PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004 DI APOTEK PADA KECAMATAN KRATON, MANTRIJERON, MERGANGSAN DAN WIROBRAJAN KOTA
YOGYAKARTA PERIODE FEBRUARI TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Febriwany Silvi Manurung NIM : 088114067
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004 DI APOTEK PADA KECAMATAN KRATON, MANTRIJERON, MERGANGSAN DAN WIROBRAJAN KOTA
YOGYAKARTA PERIODE FEBRUARI TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Febriwany Silvi Manurung NIM : 088114067
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Seperti fajar di pagi hari, yang selalu terbit tepat pada waktunya.
Aku mau percaya Tuhan, bahwa pertolongan-Mu bagi ku, akan
selalu sampai tepat pada waktu-Nya. Sekalipun aku belum
melihat apa pun hari ini, aku mau tetap percaya padaMu.
Percaya pada janji-janjiMu (Franky Sihombing)
Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada
yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa
yang bekerja di dalam kita (Efesus 3:20)
Karya ini ku persembahkan untuk,
Tuhan Yesus Kristus,
Papa, mama, dan adikku tersayang,
My Love
,
Keluarga besar Manurung dan Sinaga,
Teman-temanku,
dan Almamaterku
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Seperti fajar di pagi hari, yang selalu terbit tepat pada waktunya.
Aku mau percaya Tuhan, bahwa pertolongan-Mu bagi ku, akan
selalu sampai tepat pada waktu-Nya. Sekalipun aku belum
melihat apa pun hari ini, aku mau tetap percaya padaMu.
Percaya pada janji-janjiMu (Franky Sihombing)
Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada
yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa
yang bekerja di dalam kita (Efesus 3:20)
Karya ini ku persembahkan untuk,
Tuhan Yesus Kristus,
Papa, mama, dan adikku tersayang,
My Love
,
Keluarga besar Manurung dan Sinaga,
Teman-temanku,
dan Almamaterku
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Seperti fajar di pagi hari, yang selalu terbit tepat pada waktunya.
Aku mau percaya Tuhan, bahwa pertolongan-Mu bagi ku, akan
selalu sampai tepat pada waktu-Nya. Sekalipun aku belum
melihat apa pun hari ini, aku mau tetap percaya padaMu.
Percaya pada janji-janjiMu (Franky Sihombing)
Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada
yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa
yang bekerja di dalam kita (Efesus 3:20)
Karya ini ku persembahkan untuk,
Tuhan Yesus Kristus,
Papa, mama, dan adikku tersayang,
viii PRAKATA
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penilaian Kualitas Pelayanan Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Apotek pada Kecamatan Kraton, Mantrijeron, Mergangsan dan Wirobrajan Kota Yogyakarta Periode Februari Tahun 2012”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S, Farm.), Program Studi Farmasi.
Selama menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mengalami permasalahan, kesulitan, suka dan duka. Namun dengan adanya dukungan, perhatian dan semangat dari berbagai pihak, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini.
2. Pemerintah Kota Yogyakarta (BAPEDA) yang telah memberikan ijin bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini.
3. Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Yogyakarta yang telah memberikan ijin peneliti untuk melakukan penelitian ini.
4. Ibu Sri Siwi Rahayu, S. Si., Apt. selaku Apoteker Pengelola dan ibu Bernadetta Wenni Sukma Windari, S.Farm., Apt., selaku Apoteker Pendamping di Apotek Sanata Dharma yang telah memberikan ijin dan bantuan selama menjalani proses validasi kuesioner.
5. Apoteker Pengelola Apotek di Kecamatan Kraton, Mantrijeron, Mergangsan dan Wirobrajan Kota Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan bantuan bagi peneliti selama menjalani proses penelitian.
ix
7. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. sebagai dosen pembimbing yang telah memberi dukungan, perhatian, semangat dan bimbingan dalam mengarahkan penulis dari awal hingga selesai pembuatan skripsi ini.
8. Bapak Drs. Djaman Manik, Apt., dan bapak Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt selaku dosen penguji atas waktu, bimbingan dan saran yang telah diberikan 9. Seluruh dosen pengajar dan staf di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan bantuan dan ilmu pengetahuan melalui materi kuliah kepada penulis selama mengikuti proses perkuliahan.
10. Orang tua ku dan adik-adik ku tercinta yang telah memberikan kasih sayang, cinta, dukungan dan perhatian hingga penulis bisa mnyelesaikan skripsi ini. 11. Yustus Nicodemus Kamanasa, yang selalu memberikan semangat, inspirasi,
dukungan, dan selalu setia menemani peneliti selama penelitian.
12. Teman – teman senasib dan seperjuangan selama penelitian, Johana Tania Gunawan dan Oktin Sulastri atas bantuan, semangat, dan kerjasama dari awal hingga akhir penelitian.
13. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2008 dan kelas FKK A 2008, yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu,
memberikan doa, dukungan dan perhatian bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terjadi kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis dan pembaca.
x DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL... .. i
HALAMAN JUDUL... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
PRAKATA... ...viii
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan... 3
2. Keaslian Penelitian ... 3
3. Manfaat Penelitian... 5
B. Tujuan Penelitian... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7
A. Apotek ... 7
B. Apoteker ... 7
C. Kualitas Pelayanan ... 9
D. Resep Obat ... 17
E. Model Kualitas Jasa... 20
F. Diagram Kartesius ... 24
xi
BAB III. METODE PENELITIAN... 27
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 27
1. Variabel... 27
2. Definisi Operasional ... 28
C. Bahan atau Materi Penelitian ... 29
1. Sampel dan Teknik Sampling... 29
2. Besar Sampel ... 29
D. Instrumen Penelitian... 29
E. Tempat Penelitian... 30
F. Tata Cara Penelitian ... 30
a. Analisis Situasi ... 30
b. Pembuatan Kuesioner... 30
c. Pengujian Kuesioner... 32
d. Penyebaran Kuesioner ... 33
e. Pengumpulan Kuesioner... 34
f. Pengolahan Data... 34
g. Wawancara ... 35
G. Analisis Hasil ... 36
H. Kesulitan Penelitian... 36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
A. Karakteristik Responden ... 37
1. Jenis Kelamin ... 37
2. Usia Responden ... 38
3. Pendidikan Terakhir ... 38
4. Jumlah Kunjungan ke Apotek ... 38
5. Terakhir Kunjungan ... 39
6. Hal yang membuat responden datang kembali ke Apotek ... 39
B. Analisis Gap dan Digram Kartesius ... 40
1. Apotek Berbintang Satu ... 42
xii
3. Apotek Berbintang Empat ... 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 66
A. Kesimpulan... 66
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
LAMPIRAN ... 69
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Pernyataan yang mengandung tiga aspek dalam kuesioner ... 31 Tabel II. Klasifikasi Kesenjangan (gap) ... 35 Tabel III. Hasil Analisis Gap dan Diagram Kartesius Di Apotek Kecamatan
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian dan Pengambilan Data...69
Lampiran 2. Surat Permohonan Ijin Penelitian dan Pengambilan Data... 71
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian... 72
Lampiran 4. Karakteristik Responden...76
Lampiran 5. Hasil AnalisisGap dan Diagram Kartesius di Apotek Kecamatan Kraton, Mergangsan, Mantrijeron dan Wirobrajan Kota Yogyakarta ...78
xvi INTISARI
Pergeseran paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented ke patient oriented harus diikuti dengan peningkatan keterampilan dan kemampuan dari apoteker. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui kualitas pelayanan apoteker di apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan menggunakan rancangan cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner kepada pasien yang menebus resep di Apotek Kecamatan Kraton, Mantrijeron, Mergangsan dan Wirobrajan Kota Yogyakarta. Kuesioner yang diberikan berisi tentang karakteristik responden dan karakteristik kualitas pelayanan berdasarkan pengelolaan sumber daya, pelayanan, dan empati. Analisis data menggunakan metode analisisgap,dan penyajian data menggunakan diagram kartesius.
Hasil analisis gap untuk keseluruhan aspek termasuk dalam klasifikasi gap tingkat sedang untuk setiap kecamatan. Hal ini menunjukkan pelayanan yang diberikan sudah cukup baik tetapi kualitas pelayanan masih perlu ditingkatkan sehingga responden yang datang ke apotek merasa puas dari pelayanan yang diberikan.
xvii ABSTRACT
Paradigm of pharmaceutical care changed from drug oriented to the patient oriented to be followed with increased skill and the ability of pharmacists. This study has aims to get information about the service quality pharmacists at the pharmacies based on Kepmenkes RI No 1027/MENKES/SK/IX/2004.
The kind of research is observational study with using cross sectional design. The data was collected through questionnaires to the patients who are prescription at pharmacies subdistric Kraton, Mantrijeron, Mergangsan and Wirobrajan in Yogyakarta. The questionnaire provided contains about characteristics of respondents and characteristics of service quality based on the management of resources, services, and empathy. Data analysis is using gap analysis method and presentation of data is using cartesian diagram.
The result of gap analysis for all the aspects included in the classification of a moderate gap for each sub-district. This indicates the service provided has been good enough but the quality of service still needs to be improved so that respondents who came to apothecary feel satisfied of services provided.
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa Apotek adalah tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan
dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat
(Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat
ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula berfokus pada pengelolaan obat
sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan
orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan
pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian
informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai
harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan
menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam proses pelayanan (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2004).
Menteri Kesehatan Republik Indonesia menimbang bahwa dalam rangka
Pharmaceutical Care perlu menetapkan standar pelayanan Kefarmasian dengan
Keputusan Menteri sehingga memutuskan semua tenaga kefarmasian dalam
melaksanakan tugas profesinya di apotek agar mengacu pada standar sebagaimana
ditetapkan dalam keputusan ini (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, 2004).
Sebagai upaya agar apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian
dengan baik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Depatemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia
(ISFI) menyusun Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek untuk menjamin
mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat yaitu Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004. Apoteker di apotek dalam menjalankan praktek
kefarmasian mendapatkan perlindungan hukum bila praktek kefarmasian tersebut
dijalankan sesuai standar yang berlaku, yaitu Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 (Direktorat
Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).
Berdasarkan keterangan di atas, peneliti tertarik untuk memberikan
penilaian kualitas pelayanan yang diberikan apoteker di apotek dengan standar
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 sebagai upaya agar apoteker
dapat melaksanakan standar pelayanan kefarmasian di apotek sehingga menjamin
mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Penelitian ini dilakukan di
apotek kecamatan kota Yogyakarta yang memiliki jumlah apotek terbanyak.
penelitian menjadi empat kecamatan yang saling berdekatan yaitu kecamatan
Kraton, Mantrijeron, Mergangsan dan Wirobrajan Kota Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan di apotek Kota Yogyakarta karena peneliti ingin
menilai kualitas pelayanan dari apotek yang memiliki labelisasi. Dinas kesehatan
kota Yogyakarta telah memberikan labelisasi terhadap 119 apotek pada Juni – Juli
2010. Dari program labelisasi ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas dari
apotek. Labelisasi ini terbagi menjadi 4 bintang dimana apotek yang dinyatakan
berkualitas cukup akan mendapatkan sertifikat dengan satu tanda bintang. Apotek
berkualitas lebih dari cukup ditandai dengan dua bintang. Apotek berkualitas baik
mendapatkan tiga bintang. Apotek berkualitas sangat baik mendapatkan tanda
empat bintang. Kriteria penilaian dilakukan dengan melihat berbagai aspek,
diantaranya legalitas, administratif, sarana apoteker dan pengelolaan obat
(Hermawan, 2010).
1. Permasalahan
Seperti apakah kualitas pelayanan di apotek kecamatan Kraton,
Mantrijeron, Mergangsan dan Wirobrajan Kota Yogyakarta berdasarkan standar
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004?
2. Keaslian penelitian
Sejauh yang peneliti ketahui, belum pernah dilakukan penelitian mengenai
penilaian kualitas pelayanan berdasarkan kepmenkes RI nomor
Mergangsan dan Wirobrajan Kota Yogyakarta tahun 2012. Beberapa penelitian
sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu :
1. Sukmajati, 2007, Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KepMenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 Di Kota
Yogyakarta dan mengkaji pemahaman apoteker mengenai medication record dan
konseling. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah Apoteker
Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping yang bersedia mengisi kuesioner.
Kuesioner yang digunakan menggunakan likert skala dua. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa apoteker di apotek Kota Yogyakarta belum melaksanakan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepermenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 secara menyeluruh dalam semua aspek dari
KepMenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 yaitu pengelolaan sumber daya,
pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan. Perbedaan dengan penelitian ini, adalah
menilai kualitas pelayanan yang diterima pasien dan disesuaikan dengan
parameter utama KepMenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 yaitu
pengelolaan sumber daya, pelayanan, dan aspek empati.
2. Christina, 2006, Perbandingan Harapan dan Kenyataan Terhadap Kualitas
Pelayanan untuk Menggambarkan Kepuasan Konsumen dengan Resep Obat di
Apotek Kimia Farma Area Manajer Bisnis Yogyakarta Periode Desember
2009-Januari 2010. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuntitatif non eksperimental
dengan rancangan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik
komparatif. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa keseluruhan kualitas
pelayanan dilihat dari tingkat kepuasan konsumen dibandingan dengan harapan.
Harapan dan kenyataan konsumen didapatkan bahwa konsumen di Apotek Kimia
Farma Area Manajer Bisnis Yogyakarta puas terhadap pelayanan yang diberikan.
Sedangkan pada penelitian ini, memberikan penilaian kualitas pelayanan
berdasarkan KepMenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek pada
kecamatan Kraton, Mantrijeron, Mergangsan dan Wirobrajan Kota Yogyakarta.
Pengambilan sampel pada penelitian ini ditentukan oleh peneliti yaitu diambil
besar sampel minimum selama hari kerja di apotek dari setiap kecamatan.
3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai evaluasi pihak apotek,
dan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk meningkatkan kualitas pelayanan di
apotek kecamatan Kraton, Mantrijeron, Mergangsan dan Wirobrajan Kota
Yogyakarta dengan standar Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
yang berorientasi pada tingkat harapan dan kenyataan yang dirasakan pasien.
B. Tujuan Penelitian
Mengetahui kepuasan dari pengunjung apotek di kecamatan Kraton,
Mantrijeron, Mergangsan dan Wirobrajan yang sudah di labelisasi berdasarkan
kriteria pengelolaan sumber daya, pelayanan, aspek empati menurut Kepmenkes
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004, apotek adalah tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).
Perlengkapan apotek adalah adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).
B. Apoteker
sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).
Apoteker farmasi klinik adalah pelaku pelayanan kesehatan yang meningkatkan penggunaan obat yang efektif, aman, dan ekonomik bagi individu serta masyarakat. Semua apoteker perlu mengembangkan beberapa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang perlu untuk suatu pendekatan klinik dalam praktiknya, tetapi luas dan tingkat dari spesialisasi dalam pengembangan ini akan beragam, bergantung pada tingkat keterlibatan klinik langsung apoteker rumah sakit dengan pasien dan dokter penulis resep atau order (Siregar, 2004).
Farmasi klinik didefinisikan sebagai segala aktivitas yang dilakukan oleh seorang farmasis dalam usahanya untuk mencapai terapi obat rasional. Kunci utamanya adalah pemantauan terapi yang bertujuan untuk mengoptimalkan terapi dan meminimalkan efek obat yang tidak diinginkan (Seto, 2008).
secara terus-menerus dan telah memiliki surat izin kerja serta tidak bertindak sebagai Apoteker pengelola apotek di apotek lain (Menteri Kesehatan, 2002).
Tanggung jawab tugas Apoteker di apotek ialah:
1. Tanggung jawab atas obat dengan resep. Apoteker mampu menjelaskan tentang obat pada pasien, sebab Apoteker mengetahui bagaimana obat tersebut diminum, mengetahui reaksi samping obat yang mungkin ada, mengetahui stabilnya obat dalam bermacam-macam kondisi, mengetahui toksisitas obat dan dosisnya,serta mengetahui cara dan rute pemakaian obat.
2. Tanggung jawab Apoteker untuk member informasi pada masyarakat dalam memakai obat bebas dan bebas terbatas (OTC). Apoteker mempunyai tanggung jawab penuh dalam menghadapi kasus self diagnosis atau mengobati sendiri dan pemakaian obat tanpa resep (Anief, 2005).
C. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan dinyatakan sebagai perbandingan antara pelayanan yang diharapkan pelanggan dengan pelayanan yang diterima (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 1988).
Kualitas pelayanan perlu diukur setidaknya karena tiga alasan, yaitu: 1. Hasil pengukuran dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antara
sebelum dan sesudah terjadinya perubahan pada suatu organisasi
3. Hasil pengukuran diperlukan untuk menetapkan standar kualitas pelayanan (Brysland dan Curry, 2001).
Sifat layanan terdiri dari: a. Sifat tidak nampak (intangible)
Layanan mempunyai sifat tidak nampak, tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba, didengar atau dicium sebelum diproduksi
b. Sifat tidak dapat dipisahkan (inseperability)
Suatu layanan tidak dapat dipisahkan dari sumber yang member layanan c. Sifat tidak tahan lama (perishability)
Suatu layanan tidak dapat disimpan (Sari, 2008).
Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek menurut KepMenKes No 1027/MenKes/SK/IX/2004 antara lain :
a. Pengelolaan sumber daya 1) Sumber Daya Manusia
2) Sarana dan Prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat , serangga/pest. apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memiliki:
a) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
b) Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi
c) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien d) Ruang racikan
e) Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
3) Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundanganyang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out).
a) Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan ialah pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat b) Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.
c) Penyimpanan
1) Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekuran – kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2) Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
4) Administrasi
a) Administrasi Umum
Pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
b) Administrasi Pelayanan
Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat
b. Pelayanan
1) Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi: a) Persyaratan administratif:
- Nama, SIP dan alamat dokter - Tanggal penulisan resep
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien - Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta
- Cara pemakaian yang jelas - Informasi lainnya
b) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
c) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. d) Penyiapan obat
(1) Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
(2) Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
(3) Kemasan obat yang diserahkan hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
(4) Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
(5) Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
(6) Konseling
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
(7) Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovascular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. 2) Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/ brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
3) Pelayanan residensial (Home care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitasini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record)
c. Evaluasi Mutu Pelayanan
1) Tingkat kepuasan konsumen: dilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung.
2) Dimensi waktu: lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan).
3) Prosedur tetap: untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan. Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk:
Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat Adanya pembagian tugas dan wewenang
Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek
Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru Membantu proses audit
Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: Tujuan: merupakan tujuan protap
Ruang lingkup: berisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan
Hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur
Persyaratan: hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan
Proses: berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan standar
Kualitas pelayanan setiap kriteria pelayanan digambarkan oleh nilai gap antara penilaian persepsi kriteria pelayanan dan penilaian harapan pelanggan terhadap kriteria yang sama. Nilai gap negatif menunjukkan kualitas pelayanan suatu kriteria kurang baik sehingga perlu ditingkatkan. Idealnya, nilai gap antara persepsi dan harapan adalah nol. Dalam kondisi demikian, harapan pelanggan terhadap suatu kriteria pelayanan adalah sama dengan persepsi pelanggan terhadap kriteria yang sama. Bila nilai gap positif, maka hal itu menunjukkan bahwa persepsi pelanggan terhadap kinerja suatu kriteria pelayanan melebihi harapannya terhadap kriteria yang sama. Semakin besar nilai negatif suatu gap pada suatu kriteria pelayanan, semakin besar pula prioritas peningkatan kualitas pelayanan dari kriteria pelayanan tersebut (Djunaidi, 2006).
Tujuan standar pelayanan kefarmasian di apotek disusun: 1. Sebagai pedoman praktik apoteker dalam menjalankan profesi
2. Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional
3. Melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).
D. Resep Obat
Menurut Kepmenkes No.131/MENKES/SK/II/2004, pelayanan obat dengan resep kepada masyarakat diselenggarakan melalui apotek. Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 menyebutkan bahwa penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh apoteker.
Berdasarkan Kepmenkes RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004, pelayanan resep meliputi:
1. Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi: a. Persyaratan administratif:
- Nama, SIP dan alamat dokter - Tanggal penulisan resep
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien - Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta
- Cara pemakaian yang jelas - Informasi lainnya
b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
2. Penyiapan obat
a. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
b. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
c. Kemasan obat yang diserahkan hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
d. Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
e. Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
f. Konseling
penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
g. Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.
E. Model kualitas Jasa
Parasuraman (cit., Tjiptono, 2005), membentuk model kualitas jasa yang menyoroti syarat-syarat utama untuk memberikan kualitas jasa yang diharapkan. Berdasarkan model konseptual yang disusun, skala pengukuran SERVQUAL adalah Q = P – E dimana:
P (Persepsi) didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan berkenaan dengan jasa yang diterima atau dialami.
E (Ekspektasi) dirumuskan sebagai hasrat atau keinginan konsumen, yaitu apa yang mereka rasakan harus (dan bukan bakal) ditawarkan penyedia jasa.
Gambar 1. Kualitas Jasa
(Tjiptono, 2005). Model tersebut dinamakan model service quality (SERVQUAL) yang mengidentifikasi lima kesenjangan (gap) yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa yaitu:
permintaan kurang kuat; interpretasi yang kurang akurat atas informasi mengenai ekspektasi pelanggan; tidak adanya analisis permintaan; buruknya atau tiadanya aliran informasi ke atas dari staf kontak pelanggan ke pihak manajemen; dan terlalu banyak jenjang manajerial yang menghambat atau mengubah informasi yang disampaikan dari karyawan kontak pelanggan ke pihak manajemen. Sebagai contoh, pengelola jasa katering mungkin saja mengira bahwa pelanggannya lebih mengutamakan ketepatan waktu pengantaran dan kuantitas porsi masakan yang dihidangkan, padahal mereka justru lebih mementingkan variasi menu yang disajikan (Tjiptono, 2005).
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa (standards gap).
Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain: tidak adanya standar kinerja yang jelas; kesalahan perencanaaan atau prosedur perencanaaan yang tidak memadai; manajemen perencanaan yang buruk; kurangnya penetapan tujuan yang jelas dalam organisasi; kurangnya dukungan dan komitmen manajemen puncak terhadap perencanaan kualitas jasa; kekurangan sumber daya; dan situasi permintaan berlebihan. Contohnya, manajemen sebuah bank meminta para stafnya agar melayani nasabah dengan ‘cepat’ tanpa merinci standar waktu pelayanan yang bisa dikategorikan cepat (Tjiptono, 2005).
spesifikasi kualitas terlalu rumit atau terlalu kaku; para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut dan karenanya tidak memenuhinya; spesifikasi tidak sejalan dengan budaya korporat yang ada; manajemen operasi jasa yang buruk; kurang memadainya aktivitas internal marketing; serta teknologi dan sistem yang ada tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan spesifikasi. Kurang terlatihnya karyawan, beban kerja terlampau berlebihan, dan standar kinerja tidak dapat dipenuhi karyawan (terlalu tinggi atau tidak realistis) juga bisa menyebabkan terjadinya gap ini. Selain itu, mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh, para perawat sebuah rumah sakit diwajibkan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan/masalah pasien, tetapi di saat bersamaan mereka juga diharuskan melayani setiap pasien dengan cepat (Tjiptono, 2005).
tinggi dan sulit dipenuhi. Contohnya, wisatawan akan sangat kecewa apabila mereka mendapati bahwa obyek wisata yang dikunjungi ternyata tidak sebagus yang digambarkan brosur atauwebsiteyang mereka lihat (Tjiptono, 2005).
5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap) Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk dan masalah kualitas; komunikasi gethok tular yang negatif; dampak negatif terhadap citra korporat atau citra lokal; dan kehilangan pelanggan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan berdasarkan kriteria yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru menginterpretasikan kualitas jasa bersangkutan. Sebagai contoh, seorang dokter mungkin ingin selalu mengunjungi pasiennya demi menunjukkan perhatiannnya, namun itu bisa dipersepsikan keliru oleh sang pasien dan diinterpretasikan sebagai indikasi bahwa ada masalah serius berkenaan dengan penyakit yang dideritanya (Tjiptono, 2005).
F. Diagram Kartesius
Harapan
Kuadran II Kuadran I
Prioritas Utama Pertahankan Prestasi Y
Kuadran III Kuadran IV Prioritas Rendah Berlebihan
Kenyataaan X
Gambar 2. Diagram Kartesius
(Supranto, 2006).
Keterangan:
1. Kuadran I (Pertahankan Prestasi)
Kuadran ini menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan, untuk itu wajib dipertahankan. Dianggap penting dan sangat memuaskan (Supranto, 2006).
2. Kuadran II (Prioritas Utama)
3. Kuadran III (Prioritas Rendah)
Kuadran ini menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan (Supranto, 2006).
4. Kuadran IV (Berlebihan)
Kuadran ini menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting, tetapi sangat memuaskan (Supranto, 2006).
G. Keterangan Empiris
27 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian observasional dengan
rancangan penelitian cross sectional. Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional karena tidak terdapat perlakuan terhadap subyek uji. Metode yang
digunakan dalam pengambilan data adalah kuesioner pada pasien resep dan
wawancara pada apoteker pengelola apotek. Penelitian ini terbatas pada usaha
mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya
sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta. Hasil penelitian
ditekankan pada gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya (Azwar,
2010).
B. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel
a. Variabel bebas (independent) adalah penilaian responden terhadap pengelolaan sumber daya, pelayanan, empati di apotek.
b. Variabel tergantung (dependent) adalah kualitas pelayanan pada responden di apotek kecamatan Kraton, Mantrijeron, Mergangsan dan Wirobrajan
Definisi operasional
a) Kualitas pelayanan yang diteliti berdasarkan parameter Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 adalah pengelolaan sumber daya, pelayanan serta
aspek empati.
b) Responden adalah pasien yang datang ke Apotek lebih dari sekali dengan
membawa resep dari dokter dan Apoteker pengelola Apotek yang bersedia di
wawancara.
c) Apotek yang terletak di Kota Yogyakarta yang memiliki labelisasi dari Dinas
kesehatan Kota Yogyakarta dan bersedia bekerja sama dengan peneliti.
d) Kualitas pelayanan yang diberikan apoteker dapat dilihat dari tingkat kepuasan
yang tergantung dari perbedaan antara kenyataan yang diterima pasien dan
harapan yang dimiliki pasien.
e) Kuesioner yang digunakan terdiri dari Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 dengan dimensi kualitas pelayanan yaitu
pengelolaan sumber daya, pelayanan serta aspek empati.
f) Apotek yang diteliti merupakan daftar apotek dan labelisasi yang diterima dari
Dinas kesehatan Kota Yogyakarta. Apotek yang diteliti adalah apotek yang
memiliki tempat praktek dokter atau memiliki tempat praktek dokter di sekitar
C. Bahan atau Materi Penelitian
1. Sampel dan teknik sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah pengambilan sampel non
probalilitas/non acak. Dengan cara ini semua elemen populasi belum tentu
memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel karena
misalnya ada bagian tertentu yang sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan
untuk mewakili populasi (Umar, 2009).
Sampel pada penelitian ini adalah responden yang datang membawa resep di
apotek selama hari kerja dan responden yang datang ke apotek lebih dari satu kali
untuk membeli obat. Responden yang bersedia mengisi kusioner yang telah
disediakan adalah responden yang berusia di atas 12 tahun.
2. Besar sampel
Penelitian yang akan menggunakan statistik, ukuran sampel yang paling
minimum adalah 30 (Hasan, 2002). Besar sampel pada penelitian ini ditentukan
oleh peneliti yaitu diambil besar sampel minimum selama hari kerja.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa kuesioner yang berisi
tentang kualitas pelayanan di apotek yang disesuaikan dengan standar Kepmenkes
RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
Kuesioner terdiri dari dua bagian dimana pada bagian pertama memuat
mengenai karakteristik responden yang akan mengisi kuesioner. Bagian kedua
E. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di apotek Kota Yogyakarta, dimana diambil
beberapa apotek secara acak di Kota Yogyakarta yang memiliki labelisasi (tanda
bintang) untuk dilakukan penelitian.
1. Apotek kecamatan Kraton : a) Apotek P : Jalan Rotowijayan
b) Apotek W : Jalan Mantrigawen Lor
2. Apotek kecamatan Mantrijeron : Jalan Mayjen Sutoyo
3. Apotek kecamatan Mergangsan : Jalan Sultan Agung
4. Apotek kecamatan Wirobrajan : Jalan Bugisan
F. Tata Cara Penelitian
a. Analisis Situasi
Penelitian ini digunakan kecamatan di Kota Yogyakarta yang memiliki
jumlah apotek terbanyak. Tetapi karena adanya pertimbangan perizinan dari pihak
apotek untuk dilakukan penelitian, maka peneliti memperluas wilayah penelitian
menjadi empat kecamatan yang saling berdekatan, yaitu Kraton, Mantrijeron,
Mergangsan dan Wirobrajan Kota Yogyakarta.
b. Pembuatan Kuesioner
Kuesioner merupakan suatu instrumen pengumpulan data dalam penelitian
sosial. Dengan kuesioner tersebut peneliti menggali informasi dari responden.
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang di
Dasar dari kuesioner adalah Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, yang dimulai dengan mengelompokkan data
berdasarkan pengelolaan sumber daya, pelayanan, serta aspek empati kemudian
menghitung jumlah total dari tiap alternatif jawaban.
Kuesioner terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama memuat mengenai
karakteristik responden yang akan mengisi kusioner. Bagian kedua memuat
perbandingan antara kenyataan dan harapan yang dirasakan responden. Pilihan
jawaban untuk kuesioner ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban untuk pertanyaan yang favorable adalah Sangat Setuju (SS) = 4, Setuju (S) = 3, Tidak Setuju (TS) = 2, Sangat Tidak Setuju (STS)= 1 sedangkan pernyataan yang
unfavorableadalah Sangat Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Tidak Setuju (TS) = 3, Sangat Tidak Setuju (STS)= 4. Pernyataan dalam kuesioner ini terdiri dari 4
bagian yang diambil dari Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 dan
aspek empati.
Tabel I. Pernyataan yang mengandung tiga aspek utama dalam kuesioner
Aspek Nomor Pernyataan
Pengelolaan Sumber Daya 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13
Pelayanan 14,15,16,17,18,19,20,21
c. Pengujian Kuesioner
1) Uji validitas
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan uji hipotesis yang akan digunakan.
Uji validitas pada setiap pernyataan dalam kuesioner pada penelitian ini diukur
dengan menggunakan program komputer dengan analisis Pearson Product Moment pada tingkat kepercayaan 95%. Setiap pernyataan dalam kuesioner dianggap valid apabila diperoleh nilai diatas nilai r product moment yang telah ada (Sugiyono, 2008).
Tipe validitas pada umumnya digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu
construct validity(validitas konstruk),content validity(validitas isi), dancriterion related validity (validitas berdasarkan kinerja. Pada penelitian ini dilakukan uji validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian
terhadap isi test dengan analisis rasional atau lewat professional judgment. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan perhitungan statistik apapun
melainkan hanya analisis rasional maka tidaklah diharapkan setiap orang akan
sama sependapat mengenai sejauh mana validitas isi suatu tes telah tercapai
(Azwar, 2003).
Uji validitas dilakukan pada Apotek Sanata Dharma. Kuesioner diberikan
pada pasien yang datang membawa resep. Pemilihan Apotek Sanata Dharma
sebagai tempat validasi agar dapat menggambarkan kondisi di apotek Kota
Yogyakarta yang telah terlabelisasi yang akan menjadi tempat penelitian. Uji
validitas di Apotek Sanata Dharma dilakukan sebanyak tiga kali kemudian di
dengan melihat nilai valid dari tiap pernyataan sehingga yang diukur uji validasi
isi. Uji validasi kuesioner dihitung dengan menghitung korelasi antara kenyataan
dari masing-masing pernyataan. Pada uji validitas dilakukan uji dengan analisis
Pearson Product Moment. Uji validasi pertama dari 33 pernyataan hanya 23 pernyataan yang memenuhi syarat. Uji validasi kedua dari 28 pernyataan hanya 17
pernyataan yang memenuhi syarat. Uji validasi ketiga dari 27 pernyataan hanya
12 pernyataan yang memenuhi syarat.
2) Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana alat
pengukur dapat dipercaya dan diandalkan, sejauh mana hasil pengukuran itu tetap
konsisten bila dilakukan pengukuran yang berulang-ulang (Notoatmodjo, 2002).
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (r) yang mempunyai rentang
angka 0 sampai 1. Semakin tinggi nilai koefisien reliabilitas maka semakin tinggi
reliabilitasnya. Sebaliknya, semakin rendah nilai koefisien reliabilitas maka
semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2003). Pada penelitian, nilai reliabilitas
kenyataan 0,889 dan nilai reliabilitas harapan 0,912 dengan 16 responden dengan
nilai koefisien alfa > 0,75. Hal ini berarti kuesioner yang dibuat sudah siap untuk
digunakan.
d. Penyebaran Kuesioner
Kuesioner diberikan langsung kepada responden yang datang dengan
membawa resep obat dan peneliti akan mendampingi responden dalam pengisian
kuesioner. Jika ada responden yang tidak memahami isi kuesioner maka peneliti
memberikan pengaruh terhadap pengisian kuesioner. Jika ada pasien yang
mengalami kesulitan dalam hal membaca maka peneliti dapat membantu
membacakan pernyataan kuesioner kepada responden tanpa mempengaruhi
jawaban yang diberikan responden.
e. Pengumpulan kuesioner
Kuesioner langsung dikumpulkan setelah responden selesai menjawab dan
mengisi keseluruhan pernyataan yang diajukan secara tertulis.
f. Pengolahan Data
1) AnalisisGap
Tingkat kupuasan pelayanan dijelaskan dengan menggunakan analisis
kesenjangan (gap). Kepuasan paling tinggi terjadi apabila kenyataan melampaui
harapan yaitu saat pelayanan yang diberikan maksimal (5) sedangkan harapn
minimal (1), sehingga diperoleh nilai sebesar 5-1 = 4. Sebaliknya, kepuasan
paling rendah terjadi apabila kenyataan yang diberikan jauh dibawah harapan
yaitu saat pelayanan yang diberikan minimal (1) sedangkan harapan maksimal (5),
sehingga diperoleh nilai sebesar 1-5 = -4.
Menurut Mulyono (1991) rentang kepuasan terkecil sebesar -4 sampai dengan
terbesar sebesar 4 memiliki interval:
Interval = (Skor tertinggi-Skor terendah) / Jumlah Kelompok
= (4 - (-4)) / 5 = 1,6
Tabel II. Klasifikasi Kesenjangan (gap)
Interval Klasifikasi
-4 s/d -2.4 Sangat Rendah
-2,4 s/d -0,8 Rendah
-0,8 s/d 0,8 Sedang
0,8 s/d 2,4 Tinggi
2.4 s/d 4 Tinggi Sangat Tinggi
2) Diagram Kartesius
Diagram kartesius menjabarkan tingkat pernyataan ke dalam empat
bagian sehingga dengan diagram ini dapat ditentukan faktor yang mempengaruhi
kualitas pelayanan yang dapat diprioritaskan bagi apotek untuk ditingkatkan lebih
lanjut. Apabila terletak di kuadran I maka direkomendasikan untuk pertahankan
prestasi, kuadran II dapat direkomendasikan mendapat prioritas utama, kuadran III
dapat direkomendasikan untuk melakukan perbaikan dengan prioritas rendah dan
kuadran IV berlebihan sehingga direkomendasikan untuk dikurangi.
g. Wawancara
Wawancara merupakan pengumpulan informasi dengan mengajukan
sejumlah pertanyaan terstruktur secara lisan. Pada penelitian ini, wawancara
dilakukan kepada apoteker pengelola apotek. Wawancara ini bertujuan untuk
mengetahui apakah keinginan responden sudah sesuai dengan kinerja pihak
G. Analisis Hasil
Teknik analisis yang umumnya digunkan untuk menganalisis hasil pada
penelitian ini anatara lain dengan menggunakan tabel dan grafik. Penelitian ini
menggunakan analisis data statistik deskriptif dalam bentuk persentase dan
ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram. Metode analisis yang digunakan
adalah analisisgapdan penyajian data menggunakan diagram kartesius.
H. Kesulitan Penelitian
1. Responden terburu-buru mengisi kuesioner dan responden tidak fokus dalam
pengisian kuesioner sehingga ada kemungkinan data yang diperoleh tidak
mencerminkan hasil yang sebenarnya.
2. Jumlah apotek dalam penelitian belum mewakili hasil penelitian dalam setiap
kecamatan Kota Yogyakarta karena adanya kesulitan dalam kesediaan apotek
37 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berdasarkan data apotek yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kota Yogyakakarta. Apotek yang diteliti dalam penelitian ini adalah
apotek yang berada di kecamatan Kraton, Mantrijeron, Mergangsan dan
Wirobrajan di Kota Yogyakarta. Data apotek yang berada di kecamatan
Wirobrajan sebanyak 9 apotek, apotek di kecamatan Mergangsan sebanyak 5
apotek, apotek di kecamatan Mantrijeron sebanyak 14 apotek dan apotek di
kecamatan Kraton sebanyak 3 apotek.
A. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam pembahasan ini hanya untuk
menggambarkan secara deskriptif karakter responden yang datang menebus resep
di apotek kecamatan Kraton, Mantrijeron, Mergangsan dan Wirobrajan di Kota
Yogyakarta. Karakteristik responden meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan
terakhir, jumlah kunjungan ke apotek, terakhir kunjungan, dan hal-hal yang
membuat responden datang kembali ke apotek.
1. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan frekuensi responden terbanyak di
kecamatan Kraton yaitu berjenis kelamin laki-laki sebesar 31 dan berjenis kelamin
2. Usia Responden
Rentang usia di kecamatan Kraton yang paling banyak adalah rentang
usia ≤ 20 dan 21-30 tahun dengan jumlah frekuensi sebanyak 9 di apotek W dari
36 responden. Di kecamatan Mantrijeron, rentang usia paling banyak adalah
rentang usia 41-50 tahun dengan jumlah frekuensi sebanyak 17 dari 42 reponden.
Di kecamatan Mergangsan, rentang usia paling banyak adalah rentang usia 21-30
tahun dengan jumlah frekuensi sebanyak 18 dari 34 responden. Di kecamatan
Wirobrajan, rentang usia paling banyak adalah rentang usia 31-40 tahun dengan
jumlah frekuensi sebanyak 15 dari 35 responden.
3. Pendidikan Terakhir
Hasil penelitian menunjukkan frekuensi tingkat pendidikan responden
terbesar dari setiap kecamatan adalah SMA/SMK. Pada kecamatan Kraton,
tingkat pendidikan SMA/SMK terbesar sebanyak 34 dari 66 responden di apotek
P dan apotek W. Di kecamatan Mantrijeron, tingkat pendidikan SMA/SMK
sebanyak 18 dari 42 responden. Di kecamatan Mergangsan dan Wirobrajan,
tingkat pendidikan SMA/SMK sebanyak 17 dari 34 responden untuk wilayah
Mergangsan dan 35 responden untuk wilayah Wirobrajan sedangkan di kecamatan
Mantrijeron dan Mergangsan tingkat pendidikan terkecil adalah SD sebanyak 1
dari 42 responden untuk wilayah Mantrijeron dan 34 responden untuk wilayah
Mergangsan.
4. Jumlah Kunjungan ke Apotek
Hasil penelitian menunjukkan di kecamatan Mantrijeron, jumlah
jumlah kunjungan yang paling banyak hingga paling sedikit yaitu jumlah
kunjungan terbesar 2 kali sebanyak 30 dan kunjungan 3-5 kali sebanyak 12 dari
42 responden.
5. Terakhir Kunjungan
Hasil penelitian menunjukkan responden yang datang untuk membeli obat
dalam 6 bulan terakhir dilihat dari persentase terbanyak hingga terendah yaitu
kecamatan Mantrijeron dengan terakhir kunjungan 1 minggu yang lalu sebesar 19
dari 42 responden, dan kecamatan Kraton dengan terakhir kunjungan 1-4 minggu
yang lalu sebesar 19, 1-3 bulan yang lalu sebesar 14 serta kunjungan 3-6 bulan
yang lalu sebesar 11 dari 66 responden di apotek P dan apotek W.
6. Hal yang membuat datang kembali ke Apotek
Hasil penelitian menunjukkan di kecamatan Wirobrajan, hal yang
membuat responden datang kembali ke apotek karena letak apotek dengan jumlah
frekuensi sebesar 29 dari 35 responden sedangkan di kecamatan Kraton, hal yang
membuat responden datang kembali ke apotek karena harga yang terjangkau
sebesar 36 dan dikarenakan letak apotek sebesar 33 dari 66 responden di apotek P
dan apotek W. Pada wilayah Kraton, responden yang datang kembali ke apotek
dikarenakan letak apotek yang berdekatan dengan rumah dan harga yang
B. AnalisisGapdan Diagram Kartesius
Hasil perbandingan antara kenyataan dan harapan dari KepMenkes
RI Nomor 1027/Menkes/SK/X/2004, yaitu pengelolaan sumber daya, pelayanan
serta aspek empati dilakukan dengan analisisgapdan diagram kartesius. Nilai gap
negatif menunjukkan kualitas pelayanan suatu kriteria kurang baik sehingga perlu
ditingkatkan dan apabila nilai gap positif, maka hal itu menunjukkan bahwa
persepsi pelanggan terhadap kinerja suatu kriteria pelayanan melebihi harapannya
terhadap kriteria yang sama. Diagram kartesius digunakan untuk melihat
keberadaan dari setiap pernyataan. Apabila terletak di kuadran I maka
direkomendasikan untuk pertahankan prestasi, kuadran II dapat direkomendasikan
mendapat prioritas utama, kuadran III dapat direkomendasikan untuk melakukan
perbaikan dengan prioritas rendah dan kuadran IV berlebihan sehingga
Tabel III. Hasil Perhitungan AnalisisGapdan Diagram Katesius menurut KepMenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/X/2004 dan aspek empati di Kecamatan Kraton, Mantrijeron, Mergangsan dan Wirobrajan Aspek No Kecamatan Kraton Kecamatan Mantrijeron Kecamatan Mergangsan Kecamatan Wirobrajan
* Apotek P ** Apotek W **** Apotek PA ** Apotek S ** Apotek M ∑ Gap Kuadran ∑ Gap Kuadran ∑ Gap Kuadran ∑ Gap Kuadran ∑ Gap Kuadran Pengelolaan Sumber Daya 1. 0,1 I -0,11 I -0,09 I 0,09 I 0,12 I
Mean -0,1 -0,15 -0,04 -0,05 -0,08
Pelayanan 14. -0,04 I -0,16 I -0,12 I -0,11 I -0,14 II
Mean -0,05 -0,28 -0,05 -0,08 -0,08
Empati 22. 0 IV -0,3 III 0 I -0,09 IV -0,2 II
Apotek yang berbintang satu (*)
A. Apotek P
1. Pengelolaan Sumber Daya
Pada tabel IV di apotek P, dihasilkan mean nilai gap sebesar -0,1 yang
menunjukkan klasifikasi gap tingkat sedang. Hal ini berarti pelayanan yang
diberikan pada aspek pengelolaan sumber daya bagi responden biasa saja. Hasil
labelisasi di apotek P memiliki bintang satu yang menunjukkan apotek tersebut
berkualitas cukup.
2. Pelayanan
Pada tabel IV di apotek P, dihasilkan mean nilai gap sebesar -0,05 yang
menunjukkan klasifikasi gap tingkat sedang. Hal ini berarti pelayanan yang
diberikan pada aspek pelayanan bagi responden biasa saja. Hasil labelisasi di
apotek P memiliki bintang satu yang menunjukkan apotek tersebut berkualitas
cukup.
3. Empati
Pada tabel IV di apotek P, dihasilkan mean nilai gap sebesar 0,01 yang
menunjukkan klasifikasi gap tingkat sedang. Hal ini berarti pelayanan yang
diberikan pada aspek empati sumber daya bagi responden biasa saja. Hasil
labelisasi di apotek P memiliki bintang satu yang menunjukkan apotek tersebut
berkualitas cukup.
a. Kuadran I
Pengelolaan sumber daya di apotek P yang direkomendasikan untuk
praktek (pernyataan 1), lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya (pernyataan
4), apotek harus bebas dari hewan pengerat, dan serangga/pest (pernyataan 5),
apotek memiliki pencahayaan yang baik (pernyataan 6), apotek harus memiliki
ruang tunggu yang nyaman (pernyataan 7). Hal ini menunjukkan bahwa
pengelolaan sunber daya di apotek harus mampu mempertahankan prestasi karena
memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada responden.
Pelayanan di apotek P yang direkomendasikan untuk dipertahankan adalah
etiket obat dapat dibaca dengan jelas (pernyataan 14), etiket berisi tanggal
pemberian obat (pernyataan 15), etiket berisi nama yang menggunakan obat
(pernyataan 16), etiket berisi aturan pakai (17), etiket berisi informasi pemakaian
obat (pernyataan 18). Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan apoteker di apotek
harus mampu mempertahankan prestasi karena memberikan kualitas pelayanan
yang baik kepada responden.
Empati di apotek P, yang direkomendasikan untuk dipertahankan adalah
komunikasi Anda dengan Petugas Apotek berjalan baik dan lancar (pernyataan
25), petugas apotek mengucapkan terimakasih saat Anda selesai memperoleh
pelayanan (pernyataan 26), petugas Apotek memberi ucapan “semoga cepat
sembuh” pada saat Anda meninggalkan apotek (pernyataan 27). Hal ini
menunjukkan bahwa empati di apotek harus mampu mempertahankan prestasi
karena memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada responden.
b. Kuadran II
Pengelolaan sumber daya di apotek P yang direkomendasikan untuk
informasi bagi pasien (pernyataan 8). Hal ini menunjukkan bahwa adanya
pernyataan yang direkomendasikan mendapat prioritas utama untuk segera
dibenahi.
Tidak ada pernyataan dalam aspek pelayanan di apotek P, yang
direkomendasikan mendapat prioritas utama karena tidak ada pernyataan yang
pelaksanaannya masih mengecewakan.
Tidak ada pernyataan dalam aspek empati di apotek apotek P, yang
direkomendasikan untuk prioritas utama karena tidak ada pernyataan yang
pelaksanaannya masih mengecewakan.
c. Kuadran III
Pengelolaan sumber daya di apotek P, yang direkomendasikan untuk
melakukan perbaikan dengan status rendah adalah apotek harus memiliki ruang
racikan dan proses peracikan dapat dilihat (pernyataan 9), apotek harus memiliki
ruang konseling yang tertutup untuk pasien (pernyataan 10), apotek harus
memiliki rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain (pernyataan 12),
penyusunan obat-obatan dan barang-barang tersusun rapi (pernyataan 13). Hal ini
menunjukkan bahwa pernyataan dianggap kurang penting bagi responden.
Pelayanan di apotek P, yang direkomendasikan untuk melakukan
perbaikan dengan status rendah adalah lama waktu pengerjaan resep di apotek
terinformasi dengan jelas (pernyataan 20), petugas apotek menjelaskan makanan
dan minuman yang dihindari (pernyataan 21). Hal ini menunjukkan bahwa
pernyataan dianggap kurang penting bagi responden dalam kualitas pelayanan
Empati di apotek P, yang direkomendasikan untuk melakukan perbaikan
dengan status rendah adalah petugas apotek tidak membiarkan Anda menunggu
antrian terlalu lama (pernyataan 24). Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan
dianggap kurang penting bagi responden.
d. Kuadran IV
Pengelolaan sumber daya di apotek P, yang direkomendasikan dikurangi
adalah pada halaman terdapat papan petunjuk yang jelas bertuliskan kata apotek
(pernyataan 2), Apoteker harus memberikan akses informasi dan konseling secara
langsung dan mudah kepada masyarakat (pernyataan 3). Hal ini menunjukkan
bahwa pernyataan yang dirasakan responden ada yang berlebihan sehingga perlu
untuk dikurangi.
Pelayanan di apotek P, yang direkomendasikan untuk dikurangi adalah
obat yang Anda terima dalam kemasan yang rapi dan cocok (pernyataan 19). Hal
ini menunjukkan bahwa pernyataan yang dirasakan responden ada yang
berlebihan sehingga perlu untuk dikurangi.
Empati di apotek P, yang direkomendasikan dikurangi adalah petugas
apotek peduli terhadap keluhan Anda (pernyataan 22), petugas apotek menyapa
saat Anda datang (pernyataan 23). Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan yang
Apotek yang berbintang dua (**)
Apotek yang berbintang dua pada penelitian ini adalah apotek W, apotek S
dan apotek M. Pada tabel IV, dapat dilihat dari aspek pengelolaan sumber daya,
pelayanan dan empati menunjukkan mean nilai gap dari ketiga apotek ini
termasuk dalam klasifikasi gap tingkat sedang. Hal ini berarti pelayanan yang
diberikan pada aspek pengelolaan sumber daya bagi responden biasa saja. Hasil
labelisasi di apotek W, apotek S dan apotek M memiliki bintang dua yang
menunjukkan apotek tersebut berkualitas lebih dari cukup.
Pernyataan yang meliputi aspek pengelolaan sumber daya adalah
Pernyataan 2 (pada halaman terdapat papan petunjuk yang jelas bertuliskan kata
apotek) di apotek W termasuk dalam kuadran I yang berarti pernyataan ini wajib
untuk dipertahankan karena dianggap penting dan memuaskan. Di apotek S,
penyataan 2 termasuk dalam kuadran II yang berarti pernyataan ini mempengaruhi
responden karena dianggap sangat penting namun apotek tersebut belum
melaksanakan sesuai dengan keinginan responden. Di apotek M, pernyataan 2
termasuk dalam kuadran IV yang berarti pernyataan ini dianggap kurang penting
bagi responden, tetapi pelaksanaannya berlebihan. Pernyataan 3 (Apoteker harus
memberikan akses informasi dan konseling secara langsung dan mudah kepada
masyarakat) di apotek W termasuk dalam kuadran I yang berarti pernyataan ini
wajib untuk dipertahankan karena dianggap penting dan memuaskan. Di apotek S,
pernyataan 3 termasuk dalam kuadran IV yang berarti pernyataan ini dianggap
kurang penting bagi responden, tetapi pelaksanaannya berlebihan. Di apotek M,
responden karena dianggap sangat penting namun apotek tersebut belum
melaksanakan sesuai dengan keinginan responden. Pernyataan 4 (lingkungan
apotek harus dijaga kebersihannya) di apotek W dan apotek S termasuk dalam
kuadran I yang berarti pernyataan ini wajib untuk dipertahankan karena dianggap
penting dan memuaskan. Di apotek M, penyataan 4 termasuk dalam kuadran II
yang berarti pernyataan ini mempengaruhi responden karena dianggap sangat
penting namun apotek tersebut belum melaksanakan sesuai dengan keinginan
responden. Pernyataan 5 (apotek harus bebas dari hewan pengerat, dan
serangga/pest) di apotek W dan apotek S termasuk dalam kuadran I yang berarti
pernyataan ini wajib untuk dipertahankan karena dianggap penting dan
memuaskan. Di apotek M, penyataan 5 termasuk dalam kuadran II yang berarti
pernyataan ini mempengaruhi responden karena dianggap sangat penting namun
apotek tersebut belum melaksanakan sesuai dengan keinginan responden.
Pernyataan 6 (apotek memiliki pencahayaan yang baik) di apotek W termasuk
dalam kuadran I yang berarti pernyataan ini wajib untuk dipertahankan karena
dianggap penting dan memuaskan. Di apotek S, pernyataan 6 termasuk dalam
kuadran IV yang berarti pernyataan ini dianggap kurang penting bagi responden,
tetapi pelaksanaannya berlebihan. Di apotek M, pernyataan 6 termasuk dalam
kuadran III yang berarti pernyataan ini kurang penting bagi responden,
pelaksanaannya oleh apotek biasa saja. Pernyataan 7 (apotek harus memiliki
ruang tunggu yang nyaman) di apotek W dan apotek S termasuk dalam kuadran I
yang berarti pernyataan ini wajib untuk dipertahankan karena dianggap penting
berarti pernyataan ini kurang penting bagi responden, pelaksanaannya oleh apotek
biasa saja. Pernyataan 8 (apotek harus memiliki tempat untuk mendisplai
informasi bagi pasien) di apotek W termasuk dalam kuadran I yang berarti
pernyataan ini wajib untuk dipertahankan karena dianggap penting dan
memuaskan. Di apotek S dan apotek M, pernyataan 8 termasuk dalam kuadran III
yang berarti pernyataan ini kurang penting bagi responden, pelaksanaannya oleh
apotek biasa saja. Pernyataan 9 (apotek harus memiliki ruang racikan dan proses
peracikan dapat dilihat) di apotek W termasuk dalam kuadran I yang berarti
pernyataan ini wajib untuk dipertahankan karena dianggap penting dan
memuaskan. Di apotek S dan apotek M, pernyataan 9 termasuk dalam kuadran III
yang berarti pernyataan ini kurang penting bagi responden, pelaksanaannya oleh
apotek biasa saja. Pernyataan 10 (apotek harus memiliki ruang konseling yang
tertutup untuk pasien) di apotek W termasuk dalam kuadran I yang berarti
pernyataan ini wajib untuk dipertahankan karena dianggap penting dan
memuaskan. Di apotek S dan apotek M, pernyataan 10 termasuk dalam kuadran
III yang berarti pernyataan ini kurang penting bagi responden, pelaksanaannya
oleh apotek biasa saja. Pernyataan 11 (apotek harus memiliki keranjang sampah
yang tersedia untuk staf maupun pasien) di apotek W termasuk dalam kuadran I
yang berarti pernyataan ini wajib untuk dipertahankan karena dianggap penting
dan memuaskan. Di apotek S dan apotek M, penyataan 11 termasuk dalam
kuadran II yang berarti pernyataan ini mempengaruhi responden karena dianggap
sangat penting namun apotek tersebut belum melaksanakan sesuai dengan