3.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yaitu Bulan Januari 2011 sampai dengan Juni 2011. Pengambilan data primer yaitu pada Bulan April 2011 dan dilaksanakan studi banding ke tempat budidaya kerapu sistem KJA di Kabupaten Belitung pada Bulan Maret 2010 dan Kota Batam pada Bulan November 2011. Uraian kegiatan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Tahapan Kegiatan Penelitian
No Keterangan Bulan ke
1 2 3 4 5 6 1 Persiapan (termasuk studi literatur) √ √ √
2 Pengumpulan data primer (termasuk survey lapangan dan analisis laboratorium)
√ √ √
3 Kompilasi data √ √ √
4 Analisis data √ √
5 Penyusunan laporan (termasuk pembimbingan) √ √ √ √ √ Tempat penelitian yaitu di Pulau Pongok (Gambar 2) dimana Kecamatan Lepar Pongok Kabupaten Bangka Selatan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Bangka Selatan sebagai kawasan budidaya laut dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Selatan No. 13 tahun 2005. Batasan wilayah studi yaitu di perairan Pulau Pongok dan sekitarnya sampai pada kedalaman perairan sekitar 40 m. Hal ini disesuaikan dengan kelayakan untuk budidaya keramba jaring apung berdasarkan kedalaman perairan.
3.2. Peralatan Penelitian
Peralatan penelitian yang digunakan terdiri dari peralatan pengukuran di lapangan dan untuk analisis data. Beberapa peralatan yang digunakan antara lain: Perahu/kapal motor
Peta Lingkungan Perairan Indonesia dari DISHIDROS dan citra landsat 7ETM GPS (Global Positioning System), kompas, stopwatch, dan kamera digital Botol nensen untuk mengambil sampel air
Peralatan pengukuran arah dan kecepatan arus (layang-layang arus)
Peralatan pengukuran hidro-oseanografi (pHmeter, hand-refraktometer, sechi disk, tiang berskala, grab sampler, dan termometer)
Alat tulis dan seperangkat komputer (ArcGis 9.2. dan ArcView GIS 3.2).
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Pulau Pongok 3.3. Pendekatan dan Metodologi
3.3.1. Pendekatan
Pendekatan biofisik dan ekonomi diperlukan dengan mengidentifikasi komponen-komponen yang mendukung terhadap keberlanjutan sumberdaya agar pemanfaatannya tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Parameter lingkungan atau variabel biofisik diperlukan untuk mengetahui kawasan potensial yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya laut seperti suhu, salinitas, kecepatan dan arah arus, substrat, keterlindungan, tinggi gelombang, tunggang pasut, kecerahan, kedalaman, dan derajat keasaman. Parameter lingkungan digambarkan dalam bentuk peta tematik yang selanjutnya dianalisis dengan melakukan pendekatan Sistem Informasi Geografis dengan metode overlay atau tumpang
susun sehingga diperoleh peta arahan kesesuaian kawasan. Perhitungan ekonomi diperlukan untuk mengetahui komponen biaya apa saja yang harus ditanggung serta perhitungan nilai produksi sehingga dapat diketahui nilai manfaat dari suatu usaha budidaya laut tersebut. Pendekatan ekonomi ini dapat memberikan pertimbangan jenis usaha apa sehubungan dengan keterbatasan dana yang dimiliki sehingga nantinya akan menjadi skala prioritas usaha untuk dijalankan.
Pengembangan usaha budidaya kerapu akan berhasil jika ditunjang oleh faktor keterlibatan masyarakat atau usaha kelompok masyarakat dan dukungan dari pemerintah setempat serta adanya entrepreneur yang dapat menggerakan roda perekonomian masyarakat setempat. Peluang keberhasilan budidaya laut di Kabupaten Bangka Selatan dapat dilihat dari beberapa alasan :
a. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya laut cukup tinggi b. Masyarakat lokal lebih memahami permasalahan di sekitarnya
c. Pengelolaan berbasis masyarakat dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya laut
d. Pengawasan dan kontrol oleh masyarakat terhadap sumberdaya akan lebih efektif.
3.3.2. Metodologi 1) Persiapan
Tahap ini meliputi persiapan administrasi kepada instansi dalam pengumpulan data sekunder yang mendukung penelitian. Instansi ini seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Selatan, Badan Statistik Pusat dan daerah, Universitas Bangka Belitung, Kementerian Kelautan Perikanan, Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI dan instansi lainnya guna mengumpulkan data pendukung. 2) Pengumpulan data primer
Pengumpulan data primer ini meliputi survey lapangan untuk melengkapi data sekunder yang sudah diperoleh. Data ini termasuk data parameter lingkungan perairan, wawancara dengan pengusaha KJA dan nelayan untuk memperoleh gambaran komponen biaya untuk suatu usaha KJA. Selanjutnya diskusi dan wawancara dengan masyarakat setempat untuk memperoleh informasi tambahan
mengenai penangkapan ikan kerapu sunuk serta potensi konflik pemanfaatan wilayah pesisir.
Tabel 3. Parameter, Metode dan Alat Pengukuran
No. Parameter Metode Alat
1 Suhu (oC) insitu Thermometer
2 Salinitas (o/oo) insitu
Hand-refractometer 3 Kecepatan (m/s) dan
arah arus (oU)
insitu Layang-layang
arus
4 Substrat insitu Grab sampler
5 Keterlindungan insitu Visual
6 Tinggi gelombang (m) insitu Tiang berskala
7 Tunggang pasut (m) Sensor, BOST Center
Kalesto, tiang berskala
8 Kecerahan (% dan m) insitu Sechi disk
9 Kedalaman (m) insitu Tali dan peta LPI
10 Derajat keasaman / pH insitu pH meter
11 DO (mg/l) insitu DO meter
12 Posisi koordinat insitu GPS Garmin
13 Unsur kimia lainnya :
Ammonia (NH3-N), Nitrit (NO2 -N), Nitrat (NO3-N), Orthophospat (PO4-P), Timbal (Pb) (mg/l)
Laboratorium Proling MSP IPB
14 Timbal (Pb) pada kerapu (mg/l) Laboratorium Proling MSP IPB
Keterangan : BOST (Bangka Belitung Ocean Science and Technology) Proling (Produktifitas dan Lingkungan Perairan)
3) Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data sekunder ini meliputi pencarian literatur-literatur terkait yang diperoleh dari perpustakaan IPB, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaaan Pembangunan dan Penanaman Modal Daerah (BPS dan BPPPMD) Kabupaten Bangka Selatan, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bangka Belitung, Universitas Bangka Belitung, Kementerian Kelautan Perikanan, dan Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI Jakarta.
4) Kompilasi data
Kompilasi data merupakan penyusunan data-data primer dan sekunder yang berguna yang akan dipakai, serta pemisahan terhadap data-data yang tidak berguna yang tidak perlu dilibatkan dalam tahap analisis selanjutnya.
3.4. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan ini meliputi analisis kesesuaian kawasan, analisis daya dukung lingkungan, dan analisis ekonomi. Analisis data ini harus dilakukan secara berurutan karena memiliki keterkaitan, hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :
3.4.1. Analisis Kesesuaian Kawasan
Analisis kesesuaian kawasan ini dengan menggunakan parameter lingkungan sehingga kesesuaian kawasannya berdasarkan aspek bioteknis. Data-data yang diperoleh berupa parameter lingkungan dari setiap titik koordinat yang kemudian didigitasi. Hasilnya dalam bentuk spasial yang diolah untuk masing-masing parameter atau tema kesesuaian kawasan seperti tema suhu, salinitas, dan sebagainya dengan software ArcGis 9.2. Untuk parameter substrat diperoleh dari interpretasi citra Landsat 7ETM dan ground check (pengecekan langsung) di lapangan untuk memperoleh informasi yang aktual di lapangan.
Hasil pengolahan dan analisis data selanjutnya diinterpretasikan untuk mendapatkan deskripsi secara faktual dan jelas tentang lokasi untuk budidaya kerapu di perairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan. Dalam analisisnya, perlu mempertimbangkan peranan dan bobot pengaruh masing-masing parameter terhadap keberhasilan usaha budidaya. Ada parameter yang sangat berpengaruh, tetapi ada juga yang kurang berpengaruh. Dalam kondisi ini, pemberian bobot yang berbeda sesuai dengan derajat kepentingannya atau berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang sangat mempengaruhi hasil akhir dari analisis ini dan hasilnya diharapkan lebih mendekatkan pada kondisi sebenarnya.
Penyusunan basis data, baik data spasial maupun data atribut, merupakan tahap pertama dalam SIG. Data yang berbentuk peta analog dikonversi ke bentuk digital melalui proses digitasi. Untuk jenis data tabular dikompilasikan dengan perangkat lunak Microsoft excel. Setelah basis data terbentuk, dilakukan operasi penggabungan (union) atau tumpang susun (overlay operations) dengan software ArcGis 9.2 terhadap parameter-parameter kesesuaian budidaya kerapu dengan KJA. Operasi tumpang susun ini ditetapkan urutan dari setiap layer yang dilibatkan sesuai dengan tingkat kepentingannya (Tabel 4). Operasi tumpang
susun dimulai dari layer yang paling penting ke yang kurang penting sehingga diperoleh peta arahan kesesuaian kawasan. Untuk data tabular, indeks analisis kesesuaian kawasan budidaya kerapu dengan KJA diperoleh dari nilai total bobot kali skor untuk 9 parameter di bawah. Dari nilai indeks ini maka dapat diperoleh tabel kesesuaian dengan kriteria Sangat sesuai (S1), Cukup sesuai (S2), dan Tidak sesuai (S3).
Tabel 4. Parameter Lingkungan dengan Bobot dan Skor
No Parameter bobot S1 S2 S3 Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor
1 Keterlindungan 25 Sangat
terlindung 5 terlindung 3 terbuka 1
2 Kecepatan arus (m/s) 25 0,2 - 0,3 5 0,1 - <0,2 atau >0,3 - 0,4 3 <0,1 atau >0,4 1 3 Kedalaman (m) 15 15 - 25 5 6 - <15 atau >25 - 40 3 <6 atau >40 1 4 Substrat 15 Pasir berkarang 5 Pasir berlumpur 3 lumpur 1 5 Kecerahan (%) 10 85 - 100 5 70 - <85 3 <70 1
6 Salinitas (o/oo) 10 30 - 33 5 29 atau >33 -
35 3 <29 atau >35 1 7 Suhu (oC) 10 27 - 30 5 24 - <27 atau >30 - 34 3 <24 atau >34 1 8 Oksigen terlarut (mg/l) 10 7 - 8 5 5 - <7 atau >8 - 10 3 <5 atau >10 1 9 pH 10 7,5 - 8 5 7 - <7,5 atau >8 - 8,5 3 <7 atau >8,5 1 Total Bobot x Score 650 390 130
Sumber: Modifikasi dari Ali (2003), Hartami (2008), Tiensongrusmee et al (1986) di
dalam Sunyoto (1997)
Tabel 5. Kelas Kesesuaian dari Parameter Lingkungan
No Analisis kesesuaian Kriteria Kelas
1 Sangat sesuai (S1) >80% >520 - 650
2 Cukup sesuai (S2) 40% – 80% 260 - 520
3 Tidak sesuai (S3) <40% 130 - <260
Setelah menyelesaikan proses dalam tabel di atas maka selanjutnya dibuat peta arahan di ArcView GIS 3.2 berdasarkan poligon-poligon dengan kriteria Sangat sesuai, Cukup sesuai, dan Tidak sesuai. Selanjutnya peta arahan kesesuaian kawasan disajikan mengikuti aturan pemetaan.
Keluaran dari proses ini berupa peta arahan kesesuaian kawasan untuk budidaya kerapu yaitu kesesuaian lahan perairan aktual atau kesesuaian pada saat ini, dimana kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan hanya didasarkan informasi parameter lingkungan perairan dan belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala fisik atau faktor penghambat yang ada. Dalam mencari luasan dari kesesuaian kawasan yang digunakan adalah metode pendekatan matematis melalui cara perkalian dan penjumlahan parameter, sedangkan penilaian kelas kesesuaian dilakukan pada tingkat kelas. Pada tingkat kelas, kawasan perairan dibedakan menjadi kelas S1 (Sangat sesuai), S2 (Cukup sesuai), S3 (Tidak sesuai) sehingga diperoleh luasan berdasarkan kriteria di atas dalam satuan hekto are (ha).
Kelas S1 yaitu tingkat Sangat sesuai, dimana kawasan tersebut sangat sesuai untuk budidaya ikan kerapu tanpa faktor pembatas yang berarti terhadap penggunaannya secara berkelanjutan. Kelas S2 yaitu tingkat Cukup sesuai, dimana kawasan tersebut sesuai untuk menunjang kegiatan budidaya ikan kerapu tetapi terdapat beberapa parameter lingkungan sebagai faktor pembatas karena tidak berada pada kondisi optimum. Kelas S3 yaitu tingkat Tidak sesuai, dimana kawasan perairan tersebut tidak sesuai untuk diusahakan bagi budidaya ikan kerapu karena memiliki faktor pembatas yang sangat berat. Budidaya Kerapu dengan KJA biasanya direkomendasikan pada kelas S1 dan S2 yang selanjutnya disebut sebagai kawasan yang sesuai untuk budidaya kerapu.
3.4.2. Analisis Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung lingkungan dapat dilakukan dengan dua pendekatan di bawah ini :
1) Pendekatan baku mutu lingkungan
Perhitungan daya dukung lingkungan mengenai konsentrasi unsur kimia dan logam berat dapat mengacu pada baku mutu air laut untuk biota laut (KepmenLH No. 51 tahun 2004) sehingga diperoleh nilai parameter lingkungan dari hasil uji laboratorium apakah sudah melewati atau belum melewati daya dukung lingkungan perairan laut. Jika nilainya sudah melewati ambang batas baku mutu maka perairan tersebut sudah melebihi daya dukung lingkungan dan jika nilainya
di bawah ambang batas baku mutu maka perairan tersebut masih aman dan memenuhi kriteria daya dukung lingkungan.
2) Pendekatan fisik kawasan
Daya dukung lingkungan perairan untuk pengelolaan budidaya ikan kerapu dengan KJA dilakukan dengan pendekatan fisik kawasan sehingga selanjutnya disebut daya dukung kawaasan (DDK) yaitu dengan menghitung luas kawasan budidaya yang sesuai (kelas S1 dan S2). Selanjutnya perlu mengetahui kondisi unsur kimia di sekitar KJA eksisting, berapa luas maksimum yang masih memenuhi daya dukung lingkungan untuk dijadikan acuan dalam menentukan luasan KJA yang masih aman dari pencemaran.
Berdasarkan informasi dari salah satu narasumber, KJA sebaiknya dibuat berdasarkan kelompok masyarakat atau pokmas. Alasan dibuat pengelompokan adalah untuk memperkuat tali jangkar KJA dan memudahkan kontrol dari gangguan keamanan. Satu kelompok masyarakat pembudidaya ikan kerapu terdiri dari 10 unit KJA, dan setiap unit KJA dapat menghidupi 1 kepala keluarga. Setiap unit KJA terdiri dari 4 lobang KJA dan 1 rumah jaga dengan luas maksimum 10 m x 10 m = 100 m2. Setiap lobang KJA dengan volume 3 m x 3 m x 3 m = 27 m3. Desain KJA per kelompok dengan panjang sebanyak 5 unit KJA atau 60 m dan lebar sebanyak 2 unit KJA atau 30 m termasuk ruang kosong antar unit KJA, serta terdapat ruang kosong dari KJA terluar sejauh 50 m maka panjang total adalah 160 m dan lebar total adalah 130 m (Gambar 3 dan 4).
Gambar 3. Desain 10 Unit KJA Ruang kosong (60 x 10 m)
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
30 m
Asumsi ini dengan mempertimbangkan sirkulasi air setiap unit KJA agar tidak terjadi pencemaran, pada gambar di atas terdapat 10 unit KJA untuk 10 anggota kelompok masyarakat.
Luas per pokmas = panjang x lebar = 160 m x 130 m = 20.800 m2 atau 2,08 ha
Gambar 4. Desain Satu Kelompok Masyarakat Pembudidaya Persamaannya adalah :
DDKpokmas = LKS / 2,08 pokmas ……….……. (1) atau
DDKu = DDKpokmas x 10 unit KJA ………. (2) atau
DDKl = DDKu x 4 lobang KJA ………. (3) atau
DDKi = DDKl x 240 ekor ikan .………. (4) Ruang kosong 50 m dari KJA terluar
10 unit KJA (5x2) 160 m 130 m 50 m 50 m
Dimana :
DDKpokmas = daya dukung kawasan per kelompok masyarakat LKS = luas kawasan yang sesuai (ha)
DDKu = daya dukung kawasan untuk seluruh unit KJA = daya dukung kawasan untuk seluruh kepala keluarga DDKl = daya dukung kawasan untuk seluruh lobang KJA
DDKi = daya dukung kawasan untuk seluruh ikan kerapu budidaya jika diisi 240 ekor/lobang KJA (setiap ekor ikan kerapu dengan ukuran berat antara 500 – 800 g, dan panjang sekitar 25 cm).
3.4.3. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi untuk menilai kelayakan suatu investasi mencakup pada perhitungan penentuan biaya investasi, biaya operasional dan penerimaan. Analisis usaha pada usaha perikanan umumnya dihitung untuk periode satu tahun, seperti pada usaha budidaya pembesaran atau usaha penangkapan. Menurut Umar (2009), Effendi dan Oktariza (2006), dan Sugiarto et al. (2002), beberapa metode yang biasa dipertimbangkan dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi yaitu Revenue Cost Ratio (R/C), Payback Period (PP), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Dalam menganalisis perkiraan arus kas di masa datang, kita berhadapan dengan ketidakpastian. Akibatnya perhitungan di atas kertas itu dapat menyimpang jauh dari kenyataannya. Ketidakpastian itu dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan suatu proyek bisnis dalam beroperasi untuk menghasilkan laba bagi perusahaan. Perlu untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin variabel-variabel yang belum diketahui dan mengungkapkan taksiran-taksiran yang menyesatkan atau yang tidak tepat karena variabel-variabel yang mendasarinya bisa jadi saling berhubungan. Rumus untuk perhitungan atau analisis ekonomi tersebut dapat dilihat seperti di bawah ini :
1) Revenue Cost Ratio (R/C)
Analisis ini digunakan untuk melihat layak atau tidaknya suatu usaha yang dilakukan dengan membandingkan penerimaan dengan biaya produksi selama periode waktu tertentu (satu musim tanam). Kegiatan usaha yang paling
menguntungkan mempunyai R/C paling besar. Secara matematis R/C dapat dituliskan:
R/C =
……… (5)
Dimana:
TR = total revenue (total penerimaan) TC = total cost (total pengeluaran) Kriteria usaha:
R/C > 1, usaha menguntungkan R/C = 1, usaha impas
R/C < 1, usaha merugi 2) Payback Period (PP)
Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain Payback Period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Persamaan :
PP = x 1 tahun ………. (6)
3) Break Even Point (BEP)
BEP atau analisis pulang pokok merupakan alat analisis untuk mengetahui batas nilai produksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas (tidak untung dan tidak rugi). Apabila perusahaan sampai pada keadaan produksi di bawah titik pulang pokok (BEP) yang mengakibatkan perusahaan menderita kerugian, maka dapat dipertimbangkan untuk menutup usaha. Pemisahan biaya-biaya seperti biaya-biaya tetap dan biaya-biaya variabel, atau memisahkan antara biaya-biaya-biaya-biaya yang harus dibayarkan secara tunai dan biaya-biaya yang tidak dibayarkan dapat menjadi masukan dalam mempertimbangkan penutupan usaha. Keadaan pulang pokok merupakan keadaan di mana penerimaan pendapatan perusahaan (total revenue = TR) adalah sama dengan biaya yang ditanggungnya (total cost = TC).
TR merupakan perkalian antara jumlah unit barang terjual dengan harga satuannya, sedangkan TC merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabelnya dengan persamaan :
TR = TC atau Q.P = a + b.X ……… (7) Di mana :
Q = tingkat produksi (unit) P = harga jual per unit X = luas produksi a = biaya tetap b = biaya variabel
atau BEP dapat dituliskan dalam bentuk produksi dan harga dengan persamaan :
BEP produksi = ………..……… (8)
atau
BEP harga = ……….… (9)
4) Net present value (NPV)
NPV merupakan nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh dimasa yang akan datang. NPV merupakan selisih antara present value dari manfaat dengan present value dari biaya. Secara matematis NPV dapat dituliskan:
NPV = n t t t t r C B 1 1 ……….………….………. (10) Dimana:
Bt = Manfaat pada tahun ke t Ct = Biaya pada tahun ke t
r = tingkat bunga diskonto (discount rate) n = umur ekonomis
Kriteria usaha:
NPV > 0, usaha layak untuk dilaksanakan
NPV = 0, pengembalian persis sebesar opportunity cost modal NPV < 0, usaha tidak layak dilakukan
5) Net B/C
Net B/C merupakan perbandingan nilai sekarang (PV = present value) dari rencana penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang dengan nilai sekarang (present value) dari investasi yang telah dilaksanakan pada awal usaha. Untuk menghitung nilai Net B/C dapat digunakan persamaan :
Net B/C = [ ] ………..…….…… (11)
Dimana:
∑ PV Kas Masuk = Jumlah Present Value kas masuk yang bernilai positif ∑ PV Kas Keluar = Jumlah Present Value kas keluar yang bernilai negatif Kriteria usaha:
Net B/C > 1, maka usulan proyek dinyatakan menguntungkan Net B/C < 1, maka usulan proyek tidak menguntungkan 6) Internal Rate of Return (IRR)
Metode ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang dengan nilai investasi awal. Caranya yaitu menghitung nilai sekarang dari arus kas dengan menggunakan suku bunga yang wajar, lalu bandingkan dengan biaya investasi jika dengan suku bunga tadi nilai investasi lebih besar maka coba lagi dengan suku bunga yang lebih rendah sampai mendapatkan nilai investasi yang sama besar dengan nilai sekarang. Jika IRR yang dihitung ternyata lebih besar dari IRR yang ditentukan maka investasi dapat diterima, dengan persamaan :
IRR = D N D P PVN PVP PVP P Df f f …………..……… (12)
Dimana:
DfP = Discount factor (discount rate) yang menghasilkan PV positif
DfN = Discount factor yang menghasilkan PV negatif
PVP = Present value positif. PVN = Present value negatif Keriteria usaha :
Jika nilai IRR > r, maka investasi layak untuk dilaksanakan dan Jika nilai IRR < r, maka investasi tidak layak untuk dilaksanakan.