• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Pemberian Kascing Dan Limbah Tembakau (Pabrik Rokok) Terhadap Beberapa Sifat Kimia Ultisol Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Pemberian Kascing Dan Limbah Tembakau (Pabrik Rokok) Terhadap Beberapa Sifat Kimia Ultisol Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PEMBERIAN KASCING DAN LIMBAH TEMBAKAU

(PABRIK ROKOK) TERHADAP BEBERAPA SIFAT

KIMIA ULTISOL DAN PERTUMBUHAN

TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

SKRIPSI

Oleh

NURMAYANI

DEPARTEMEN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI PEMBERIAN KASCING DAN LIMBAH TEMBAKAU

(PABRIK ROKOK) TERHADAP BEBERAPA SIFAT

KIMIA ULTISOL DAN PERTUMBUHAN

TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

SKRIPSI

Oleh

NURMAYANI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh

Komisi Pembimbing

Ir. Alida Lubis, MS

Ketua Anggota

Kemala Sari Lubis, SP, MP

DEPARTEMEN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

The research was conducted at greenhouse Faculty of agriculture at University of North Sumatera, Medan. The research was conducted to study casting and tobacco waste aplication on soil chemical characteristics of Ultisol and growth of corn. The research was designed by factorial randomized block design with three replications. The first factor was casting with 4 levels (g/8.5kg BTKO).K0 (0), K1(37.5), K2(75), K3(150). The second factor was tobacco waste with 4 levels (g/8.5 kg BTKO), L0(0), L2(50), L2(100), L3(150).

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari pemberian kascing dan limbah tembakau terhadap beberapa sifat kimia Ultisol dan pertumbuhan tanaman jagung. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah kascing dengan 4 taraf dosis (g/8.5 kg BTKO): K0 (0), K1(37.5), K2(75), K3(150). Faktor kedua adalah limbah pabrik rokok (g/8.5 kg BTKO), L0(0), L2(50), L2(100), L3(150).

Hasil penelitian menunjukkan pemberian kascing setelah dua minggu inkubasi meningkatkan karbon organik dan kalium dapat tukar. Pada akhir masa vegetatif meningkatkan tinggi tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, serapan P, dan serapan K tanaman. Pemberian limbah tembakau setelah dua minggu inkubasi meningkatkan kalium dapat tukar Ultisol. Pada akhir masa vegetatif meningkatkan karbon organik Ultisol dan meningkatkan tinggi tanaman. Interaksi antara pemberian kascing dan limbah tembakau mampu meningkatkan P – tersedia dan kalium dapat tukar Ultisol setelah dua minggu inkubasi. Pada akhir masa vegetatif menurunkan kejenuhan Al dan meningkatkan berat kering akar tanaman.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Pinang pada tanggal 11 November 1985 dari ayah Bustami dan Ibu Misrah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Ilmu Tanah Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar Ilmu Tanah, Kimia Tanah, dan Pupuk dan Pemupukan, mengikuti organisasi BKM Al-Mukhlisin pada tahun ajaran 2004-2007, Pengajian Al – Bayan dan organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Alida Lubis, MS dan Kemala Sari Lubis, SP, MP selaku komisi Pembimbing, Ir. Fauzi, MP serta kepada Ir.Mukhlis, MSi yang telah banyak memberikan saran.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda Bustami dan Ibunda Misrah, kakanda dan adinda Nurhayati dan Nurhasanah, Keluarga H.Suwarno, Bang Dayat, Kak Inur serta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi kepada Penulis, dan tidak lupa kepada teman-teman seangkatan 2003 di BKM Al-Mukhlisin yang telah banyak membantu selama penelitian, khususnya kepada Mimi, Imul, Liza, Lina, Listia, Meri, Ayu, Syam, Ade, Kalsum, Eci, Iis, Bintun, Sri, Risa, Ipur, Emi, Lia, Rini yang telah banyak membantu dan memberi dukungan. Kepada teman-teman di Departemen Ilmu Tanah angkatan 2003 khususnya Elda, Riza ,Nanda, Yeni, Siti, Safar, Jaka, Ito, dan Nora. Kepada adik-adik dan teman –teman dilab. khususnya Fery, Jamali, Fiqo, Nopha, Pandi, Oland, bang Tumbur, Rohima dan Mita atas semua bantuan dan dukungannya selama penelitian dan dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juli 2007

(7)
(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Hal

1. Komponen Kimiawi Kascing ... 10 2. Hasil Analisis Awal Kascing ... 10 3. Hasil Analisis Awal Limbah Tembakau ... 13 4. Pengaruh Pemberian Kascing dan Limbah Tembakau serta Interaksinya terhadap Beberapa Sifat Kimia Ultisol dan Pertumbuhan Tanaman

Jagung... 25 5. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap pH, Kejenuhan Al,

dan C- organik Ultisol Setelah Dua Minggu Inkubasi ... 26 6. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap K-dd Ultisol Setelah

Dua Minggu Inkubasi ... 27 7. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap Tinggi Tanaman ... 28 8. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap Berat Kering

Tajuk Tanaman ... 29 9. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap Berat Kering

Akar Tanaman ... 30 10. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap Serapan P Tanaman ... 31 11. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap Serapan K Tanaman ... 32 12. Uji Beda Rataan Pemberian Limbah Tembakau terhadap K - dd

Ultisol Setelah Dua Minggu Inkubasi ... 33 13. Uji Beda Rataan Pemberian Limbah Tembakau Terhadap pH dan

C – organik pada Akhir Masa vegetatif ... 34 14. Uji Beda Rataan Pemberian Limbah Tembakau terhadap tinggi

Tanaman ... 34 15. Uji Beda Rataan Interaksi Pemberian Kascing dan Limbah Tembakau terhadap Kejenuhan Al pada Akhir Masa Vegetatif ... 36

(10)
(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Hal

1. Diagram Bagian Relatif Kalium Total Tanah... 16 2. Hubungan Antara Taraf Dosis Kascing dengan Tinggi Tanaman…….…....28 3. Hubungan Antara Taraf Dosis Limbah tembakau dengan Tinggi

Tanaman ... 35 4. Pertumbuhan Tanaman Jagung pada 6 -7 Minggu Setelah Tanam ... 75 5. Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Akhir Masa Vegetatif ... 75 6. Pemberian Berbagai Taraf Dosis Limbah Tembakau terhadap

Pertumbuhan Tanaman Jagung……….….76 7. Pemberian Berbagai Taraf Dosis Limbah Tembakau dengan kombinasi Pemberian Kascing pada Taraf Dosis K3 ... 76

8. Pemberian Berbagai Taraf Dosis Kascing dengan kombinasi Pemberian Limbah Tembakau pada Taraf Dosis L3 ... 77

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Hal

1. Bagan Penelitian ... 55

2. Hasil Analisis Awal Ultisol ... 56

3. Data pH Tanah Setelah 2 Minggu Inkubasi ... 57

4. Daftar Sidik Ragam pH Tanah Setelah 2 Minggu Inkubasi ... 57

5. Data pH Tanah Setelah Akhir Masa Vegetatif ... 58

6. Daftar Sidik Ragam pH Tanah Setelah Akhir Masa Vegetatif ... 58

7. Data C- organik Setelah Dua Minggu Inkubasi (%) ... 59

8. Daftar Sidik Ragam C- organik Setelah Dua Minggu Inkubasi ... 59

9. Data C- organik Setelah Akhir Masa Vegetatif (%) ... 60

10. Daftar Sidik Ragam C- organik Setelah Akhir Masa Vegetatif ... 60

11. Data Kejenuhan Al Setelah Dua Minggu Inkubasi (%) ... 61

12. Daftar Sidik Ragam Kejenuhan Al Setelah Dua Minggu Inkubasi ... 61

13. Data Kejenuhan Al Setelah Akhir Masa Vegetatif (%) ... 62

14. Daftar Sidik Ragam Kejenuhan Al Setelah Akhir Masa Vegetatif ... 62

15. Data P- tersedia Setelah Dua Minggu Inkubasi (ppm)... 63

16. Daftar Sidik Ragam P- tersedia Setelah Akhir Masa Vegetatif ... 63

17. Data P- tersedia Setelah Akhir Masa Vegetatif (ppm) ... 64

18. Daftar Sidik Ragam P- tersedia Setelah Akhir Masa Vegetatif ... 64

19. Data K-dd Setelah Dua Minggu Inkubasi (me/100 g) ... 65

20. Daftar Sidik Ragam K- dd setelah Dua Minggu Inkubasi ... 65

(13)

23. Data Tinggi Tanaman 8 Minggu Setelah Tanam (cm)... 67

24. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 Minggu Setelah Tanam ... 67

25. Data Berat Kering Tajuk Tanaman (g) ... 68

26. Daftar Sidik Ragam Berat Kering Tajuk Tanaman. ... 68

27. Data Berat Kering Akar Tanaman (g). ... 69

28. Daftar sidik Ragam Berat Kering Akar Tanaman... 69

29. Data Serapan P Tanaman (mg/Tanaman) ... 70

30. Daftar Sidik Ragam Serapan P Tanaman ... 70

31. Data Serapan K Tanaman (mg/Tanaman). ... 71

32. Daftar Sidik Ragam Serapan K Tanaman ... 71

33. Kandungan Hara Fosfor Tanaman (%) ... 72

34. Kandungan Hara Kalium Tanaman (%) ... 72

35. Kriteria Penilaian Kandungan Hara dalam Tanah ... 73

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ultisol merupakan daerah luas di dunia yang masih tersisa untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian. Menurut Subagyo et al. dalam Prasetyo dan Suriadikarta (2006), Ultisol termasuk salah satu jenis tanah yang mempuyai

sebaran luas mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 Ha), Sumatera (9.469.000 Ha), Maluku dan Papua (8.859.000 Ha), Sulawesi (4.303.000 Ha), Jawa (1.172.000 Ha), dan Nusa Tenggara (53.000 Ha).

Luasnya sebaran Ultisol di Indonesia menunjukkan potensinya yanag cukup besar sebagai lahan pertanian. Namun untuk mencapai produksi yang optimal ternyata banyak kendala yang secara umum dimiliki oleh jenis tanah ini. menurut Munir (1996) Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses pencucian sangat intensif yang menyebabkan Ultisol mempunyai kejenuhan basa-basa rendah. Selain mempunyai kendala kemasaman tanah, kejenuhan Aldd tinggi, kapasitas tukar kation rendah (kurang dari 24 me/100 gram tanah), kandungan nitrogen rendah, kandungan fosfor dan kalium tanah rendah serta sangat peka terhadap erosi. Ultisol juga mengandung bahan organik yang rendah.

(15)

digunakan adalah pupuk organik yang berasal dari cacing tanah yang disebut dengan istilah kascing.

Cacing tanah merupakan salah satu makrofauna yang terdapat di dalam tanah. Jenis hewan ini umumnya hidup pada kondisi tanah yang lembab. Cacing tanah sering dianggap sebagai makhluk yang tidak berguna dan menjijikkan. Namun ternyata cacing tanah mempunyai peranan yang cukup besar bagi kesuburan tanah dan tanaman. Secara fisik melalui aktifitasnya cacing tanah dapat memperbaiki aerasi tanah dan menghaluskan bahan organik. Manfaat lain dari hewan ini adalah hasil penghancuran bahan organik oleh cacing yang dikenal dengan istilah kascing atau kotoran cacing yang dapat memperbaiki sifat kimia tanah. Kandungan unsur hara yang terdapat di dalamnya dapat dilihat pada hasil analisis kascing pada Tabel 2.

Hasil penelitian yang di lakukan oleh Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Denpasar tahun 2000 dalam Surjadi (2006) menunjukkan pemberian pupuk bekas cacing (kascing) 5 ton per hektar menghasilkan panenan sawi paling tinggi yaitu 28,088 ton/ha sedangkan dengan pemberian pupuk kimia yang biasa digunakan petani hanya menghasilkan panenan sawi 12,826 ton/ha.

(16)

rendah, mampu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kascing mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, terutama untuk tanah-tanah yang memang miskin secara kimia seperti Ultisol.

Tingginya kelarutan Al pada Ultisol selain dapat menyebabkan kemasaman tanah juga menyebabkan fiksasi fosfor tanah menjadi bentuk yang tidak tersedia. Untuk itu diperlukan sumber bahan organik yang mampu mengkelat Al sehingga unsur P dapat tersedia.

Sumber bahan organik tanah dapat diperoleh baik dari tanaman secara langsung, limbah rumah tangga, limbah pertanian maupun limbah pabrik. Pada penelitian ini sumber bahan organik yang digunakan adalah berasal dari limbah pabrik yaitu limbah tembakau (pabrik rokok). Menurut Robets (1988) dalam Sitepoe (2000) terdapat lebih dari 3040 jenis bahan kimia dijumpai di dalam daun tembakau kering. Hasil analisis awal kandungan hara limbah tembakau dapat dilihat pada Tabel 3. Dari hasil analisis tersebut, kandungan hara yang terdapat di dalamnya diharapkan mampu memperbaiki sifat kimia Ultisol dan pertumbuhan tanaman. Penggunaan limbah ini didasarkan atas semakin pesatnya pertumbuhan industri pabrik rokok yang ada di Indonesia sehingga limbah yang dihasilkannya dapat dimanfaatkan secara komersial untuk meningkatkan produktifitas pertanian tanpa harus terbuang sia-sia. Dari penelitian ini juga diharapkan adanya penningkatan bahan organik tanah yang kandungannya memang cukup rendah pada tanah Ultisol.

(17)

lindak tanah dan meningkatkan total ruang pori tanah, C-organik, N-total, P-tersedia dan Kalium tanah setelah 4 mingggu inkubasi. Selain itu, hasil penelitian oleh saudari Hasibuan (2007) pada Ultisol, menunjukkan bahwa pemberian limbah pabrik rokok berpengaruh nyata terhadap N-total tanah dan P-tersedia setelah 3 minggu inkubasi dan berpengaruh nyata terhadap P-P-tersedia, berat kering akar, dan berat kering tajuk pada akhir masa vegetatif.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian kascing dan limbah tembakau terhadap beberapa sifat kimia Ultisol dan pertumbuhan tanaman jagung.

Tujuan Penelitian

Untuk menguji pengaruh pemberian kascing dan limbah tembakau

terhadap beberapa sifat kimia Ultisol dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L).

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian kascing dapat memperbaiki sifat kimia Ultisol dan meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.).

2. Pemberian limbah tembakau dapat memperbaiki sifat kimia Ultisol dan meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.).

3. Interaksi antara pemberian kascing dan limbah tembakau dapat memperbaiki sifat kimia Ultisol dan pertumbuhan tanaman jagung

(18)

Kegunaan Penelitian

1. Untuk mendapatkan kombinasi dosis kascing dan limbah tembakau yang tepat untuk memperbaiki sifat kimia Ultisol dan meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.)

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat dan Ciri Ultisol

Ultisol adalah tanah dengan horison argilik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa pada kedalaman 1.8 m dari permukaan tanah kurang dari 35%. Menurut Mohr dan Van Baren (1972), komponen kimia Ultisol memiliki karakteristik sebagai berikut: kemasaman < 5,5, bahan Organik rendah sampai sedang, kejenuhan basa < 35%, KTK kurang dari 24 me/100g dan nutrisi rendah (Hardjowigeno, 1993 : Munir, 1996).

Ultisol umumnya terdapat pada horison A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan Al yang tinggi merupakan sifat-sifat Ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman. (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Pada kondisi masam, aluminium akan tertarik keluar struktur liat dan menduduki muatan-muatan negatif yang kosong. Aluminium dapat ditukar (Aldd) ini di adsorpsi sangat kuat oleh koloid tetapi berada dalam keseimbangan ion-ion Al3+ dalam larutan tanah. Hidrolisis Al ini menghasilkan Al-Hidroksida dan ion-ion H+ pengasam tanah:

Al3+ + H2O Al (OH)2+ + H+

AlOH2+ + H2O Al (OH)2 + H+

Al(OH)2+ + H2O Al (OH)3 + H+

(20)

Menurut Soekardi et al. dalam Prasetyo dan Suriadikarta (2006), pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Ciri morfologi yang penting pada Ultisol adalah adanya peningkatan liat sebagai horison argilik. Horison argilik umumnya kaya akan Al sehingga peka terhadap perkembangan akar tanaman yang menyebabkan akar tanaman tidak dapat menembus horison ini dan hanya berkembang di atas horison argilik

Pengaruh langsung dari ion H + bagi pertumbuhan tanaman sulit untuk dideterminasi pada tanah masam. Karena pada tingkat pH tanah yang membahayakan, Al, Mn dan mineral lain juga terlarut pada konsentrasi yang meracun, dan ketersediaan sebagian unsur hara esensial Ca, Mg, P, dan Mo menjadi tidak optimal (Adams, 1984).

Secara umum pH optimum tanah mineral ialah sekitar 6,5. Hampir semua hara tumbuhan tersedia dalam jumlah optimum.Pada pH dibawah 6,0 terjadi kekahatan hara Ca, Mg dan K (Notohadiprawiro, 1998).

Pada tanah masam terdapat suatu mekanisme penambatan tambahan. Aldd tukar bereaksi dengan monokalsiumfosfat Al(OH)2 H2PO4. Senyawa itu

(21)

Peranan Kascing terhadap Sifat Kimia Tanah

Cacing tanah peranannya cukup besar dalam meningkatkan kesuburan tanah. Sebagai fauna yang membuat liang, maka cacing tanah memakan tanah dan menghaluskan bahan organik. Bahan kascing sebagai hasil kegiatan cacing terkumpul baik di permukaan tanah maupun di dalam lorong cacing. Bahan kascing terdiri atas campuran bahan tanah dan hancuran bahan organik yang halus. Hasil kegiatan cacing tanah meningkatkan ketersediaan hara karena lebih banyak mengandung hara Ca, Mg dan K daripada tanah di sekitarnya. Ketersediaan P mencapai 4-10 kali lipat daripada tanah di sekitarnya

(Sutanto, 2002).

Cacing tanah L.rubellus tergolong dalam kelompok binatang avertebrata (tidak bertulang belakang) sehingga sering disebut binatang lunak. Binatang ini banyak dijumpai di tempat-tempat lembab. Istilah cacing tanah (earthworm) hanya ditujukan pada binatang kelas Oligochaeta. Kelas Oligochaeta dibagi menjadi 12 famili yang satu diantaranya adalah Lumbricidae yang merupakan famili Lumbricus rubellus. Genus Lumbricus ini sangat menyukai bahan organik yang berasal dari kotoran ternak dan sisa-sisa tumbuhan. Itulah sebabnya cacing ini disebut juga dekomposer karena dapat mengubah bahan organik menjadi kompos (Palungkun, 1999).

(22)

unsurnya kascing jauh lebih baik daripada pupuk anorganik karena hampir seluruh unsur hara yang dibutuhkan tanaman tersedia di dalamnya (Nuryati, 2004)

Kascing merupakan bentukan dari bola-bola kecil yang diselimuti oleh gel. Strukturnya remah yang dapat membantu memperbaiki drainase dan aerasi tanah. Cacing tanah secara konstan membuat terowongan yang dapat membantu aerasi kompos, tanah, dan air, unsur hara dan juga oksigen menjadi tersedia

( Anonim, 2001).

Kascing kaya unsur hara N, P, dan K, serta mengandung hormon tumbuh (growth hormon), seperti auksin, cytokinin dan giberelin. Hasil panenan proses pengomposan dengan cacing tanah (vermikomposting) dari bahan organik mencapai 30% artinya, setiap bahan organik yang dikomposkan sebanyak 1 ton dapat dihasilkan 300 kg kascing dan juga biomas cacing tanah (Rukmana, 1999).

(23)

kascing yang diberikan untuk tanaman kacang-kacangan, jagung dan padi adalah sebanyak 300 gram per m2/ musim diberikan sebelum tanam (Mulat, 2005).

Kotoran cacing juga mengandung lima kali lipat Nitrogen, tujuh kali lipat Fosfor, 11 kali lipat Kalium daripada tanah biasa, dan mineral utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Tetapi mikroorganisme menguntungkan dalam jumlah besar pada kotoran cacing sedikit banyaknya juga ikut terlibat

(Addison, 1984).

Menurut Palungkun (1999) komposisi komponen kimiawi yang terkandung didalam kascing dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Komponen Kimiawi Kascing

Hasil analisis awal terhadap kascing yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

(24)

Peranan Bahan Organik Terhadap sifat kimia Tanah

Menurut Greenland dan Dart (1972) dalam Sanchez (1992) menunjukkan beberapa keuntungan bahan organik bagi pertanian tanpa pupuk:

1. Bahan organik menyediakan sebagian besar nitrogen dan belerang serta setengah dari fosfor yang diserap oleh tanaman yang tidak dipupuk.

2. Bahan organik menyediakan sebagian besar daya tukar kation tanah sangat lapuk yang masam, penurunan bahan organik dengan cepat mengakibatkan penurunan daya tukar kationnya secara tajam.

3. Dengan membentuk gabungan dengan bahan organik, oksida amorf tidak mengkristal.

4. Bahan organik membantu pengagregatan tanah, dengan demikian memperbaiki sifat fisika tanah dan mengurangi kerentanan terhadap pengikisan pada tanah. 5. Bahan organik mengubah sifat menambat air, terutama pada tanah berpasir. 6. Bahan Organik dapat membentuk gabungan dengan unsur hara mikro yang

mencegah pencucian hara tersebut (Sanchez, 1992).

(25)

dari sisa tanaman diatas tanah, sisa perakaran, metabolit mikroba dan senyawa humik (Suriadikarta, dkk, 2002).

Nisbah C/N berguna sebagai penanda kemudahan perombakan bahan organik dan kegiatan jasad renik tanah. Sejalan dengan kemajuan proses dekomposisi bahan organik, banyak C organik hilang menjadi CO2 dan hanya sedikit yang digunakan mensintesis sel baru, sedang N yang tersedia dapat dikatakan terkonservasi semua dalam bentuk molekul protein baru. Maka nisbah C/N berangsur menurun. Pada umumnya nisbah C/N sisa tanaman berkisar antara 80 : 1 (jerami padi-padian) dan 20 : 1 (bahan legum). Nisbah C/N sempit (10 : 1 atau kurang) dalam bahan organik pada umumnya menunjukkan tingkat dekomposisi yang sudah lanjut dan tahan terhadap dekomposisi lebih jauh. Nisbah lebar (35 : 1 atau lebih) menunjukkan dekomposisi sedikit, rentan terhadap dekomposisi lebih lanjut dan cepat, serta nitrifikasi berjalan lambat. Nisbah C/N lebar menyebabkan penyematan N mineral tanah dalam jaringan mikrobia sehingga menjadi taktersediakan bagi tumbuhan ( Notohadiprawiro, 1998).

Sifat humus dari bahan organik adalah gembur, bobot isi rendah dan dengan kelembaban tanah tinggi serta temperatur tanah yang stabil meningkatkan kegiatan jasad mikro tanah, sehingga percampurannya dengan bagian mineral memberikan struktur tanah yang gembur dan remah serta mudah diolah. Struktur tanah yang demikian merupakan keadaan fisik tanah yang baik untuk media pertumbuhan tanaman (Suhardjo, dkk, 1993).

(26)

Tan (1978b) telah menunjukkan bukti bahwa asam-asam humat dan fulvat meningkatkan pelepasan K yang tersemat dalam ruang antar misel lempung. Diperkirakan bahwa pengkhelatan atau pembentukan kompleks dapat juga menyebabkan fosfat anorganik yang tidak larut menjadi mudah larut. Asam-asam humat dan fulvat mempunyai afinitas tinggi terhadap Al, Fe dan Ca. Akibatnya mereka akan bersaing atas unsur-unsur tersebut dengan senyawa-senyawa fosfat melalui pembentukan kompleks, sehingga ion fosfat terbebaskan ke dalam larutan tanah (Tan, 1995).

Pada penelitian ini sumber bahan organik yang digunakan adalah limbah tembakau, adapun hasil analis awal kandungan hara sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Analisis Awal Limbah Tembakau Komponen Kimiawi Komposisi

Nitrogen 1.07 %

Carbon 16.32 %

C/N 15.25

Fosfor 2.36 %

K-Tukar 2.89 me/100 g

Mg-Tukar 6.15 me/100 g

KTK 41.85 me/100 g

pH 7.6

(27)

pemberian limbah pabrik rokok pada Inceptisol dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.

Hasil penelitian Saltali et.al. (1996) dengan mengaplikasikan limbah tembakau sebanyak 0, 5, 10, 15 dan 20 ton/dec setelah 8 bulan aplikasi, mampu meningkatkan nitrogen total tanah dan ketersediaan hara P, K, Fe, Cu, Zn dan kandungan Mn.

Unsur Hara Fosfor

Tanaman lebih banyak menyerap H2PO-4 dibandingkan HPO=4 dan PO43-.

Kesetimbangan ion-ion ini dalam larutan tanah dikendalikan oleh pH tanah. Serapan fosfat terbesar terjadi pada kisaran pH 4,0-8,0 dan di atas atau dibawah nilai ini akan menyusut. Pada kisaran pH itu larutan tanah lebih banyak mengandung ion-ion fosfat (Mas’ud, 1992).

Sebagai tambahan pada pH dan faktor-faktor yang ada hubungannya , bahan organik dan mikroorganisme mempengaruhi tersedianya fosfor anorganik yang nyata sekali. Hasil pelapukan organik, seperti asam organik dan humus diperkirakan efektif dalam pembentukan kompleks dengan senyawa besi dan aluminium. Pengikatan besi dan aluminium ini mengurangi fiksasi fosfat anorganik dengan nyata. Kedua bahan tersebut sangat efektif membebaskan fosfor yang semula terikat sebagai besi fosfat. Sehingga, hasil dekomposisi bahan organik tidak dapat disangkal lagi memegang peranan penting dalam tersedianya fosfor anorganik bagi tanaman (Buckman and Brady, 1982).

(28)

temperatur dan bahan organik. Disamping itu penggenangan juga dapat mempengaruhi. Fosfor sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan karena P banyak terdapat didalam sel-sel tanaman berupa unit-unit nukleotida. Sedangkan nukleotida merupakan suatu ikatan yang mengandung P, sebagai penyusun RNA, DNA yang berperan dalam perkembangan sel tanaman. Fosfor dapat pula dikatakan menstimulir pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman. Keadaan ini berhubungan dengan fungsi dari P dalam metabolisme sel. Peranan di dalam metabolisme tanaman, fosfor memegang peranan langsung sebagai pembawa energi. Fungsi ini dapat terjadi oleh adanya beberapa ikatan organik yang melalui proses hidrolisis dapat menghasilkan energi. Senyawa fosfor yang berenergi tinggi mempunyai potensi menyimpan dan melepaskan energi untuk proses metabolisme di dalam tanaman disebut adenosin trifosfat (Nyakpa, dkk, 1988).

Secara umum fungsi dari fosfor dalam tanaman dapat dinyatakan sebagai berikut: dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi dewasa pada umurnya, dan dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah.

(Sutedjo, 2002).

Unsur Hara Kalium

(29)

Berbagai bentuk kalium dalam tanah dapat digolongkan atas dasar ketersediaannya menjadi tiga golongan besar: tidak Tersedia, mudah tersedia, dan lambat tersedia. Hubungan antara tiga golongan tersebut ditunjukkan sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram bagian relatif kalium total tanah.

Perubahan lambat dari satu bentuk kebentuk yang lain dapat terjadi. Ini memungkinkan terjadinya fiksasi dan pengawetan kalium larut yang ditambahkan dan seterusnya lambat dilepaskan kalau yang mudah tersedia sudah berkurang (Buckman and Brady, 1982).

Ketersediaan kalium dalam tanah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : tipe koloid tanah, suhu, pembasahan dan pengeringan pH tanah, dan pelapukan. Umumnya koloid tipe 2:1 yang dapat memfiksasi kalium, sedangkan tipe koloid 1:1 pada umumnya tidak dapat mengikat kalium (Nyakpa dkk, 1988)

(30)

Kalium merupakan unsur hara esensial bagi seluruh jasad hidup. Pada jaringan tanaman tinggi, kalium menyusun 1.7-2.7% bahan kering daun normal. Kebutuhan tanaman terhadap ion K+ tidak dapat diganti oleh kation alkali lain. Kalium terlibat dalam berbagai proses fisiologi tanaman, terutama berperan dalam berbagai reaksi biokimia. Beberapa fungsi kalium dalam tubuh tanaman antara lain : sebagai pengaktif beberapa enzim, berhubungan dengan pengaturan air dan energi, berperan dalam sintesis protein dan pati, dan pemindahan fotosintat (Mas’ud, 1992).

Salah satu penjelasan untuk beragam kemampuan tanaman untuk memanfaatkan kalium, berhubungan dengan sifat pertukaran kation dari akar tanaman. Yang menunjukkan bahwa tanaman dengan nilai pertukaran kation yang relatif rendah adalah yang terbaik untuk dapat mengekstrak kalium. Tipe dan kerapatan akar adalah dua karakteristik utama untuk mengefektifkan ketersediaan kalium bagi tanaman. Ketersediaan kalium yang tinggi mampu meningkatkan perkembangan akar, produksi cabang-cabang dan akar lateral seperti pada tanaman jagung (Tisdale et al, 1985).

Tanaman Jagung

(31)

60 %. Selama pertumbuhan tanaman jagung membutuhkan suhu optimum antara 23oC - 27oC. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung adalah antara 100 mm-200 mm per bulan. Curah hujan paling optimum adalah sekitar 100 mm - 125 mm per bulan dengan distribusi hujan yang merata. Unsur iklim penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jagung adalah faktor penyinaran matahari. Tanaman jagung membutuhkan penyinaran matahari penuh, maka tempat penanamannya harus terbuka (Rukmana, 1997).

Tanaman jagung dapat tumbuh baik hampir di semua jenis tanah. Tetapi tanaman ini akan dapat tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur, kaya akan humus. Tanah yang padat serta kuat menahan air tidak baik untuk ditanami jagung, karena dapat menghambat pertumbuhan akarnya, bahkan membusukkan akar (Suprapto dan Marzuki, 2002).

(32)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Dimulai pada bulan Februari hingga Juni 2007.

Bahan dan Alat

Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah Ultisol yang berasal dari Desa Mancang, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat sebagai media tanam yang diambil secara komposit. Kascing yang diperoleh dari PT Era Karya Prima, Limbah tembakau yang berasal dari pabrik rokok STTC Pematang Siantar, bibit tanaman jagung dan bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis.

Alat

Adapun alat-alat yang digunakan adalah cangkul, plastik, dan karung goni untuk pengambilan tanah Ultisol, ember sebagai wadah tanah, timbangan, ayakan dan alat-alat laboratorium untuk keperluan analisis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 3 ulangan, yang terdiri atas 2 faktor perlakuan yaitu:

(33)

K2 : 600 g/m2 (75 g/8.5 kg BTKO) K3 : 900 g/m2 (150 g/8.5 kg BTKO)

Faktor 2 : Pemberian limbah limbah tembakau yang terdiri atas 4 taraf dosis : Lo : 0 ton / ha (0 g/ 8.5 kg BTKO)

L1 : 10 ton/ha (50 g/ 8.5 kg BTKO) L2 : 20 ton/ha (100 g/ 8.5 kg BTKO) L3 : 30 ton/ha (150 g/ 8.5 kg BTKO)

Ketetangan : Tanah yang digunakan per pot setara dengan 8.5 kg berat tanah kering oven.

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 4 x 4 x 3 = 48 unit percobaan yaitu :

K0L0 K1L0 K2L0 K3L0

K0L1 K1L1 K2L1 K3L1

K0L2 K1L2 K2L2 K3L2

K0L3 K1L3 K2L3 K3L3

Model linier Rancangan Acak Kelompok adalah sebagai berikut: Yijk = µ + i + j + ( )ij + k + ijk

Keterangan :

Yijk = Respon tanaman yang diamati µ = Nilai Tengah Umum

i = Pengaruh taraf ke-i dari faktor K

j = Pengaruh taraf ke-j dari faktor L

( )ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor K dan taraf ke-j dari faktor L

(34)

ijk = Pengaruh galat taraf ke-i dari faktor K dan taraf ke-j dari faktor L pada blok ke-k.

Untuk pengujian selanjutnya terhadap masing-masing perlakuan diuji dengan uji DMRT pada taraf 5 % dan 1%.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit pada kedalaman 0-20 cm. kemudian tanah dikeringudarakan, dan dihaluskan kemudian diayak dengan ayakan 10 mesh. Tanah yang telah dikeringudarakan dan telah diayak lalu dianalisis % KL dan % KA nya untuk menentukan berat tanah yang akan digunakan untuk setiap pot.

Analisis Tanah Awal

Analisis tanah awal yang dilakukan adalah pH, C- organik(%), Kejenuhan Al (%), P-tersedia (ppm), dan K-dd(me/100g)

Aplikasi Kascing dan Limbah Tembakau

Kascing dan limbah tembakau yang diaplikasikan menurut perlakuan dicampur bersama secara merata dengan tanah, lalu diinkubasi selama dua minggu. Dosis kascing yang ditambahkan disesuaikan dengan ketentuan untuk tanaman jagung.

Analisis Tanah Setelah Dua Minggu Inkubasi

(35)

Penanaman

Setelah tanah diinkubasi selanjutnya diberi pupuk dasar Urea dengan dosis 300 ppm N (2 g/ pot) diberikan dalam 3 tahap yaitu sebelum masa tanam, sebulan setelah tanam dan pada awal fase generatif. Benih jagung ditanam sebanyak 3 benih per pot. Setelah berumur ± 2 minggu dilakukan penjarangan dengan hanya menyisakan satu tanaman yang dianggap baik.

Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari hingga tanah berada dalam kondisi kapasitas lapang dan dilakukan penyiangan gulma yang tumbuh di dalam pot.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada akhir masa vegetatif yang ditandai dengan keluarnya malai kira-kira mencapai 75%. Pemanenan dilakukan dengan memotong dan memisahkan bagian tajuk tanaman dengan bagian akar tanaman, lalu dibersihkan kemudian diovenkan. Selanjutnya dihitung berat kering tajuk dan berat kering akar tanaman.

Parameter yang Diukur

- Setelah Dua Minggu Inkubasi

-pH (H2O) dengan metode elektrometri (1 : 2.5)

-Kejenuhan Al (%)

-C - organik (%) dengan metode Walkley & Black -P - tersedia (ppm) dengan metode Bray II

(36)

- Setelah Akhir Masa Vegetatif

-pH (H2O) dengan metode elektrometri (1 : 2.5)

-Kejenuhan Al (%)

-C - organik (%) dengan metode Walkley & Black -P - tersedia (ppm) dengan metode Bray II

-K-dd (me/100g) -Serapan P (mg/tanaman) -Serapan K (mg/tanaman) -Berat kering akar (g) -Berat kering tajuk (g)

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Secara visual hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 37 - 41. Berdasarkan pada hasil pengamatan pada minggu ke 2 - 3 setelah tanam, hampir seluruh tanaman menunjukkan gejala keunguan, namun setelah minggu ke 6 - 7 gejala keunguan pada tanaman mulai menghilang (Lampiran 37). Penampilan hasil pengamatan secara keseluruhan pada akhir masa vegetatif dapat dilihat pada Lampiran 38.

Dari Lampiran 39 terlihat pemberian berbagai taraf dosis limbah nyata meningkatkan tinggi tanaman jagung dibanding dengan perlakuan kontrol, tanpa pemberian limbah dan tanpa pemberian kascing, menunjukkan pertumbuhan tanaman yang kerdil. Namun tinggi tanaman mulai menurun pada taraf dosis limbah tertinggi (K0L3).

(38)

Hasil penelitian secara keseluruhan disajikan pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Pengaruh Pemberian Kascing dan Limbah Tembakau serta Interaksinya terhadap Beberapa Sifat Kimia Ultisol dan Pertumbuhan Tanaman Jagung

Parameter yang Diukur

Perlakuan

(39)

Pengaruh Pemberian Kascing terhadap pH, Kejenuhan Al, dan C- organik Ultisol

Dari tabel 4 diketahui bahwa pemberian kascing setelah 2 minggu inkubasi berpengaruh sangat nyata terhadap C - organik Ultisol namun berpengaruh tidak nyata terhadap pH tanah dan kejenuhan Al.

Hasil uji beda rataan pengaruh pemberian kascing terhadap pH, Kejenuhan Al dan C - organik setelah dua minggu inkubasi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap pH Tanah, Kejenuhan Al, dan C - organik Setelah 2 Minggu Inkubasi

Faktor Kascing pH Kejenuhan Al C - organik (g/8.5 kg BTKO)

………%...

K0 (0) 6.53 6.11 0.49 b K1 (37.5) 6.74 5.61 0.56 ab K2 (75) 6.73 6.54 0.67 a K3 (150) 6.64 5.71 0.63 ab Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F5% menurut uji DMRT.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa peningkatan karbon organik yang tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian kascing 75 g yaitu sebesar 36 %, yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, tanpa pemberian kascing dan tidak berbeda nyata dengan pemberian kascing 37.5, 75, dan 150 g/8.5 kg BTKO.

Pengaruh Pemberian Kascing terhadap Kalium Dapat Tukar Ultisol Setelah Dua Minggu Inkubasi

(40)

Tabel 6. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap K- dd Ultisol Se- telah Dua Minggu Inkubasi

Faktor Kascing K - dd (g/8.5kg BTKO)

…..me/100g….. K0 (0) 0.160 b

K1 (37.5) 0.175 ab K2 (75) 0.189 a K3 (150) 0.192 a

Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F5% menurut uji DMRT.

Dari tabel 6 terlihat bahwa pemberian kascing nyata meningkatkan K-dd Ultisol setelah dua minggu inkubasi. Kalium dapat tukar Ultisol yang tertinggi terdapat pada pemberian kascing 150 g/8.5 kg BTKO sebesar 0.192 me/100g yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, tanpa pemberian kascing namun tidak berbeda nyata dengan pemberian kascing 37.5 dan 75 g/8.5 kg BTKO. Kalium dapat tudar Ultisol yang terendah terdapat pada perlakuan kontrol, tanpa pemberian kascing sebesar 0.160 me/100 g yang berbeda nyata dengan pemberian kascing sebanyak 75 dan 150 g/8.5 kg BTKO namun tidak berbeda nyata dengan pemberian kascing 37.5g/8.5 kg BTKO. Kalium dapat tukar Ultisol terlihat semakin meningkat seiring dengan peningkatan dosis kascing yang diberikan.

Pengaruh Pemberian Kascing Terhadap Tinggi Tanaman 8 Minggu Setelah Tanam

(41)

Tabel 7. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap Tinggi Tanaman

Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F5% menurut uji DMRT.

Tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada pemberian kascing sebanyak 150 g yaitu sebesar 133.12 cm yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, tanpa pemberian kascing, dan tidak berbeda nyata dengan pemberian kascing 37.5 dan 75 g/8.5 kg BTKO. Tinggi tanaman yang terendah terdapat pada perlakuan kontrol, tanpa pemberian kascing yaitu sebesar 100.45 cm yang berbeda nyata dengan pemberian kascing 75 dan 150 g/8.5kg BTKO dan tidak berbeda nyata dengan pemberian kascing 37.5 g/8.5 kg BTKO. Pemberian kascing nyata meningkatkan tinggi tanaman.

Grafik pengaruh berbagai taraf dosis kascing terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Gambar 2.

(42)

Dari Gambar 2 diketahui bahwa hubungan antara pemberian beberapa

taraf dosis kascing membentuk garis linier dengan persamaan Y = 111.52 + 0.184x dengan nilai koefisien korelasi r = 0.75. Tinggi tanaman

terlihat semakin meningkat seiring dengan pertambahan dosis kascing yang diberikan.

Pengaruh Pemberian Kascing terhadap Berat Kering Tajuk Tanaman

Dari Tabel 4 diketahui bahwa pemberian kascing berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering tajuk tanaman. Hasil uji beda rataan pemberian kascing terhadap berat kering tajuk tanaman disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap Berat Kering Tajuk Tanaman

Faktor Kascing Berat Kering Tajuk (g/8.5kg BTKO)

…….g…… K0 (0) 19.23 b K1 (37.5) 31.71 ab K2 (75) 38.22 a K3 (150) 44.4 a

Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F5% menurut uji DMRT.

(43)

kering tajuk tanaman jagung juga terjadi seiring dengan peningkatan dosis kascing yang diberikan.

Pengaruh Pemberian Kascing Terhadap Berat Kering Akar Tanaman

Dari tabel 4 diketahui bahwa pemberian kascing berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering akar tanaman. Hasil uji beda rataan pemberian kascing terhadap berat kering akar tanaman disajikan pada tabel 9.

Tabel 9. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap Berat Kering Akar Tanaman

Faktor Kascing Berat Kering Akar (g/8.5kg BTKO)

…….g…… K0 (0) 4.875 B K1 (37.5) 7.100 AB K2 (75) 8.108 A K3 (150) 8.633 A

Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F1% menurut uji DMRT.

(44)

Pengaruh Pemberian Kascing terhadap Serapan P Tanaman

Dari Tabel 4 diketahui bahwa pemberian kascing berpengaruh sangat nyata terhadap serapan P tanaman. Hasil uji beda rataan pemberian kascing terhadap serapan P dapat disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap Serapan P Tanaman

Faktor Kascing

(g/8.5kg BTKO) Serapan P

…….(mg/tanaman)……. K0 (0) 47.06 b

K1 (37.5) 79.33 ab K2 (75) 104.54 ab K3 (150) 156.348 a

Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F5% menurut uji DMRT.

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa pemberian kascing nyata meningkatkan serapan P tanaman. Serapan P tanaman yang tertinggi terdapat pada pemberian kascing 150g/8.5 BTKO sebesar 156.348 mg/tanaman yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, tanpa pemberian kascing namun tidak berbeda nyata dengan pemberian kascing 37.5g dan 75g /8.5 kg BTKO. Serapan P terendah terdapat pada perlakuan kontrol tanpa pemberian kascing yang tidak berbeda nyata dengan pemberian kascing 37.5g dan 75g /8.5 kg BTKO namun berbeda nyata dengan pemberian kascing 150 g/8.5 kg BTKO. Peningkatan dosis kascing yang diberikan mampu meningkatkan serapan P tanaman.

Pengaruh Pemberian Kascing terhadap Serapan K tanaman

(45)

Tabel 11. Uji Beda Rataan Pemberian Kascing terhadap Serapan K Tanaman

Faktor Kascing Serapan K (g/8.5kg BTKO)

…….mg/tanaman……. K0 (0) 148.145 b

K1 (37.5) 257.482 ab K2 (75) 220.798 b K3 (150) 382.566 a

Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F5% menurut uji DMRT.

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa pemberian kascing nyata meningkatkan serapan K tanaman jagung. Serapan K yang tertinggi terdapat pada pemberian kascing 150 g/8.5 kg BTKO sebesar 382.566 mg/tanaman yang berbeda nyata dengan pemberian kascing 75 g/8.5 BTKO dan tanpa pemberian kascing namun tidak berbeda nyata dengan pemberian kascing 37.5 g/8.5 kg BTKO. Terlihat bahwa serapan K menurun pada pemberian kascing 75 g/8.5 kg BTKO. Serapan K terendah terdapat pada perlakuan kontrol, tanpa pemberian kascing sebesar 148.145 mg/tanaman yang tidak berbeda nyata dengan pemberian kascing 37.5 dan 75 g/8.5 kg BTKO tetapi berbeda nyata dengan pemberian 150 g kascing.

Pengaruh Pemberian Limbah Tembakau terhadap Kalium Dapat Tukar Ultisol Setelah Dua Minggu Inkubasi

(46)

Tabel 12. Uji Beda Rataan Pemberian Limbah Tembakau terhadap K- dd Ultisol Setelah Dua Minggu Inkubasi

FaktorLimbah Kalium Dapat Tukar (g/8.5 Kg BTKO)

…….me/100g……. L0 (0) 0.141 b L1 (50) 0.180 ab L2 (100) 0.195 a L3 (150) 0.201 a

Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F5% menurut uji DMRT.

Dari tabel 12 terlihat bahwa kalium dapat tukar Ultisol yang tertinggi terdapat pada pemberian limbah 150 g/8.5 kg BTKO sebesar 0.201 me/100g yang berbeda nyata perlakuan kontrol, tanpa pemberian limbah namun tidak berbeda nyata dengan pemberian limbah 50 dan 100 g/8.5 kg BTKO. Kalium dapat tukar yang terendah terdapat pada perlakuan kontrol, tanpa pemberian limbah sebesar 0.141 me/100 g yang berbeda nyata dengan pemberian limbah 100 dan 150 g/8.5 kg BTKO namun tidak berbeda nyata dengan pemberian limbah sebanyak 50 g/8.5 kg BTKO. Kalium dapat tukar Ultisol terlihat semakin meningkat seiring dengan peningkatan dosis limbah yang diberikan.

Pengaruh Pemberian Limbah Tembakau terhadap pH, dan C-organik Ultisol Pada Akhir Masa Vegetatif.

(47)

Tabel 13. Pengaruh Pemberian Limbah Tembakau terhadap pH dan Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F5% menurut uji DMRT.

Peningkatan karbon organik terdapat pada pemberian limbah 150 g/8.5 kg BTKO yaitu sebesar 74% yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, tanpa limbah, tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian limbah 50 dan 100 g/8.5 kg BTKO. Terlihat bahwa pada pemberian limbah 100 g/8.5 kg BTKO terjadi penurunan karbon organik tanah, yang berbeda nyata dengan pemberian limbah 150 g/8.5 kg BTKO namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, tanpa pemberian limbah dan pemberian limbah 50 g/8.5 kg BTKO.

Pengaruh Pemberian Limbah Tembakau terhadap Tinggi Tanaman

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pemberian limbah tembakau berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman. Hasil uji beda rataan pemberian limbah tembakau terhadap tinggi tanaman disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Uji Beda Rataan Pemberian Limbah Tembakau terhadap

(48)

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada pemberian limbah 100 g/8.5 kg BTKO sebesar 131.21 cm yang tidak berbeda nyata dengan pemberian limbah 50 dan 150 g /8.5 kg BTKO namun berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, tanpa pemberian limbah. Tinggi tanaman yang terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 111.71 cm, yang berbeda nyata dengan pemberian limbah 50 dan 100 g/ 8.5 kg BTKO namun tidak berbeda nyata dengan pemberian limbah 150 g/8.5 kg BTKO. Grafik pengaruh berbagai taraf dosis limbah tembakau terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Hubungan Antara Taraf Dosis Limbah Tembakau dengan Tinggi Tanaman

Dari gambar 3 terlihat bahwa hubungan antara pemberian beberapa taraf dosis

(49)

Pengaruh Interaksi Pemberian Kascing dan Limbah Tembakau terhadap Kejenuhan Al Pada Akhir Masa Vegetatif.

Dari Tabel 4 terlihat bahwa interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau berpengaruh sangat nyata terhadap kejenuhan Al pada akhir masa vegetatif. Hasil uji beda rataan interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau terhadap kejenuhan Al disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Uji Beda Rataan Interaksi Pemberian Kascing dan Limbah Tembakau Terhadap Kejenuhan Al Pada Akhir Masa Vegetatif

FaktorLimbah ((g/10kgBTKU)

Faktor Kascing ( g/8.5 kg BTKU)

K0 (0) K1(37.5) K2(75) K3 (150) Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F5% menurut uji DMRT.

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa kejenuhan Al yang tertinggi terdapat pada interaksi perlakuan K1L0 yakni sebesar 6.40 % yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K1L2, K2L3, K3L0 dan K3L3 namun berbeda nyata dengan perlakuan K0L0, K0L1, K0L2, K0L3, K1L1, K1L3, K2L0, K2L1, K2L2, K3L1 dan K3L2. Kejenuhan Al terendah terdapat pada interaksi perlakuan K2L0 yakni sebesar 1.51 % yang tidak berbeda nyata dengan K0L0, K0L2, K0L3, K1L3, K2L1, dan K3L2 namun berbeda nyata dengan interaksi perlakuan K0L1, K1L0, K1L1, K1L2, K2L2, K2L3, K3L0, K3L1, dan K3L3.

(50)

pemberian kascing dosis tertinggi yaitu 150 g, pemberian 50 dan 100 g limbah tembakau nyata menurunkan kejenuhan Al.

Pengaruh Interaksi pemberian kascing dan Limbah Tembakau terhadap P- tersedia Ultisol setelah Dua Minggu Inkubasi

Dari Tabel 4 diketahui bahwa interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau berpengaruh sangat nyata terhadap P - tersedia ultisol setelah dua minggu inkubasi. Hasil uji beda rataan interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau terhadap P - tersedia Ultisol disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji Beda Rataan Interaksi Pemberian Kascing dan Limbah Tembakau terhadap P-tersedia Ultisol Setelah Dua Minggu Inkubasi

FaktorLimbah Pabrik Rokok (g/8.5kg BTKO)

Faktor Kascing ( g/8.5 kg BTKO)

K0(0) K1(37.5) K2(75) K3(150)

Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F5% menurut uji DMRT.

Dari Tabel 16 terlihat bahwa nilai P – tersedia secara nyata meningkat pada interaksi perlakuan K3L3 sebesar 16.13 ppm yang tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan K0L1, K1L0, K1L2, K2L1, dan K3L0. P - Tersedia tanah terendah terdapat pada interaksi perlakuan K3L2 yaitu sebesar 3.87 ppm yang tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan K0L0, K0L2, K0L3, K1L1, K1L3, K2L0, K2L3 dan K3L1.

(51)

pada tanpa pemberian kascing, pemberian limbah 50 g/8.5 g BTKO nyata meningkatkan P - tersedia tanah setelah dua minggu inkubasi.

Pengaruh Interaksi Pemberian Kascing dan Limbah Tembakau terhadap K-dd Ultisol Setelah Dua Minggu Inkubasi

Dari Tabel 4 diketahui bahwa interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau berpengaruh nyata terhadap Kalium dapat Tukar Tanah Ultisol. Hasil uji beda rataan interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau terhadap K - dd Ultisol disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Uji Beda Rataan Interaksi Pemberian Kascing dan Limbah Tembakau terhadap K-dd Ultisol Setelah Dua Minggu Inkubasi

(52)

meningkatkan Kalium dapat tukar Ultisol. Dapat disimpulkan bahwa secara umum peningkatan taraf dosis kascing dan limbah tembakau yang diberikan akan meningkatkan kadar kalium dapat tukar Ultisol.

Pengaruh Interaksi Pemberian Kascing dan Limbah Tembakau terhadap Berat Kering Akar Tanaman

Dari Tabel 4 diketahui bahwa pemberian interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering akar tanaman. Hasil uji beda rataan interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau disajikan pada Tabel 18.

Faktor Kascing ( g/8.5 Kg BTKO)

K0(0) K1(37.5) K2(75) K3(150) Ket: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada F1% menurut uji DMRT.

(53)

Pada perlakuan tanpa limbah, pemberian kascing 37.5, 75, dan 150 g/8.5 kg BTKO nyata meningkatkan berat kering akar tanaman jagung. Sedangkan pada tanpa pemberian Kascing, Pemberian limbah 50 dan 100 g /8.5 kg BTKO nyata meningkatkan berat kering akar tanaman namun menurun pada pemberian limbah 150 g/8.5 kg BTKO.

Pembahasan

Kemasaman Tanah (pH), Kejenuhan Al, dan Karbon Organik Ultisol

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 4 diketahui bahwa pengaruh pemberian kascing dan limbah tembakau serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap pH tanah setelah dua minggu inkubasi maupun setelah akhir masa vegetatif. Walaupun secara statistik nilai perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata namun secara umum terlihat bahwa terjadi peningkatan pH tanah.

Kemasaman tanah dan kejenuhan Al sangat berkaitan. Khususnya pada tanah-tanah masam seperti Ultisol yang umumnya memiliki kelarutan Al yang tinggi, yang jika terhidrolisis dengan air di larutan tanah akan menyumbangkan ion-ion H+ yang dapat menyebabkan tanah menjadi masam.

(54)

1.51 %, menurut kriteria BPPM masih termasuk kriteria sangat rendah. Penurunan kejenuhan Al ini terjadi karena adanya pelepasan asam-asam organik dari limbah pabrik rokok maupun kascing yang dapat membentuk ikatan dengan senyawa logam (chelation) seperti Al dan Fe. Sehingga dapat menetralisir kelarutan ion - ion H+ di larutan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suhardjo dkk. (1993) yang menyatakan bahwa ion-ion Al dan Fe yang bebas dalam tanah dapat diikat oleh bahan organik menjadi organo-kompleks sehingga kelarutan Al dan Fe dalam tanah yang semula tinggi dan bersifat racun dapat dikurangi. Menurut Hanafiah (2005) bahwa sumber utama ion-ion H+ pada tanah asam sedang - kuat adalah hidrolisis Al yang dapat dilihat pada reaksi berikut :

Al3+ + H2O Al (OH)2+ + H+

AlOH2+ + H2O Al (OH)2 + H+

Al(OH)2+ + H2O Al (OH)3 + H+

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 8 diketahui bahwa pemberian kascing berpengaruh sangat nyata terhadap C - organik tanah setelah dua minggu inkubasi, namun pemberian limbah tembakau dan interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau berpengaruh tidak nyata. Sedangkan pada akhir masa vegetatif (Lampiran 10) perlakuan yang berpengaruh sangat nyata terhadap C - organik tanah adalah pemberian limbah tembakau.

(55)

Kg BTKO sebesar 1.01% (rendah), menurut kriteria BPPM (1982). Karbon organik tanah terlihat meningkat mulai dari masa inkubasi hingga akhir masa vegetatif.

Pemberian bahan organik ke tanah diharapkan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Untuk tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut seperti Ultisol, selain telah banyak mengalami pencucian hara dan dengan kandungan bahan organik yang rendah, pemberian bahan organik diharapkan mampu meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang diindikasikan dengan penambahan karbon. Theng et al. (1989) dalam Suriadikarta dkk. (2002) melaporkan bahwa karbon dari jaringan tidak hidup merupakan sumber utama C - organik tanah yang terdiri dari sisa tanaman diatas tanah, sisa perakaran, metabolit mikroba, dan senyawa humik.

Perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap %C - organik setelah inkubasi adalah dari pemberian kascing sedangkan pada akhir masa vegetatif pemberian limbah tembakau yang memberi pengaruh sangat nyata. Hal ini terjadi karena berkaitan dengan nisbah C/N yang berbeda yang dimiliki oleh kedua sumber bahan organik tersebut. Kascing memiliki nisbah C/N yang lebih rendah yaitu sebesar 12.65 sedangkan limbah tembakau sebesar 15.25. Nisbah C/N yang lebih rendah akan lebih banyak menyumbangkan hara kedalam tanah dan dapat meningkatkan C - organik tanah.

P - tersedia Ultisol dan Serapan P Tanaman

(56)

sangat nyata terhadap P - tersedia tanah. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 18 terlihat bahwa pemberian kascing dan limbah tembakau serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap P-Tersedia tanah pada akhir masa vegetatif.

Nilai P - tersedia yang tertinggi (Tabel 16) terdapat pada interaksi perlakuan K3L3 sebesar 16.13 (sedang), menurut kriteria BPPM dan terendah pada perlakuan K2L0 dan K3L2 sebesar 3.87(sangat rendah), menurut kriteria BPPM. Peningkatan nilai P-tersedia terlihat cenderung berubah (tidak konsisten) untuk setiap tingkatan taraf dosis yang diberikan baik pada kascing maupun limbah pabrik rokok.Hal ini terjadi karena bahan organik yang diaplikasikan memiliki nisbah C/N yang masih memungkinkan untuk terjadinya proses dekomposisi (C/N limbah 15.25, C/N kascing 12.65). Dalam proses dekomposisi unsur hara yang dilepaskan masih memungkinkan untuk diimobilisasi oleh mikroba perombak sebagai sumber energi, sehingga untuk interaksi dengan taraf dosis yang lebih tinggi dapat terjadi penurunan nilai P - tersedia tanah.

(57)

Interaksi kascing dan limbah pabrik rokok mampu meningkatkan kadar P -tersedia tanah Ultisol, dari analisis awal tanah (3,0ppm termasuk kriteria rendah) hingga ke tingkat sedang (16,13 ppm). Peningkatan ini menunjukkan bahwa interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau merupakan kombinasi yang baik untuk dapat meningkatkan P - tersedia tanah. Kascing dan limbah tembakau, keduanya memiliki kandungan hara P yang cukup untuk disumbangkan ke tanah dan tanaman, hasil analisis kascing dan limbah dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

Selain itu karena berupa bahan organik maka ketika terjadi proses dekomposisi selain terjadi proses mineralisasi hara, asam-asam organik yang dilepaskan juga mampu mereduksi kelarutan ion-ion logam seperti Al dan Fe yang tinggi pada tanah-tanah masam dan selama ini memfiksasi hara P pada tanah masam. Melalui pembentukan senyawa kompleks atau pengkhelatan, sehingga hara P dapat tersedia. Hal ini didukung oleh pernyataan Buckman and Brady (1982), hasil pelapukan organik, seperti asam organik dan humus diperkirakan efektif dalam pembentukan kompleks dengan senyawa besi dan Al. Kedua bahan tersebut sangat efektif membebaskan fosfor yang semula terikat sebagai besi fosfat.

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 30 terlihat bahwa pemberian kascing berpengaruh sangat nyata terhadap serapan P tanaman. Pemberian limbah tembakau dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap serapan P tanaman.

(58)

(Lampiran 33) yang tertinggi terdapat pada perlakuan K3L0 ulangan 1 sebesar 1.640%. Kadar tersebut telah mencukupi batas kecukupan hara tanaman (Lampiran 36). Sedangkan serapan P terendah terdapat pada perlakuan kontrol (0g/8.5 kg BTKO) sebesar 47.06 mg/tanaman.

Dari Tabel 7 diketahui bahwa tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada pemberian kascing 150 g/8.5 kg BTKO sebesar 133.12 cm, demikian juga dengan berat kering tajuk tanaman (Tabel 8) dan Serapan P (Tabel 10) yang tertinggi terdapat pada pemberian kascing 150 g/8.5 kg BTKO masing-masing sebesar 44.4g dan 156.348 mg/tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis kascing yang diberikan, semakin tinggi berat kering tajuk dan tinggi tanaman. Yang berarti bahwa dengan semakin meningkatnya serapan P tanaman maka pertumbuhan vegetatif tanaman juga semakin meningkat. Yang didukung oleh pernyataan Nyakpa dkk. (1988) yang menyatakan P sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan karena P banyak terdapat didalam sel tanaman berupa unit nukleotida sebagai penyusun RNA dan DNA yang berperan dalam perkembangan sel tanaman.

Kalium Dapat Tukar Ultisol dan Serapan K Tanaman

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 20 dan 22, terlihat bahwa pada dua minggu setelah inkubasi pemberian kascing dan limbah tembakau berpengaruh sangat nyata terhadap K-dd Ultisol, interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap K-dd Ultisol. Setelah akhir masa vegetatif pemberian kascing dan limbah pabrik rokok berpengaruh tidak nyata terhadap K-dd Ultisol.

(59)

BPPM. K-dd yang terendah terdapat pada perlakuan kontrol C0L0 sebesar 0.09 (sangat rendah). Terlihat bahwa adanya penambahan bahan organik ke dalam tanah mampu meningkatkan kadar K-dd Ultisol. Selain berasal dari bahan organik, kemungkinan K-dd juga dapat berasal dari pelepasan unsur K yang tersemat pada kompleks jerapan tanah akibat adanya asam humat dan fulvat dari hasil dekomposisi bahan organik. Menurut Tan (1975b) dalam Tan (1995) telah menunjukkan bahwa asam humat dan fulvat meningkatkan pelepasan K yang tersemat dalam ruang antar misel lempung (liat). Mulat (2005) menyatakan selain mengandung unsur hara, kascing juga mengandung asam humat, seperti pupuk organik lainnya.

Peningkatan kadar K-dd Ultisol terjadi pada dua minggu setelah inkubasi dan menurun pada akhir masa vegetatif. Hal ini terjadi karena sebagian kalium digunakan oleh tanaman.

(60)

Pemberian kascing secara nyata mampu meningkatkan serapan K tanaman. Hal ini dapat terjadi karena selain mengandung hara K, kascing juga mempunyai KTK yang tinggi dan kalium merupakan unsur hara yang diserap tanaman dalam bentuk kation, sehingga akan lebih banyak kalium yang dapat dipertukarkan di larutan tanah dan serapan K oleh akar tanaman dapat lebih meningkat. Hal ini didukung oleh pernyataan Mulat (2005) bahwa KTK kascing bervariasi dari 35 me/100g sampai 130me/100g. KTK tanah lebih rendah daripada KTK kascing. Dengan demikian, kascing dapat menambah hara ke dalam tanah.

Tinggi Tanaman Akhir Masa Vegetatif

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 24 terlihat bahwa pemberian kascing dan limbah tembakau berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman sedangkan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.

(61)

seiring dengan peningkatan jumlah mikroba akibat semakin tingginya dosis limbah. Sehingga dapat terjadi penurunan tinggi tanaman karena kurang tersedianya unsur hara yang tersedia bagi tanaman.

Pemberian bahan organik ke dalam tanah diantaranya juga berguna untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan organik mampu memperbaiki struktur tanah dan pembentukan agregat tanah yang lebih stabil sehingga aerasi tanah menjadi lebih baik dan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman akan maksimal. Suhardjo dkk (1993) menyatakan sifat humus dari bahan organik adalah gembur, bobot isi rendah dan dengan kelembaban tanah tinggi serta temperatur tanah yang stabil meningkatkan kegiatan jasad mikro tanah, sehingga percampurannya dengan bagian mineral memperbaiki struktur tanah yang gembur dan remah serta mudah diolah. Struktur tanah yang demikian merupakan keadaan fisik tanah yang baik untuk media pertumbuhan.

Pemberian kascing juga mampu merangsang pertumbuhan tanaman karena mengandung berbagai hormon pertumbuhan tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih baik. Menurut Rukmana (2005) kascing kaya unsur hara N, P, dan K serta mengandung hormon tumbuh (growth hormon) seperti auksin, cytokinin, dan giberelin.

Berat Kering Tajuk Tanaman

(62)

44.4g dan yang terendah pada perlakuan tanpa kascing sebesar 19.23 g. Terlihat bahwa peningkatan berat kering tajuk seiring dengan peningkatan dosis kascing yang diberikan.

Kascing kaya akan unsur hara N, P, dan K, sehingga semakin banyak unsur hara yang dapat diserap maka pertumbuhan tanaman akan semakin baik dan dapat meningkatkan berat kering tanaman. Menurut Palungkun (1999) beberapa komponen kimiawi kascing diantaranya adalah kandungan nitrogen (1.1-1.40 %), fosfor (0.3-3.5%), kalium (0.2-2.1%), belerang (0.24-0.63), magnesium (0.3-0.6) dan besi (0.4-1.6%).

Selain itu kandungan berbagai zat pengatur tumbuh atau hormon tumbuhan yang dikandung kascing juga merupakan faktor penentu pertumbuhan tanaman. Dalam jumlah yang sedikit zat pengatur tumbuh mempengaruhi pertumbuhan seluruh tanaman dan mengatur pertumbuhan akar, batang, dan daun. Didukung oleh pernyataan Mulat (2005) menyatakan bahwa kascing mengandung berbagai hormon baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Kemunculan akar, peningkatan jumlah akar, pertumbuhan tanaman serta perkembangan bagian luar tanaman dapat pula dipengaruhi oleh pemberian kascing.

Berat Kering Akar Tanaman

(63)

Interaksi antara pemberian kascing dan tembakau pada Tabel 16 terlihat sangat nyata meningkatkan P-tersedia tanah setelah dua minggu inkubasi, dan untuk berat kering akar tanaman interaksi pemberian kascing dan limbah juga berpengaruh sangat nyata. Fosfor merupakan unsur hara yang penting dalam perkembangan akar tanaman, menurut Sutedjo (2002) diantara fungsi dari fosfor terhadap tanaman adalah mempercepat pertumbuhan akar semai. Sehingga hara fosfor yang disumbangkan dari kascing dan limbah tembakau dapat meningkatkan pertambahan berat kering akar tanaman.

(64)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. a. Pemberian kascing setelah dua minggu inkubasi meningkatkan karbon organik tanah dan kalium dapat tukar Ultisol.

b. Pemberian kascing pada akhir masa vegetatif mampu meningkatkan tinggi tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, serapan P, dan serapan K tanaman jagung.

2. a. Pemberian limbah tembakau setelah dua minggu inkubasi meningkatkan kalium dapat tukar Ultisol.

b. Pemberian limbah tembakau pada akhir masa vegetatif mampu meningkatkan karbon organik tanah dan meningkatkan tinggi tanaman. 3. a. Interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau setelah dua minggu

inkubasi meningkatkan P- tersedia dan kalium dapat tukar Ultisol. b. Interaksi pemberian kascing dan limbah tembakau pada akhir masa

vegetatif menurunkan kejenuhan Al dan meningkatkan berat kering akar tanaman jagung.

Saran

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Adams,F. 1984. Soil Acidity and Liming. American Society of Agronomy Inc, USA. 380 Hal.

Addison, K. 1984. Vermicompost and Plants.Journey to Forever Website URL, http: //Journey to Forever. Org/Compost_Worm.html.(06 Januari 2007). Anonim. 2001. Eco Nappies and Vermicomposting. Esat BT Young Scientist and Technology Exhibition at Dublin’s RDS.

(13 Februari 2007).

Buckman, H. O. and N.C. Brady. 1982. Ilmu Tanah, Terjemahan Soegiman. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. 765 Hal.

Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Terjemahan S.Adisoemarto. Erlangga, Jakarta. 374 Hal.

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 300 Hal.

Hardjowigeno, S. 1993. Klassifikasi Tanah dan Pedogenesis, Akapress, Bogor. 274 Hal.

Hasibuan, A.Y. F. 2007. Pengaruh Pemberian Limbah Pabrik Rokok dan Pupuk SP-36 Pada Ultisol Terhadap Ketersediaan N dan P Tanah Serta Serapannya

Pada Tanaman Jagung ( Zea mays L.). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Hal 40.

Henman, 2007. Pengaruh Pemberian Limbah Pabrik Rokok Terhadap Beberapa Sifat Fisika dan Kimia Tanah Inseptisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mas’ud, P. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa, Bandung. 275 hal.

Mulat, T. 2005. Membuat dan Memanfaatkan Kascing Pupuk Organik Berkualitas.Agro Media Pustaka, Jakarta. 77 Hal.

Munir, M.M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia Karakteristik Klassifikasi dan Pemanfaatannya. PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta. 346 Hal

(66)

Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

227 Hal.

Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Muriawan, G.B. Hong dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung, Lampung. 258 Hal.

Palungkun, R. 1999. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Penebar Swadaya, Jakarta. 88 Hal.

Prasetyo, B.H. dan D.A. Suriadikarta. 2006.Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pemanfaatan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering. http://WWW.pustaka_deptan.go.id/publication/p3252061. pdf + pemanfaatan + Ultisol & gl=id&ct=clnk&cd=3. (6 Januari, 2007).

Rubatzky dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia I, Terjemahan Catur Herison. Institut Teknologi Bandung, Bandung. 313 Hal.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius, Yogyakarta. 72 Hal. . 1999. Budi daya Cacing Tanah. Kanisius, Yogyakarta. 72 Hal.

Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika, terjemahan J.T. Jayadinata. Institut Teknologi Bandung, Bandung. 397 Hal.

Saltali, K, A. R. Brohi, and A. V. Bilgili. The Effect of Tobacco Waste on the Soil Characteristics And Plant Nutrient Content Of Alkaline Soils.

Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. PT Grasindo, Jakarta. 154 Hal. Suhardjo, H, M. Soepartini, dan U. Kurnia. 1993. Informasi Penelitian Tanah, air,

Pupuk, dan Lahan. Pusat penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. departemen Pertanian, Bogor. Hal 12-13.

Suriadikarta, D.A, T. Prihatini, D.Setyarini, dan W. Hartatik. 2002. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. departemen Pertanian, Bogor.

(67)

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta. 219 Hal.

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT Rineka Cipta, Jakarta. 177 Hal.

Suprapto dan A.R. Marzuki, 2002. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta. 48 Hal.

Tan, K.H. 1995. Kimia Tanah, Terjemahan D. H. Goenadi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 295 Hal.

(68)
(69)

Lampiran 2. Hasil Analisis Awal Ultisol

pH Tanah = 5.2

% KA = 17 %

% KL = 47.05%

Kejenuhan Al = 8.19 %

C-Organik = 0.78 %

P-Tersedia = 3.0 ppm

N- Total = 0.03 %

K-dd = 0.07 me/100 g

(70)

Lampiran 3. Data pH Tanah Setelah Dua Minggu Inkubasi

Perlakuan Blok Total

Rata-Rata

(71)

Lampiran 5. Data pH Tanah Setelah Akhir Masa Vegetatif

(72)

Lampiran 7. Data C - organik Setelah Dua Minggu Inkubasi (%)

Perlakuan Blok Total

Rata-Rata

(73)

Lampiran 9. Data C - organik Setelah Akhir MasaVegetatif (%)

Perlakuan Blok Total

Rata-Rata

(74)

Lampiran 11. Data Kejenuhan Al Setelah Dua Minggu Inkubasi

(%)

Perlakuan Blok Total

Rata-Rata

(75)

Lampiran 13. Data Kejenuhan Al Setelah Akhir Masa Vegetatif (%)

Perlakuan Blok Total

Rata-Rata

(76)

Lampiran 15. Data P - tersedia Setelah Dua Minggu Inkubasi

(ppm)

Perlakuan Blok Total

Rata-Rata

(77)

Lampiran 17. Data P - tersedia Setelah Akhir Masa Vegetatif (ppm)

Perlakuan Blok Total

Rata-Rata

(78)

Lampiran 19. Data K-dd Setelah Dua Minggu Inkubasi (me/100 g)

Perlakuan Blok Total

Gambar

Tabel 1. Komponen Kimiawi Kascing Komponen Komposisi  (%)
Tabel 3. Hasil Analisis Awal Limbah Tembakau Komponen Kimiawi Komposisi
Grafik pengaruh berbagai taraf dosis kascing terhadap tinggi tanaman
Tabel 8. Uji  Beda   Rataan   Pemberian   Kascing  terhadap  Berat   Kering               Tajuk Tanaman
+6

Referensi

Dokumen terkait

Jika dari awal bahan baku kotoran sapi segar dirancang dengan batuan fosfat dalam pencampuran dengan kombinasi campuran yang tepat, dengan ukuran butiran batuan fosfat

dapat dilihat pada Tabel 3.Jika 75% siswa telah tuntas KKM, maka modul dapat dikatakan efektif. Hal ini menunjukkan bahwa prototipe II layak dan efektif digunakan

Sedangkan pada BTO, ALOS dan GDR sesudah implementasi Badan Layanan Umum dinilai masih belum memenuhi kriteria/standar pengukuran kinerja pelayanan rumah

[r]

Hipotesis dampak merembes ke bawah (trickle down effect) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menetes ke pembangunan manusia. 3) Ketimpangan pendapatan

Dampak positif dalam kegiatan atraksi wisata “Mahakarya Legenda Goa Kreo” adalah masyarakat terjun langsung dan terlibat langsung didalam kegiatan atraksi wisata,

yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini yang berjudul “ Apliakasi Sensor Ultrasonik pada Rancang Bangun

Dongeng pun dapat menjadi sarana yang tepat untuk membangun karakter yang baik pada diri anak-anak karena mereka akan menerima pesan moral dan sosial dengan senang