• Tidak ada hasil yang ditemukan

l. PENDAHULUAN Karel alam adalah salah satu komoditi perkebunan yang stralegis dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "l. PENDAHULUAN Karel alam adalah salah satu komoditi perkebunan yang stralegis dalam"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

l. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karel alam adalah salah satu komoditi perkebunan yang stralegis dalam perekonomian Indonesia dan memiliki prospek yang cukup cerah baik di pasar dalam negeri maupun inlemasional. Berbagai industri yang menggunakan karet alam sebagai bahan ba1:u anlara lain induslri: alat perlengkapan kendaraan, alaI olah raga, alaI

kesehatan dan laboratorium, pembuatan karel busa, perlengkapan kebutuhan

bayilanak, perlengkapan pakaian, dan perlengkapan rumah tangga. Penggunaan karet alam dalam dasawarsa terakhir ini mengalarni perubahan pola selera konsumen yaitu mutu yang diinginkan khususnya untuk industri ban mobil yang menggunakan teknologi canggih nampaknya semakin ketat, mutu teknis dan konsistensi yang tinggi, batas kontaminasi, serta adanya jarninan mutu terpadu yang mengacu pada ISO 9000 dan 14000. Hal ini mengarah pada permintaan karel alam sebagai bahan baku industri dan bukan sebagai komoditas tradisional.

Menurut Burger dan Smit (1992) laju pertumbuhan konsumsi karet alam dunia akan meningkat dari 2% per tahun pada periode 1990 - 2000 menjadi 2,5 % per tahun dalam periode 2000 - 2020 sejalan dengan proyeksi kebutuhan industri ban. Sedangkan laju produksi karet yang hingga tahun 2000 tumbuh dengan 2,3 % per

tahun akan menurun menjadi 0,9 % per tahun dalam periode 2000 - 2020.

Diperkirakan pada tahun 2020 akan terjadi kekurangan produksi sebesar 800 ribu ton

(2)

pertumbuhan konsumsi ini didasarkan pada keterbatasan pengembangan areal berbagai negara penghasil karet terutama Malaysia, Thailand, dan Sri Langka. Tondok (J997) menyatakan bahwa dengan potensi sumberdaya alam Indonesia yang cukup besar dibandingkan Malaysia dan Thailand, maka pada abad ke 2J nanti Indonesia akan menjadi negara produsen karet alam terbesar di dunia.

Ekspor karet alam dunia sampai dengan tahun 2005 diperkirakan meningkat dengan laju 2.6% per tahun (World Bank, 1992). Di antara negara pengekspor karet alam, Indonesia diproyeksikan mempunyai laju ekspor tertinggi yaitu 3,8% per tahun (World Bank, 1992). Volume ekspor karet Indonesia selama sepuluh tahun terakhir

sejak 1986 sampai dengan 1995 menunjukkan kenaikan. Pada tahun 1986 volume

ekspor Indonesia sebesar 958.692 ton meningkat pada tahun 1990 menjadi 1.077.331 ton dan tahun 1995 sebesar 1.324.295 ton. Nilai ekspor karet tahun 1995 mencapai US$ 1.962.829 ribu, sedangkan impor karet pada tahun yang sama mencapai 7.547 ton dengan nilai US$ 11.179 ribu. Rincian data ekspor-impor disajikan pada Lampiran 1.

Produksi karet alam dunia pada tahun 1995 mencapai 5,9 juta ton. Dati jumlah tersebut sebesar 4,4 juta ton dihasilkan oleh tiga negara produsen besar dunia dengan urutan Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Burger dan Srnit (1992) dan World Bank (1992) menyebutkan bahwa penawaran karet Indonesia dan Thailand diproyeksikan konsisten meningkat sebagai hasil program perluasan selama periode 1980-an. Dengan perbaikan teknologi khususnya bahan tanaman dan teknik budidaya, maka peningkatan produksi di kedua negara tersebut memang akan terus meningkat.

(3)

Penawaran negara-negara Afrika sepeni Liberia, Nigeria, dan Zaire diproyeksikan akan meningkat dengan pesat pada periode 1990-2010 dengan laju 5.6% per tahun. Demikian juga produksi di Amerika, diproyeksikan akan meningkat dengan Jaju 4.6% per tahun. Akan tetapi, karena kontribusi mereka terhadap produksi dunia secara total relatif kecil, maka peningkatannya tidak akan berpengaruh banyak terhadap produksi total. Proyeksi produksi secara rinci disajikan pada Larnpiran 2.

Ditinjau dari Juas areal dan produksi, karet Indonesia didominasi oJeh karet rakya!. Pada tahun 1986 areal karet Indonesia tercatat seJuas 3.534.58\ ha dengan total produksi 1.613.786 ton. Dari jumlah areal tersebut, perkebunan karet. rak)'at mencapai 2.991.628 ha (84%) dengan produksi 1.224.562 ton (76%) dan sisanya merupakan perkebunan besar negara seluas 248.393 ha (produksi 203.943 ton), perkebunan besar swasta seluas 294.560 ha (produksi 185.281 ton). Perkembangan areal dan produksi karet Indonesia menurut pengusahaannya tahun 1978 sampai dengan 1996 disajikan pada Lampiran 3.

Perkebunan karet rakyat yang mendonimasi perkebunan karet Indonesia kondisinya kurang kuat dan mantap. Tanaman tua yang rusak mencakup areal seJuas 410.995 ha (14% dari total areal karet rakyat), tanaman belum menghasilkan 781.296 ha (25%), dan seluas 1.819.337 ha (61%) sebagai tanaman tua yang menghasilkan. Produktivitas rata-rata karet rakyat masih rendah yaitu 673 kglha/tahun dibandingkan dengan perkebunan besar negara 1.067 kglha/tahun dan perkebunan besar swasta 1.232 kglha/tahun (Direktorat Bina Program Ditjen. Perkebunan, 1995). Menurut

(4)

Rasidin (1997) penyebab rendahnya tingkat produktivitas karel rakyat adalah pengelolaan kebun sebagian besar masih tradisional dan merupakan sistim perladangan berpindah yang dicirikan oleh penggunaan bahan tanaman tidak unggul (berasal dari biji sapuan), pemeliharaan tanaman yang minimalltanpa pemupukan dan pengendalian gulma, serta tidak menggunakan sistim penyadapan yang direkomendasikan. Di lain pihak berbagai proyek pengembangan karet ral.;yat baru menjangkau sekitar 20% dari total areal karet rakyat.

Menurut Saad dan Baharsjah (1976) umumnya usahatani karet rakyat dicirikan oleh luas kebun yang sempit dan adanya usahatani lain di luar kebun karet. Cabang usahatani lain yang terdapat berdampingan dengan kebun karet adalah sawah, ladang, dan pemanfaatan lahan pekarangan. Dengan alokasi tenaga kerja yang tidak sepenuhnya untuk merawat kebun karet dan permodalan usaha yang terbatas untuk pengadaan sarana produksi, menyebabkan produktivitas kebun karet menjadi rendah sehingga hanya dapat dijual pada tingkat harga yang rendah. Juga sistem tataniaga yang tidak menguntungkan mengakibatkan rendahnya penerimaan para petani karet.

Dalam memasuki era globalisasi, pengembangan usaha perkebunan dihadapkan kepada berbagai tantangan dan peluang sebagai akibat dari perubahan dan pergeseran baik di luar negeri maupun dalam negeri. Di luar negeri dihadapkan kepada persaingan yang semakin tajam dan proteksi semakin dihilangkan menuju pasar bebas serta tuntutan konsumen terhadap persyaratan produk yang semakin ketat yang terkait dengan isu kelestarian lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Sementara itu di

(5)

dalam negeri dihadapkan pada transisi ke arah industrialisasi yang menyebabkan antara lain persaingan tenaga kerja, upah yang semakin meningkat, lahan yang terbatas, subsidi semakin berkurang, dan tingkat bunga yang tinggi.

.Untuk menjawab tantangan yang sekaligus merupakan peluang tersebut, Sub Sektor Perkebunan dituntut untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi sehingga merniliki daya saing melalui peningkatan mutu, kesinambungan pasokan sena harga yang kompetitif dan didukung oleh seperangkat kebijaksanaan dalam pengembangan sumber daya manusia, penguasaan IPTEK, pemenuhan sarana dan prasarana, penerapan manajemen yang tepat dan konsisten mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengawasannya. Kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka penerapan sistem agribisnis untuk meraih nilai tambah bagi petani pekebun yang terorganisir dalam wadah kelompok tani dan koperasi, baik nilai tambah di tingkat produksi (on

farm)

maupun pengolahan dan pemasaran hasil

(offfarm).

Berdasarkan fenomena dan permasalahan dalam pengembangan usaha

perkebunan terutama perkebunan karet rakyat tersebut, maka salah satu upaya untuk meningkatkan perbaikan mutu dan pemasaran hasil karet rakyat, Pemerintah melalui

Keputusan Menteri Penanian Nomor: IS7/KptslHK.OSO/2/1993 telah membentuk

Proyek Pengembangan Unit Pengolahan Karet Rak]'at (pPUPKR) dengan sumber

pembiayaan berasal dari Pemerintah lndonesia bekerjasama dengan Asian

Development Bank. Lokasi Proyek tersebar di 6 (enam) propinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.

(6)

Di Propinsi Sumatera Se1atan, karet merupakan salah satu komoditi andalan sebagai sumber penghasilan devisa dan pendapatan petani. Pada tahun 1995 areal perkebunan karel tercatat seluas 638.128 ha atau sekitar 21 % dari total areal karet nasional, terdiri dari perkebunan rakyat seluas 589.421 ha dan perkebunan besar 48.707 ha. Ekspor karet Sumatera Selatan pada tahun yang sarna mencapai 296.882 ton dengan nilai US$ 431.324 ribu dengan tujuan pasar utarna Amerika Serikat, Jepang, RRC, Taiwan, dan Korea.

Kondisi usahatani karet rakyat di Sumatera Selatan dicirikan oleh kebun yang kurang terawat sehingga produktivitasnya rendah yaitu 560 tontha/tahun, permodalan terbatas, teknologi, kualitas SDM dan mutu bokar rendah, akses pasar lemah, serta kurang berperannya kelompok tani dan koperasiIKUD yang ada.

B. Perumusan Masalah

Proyek Pengembangan Unit Pengolahan Karet Rakyat di Sumatera Selatan sarnpai dengan tahun anggaran 1996/1997 yaitu tahun keempat, telah menjangkau perkebunan karet rakyat seluas 39.497,50 ha yang tersebar di 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Muara Enim, Musi Rawas, dan Bangka. Para petani yang menjadi peserta proyek adalah pemilik kebun karet (swadaya petani) yang terpiJih berdasarkan hasil inventarisasi yang dilaksanakan Proyek.

Upaya pembinaan mutu bahan olah karet rakyat dan pemasaran hasil yang telah dilakukan Proyek bersama Dinas Perkebunan Daerah, KanwillKandep. Koperasi dan

(7)

PPK, Gapkindo, serta Pemda setempat antara lain: penyediaan fasilitas Unit Pengolahan Hasil (UPH), fasilitas kerja petugas UPP untuk mendukung kegiatan bimbingan operasional lapangan, perbaikan jalan dan jembatan menuju lokasi peserta proyek, pelatihan petugas dan petani, serta penumbuhan kemitraan usaha. Meskipun berbagai upaya pembinaan petani telah dilakukan, namun belum mencapai hasil optimal. Hal ini disebabkan antara lain organisasi petani (kelompok tani, KUD) yang ada belum mantap. Kelompok tani PPUPKR umumnya belum berperan sebagai kelas belajar, unit produksi, dan wadah kerjasama dalam mengembangkan usaha karet para

petani anggotanya. Juga KUD yang merupakan Jembaga ekonomi petani belum

mampu menjembatani kepentingan para petani PPUPKR dengan kepentingan

prosesor/eksportir yang merupakan mitra usaha.

Untuk meningkatkan peranan organisasi petani di Wilayah UPP-PPUPKR diperlukan perencanaan pengembangan organisasi petani yang efektif Organisasi petani yang dinarnis akan mampu menyerap inovasi teknologi dan informasi yang diberikan Proyek dan pihak terkait selama ini, mengembangkan skala usaha ekonomi sehingga menarik bagi mitra usaha, meningkatkan kekuatan tawar menawar petani, serta akses permodalan kepada sumber pendanaan/perbankan.

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi internal organisasi petani di Wilayah UPP-PPUPKR Gunung Megang dalam mengembangkan .11saha karet rakyat.

(8)

2. Faktor-faktor eksternal apa yang dapat mempengaruhi pengembangan organisasi pel ani yang ada.

3. Bagaimana merumuskan perencanaan pengembangan organisasi pelani yang efeklif di bidang usaha perkebunan karet rakyat khususnya di Wilayah UPP-PPUPKR Gunung Megang.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi kondisi internal organisasi petani di Wilayah UPP-PPUPKR Gunung Megang dalam mengembangkan usaha karet rak-yat.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pengembangan organisasi petani yang ada.

3. Merumuskan perencanaan pengembangan organisasi petani yang efektif di bidang usaha perkebunan karet rak-yat khususnya di Wilayah UPP-PPUPKR Gunung Megang.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian organisasi petani di Wilayah UPP-PPUPKR Gunung Megang,

Kabupaten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan dibatasi pada kelompok

tani/gabungan kelompok tani (gapoktan) dan KUD yang telah menjadi induk gapoktan. Kelompok tani yang ada terdiri dari kelompok yang telah memproduksi salb giling dengan mengoperasikan UPH dan telah melaksanakan kemitraan usaha

(9)

dengan prosesor/eksportir, kelompok yang menghasilkan slab giling lapi belum merealisasikan kemitraan usaha, dan kelompok yang masih menghasilkan slab leballojol.

E.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis dan Direktorat Jenderal

Perkebunan terutama Proyek Pengembangan Unit Pengolahan Karel Rakyat

(PPUPKR) Pusat dan Propinsi Sumatera Selatan, serta pihak terkait.

I. Bagi penulis, sebagai wahana untuk mengaplikasikan konsep-konsep yang yang telah diperoleh selama mengikuti Program Magister Manajemen Agribisnis di Institut Pertanian Bogor terutama yang berkaitan dengan struktur dan proses organisasi, serta kebijaksanaan, strategik, dan perencanaan bisnis.

2. Bagi Direktorat Jenderal Perkebunan dan pihak terkait, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat dalam mendukung keberhasilan pengembangan organisasi petani di bidang usaha perkebunan karet rakyat khususnya di Wilayah UPP-PPUPKR Gunung Megang.

Referensi

Dokumen terkait

Alat Analisis : Regresi Linier Berganda Variabel Dependen : Keputusan Pembelian Variabel Independen : Produk, Harga, Promosi, Tempat, Partisipan, Proses, Bukti Fisik Variabel

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat berdasarkan Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten lima puluh kota disumbang oleh 9 (sembilan) sektor yaitu: pertanian; industri ;

- Mula-mula pada saat korban sedang menaiki mobilnya, terdakwa menyetop kendaraan yang sedang dinaiki korban, dan langsung terdakwa mengambil kunci kontak mobil tersebut

menghitung volume (V) masing-masing kegiatan untuk setiap jenjang Jabatan Fungsional Pengelola Kesehatan Ikan dalam 1 (satu) tahun, sesuai dengan satuan hasil

(2) Rencana pola ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam

1) Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari kedudukanya sebagai seorang karyawan yang memberikan sumbangan tenaga dan

Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan prestasi belajar mahasiswa meningkat. Dengan demikian Penerapan Web based Learning pada mata kuliah Komputer dapat

Hasil reboisasi melalui GNRHL dan HKm tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 pada citra hasil klasifikasi tahun 2004 teridentifikasi sebagai semak belukar dan pertanian