• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Perkemihan 1. Definisi Sistem Perkemihan - Suyatni BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Perkemihan 1. Definisi Sistem Perkemihan - Suyatni BAB II"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Perkemihan

1. Definisi Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (Purnomo,2008).

2. Organ Sistem Perkemihan

Ginjal adalah organ yang berbentuk dua buncis yang terletak di bagian posterior abdomen, satu buah pada setiap sisi kolumna vertebralis, di belakang peritonium. Ginjal berada pada ketinggian vertebra torakal ke-12 sampai vertebra lumbal ketiga. Ginjal kanan biasanya lebih rendah dari ginjal kiri karena adanya hati. Setiap ginjal memiliki panjang sekitar 11 cm, lebar enam cm, dan tebal tiga cm dan terbenam dalam dasar lemak, yang disebut lemak perirenal (Purnomo, 2008).

(2)

akhir dari protein, ureum, kreatinin dan amoniak, sekresi hormon: renin, erithropoetin, dihidroksikolekalsiferol.

Ureter merupakan dua saluran yang berfungsi membawa urine dari ginjal ke kandung kemih. Setiap ureter memiliki panjang sekitar 25-30 cm, memiliki dinding yang tebal dan saluran yang sempit, yang berlanjut dengan pelvis ginjal dan terbuka ke dasar kandung kemih. Sebagian dari ureter ini terletak dalam rongga abdomen dan sebagian lagi terletak dalam rongga panggul (Purnomo, 2008).

Kandung kemih adalah reservoir urin. Kandung kemih terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul dan dapat menahan lebih dari 500 ml urin, tetapi akan timbul nyeri. Terisinya kandung kemih ini oleh urin dengan jumlah ± 250 ml akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada kandung kemih sehingga akan menimbulkan keinginan untuk berkemih (Purnomo, 2008).

(3)

tertanam di dalam dinding anterior vagina. Muara uretra terletak di sebelah atas vagina yaitu antara klitoris dan vagina. Kondisi ini menyebabkan wanita lebih sering terkena infeksi saluran kemih, bakteri akan lebih mudah masuk ke kandung kemih karena urethra lebih dekat ke sumber bakteri seperti daerah anus ataupun vagina (Potter dan Perry, 2000).

B. Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang. Perkembangan manusia berawal dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua, jadi manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap. Lanjut usia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Azizah, 2011).

(4)

2. Batasan Usia Lanjut

Batasan-batasan lansia menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) dalam Maryam (2008) yaitu:

a. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun b. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun

c. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun d. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas Sedangkan kategori lansia menurut Depkes (2003) yaitu: a. Pra lansia kelompok usia 45-59 tahun

b. Lansia antara lebih dari 60-69 tahun c. Lansia beresiko kelompok usia > 70 tahun

3. Perubahan Sistem Renal Dan Urinaria Pada Lanjut Usia

Penuaan adalah keadaan normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang akan terjadi pada seseorang pada saat mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley dan Beare, 2007). Pada lanjut usia terjadi kemunduran fisik pada semua sistem, termasuk sistem renal dan sistem urinaria. Proses penuaan mempengaruhi sistem renal dan system urinaria dalam berbagai cara. Proses penuaan secara tidak langsung menyebabkan masalah inkontinensia (Stanley dan Beare, 2007).

(5)

lebih sering dialami wanita adalah usia, jenis kelamin, dan persalinan pervaginam.

Perubahan anatomi sistem berkemih pada lanjut usia berhubungan dengan inkontinensia urine pada lanjut usia dapat berkaitan dengan perubahan struktur anatomi pada sistem urinaria, yaitu :

1) Ginjal (Ren) merupakan unit fungsional dari ginjal adalah nefron. Pada masa dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang setengahnya dari jumlah nefron dewasa muda. Selain itu nefron yang tersisa memiliki lebih banyak ketidaknormalan (Stanley dan Beare, 2007). Menurut Maryam, (2008) pada lanjut usia ginjal mengalami pengecilan dan nefron menjadi atrofi.

2) Kandung kemih (Vesica Urinaria) terjadi perubahan yang pada umumnya menyertai penuaan, termasuk kapasitas kandung kemih yang lebih kecil (Stanleydan Beare, 2007).

Frekuensi inkontinensia urine merupakan kekerapan pengeluaran urin oleh lansia dalam waktu 24 jam dengan kategori sebagai berikut : frekuensi sering bila berkemih / ngompol lebih dari 10 kali / 24 jam, frekuensi sedang bila berkemih / ngompol antara 6-10 kali / 24 jam, frekuensi ngompol jarang bila lansia mengalami ngompol kurang dari 5 kali / 24 jam (Johnson, 2002).

(6)

meningkat (Maryam, 2008). Pola berkemih, frekuensi berkemih, dan volume berkemih pada setiap orang sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: diet dan intake, respon keinginan awal untuk berkemih, gaya hidup, stress psikologi, tingkat aktifitas, tingkat perkembangan, dan kondisi patologis. Frekuensi berkemih orang normal rata-rata sebanyak 5-6 kali atau 4 jam sekali dengan volume kurang lebih 300 ml setiap miksi atau sekitar 1500 ml per hari (Purnomo, 2011).

Stanley dan Beare (2007) frekuensi berkemih normal adalah setiap 3 jam sekali atau tidak lebih dari 8 kali dalam sehari. Tidak normalnya berkemih pada seseorang lanjut usia adalah apabila frekuensi berkemih lanjut usia sebanyak 1 kali per 2 jam tanpa bisa ditahan atau bisa dikatakan berkemih sebanyak 12 kali dalam 24 jam (Meiner dan Lueckenotte, 2006). Observasi frekuensi berkemih dilakukan selama satu hari dan akan mendapatkan hasil yang maksimal jika observasi dilakukan selama 7 hari (Kincade, et al, 2005).

C. Konsep Inkontinensia Urine pada Lanjut Usia 1. Definisi Inkontinensia Urine

(7)

higienis bagi penderitanya. Penting untuk mengetahui penyebab dari inkontinensia urine sehingga penatalaksanaanya dapat dilakukan

dengan tepat. Empat penyebab pokok dari inkontinensia urine pada pasien usia lanjut, yaitu: gangguan urologik, gangguan neurologis, gangguan fungsional atau psikologis, dan gangguan lingkungan (Setiati, 2007).

Penulis menyimpulkan bahwa inkontinensia adalah suatu kondisi pengeluaran atau kebocoran urin tanpa disadari, tidak terkendali, terjadi di luar keinginan, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sering.

2. Etiologi Inkontinensia Urine

(8)

3. Dampak Inkontinensia Urine

Inkontinensia urine juga memiliki efek terhadap kualitas

hidup, bahkan pada kegiatan sehari-hari sederhana, seperti bekerja, berjalan, kegiatan interpersonal, aktifitas fisik, fungsi seksual, dan tidur. Pasien dengan inkontinensia urine juga memiliki kualitas hidup yang lebih rendah disetiap domain (fungsi fisik, peran, sosial, kesehatan mental, persepsi kesehatan dan nyeri) (Grimm, et. al, 2003). 4. Tipe Inkontinensia

Ada beberapa tipe dari inkontinensia urine yaitu: inkontinensia dorongan, inkontinensia total, inkontinesia stress, inkontinensia refleks, inkontinensia fungsional (Hidayat, 2006).

a. Inkontinensia Dorongan

Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana

seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat setelah berkemih. Inkontinensia dorongan ditandai dengan seringnya terjadi miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali) dan spame kandung kemih (Hidayat, 2006). Pasien Inkontinensia dorongan mengeluh tidak dapat menahan kencing

(9)

Beberapa penyebab terjadinya inkontinensia urine dorongan disebabkan oleh penurunan kapasitas kandung kemih, iritasi pada reseptor rengangan kandung kemih yang menyebabkan spasme (inspeksi saluaran kemih), minuman alkohol atau kafein, peningkatan konsentrasi urin, dan distensi kandung kemih yang berlebihan. (Hidayat, 2006).

b. Inkontinensia Total

Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang

mengalami pengeluaran urin yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab inkontinensia total antara lain: disfungsi neorologis, kontraksi independen dan refleks detrusor karena pembedahan, trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medulla spinalis, fistula, neuropati (Hidayat, 2006).

c. Inkontinensia Stress

Menurut Hidayat (2006) inkontinensia tipe ini ditandai dengan adanya urin menetes dengan peningkatan tekanan abdomen, adanya dorongan berkemih, dan sering miksi. Inkontinensia stress terjadi disebabkan otot spingter uretra tidak

(10)

Keluar urin dari uretra pada saat terjadi tekanan intra abdominal, merupakan jenis inkontinensia yang paling banyak prevalensinya 8-33%. Pada pria kelainan uretra yang menyebabkan inkontinensia biasanya adalah kerusakan sfingter uretra eksterna

pasca prostatektomi. Inkontinensia stress jarang ditemukan pada laki-laki. Namun apabila hal ini ditemukan maka membutuhkan tindakan pembedahan untuk penanganannya (Purnomo, 2008). Inkontinensia stress ini paling sering ditemukan pada wanita dan

dapat disebabkan oleh cidera obstetrik, lesi kolum vesika urinaria, kelainan ekstrinsik pelvis, fistula, disfungsi detrusor dan sejumlah keadaan lain (Smeltzer dan Bare, 2001).

d. Inkontinensia Refleks

Inkontinensia refleks merupakan keadaan di mana

seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu. Inkontinensia tipe ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis). Inkontinensia refleks ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, dan kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval teratur (Hidayat, 2006).

e. Inkontinensia Fungsional

(11)

dapat diperkirakan. Keadaan inkontinensia ini ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin (Hidayat,2006).

Inkontinensia fungsional merupakan inkontinensia dengan

fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang menyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi (Smeltzer dan Bare, 2001).

D. Bladder Training

1. Definisi Bladder Training

Bladder training merupakan latihan kandung kemih sebagai

salah satu upaya mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan (Lutfie, 2008). Orzeck dan Ouslander (Hariyati 2000) mengatakan bahwa bladder training merupakan upaya mengembalikan pola buang air kecil dengan menghambat atau merangsang keinginan buang airkecil. Bladder training merupakan tindakan yang bermanfaat dalam mengurangi frekuensi dari inkontinensia.

(12)

memiliki efek samping yang minimal dalam menangani masalah inkontinensia urine. Dengan bladder training diharapkan pola

kebiasaan disfungsional, memperbaiki kemampuan untuk menekan urgensi dapat diubah dan secara bertahap akan meningkatkan kapasitas kandung kemih dan memperpanjang interval berkemih (Glen, 2003).

Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel exercises (latihan pengencangan atau penguatan otot-otot dasar

panggul), delay urination (menunda berkemih), dan scheduled bathroom trips (jadwal berkemih) Suryahanto (2008). Latihan kegel

(kegel exercises) merupakan aktivitas fisik yang tersusun dalam suatu program yang dilakukan secara berulang-ulang guna meningkatkan kebugaran tubuh.

2. Tujuan Bladder Training

Tujuan dari bladder training (melatih kembali kandung kemih) adalah mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Potter dan Perry, 2000). Bladder training bertujuan untuk mengembangkan tonus otot dan

spingter kandung kemih agar berfungsi optimal. Latihan ini dilakukan pada pasien setelah kateter terpasang dalam jangka waktu yang lama (Suharyanto, 2008). Tujuan dilakukan bladder training adalah:

1. Membantu klien mendapat pola berkemih rutin.

(13)

4. Meningkatkan kapasitas kandung kemih.

5. Melatih kandung kemih untuk mengeluarkan urin secara periodic 6. Mengontrol faktor-faktor yang mungkin meningkatakan jumlah

episode inkontinensia. 3. Metode Bladder Training

a) Pengertian Otot Dasar Panggul (Kegel Exercise)

Bagian dasar panggul terdiri dari lapisan-lapisan otot dan jaringan lainnya. Lapisan-lapisan ini merentang sperti tempat tidur gantung dari tulang ekor dibelakang, sampai ke tulang kemaluan di depan. Saluran air seni dan saluran buang air besar keduanya melewati otot-otot dasar panggul. Otot-otot dasar panggul menolong untuk mengendalikan kandung kemih dan usus. Otot-otot tersebut juga membantu fungsi seksual. Penting sekali mempertahankan otot-otot dasar panggul agar tetap kuat. (An. Australian Government Initiative, 2013)

b) Pengertian Kegel Exercise/ Latihan Otot Dasar Panggul

Kegel exercise adalah serangkaian latihan otot panggul yang

dirancang untuk memperkuat otot-otot dasar panggul. Kegel exercise adalah latihan-latihan pada otot-otot pelvis dengan cara

mengerutkan (kontraksi) dan mengendurkan (relaksasi) yang dilakukan secara kontinyu atau berulang-ulang. (Puspasari, 2011). Kegel exercise merupakan salah satu cara paling efektif untuk

(14)

Kegel exercise merupakan latihan yang mudah untuk

membantu meningkatkan control bowel dan kandung kemih. Apabila dilakukan dengan baik dan teratur, latihan ini dapat membangun dan menguatkan otot dasar panggul untuk membantu menahan urin dan feses. Selain itu juga dapat meningkatkan kepuasan selama melakukan hubungan seksual. Latihan otot dasar panggul dapat menguatkan otot yang menyokong kandung kemih dan uretra pada laki-laki (An Australian Government Initiative, 2013).

c) Masalah Yang Dapat Diatasi Dengan Kegel Exercise

Masalah yang dapat diatasi dengan kegel exercise yaitu Inkontinensia urine, ada rembesan urin ketika duduk, berdiri, batuk

atau bersin (Stres Incontinence), tiba-tiba ingin buang air kecil dengan segera (urgency) dan kadang-kadang merembes sebelum sampai di toilet (urge incontinence), ingin buang air kecil lebih sering dari biasanya (frequency) termasuk saat malam hari (nocturia), ada urin yang menetes setelah selesai buang air kecil (after dribble) (Prostat Cancer UK, 2014).

d) Manfaat Kegel Exercise

Dasar latihan adalah kontraksi otot dengan hasil akhir otot dasar panggul menjadi kuat serta memberikan manfaat :

(15)

(3) Mengurangi frekuensi inkontinensia urine

(4) Mengurangi volume urin pada inkontinensia urine (5) Menguatkan otot yang menyokong kandung kemih

(6) Meningkatkan kekuatan dan ketahanan kontraksi otot dasar

panggul

(7) Meningkatkan sensasi seksual. e) Cara Menentukan Otot Dasar Panggul

Hal pertama yang perlu dilakukan ketika melakukan Kegel exercise adalah menemukan otot mana yang perlu dilatih :

(1) Duduk atau berbaringlah dengan mengendurkan otot paha dan pantat. Menggunakan cermin genggam mungkin akan menolong dalam mengamati otot-otot dasar panggul saat menegang.

(2) Kencangkan lingkaran otot disekitar saluran buang air besar seolah-olah responden sedang berusaha untuk menahan kentut. Sekarang kendurkan otot ini. Kencangkan dan kendurkan beberapa kali sampai responden yakin sudah menemukan otot yang tepat, jangan mengencangkan pantat.

(16)

jika responden menghentikan dan melepaskan aliran kencing lebih dari sering dari itu.

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1: Kerangka Teori

Sumber: (Stanley dan Beare, 2007) dan (Smeltzer dan bare,2001) Inkontinensia Urine

Perubahan sistem renal dan urinaria pada lanjut usia

1. Ginjal

2. Kandung kemih

(Stanley dan Beare, 2007)

Mengembalikan fungsi berkemih

Bladder Training (kegel exercise)

Tidak terjadi gangguan pada system perkemihan Kriteria inklusi :

-Wanita lanjut usiadengan keluhan inkontinensia urine -Tidak mengalami kelemahan tubuh

-Dapat berkomunikasi efektif

(17)

F.Kerangka Konsep

Gambar 2.2: Kerangka Konsep Keterangan gambar :

: yang akan di uji

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas dapat dirumuskan suatu Hipotesis penelitian ini yaitu:

Ha :Terdapat efektivitas bladder training kegel exercise terhadap inkontinensia urine pada wanita lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Sokaraja

Banyumas Jawa Tangah

Ho :Tidak terdapat efektivitas bladder training kegel exercise terhadap inkontinensia urine pada wanita lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Sokaraja

Banyumas Jawa Tangah

Wanita Lanjut usia yang termasuk dalam kriteria inklusi

Inkontinensia urine

Kegel Exercise

Gambar

Gambar 2.1: Kerangka Teori
Gambar 2.2: Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Besarnya nilai kelimpahan jenis satwa burung pada blok petak ukur permanen hutan mangrove adalah sebesar 3,475, menunjukan suatu angka yang cukup besar karena beberapa jenis satwa

%erusakan intergritas !aringan berhubungan dengan iritan toksin b akteri anthra> ditandai dengan terdapat lesi kulit primer yang tidak nyeri dan papula yang gatal, &esikel

Pemberian beberapa jenis zat pengatur tumbuh pada menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun baru muncul setek pucuk jeruk kacang.. Rata-rata persentase

Hutan mangrove sedang merupakan hutan mangrove yang di tumbuhi oleh vegetasi mangrove sejati seperti Rhizophoraceae, Lumnitzera dan Bruguiera dengan kondisi tegakan pohon yang

proses atau langkah yang dilakukan dengan suatu sarana yang memungkinkan (manual/komputer) untuk mengubah data menjadi informasi agar dapat digunakan untuk

Konsep upah dalam fiqh Islam masuk dalam bab Ijarah (sewa menyewa). Upah artinya mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat

Hasil persentase penurunan kadar glukosa darah preprandial dari pemberian ekstrak artemisia tunggal dosis 83,56 mg/KgBB lebih baik dibandingkan dengan kombinasi