• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab tinjauan pustaka akan dijelaskan kajian teori yang digunakan dalam penelitian yaitu tinjauan umum pariwisata, tinjauan umum pariwisata berkelanjutan, tinjauan umum persepsi masyarakat dan sintesa penentuan variabel. 1.1 Tinjauan Umum Pariwisata

Pada tinjauan umum pariwisata akan dijelaskan mengenai pengertian pariwisata, manfaat pariwisata, komponen pariwisata, potensi pariwisata, unsur – unsur pariwisata. Adapun penjelasannya sebagai berikut :

2.1.1 Pengertian Pariwisata

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta pelayanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Menurut Charles R. Goeldner dan J.R Brent Ritchie (2009) Pariwisata adalah sebagai proses, kegiatan, dan hasil yang timbul dari hubungan dan interaksi antara wisatawan, pemasok pariwisata, pemerintah tuan rumah, masyarakat tuan rumah, dan lingkungan sekitarnya yang terlibat dalam menarik dan melayani pengunjung. Menurut Yoeti (1991) Pariwisata berasal dari dua kata yakni Pari dan Wisata, Pari dapat diartikan sebagai banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap Sedangkan wisata dapat diartikan sebagai perjalanan atau bepergian yang dalam hal ini sinonim dengan kata ”Travel” dalam bahasa Inggris, atas dasar itu, maka kata ”Pariwisata” dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan ”Tour”. Menurut Kodhyat (1998) Pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Menurut WTO (1990) Pariwisata adalah kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya.

(2)

Menurut Munasef (1995) Kegiatan pariwisata terdiri dari tiga unsur, diantaranya:

1. Manusia (man) yang merupakan orang yang melakukan perjalanan dengan maksud menikmati keindahan dari suatu tempat (alam).

2. Ruang (space) yang merupakan daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan.

3. Waktu (time) yang merupakan waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata.

Menurut Kelly (1996) klasifikasi bentuk wisata yang dikembangkan berdasarkan pada bentuk utama atraksi atau daya tariknya yang kemudian ditekankan pada pemasarannya. Bentuk wisata tersebut antara lain:

Ekowisata (ecotourism), Wisata alam (nature tourism),

Wisata petualangan (adventure tourism),

Wisata berdasarkan waktu (gateway and stay) dan Wisata budaya (cultural tourism).

Menurut Gunn (1994), bentuk – bentuk wisata dikembangkan dan direncanakan berdasarkan hal –hal berikut:

1. Kepemilikan (ownship) atau pengelolaan areal wisata tersebut yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga sektor yaitu sektor pemerintahan, sektor organisasi nirlaba, dan perusahaan konvensional.

2. Sumberdaya (resource), yaitu alam (natural) atau budaya (cultural). 3. Perjalanan wisata/lama tinggal (touring/length of stay).

4. Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan (indoor) atau di luar ruangan (outdoor).

5. Wisatawan utama atau wisatawan penunjang (primary/secondary).

6. Daya dukung (carrying capacity) tampak dengan tingkat penggunaan pengunjung yaitu intensif, semi intensif dan ekstensif.

Menurut Dahuri (2003) dalam kegiatan pariwisata aspek lingkungan merupakan bagian yang harus diperhatikan Strategi pariwisata yang berhasil adalah terpenuhinya manfaat maksimal ketika preservasi lingkungan terlaksana dengan dengan baik. Manfaat maksimal dari kegiatan pariwisata tersebut diindikasi oleh

(3)

adanya sejumlah kunjungan turis atau wisatawan baik dari luar maupun dalam negeri dari objek wisata yang dimaksud.

2.1.2 Manfaat Pariwisata

Manfaat dari pariwisata terbagi menjadi 6 manfaat yaitu dari segi Ekonomi, Sosial, Budaya, Lingkungan Hidup, Ilmu Pengetahuan dan Peluang (Kesempatan kerja). Adapun penjelasannya sebagai berikut:

A. Dari Segi Ekonomi

Manfaat pariwisata bagi perekonomian menurut Pitana dan Diarta (2009) adalah: a. Pendapatan dari penukaran valuta asing.

b. Menyehatkan neraca perdagangan luar negeri.

c. Surplus dari pendapatan penukaran valuta asing akan menyebabkan neraca perdagangan menjadi semakin sehat.

d. Pendapatan dari usaha atau bisnis pariwisata.

e. Pengeluaran dari wisatawan secara langsung maupun tidak langsung merupakan sumber pendapatan dari beberapa perusahaan, organisasi, atau masyarakat perorangan yang melakukan usaha di sektor pariwisata.

f. Pendapatan pemerintah

Pemerintah memperoleh pendapatan dari sektor pariwisata dari beberapa cara, Sumbangan pendapatan terbesar dari pariwisata bersumber dari pengenaan pajak

g. Penyerapan tenaga kerja

Banyak individu menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata. Pariwisata merupakan sektor yang tidak bisa berdiri sendiri tetapi memerlukan dukungan dari sektor lain.

h. Multiple effects

Multiple effects merupakan efek ekonomi yang ditimbulkan kegiatan ekonomi pariwisata terhadap kegiatan ekonomi secara keseluruhan suatu wilayah (daerah, negara) tertentu.

i. Pemanfaatan fasilitas pariwisata oleh masyarakat lokal.

Wisatawan dan masyarakat lokal sering berbagi fasilitas untuk berbagai kepentingan. Banyaknya wisatawan mendatangkan keuntungan yang cukup

(4)

besar sehingga suatu fasilitas dapat digratiskan pemanfaatannya untuk masyarakat lokal.

Disamping manfaat pariwisata di atas, masih ada pendapat Pitana dan Diarta (2009), yaitu:

 Meningkatnya permintaan akan produk pertanian lokal.

Bagi daerah tujuan wisata yang sudah mengintegrasikan pembangunan pariwisata dengan pembangunan pertanian akan membuka peluang emas bagi para petani untuk mempromosikan hasil pertaniannya. Pariwisata mendorong petani untuk mempelajari teknik baru dalam memproduksi bahan pangan dan juga mendorong munculnya usaha pengolahan makanan yang meningkatkan nilai tambah produk pertanian lokal yang akhirnya mendorong petani untuk berswasembada.

 Memacu pengembangan lokasi atau lahan yang kurang produktif.

Pembangunan fasilitas pariwisata menyasar daerah atau lahan yang kurang bernilai ekonomi tinggi, kurang produktif, lahan kering dan sejenisnya. Hal ini akan membantu pengembangan daerah, yang sebelumnya kurang bernilai ekonomi kemudian menjadi lebih bermanfaat.

 Menstimulasi minat dan permintaan akan produk eksotik dan tipikal bagi suatu daerah atau negara.

 Biasanya untuk daerah yang dibuka untuk tujuan wisata, pasti terdapat keunggulan yang dijadikan andalan, seperti kerajinan unik, pemandangan eksotik, kesenian, dll. Jika produk tersebut diminati pasti akan diekspor untuk memenuhi permintaan wisatawan, hal ini membangkitkan perekonomian daerah dan negara tersebut.

 Meningkatkan jumlah dan permintaan akan produk perikanan dan laut, diet para wisatawan sering menggunakan produk perikanan dan bahan makan dari laut, hal ini memicu permintaan bagi nelayan lokal, dan menambah pendapatan mereka.

 Mendorong pengembangan wilayah dan penciptaan kawasan ekonomi baru  Menghindari konsentrasi penduduk dan penyebaran aktivitas ekonomi.  Tidak jarang sebuah objek pariwisata dipilih di daerah pinggiran,

(5)

lainnya. Hal ini membantu penyebaran konsentrasi penduduk dan aktivitas ekonomi ke wilayah lain.

 Penyebaran infrastruktur ke pelosok wilayah.

 Lokasi objek wisata yang menyebar ke daerah pinggiran memerlukan infrastruktur untuk mendukungnya dengan pendapatan dari pariwisata. Hal ini menguntungkan masyarakat lokal yang dapat menikmati infrastruktur.  Manajemen pengelolaan sumber daya sebagai sumber revenue bagi otoritas

lokal.

B. Dari Segi Sosial

Menurut Pitana dan Diarta (2009), manfaat pariwisata di bidang sosial, yaitu: a. Diferensiasi struktur sosial

Diferensiasi sosial yang bersifat positif adalah (1) transisi dan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa termasuk pariwisata, (2) modernisasi sektor pertanian, (3) berkembangnya industri kerajinan, (4) penurunan jurang pemisah antara tingkat pendapatan, (5) persamaan kesempatan memperoleh pendidikan antar strata sosial.

b. Modernisasi keluarga

Didapatnya status baru perempuan dalam keluarga petani tradisional. Jika perempuan mempunyai kesempatan sama untuk memperoleh pekerjaan di pariwisata, hal itu akan mendorong cara pandang anggota keluarga lain berubah. Mereka akan lebih menghargai perempuan. Akibat selanjutnya adalah standar yang lebih liberal diterapkan orang tua pada anak-anaknya, terutama anak perempuan

c. Memperluas wawasan dan cara pandang masyarakat terhadap dunia luar. Keberadaan wisatawan di suatu tempat wisata akan mengubah attitude masyarakat setempat, karena perubahan cara pandang terhadap wisatawan. Masyarakat tidak lagi berprasangka negatif terhadap wisatawan yang datang sebelum mengenal dengan baik.

C. Dari Segi Budaya

Menurut Pitana dan Diarta (2009) manfaat Pariwisata dapat pula terlihat dari segi seni Budaya. Dengan berkembangnya suatu objek pariwisata, maka akan membawa pemahaman dan keterkaitan antar budaya melalui interaksi pengunjung

(6)

wisata (touris) dengan masyarakat lokal tempat daerah wisata tersebut berada. Dari interaksi inilah para wisatawan dapat mengenal dan menghargai budaya masyarakat setempat dan juga memahami latar belakang kebudayaan lokal yang dianut oleh masyarakat tersebut.

a. Berkembangnya kebudayaan lokal.

Beberapa daerah dapat mengembangkan budaya lokalnya karena keberadaan dan interaksi dengan pariwisata. Tidak hanya kesenian yang berkembang tetapi juga grup atau kelompok masyarakat yang berkonsentrasi mengembangkan kebudayaan tradisionalnya.

b. Perlindungan terhadap cagar budaya.

Dengan adanya pariwisata, muncul kesadaran akan perlindungan terhadap lingkungan alam dan budaya yang terletak di kawasan tersebut.

c. Perlindungan monumen bernilai sejarah.

d. Monumen sejarah menjadi atraksi berkelas dunia yang mengundang banyak wisatawan monumen sejarah tersebut pastinya mendapatkan perlakuan berbeda. Pemerintah memberikan perlindungan dan pemeliharaan terhadap monumen, yang seharusnya juga diikuti kesadaran masyarakat dan wisatawan untuk menjaganya.

D. Dari segi Lingkungan Hidup

Menurut Pitana dan Diarta (2009), industri pariwisata memiliki hubungan erat dan kuat dengan lingkungan fisik. Lingkungan alam merupakan aset pariwisata dan mendapatkan dampak karena sifat lingkungan fisik tersebut yang rapuh (fragile), dan tak terpisahkan (Inseparability). Bersifat rapuh karena lingkungan alam merupakan ciptaan Tuhan yang jika dirusak belum tentu akan tumbuh atau kembali seperti sediakala. Bersifat tidak terpisahkan karena manusia harus mendatangi lingkungan alam untuk dapat menikmatinya. Lingkungan fisik adalah daya tarik utama kegiatan wisata. Lingkungan fisik meliputi lingkungan alam (flora dan fauna, bentangan alam, dan gejala alam) dan lingkungan buatan (situs kebudayaan, wilayah perkotaan, wilayah pedesaan, dan peninggalan sejarah).

Secara teori, hubungan lingkungan alam dengan pariwisata harus mutual dan bermanfaat. Wisatawan menikmati keindahan alam dan pendapatan yang dibayarkan wisatawan digunakan untuk melindungi dan memelihara alam guna

(7)

keberlangsungan pariwisata. Hubungan lingkungan dan pariwisata tidak selamanya simbiosa yang mendukung dan menguntungkan sehingga upaya konservasi, apresiasi, dan pendidikan dilakukan agar hubungan keduanya berkelanjutan, tetapi kenyataan yang ada hubungan keduanya justru memunculkan konflik. Pariwisata lebih sering mengeksploitasi lingkungan alam.

E. Dari Segi Ilmu Pengetahuan

Menurut Pitana dan Diarta (2009), Memiliki teman dari berbagai macam Negara sehingga dapat mengetahui kebiasaan mereka serta mempelajari kebiasaan baik dari Negara mereka tersebut. Sedangkan dari segi ilmu pengetahuan kita dapat mempelajari pariwisata serta dapat mengetahui dimana letak dan keunggulan sebuah objek wisata sehingga dapat menerapkan di daerah objek wisata daerah kita yang belum berkembang dengan baik.

F. Dari Segi Peluang dan Kesempatan Kerja

Menurut Pitana dan Diarta (2009), manfaat dari segi peluang dan kesempatan kerja dapat dibagi menjadi dua yaitu :

 Menambah kesempatan kerja (industri pariwisata merupakan kegiatan mata rantai yang sangat panjang, sehingga banyak membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat).

 Pariwisata juga menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, sarana-sarana pariwisata dan perjalanan adalah usaha yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Contohnya hotel, restoran dan lain-lain.

2.1.3 Komponen Pariwisata

Hadiwijoyo (2012) menjelaskan objek daya tarik wisata sebagai suatu bentukan dan fasilitas yang saling berhubungan dan menjadi alasan wisatawan mengunjungi suatu daerah atau tempat tertentu. Objek daya tarik wisata dapat dibedakan menjadi tiga yaitu; (1) objek wisata alam atau lingkungan (ekowisata), (2) objek wisata sosial budaya, (3) objek wisata minat khusus (Special Interest). Cooper dan kawan-kawan (1997) mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) komponen yang harus dimiliki oleh sebuah destinasi wisata untuk pengembangan potensi kepariwisataan, yaitu:

(8)

1. Attraction (Atraksi)

Atraksi merupakan produk utama sebuah destinasi. Menurut Karyono (1997) Atraksi atau daya tarik wisata berkaitan dengan apa yang bisa dilihat (what to see) dan dilakukan (what to do) oleh wisatawan di sebuah destinasi wisata. Diperkuat oleh Suwena (2010), atraksi wisata atau sumber kepariwisataan (tourism resources) merupakan komponen yang secara signifikan menarik kedatangan wisatawan dan dapat dikembangkan di tempat atraksi wisata ditemukan (in situ) atau diluar tempatnya yang asli (ex situ). Atraksi wisata terbagi menjadi tiga, yaitu;

 Atraksi wisata alam seperti perbukitan, perkebunan, gunung, danau, sungai dan pantai dan,

 Atraksi wisata budaya seperti kearifan masyarakat, seni dan kerajinan tangan, masakan khas, arsitektur rumah tradisional, dan situs arkeologi,

 Atraksi buatan manusia seperti wisata olahraga, berbelanja, pameran, taman bermain, festival dan konferensi (Suwena, 2010). Keberadaan atraksi menjadi alasan serta motivasi wisatawan untuk berkunjung sehingga pengembangannya harus mempunyai nilai diferensiasi yang tinggi, unik dan berbeda dari daerah atau wilayah lain

2. Accessibility (Aksesibilitas)

Menurut Surnaryo(2013), Aksesibilitas merupakan sarana dan infrastruktur yang memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk bergerak dari satu daerah ke daerah lain. Faktor-faktor yang penting terkait dengan aspek aksesibilitas wisata meliputi petunjuk arah, bandara, terminal, waktu yang dibutuhkan, biaya perjalanan, dan frekuensi transportasi menuju lokasi wisata. Individual tourist mengatur perjalanannya sendiri tanpa bantuan travel agent sehingga sangat bergantung kepada kemudahan akses dan fasilitas publik. Akses jalan yang baik harus diiringi dengan ketersediaan sarana transportasi dan kemudahan sarana informasi. Menurut Cross (2016), menjabarkan transportasi umum sebagai pelayanan angkutan penumpang yang digunakan oleh masyarakat umum seperti bus, kereta api, pesawat terbang, dan kapal laut. Sementara kemudahan komunikasi dikhususkan pada media sosial. Menurut Kaplan dan Haenlein (2010), media sosial merupakan media online berupa aplikasi atau situs dimana

(9)

setiap orang bisa membuat halaman pribadi, serta terhubung dengan individu atau kelompok untuk berbagi informasi dan berkomunikasi satu sama lain. 3. Amenity (Fasilitas)

Sugiama (2011), menjelaskan bahwa fasilitas adalah segala macam sarana dan prasarana pendukung selama wisatawan berada di daerah tujuan wisata, meliputi kebutuhan akomodasi, penyediaan makanan dan minuman, gedung pertunjukan, tempat hiburan (entertainment), dan tempat perbelanjaan. Fasilitas bukan merupakan daya tarik bagi wisatawan, namun menjadi syarat yang menentukan durasi tinggal wisatawan dan kekurangan fasilitas akan menjadikan wisatawan menghindari destinasi tertentu. Menurut Chuba (2012), penginapan merupakan fasilitas pendukung penting pada suatu destinasi wisata. Penginapan dapat ditemukan di mana pun wisatawan bepergian karena wisatawan membutuhkan lokasi beristirahat dan bersantai selama melakukan perjalanan sehingga dibutuhkan bangunan yang dapat sebagai tempat tinggal sementara atau penginapan. Lebih lanjut Chuba (2012), mengartikan penginapan sebagai subsektor terbesar dan paling umum di dalam bisnis pariwisata. Industri penginapan telah menyaksikan inovasi-inovasi reguler yang telah menghasilkan berbagai macam diversifikasi produk dalam ukuran, jenis dan pelayanan yang diberikan.

4. Ancillary (Pelayanan Tambahan)

Sugiama (2011), menerangkan bahwa ancillary atau pelayanan tambahan merupakan adanya lembaga kepariwisataan yang dapat memberikan wisatawan rasa aman dan terlindungi (protection of tourism). Pelayanan tambahan mencakup keberadaan dari berbagai organisasi yang memfasilitasi dan mendorong pengembangan serta pemasaran dari suatu destinasi wisata. Organisasi yang terkait dalam hal ini antara lain pihak pemerintah seperti dinas pariwisata, komunitas pendukung kegiatan pariwisata, asosiasi kepariwisataan seperti asosiasi pengusaha perhotelan, biro perjalanan wisata, pemandu wisata, dan stakeholder yang berperan dalam kepariwisataan.

(10)

2.2 Pariwisata Berkelanjutan

Pada tinjauan umum pariwisata berkelanjutan akan dijelaskan mengenai pengertian pariwisata berkelanjutan, prinsip – prinsip pariwisata berkelanjutan, kriteria pariwisata berkelanjutan dan dasar – dasar pariwisata berkelanjutan : 2.2.1 Pengertian Pariwisata Berkelanjutan

Menurut Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, pariwisata berkelanjutan, pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang memperhitungkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat setempat serta dapat diaplikasikan ke semua bentuk aktivitas wisata di semua jenis destinasi wisata, termasuk wisata masal dan berbagai jenis kegiatan wisata lainnya. Menurut UNEP/PAP (1997), konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan mengintegrasikan antara keseimbangan pembangunan ekonomi, sosial dan budaya yang seimbang tanpa membahayakan kondisi lingkungan. Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses untuk pencapaian pengembangan tanpa adanya degradasi dan penipisan/deplesi sumber daya. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan pengelolaan sumber daya dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya di masa yang mendatang.

Pariwisata Berkelanjutan atau Sustainable Tourism adalah pariwisata yang berkembang sangat pesat, termasuk pertambahan arus kapasitas akomodasi, populasi lokal dan lingkungan, dimana perkembangan pariwisata dan investasi – investasi baru dalam sektor pariwisata seharusnya tidak membawa dampak buruk dan dapat menyatu dengan lingkungan, jika kita memaksimalkan dampak yang positif dan meminimalkan dampak negatif. Maka beberapa inisiatif diambil oleh sektor public untuk mengatur pertumbuhan pariwisata agar menjadi lebih baik dan menempatkan masalah akan sustainable tourism sebagai prioritas karena usaha atau bisnis yang baik dapat melindungi sumber-sumber atau aset yang penting bagi pariwisata tidak hanya untuk sekarang tetapi di masa depan.

Pariwisata berkelanjutan menurut konsep Muller dalam Pitana (2005) adalah pariwisata yang dikelola mengacu pada pertumbuhan kualitatif, maksudnya adalah meningkatkan kesejahteraan, perekonomian dan kesehatan masyarakat.

(11)

Peningkatan kualitas hidup hanya dapat dicapai dengan meminimalkan dampak negatif sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Menurut Konsep Muller Lima hal yang harus diperhatikan dalam pariwisata berkelanjutan, yakni: (1) Pertumbuhan ekonomi yang sehat; (2) Kesejahteraan masyarakat lokal; (3) Tidak merubah struktur alam, dan melindungi sumber daya alam; (4) Kebudayaan masyarakat yang tumbuh secara sehat; (5) Memaksimalkan kepuasan wisatawan dengan memberikan pelayanan yang baik karena wisatawan pada umumnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan.

2.2.2 Prinsip-Prinsip Pariwisata Berkelanjutan

Dalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, Kriteria destinasi pariwisata berkelanjutan secara garis besar terbagi menjadi empat bagian yakni :

a. pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan; b. pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal;

c. pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung; dan d. pelestarian lingkungan.

Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995), Pembangunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembangunan pariwisata pada generasi ini agar dapat dinikmati untuk generasi yang akan datang. “Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat”.

Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995) adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan. Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan

(12)

seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak saja terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu demokrasi, hak asasi manusia dan isu lain yang lebih luas. Tak dapat dipungkiri, hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dianggap sebagai resep pembangunan terbaik, termasuk pembangunan pariwisata.

Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995), pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain partisipasi, keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi.

1. Partisipasi Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan dan strategi-strategi untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi yang telah disusun sebelumnya.

2. Keikutsertaan Para Pelaku / Stakeholder Involvement para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan institusi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata. 3. Kepemilikan Lokal Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan

pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran, dsb. seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis / wirausahawan setempat benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam menunjang kepemilikan lokal tersebut.

(13)

4. Mewadahi Tujuan-tujuan Masyarakat Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara pengunjung / wisatawan, tempat dan masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.

Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995), prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) terdiri dari:

1. Pembangunan pariwisata harus dibangun dengan melibatkan masyarakat lokal, dengan ide yang melibatkan masyarakat lokal juga dan untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Mestinya juga melibatkan masyarakat lokal sehingga masyarakat lokal akan mempunyai rasa memiliki untuk peduli bertanggung jawab, komitmen, meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap pelestarian lingkungan alam dan budaya terhadap keberlanjutan pariwisata di masa sekarang sampai untuk di masa yang akan datang. Dan pemerintah juga harus dapat menangkap peluang dengan cara memperhatikan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan, memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata dan juga dapat mengelola jumlah pengunjung, sarana dan fasilitas sesuai dengan daya lingkungan daerah tujuan tersebut. Sehingga pemerintah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dengan membuka lapangan kerja.

2. Menciptakan keseimbangan antara kebutuhan wisatawan dan masyarakat. Keseimbangan tersebut akan dapat terwujud jika semua pihak dapat bekerjasama dalam satu tujuan sebagai sebuah komunitas yang solid. Komunitas yang dimaksud adalah masyarakat lokal , pemerintah lokal , industri pariwisata, dan organisasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat di mana destinasi pariwisata dikembangkan. Maksudnya adalah dengan adanya atas dasar musyawarah dan permufakatan masyarakat setempat dengan adanya tersebut dapat menghasilkan dampak positif yaitu dapat membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat dalam proses perencanaan dan pengelolaannya, terjalinnya komunikasi yang baik

(14)

antara industri pariwisata, permintaan dan masyarakat sehingga akan terciptanya pariwisata berkelanjutan sesuai yang direncanakan.

3. Pembangunan pariwisata harus melibatkan para pemangku kepentingan, dan dengan melibatkan lebih banyak pihak akan mendapatkan input yang lebih baik. Serta harus dapat menampung pendapat organisasi masyarakat lokal, melibatkan kelompok masyarakat miskin, kaum perempuan, asosiasi pariwisata, dan kelompok lainnya dalam masyarakat yang berpotensi mempengaruhi jalannya pembangunan.

4. Memberikan kemudahan kepada para pengusaha lokal dalam skala kecil, dan menengah. Program pendidikan yang berhubungan dengan kepariwisataan harus mengutamakan penduduk lokal dan industri yang berkembang pada wilayah tersebut harus mampu menampung para pekerja lokal sebanyak mungkin dengan itu membuka kesempatan kepada masyarakat untuk membuka usaha dan mengajarkan masyarakat untuk menjadi pelaku ekonomi dalam kegiatannya mengikuti tujuan pariwisata itu sendiri tanpa mengorbankan alam atau apapun.

5. Pariwisata harus dikondisikan untuk tujuan membangkitkan bisnis lainnya dalam masyarakat, artinya pariwisata harus memberikan dampak pengganda pada sektor lainnya, baik usaha baru maupun usaha yang telah berkembang saat ini.

6. Adanya kerjasama antara masyarakat lokal sebagai creator atraksi wisata dengan para operator penjual paket wisata, sehingga perlu dibangun hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara satu sama lain dengan itu menekan tingkat kebocoran pendapatan pemerintah dan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah maupun pelaku yang melakukan kegiatan itu sendiri.

7. Pembangunan pariwisata harus dapat memperhatikan perjanjian, peraturan, perundang – undangan baik tingkat nasional maupun internasional sehingga pembangunan pariwisata dapat berjalan dengan lancar tanpa kendala. Dan juga membentuk kerjasama dengan masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dilanggarnya peraturan yang berlaku.

(15)

8. Pembangunan pariwisata harus mampu menjamin keberlanjutan, memberikan keuntungan bagi masyarakat saat ini dan tidak merugikan generasi yang akan datang. Karena anggapan bahwa pembangunan pariwisata berpotensi merusak lingkungan adalah sesuatu yang logis, jika dihubungkan dengan peningkatan jumlah wisatawan dan degradasi daerah tujuan pariwisata tersebut.

9. Pariwisata harus bertumbuh dalam prinsip optimalisasi bukan pada exploitasi. 10. Harus ada monitoring dan evaluasi secara periodik untuk memastikan pembangunan pariwisata tetap berjalan dalam konsep pembangunan berkelanjutan, dengan menggunakan prinsip pengelolaan manajemen kapasitas, baik kapasitas wilayah, kapasitas objek wisata tertentu, kapasitas ekonomi, kapasitas sosial, dan kapasitas sumber daya yang lainnya sehingga pembangunan pariwisata dapat terus berkelanjutan.

11. Harus ada keterbukaan terhadap penggunaan sumber daya seperti penggunaan air bawah tanah, penggunaan lahan, dan penggunaan sumber daya lainnya harus dapat dipastikan tidak disalah gunakan.

12. Melakukan program peningkatan sumber daya manusia dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata agar para pekerja ahli dalam bidangnya masing-masing.

13. Terwujudnya tiga kualitas, yakni pariwisata harus mampu mewujudkan kualitas hidup ”quality of life” masyarakat lokal, pada sisi yang lainnya pariwisata harus mampu memberikan kualitas berusaha ”quality of opportunity” kepada para penyedia jasa dalam industri pariwisata dan sisi berikutnya dan menjadi yang terpenting adalah terciptanya kualitas pengalaman wisatawan ”quality of experience”.

2.2.3 Kriteria Pariwisata Berkelanjutan

Menurut Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu di destinasi pariwisata yang menerapkan pariwisata berkelanjutan. kriteria destinasi berkelanjutan secara garis besar terbagi menjadi empat bagian yakni :

(16)

1. Pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan 2. Pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal

3. Pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung, dan 4. Pelestarian lingkungan

Menurut Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan yang efektif mencakup kriteria sebagai berikut :

1. Perencanaan mencakup Strategi destinasi yang berkelanjutan, pengaturan perencanaan dan standar keberlanjutan

2. Pengelolaan mencakup organisasi manajemen destinasi, pengelolaan pariwisata musiman, akses untuk semua, akuisisi properti, keselamatan dan keamanan, manajemen krisis dan kedaruratan serta promosi

3. Pemantauan mencakup monitoring, inventarisasi aset dan atraksi pariwisata 4. Evaluasi mencakup adaptasi perubahan iklim dan kepuasan pengunjung Menurut Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal mencakup kriteria sebagai berikut :

1. Pemantauan ekonomi

2. Peluang kerja untuk masyarakat lokal 3. Partisipasi masyarakat

4. Opini masyarakat lokal 5. Akses bagi masyarakat lokal 6. Fungsi edukasi sadar wisata 7. Pencegahan eksploitasi

8. Dukungan untuk masyarakat, dan

9. Mendukung usaha lokal dan perdagangan yang adil

Menurut Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung mencakup kriteria sebagai berikut :

(17)

1. Perlindungan atraksi wisata 2. Pengelolaan pengunjung 3. Perilaku pengunjung

4. Perlindungan warisan budaya 5. Interpretasi tapak, dan

6. Perlindungan kekayaan intelektual

Menurut Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, pelestarian lingkungan mencakup kriteria sebagai berikut :

1. Resiko lingkungan

2. Perlindungan lingkungan sensitive 3. Perlindungan alam liar (flora dan fauna) 4. Emisi gas rumah kaca

5. Konservasi energi 6. Pengelolaan air 7. Keamanan air 8. Kualitas air 9. Limbah cair

10. Mengurangi limbah padat 11. Polusi cahaya dan suara, dan 12. Transportasi ramah lingkungan 2.3 Tinjauan Umum Persepsi

Pada tinjauan umum pariwisata berkelanjutan akan dijelaskan mengenai pengertian persepsi dan macam – macam persepsi :

2.3.1 Pengertian Persepsi

Menurut Solso, Maclin dan Maclin (2007), Persepsi adalah interpretasi hal-hal yang kita indra. Persepsi (Perception) melibatkan kognisi tingkat tinggi dalam penginterpretasian terhadap informasi sensorik. Kejadian-kejadian sensorik tersebut diproses sesuai pengetahuan kita tentang dunia, sesuai budaya, pengharapan, bahkan disesuaikan dengan orang yang bersama kita saat itu. Hal-hal tersebut memberikan makna terhadap pengalaman sensorik sederhana.

(18)

Menurut Ling dan Calting (2012), persepsi merupakan serangkaian proses rumit yang melaluinya kita memperoleh dan menginterpretasikan informasi indrawi. Interpretasi ini memungkinkan kita untuk menyerap lingkungan kita secara bermakna. Organisasi perseptual merupakan proses mengorganisasi komponen-komponen pemandangan menjadi objek-objek terpisah.

Menurut Solso, Maclin dan Maclin (2007), para psikolog yang mempelajari persepsi telah mengembangkan dua teori utama tentang cara memahami dunia. Sebuah teori, persepsi konstruktif (constructive perception), menyatakan bahwa manusia “mengkonstruksi” persepsi dan secara aktif memilih stimuli dan menggabungkan sensasi dengan memori. Teori lainnya, persepsi langsung (direct perception), menyatakan bahwa persepsi terbentuk dari perolehan informasi secara langsung dari lingkungan.

2.3.2 Macam-Macam Persepsi a. Persepsi Konstruktif

Menurut Solso dan Maclin (2007), Teori persepsi konstruktif disusun berdasarkan anggapan bahwa selama persepsi, kita membentuk dan menguji hipotesis-hipotesis yang berhubungan dengan persepsi berdasarkan apa yang kita indera dan apa yang kita ketahui. Dengan demikian persepsi adalah sebuah efek kombinasi dari informasi yang diterima sistem sensorik dan pengetahuan yang kita pelajari tentang dunia, yang kita dapatkan dari pengalaman. Para konstruktivis berpendapat bahwa perubahan-perubahan pola pada stimulus asli tersebut tetap bisa dikenali karena adanya interferensi bawah sadar (unconsciousness interference), yakni sebuah proses ketika secara spontan mengintegrasikan informasi dari sejumlah sumber, untuk menyusun suatu interpretasi. Para konstruktivis berpendapat bahwa seseorang melihat menggunakan mata dan organ-organ sensoris lainnya (yang menyediakan input sensorik mentah) dan sekaligus menggunakan otak (dengan suplai pengetahuan yang sedemikian kaya tentang dunia ini).

b. Persepsi Langsung

Menurut Solso, Maclin dan Maclin (2007), Teori persepsi langsung menyatakan bahwa informasi dalam stimuli adalah elemen penting dan bahwa pembelajaran dan kognisi tidaklah penting dalam persepsi karena lingkungan telah

(19)

mengandung cukup banyak informasi yang dapat digunakan untuk interpretasi. Menurut James Gibson (1979) dan para muridnya di Universitas Cornel berpendapat bahwa “persepsi langsung mengasumsikan bahwa keanekaragaman lapisan-lapisan optic sama kayaknya dengan keanekaragaman dalam dunia ini. Pendapat tersebut didukung oleh para psikolog yang berorientasi ekologis, menyatakan bahwa stimulus itu sendiri telah berorientasi ekologis, menyatakan bahwa stimulus itu sendiri telah memiliki informasi yang cukup untuk menghasilkan persepsi yang tepat dan tidak memerlukan adanya

2.4 Sintesis Penentuan Variabel Pengaruh Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan Terhadap Masyarakat

Pada sintesis penentuan akan ditampilkan hasil sintesis pengaruh pengembangan pariwisata berkelanjutan dari telaah referensi, verifikasi pada setiap variabel dan akan ditampilkan pengaruh pengembangan pariwisata yang berkelanjutan terhadap masyarakat lokal dan variabel yang dianggap paling mendekati merupakan variabel terpilih.

2.4.1 Identifikasi Variabel Awal Pengaruh Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan Terhadap Masyarakat

Pada tahap identifikasi, variabel awal terkait pengaruh pengembangan pariwisata yang berkelanjutan terhadap masyarakat lokal merupakan hasil telaah dari referensi yang berbeda – beda. Karena, setiap referensi yang digunakan memiliki sudut pandang yang berbeda. Berdasarkan hasil identifikasi, berikut merupakan variabel pengaruh pengembangan pariwisata yang berkelanjutan terhadap masyarakat lokal.

TABEL II. 1

IDENTIFIKASI VARIABEL AWAL PENGARUH PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN TERHADAP MASYARAKAT

No Variabel Sub Variabel Sumber

1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang

sehat Konsep Pariwisata

Berkelanjutan Menurut Muller (2005) 2. Kesejahteraan Kesejahteraan masyarakat

(20)

No Variabel Sub Variabel Sumber

3. Struktur Alam

Tidak merubah struktur alam

Melindungi sumber daya alam

4. Kebudayaan Kebudayaan masyarakat yang tumbuh secara sehat

5. Kepuasan Wisatawan

Memaksimalkan kepuasan wisatawan dengan

memberikan pelayanan yang baik karena wisatawan pada umumnya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan

6. Pemantauan Ekonomi

Data kunjungan wisatawan

Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan kontribusi ekonomi secara

langsung dan tidak langsung.

laporan tahunan tentang data pariwisata dengan melibatkan pihak-pihak yang relevan,

seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pariwisata, hotel, tour operator, kantor imigrasi, dan lain-lain. Tersedia dan

terdistribusikannya laporan minimal per tahun.

Laporan dari Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) daerah dan asosiasi pariwisata lainnya secara periodik. Laporan tahunan yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), dan/atau Dinas Pariwisata tersebut termasuk data tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur.

(21)

No Variabel Sub Variabel Sumber

7. Peluang Kerja Untuk Masyarakat Lokal

Memiliki Perda yang menjamin adanya kesempatan kerja dan sistem penggajian sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan berusaha mengelola objek wisata yang sama bagi semua dan masyarakat lokal/adat. Jumlah persentase general manager wanita di destinasi pariwisata > 30%. Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Memiliki program terjadwalkan/diagendakan secara rutin.

Dinas yang terkait di tingkat Provinsi/Kabupaten serta pihak-pihak relevan lainnya melaksanakan program pelatihan kerja.

Memiliki Perda mengenai keselamatan kerja. Pemerintah

Provinsi/Pemerintah Kabupaten menetapkan upah minimum regional serta memastikan agar perusahaan-perusahaan yang ada di destinasi mematuhinya.

8. Partisipasi Masyarakat

Memiliki Forum Tata Kelola Pariwisata (FTKP), Pengelola Destinasi atau Forum Rembug yang terdiri dari pemerintah, swasta dan masyarakat.

Terdapatnya struktur organisasi yang jelas. Terlaksananya pertemuan tahunan Forum Tata Kelola Pariwisata (FTKP), Pengelola Destinasi atau Forum Rembug mengenai manajemen destinasi. Adanya agenda/jadwal pertemuan dan program kerja. Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi 9. Opini Masyarakat Lokal

Struktur organisasi Forum Tata Kelola Pariwisata (FTKP)

(22)

No Variabel Sub Variabel Sumber Anggota dari Forum Tata

Kelola Pariwisata (FTKP)

Pariwisata Berkelanjutan Terdapat Kelompok Sadar

Wisata (Pokdarwis) yang dapat menyampaikan aspirasi dari masyarakat lokal

Laporan data aspirasi sesuai dengan jangka waktu yang disepakati.

10. Akses Bagi Masyarakat Lokal Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA) Survei preferensi pengunjung/kepuasan pengunjung.

11. Fungsi Edukasi Sadar Wisata

Terbentuknya Pokdarwis di destinasi.

Memiliki agenda kegiatan untuk sadar wisata dan edukasi mengenai pentingnya keberlanjutan dalam pariwisata kepada masyarakat secara rutin. Disbudpar tingkat Provinsi/Kabupaten

melaksanakan program sadar wisata secara rutin.

12. Dukungan Untuk Masyarakat

Memiliki program yang mempromosikan Kemitraan Pemerintah Swasta yang berkontribusi pada inisiatif

masyarakat dan

berkelanjutan.

Memiliki program Corporate Social Responsibility (CSR) yang merupakan kegiatan sosial dari perusahaan kepada lingkungan sekitar.

13.

Mendukung Usaha Lokal dan Perdagangan yang adil

Memiliki peraturan adat, seperti awig-awig, yang mengatur penggunaan tanah adat. Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Dinas terkait melaksanakan

program promosi dan pengembangan produk lokal, misalnya pelatihan kewirausahaan, akses keuangan dan akses pasar.

(23)

No Variabel Sub Variabel Sumber Perbankan memberikan

Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Memiliki program keuangan hijau (green finance) untuk memudahkan pengusaha dalam melaksanakan praktik-praktik hijau. Memiliki program yang mempromosikan

penyerapan produk lokal Memiliki program khusus dari dinas terkait, misalnya business match making. Terdapat Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT). Kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dengan membentuk kelompok binaan baik dalam bentuk hibah, corporate social

responsibilities (CSR) dan lain sebagainya.

Penggunaan produk lokal sebagai komoditas utama. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi mitra bisnis pariwisata.

14. Perlindungan Atraksi Wisata

Terdapat sistem pengelolaan untuk melindungi situs alam dan budaya, termasuk bangunan bersejarah dan pemandangan perkotaan dan pedesaan.

Terdapat filosofi lokal yang dianut masyarakat setempat/di destinasi Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Terdapat identifikasi

terhadap risiko lingkungan yang terus diantisipasi dan dicarikan solusi.

Terdapat Organisasi bisa dalam bentuk Forum Tata Kelola Pariwisata (FTKP), organisasi pemerintah maupun organisasi masyarakat setempat. Sistem pengelolaan

(24)

No Variabel Sub Variabel Sumber terdapat organisasi/pihak

yang bertanggung jawab atas sistem tersebut. Terdapat berbagai peraturan setempat yang dapat

dijadikan dasar pelaksanaan misalnya: Perda, dan lain-lain.

Sistem telah teridentifikasi dan dilaksanakan dengan konsisten.

Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA) dan juga Rencana Aksinya mencantumkan kegiatan terkait dengan adaptasi dan mitigasi risiko lingkungan. Destinasi memiliki rencana tata ruang dan wilayah yang mengatur zonasi peruntukan daerah tujuan wisata, termasuk area yang diperuntukan untuk tema-tema wisata alam, budaya, perkotaan, agrowisata dan sebagainya.

Terdapat sistem dan panduan untuk monitoring.

Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Monitoring dilakukan secara berkesinambungan. Terdapat sistem/alat untuk mengukur dan melakukan mitigasi dampak pariwisata terhadap situs dan atraksi wisata.

Terdapat mekanisme evaluasi dan tindak lanjut atas hasil kegiatan monitoring tersebut.

15. Pengelolaan Pengunjung

Destinasi memiliki sistem administrasi pengelolaan pengunjung untuk situs atraksi wisata

Destinasi memiliki filosofi lokal yang dianut

masyarakat setempat seperti TRI HITA KARANA, AWIG-AWIG dan sebagainya.

(25)

No Variabel Sub Variabel Sumber Memiliki mekanisme

administratif yang terencana, bertanggung jawab dalam operasional pengelolaan pengunjung. Destinasi memiliki mekanisme administratif yang terdokumentasi dengan baik. 16. Perilaku pengunjung Menyediakan panduan tertulis untuk perilaku mitra pengelola wisata

memasang rambu peringatan (signage) dan code of behavior pada lokasi-lokasi strategis untuk mengingatkan perilaku konsumen.

Memiliki kode praktik untuk pemandu wisata dan tour berkompetensi Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan 17. Perlindungan Warisan Budaya Destinasi melaksanakan hukum dan peraturan untuk melindungi sejarah dan artefak arkeologi.

Memiliki Peraturan Daerah yang mengatur pengelolaan cagar budaya dan warisan. Destinasi memiliki program untuk melindungi warisan budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Destinasi memiliki sistem kemasyarakatan untuk melindungi warisan seni budaya (contoh: awig-awig).

Destinasi memiliki bukti program tersebut secara konsisten dilaksanakan (memiliki kesinambungan). Program tersebut selalu dievaluasi untuk ditingkatkan dan dikembangkan. 18. Interpretasi Tapak Tersedia informasi interpretatif bagi

(26)

No Variabel Sub Variabel Sumber penerangan wisata dan di

situs alam dan budaya. Informasi yang tersedia dikemas dalam bentuk fisik yang menarik; barang cetakan seperti poster, buku panduan, brosur dan

sebagainya yang bermanfaat bagi pengunjung.

Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA)

Informasi interpretatif yang diberikan sesuai dengan budaya destinasi setempat.

Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Informasi yang dikembangkan melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat setempat, merupakan hasil kolaborasi bersama.

Informasi tersedia dalam beberapa bahasa yang relevan dengan pengunjung yang datang.

Destinasi memfasilitasi pelatihan dan memiliki pemandu wisata yang fasih dalam menyampaikan informasi interpretatif.

19. Perlindungan

Kekayaan Intelektual

Destinasi memiliki sistem yang terprogram sesuai hukum/peraturan untuk berkontribusi dalam melindungi dan mempertahankan hak kekayaan intelektual masyarakat dan individu. Destinasi mematuhi

peraturan/kebijakan tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

(27)

2.4.2 Variabel Terpilih Pengaruh Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan Terhadap Masyarakat

Pada tahap variabel awal yang telah diidentifikasi dari berbagai referensi tidak seluruhnya sesuai dan menjadi variabel yang dipilih dalam pengembangan pariwisata yang berkelanjutan terhadap masyarakat lokal. Oleh karena itu, variabel yang telah diidentifikasi kemudian diverifikasi agara variabel yang dipilih merupakan variabel yang sesuai saja. Pada tahap ini dilakukan pengurangan atau eliminasi variabel yang kurang sesuai, penggabungan dengan variabel lain jika hampir sama atau saling tumpang tindih dan pemilihan variabel yang dianggap sesuai sebagai variabel pengaruh pengembangan pariwisata dengan disertai justifikasi pada masing-masing variabel.

TABEL II. 2

VARIABEL TERPILIH PENGARUH PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN TERHADAP MASYARAKAT

No. Variabel Sub Variabel Justifikasi Sumber

SASARAN 1

1. Partisipasi Masyarakat

Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan

objek wisata Dalam pariwisata berkelanjutan adanya partisipasi masyarakat

dapat melihat bentuk partisipasi publik dalam

perencanaan dan pengambilan keputusan

untuk pengembangan destinasi pariwisata secara

berkelanjutan Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Keterlibatan masyarakat

lokal dalam kegiatan yang berkaitan dengan upaya perlindungan di objek wisata maupun sekitarnya

Keterlibatan masyarakat dalam kelembagaan / manajemen pengelolaan objek wisata

(28)

No. Variabel Sub Variabel Justifikasi Sumber

2.

Opini Masyarakat Lokal

Opini masyarakat lokal dapat didukung dengan pengaruh keberadaan pengunjung terhadap masyarakat lokal Opini masyarakat dibutuhkan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan sebagai pengumpulan data, pemantauan serta kepuasan masyarakat lokal mengenai

objek pariwisata Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Interaksi masyarakat lokal dengan pengunjung terkait kegiatan sehari-hari

Gangguan yang diterima masyarakat terhadap kedatangan pengunjung

harapan masyarakat lokal terhadap jumlah pengunjung

Konflik yang terlibat antara masyarakat lokal dan pengunjung 3. Dukungan Untuk Masyarakat Dukungan untuk

masyarakat dapat dilihat dari dukungan inisiatif pengelolaan pariwisata berkelanjutan

Dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan perlu adanya sistem yang mendorong perusahaan dan

pengunjung untuk Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang

(29)

No. Variabel Sub Variabel Justifikasi Sumber Dukungan partisipasi dalam perencanaan terkait pembangunan pariwisata berkelanjutan memberikan kontribusi terhadap inisiatif masyarakat lokal seperti

praktik – praktik keberlanjutan, konservasi

keanekaragaman hayati, pembangunan infrastruktur

dan lain – lain

Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Kerjasama antara masyarakat dengan pihak –pihak terkait dalam pengembangan dan pengelolaan wisata

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan yang berkaitan dengan upaya konservasi lingkungan objek SASARAN 2 4. Kesejahteraan Adanya Kesejahteraan masyarakat pada aspek sosial, ekonomi dan lingkungan

Karena kesejahteraan masyarakat di Pantai Minang Rua digunakan

sebagai salah satu poin penting dalam mewujudkan

pariwisata yang berkelanjutan Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

(30)

No. Variabel Sub Variabel Justifikasi Sumber Konsep Pariwisata Berkelanjutan Menurut Muller (2005) 5. Peluang Kerja Untuk Masyarakat Lokal Meningkatkan kesempatan kerja

Karena adanya kebijakan dan perundang-undangan yang mengatur bahwa di setiap destinasi pariwisata

harus menyediakan lapangan pekerjaan, pelatihan dll. Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Meningkatkan peluang

usaha untuk penduduk setempat maupun pengusaha kecil Meningkatkan kepemilikan modal usaha Meningkatkan keterampilan

masyarakat lokal terkait aktivitas wisata 6. Mendukung Usaha Lokal dan Perdagangan yang adil

Dukungan usaha lokal dan perdagangan yang adil dapat dilihat dari banyaknya peluang kerja dari

pengembangan pariwisata

Dengan adanya program yang mendukung usaha lokal dan perdagangan yang

adil dapat mempromosikan dan mengembangkan

produk lokal yang berkelanjutan dengan Peraturan Menteri Pariwisata No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi

(31)

No. Variabel Sub Variabel Justifikasi Sumber

Peningkatan peluang usaha untuk penduduk setempat maupun pengusaha kecil

prinsip perdagangan yang adil

Pariwisata Berkelanjutan

Peningkatan kepemilikan modal usaha serta peningkatan keterampilan

masyarakat lokal terkait aktivitas wisata.

Gambar

TABEL II. 1
TABEL II. 2

Referensi

Dokumen terkait

Cipta, 2014), h.. membuat siswa bisa lebih terfokus pada kegiatan belajar mengajar di kelasnya, sehingga curah perhatiannya akan lebih tinggi. Tingginya tingkat curah

Kualitas bakso daging sapi peranakan ongole yang diberi pakan basal tongkol jagung dan undegraded protein dalam complete feed.. Buletin

Pembuatan, karakterisasi, dan uji aktivitas antimikroba serta antioksidan asap cair dari cangkang sawit (Elaeis gueneensis jack), dilakukan dengan tujuan utama

Studi tentang Raskin juga dilakukan oleh Lembaga Demografi UI yang menemukan bahwa Kuantitas beras yang dibeli oleh KK Penerima Manfaat bervariasi antara 3,5 - 20 kg/KK,

Pada laporan kasus didapatkan seorang wanita umur50 tahunmasuk RS dengan keluhan utama kelemahan anggota gerak kiri sejak 1 hari SMRS.Kelemahan anggota gerak kiri dialami

Disebut common cold atau selesma bila gejala di hidung lebih menonjol, sementara “influenza” dimaksudkan untuk kelainan yang disertai faringitis dengan tanda demam dan lesu

Pap smear dan IVA sebagai deteksi dini kanker serviks Berdasarkan hasil penelitian di hotspot Z kecamatan Marpoyan Damai Pekanbaru bahwa hubungan antara sikap dan

Setelah masa tanam jagung, C organik dan N total tertinggi tejadi pada tanah tanpa mikoriza dengan tambahan bahan organik 40 ton/ha, sedang untuk P dan K