• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Pedagang Bensin Eceran Pertamini Dalam Transaksi Penjualan Bensin Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Pedagang Bensin Eceran Pertamini Dalam Transaksi Penjualan Bensin Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang dikuasai oleh

negara dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional, sehingga

pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin.1 Selain itu, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa: “Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat.”2

Bensin adalah salah satu jenis bahan bakar yang paling banyak digunakan

oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pertumbuhan kendaraan bermotor dan mobil Bagi kehidupan manusia, minyak dan gas bumi memiliki peranan yang

cukup penting. Hal itu dikarenakan minyak dan gas bumi memilki banyak

manfaat yang dapat digunakan manusia dalam menjalani aktifitas sehari-hari.

Minyak dan gas bumi yang masih mentah atua belum diolah dapat digunakan

langsung oleh masyarakat. . Minyak dan gas bumi yang dapat digunakan untuk

kehidupan sehari-hari adalah yang telah diolah menjadi beberapa produk siap

pakai, seperti: bahan bakar, minyak tanah, pelumas, dan gas cair. Bahan bakar

juga terdiri dari beberapa jenis, antara lain: solar, bensin, dll.

1

Hal ini diatur secara eksplisit pada Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.

2

(2)

setiap tahunnya semakin meningkat. Kebutuhan masyarakat terhadap bensin

semakin jelas terlihat apabila harga dari bensin tersebut naik. Hal tersebut dapat

mempengaruhi beberapa kebutuhan pokok ikut naik.

Begitupun pentingnya bensin terhadap kehidupan masyarakat, Pertamina

sebagai perusahaan milik negara yang sudah lama beroperasi dalam

mendistribusikan bensin kepada masyarakat di Indonesia belum mampu

menjangkau seluruh masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di perdesaan

ataupun di pelosok-pelosok daerah.

Kebanyakan SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) hanya

didirikan di daerah perkotaan saja. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat yang

tinggal di perdesaan harus menempuh jarak yang sangat jauh hanya untuk

mendapatkan bensin. Berangkat dari hal inilah, maka timbul pedagang-pedagang

bensin eceran, yang membuka usaha penjualan bensin eceran di desa mereka

dengan maksud agar mudah mendapatkan bensin sekaligus mencari keuntungan.

Sebagai upaya menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi guna

untuk mewujudkan peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, telah

dikeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas

Bumi (selanjutnya disebut “UU MGB”). UU MGB tersebut memberikan landasan

(3)

Dalam Pasal 1 ayat (1) UU MGB dinyatakan bahwa:

“minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.”3

Sebagaimana diketahui bahwa banyak badan usaha yang telah besar dan

tersebar di Indonesia dalam melakukan kegiatan usaha niaga seperti: PT.

Pertamina (Persero), PT. Elnusa Petrofin, PT. Shell Indonesia, PT. Petronas Niaga

Indonesia, dan PT. AKR Corporindo Tbk.

Pengaturan lebih lanjut terkait kegiatan usaha hilir diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas

Bumi (selanjutnya disebut “PP KUHMGB”). PP KUHMGB memberikan

pengaturan-pengaturan secara jelas mengenai kegiatan usaha hilir tentang hal-hal

yang dapat dilakukan dan batasan-batasan bagi pelaku usaha.

4

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa daerah-daerah pelosok

tidak mudah dalam mendapatkan bensin sehingga melakukan penjualan bensin Diperbolehkannya masyarakat untuk

berpartisipasi dalam kegiatan usaha niaga minyak dan gas bumi ini yang mana

dipandang dapat menghasilkan banyak keuntungan bagi si pelaku usaha

dikarenakan banyaknya permintaan di masyarakat yang senantiasa membutuhkan

bensin setiap harinya, menimbulkan minat yang tinggi pula bagi masyarakat untuk

melakukan kegiatan usaha niaga minyak dan gas bumi.

3

Indonesia (MGB), Undang-Undang tentang Minyak Dan Gas Bumi, UU No. 22 Tahun 2001, LN Tahun 2001 Nomor 136, TLN Nomor 4150.

4

“Daftar Perusahaan yang Telah Mendapat Izin”, dalam

(4)

eceran. Namun, ternyata hal tersebut diikuti pula oleh masyarakat perkotaan guna

meraup keuntungan. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya permintaan di

masyarakat terhadap minyak dan gas bumi. Pedagang bensin eceran ini banyak

ditemukan di masyarakat dan kegiatan perdagangan ini dilakukan dalam berbagai

bentuk, seperti secara botolan di pinggir jalan, di kios-kios, bahkan ada pula yang

melakukan penjualan dengan teknologi mesin pengisian bensin yang hampir

menyerupai mesin pengisian yang terdapat pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar

Umum (SPBU).

Selain itu ada pula masyarakat yang melakukan perdagangan bensin

eceran dengan menggunakan lambang yang hampir menyerupai lambang suatu

badan usaha yang bergerak dalam kegiatan usaha niaga minyak dan gas bumi

yang sudah terkenal di Indonesia seperti Pertamina, bahkan tidak jarang pula di

temukan pedagang bensin eceran yang menamakan kegiatan usahanya sebagai

Pertamini.

Berkaitan dengan hal-hal yang telah dipaparkan diatas, secara yuridis,

kegiatan transaksi penjualan yang dilakukan oleh pedagang bensin eceran telah

terindikasi tindak pelanggaran yang melanggar peraturan perundang-undangan

tentang minyak dan gas bumi.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penulisan penulisan skripsi dengan judul “Kedudukan Pedagang Bensin Eceran

Pertamini Dalam Transaksi Penjualan Bensin Ditinjau Dari Undang-Undang

(5)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya maka

penulis merumuskan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah legalitas kegiatan usaha bensin eceran Pertamini dalam

perspektif hukum bisnis?

2. Bagaimanakah kedudukan pedagang bensin eceran Pertamini dalam

transaksi penjualan bensin ditinjau dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi?

3. Bagaimanakah praktik penjualan bensin eceran Pertamini?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penyusunan skripsi ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana legalitas kegiatan usaha bensin eceran

Pertamini dalam perspektif hukum bisnis.

2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan pedagang bensin eceran

Pertamini dalam transaksi penjualan bensin ditinjau dari Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi.

3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa konsumen terhadap

kegiatan curang yang dilakukan oleh pedagang bensin eceran Pertamini.

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk

memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan5

5

(6)

penulis mengharapkan agar penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pembaca. Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat bagi

penulis dan pembaca, terkhususnya mengenai legalitas kegiatan usaha

bensin eceran Pertamini dalam perspektif hukum bisnis.

2. Secara Praktis

Skripsi ini dapat memberikan pengetahuan tentang praktik penjualan

bensin eceran Pertamini yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi. Selain itu, hasil penelitian ini

diharapkan dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian

sejenis pada tahap selanjutnya.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang

dilakukan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi

yang berjudul “Kedudukan Pedagang Bensin Eceran Pertamini dalam Transaksi

Penjualan Bensin Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang

Minyak Dan Gas Bumi” belum pernah ditulis sebelumnya.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya

sendiri yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain.

(7)

referensi, buku-buku, makalah-makalah, jurnal, dan media elektronik yang telah

disesuaikan dengan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, objektif, dan terbuka.

Penulisan skripsi ini juga bersumber dari beberapa karya tulis penulis lain

baik yang dipublikasikan maupun tidak, sehingga telah diberikan penghargaan

dengan mengutip nama penulis secara lengkap dan benar baik pada catatan kaki

maupun pada daftar pustaka. Dengan demikian, penulisan skripsi dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh penulis.

E. Tinjauan Kepustakaan

Sebelum skripsi ini diuraikan lebih lanjut, terlebih dahulu penulis akan

memberikan penjelasan atau memberikan batasan-batasan yang akan menjadi

fokus penelitian, yakni sebagai berikut:

1. Pedagang

Pedagang diambil dari kata dasar “dagang”. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), dagang adalah pekerjaan yang berhubungan dengan menjual

dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan, jual-beli, dan niaga.6 Kemudian dalam KBBI juga memberikan definisi bahwa pedagang adalah orang

yang mencari nafkah dengan berdagang.7

Pedagang adalah perantara yang kegiatannya membeli barang dan

menjualnya kembali tanpa merubah bentuk atas inisiatif dan tanggung jawab

sendiri dengan konsumen untuk membeli dan menjualnya dalam partai kecil atau

6

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, “Arti Kata Dagang”, dalam http://kbbi.web.id/dagang, (diakses pada tanggal 18 Maret 2017, pukul 00:53 WIB).

7

(8)

per satuan.8

“setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri, maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Dalam hal ini pedagang dikategorikan oleh penulis sebagai pelaku

usaha.

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut “UU PK”) memberikan pengertian

mengenai pelaku usaha yang menyatakan:

9

2. Bensin Eceran

Pasal 1 ayat (5) UU MGB memberikan pengertian bahwa bahan bakar

minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi.10 Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi energi.

Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan

dimanipulasi.11

Petroleum is a naturally occurring mixture consisting predominantly of hydrocarbons in the gaseous, liquid or solid phase.”

Dalam tulisan yang dipublikasikan oleh Society of Petroleum Engineers,

menyatakan bahwa:

12

8

Ifan Wardani Hasan, “Studi Tentang Penertiban Pedagang Kaki Lima Oleh Dinas Pasar di Pasar Segiri Kota Samarinda”. e-Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol.5 No.1 (2017), hlm.149.

9

Indonesia (Perlindungan Konsumen), Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN Tahun 1999 Nomor 42, TLN Nomor 3821.

10

Indonesia (MGB), op.cit., Pasal 1 ayat (5).

11

“Pengertian Bahan Bakar”, dalam http://www.wikiwand.com/id/Bahan_bakar, (diakses pada tanggal 20 Maret 2017, pukul 23:49 WIB).

12

(9)

(Minyak bumi adalah campuran alami yang sebagian besar terdiri dari hidrokarbon dalam fase gas, cair atau padat).

Selain itu, American Association of Petroleum Geologists menyebutkan:

“Petroleum is a thick, flammable, yellow-to-black mixture of gaseous,

liquid, and solid hydrocarbons that occurs naturally beneath the earth's surface, can be separated into fractions including natural gas, gasoline, naphtha, kerosene, fuel and lubricating oils, paraffin wax, and asphalt and is used as raw material for a wide variety of derivative products.”13

Jenis-jenis bahan bakar berdasarkan bentuk dan wujudnya, yaitu:

(Petroleum adalah campuran hidrokarbon gas, cair, dan padat yang tebal, mudah terbakar, kuning ke hitaman yang terjadi secara alami di bawah permukaan bumi, dapat dipisahkan menjadi pecahan termasuk gas alam, bensin, nafta, minyak tanah, bahan bakar dan minyak pelumas, lilin parafin, aspal dan digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produk turunan senyawa).

14

a. Bahan Bakar Padat

Bahan bakar padat merupakan bahan bakar berbentuk padat, dan

kebanyakan menjadi sumber energi panas. Misalnya kayu dan batu

bara.

b. Bahan Bakar Cair

Bahan bakar cair adalah bahan bakar yang strukturnya tidak rapat,

jika dibandingkan dengan bahan bakar padat molekulnya dapat

bergerak bebas. Bensin/gasoline/premium, minyak solar, minyak

tanah adalah contoh bahan bakar cair.

13

American Association of Petroleum Geologists, “Definition of Petroleum, Petroleum Through Time”, dalam http://www.aapg.org/about/petroleum-geology/petroleum-through-time/what-is-petroleum#3428309-about, (diakses pada tanggal 18 Mei 2017, Pukul 22.32 WIB).

14

(10)

c. Bahan Bakar Gas

Bahan bakar gas ada dua jenis, yakni Compressed Natural Gas

(CNG) dan Liquid Petroleum Gas (LPG). CNG pada dasarnya terdiri

dari metana sedangkan LPG adalah campuran dari propana, butana

dan bahan kimia lainnya.

Melalui penjelasan diatas, bensin termasuk dalam jenis bahan bakar cair.15 Dalam hal ini penulis mengkategorikan bahan bakar cair sebagai bensin. Bensin

atau gasoline atau petrol adalah salah satu jenis bahan bakar minyak yang

dimaksudkan untuk kendaraan bermotor roda dua, tiga dan empat. Secara

sederhana, bensin tersusun dari hidrokarbon rantai lurus, mulai dari C7 (heptana)

sampai dengan C11 (undekana). Dengan kata lain, bensin terbuat dari molekul

yang hanya terdiri dari hidrogen dan karbon yang terikat antara satu dengan yang

lainnya sehingga membentuk rantai.16

Eceran atau disebut pula ritel (bahasa Inggris: retail) adalah salah satu cara

pemasaran produk meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang

secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan

bisnis.17

Menurut Berman dan Evans, eceran atau disebut juga sebagai retailing

merupakan suatu usaha bisnis yang berusaha memasarkan barang dan jasa kepada

15

Ibid.

16

I Wayan Budi Aryawan, “Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Pertalite Terhadap Unjuk Kerja Daya, Torsi, dan Konsumsi Bahan Bakar Pada Sepeda Motor Bertransmisi Otomatis”. (Skripsi Program Sarjana Ilmu Hukum Universitas Udayana, Bali, 2016), hlm.5.

17

“Perbedaan Grosir dan Eceran”, dalam https://jayatoserba.wordpress.com/2011/07/25/perbedaan-grosir-dan-eceran/, (diakses pada tanggal

(11)

konsumen akhir yang menggunakannnya untuk keperluan pribadi dan rumah

tangga.18

3. Transaksi Penjualan

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa bensin eceran

merupakan bensin yang dijual oleh pedagang (retailer) secara langsung kepada

konsumen akhir untuk digunakan secara pribadi.

Menurut KBBI, transaksi adalah persetujuan jual beli (dalam perdagangan)

antara dua pihak.19

“Jual beli adalah suatu perjanjian yang mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.”

Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan bahwa:

20

Sedangkan definisi penjualan menurut KBBI adalah proses, cara,

perbuatan menjual.21

a. Philip Kotler

Beberapa pengertian penjualan menurut para ahli:

Penjualan ialah proses sosial manajerial dimana individu dan kelompok

mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan, menciptakan, menawarkan

dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.22

18

Berman dan Evans, Manajemen Ritel, (New Jersey: Prentice Hall, 2001), hlm.3.

19

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, “Arti Kata Transaksi”, http://kbbi.web.id/transaksi, (diakses pada tanggal 21 Maret 2017, pukul 01.35WIB).

20

Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23.

21

(12)

b. Moekijat

Menyatakan bahwa “selling” melakukan penjualan ialah suatu kegiatan

yang ditujukan untuk mencari pembeli, mempengaruhi, dan memberikan petunjuk

agar pembeli dapat menyesuaikan kebutuhannnya dengan produk yang ditawarkan

serta mengadakan perjanjian mengenai harga yang menguntungkan bagi kedua

belah pihak.23

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metodologi adalah ilmu-ilmu atau cara yang digunakan untuk memperoleh

kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan

kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji.24 Metodologi merupakan logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah.25

Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.

Skripsi ini merupakan

penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif.

26

22

Philip Kotler, Ronny A. Rusli dan Hendra, Manajemen Pemasaran Jilid 2 dalam Buku Analisis, Perencanaan, dan Implementasi, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2000), hlm.8.

23

Moekijat, Kamus Istilah Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm.488.

Penelitian hukum normatif

terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum

sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah

24

Zulfikar dan I Nyoman Budiantara, Manajemen Riset dengan Pendekatan Komputasi Statistika, (Jombang: Deepublish STMIK Jombang, 2015), hlm.44.

25

Soerjono Soekanto, op.cit., hlm.6.

26

(13)

yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.27 Pada penelitian tipe hukum normatif, seringnya hukum dikonsepsikan sebagai apa yang

tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai

kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap

pantas.28

Penelitian deskriptif ialah penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk

mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau

daerah tertentu.29

2. Data Penelitian

Penelitian ini disebut penelitian bersifat deskriptif. Maksud dari

penelitian bersifat deskriptif adalah untuk memperoleh gambaran secara lengkap

dan jelas tentang permasalahan yang ada di masyarakat, dan dikaitkan dengan

kaidah-kaidah atau pertaturan-peraturan hukum yang berlaku.

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini,

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi

dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap

data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Menurut Soerjono

Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga bahan hukum,

yaitu:30

a. Bahan Hukum Primer

27

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm.54.

28

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.118.

29

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Cet. Kedua, Edisi Pertama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.36.

30

(14)

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat,

seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai peraturan

hukum nasional yang mengikat, antara lain:

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi (“UU MGB”).

3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (“UU PK”).

5) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan

Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (“PP KUHMGB”).

6) Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Nomor 6

Tahun 2015 tentang Penyalur Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu

dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan Pada Daerah Yang

Belum Terdapat Penyalur.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: literatur hukum,

rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, karya-karya tulis

ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan ini, dan juga

wawancara.

(15)

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, majalah, dan

sebagainya. Selain itu, bahan tersier ini juga meliputi berbagai bahan

primer, sekunder, dan tersier di luar bidang hukum yang berhubungan

dengan penelitian yang dilakukan, terutama dari bidang ekonomi.

Adapun penelitian ini juga akan didukung dengan wawancara terhadap

pihak terkait dalam hal ini pelaku pedagang bensin eceran Pertamini. Wawancara

bertujuan untuk mengkonfirmasi data-data sekunder yang diperoleh oleh peneliti

dari berbagai sumber.

3. Teknik Pengumpulan Data

Di dalam suatu penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor

penting dalam keberhasilan suatu penelitian. Teknik pengumpulan data diperlukan

untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini

digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library

research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui

buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan,

dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam

skripsi ini dan juga mengumpulkan data dengan cara wawancara terhadap

pedagang bensin eceran Pertamini.

(16)

Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif,

yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya

dianalisis secara kualitatif.

Data yang dapat dilakukan dengan menggunakan analisis normatif

kualitatif apabila:31

a. Data yang terkumpul tidak berupa angka-angka yang dapat dilakukan pengukuran.

b. Data tersebut sukar diukur dengan angka. c. Hubungan antar variable tidak jelas. d. Sampel lebih bersifat non probabilitas.

e. Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan

pengamatan.

f. Penggunaan-penggunaan teori kurang diperlukan.

Kemudian penulis menghubungkan dengan pendapat-pendapat ahli,

asas-asas hukum, perbandingan hukum, dan sinkronisasi aturan hukum. Lalu penulis

mencoba merumuskan dalam bentuk uraian dan akhirnya ditarik suatu kesimpulan

sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi, diperlukan adanya sistematika penulisan yang

teratur dan terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu dengan lain.

Penulis dalam menulis skripsi ini membagi kedalam suatu susunan yang terdiri

atas 5 (lima) bab, selanjutnya tiap-tiap bab terbagi atas beberapa sub bab tersendiri

yang maksudnya adalah untuk mempermudah dalam menguraikan dan

mendeskripsikan setiap permasalahan yang dikaji yang saling berkaitan satu

31

(17)

dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini

adalah sebagai berikut:

Bab I merupakan bab pendahuluan, yang dimana menjelaskan secara garis

besar dan disusun secara sistematis berkaitan dengan judul skripsi ini yang

meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,

keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika

penulisan.

Bab II ini mengenai aspek hukum transaksi penjualan bensin di Indonesia,

yang membahas mengenai sejarah singkat perdagangan bensin, jual beli

berdasarkan hukum perdata, dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang

transaksi penjualan bensin di Indonesia.

Bab III mengenai kedudukan pedagang bensin eceran pertamini dalam

transaksi penjualan bensin ditinjau dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak Dan Gas Bumi, bab ini menguraikan tentang tinjauan umum

kegiatan usaha, tinjauan umum pelaku usaha, tinjauan umum konsumen, dan juga

akan membahas tentang kedudukan pedagang bensin eceran Pertamini dalam

transaksi penjualan bensin.

Bab IV mengenai praktik penjualan bensin eceran Pertamini, dan pada bab

ini juga akan membahas mengenai penyelesaian sengketa konsumen terhadap

kegiatan curang yang dilakukan oleh pedagang bensin eceran Pertamini baik

melalui proses non litigasi maupun melalui proses litigasi.

Bab V memuat intisari dari bab-bab sebelumnya dan jawaban atas

(18)

saran-saran mengenai permasalahan-permasalahan yang telah dibahas dan

dipaparkan diatas agar dapat digunakan dan menjadi bahan pertimbangan bagi

orang-orang yang membahas tentang kedudukan pedagang bensin eceran

Referensi

Dokumen terkait

Tempat : Di Kantor Layanan Pengadaan Barang dan Jasa, Lantai 3 Kantor Bupati Kutai Timur Kawasan Pusat Pemerintahan

Press Enter/Return to run that command. A few moments later, a brand new React project will be created. You want to start from a blank slate, so you’re going to delete a lot of

Schiffman & Kanuk (2007 : 240) berpendapat bahwa komponen afektif dari suatu sikap konsumen adalah emosi atau perasaan konsumen terhadap produk atau merk

PROYEKSI JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR MENURUT JENISNYA DI DELI SERDANG TAHUN 2018.. DEDENIUS WILLIAM G

Seperti telah disinggung dalam uraian di atas bahwa pemimpin ( leader ) adalah orang (subjek) yang memimpin sebagai bentuk manifestasi kepemimpinan seperti kekuasaan,

Pengecualian dari instrumen ekuitas tersedia untuk dijual, jika, pada periode berikutnya, jumlah penurunan nilai berkurang dan penurunan dapat dikaitkan secara obyektif

28 Di Negara Amerika Serikat (AS), apabila suatu Perjanjian Internasional tidak bertentangan dengan Konstitusi maka isi Perjanjian dianggap menjadi bagian Hukum yang

Berdasarkan dari studi kasus dalam penelitian yang telah dilakukan oleh yang bersangkutan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa penerapan MBS atau pengimplementasiannya pada