaskan yang bertanggung jawab adalah Menteri yang bertanggung jawab tentang penerangan, dan ini perlu kita rna-sukkan di bidang umum.

Sekian clan terima kasih. KETUA RAPAT :

Demikian kita sudah clengar clari FPDI clan FKP yang mengusulkan bu-tir tambahan baru. Kami ingin clengar tanggapan dari Fraksi lain. FPP kami persilakan lebih dahulu. Sekaligus menanggapi dua pengusul ini.

FPP (NY. HJ. AISY AH AMINY, S.H.) : Terima kasih Saudara Ketua.

Kami melihat ada usul-usul clari FPDI yang pertama diusulkan produ-ser, karyawan, artis yang dikatakan sebagai sumber daya manusia sebagai pe-laksana kreatif dalam memproduksi sebuah film. Barangkali ingin kami lebih dahulu mengemukakan apa yang dimuat dalam ketentuan umum ini biasa-nya ialah istilah-istilah yang akan dijumpai dalam Batang Tubuh Undang-un-dang itu sendiri, dan tidak dijelaskan dalam Batang Tubuh itu apa istilah teI-sebut secara jelas. Seperti yang sudah kita lihat, misalnya kita akan menemui istilah perfilman, istilah film, jasa tehnik, sensor film.

Sekarang produser, karyawan, artis kami tidak melihat dalam Batang Tubuh ini ada kalimat-kalimat seperti itu. Sehingga barangkali perlu kita dalami apakah perlu memasukkan point ini di sini Kemudian demikian juga . organisasi profesi perfilman adalah organisasi yang dibentuk oleh

masing-masing profesi berkaitan dengari perfilman. Kalimat · seperti inipun tidak. kami temui dalam Batang Tubuh Undang-undang ini. Kemudian uml dari FKP Badan Sensor Film. Di sini diuraikan Badan Sensor Film adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah untuk melaksanakan sensor terhadap film yang akan diedarkan, memang ada kita temui di dalam Batang Tubuh ini ten~

tang sensor film dan badan sensor, ta pi bukarr badan istilahnya di dalam ini atau lembaga yang disebutkan di. dalam kami belum meneliti, apakah FKP

(23)

juga di dalam mengganti dengan badan istilah lembaga yang di dalam. Kemu-dian masyarakat perfilman, istilah masyarakat _p~fihnan memang kita temui dalam Batang Tubuh. Bagi FPP ingin kita mencoba untuk mendalami apakah · memang masyarakat

perfilm~ ~tu

sud.ah lebih man tap. Kalau kita lihat FPDI mengusulkan organisasi profe~ perfilman. D~ yang kita lihat yang diaju-kan oleh masyarakat perfilmarl itu kita pemah menerima usul-usul mereka menamakan gabun~n dari yang ·dahulunya Panca Tunggal terdiri dari pro-duser, artis, karya~an kemudian juga·dari perbioskopan, studio. Apakah ma-syarakat perfilmaI\ ini mencakup semua itu Ataukah hanya seperti yang.di-kemukakan oleh FPDI, yaitu hanya produser, karyawan dan artis saja. Ini perlu kita bicarakan lebih lanjut.

Dan yang berikutnya mengenai badan pembinaan dan pengembangan perfilman nasional, yang di dalam ha.tang tubuhnya tadinya sudah. Tetapi memang dikriteriakan oleh Pemerin tah badan yang akan berfungsi seperti yang dikemukakan di sini. Marilah kita bicarakan lebih lanjut, mengenai ini apakah dewan film juga ataukah akan berganti menjadi badan pembina-an dpembina-an pengembpembina-angpembina-an perfilmpembina-an.

Menuru t FPP, dewan film ini sampai sekarang ini tidak ada larangan. Tidak ada undang-undang yang menentukan bahwa dewan itu tidak diboleh-kan digunadiboleh-kan seperti dewanilm ini. Kecuali kalau nanti kami memper-oleh dari Pemerintah bahwa m mang sudah ada tegoran da.ri Sekretaris Ne-gara a tau apa bahwa tidak bole memak.ai nama dew.an. _ C}· ·

Menurut kami nama dew

ah

film ini cukup baik, karena memang dewan inilah yang akan memberikan fertimbangan-pertimbangan kepada Pemerin-. tah dalam hal pernbinaan dan pirkembangan per:fjlman kita.

Kemudian mengenai is.tilatl Menteri kami memang menemukan istilah ini kalau tidak salah, satu atau ]dua kali di dalam. Tetapi apakah tepat kalau kita mengatakan Menteridi sini ~lah yang bertanggungjawab atas penerangan. Kami tidak tahu persis di masa yang akan datang apakah nanti kabinet yang akan datang ada Menteri Perfil~an yang Pak Harmoko mungkin merangkap. Karena demikian pentingnya pe1tfilman ini, maka kami ini kalau toh kita akan memuat di sini ialah Menteri yang bertanggung jawab tentang perfilman. Ya ... siapalah yang ditugaskan oleh Presiden untuk menangani perfilman ini, selama ini memang Menteri Penerangan. Tapi tentunya yang tepat itu adalah Menteri yang bertanggungjawab ~entang perfilman.

Demikian tanggaP.an kami

t~rhadap

usul-usul tambahan yang sudah diaju-kan oleh FPDI dan FKP. I

Terima kasih Saudara Ketua. KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Kami persilakan dari FPDI terhadap tanggapannya terhadap usulan dari FKP yang tadi belum kita dengar.

(24)

I .

FPDI (B.N. MARBUN, S.H.): Terima kasih Saudara Pimpinan.

Memang usul dari FKP ini cukup menarik untuk ki~ renimgkan demi kesempurnaan Undang-undang ini atau Rancangan Undang-undang ini. Mengenai badan sensor film sebagai ganti dari dewan sensor film saya rasa ini selama dewannya belum dihapuskan atau dilarang atau diganti. Jadi di dalam hal ini kami lebih melihatnya ini belum begitu mendesak.

Mengenai Nomor 6 memang tadi dalam banyak hal sama dengan FPDI yaitu merupakan penterjemahan dari Pasal 36 batang tubuh Rancangan Undang-undang yang secara implisit termasuk di sini tetapi tidak ada awal-nya, tidak ada dasarnya. Maka itulah sebabnya FPDI, tadi dan juga secara ti-dak langsung FKP juga memasukkannya di dalam dasar-dasar ketentuan umum. Dan juga sebagai tanggapan FPDI, dan FKP juga atas usul dari mereka yang aktif di bidang perfilman tersebut. Jadi kita menampung aspirasi masya-rakat. Tapi walaupun demikian marikita rundingkan apa yang terbaik.

Mengenai Nomor 7 dalam pembinaan dan pengembangan perfilman nasional. Kami rasa kalau istilah dewan dan badan itu Pada prinsipnya tidak ada perbedaan konlqit. Hanya rasa dari segi bahasa. Tetapi yang menangani perfilman terseb\J:t harus Menteri Penerangan. Kami rasa~kami lebih certderung 'usul dari PPP tadi Menteri yang menangani perfilman nanti atau yang

mem-bawahi urlJSan perfilman.

Dengan derru'ban Nonior 7 dan Nomor 8 sudah kami tanggapi sehingga denga.n,demikian marl kita rumuskan yang terbaik secara musyawarah .

. · Terima kasih. KETUA RAPAT : Terima kasih FPDI.

Kita dengar FABRI. Silakan. FABRI (SOF;ARDI):

Terima kasih Pimpinan.

Mengeruii tambahan-tambahan dari FKP dan FPDI marilah · kita secara tenang mencoba mendalami apa sebenamya yang dimaksudkan itu. Acuan FABRI dalam menilai dan memformulasikan pengertian sama halnya apa yang dikemukakan oleh FPP tadi. Bahwa pengertian in\ baru ·dicantumkan apabila 9i\ dalam Batang Tubuh berkalf-kali disebut di dalam pasaJ atau ayat.

Se-hingga tidak perlu diulang-ulang penjelasannya di. dala~ penjelasan pasal. Mengenai hal-hal yang lain yang tidak diulang-uiang F ABRI berpendirian bahwa itu sudah memadai, kalau kita cantumkan 8aja di dalam penjelasan pasal. Mari kita lihat satu persatu.

Yang pertama ialah butir ke4 baru dari FPDI sama dengan butir ke-6 . baru dari FK-P mengenai masyarakat perfilman. Masyarakat perfilman ·ini,

(25)

FABRI mudah-mudahan tidak ngantuk karena biasanya hanya ada satu kali disebut yaitu di dalam Pasal 9, mengenai masyarakat perfilman ini baru kita menghadapinya setelah kita membahas Pasal 9 nanti. Jadi makna apa dan apa maksudnya di dalam Unqang-undang ini tentang masyarakat perfilman. FABRI cenderung untuk memasukkan pengertian dan makna dari masyarakat perfilman ini secara elaboratis

dalam penjelasan Pasal 9 Supaya lebih rinci lagi penjelasannya maka penjelasan Pasal 9 ini bisa langsung ditambah dengan butir 3 baru usulan FPDI mengenai produser, karyawan, artis dan sebagainya. Jadi menurut kaca mata FABRI di sana tempatnya.

Kemudian yang ke-2 ingin kami tanggapi adalah butir 5 baru dari FKP. Badan Sensor Film di dalam Rancangan Undang-undang aslinya yang datang dari Pemerintah tidak ada istilah itu. Kalau kita buka misalnya Pasal 33 Ayat (1) ini bunyinya adalah penyensoran film sebagaimana dimaksudkan Pasal 32 Ayat (1) dilakukan oleh sebuah lembaga sensor film. Jadi yang ada adalah lembaga sensor film bukan badan sensor film. Kalau nantinya pada waktunya kita membahas Pasal 33 ini bermuara kepada kata sepakat menjadi badan sensor film. Maka tempat dari ! penjelasan badan sensor film juga berada di dalam penjelasan Pasal 33. '

Kemudian usulan angka 7 baru dari FKP Badan pembinaan dan pe-ngembangan perliman nasional, memang di sini tidak ada ungkapan itu. Jadi FABRI berpendapat apabHa pa~ suatu ketika kita sampai ke sana dan secara mufakat menentukan institusi

~tu

namanya badan pembinaan dan pengem-bangan perfilman nasional. Maka kalau masih perlu dijelaskan di dalam

I

penjelasan pasal kita masukkan di dalam penjelasan pasal. I

Mengenai yang nomor 8 y.a~g terakhir, Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang 1penerangan. Tadi sudah ditanggapi juga oleh

. I

yang terhormat Saudara Marbut) dari FPDI, mungkin formulasinya bukan itu. Namun demikian FABRI juga· I tidak nielihat di dalam batang tubuh ini berkali-kali atau sekalipun

Ment~ri

dicantumkan di sana.

Hal ini bisa saja kita tunda dulu. FABRI mengerti bahwa Menteri yang mengawasi atau menguasai biqang perfilman ini mungkin seyogyanya di tentukan satu orang Menteri tf.dak rancu ke sana ke marl. Tetapi marilah kita pendingkan dulu butir 8 ~ni setelah kita membahas batang . tubuh. Ada berapa butir, berapa kali perkataan Menteri dikatakan, baru kita kembali, kita tambahkan pengertian mertgenai Menteri. Sepanjang yang kami baca di Rancangan Undang-undang ini tidak ada mengenai Menteri itu. Jadi tanpa mengecilkan arti dan segala bu~h pikiran dari FKP maupun FPDI. Mengenai kekhawatiran pengertian-pengeriian yang rancu FABRI mohon maaf. Karena menurut pandangan F ABRI t~dak perlu benar dicantumkan tambahan-tambahan pengertian di dalam Pasal I ini.

(26)

KETUA RAPAT-: Terima kasih.

Demikian telah kita dengar tangga.pan dari Fraksi-fraksi yang kalau kita lihat pada dasamya dari FPP tadi masih memberi kesempatan kita untuk mendalami kembali, begitu. Dan juga penjelasan mengenai istilah dewan tadi, supaya ini kaitannya tadi badan yang diusulkan FKP. Kemudian mengenai lembaga Menteri tadi bahkan usul yang bertanggung jawab terhadap per-filman itu sendiri.

FABRI memang pada dasarnya tidak menolak ide dasar tambahan ini hanya di dalam tempatnya. Penempatannya itu di Penjelasan Pasal-pasal. Detnikian kira-kira rangkuman dari Fraksi-fraksi ini kami persilakan pihak·Pemerintah yang terhormat Saudara Menteri.

PEMERINTAH (MENTERI PENERANGAN/H. HARMOKO) : Pimpinan dan para Anggota yang terhormat.,

Pertama-tama Pemerintah ingin menjelaskan bahwa hal-hal yang tadi disampaikan oleh FPDI dan FKP. Permasalahannya seberiarnya ditampung

di dalam Bab-bah a tau pasal-pasal lainnya dalarn batang tubuhnya. Oleh

kar~ma · itu masalah yang menyangkut pencantuman, Pemerintah dalam hal ·in~ tidak menolak terhadap usulan itu tetapi penempatannya. Di dalam menepipatkan ini, kita harus paham betul merumuskan pengertian, misal-ny~ usul FPDI mengenai organisasi profesi perfilman. Lebih-lebih ini dican-. tumkan dalam Ketentuan Umum yang seyogyanya perlu dipikirkandican-.

Mengingat organisasi-organisasi profesi itu lahir dari aspirasi kelompok profesi dari bawah. · Dulu yang namanya organisasi prof esi perfilrnan curna b~berapa saja. Waktu itu kalau tidak salah Pusat Produksi Film Indonesia, Persatuan Artis Film Indonesia, KFT belurh ada pada waktu itu, curna dua itu. Jadi harus lahir dari bawah sehingga masing-masing kelompok itu diatur ju'ga sebenarnya oleh Undang-undang tentang Organisasi Kemasyarakatan. lni juga perlu <!iPikirkan. Kehadiran organisasi-organisasi profesi perfilman juga harus tund\lk pada -ketentuan dan peraturan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1988 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Jadi kalau mencantumkarl hal ini saya ingin mengingatkan itu mungkin di dalam 5 - 1 O tahun yang akan

datang, karena tehnologi. maju itu akan berkembang mungkin ada seke-lornpok, niungkin dari kelompok profesi yang sama itu rnernbentuk organisasi bai-u. Ini contohnya.

Dengan demikian maka hal-hal yang menjadi usulan dari FPDI maupun }<'KP sebaiknya ditarnpung di dalam Bab-bab yang menyangkut batang tubuh

ta

di. Demikian juga yang rnenyangkut kelernbagaan dari badan sensor. Jadi penarnaannya itu memang yaa. . bani harus diatur dalam Peraturan Pemerintah. · Me~gingat nomenklatur dari badan itu ad& kriteria-krit~rianya.

(27)

Demikian juga menanggapi penambahan butir dari FKP, khusus yang menyangkut istilah Menteri, Kewenangan untuk mengatur departemen me-mang berada pada Presiden/mandataris MPR. Tapi kami juga ingin ingatkan ada Undang-undang Pokok Pers juga menyebut itu, bahwa yang bertanggung-jawab untuk mengatur bidang pers adalah Menteri, dalam hal ini adalah Menteri Peherangan. Itu juga l!>isa disebutkan, itu kalau di Undang-undang tentang Pokok Pers. Kami ingirt hal ini dibahas di dalam Panitia Khusus ini, tetapi kami ingin mengingatkan bahwa pengertian Menteri dikaitkan pula dengan kewenangan untuk mengatur departemen-departemen itu berada pada Presiden/Mandatari MPR. Kami tidak tahu nanti Ketetapam MPR yang akan datangitu dijaoarkan oleh Mandataris/Presiden berapa Kementerian yang ada, kami buka:n paranormal untuk mengetahui berapa, itu ditentukan

ol~h rakyat dengan ketetapan yang ada melalui GBHN. Ini juga pen ting kami

kemukakan jangan sampai nanti keliru, tetapi nan ti kami memberi penjelasan bahwa juga ada hal ini yang menyangkut Undang-undang ten tang Pokok Pers yang kebetulan lahir di sini juga. Untuk butir 7 usulan dari FKP seperti yang kami jawab bahwa hal yang menyangkut penamaan baru itu diatur dalam Peraturan Pemerintah,jadi nomenklaturnya itu, apakah badan, apakah dewan, tapi. yang jelas kami kemukakan bahwa di Undang-undang tentang Pokok Pers itu juga ada yang namanya Dewan Pers. Ini perlu kami kemukakan juga sebagai informasi, tapi hasil dari. pembahasan Panitia Khusus kami persilakan untuk· melihat permasalahan-petmasalahan ini secara mendalam dilihat dari fungsi yang harus dicantumka~ di dalam Ketentuan Umum ini, tapi me-nurut hemat Pemerintah lebih I baik hal ini ditentukan dalam bab batang tub uh.

Jadi hal ini perlu kami sampaikan supaya di dalam diskusi nanti kita mengacu kepada ketentuan-ketfntuan yang memang sudah kita

kembang-kan. I ·

Terima kasih. KETUA RAPAT :

Terima. kasih atas penjelat

1

n

rum

sekaligus tanggapan dari Pemerintah terhadap usulan-usulan yang ba u, yang menyangkut butir Pa~l I. Tanggap'.'" an dari fraksi-fraksi maupun P merintah dengan penjelasannya, maka dari Pimpinan sekaligus ingin meny~rkan ingatan kita juga seperti yang tadi sudah dikatakan oleh FABRI danjuga FPP, bahwa Ketentuan Umum memang memuat ketentuan-ketentuan ~ang sifatnya umum dan tidak lebih tepat untuk dimasukkan di dalam b~b, bagian atau paragrap lainnya yang lebih

bersifat khusus. i

I •

Diantara ketentuan-ketent~n yang bersifat umum itu yang pasti harus dimuat di dalam rubrik itu adalah keterangan-keterangan ten tang arti, maksud dari perkataa~/istilah/terminologi penjelasan tentang singkatan-singk:atan., terminologi tentang definisi dan ketentuan pengertian yang dipergunakan

(28)

dalam batang tubuh Undang-undang itu. Memang dalam rangka mengkaji tambahan-tambahan dari usulan FPDI dan FKP ini kami kira kita bersama memang perlu mengkaji dan meneliti, apakah memang istilah-istilah tersebut memang juga dipergunakan di dalam (, batamg tubuh Undang-undang itu, dan memang biasanya ini dipergunakan di dalam katakanlah berulang-ulang. Dalam kaitan ini karena dari Fraksi-fraksi tadi nampaknya tidak secara paradoxal menolak usulan-usulan ini termasuk juga Pemerintah, hanya di-usulkan tadi penempatannya pada saatnya FABRI mengdi-usulkan di Penje-lasan Umum, kemudian secara umum tadi Pemerintah mengata)can di batang tubuh, maka. bagaimana kalau terhadap paket usulan ini, baik yang FPDI maupun yang FKP. kita pendingkan dengan pengertian bahwa nanti apabila kita sampai kepada membicarakan batang tubuh yang berkaitan dengan masalah-rnasalah ini, nanti kita putuskan apakah itu dimasukkan .dalam Ketentuan Umum ataukah itu dimasukkan dalam batang tubuh, ataukah juga bisa di penjelas,an dari pasal-pasal.

Jadi sekarang kita tidak mengambil keputusan, bahwa usul FPDI atau FKP dicantumkan nomor sekian-sekian, tidak demikian. Tapi kita pending-kan dengan pengertian bahwa pada saatnya nanti misalnya usulan FKP,

Badan Sensor Film pada saatnya kita membicarakan Pasal 32. Kemudian juga mengenai masyarakat perfilman ini dengan FPDI pada saatnya kita . membicarakan Pasal 9, dan seterusnya, dan seterusnya, sehingga nantinya kita tidak membuat keputusan yang keliru. Ini usul dari Pimpinan, dapat disetujui kalau ini dipendingkan saja.

FKP (Kl SURATMAN):

FKP setuju, tapi dalam hal

ir:ri

karena tadi ditanyakan: masalah dewan mendewan, itu kami kira memberkan informasi lebih jauh. Kalau Dewan Pers. Dewan Film itu usianya lebih tua dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989. Waktu itu dari masyarakat diinginkan agar Dewan Pendidikan Nasional, tapi menurut Pak Menteri telah mendapat keterangan dari Bapak Presiden yang tidak menghendaki lagi penggunaan dewan selain untuk Dewan Per-timbangan Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat. Begitu ceritanya sehingga akhirnya jadilah BPPN (Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional), itu saja pengalaman pada tahun 1989 yang telah kami alami, bahwa itu nanti akan diatur tentunya akan lebih baik, supaya dewan-dewan itu tidak ada selain dewantoro,.

Sekian terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih.

Mungkin ini bisa menambah kejelasan kita, dan kembali kepada per-tanyaan kami tadi apakah ~tuju terhadap usulan FKP maupun FPDI ini kita pendingkan.

(29)

Sidang yang kami muliakan, demikian BAB I sudah selesai dan kita akan menginjak kepada bab berikutnya. Namun demikian sebelum menginjak berikutnya kami usulkan untuk disekors beberapa saat.

(RAPAT SETUJU)

Saudara-saudara sekalian yang kami hormati, sckors kami cabut. Setelah istirahat beberapa saat maka kita akan start dengan bab-bab berikutnya, BAB II dan seterusnya. Dan setelah satu setengah 'hari katakanlah kita mem-bahas memang cukup melelahkan hal-hal yang cukup prinsipiil yang kita sudah lewati dan kita akan memasuki bab yang cukup pen ting juga yang menyang-kut BAB II ialah di dalam Rancangan Undang-undang : FUNGSI DAN LINGKUP, sedangkan BAB III adalah DASAR DAN ARAH.

Dalam Daftar Inventarisasi Masalah, khusus mengenai bab ini, kalau bab Ketentuan Umum nampaknya keempat Fraksi tetap pada pendiriannya, maka dalam BAB II ini FABRI tetap seperti Rancangan Undang-undang usulannya, FPP juga usulannya tetap seperti Rancangan Undang-undang dan FPDI tidak ada, tetapi kami pikir juga tetap seeperti Rancangan Undang-undang. FKP nampaknya di sini ada usulan, yaitu BAB II: Dasar, Tujuan dan Fungsi. Dengan demikian akan merubah keseluruhan :dari sistimatika ataupun pasal-pasalnya.·

Oleh karena itu sebelum memasuki materi Pasal 2 itu sendiri, kami ingin mempersilakan terlebih ~ahulu mengenai judul bab ini kepada Fl\P mungkin ada suatu alasa.n-ala~n yang perlu dikemukakan dalam Sidang ini.

Kami persilakan.

FKP (DRS. SABAR KOEMBINO): Sa udara Ke tua. 1

I •

Terima kasih atas waktu yang diberikan kepada kami. Saudara Menteri serta rekan-rekan Anggota Pani~a Khusus yang kami hormati.

Dari FKP setelah menelitii mengenai soal BAB II tentang judul yang juga kita perbandingkan denga11 BAB III mengenai\Dasar dan Arab, maka dua bab ini kita anggap bahwa tidak bisa kita lepaskan satu dengan yang lain, harus sudah merupakan satu k¢satuan yang bulat, sehingga dengan demikian maka BAB II dan III itu kita sarankan untuk bergabung menjadi satu. Jadi

ini bukan kawin campuran, tapi kawin resmi. .

Sebagai suatu alasan 'bahwa kalau BAB II ditentukan,adanya lingkup, mi menurut kelaziman memang tid;-tk ada di dalam Undang-undang ditentu-kan lingkup dari sesuatu masalah. Lingkup itu nanti aditentu-kan ditentuditentu-kan dalam ketentuan-ketentuan yang lain, sehingga buhn merupakan suatu ketentuan yang baru. Hal· ini juga akan terlibat bahwa k:·dau nanti kita akan membaca kepada bab-bab berikutnya, bahwa yang dimakmdkan dengan lingkup

(30)

me-nurut Rancangan Undang-undang ini langsung kepada hal-hal yang tidak

ter-masuk

sebagai lingkup. Jadi kalau bahasa jawanya itu exeption. Jadi keke-cualian, rnaka dengan demikian kalau ini dirnasukkan dernikian, rnaka lingkup ini nantinya tidak akan kaitannya dengan apa yang harus kita bicarakan pada waktu sekarang ini.

Dengan dernikian FKP rnengarnbil suatu sikap bahwa sebaiknya BAB II

. clan III itu digabungkan rnenjadi satu, rnenjadi Dasar, Tujuan dan FungsL Jadi .judul dari dua bab ini dijadikan sa tu rnem ua t 3 hal, yang dihilangkan adalah lingkup. Sedangkan arah itu dirubah karena arah itu rnasih merupa-kan ha1 yang terus bergerak, yang sifatnya adalah dinamis, tidak ada ketentu-an ke mketentu-ana arahnya, rnaka dari FKP menyarketentu-ankketentu-an rnenjadi tujuketentu-an. Sehingga jelasnya adalah menjadi: Dasar, Tujuan dan Fungsi. Demikian Saudara Ketua

sebagai suatu alasan judul dari BAB II dan III. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih ..

Demikian dari FKP rnengenai usulan judul bab yang menurut FKP perlu dikaitkan langsung dengan BAB Ill. Jadi kepada ki ta bersama memang diminta untuk juga nielihat judul BAB III ini kalau dikaitkan dengan usul FKP. Dari FABRI, FPP dan FPDI, khusus mengenaijudul BAB II ini mernang usulnya tetap: seperti Rancangan Undang-undang.

Kami persilakan F ABRI. F ABRI (SOEARDI):

• Terima kasih Saudara Pimpinan.

. FABRI rnelihat bahwa Pemerintah sudah menentukan kerangka di dalam Rancangan Undang-undang ini, sehingga bunyi BAB II dan BAB III seperti adanya tertulis di dalam Rancangan Undang-undang .. Tentu saja semua ini ada alasan, landasan, pola pikirnya dan juga risteningnya sehingga ·sampai kepada judul BAB II dan BAB III seperti demikian. Walaupun secara persis FABRI belum mengetahui bagaimana yang dimaksudkan atau yang diinginkan oleh Pemerintah, FABRI berangkat dari suatu pendirian, bahwa pendirian FABRI adalah oleh karena Rancangan Undang-undang ini dibuat oleh Pemerintah, maka dari segi kerangka F ABRI menghormati dan menghar-gai sisttimatika ataupun kerangka yang sudah diajukan oleh Pemerintah dan hanya ingin memberikan tambahan penyempurnaan di dalam bag:ian-bag:ian :yang lebih rendah dari bab itu, yaitu dalarn arti pasal dan ayat-ayatnya.

Kami pikir PPP dan FPDI juga barangkali berpencfu:ian sama karena ini bukan karangan masing.:masing Fraksi, maka acuannya adalah tetap R~n­ cangan Undang-undang dan kerangkanya yang diajukan Pemerintah. Napmn

di dalam menanggapi apa yang dikemukakflll oleh FKP rnungkin ada baikn'ya kalau FABRI menyarankan kepada Sidang ini pada langkah pertama inungkin

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan biofisik dan ekonomi diperlukan dengan mengidentifikasi komponen-komponen yang mendukung terhadap keberlanjutan sumberdaya agar pemanfaatannya tidak

TOWER INDONESIA TOWER INDIA TOWER TURKI TOWER AUSTRALIA &amp; KOREA TOWER JEPANG &amp; TIONGKOK TOWER PERANCIS &amp; INGGRIS TOWER AMERIKA TOWER RUSIA TOWER KANADA... ➢

Kondisi yang diperlukan untuk penularan HIV adalah HIV harus masuk ke dalam aliran darah. HIV sangat rapuh dan cepat mati di luar tubuh manusia. Virus ini juga sensitif terhadap

Klasifikasi dilakukan dengan algoritma KNN dengan fungsi jarak yang digunakan adalah Euclidean Distance, dimana nilai k yang digunakan adalah sebagaimana yang telah

pengukuran dengan standar IEEE 519-1992 serta korelasi antara pengaruh harmonik terhadap temperature pada trafo distribusi tiga fasa di Fakultas Teknik.. Transformator

Dari tampilan running text di atas dapat diamati tampilan running text yang dieksekusi pergerakannya nyaman untuk dibaca dikarenakan adanya delay time yang diatur sedemikian

Sumber pencahayaan yang digunakan yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Pencahayaan alami yang digunakan dalam ruangan bukan merupakan sinar matahari

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Formulasi Krim Tipe