• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDFORM CONTROLS IN SOIL CONFIGURATION AT KARANGMOJO PONJONG, GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LANDFORM CONTROLS IN SOIL CONFIGURATION AT KARANGMOJO PONJONG, GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

JCS2005-Y081

LANDFORM CONTROLS IN SOIL CONFIGURATION

AT KARANGMOJO – PONJONG, GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA

Srijono1, Agung Setianto1, dan Bambang H. Sunarminto2 1Department of Geology, University of Gadjah Mada

2Department of Soil Science, University of Gadjah Mada

SARI

Daerah penelitian terletak 50 km dari kota-propinsi Yogyakarta, luas 9x9 km2. Secara geomorfologi

regional, + 65 % wilayah ini termasuk dalam Cekungan Wonosari yang agak subur–subur, elevasi 125– 205 m dpal, sedangkan 35 % lainnya adalah Zone Selatan, sebagai perbukitan yang kurang subur– gersang, elevasi 205-426 m. Batuan penyusun didominansi oleh Sistem Tersier, yaitu Formasi Semilir, Oyo dan Wonosari, yang kurang dominan adalah Endapan Aluvium, berumur Kuarter.

Secara genesa, daerah ini terbentuk tiga satuan bentanglahan setingkat morfogenesa, yaitu morfogenesa struktural, kars, dan fluvial. Morfogenesa struktural dirinci menjadi perbukitan monoklin (Spm), batuan dasar batuan volkaniklastik Formasi Semilir. Morfogenesa kars tersusun oleh batugamping – tuf Formasi Oyo, dan batugamping terumbu Formasi Wonosari, terinci menjadi Perbukitan kerucut kars (Kpk) dan Kerucut kars terisoler (Kki), serta Dataran - bergelombang tepi kars (Fdt) yang tersusun oleh Formasi Wonosari, Formasi Kepek, dan lempung – pasir dari Endapan aluvial.

Pembentukan tanah menghasilkan 5 ordo, yaitu Entisol, Inceptisol, Mollisol, Vertisol, dan Alfisol; terinci menjadi 17 sub-grup. Tanah Ordo Entisol yang terdiri dari Typic Troportent berbatuan dasar Formasi Kepek. pada dataran - bergelombang tepi kars (Fdt), sedangkan sub-grup Lithic Ustortent terbentuk pada Perbukitan monoklin (Spm). Ordo Inceptisol sub-grup Typic Fraqiaquept batuan dasar Formasi Semilir, Vertic Tropaquept dan Typic Tropaquept berbatuan dasar Endapan aluvial, Typic Ustropept berbatuan dasar Formasi Wonosari; berkembang pada Dataran - bergelombang tepi kars (Fdt). Dua sub-grup dari ordo Inceptisol, yaitu Typic Eutropept dan Lithic Ustropept berbatuan dasar Formasi Semilir. Serta sub-grup Vertic Eutropept dari ordo Inceptisol berbatuan dasar batugamping Formasi Wonosari, bentanglahan Perbukitan kerucut kars (Kpk). Ordo Mollisol, sub-grup Lithic Haplustoll berbatuan dasar batugamping Formasi Wonosari, bentanglahan kerucut kars terisoler (Kki). Sub-grup Lithic Haplustoll berbatuan dasar batugamping tufan Formasi Oyo, bentanglahan kerucut kars terisoler (Kks). Sub-grup Typic Haplustoll berbatuan dasar Formasi Kepek, bentanglahan dataran - bergelombang tepi kars (Fdt). Ordo Vertisol berbatuan dasar Formasi Oyo, Wonosari, dan Kepek menghasilkan Typic Hapludert, bentanglahan kars terisoler (Kki) dan dataran - bergelombang tepi kars (Fdt). Ordo Alfisol yaitu Typic Haplustalf berbatuan dasar Formasi Wonosari, bentanglahan Perbukitan kerucut kars (Kpk).

PENGANTAR

Daerah penelitian terletak 50 km dari kota-propinsi Yogyakarta. Kota kabupaten tujuan adalah Wonosoari, berada di sebelah tenggara kota Yogyakarta, berjarak lebih kurang 40 km. Daerah Karangmojo – Ponjong berjarak 10 km di sebelah timur Wonosari. Cakupan daerah penelitian meliputi luas 9x9 km2, dan pada lembar

peta topografi skala 1:25.000 yang diterbitkan oleh P3G Bandung, merupakan lembar bernomor 82p, bagian dari peta RBI lembar 1408-312 Karangmojo yang dipublikasi oleh Bakosurtanal (Anonim, 1999). Daerah ini pada koordinat 1100

38’ 30 – 1100 43 30 Garis Bujur Timur, dan 70

55’ 00 – 80 00 00 Garis Lintang Selatan.

(2)

Aksesibilitas dari Wonosari ke daerah ini mudah, dikarenakan jalan kecamatan Wonosari – Karangmoj – Ponjong, Semanu – Karangmojo, dan Wonosari - Semanu - Ponjong melintas di daerah penelitian (Gambar 1).

Secara geomorfologi regional, + 65 % wilayah ini termasuk dalam Cekungan Wonosari, elevasi 125–205 m dpal, Cekungan ini tersusun oleh bebatuan sedimen karbonat dari Formasi Oyo, Wonosari, dan Kepek. Ketiga formasi tersebut tergolong Sistem Tersier, berumur Miosen Tengah - Pliosen. Toha, dkk., (1994) menyatakan Formasi Oyo terdiri dari batugamping tufan, tuf, dan batunapal tufan. Formasi Wonosari terdiri dari batugamping berlapis, batugamping terumbu (reefal limestone), kalkarenit, kalkarenit tufan, batugamping napalan, batupasir tufan, dan batulanau (Rahardjo, dkk., 1977). Hasil pelapukan berwarna abu-abu kehitaman. Ketebalan formasi ini diperkirakan 800 m. Formasi Kepek terdiri dari perselingan batugamping dengan batunapal. Tingkat kesuburan relatif kategori agak subur– subur, teramati dengan luasnya pesawahan irigasi, dan tegalan dengan pengairan sederhana. Sedangkan 35 % lainnya adalah Zone Selatan, sebagai perbukitan yang kurang subur–gersang, elevasi 205-426 m. Batuan penyusun didominansi oleh Sistem Tersier, yaitu Formasi Semilir, Oyo dan Wonosari. Formasi Semilir terdiri dari batuan sedimen volkaniklastik, berumur Miosen Bawah. Batuan penyusun yang kurang dominan adalah Endapan Aluvium, berumur Kuarter.

Kegiatan survei tanah terdiri dari pemetaan tanah dan evaluasi lahan. Pemetaan tanah adalah identifikasi tanah, dan kemudian menggambarkannya menjadi peta tanah. Pemahaman bentanglahan sangat penting dalam pemetaan tanah (Foth, 1991; Young, 1976, dalam Sitorus 1998). Peta dasar yang digunakan pada survei tanah adalah peta topografi dan atau foto udara. Peta kerja yang digunakan adalah 1 : 12.500 sehingga akan lebih detail. Peta tanah tinjau mendalam (semi-detail soil map) berskala 1:50.000 sampai 1:10.000. Untuk tujuan tertentu, dapat dibuat peta tanah berskala 1 : 25.000 sehingga dihasilkan peta tanah semi terinci. (Darmawijaya, 1990). Selanjutnya dinyatakan, peta tanah hendaknya mudah dipahami dan spesifik, mengandung unsur sifat tanah sesuai

dengan tujuan pembuatan, serta mampu menjadi sarana bekerja guna tujuan penggunaan tanah. Pada peta tanah semi detil skala 1:50.000 LREP (Anonim, 1994, dalam Muhtadi, 2005), daerah Karangmojo-Ponjong dikelompokkan menjadi 21 satuan, masing-masing adalah satuan peta tanah nomor: 8, 13, 21, 22, 53, 56, 60, 61, 62, 63, 64, 66, 87, 107, 113, 118, 120, 121, 128, 130, dan 131. Dari sejumlah satuan peta tanah tersebut, Margo dan Yunan antara 2004 - 2005 (Muhtadi, 2005) menganalisis 17 contoh, dan diperoleh Sub-grup: Typic Fragiaquept, Typic Hapludert (4 contoh), Typic Haplustalf, Typic Haplustoll,Typic Tropaquept, Typic Ustropept, Typic Tropotent, Typic Eutropept, Lithic Haplustoll (2 contoh), Lithic Ustortent, Lithic Ustropept, Vertic Eutropept, Vertic Tropaquept.

Dengan mempertimbangkan pustaka yang dirujuk, maka penelitian bertajuk perkembangan tanah dengan acuhan bentanglahan di Karangmojo – Ponjong ini mengikuti alur metode:

1. Pemetaan Bentanglahan daerah yang tercakup dalam lembar peta nomor 82-p. Kriteria satuan bentanglahan yang diterapkan adalah morfogenesa.

2. Hasil analisis tanah oleh Margo dan Yunan tahun 2004-2005 ditampalkan dengan peta bentanglahan.

3. Analisis dan evaluasi langkah penampalan akan dihasilkan kontrol bentanglahan terhadap perkembangan tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara genesa, daerah ini terbentuk tiga satuan bentanglahan setingkat morfo genesa, yaitu morfogenesa struktural, kars, dan fluvial (Gambar 2). Morfogenesa struktural dirinci menjadi perbukitan monoklin (Spm), batuan dasar breksi, batupasir volkanik Formasi Semilir. Agihan satuan ini di bagian utara – timur daerah penelitian pada daerah Gunung Baturagung (413 m dpal) wilayah Desa Jatiayu dan sekitar.

Morfogenesa kars tersusun oleh batuan dasar batugamping keras, batugamping lunak Formasi Wonosari, batugamping tufan Formasi Oyo, terinci menjadi perbukitan kerucut kars (Kpk) dan kerucut kars terisoler (Kki). Agihan bentanglahan perbukitan kerucut kars di bagian tenggara

(3)

(Gunung Bendo, 283 m dpal) wilayah Desa Karangasem dan sekitar. Kerucut kars terisoler (Kki) teragih di bagian tenggara Dusun Kuwon wilayah Desa Ponjong, dan di bagian baratlaut (Dusun Gelaran dua, wilayah Desa Ngawis). Serta morfogenesa fluvial terdiri dari satuan dataran - bergelombang tepi kars (Fdt) dengan batuan dasar batugamping tufan Formasi Oyo, batugamping terumbu Formasi Wonosari, batunapal Formasi Kepek, dan ‘tanah’ dari Endapan aluvial. Agihan satuan bentanglahan ini di bagian tengah menerus ke baratdaya daerah penelitian.

Identifikasi bentanglahan daerah penelitian mencakup morfogenesa, morfografi, morfometri, dan penciri yang meliputi batuan, struktur geologi, morfologi, maupun peruntukannya (Tabel 1). Pembentukan tanah bedasarkan hasil analisis terhadap 17 contoh tanah yang dianggap mewakili kondisi daerah penelitian, terdiri dari 5 ordo, dan menjadi 17 sub-grup. Rincian tanah yang dimaksud adalah Ordo Entisol terdiri dari Typic Troportent dan Lithic Ustortent. Ordo Inceptisol terdiri dari Lithic Ustropept, Typic Eutropept, Vertic Eutropept, Typic Ustropept, Typic Fraqiaquept, Vertic Tropaquept dan Typic Tropaquept. Ordo Mollisol terdiri dari Lithic Haplustoll (2 contoh) dan Typic Haplustoll. Ordo Vertisol terdiri dari Typic Hapludert (4 contoh). Ordo Alfisol terdiri dari Typic Haplustalf. Rincian pemerian tanah ersebut di atas, silakan disimak pada Tabel 2.

Tanah Ordo Entisol yang terdiri dari Typic Troportent berbatuan dasar batunapal Formasi Kepek terbentuk pada dataran - bergelombang tepi kars (Fdt), sedangkan sub-grup Lithic Ustortent terbentuk pada Perbukitan monoklin (Spm). Ordo Inceptisol sub-grup Typic Fraqiaquept berbatuan dasar batuan volkaniklastik Formasi Semilir, Vertic Tropaquept dan Typic Tropaquept berbatuan dasar endapan aluvial, Typic Ustropept berbatuan dasar batugamping Formasi Wonosari. Empat sub-grup tersebut berkembang pada bentanglahan Dataran - bergelombang tepi kars (Fdt). Dua sub-grup dari ordo Inceptisol, masing-masing adalah Typic Eutropept dan Lithic Ustropept berbatuan dasar batuan volkaniklastik Formasi Semilir berkembang pada batuan

volkaniklastik Formasi Semilir. Serta sub-grup Vertic Eutropept dari ordo Inceptisol berbatuan dasar batugamping Formasi Wonosari, berkembang pada bentanglahan Perbukitan kerucut kars (Kpk). Ordo Mollisol, sub-grup Lithic Haplustoll berbatuan dasar batugamping Formasi Wonosari berkembang pada bentanglahan kerucut kars terisoler (Kki). Sub-grup Lithic Haplustoll berbatuan dasar batugamping tufan Formasi Oyo berkembang pada bentanglahan kerucut kars terisoler (Kks). Sedangkan sub-grup Typic Haplustoll berbatuan dasar batunapal Formasi Kepek berkembang pada bentanglahan dataran - bergelombang tepi kars (Fdt). Ordo Vertisol berbatuan dasar batugamping tufan Formasi Oyo, batugamping Formasi Wonosari, dan batunapal Formasi Kepek menghasilkan Typic Hapludert (4 contoh), berkembang pada bentanglahan kars terisoler (Kks) dan dataran - bergelombang tepi kars (Fdt). Ordo Alfisol yang terdiri dari satu sub-grup Typic Haplustalf berbatuan dasar batugamping Formasi Wonosari, berkembang pada bentanglahan Perbukitan kerucut kars (Kpk). Ringkasan uraian tersebut di atas silakan disimak pada Tabel 3. Tanah Ordo Entisol, Inceptisol, Mollisol, Vertisol, dan Alfisol terbentuk pada bentanglahan yang sangat bervariasi. Entisol berkembang pada topografi datar, perbukitan, pegunungan, sampai wilayah yang besudut lereng lebih dari 45%. Inceptisol terbentuk pada topografi datar, bergelombang, dan perbukitan. Mollisol, secara topografi dapat terbentuk mulai dari kawasan pasang surut (tidal flat), bekas rawa sungai, dan perbukitan dengan kelerengan 250. Vertisol dapat

terbentuk pada topografi datar sampai curam. Pembentukan Alfisol sangat erat terkait dengan geomorfologi (Munir, 1995). Berdasarkan uraian Munir tersebut, dapat dipahami bahwa pembentukan tanah tertentu tidak secara khas pada topogarfi makro secara tertentu pula. Hal ini dikarenakan masih ada empat faktor lain dalam pembentukan tanah, yaitu bahan induk, iklim, bahan organik yang erkandung, dan rentang waktu pembentukannya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dari penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Daerah Karangmojo-Ponjong dapat dikelompokkan menjadi tiga bentanglahan

(4)

setingkat morfogenesa, yaitu Struktural, Kars, dan Fluvial. Adapun rinciannya menjadi Perbukitan monoklin untuk Morfogenesa Struktural (Spm), Morfogenesa Kars menjadi Perbukitan kerucut kars (Kpk) dan Kerucut kars terisoler (Kki), sedangkan Morfogenasa Fluvial terdiri hanya Dataran – bergelombang tepi kars (Fdt).

2. Pada daerah penelitian berkembang 5 ordo tanah yang terinci menjadi 17 sub-grup. Lima ordo tanah tersebut terbentuk tidak secara khas pada satuan bentanglahan (Tabel 3). 3. Gayut dengan pembentukan tanah, peluang

faktor topografi setempat/skala meso lebih berperan dibandingkan topografi skala makro apalagi bentanglahan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Atas selesai dan tersajinya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Panitia

Penyelenggara The 30th HAGI and The 34th IAGI Annual Convention 28-30 November di Surabaya

yang telah memberi waktu untuk dipresentasikan. Kepada Jurusan Teknik Geologi FT UGM yang telah: 1) mendanai penelitian ini dengan anggaran SP-4 tahun 2004, dan 2) memberi ijin keikut-sertaan penulis -1, dan 2 dalam konvensi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999, Peta Rupabumi Digital Indonesia

Lembar 1408-312 Karangmojo, Skala 1:25.000,

Bakosurtanal, Bogor.

Darmawijaya, M.I., 1990, Klasifikasi Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Foth, H.D, 1991, Dasar-dasar Ilmu Tanah

(Fundamnetals of Soil Science), Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta

Muhtadi, Y.F., 2005, Kesesuaian Lahan untuk

Tanaman Padi Gogo dan Nenas di Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Skripsi,

Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tidak diterbitkan

Munir, M., 1995, Tanah-tanah Utama Indonesia:

Karakteristik, Klasifikasi, dan Pemanfaatannya,

Pustaka Jaya, Malang

Rahardjo, W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H.M.D., 1977, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, skala 1:100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), Bandung

Sitorus, S.R.P., 1998, Evaluasi Sumberdaya

Lahan, Tarsito, Bandung

Surono, Toha, B., Sudarno, I., dan Wiryosujono,S., 1992, Peta Geologi Lembar

Surakarta-Giritontro, Jawa, P3G-Ditjen GSM

Dep Pertamben, Bandung.

Toha, B, Purtyasti, R.D, Srijono, Soetoto, Rahardjo, W., dan Subagyo, P., 1994, Geologi Daerah Pegunungan Selatan: suatu Konstribusi,

Proceeding Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa, ISBN: 979-8611-00-4, hal. 19-36, Jurusan Teknik

Geologi FT UGM, Yogyakarta

Van Bemmelen, R.W., 1970, The Geology of

Indonesia, Vol. IA: General Geology, Chapter V:

Geological Evolution of the Physiographic Units, The Martinus Hague Netherlands, 2nd edt., pp 554

(5)

BENTANGLAHAN PEMERIAN No. Morfoge nesa Morfo grafi Morfo metri Satuan Kode peta Penciri 1 Struktural Kuesta-hogback 200-700 Perbukitan

monoklin Spm Agihan: utara – timur Batuan: breksi, batupasir volkanik (Formasi Semilir)

Struktur geologi: monoklin, kekar, sesar

Morfologi: lembah sungai dalam & terjal

Peruntukan: dominan tegalan, lahan kritis

2 Kars Deretan

kerucut-kerucut

150-600 Perbukitan

kerucut kars Kpk Agihan: timur Batuan: batugamping keras, batugamping lunak Formasi Wonosari, batugamping tufan Formasi Oyo.

Struktur geologi: perlapisan horisontal – agak miring, kekar terbuka, sesar

Morfologi: dominan karstifikasi mayor, lembah-lembah dalam, jembatan alam

Peruntukan: dominan tegalan, lahan kritis

3 Kars Kerucut

soliter 15

0-300 Kerucut kars

terisoler Kki Agihan: utara agak ke tengah, dan timur agak ke tengah Batuan: batugamping keras, batugamping lunak, batugamping tufan (Formasi Oyo dan Wonosari) Struktur geologi: perlapisan horisontal – agak miring, kekar terbuka, sesar

Morfologi: bukit menyendiri, karstifikasi minor

Peruntukan: permukiman, tegalan, Situs: Gondang, Gunungbang, Watuliman

4 Fluvial Dataran 20-40 Dataran - bergelomba ng tepi kars

Fdt Agihan: tengah

Batuan: ‘tanah’ penutup, batugamping napalan, batu napal batugamping tufan (Formasi: Oyo, Wonosari dan Kepek); endapan aluvial

Struktur geologi: perlapisan horisontal, kekar, sesar

Morfologi: dataran, secara lokal agak bergelombang, lembah sungai lebar & dangkal, dataran luapan banjir Peruntukan: dominan sawah irigasi, pemukiman, tegalan

Sumber: Hasil analisis

(6)

TANAH POSISI PENCIRI BATUAN DASAR *)

UTM (49)

No. Con

toh Ordo Sub-grup

E S Dusun Bentuk lahan Lereng (%) F S F O F W F K E a

08 Troportent Typic 9124532.1 468268.7 Kalangbangi Lor A Dataran 1-3 √ √

13

Entisol

Lithic

Ustortent 9124206.1 467310.5 Ringinsari Perbukitan 15-25 √ 14 Ustropept Lithic 9123904.2 466220.8 Wonotoro Perbukitan 8-15 √

11 Eutropept Typic 9122734.2 466218.6 Karangwetan I Dataran - √

12 Eutropept Vertic 9120923.3 467496.5 Pragak Perbukitan 15-25 √

07 Ustropept Typic 9116057.7 461738.9 Kalangbangi Lor B Dataran 3-5 √

01 Fraqiaquept Typic 9117210.6 467444.1 Genjahan Gumuk 8-15 √

05 Tropaquept Vertic 9116302.8 461126.5 Kerjo I Dataran 3-8 √

04

Inceptisol

Typic

Tropaquept 9121515.1 466078.6 Sambirejo Cekungan 1-3 √

15 Haplustoll Lithic 9116579.4 469406.7 Pengkol Dataran karst 3 - 8 √ √

16 Haplustoll Lithic 9120957.2 463507.3 Ngawis Dataran - √ √

02

Mollisol

Typic

Haplustoll 9117729.3 467030.5 Sudimoro Dataran 3-8 √ √

03 Hapludert Typic 9116683 464251.7 Munggi Dataran 1-3 √

06 Hapludert Typic 9117035.2 463415.7 Sumberwojo Sungai 1-3 √

09 Hapludert Typic 9124142 467968.8 Nitikan Timur Dataran 3-8 √

10

Vertisol

Typic

Hapludert 9118408.7 468046.3 Tlogowareng Dataran 3-8 √ 17 Alfisol Haplustalf Typic 9124532.1 468268.7 Kuwon Dataran 3-8 √

Sumber: Margo dan Yunan (2004-2005, dalam Muhtadi, 2005), dengan penyederhanaan *) Acuan: Van Bemmelen (1970), Rahardjo, dkk. (1977), Surono, dkk. (1992), Datun (1994)

TABEL 2: Pemerian Tanah dan Batuan Dasar Daerah Karangmojo-Ponjong

` Keterangan:

Ordo tanah: E = entisol, I = inceptisol, M =mollisol V = vertisol, A = alfisol

√ = ordo tanah pada satuan bentanglahan

TABEL 3: Perkembangan Ordo Tanah pada

Benglahan di karangmojo-Ponjong

BENTANGLAHAN ORDO TANAH

Satuan Kode E I M V A

Perbukitan monoklin Spm √ √ Perbukitan kerucut

kars

Kpk √ √

Kerucut kars soliter Kks √ √ Dataran tepi kars Fdt √ √ √ √

(7)

Kki Spm Kki Kki Kpk Fdt Fdt Fdt Fdt Fdt 01 05 09 08 07 03 06 04 16 02 10 14 12 13 15 11 17 Kpk Da era h Penelitia n

GAMBAR 1: Daerah Penelitian

Sumber: Peta Geomorfologi hasil analisis, contoh tanah (Margo dan Yunan, 2004-2005, dalam Muhtadi 2005) Keterangan:

Spm = bentanglahan perbukitan monoklin Kpk = bentanglahan perbukitan kerucut kars Kki = bentanglahan kerucut kars terisoler

Fdt = bentanglahan dataran-bergelombang tepi kars 01-17 = lokasi contoh tanah

Gambar

TABEL 1: Pemerian Bentanglahan Daerah Karangmojo-Ponjong
TABEL 3: Perkembangan Ordo Tanah pada  Benglahan di karangmojo-Ponjong            BENTANGLAHAN  ORDO TANAH
GAMBAR 2: Peta Geomorfologi Daerah Karangmojo-Ponjong dan Lokasi Contoh Tanah

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan sistem informasi dapat melengkapi pelayanan akademik bagi mahasiswa, khususnya yang berhubungan dengan pelayanan skripsi dan tugas akhir, yang belum

HUBUNGAN ANTARA KEKUATAN OTOT LENGAN, KEKUATAN OTOT PUNGGUNG DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN TOLAK PELURU GAYA O’BRIEN PADA SISWA PUTRA.. SMK MUHAMMADIYAH 1,

Berdasarkan pernyataan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa metode eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian suatu treatment

Persentase kejadian gelombang yang paling sedikit terjadi pada arah selatan dengan persentase 1,04% (Tabel 5). Hasil pengolahan data berupa peta Indeks

34 Suyud Margo, Op.cit, Hlm.. oleh pengenalan masyarakat kepada merek tersebut, yang menunjukan bahwa pemilik merek itu adalah produsen dari barang yang bersangkutan. Kepentingan

Sumber lain unsur nitrogen tanah akibat loncatan suatu listrik di udara, nitrogen dapat masuk tanah melalui air hujan dalam bentuk nitrat (Hakim, dkk., 1986). Kandungan Bahan

Dari 22 perusahaan yang konsisten terdaftar di indeks LQ 45 pada tahun 2010-2014, berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan, terdapat 86% dari 22 perusahaan tersebut pada

Meminimalisasi terjadinya politisasi terhadap rekruitmen hakim, karena lembaga yang mengusulkan adalah lembaga hukum yang bersifat mandiri dan bebas