• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Percaya Diri a. Pengertian Percaya Diri - BAB II HASAN ALBANA PGSD'17

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Percaya Diri a. Pengertian Percaya Diri - BAB II HASAN ALBANA PGSD'17"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Percaya Diri

a. Pengertian Percaya Diri

Salah satu kunci sukses seseorang yaitu memiliki rasa percaya diri. Dariyo (2011: 206) mengatakan percaya diri (self-confidience) ialah kemampuan individu untuk dapat memahami dan meyakini seluruh potensinya agar dapat dipergunakan dalam menghadapi penyesuaian diri dengan lingkungan hidupnya. Kemudian, Mustari (2014: 51) mengatakan percaya diri adalah keyakinan bahwa orang mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.

Pernyataan di atas mengenai pengertian percaya diri maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa rasa percaya diri yang dimiliki oleh setiap individu siswa akan menyebabkan individu siswa sangat mudah berinteraksi di dalam lingkungan belajarnya. Rasa percaya diri adalah sikap yang memandang dirinya secara positif dan realistis sehingga percaya dan yakin akan kemampuan yang dimilikinya.

Definisi percaya diri didefinisikan oleh Goel dan Aggarwal (2012: 89) sebagai berikut:

(2)

hopes, fears and fantasies, his view of what he is, what he has been, what he might become, and his attitudes pertaining to his worth.”

Goel dan Aggarwal mendefinisikan percaya diri adalah salah satu sifat kepribadian yang merupakan gabungan dari pikiran dan perasaan seseorang, perjuangan dan harapan, ketakutan dan fantasi, pandangannya tentang dia, apa yang telah terjadi, apa yang mungkin menjadi, dan sikap yang berkaitan untuk kemampuannya.

Orang yang percaya diri biasanya selalu yakin terhadap setiap

tidakan yang dilakukannya, merasa bebas untuk melakukan hal-hal

yang sesuai dengan keinginannya dan bertanggung jawab atas

perbuatannya. Orang yang memiliki rasa percaya diri memandang

dirinya secara sosial kompeten, emosional matang, intelektual yang

memadai, sukses, puas, tegas, optimis, independen, mandiri, percaya

diri, maju bergerak, kualitas kepemimpinan yang cukup tegas dan

memiliki

Berdasarkan pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa

percaya diri merupakan sikap yakin pada kemampuan diri sendiri dalam

melakukan sesuatu. Rasa percaya diri juga mendorong individu untuk

mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi dalam kehidupan.

b. Indikator Percaya Diri

(3)

Tabel 2.1 Indikator Percaya Diri

No Indikator Percaya Diri Contoh Sikap

1 Percaya pada kemampuan

sendiri

Siswa merasa yakin dengan jawaban sendiri pada saat mengerjakan soal Siswa akan bertanya bila siswa mengalami kesulitan dalam belajar Siswa merasa malu, pada saat saya

mempresentasikan jawaban di depan kelas 2 Bertindak mandiri saat

mengambil keputusan

Siswa bertanya pada guru, pada saat siswa merasa kesulitan dalam memahami materi Siswa mencontek saat mengerjakan soal ulangan

3 Memiliki konsep diri yang positif

Siswa merasa bosan pada saat siswa mengerjakan soal atau tugas matematika yang diberikan guru

Siswa merasa tertantang apabila ada soal matematika yang baru

Siswa mengumpulkan dengan tepat pada saat siswa diberikan tugas oleh guru Siswa berniat untuk tidak melihat

pekerjaan teman dalam mengerjakan soal

4 Berani mengungkapkan

pendapat

Siswa merasa malu mengajukan pendapat

Pada tabel 2.1 tentang indikator rasa percaya diri di atas dapat disimpulkan bahwa percaya diri yang diharapkan peneliti adalah keyakinan dalam diri siswa dengan kemampuan yang dimilikinya dan adanya konsep diri siswa yang selalu berfikir positif sehingga selalu optimis dalam pembelajaran. Siswa yang selalu yakin akan kemampuan dirinya dalam pembelajaran akan membuat siswa berfikir positif dalam belajar sehingga siswa menjadi pribadi yang optimis, tidak mudah menyerah, dan mandiri.

(4)

1) Mencari sebab-sebab yang menjadikan rasa rendah diri. 2) Atasi kelemahan yang dipunya dengan kemauan yang kuat. 3) Coba kembangkan bakat dan kemampuan.

4) Bahagia dengan keberhasilan yang diperoleh dalam suatu bidang tertentu.

5) Bebaskan pendapat diri dari pendapat orang lain.

6) Kembangkanlah bakat-bakat melalui hobi yang telah dimiliki. 7) Kerjakanlah pekerjaan yang sulit dengan rasa optimis.

8) Jangan terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cara yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa sebagai berikut:

1) Memberikan pujian

Guru harus memberikan pujian kepada siswa yang aktif dalam

pembelajaran, selain itu, siswa merasa dirinya mampu bila

guru memberikan pujian.

2) Tidak memanjakan peserta didik.

Guru tidak boleh bersikap terlalu memanjakan siswa yang

berakibat siswa merasa lemah dan selalu bergantung kepada

orang lain.

3) Mendukung minat dari siswa

Guru harus mendukung bakat, hobi, dan cita-cita siswa karena

siswa akan memiliki rasa percaya diri apa yang diinginkannya.

4) Tidak boleh membanding-bandingkan

Guru dilarang membanding-bandingkan siswa dengan siswa

yang lain. Guru juga harus bisa menerima perasaan siswa dan

(5)

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi berasal dari bahasa belanda yaitu prestatie, dalam bahasa

Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Arifin (2011: 12)

menjelaskan prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat

perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang

kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan

kemampuannya masing-masing. Prestasi belajar pada umumnya

berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi

aspek pembentukan watak siswa.

Arifin (2011:12) mengatakan bahwa prestasi belajar mempunyai

beberapa fungsi utama, antara lain :

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasi siswa.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu, termasuk kebutuhan siswa dalam suatu program pendidikan. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi

pendidikan

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.

5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) siswa.

(6)

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar dapat ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Mulyasa (2013: 191) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah :

1) Faktor Internal a) Faktor Fisiologis

Faktor fisisologis berkaitan dengan kondisi jasmani pada umumnya dan kondisi yang berkaitan dengan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama indera.

b) Intelegensi

Intelegensi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar.

c) Minat

Minat yaitu kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

d) Sikap

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek orang, barang, dan sebagainya.

2) Faktor Eksternal a) Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan.

b) Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan.

c) Sekolah

Sekolah merupakan lembaga formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibagi menjadi 2 yaitu:

1) Faktor Internal

(7)

2) Faktor Eksternal

Faktor Eksternal yang berkaitan dengan pengaruh dari luar siswa yang berupa lingkungan, keluarga, dan sekolah.

3. Matematika

a. Pengertian Matematika

Depdiknas dalam Susanto (2015: 184) menjelaskan bahwa kata Matematika berasal dari bahasa latin, manthanein atau mathema yang

berarti “belajar atatu hal yang dipelajari,” atau ilmu pasti, yang

kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Selain itu, James dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang terbentuk berdasarkan logika yaitu kemampuan berfikir atau bernalar serta dalam mempelajarinya memerlukan kemampuan berfikir atau bernalar.

b. Tujuan Matematika

Tujuan pembelajaran Matematika menurut Depdiknas dalam Susanto (2015: 190) menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma.

(8)

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau diagram atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dilaksanakan agar terbentuk kemampuan berfikir kritis, logis, dan bersifat obyektif dalam memecahan masalah baik di bidang matematika maupun bidang lain, serta memecahkan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari.

c. Tahap Penguasaan Matematika

Pembelajaran Matematika pada jenjang sekolah dasar memiliki tahap penguasaan matematika yang harus dimiliki siswa, menurut Depdikanas (2011: 1) mengatakan ada 4 tahap penguasaan Matematika yaitu :

1. Penanaman konsep

Tahap penanaman konsep merupakan tahap pengenalan awal tentang konsep yang akan dipelajari siswa. Pada tahap ini pengajaran memerlukan penggunaan benda konkret sebagai alat peraga.

2. Pemahaman konsep

Tahap pemahaman konsep merupakan tahap lanjutan setelah konsep ditanamkan. Pada tahap ini penggunaan alat peraga mulai dikurangi dan bentuknya semi konkret sampai pada akhirnya tidak diperlukan lagi.

3. Pembinaan ketrampilan

Tahap pembinaan ketrampilan merupakan tahap yang tidak boleh dilupakan dalam rangka membina pengetahuan siap bagi siswa. Tahap ini diwarnai dengan latihan-latihan seperti mencongak dan berlomba. Pada tahap pengajaran ini alat peraga sudah tidak boleh digunakan lagi.

4. Penerapan konsep

(9)

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tahap ini juga disebut juga sebagai pembinaan kemampuan memecahkan masalah. Teori mengenai langkah-langkah pembelajaran matematika SD tersebut, digunakan sebagai pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Hal tersebut dikarenakan langkah-langkah pembelajaran pada setiap mata pelajaran berbeda-beda, agar dapat mengetahui langkah-langkah pembelajaran pada setiap mata pelajaran berbeda-beda, agar dapat mengetahui langkah-langkah pembelajaran terlebih dahulu diawali dengan teori mengenai pengertian pembelajaran matematika di SD. Pembelajaran matematika diberbagai jenjang pendidikan itu berbeda-beda, terutama langkah-langkah pembelajarannya. Setelah mengetahui mengenai langkah-langkah pembelajaran matematika di SD, maka langkah-langkah pembelajaran matematika itu dipadukan dengan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray.

4. Model Two Stay Two Stray

a. Pengertian Model Two Stay Two Stray

(10)

kelompok kecil yang umumnya terdiri 4-5 orang. Pembelajaran kooperatif mempunyai langkah-langkah dalam pembelajarannya.

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Perilaku Guru

Fase 1

Mengklasifikasi tujuan dan establishing set

a. Guru membuka kegiatan dengan memberikan salam dan mengajak siswa untuk berdoa.

b. Guru mengecek kehadiran siswa. c. Guru menyampaikan tujuan bertanya kepada siswa tentang materi yang akan dipelajari.

b. Guru memberikan penguatan kepada siswa yang mau beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 siswa. b. Guru menggunakan media yang

berupa kartu soal.

c. Guru membagikan kartu soal kepada setiap kelompok beserta kartu jawaban.

(11)

Fase Perilaku Guru

kepada tamu dari kelompok lain. d. Guru meminta siswa yang bertugas

sebagai tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

e. Guru memerintahkan siswa kepada setiap kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

f. Guru meminta siswa kepada setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.

Fase 5

Mengujikan berbagai materi

a. Guru menguji pengetahuan siswa dengan membagikan soal evaluasi kepada masing-masing siswa tentang materi yang telah dipelajari.

Fase 6

Memberikan pengakuan

a. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pendapat tentang pembelajaran. b. Guru dan siswa bersama-sama

menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

c. Guru menutup pembelajaran dengan berdoa dan memberi salam.

(12)

dikembangkan oleh Spencer Kagan. Suprijono (2015: 112) mengatakan model Two Stay Two Stray adalah model pembelajaran yang diawali dengan membagi kelompok kecil yang terdiri dari empat anak, dua orang bertugas berkunjung ke kelompok lain dan dua orang lainnya bertugas menerima tamu dari kelompok itu. Lie (2008:61) mengungkapkan bahwa model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat digunakan bersama dengan model kepala bernomor. Model tersebut dapat digunakan dalam semua mata pelajaran untuk semua tingkatan anak didik.

Definisi Two Stay Two Stray didefinisikan oleh Sulisworo dan Suryani (2014: 59) sebagai berikut:

“Two Stay-Two Stray (TS-TS) is one of types of cooperative learning model. Difference to the other type of cooperative learning, the structure of Two Stay-Two Stray provides opportunities to submit work or information to the other groups. The sharing activities familiarize students to respect each other opinions. Student can learn to express their opinions to others. Recognition of the other student opinion can enhance self-confidence and motivate the students to express their ideas or opinions.”

(13)

siswa lain dapat meningkatkan rasa percaya diri dan memotivasi siswa untuk mengekspresikan ide-ide atau pendapat mereka.

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray merupakan model pembelajaran dimana siswa bekerja secara bersama-sama dengan saling membantu bersama-sama lain dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari empat anggota dengan penugasan yang jelas, dimana dua anggota tinggal untuk membagikan hasil pekerjaan kelompok mereka dan dua anggota lainnya berkunjung ke kelompok lain menuliskan informasi atau hasil pekerjaan kelompok lain. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi kemampuan, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.

(14)

akan mengharuskan terjadinya interaksi untuk saling bertukar pendapat antar siswa yang bertamu dengan siswa yang tinggal ditempat untuk menyelesaikan masalah yang didiskusikan.

b. Langkah-langkah pembelajaran Two Stay Two Stray

Pembelajaran yang menarik membuat siswa lebih aktif. Huda (2013: 207) menyebutkan langkah-langkah pembelajaran Two Stay Two Stray berikut ini:

1) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen, misalnya satu kelompok terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membelajarakan dan saling mendukung.

2) Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.

3) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir.

4) Setelah selesai, dua orang masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. 5) Dua orang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil

kerja dan informasi mereka kepada tamu dari kelompok lain. 6) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri

untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

7) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

(15)

c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two

Stay Two Stray

Model pembelajaran tidak ada yang paling baik. Syamsiah (2014) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray mempunyai kelebihan dan kekurangan. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray memiliki kelebihan antara lain adalah sebagai berikut :

1) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan;

2) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna; 3) Lebih berorientasi pada keaktifan;

4) Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya; 5) Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa;

6) Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan; 7) Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar.

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray juga memiliki kekurangan. Kekurangan Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yaitu antara lain :

1) Membutuhkan waktu yang lama;

2) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok;

3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga);

4) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

(16)

tertarik sehingga siswa mau bekerja dalam kelompok; 3) Guru mempersiapkan materi, dana dan tenaga dari jauh-jauh hari agar siap pada proses pembelajaran; 4) Guru melakukan ice breaking agar siswa kondusif.

5. Media Pembelajaran Kartu Soal

a. Pengertian Media

Pembelajaran yang menarik yaitu menggunakan media dalam pembelajaran. Arsyad (2011: 3) mengatakan bahwa kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Djamarah & Zain (2010: 121) mengungkapkan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan. Oleh karena itu, media pembelajaran diperlukan di SD karena media pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau

menyalurkan informasi yang dapat menyampaikan atau menyalurkan

informasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Oleh karena itu media

disiapkan untuk memenuhi kebutuhan belajar dan kemampuan siswa,

serta siswa dapat aktif berpartisipasi dalam proses belajar mengajar.

(17)

b. Jenis Media

Jenis media tidak hanya memiliki dua macam saja, melainkan

tersiri dari beberapa jenis. Djamarah & Zain (2010: 124) mengatakan

bahwa media dilihat dari jenisnya dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Media Auditif

Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan

suara saja, seperti radio, cassette recorde, piringan hitam.

2. Media Visual

Media visual adalah media yang hanya mengandalkanindra

penglihatan, seperti film strip (film rangkai), slides ( film bingkai)

foto, gambar atau lukisan, dan cetakan.

3. Media Audovisual

Media Audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan

unsur gambar. jenis media ini mempunyai kemampuan yang baik,

kaena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

jenis-jenis media pembelajaran memiliki karskteristik masing-masing. Dari

berbagai jenis media yang telah dijelaskan, hendaknya guru dalam

menggunakan media harus memilih dan mempertimbangkannya yang

sesuai dengan materi yang akan diajarkan agar dapat tercapai tujuan

pembelajarannya. Pada materi geometri di kelas IV MI Muhammadiyah

(18)

dan media yang sederhana, karena bahan dasarnya mudah diperoleh dan

siapa saja bisa membuatnya.

c. Kartu Soal

Salah satu media pembelajaran yang berjenis media visual adalah

karu soal. Said & Budimanjaya (2015: 264) mengatakan bahwa kartu

soal adalah jenis permainan dalam pembelajaran menggunakan media

kartu yang disajikan berdasarkan nomor kartu dan dimainkan secara

berkelompok oleh beberapa siswa. Sedangkan, Qurniawati (2013)

mengungkapkan bahwa media kartu soal merupakan kartu yang berisi

soal-soal yang harus dijawab oleh siswa. Dengan adanya kartu soal,

siswa dilatih untuk mengerjakan latihan-latihan soal sambil berdiskusi

dengan kelompoknya sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa

tentang materi yang disajikan oleh guru.

Said (2015: 265) mengatakan bahwa langkah-langkah cara menerapkan media kartu soal yaitu :

1. Buat kartu soal sesuai materi bahan ajar.

2. Buat kartu jawaban dan berikan nomor pada kartu jawaban. Catatan: Acaklah nomor pada kartu jawaban

3. Bagi siswa dalam beberapa kelompok belajar.

4. Bagikan kartu soal pada kelompok beserta kartu jawaban. 5. Siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal

untuk jawaban yang cocok.

(19)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ismawati dan Hindarto (2011), penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam PTK yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Kelas X SMA”. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan

persentase nilai-nilai prestasi siswa pada siklus I sebesar 87,5%, siklus II sebesar 97,5% yang dari kondisi awal 42,5%. Rata-rata kelas pada siklus I yaitu 75,75, siklus II yaitu 84,5 dengan kondisi awal 66,25. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil dari penelitian menggunakan pendekatan struktural Two Stay Two Stray meningkat.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Syamsiah (2014), penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam PTK yang

berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two

Stray pada Mata Pelajaran IPS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Kelas IV A SDN Simomulyo 8 Surabaya”. Hal ini ditunjukkan dengan

adanya peningkatan persentase nilai-nilai prestasi siswa pada siklus I sebesar 75%, aiklus II sebesar 77,27%, dan siklus III sebesar 82,60%. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil dari penelitian menggunakan penerapan model kooperaif tipe Two Stay Two Stray meningkat.

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sianipar (2013), dengan judul “Improving Students’ Achievement In Speaking Through Two Stay Two

(20)

“This study was conducted by using classroom action research. The subject of of the research was class X-AP SMK Swasta Harapan Danau Sijabut in Asahan Regency that consisted of 34 students. Based on the speaking test score, students’ score kept improving in every test. In the test I the mean was 61,47, in the test II the mean was 67,41 and the test III the mean was 78,52.”

Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa, ada perbaikan yang signifikan terhadap kemampuan berbicara siswa melalui strategi Two Stay Two Stray. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi Two Stay Two Stray secara signifikan meningkatkan prestasi siswa dalam berbicara. 4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2012), dengan judul

“Improving Students’reading Comprehension Through Two Stay–Two

Stray Learning Model” menjelaskan bawa :

“In second competence test 14 % (four students) got 70 points. It

means there was an improvement for 14 %. In next competence test

86 % (24 students) got 70 points. The improvement was 72 %.”

Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa, nilai rata-rata siswa di setiap evaluasi terus membaik. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada peningkatan yang signifikan pada siswa membaca pemahaman dalam membaca narasi teks dengan menggunakan model Two Stay Two Stray. 5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendriana (2012), dengan

judul “Pembelajaran Matematika Humanis Dengan Metaphorical Thinking

Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa” menyimpulkan bahwa

(21)

dari percaya diri menggunakan pendekatan MT yang memiliki rata-rata sebesar 169,36 dan CB yang memiliki rata-rata sebesar 151,75.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu menunjukkan model Two Stay Two Stray memberikan hasil positif pada kegiatan belajar siswa. Berbeda dengan penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian di kelas IV MI Muhammadiyah Pasirmuncang pada mata pelajaran Matematika dengan menggunakan model Two Stay Two Stray yaitu untuk meningkatkan rasa percaya diri dan prestasi belajar, maka dengan menggunakan model Two Stay Two Stray diharapkan dapat meningkatkan percaya diri dan prestasi belajar siswa.

C. Kerangka Pikir

(22)

penggunaan variasi dalam mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif sebagai pilihan yang dirasa tepat karena mempuyai kelebihan, diantaranya dapat meningkatkan prestasi akademik, dan meningkatkan rasa percaya diri siswa. Tipe Two Stay Two Stray merupakan salah satu contoh dari model pembelajaran kooperatif. Tipe ini mempunyai tahapan pelaksanaan yang runtut mulai dari persiapan, presentasi guru mengenai pelajaran, kegiatan kelompok, formalisasi, evaluasi dan penghargaan. Kelas dibuat kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari 4 siswa untuk mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS). Dengan adanya pembagian kerja sebagai tamu dan tuan rumah, maka akan membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan, meningkatkan daya ingatan siswa, pemahaman materi yang lebih mendalam, meningkatkan rasa percaya diri, serta meningkatkan aktivitas belajar siswa dan titik akhir pencapaian dari proses belajar ini adalah meningkatnya prestasi akademik siswa. Sehingga dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe prestasi belajar siswa akan meningkat

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Percaya Diri
Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data menggunakan model Kemmis dan Taggart meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan evaluasi-refleksi.Hasil penelitian menunjukkan

Bidang: Keagamaan (Termasuk TPA) (Total JKEM bidangini minimal 1.200

PENGARUH MEDAN MAGNET LUAR PADA LAPISAN Dari Gambar 5 dan 6 terlihat dengan jelas menunjukkan bahwa nilai jenuh GMR adalah sama pada saat medan magnet B = ± 5 gauss, keadaan

Sebagai model dalam verifikasi dengan program THAL, digunakan data teras PLTN jenis PWR dengan daya listrik terbangkit sekitar 1000 MWe (PWR kelas 1000), yaitu PWR generasi II

Tujuan penelitian adalah untuk merancang sebuah alat roll plat yang hemat energi dan berskala kecil yang tidak memerlukan tempat yang luas serta bisa dengan mudah

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supitcha Rungrodnimitchai dengan 2 orang temannya di Thailand juga menggunakan bantuan microwave dalam pembuatan gel

dan white box testing , serta hasil kuesioner ke target pengguna, maka telah dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan penelitian untuk membangun aplikasi messenger yang

ACKNOWLEDGEMENTS ………. Problem Formulation ………. Research Benefits ………. Theoretical Review ………. Learning by Absorbing ………. Learning through Reflection