• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Pendukung Keputusan

Menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, SH, keputusan adalah suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif (Hasan, 2002). Pada dasarnya pengambilan keputusan (Simon 1960), merupakan suatu bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih, yang prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan yang terbaik (Umar, 2001).

Penyusunan sebuah model keputusan merupakan suatu cara untuk mengembangkan hubungan-hubungan logis yang mendasari persoalan keputusan ke dalam suatu bentuk model matematis, yang mencerminkan hubungan di antara faktor-faktor yang terlibat. Simon (1960) mengajukan model yang menggambarkan proses pengambilan keputusan. Proses ini terdiri dari empat fase (Kosasi, 2002), yaitu:

1. Penelusuran (Intelligence)

Tahap ini merupakan tahap pendefinisian masalah serta identifikasi informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi serta keputusan yang akan diambil.

(2)

Tahap ini merupakan suatu proses untuk merepresentasikan model sistem yang akan dibangun berdasarkan pada asumsi yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini, suatu model dari masalah dibuat, diuji, dan divalidasi.

3. Pemilihan (Choice)

Tahap ini merupakan suatu proses melakukan pengujian dan memilih keputusan terbaik berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan dan mengarah kepada tujuan yang akan dicapai.

4. Implementasi (Implementation)

Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil. Pada tahap ini perlu disusun serangkaian tindakan yang terencana, sehingga hasil keputusan dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikan-perbaikan.

Dalam membuat sebuah keputusan seringkali akan dihadapi berbagai bentuk kerumitan dan lingkup permasalahan yang sangat banyak. Untuk kepentingan tersebut, sebagian besar pembuat keputusan dengan mempertimbangkan berbagai rasio manfaat/biaya, dihadapkan pada suatu keharusan untuk mengandalkan seperangkat sistem yang mampu memecahkan masalah secara efisien dan efektif, yang kemudian disebut Sistem Pendukung Keputusan (SPK). Keen dan Scott Morton (1978) mengemukakan bahwa SPK merupakan suatu sistem untuk merangkaikan dan mengintegrasikan setiap sumber daya intelektual dari individu dengan kemampuan komputer untuk meningkatkan kualitas keputusan yang dihasilkan (Kosasi, 2002). Memahami SPK dan penggunaannya sebagai sistem yang menunjang dan mendukung keputusan dilakukan melalui tinjauan relatif atas peranan manusia dan komputer guna mengetahui bidang fungsi masing-masing, keunggulan serta kelemahannya. Tujuan

(3)

pembentukan SPK yang efektif adalah memanfaatkan keunggulan kedua unsur, yaitu manusia dan perangkat elektronik.

2.1.1 Konsep Dasar dalam Sistem Pendukung Keputusan

Pada awalnya Turban dan Aronson (1998), mendefinisikan sistem pendukung keputusan (SPK) sebagai sistem yang digunakan untuk mendukung dan membantu pihak manajemen melakukan pembuatan keputusan pada kondisi semi terstruktur dan tidak terstruktur (Kosasi, 2002). Pada dasarnya konsep DSS hanyalah sebatas pada kegiatan membantu para manajer melakukan pembuatan keputusan dan tidak melakukan penilaian serta menggantikan posisi dan peran manajer.

Konsep SPK pertama kali diperkenalkan oleh Michael Scott Morton (1970), yang selanjutnya dikenal dengan istilah Management Decision System. Konsep SPK merupakan sebuah sistem interaktif berbasis komputer yang membantu pembuatan keputusan memanfaatkan data dan model untuk menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat tidak terstruktur dan semi terstruktur (Kosasi, 2002). SPK dirancang untuk menunjang seluruh tahapan pembuatan keputusan, yang dimulai dari tahapan mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pembutan keputusan sampai pada kegiatan mengevaluasi pemilihan alternatif.

Adapun karakteristik sistem pendukung keputusan (Turban, 2005) adalah sebagai berikut (Umar, 2001):

(4)

1. Sistem pendukung keputusan dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur ataupun tidak terstruktur.

2. Sistem pendukung keputusan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar kemampuan pengoperasian komputer yang tinggi.

3. Sistem pendukung keputusan dirancang dengan menekankan pada aspek fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi. Sehingga mudah disesuaikan dengan berbagai perubahan lingkungan yang terjadi dalam kebutuhan pemakai. Dengan berbagai karakter khusus seperti dikemukakan di atas, sistem

pendukung keputusan dapat memberikan manfaat atau keuntungan bagi pemakainya. Keuntungan yang dimaksud diantaranya meliputi:

1. Sistem Pendukung Keputusan memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data/informasi bagi pemakainya.

2. Sistem Pendukung Keputusan membantu pengambil keputusan dalam hal penghematan waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur.

3. Sistem Pendukung Keputusan dapat menghasilkan solusi denagn lebih cepat serta hasilnya dapat diandalkan.

2.1.2 Pendekatan Sistem dalam Sistem Pendukung Keputusan

Robert dan Michael (1991) menyatakan sistem sebagai suatu kumpulan dari elemen yang saling berinteraksi membentuk suatu kesatuan, dalam interaksi yang kuat maupun lemah dengan pembatas sistem yang jelas (Suryadi dan Ramdhani, 1998).

(5)

Setelah memasukkan aspek tujuan, Murdick et. al. (1995) memberikan pengertian tentang sistem sebagai sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan untuk suatu tujuan yang sama (Suryadi dan Ramdhani, 1998).

Struktur dari sebuah sistem meliputi masukan, proses, keluaran, umpan balik, lingkungan, dan batasan sistem. Masukan merupakan elemen yang akan mempengaruhi kinerja sebuah sistem. Proses merupakan seluruh elemen untuk mentransformasikan masukan menjadi keluaran. Keluaran menunjukkan produk akhir atau konsekuensi dari suatu sistem. Umpan balik merupakan aliran informasi dari komponen keluaran ke pembuat keputusan tentang performansi dari sistem. Lingkungan terdiri dari beberapa elemen yang berada diluar sistem, dalam arti bukan masukan, proses dan keluaran. Batasan sistem merupakan sebuah pemisah antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya atau sistem dengan lingkungannya.

Hirarki sebuah sistem memperlihatkan semua rangkaian subsistem yang saling berhubungan. Pada SPK dibagi atas tiga subsistem, yaitu:

1. Subsistem Manajemen Basis Data (Data Base Management Subsystem) 2. Subsistem Manajemen Basis Model (Model Base Management Subsystem)

3. Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog (Dialog Generation and

Management Software)

2.1.3 Komponen-komponen Sistem Pendukung Keputusan

Komponen-komponen Sistem Pendukung Keputusan dapat diuraikan dalam beberapa subsistem sebagai berikut:

(6)

2.1.3.1 Subsistem Manajemen Basis Data

Data Base Management System (DBMS) merupakan komponen penting dari suatu

sistem pendukung keputusan, karena terdapat perbedaan kebutuhan data. Database merupakan mekanisme integrasi berbagai jenis data internal dan eksternal. Sebuah pengelolaan database yang efektif dapat menunjang segala aktivitas menajemen, terutama perannya sebagai fungsi utama penyajian informasi dalam pembuatan keputusan.

Kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen database adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan untuk mengombinasikan berbagai data melalui pengambilan ekstraksi data.

2. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara cepat dan mudah. 3. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.

2.1.3.2 Subsistem Manajemen Basis Model

Salah satu keunggulan sistem pendukung keputusan adalah kemampuan untuk mengintegrasikan akses data dan model-model keputusan. Model cenderung tidak mencukupi karena adanya kesulitan dalam mengembangkan model yang terintegrasi untuk menangani sekumpulan keputusan yang saling bergantungan. Cara untuk menangani persoalan ini dengan menggunakan koleksi berbagai model yang terpisah, dimana setiap model digunakan untuk menangani bagian yang berbeda dari masalah tersebut. Komunikasi antara berbagai model yang saling berhubungan diserahkan kepada pengambil keputusan sebagai proses intelektual dan manual.

(7)

2.1.3.3 Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog

Kekuatan dan fleksibilitas dari sistem pendukung keputusan timbul dari kemampuan interaksi antara sistem dan pemakai, yang dinamakan subsistem dialog. Bennet membagi subsistem dialog menjadi tiga bagian (Suryadi dan Ramdhani, 1998), yaitu: 1. Bahasa aksi, meliputi apa yang dapat digunakan oleh pemakai dalam

berkomunikasi dengan sistem. Hal ini meliputi pemilihan-pemilihan seperti papan ketik (keyboard), panel-panel sentuh, joystick perintah suara dan sebagainya. 2. Bahasa tampilan dan presentasi, meliputi apa yang dapat digunakan untuk

menampilkan sesuatu. Bahasa tampilan meliputi pilihan-pilihan seperti printer, layar tampilan, grafik, warna, keluaran suara dan sebagainya.

3. Basis pengetahuan, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai agar pemakaian sistem bisa efektif. Basis pengetahuan dapat berada dalam pikiran pemakai, pada kartu referensi atau petunjuk, dalam buku manual dan sebagainya.

Kemampuan yang dimiliki sistem pendukung keputusan untuk mendukung dialog pemakai sistem meliputi:

1. Kemampuan untuk menangani berbagai dialog, bahkan jika mungkin untuk mengombinasikan berbagai gaya dialog sesuai dengan pilihan pemakai.

2. Kemampuan untuk mengakomodasikan tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan.

3. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai format dan peralatan keluaran.

4. Kemampuan untuk memberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui basis pengetahuan pemakai.

(8)

2.2 TOPSIS (Technique For Order Preference by Similarity to Ideal Solution)

Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya karena faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab lainnya seperti faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, dengan beragamnya kriteria pemilihan dan juga nilai bobot dari masing-masing kriteria merupakan suatu bentuk penyelesaian masalah yang sangat kompleks. Pada zaman sekarang ini, metode-metode pemecahan masalah multikriteria telah digunakan secara luas di berbagai bidang. Setelah menetapkan tujuan masalah, kriteria-kriteria yang menjadi tolak ukur serta alternatif-alternatif yang mungkin, para pembuat keputusan dapat menggunakan satu metode atau lebih untuk menyelesaikan masalah mereka. Adapun metode yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan multikriteria yaitu metode Technique For Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). TOPSIS diperkenalkan pertama kali oleh Yoon dan Hwang pada tahun 1981 untuk digunakan sebagai salah satu metode dalam memecahkan masalah multikriteria (Sachdeva, 2009). TOPSIS memberikan sebuah solusi dari sejumlah alternatif yang mungkin dengan cara membandingkan setiap alternatif dengan alternatif terbaik dan alternatif terburuk yang ada diantara alternatif-alternatif masalah. Metode ini menggunakan jarak untuk melakukan perbandingan tersebut. TOPSIS telah digunakan dalam banyak aplikasi termasuk keputusan investasi keuangan, perbandingan performansi dari perusahaan, perbandingan performansi dalam suatu industri khusus, pemilihan sistem operasi, evaluasi pelanggan, dan perancangan robot.

(9)

TOPSIS mengasumsikan bahwa setiap kriteria akan dimaksimalkan ataupun diminimalkan. Maka dari itu nilai solusi ideal positif dan solusi ideal negatif dari setiap kriteria ditentukan, dan setiap alternatif dipertimbangkan dari informasi tersebut. Solusi ideal positif didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang dapat dicapai untuk setiap atribut, sedangkan solusi ideal negatif terdiri dari seluruh nilai terburuk yang dicapai untuk setiap atribut. Namun, solusi ideal positif jarang dicapai ketika menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata. Maka asumsi dasar dari TOPSIS adalah ketika solusi ideal positif tidak dapat dicapai, pembuat keputusan akan mencari solusi yang sedekat mungkin dengan solusi ideal positif. TOPSIS memberikan solusi ideal positif yang relatif dan bukan solusi ideal positif yang absolut. Dalam metode TOPSIS klasik, nilai bobot dari setiap kriteria telah diketahui dengan jelas. Setiap bobot kriteria ditentukan berdasarkan tingkat kepentingannya menurut pengambil keputusan.

Yoon dan Hwang mengembangkan metode TOPSIS berdasarkan intuisi yaitu alternatif pilihan merupakan alternatif yang mempunyai jarak terkecil dari solusi ideal positif dan jarak terbesar dari solusi ideal negatif dari sudut pandang geometris dengan menggunakan jarak Euclidean (Sachdeva, 2009). Namun, alternatif yang mempunyai jarak terkecil dari solusi ideal positif, tidak harus mempunyai jarak terbesar dari solusi ideal negatif. Maka dari itu, TOPSIS mempertimbangkan keduanya, jarak terhadap solusi ideal positif dan jarak terhadap solusi ideal negatif secara bersamaan. Solusi optimal dalam metode TOPSIS didapat dengan menentukan kedekatan relatif suatu alternatif terhadap solusi ideal positif. TOPSIS akan merangking alternatif berdasarkan prioritas nilai kedekatan relatif suatu alternatif terhadap solusi ideal positif. Alternatif-alternatif yang telah dirangking kemudian dijadikan sebagai referensi bagi pengambil keputusan untuk memilih solusi terbaik yang diinginkan. Metode ini banyak digunakan untuk menyelesaikan pengambilan keputusan secara

(10)

praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien, dan memiliki kemampuan mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan.

Berikut adalah langkah-langkah dari metode TOPSIS:

1. TOPSIS dimulai dengan membangun sebuah matriks keputusan.

Matriks keputusan X mengacu terhadap m alternatif yang akan dievaluasi berdasarkan n kriteria. Matriks keputusan X dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Matriks Keputusan X

dimana a ( i = 1, 2, 3, . . . , m ) adalah alternatif-alternatif yang mungkin, i j

x ( j =1, 2, 3, . . . , n ) adalah atribut dimana performansi alternatif diukur,

ij

x adalah performansi alternatif a dengan acuan atribut i xj.

2. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi.

Persamaan yang digunakan untuk mentransformasikan setiap elemen xij adalah

..………(2.1)                       

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

a

a

a

a

x

x

x

x

mn m m m n n n m n X . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11 3 2 1 3 2 1

ij ij

x

r

(11)

dengan i = 1, 2, 3, . . . , m; dan j = 1, 2, 3, . . . , n;

dimana rij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisai R,

ij

x adalah elemen dari matriks keputusan X.

3. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot.

Dengan bobot wj= ( w1 , w2 , w , . . . , 3 w ), dimana n wj adalah bobot dari kriteria ke-j dan

n1 1

j wj , maka normalisasi bobot matriks V adalah

v

ij

w

j

r

ij ………..(2.2)

dengan i = 1, 2, 3, . . . , m; dan j = 1, 2, 3, . . . , n.

dimana vij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisai terbobot V, wj adalah bobot dari kriteria ke-j,

rij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisai R. 4. Menentukan matriks solusi ideal positif dan solusi ideal negatif.

Solusi ideal positif dinotasikan A , sedangkan solusi ideal negatif dinotasikan A

. Berikut ini adalah persamaan dari 

A dan A :  a.   A {(max vij | j € J ), (min vij | j € J’ ), i = 1, 2, 3, . . . , m} = { v1,v2,v3,. . . , vn} ………..(2.3) b.   A {(min vij | j € J ), (max vij | j € J’ ), i = 1, 2, 3, . . . , m} = { v1,v2,v3,. . . , vn} ………..(2.4)

J = { j = 1, 2, 3, . . . , n dan J merupakan himpunan kriteria keuntungan (benefit

criteria)}.

(12)

dimana vij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisai terbobot V,

vj ( j =1, 2, 3, . . . , n ) adalah elemen matriks solusi ideal positif,

vj ( j =1, 2, 3, . . . , n ) adalah elemen matriks solusi ideal negatif.

5. Menghitung separasi. a. 

S adalah jarak alternatif dari solusi ideal positif didefinisikan sebagai:

   n j j ij i v v s 1 2 ) ( , dengan i = 1, 2, 3, . . . , m ………..(2.5) b. S adalah jarak alternatif dari solusi ideal negatif didefinisikan sebagai:

   n j j ij i v v s 1 2 ) ( , dengan i = 1, 2, 3, . . . , m ………..(2.6) dimana  i

s adalah jarak alternatif ke-i dari solusi ideal positif,

i

s adalah jarak alternatif ke-i dari solusi ideal negatif,

vij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisai terbobot V, vj adalah elemen matriks solusi ideal positif,

vj adalah elemen matriks solusi ideal negatif.

6. Menghitung kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif.

Kedekatan relatif dari setiap alternatif terhadap solusi ideal positif dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

) (       i i i i s s s c , 0 ≤ ci ≤ 1, ………..(2.7) dengan i = 1, 2, 3, . . . , m dimana  i

(13)

si adalah jarak alternatif ke-i dari solusi ideal positif, 

i

s adalah jarak alternatif ke-i dari solusi ideal negatif.

7. Merangking Alternatif.

Alternatif diurutkan dari nilai 

C terbesar ke nilai terkecil. Alternatif dengan nilai

C terbesar merupakan solusi yang terbaik.

2.3 Rekrutmen Tenaga Pengajar Baru di Libra Education Institute (LEI)

Libra Education Institute (LEI) merupakan suatu lembaga pendidikan yang

menawarkan jasa untuk membimbing siswa-siswi dalam menguasai bahasa asing ataupun pelajaran-pelajaran sekolah lainnya. Interaksi antara tenaga pengajar dan siswa sangatlah penting untuk mendukung hal tersebut.

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh calon tenaga pengajar baru yaitu:

1. Kriteria Pendidikan

Pada kriteria ini, calon tenaga pengajar baru yang melamar setidaknya harus memiliki pendidikan dasar terhadap bidang yang akan diajarkannya.

2. Kriteria Pengalaman Mengajar

Pada kriteria ini, calon tenaga pengajar baru yang melamar, akan lebih baik jika telah mempunyai pengalaman mengajar di bidangnya.

3. Kriteria Hasil Tes

Pada kriteria ini, calon tenaga pengajar baru yang melamar harus mengikuti tes tertulis yang diberikan oleh pihak Libra Education Institute (LEI).

(14)

4. Kriteria Hasil Wawancara

Pada kriteria ini, calon tenaga pengajar baru yang melamar setelah mengikuti tes diwajibkan mengikuti wawancara.

5. Kriteria Hasil Training (Pelatihan)

Pada kriteria ini, calon tenaga pengajar baru yang melamar diwajibkan mengikuti

Training (pelatihan) selama 3 bulan.

Semua kriteria di atas memiliki bobotnya masing-masing yang ditentukan oleh pihak Libra Education Institute (LEI). Apabila semua kriteria di atas terpenuhi, maka pelamar akan dipertimbangkan untuk diterima sebagai tenaga pengajar baru di Libra

Gambar

Gambar 2.1 Matriks Keputusan X

Referensi

Dokumen terkait

Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada

Berdasarkan pengujian dan analisis data tentang integrasi dan implikasi portofolio diversifikasi terdapat hubungan intergrasi dalam keseimbangan jangka panjang (kointegrasi)

Setelah observasi awal yang dilaksanakan di Kepolisian Republik Indonesia daerah Kalimantan Selatan Banjarmasin, didapatkan bahwa Kepolisian Republik Indonesia ini

kujelajahi. Mereka banyak mengambil tema-tema sosial seperti kehidupan urban, keluarga kampung kota, anak-anak, dan benda-benda yang berserakan di sepanjang trotoar yang

Untuk hasil penelitian Muslikhati 2007 terlihat bahwa hanya faktor komplikasi saat bersalin yang dihubungkan dengan kematian ibu akan tetapi faktor saat hamil

Semoga Alloh Ta'ala menjadikan kita termasuk dari orang-orang yang menerima dan mengikuti da'wah Tauhid yang diserukan oleh Nabi kita Muhammad Shollallohu 'Alaihi

3. Bahwa tuduhan Pengadu kepada Teradu yang diduga melakukan pengubahan Formulir DB-1 DPR hasil Rapat Pleno Terbuka KPU Kabupaten Tapin untuk perolehan suara

Kajian optimasi teknik pemijahan meliputi jumlah telur selama 10 hari berdasarkan sistem pemijahan; jumlah telur, tingkat penetasan telur, tingkat kelangsungan hidup larva umur