i
TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS XI
SMA YOS SUDARSO METRO, LAMPUNG
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Briggita Ika Gandawati
NIM: 071124016
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Orangtuaku Bapak Cosmos Kusno dan Ibu Elisabeth Maryuti Adikku Stefanus Gagas Wibowo
Sahabatku Agustinus Endi Priyanto
v
viii
Judul skripsi PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS XI SMA YOS SUDARSO METRO, LAMPUNG dipilih berdasarkan kenyataan di SMA Yos Sudarso Metro Lampung bahwa perkembangan kepribadian masih sering diabaikan dalam hidup kita padahal sangatlah penting bagi hidup kita. Dan begitu pula bagi siswa SMA yang masih mencari jati dirinya. Pentingnya perkembangan kepribadian bagi siswa SMA berkaitan erat dengan pemahaman akan dirinya. Perkembangan kepribadian dalam hidup sehari-hari itu perlu dikembangkan secara terus-menerus. Perkembangan kepribadian bagi siswa dapat diupayakan secara internal maupun secara eksternal. Upaya secara eksternal salah satunya dapat diwujudkan melalui jalur pendidikan pada umumnya dan pada khususnya Pendidikan Agama Katolik.
SMA Yos Sudarso Metro Lampung merupakan salah satu sekolah yang melaksanakan mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dalam rangkaian proses pembelajaran. Dari situasi yang ada maka penulis berusaha untuk menemukan peranan Pendidikan Agama Katolik di SMA Yos Sudarso Lampung dalam perkembangan kepribadian siswa. Untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan kepribadian siswa kelas XI dan sejauhmana peranan Pendidikan Agama Katolik dalam perkembangan kepribadian siswa kelas XI di SMA Yos Sudarso Metro Lampung maka penulis mengadakan penelitian. Dalam penelitian ini yang dijadikan sampel adalah 60 siswa yang mewakili 5 kelas XI SMA Yos Sudarso Metro Lampung. Dari hasil penelitian terungkap tentang gambaran perkembangan kepribadian siswa di kelas XI dan sejauhmana peranan Pendidikan Agama Katolik dalam mengembangkan kepribadian siswa, gambaran tersebut tercermin pada tindakan siswa yang menyadari akan hidupnya, mampu menerima diri, mampu mengendalikan emosi diri dan mempunyai kedewasaan iman yang matang.
ix
The title of the thesis “THE ROLE OF CATHOLIC EDUCATION IN THE STUDENTS’ PERSONALITY DEVELOPMENT OF THE TENTH YEAR STUDENTS IN SMA YOS SUDARSO METRO, LAMPUNG” is chosen based on the reality that in SMA YOS SUDARSO METRO LAMPUNG, the personality development is still being often neglected in our life. Although it is very important for our life. And this holds true for the Senior High School students who are still looking for their own identity. The importance of personality development for the Senior High School has a deep correlation with self understanding. Personality development needs to be improved continually in daily life. The personality development for Senior High School students can be fortered internally or externally. One of these external efforts can be implemented through education in general and Catholic Education specifically.
SMA Yos Sudarso is one of the schools in Lampung that holds Catholic Education in the learning Process. From this situation, the writer attempts to find the role of Catholic Education in SMA Yos Sudarso in the Students’ Personality Development. To get the descrition of the Personality Development of the tenth yesr students and how far the role of Catholic Education is in the Personality Development of the tenth year students in SMA Yos Sudarso Lampung, the writer makes a research. From the research result can be known that the description of the personality development of the tenth year students and how far the role of Catholic Education can improve the students’ personality are reflected through the students behavior to realize their life, their ability to accept their selves, their ability to control their emotion and their maturity in faith.
x
Dalam segala kelemahan dan keterbatan penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan, karena berkat limpahan dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS
XI SMA YOS SUDARSO METRO, LAMPUNG.
Penulisan skripsi ini sungguh telah menyerap perhatian, dorongan serta bantuan dari orang-orang yang sungguh memliki cinta. Oleh karena itu pada kesempatan ini, secara istimewa penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Ibu Dra. Yulia Supriyati, M.Pd. selaku dosen pembimbing utama sekaligus pembimbing akademik yang begitu sabar, tulus dan setia mendampingi dan mendukung penulis dari awal hingga penulisan skripsi ini selesai.
2. Bapak Y.H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum. selaku dosen penguji II yang selama ini mendampingi dan mengingatkan penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Bapak Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. selaku dosen penguji III atas kesediaannya memberikan masukan dan saran demi menyempurnakan skripsi ini.
xi
bimbingan serta senyuman sapaan yang selalu menguatkan penulis menjalani proses studi di kampus IPPAK.
5. Keluargaku tercinta, Bapak Cosmos Kusno, Ibu Elisabeth Maryuti dan Adik Stefanus Gagas Wibowo, yang selalu membantu, perhatian, memberi motivasi, semangat dan materiil dari awal kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.
6. Agustinus Endi Priyanto, yang telah dengan setia mendampingi penulis. Terima kasih atas bantuan, dukungan, saran, perhatian serta cinta kasihnya yang selalu menguatkan penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga besarku yang ada di Gaya Baru dan di Sritejo Lampung yang selama ini mendukung dan memberi semangat kepada penulis mulai dari awal kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.
8. Br. P. Triantoro, SCJ. Selaku ketua Yayasan SMA Yos Sudarso Metro Lampung yang telah menerima dan memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9. Para siswa-siswi SMA Yos Sudarso Metro Lampung, khususnya kelas XI IPA I dan XI IPS I yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian.
xiii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... xi
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 6
D. Tujuan Penulisan ... 7
E. Manfaat Penulisan ... 7
F. Metode Penelitian... 8
G. Sistematika Penulisan... 8
BAB II. GAMBARAN UMUM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK ... 10
A. Pendidikan Pada Umumnya ... 10
1. Pengertian Pendidikan ... 10
2. Tujuan Pendidikan ... 12
3. Pendidikan di Sekolah ... 14
xiv
2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 17
3. Peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 19
a. PAK Sebagai Pendidikan Iman ... 19
b. PAK Sebagai Pembinaan Sikap ... 22
4. Materi Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 24
5. Proses Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 26
6. Khasan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 28
C. Peranan Guru Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 30
1. Guru Agama Sebagai Pendidik Hidup Beriman ... 31
2. Guru Agama Sebagai Pembimbing Hidup Rohani ... 32
3. Guru Agama Sebagai Saksi Iman ... 33
BAB III. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ... 35
A. Perkembangan Kepribadian ... 35
1. Pengertian Perkembangan ... 35
2. Ciri-ciri Perkembangan Kepribadian ... 36
a. Perluasan Perasaan Diri ... 37
b. Hubungan Hangat atau Akrab dengan Orang lain ... 37
c. Keamanan Emosional ... 37
d. Persepsi Realitis ... 38
e. Keterampilan-keterampilan dan Tugas ... 38
f. Pemahaman Diri ... 39
g. Filsafat Hidup yang Mempersatukan ... 39
3. Pengertian Kepribadian ... 40
4. Pengertian Perkembangan Kepribadian... 44
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian. 46 a. Diri Sendiri ... 47
b. Keluarga ... 48
xv
6. Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian ... 51
a. Keterbukaan pada Pengalaman ... 51
b. Kehidupan Eksistensial ... 52
c. Kepercayaan Terhadap Organisme ... 52
d. Perasaan Bebas ... 53
e. Kreativitas ... 53
7. Manfaat Perkembangan Kepribadian ... 54
B. Kaitan antara Pendidikan Agama Katolik dan Perkembangan Kepribadian ... 56
1. PAK Membentuk Kedewasaan Manusiawi ... 56
2. PAK Membentuk Kedewasaan Iman ... 57
a. Iman sebagai Kegiatan Percaya ... 58
b. Iman sebagai Kegiatan Mempercayakan ... 58
c. Iman sebagai Kegiatan Melakukan ... 59
BAB IV. GAMBARAN UMUM PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SMA YOS SUDARSO METRO,LAMPUNG ... 61
A. Gambaran Umum SMA Yos Sudarso Metro, Lampung ... 61
1. Sejarah Singkat Berdirinya SMA Yos Sudarso Metro, Lampung ... 61
2. Visi SMA Yos Sudarso Metro, Lampung ... 62
3. Misi SMA Yos Sudarso Metro, Lampung ... 62
4. Peraturan Tata Tertib SMA Yos Sudarso Metro, Lampung ... 62
a. Kehadiran di Sekolah ... 63
b. Penampilan di Sekolah ... 63
c. Kegiatan Belajar-Mengajar ... 64
B. Metodologi Penelitian ... 64
1. Tujuan Penelitian ... 64
xvi
4. Tempat dan Waktu Penelitian... 66
5. Responden Penelitian ... 66
6. Instrumen Penelitian ... 67
7. Variabel Penelitian ... 67
8. Teknik Pengumpulan Data ... 68
C. Hasil Penelitian ... 69
1. Gambaran Pelaksanaan PAK di SMA Yos Sudarso Metro, Lampung ... 69
2. Perkembangan Kepribadian Siswa SMA Yos Sudarso Metro, Lampung ... 74
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 76
1. Gambaran Pelaksanaan PAK di SMA Yos Sudarso Metro, Lampung ... 77
a. Hidup Keagamaan Siswa ... 77
b. Motivasi Siswa ... 78
c. Metode dan Sarana ... 79
d. Proses KBM Pelajaran Agama Katolik ... 80
2. Perkembangan Kepribadian Siswa SMA Yos Sudarso Metro, Lampung ... 84
a. Proses Perkembangan Kepribadian ... 84
b. Hambatan dan Hal yang Mendukung Perkembangan Kepribadian ... 86
BAB V. PENUTUP ... 89
A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
xvii
xviii
A. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
CT : Catechesi Traedendae DV : Dei Verbum
GE : Gravissimum Educationis
B. Singkatan Lain
FKIP : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik BK : Bimbingan Konseling
KBK : Kurikulum Berbasis Kompetensi KLS : Kelas
KOMKAT : Komisi Kateketik
KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia
L : Lulus
OSIS : Organisasi Siswa Intra Sekolah PAK : Pendidikan Agama Katolik
RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran TL : Tidak Lulus
xix KD : Kompetensi Dasar
KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KBM : Kegiatan Belajar Mengajar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan karena lebih menghasilkan pribadi-pribadi yang mementingkan segi intelektual tetapi kurang memperhatikan mengenai nilai-nilai hidup, moral dan sosial. Akibatnya siswa kurang mengerti akan pentingnya penghargaan terhadap martabat kehidupan, dan terjadi berbagai macam bentuk kenakalan siswa, misalnya membolos pada jam pelajaran sedang berlangsung, menyontek dan terkadang juga ada yang berani minum-minuman keras ataupun melakukan tawuran, tindakan kekerasan, ketidakadilan dan sebagainya. Oleh karena itu pendidikan di sekolah dituntut untuk menanamkan nilai dan mutu hidup siswa. Pendidikan di sekolah menjadi salah satu upaya untuk membantu perkembangan kepribadian siswa seutuhnya.
Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan pribadi yang berkualitas, bertanggung jawab terhadap masa depan, mampu hidup dalam situasi dan perkembangan jaman saat ini. Melalui pendidikan siswa dibantu untuk berkembang lebih baik dari segi kepribadiannya. Riyanto (2002:3) menegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan demi pertumbuhan dan perkembangan keseluruhan diri peserta didik agar menjadi pribadi yang matang, dewasa, dan mampu menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
hadapi dalam hidup sehari-hari, selain itu siswa mampu secara matang membedakan yang benar dan yang salah dalam mengambil keputusan, dengan demikian siswa mulai berkembang pribadinya seraca utuh. Riyanto (2002:3) menegaskan bahwa pendidikan diharapkan menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya, yang bertanggungjawab, proaktif dan kooperatif sekaligus memiliki pribadi yang berwatak dan berbudi pengerti luhur.
Pendidikan diharapkan mampu membantu siswa menyadari dirinya, mampu berelasi dan berguna bagi sesama yang ada disekitarnya serta membawa pengaruh yang positif terhadap masyarakat disekitarnya. Dengan demikian siswa mampu bersikap proaktif, sikap dimana siswa mempunyai kemauan berusaha secara aktif mengatasi segala permasalahan yang dimilikinya, sehingga siswa berkembang secara menyeluruh pada dirinya dan beriman kepada Tuhan. Pendidikan dituntut untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dengan meningkatkan mutu pembelajaran agar lebih baik dan menarik bagi para siswa sehingga pendidikan dapat memperkembangkan pribadi siswa secara utuh.
untuk mencerminkan sikap, perilaku yang baik dalam hidup sehari-hari sebagai orang beriman.
Ada beberapa hal yang yang dipandang menjadi orientasi penting dalam pendidikan agama katolik: seperti kita tahu demi terwujudnya Kerajaan Allah, demi kedewasaan iman dan demi kebebasan manusia. Yang menjadi penekanan dalam proses pembelajaran pendidikan agama katolik bukan semata hanya pengajaran agama saja tetapi memperhatikan proses perkembangan seluruh dimensi iman, harapan dan kasih. Pendidikan agama katolik dipahami sebagai pendidikan iman yang diselenggarakan oleh Gereja, sekolah, keluarga yang bertujuan agar pribadi siswa semakin terbentuk dan semakin beriman pada Yesus Kristus sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah terwujud dalam hidup siswa. Kerajaan Allah merupakan kekuatan Allah yang telah menyelamatkan umat manusia. Kekuatan menjadi sifat utama Allah yang penuh kasih, sabar, dan setia mewujudkan kedamaian, cinta kasih dalam hidup manusia (Heryatno, 2008: 25-26).
Perkembangan pribadi yang dimiliki setiap siswa akan membawa pada kedewasaan diri secara penuh. Penemuan kedewasaan diri ini tidak sekali jadi tetapi membutuhkan proses yang panjang melalui pengalaman hidup yang mereka alami sehari-hari. Perkembangan ini dapat diperoleh dengan cara melatih dan mengembangkan spiritual yang ada dalam dirinya. Perkembangan pribadi siswa dalam lingkungan sekolah dapat diperoleh melalui pendidikan agama katolik dan kesadaran dirinya melalui pendidikan yang bervisi spritual.
Pendidikan yang bervisi spritual dapat terwujud apabila sekolah-sekolah katolik didasari oleh cinta kasih. Pendidikan yang bervisi spritual juga dapat dilihat di SMA Yos Sudarso Metro Lampung. SMA Yos Sudarso Metro Lampung mempunyai visi untuk mewujudkan SMA Yos Sudarso Metro Lampung sebagai lembaga pendidikan yang membentuk pribadi yang menuju tata kehidupan bersama yang unggul dalam intelektual, spritual, humanis dan terampil.
Visi yang dimiliki oleh SMA Yos Sudarso Metro Lampung diatas ingin memaparkan pentingnya mengembangkan kepribadian untuk menuju pribadi yang dewasa dan beriman. Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan pribadi yang dewasa dan beriman melalui hidup sehari-hari yang mereka alami. Mengembangkan pribadi yang dewasa dapat diungkapkan dengan mewujudkan dalam tingkah laku yang dalam hidup bersama. Perwujudan perkembangan pribadi yang dewasa dapat tercermin dengan kesadaran diri terhadap hidup dan tindakan sehari-hari
siswa untuk selalu menyadari dirinya agar tercermin kedewasaan dalam diri siswa dengan memahami pendidikan agama katolik sebagai sarana mengembangkan kepribadian siswa. Tetapi pada kenyataannya hal ini belum dipahami dan disadari oleh semua siswa. Tak jarang ada siswa yang kurang menyadari tugas dan tanggung jawabnya dalam belajar misalnya malas dan meremehkan pelajaran, membolos sekolah serta mudah terpengaruh oleh pergaulan yang ada sehingga menyebabkan prestasi belajar menurun bahkan ada siswa yang tidak naik kelas. Keadaan demikian bisa dilatih melalui pendekatan-pendekatan dalam proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran yang ada di sekolah untuk mengarah pada proses perkembangan kepribadian siswa dapat menggunakan cara yang mendukung siswa untuk memahaminya. Salah satu cara yang dapat digunakan yakni dengan melihat keprihatinan yang terjadi pada saat ini. Dengan demikian siswa dapat merasakan secara langsung dan diharapkan menyadari tergerak hatinya. Dengan cara belajar yang mendukung tersebut tujuan dari pendidikan agama katolik mengenai perkembangan pribadi sesuai dengan ajaran imannya dalam diri siswa dapat terwujud.
Di SMA Yos Sudarso Metro Lampung belum mengarahkan pendidikan agama katolik sebagai perkembangan kepribadian. Oleh sebab itu hendaknya pendidikan agama katolik dapat menjadi sarana untuk mengembangkan pribadi siswa. Berdasarkan latar belakang di atas penulis memberi judul skripsi ini: :
PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK TERHADAP
SUDARSO METRO, LAMPUNG. Lewat skripsi ini penulis berharap dapat ikut meningkatkan peranan Pendidikan Agama Katolik terhadap perkembangan kepribadian siswa kelas XI di SMA Yos Sudarso Metro, Lampung.
B. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan judul skripsi yang penulis angkat, maka pembatasan masalah terfokus pada PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS XI SMA
YOS SUDARSO METRO, LAMPUNG.
C. Rumusan Masalah
Setelah melihat dan mengamati latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan agama katolik? 2. Apakah yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian?
3. Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMA Yos Sudarso Metro, Lampung?
4. Bagaimana Pendidikan Agama Katolik mendukung perkembangan kepribadian di SMA Yos Sudarso Metro, Lampung?
5. Sejauh mana peranan pendidikan agama katolik terhadap perkembangan kepribadian siswa kelas XI SMA Yos Sudarso Metro, Lampung.
D. Tujuan Penulisan
1. Memaparkan apa yang dimaksud dengan pendidikan agama katolik. 2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian.
3. Memperoleh gambaran mengenai Pendidikan Agama Katolik kelas XI di SMA Yos Sudarso Metro, Lampung.
4. Mengetahui perkembangan kepribadian siswa kelas XI di SMA Yos Sudarso Metro, Lampung.
5. Mengetahui sejauh mana peranan pendidikan agama katolik terhadap perkembangan kepribadian siswa kelas XI di SMA Yos Sudarso Metro, Lampung.
E. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Bagi Pendidik
Memberi sumbangan gagasan dan hasil penulisan bagi tercapainya tujuan dan maksud Pendidikan Agama Katolik dalam mengembangkan kepribadian siswa.
2. Bagi Sekolah
Sebagai refleksi agar dapat membuat suatu model ataupun metode guna menumbuhkembangkan kepribadian para siswa SMA Yos Sudarso sehingga mereka semakin berkembang dalam kepribadian.
3. Bagi Penulis
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis berdasarkan studi dan analitis pustaka, dan dilengkapi dengan penelitian kualitatif yang diperoleh melalui kuisioner yang dibagikan serta diisi oleh siswa untuk memperoleh gambaran mengenai peranan Pendidikan Agama Katolik dalam mengembangkan kepribadian siswa.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi menyeluruh skripsi ini, penulis akan menggambarkan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama merupakan bagian pendahuluan dengan menguraikan latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan serta sistematika penulisan.
Bab kedua menguraikan gambaran umum pendidikan agama katolik, yang terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama mengenai pengertian pendidikan pada umumnya, tujuan pendidikan pada umumnya, pendidikan di sekolah. Bagian kedua pengertian pendidikan agama katolik di sekolah, tujuan pendidikan agama katolik di sekolah, peranan pendidikan agama katolik di sekolah, materi pendidikan agama katolik di sekolah, proses pendidikan agama katolik di sekolah, kekhasan pendidikan agama katolik di sekolah. Bagian ketiga mengenai peranan guru pendidikan agama katolik di Sekolah.
mempengaruhi kepribadian, tahap-tahap perkembangan kepribadian ciri-ciri perkembangan kepribadian, manfaat perkembangan kepribadian, aspek-aspek perkembangan kepribadian. Bagian kedua menguraikan kaitan antara pendidikan agama katolik dalam perkembangan kepribadian, peranan Pendidikan Agama terhadap perkembangan kepribadian.
Bab keempat penulis memaparkan beberapa hal mengenai umum peranan Pendidikan Agama Katolik terhadap perkembangan kepribadaian, meliputi empat bagian. Yang pertama mengenai gambaran umum SMA Yos Sudarso Metro, Lampung, sejarah singkat berdirinya SMA Yos Sudarso Metro, Lampung, visi SMA Yos Sudarso, Misi SMA Yos Sudarso, peraturan tata tertib SMA Yos Sudarso Metro, Lampung. Yang kedua metodologi penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data. Bagian ketiga mengenai hasil penelitian dan bagian keempat menguraikan pembahasan hasil penelitian.
BAB II
GAMBARAN UMUM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
Pendidikan merupakan proses terpadu untuk membantu seseorang dalam
menyiapkan diri guna mengambil tempat yang semestinya dalam pengembangan
masyarakat dan dalam dunianya dihadapan Tuhan (Mardiatmaja, 1986:19).
Pendidikan agama katolik di sekolah juga dilaksanakan sebagai proses untuk
membantu siswa dalam mempersiapkan diri untuk berkembang seluruh
pribadinya, Bab II ini akan memaparkan gambaran umum tentang pendidikan
agama katolik yang meliputi:
A. Pendidikan Pada Umumnya
1. Pengertian Pendidikan
Driyarkara (1966:69) mendefinisikan pendidikan sebagai pemanusiaan
manusia muda. Pendidikan adalah salah satu usaha yang terus-menerus untuk
memungkinkan manusia semakin memanusiakan dirinya. Pendidikan membantu
seseorang secara teratur agar mau dan mampu bertindak sebagai manusia yang
mengusahakan agar seluruh sikap dan perbuatan sungguh-sungguh bersifat
manusiawi. Pendidikan yang menekankan segi kemanusiaan ini membantu
manusia untuk mampu menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia. Pendidikan diberikan agar menyadarkan manusia supaya
memiliki tanggungjawab terhadap segala tindakan yang dilakukan serta terbuka
kepada setiap orang sehingga menumbuhkan sikap persahabatan satu dengan yang
menempuh hidupnya dengan baik. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang
menuju kepada kebaikan, mengenai manusia seutuhnya dan berlangsung seumur
hidup.
Sejalan dengan pandangan Driyarkara, Supriyati (2001:4) mengatakan
bahwa pendidikan merupakan hal pokok yang melekat dalam proses kehidupan
manusia sehari-hari sebagai usaha untuk memanusiakan manusia muda.
Pendidikan berfungsi bagi manusia untuk membentuk pribadi yang utuh agar
mencapai tujuan pendidikan nasional yakni meningkatkan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasaan, keterampilan, mempertinggi budi pengerti,
memperkuat kepribadiaan dan mempertebal semangat kebangsaan sehingga
tumbuhlah manusia-manusia yang bertanggungjawab dalam segala tindakannya.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,
pasal 1, ayat 1, dikatakan bahwa:
Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar siswa mampu mengembangkan potensi dirinya. Siswa diharapkan mampu untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara. Ini berarti bahwa pendidikan dipandang sebagai pilar pembentuk manusia dan perkembangan masyarakat.
UU RI No.20 tahun 2003 tersebut, menegaskan bahwa pendidikan
mempunyai tujuan untuk mempersiapkan siswa dalam mengembangkan potensi
diri yang dimilikinya, agar siswa tumbuh menjadi pribadi yang berkualitas dan
menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran dan
nilai-nilai keagamaan sehingga siswa menjadi pribadi yang baik. Hal ini
mengandung arti bahwa pendidikan memiliki peran sebagai pemandu dalam
Menyadari peran yang ada tersebut, maka nilai-nilai dalam kehidupan setiap
pribadi menjadi sebuah kebutuhan yang pokok untuk dikembangkan melalui
pendidikan.
2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah membentuk pribadi seseorang secara bertahap
agar semakin tumbuh menjadi dewasa, bukan hanya tumbuh dalam kemampuan
atau keterampilan saja, melainkan juga mampu berkembang dalam pribadinya,
yang membuat seseorang semakin sadar atas karunia iman yang diterimanya
sehingga dapat menghadapi hidup dengan jujur, dan benar (Mardiatmadja,
1986:53).
Pendidikan membentuk pribadi secara bertahap dapat diartikan bahwa
pendidikan membantu seseorang untuk tumbuh berkembang menjadi pribadi yang
dewasa sehingga siswa mempunyai kepercayaan diri yang kuat. Pendidikan
membutuhkan proses yang panjang dan waktu untuk dapat mencapainya.
Pendidikan membantu seseorang untuk berkembang maksudnya melalui
pendidikan ini seseorang diharapkan mempunyai kemampuan yang berguna bagi
masa depannya dan bertanggungjawab akan hidupnya dan pada akhirnya
membantu perkembangan kepribadian.
Undang-undang sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003
menyebutkan tujuan pendidikan nasional untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
Tujuan tersebut dimaksudkan setiap pribadi manusia memiliki dasar yang
kuat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa indonesia, serta mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa, bertanggungjawab dalam membangun bangsa. Pendidikan
yang hendak dicapai adalah mampu mengembangkan segala potensi yang telah
dianugerahkan Tuhan dan bersyukur atas anugerah yang diterimanya. Siswa
diharapkan mampu mewujudkan sikap hidup sebagai orang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan melalui sikap dan tindakan dalam hidup sehari-hari.
Melalui pendidikan diharapkan menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih
manusiawi, berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya, yang
bertanggungjawab, proaktif dan kooperatif, sekaligus memiliki pribadi yang utuh.
Pendidikan membantu individu berkompetensi dan mampu berperilaku dan
berkembang dalam kepribadian sesuai dengan ajaran imannya (Komkat, 2007:5).
Pembentukan pribadi yang utuh membantu siswa untuk mengenali dirinya sendiri
sehingga siswa mampu mengendalikan dirinya. Pendidikan diharapkan mampu
membantu siswa menjadi pribadi yang berkualitas.
Dari beberapa pendapat mengenai tujuan pendidikan di atas dapat
dikatakan bahwa tujuan pendidikan adalah membantu siswa untuk terus
berkembang secara menyeluruh. Tujuan pendidikan juga membantu siswa untuk
tumbuh menjadi pribadi yang matang dan dewasa, baik dilihat dari segi jasmani
maupun rohani sehingga dapat diwujudkan dalam hidup mereka sehari-hari.
tetapi juga sungguh-sungguh membawa siswa semakin berkembang menjadi
pribadi yang utuh tercermin dalam sikap, tindakan dalam hidup sehari-hari.
3. Pendidikan di Sekolah
Pendidikan di sekolah sebagai tempat pembentukan secara menyeluruh
pada dimensi hidup siswa secara sestematik dan kritis, oleh karena itu pendidikan
di sekolah merupakan tempat yang istimewa di mana pembentukan secara
menyeluruh terjadi melalui pengajaran (Sewaka, 1991:21). Pendidikan adalah
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan latihan dalam rangka menyiapkan dirinya menghadapi masa yang
mendatang. Pendidikan yang dimaksud dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur
sekolah dan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang
dilakukan dalam lingkup sekolah, melalui kegiatan pembelajaran secara teratur
dan berkesinambungan yang mendidik siswa secara bertahap dalam bidang
intelektual dan perkembangan kepribadiannya. Sedangkan pendidikan luar
sekolah dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya atau masyarakat di sekitar
tempat tinggal mereka.
Pendidikan di sekolah, merupakan sistem pendidikan yang berlangsung di
sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, yang merupakan upaya bantuan
terhadap orang tua siswa dalam mendidik anak-anaknya, karena orang tua adalah
pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka. Bantuan pendidikan yang
terorganisir yang diusahakan dan ditata oleh sekolah bertujuan untuk membantu
kognitif dan psikomotorik dan menjadi manusia yang berbudaya yang bertakwa
kepada Tuhan, mengusakan perkembangan spritual, sikap dan nilai hidup,
pengetahuan, keterampilan serta mampu mengembangkan para siswa menjadi
pribadi yang utuh yang akan tercermin dalam sikap dan prilakunya dalam hidup
sehari-hari (Mardiatmaja, 1986:50).
Dalam perjalanan waktu, ternyata pendidikan formal yang terjadi di
sekolah merupakan tempat yang penting, karena secara terus menerus mendidik
kemampuan budi, memperkembangkan kemampuan untuk menilai suatu yang
tepat, memadukan anak didik ke dalam nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa
yang bersangkutan dan pengembangan budi dan daya manusia. Maka pendidikan
formal di sekolah merupakan bantuan yang terorganisir dalam proses
pembentukan dan pengembangan budi dan daya anak didik menjadi pribadi yang
utuh dan mandiri (Setyakarjana, 1997:8-9).
B. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Pendidikan agama membentuk manusia dalam segala dimensinya yang
pokok dan dimensi agama merupakan bagian yang integral dari pembentukan
tersebut. Pendidikan agama merupakan hak dan kewajiban yang sama dari siswa
dan orang tua. Juga sekurang-kurangnya dalam agama katolik menjadi sarana
yang sangat penting untuk mencapai kedalaman iman, maka pendidikan agama
katolik yang berbeda dan sekaligus sebagai tempat katekese, dan harus menjadi
Pada hakikatnya Pendidikan Agama Katolik merupakan pendidikan yang
bervisi spritual. Bervisi spritual artinya pendidikan agama katolik memberikan
inspirasi hidup kepada para siswa. Selain itu, pendidikan agama katolik juga
diharapkan secara konsisten terus berusaha untuk memperkembangkan kedalaman
hidup siswa, memperkembangkan jati diri atau inti hidup mereka. Pendidikan
agama katolik juga berusaha membantu siswa memperkembangkan jiwa dan
interioritas hidup mereka. Jiwa merupakan tempat dimana Allah bersemayam dan
karena itu membuat manusia merasa rindu kepadaNya dan peduli pada hidup
sesamanya (Heryatno, 2008:14).
Pendidikan agama katolik sebagai komunikasi iman. Sebagai komunikasi
iman pendidikan agama katolik perlu menekankan sifatnya yang praktis. Bersifat
praktis berarti pendidikan agama katolik lebih menekankan tindakan dari pada
konsep atau teori. Oleh sebab itu pendidikan agama katolik lebih menekankan
proses perkembangan, pendewasaan iman, serta peneguhan pengharapan dan
perwujudan kasih terhadap sesama (Heryatno, 2008:15-16). Dalam hal ini
memang pendidikan Agama Katolik mempunyai tempat yang sentral dalam
kehidupan umat Kristiani, dimana manusia diajak untuk menyadari kehadiran
Tuhan dalam hidup. Manusia bisa membentuk kepribadian yang utuh melalui
penghayatan imannya.
Hutabarat dalam Lokakarya Malino (1981:18) mengatakan bahwa
Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bidang studi yang
ada di sekolah, Pendidikan agama katolik di sekolah diharapkan dapat membawa
Katolik, dan dengan demikian mudah-mudahan peserta didik berkembang secara
terus menerus menjadi manusia yang beriman.
Dalam hal ini Pendidikan Agama Katolik di sekolah juga tidak dapat
disamakan dengan mata pelajaran yang lain, karena Pendidikan Agama Katolik di
sekolah merupakan pendidikan iman sehingga Pendidikan Agama Katolik di
sekolah sebagai upaya pembentukan pribadi manusia beriman. Pendidikan Agama
Katolik di sekolah juga sebagai salah satu usaha untuk menunjang tercapainya
tujuan pendidikan Nasional berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar
1945, oleh karena itu Pendidikan Agama Katolik di sekolah juga terikat pada
kurikulum dan waktu yang tersedia (Setyakarjana, 1997:9).
Dalam jenjang SMA, pendidikan agama katolik memberikan ruang gerak
bagi para siswa untuk mengembangakan keterampilan dalam dirinya sehingga
pendidikan agama katolik di SMA mendorong siswa untuk berkembang baik dari
segi intelektual maupun dalam pembentukan pribadi yang utuh dan beriman
kepada Tuhan sehingga pendidikan agama katolik berperan terhadap
perkembangan kepribadian siswa.
2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Dalam Gravissimum Educationis ditegaskan bahwa ada dua tujuan dasar
pendidikan yakni memperkembangkan pribadi manusia dan memperjuangkan
kesejahteraan umum (GE. Art. 1). Kedua tujuan di atas tidak dapat terpisahkan
tetapi saling berkaitan secara erat. Perkembangan pribadi seseorang secara utuh
tidak akan terwujud apabila keduanya terpisahkan dari usaha nyata demi
adalah demi tercapainya perkembangan setiap pribadi secara utuh dan demi
pembentukan masyarakat yang berkeadaban dan sejahtera (Heryatno, 2008: 13).
Perkembangan pribadi yang utuh disini dapat kita pahami sebagai
perkembangan dalam pribadi siswa, bukan hanya semata-mata pengetahuan saja
melainkan juga meliputi perkembangan iman siswa. Perkembangan iman yang
ingin dicapai ialah perkembangan iman yang berlangsung sepanjang hidup. Jadi
dapat dikatakan, ketika siswa sudah lulus dari bangku sekolah ia masih dapat
mengembangkan apa yang telah didapatkan ketika masih di bangku sekolah dan ia
masih dapat memperkembangkan iman yang ada dalam dirinya. Dengan demikian
siswa juga dapat membentuk iman dalam diri mereka di lingkungan
masing-masing tempat tinggal mereka.
Pendidikan agama katolik pada dasarnya bertujuan agar siswa mempunyai
kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman. Membangun hidup
iman kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus, yang
memiliki keprihatinan tunggal, yakni kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan
situasi dan peristiwa keselamatan, situasi dan perjuangan untuk keadilan,
kebahagian dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetian. Kelestarian lingkungan
hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan
(Komkat, 2007:7).
Pendidikan agama katolik sebagai proses pendewasaan iman yang menjadi
tujuan formal pendidikan iman merupakan suatu proses yang berlangsung seumur
hidup. Dalam pendidikan iman, pendewasaan iman tidak terpisahkan dari
perkembangan manusia secara utuh. Iman yang dewasa dapat diartikan sebagai
iman yang berkembang semakin matang secara penuh dan bersifat holistik yang
mencakup dari segi pemikiran, hati, dan praksis (Heryatno, 2008:23).
Sebagai proses pendewasaan iman di sekolah pendidikan agama katolik
diharapkan membantu memperkembangkan iman siswa secara seimbang dan
menyeluruh pada diri para siswa. Dalam hal ini pendidikan agama katolik SMA
juga mengajak siswa supaya semakin matang dalam iman dan mewujudkannya
dalam tindakan konkret. Dengan iman yang dihayati dan diwujudkan para siswa
dapat menyadari relevansi imannya dalam hidupnya.
Dari tujuan pendidikan sangat terlihat jelas bahwa perkembangan iman
dan kepribadian siswa yang utuh merupakan hal yang sangat penting. Dalam
proses pembelajaran pendidikan agama katolik, tentunya kebutuhan hidup
beriman dan pribadi siswa perlu diperhatikan. Dengan demikian akhirnya para
siswa dapat terbantu dalam menghayati imannya dalam hidup sehari-hari.
3. Peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
a. PAK Sebagai Pendidikan Iman
Pendidikan Agama Katolik di sekolah juga dapat dikatakan sebagai
pendidikan iman, karena pendidikan agama katolik di sekolah mempunyai tugas
khusus membentuk para siswa menjadi orang Kristen yang seutuhnya,
merupakan bagian dari tobat sepanjang hidup sampai siswa menjadi apa yang
dikehendaki Tuhan atas dirinya sehingga para siswa mampu berbagi kehidupan
bersama Allah. Serta membantu orang beriman agar iman mereka semakin
bermasyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok (Adisusanto,
2000:1). Dalam Konsili Vatikan II ditegaskan lebih menyeluruh, dan lebih
mengungkapkan keseluruhan sikap iman. Misalnya dalam Konstitusi Dogmatis
tentang Wahyu dan Iman Dei Verbum antara lain dikatakan demikian:
Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan “ketaatan iman” (Roma 16 : 26; lih. Roma 1 : 5; Kor 10 : 5 – 6). Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan” dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya. Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkan kepada Allah (DV, art. 5).
Iman merupakan perjumpaan rahmat Allah yang tak terselami dan misteri
kebebasan manusia. Di satu sisi kita akui bahwa dalam kenyataan iman terdapat
tindakan atau keterlibatan manusia dalam suasana kebebasan. Di sisi lain,
pertumbuhan dan perkembangan iman merupakan anugerah cuma-cuma Allah
kepada manusia. Iman merupakan rahmat Allah yang penuh misteri. Iman juga
merupakan tanggapan manusia terhadap sabda Allah. Pertama-tama perlu diingat
bahwa sabda Allah bukanlah melulu suatu pengajaran, tetapi terutama merupakan
suatu fakta keselamatan yang memiliki sifat hubungan antar pribadi. Inilah yang
merupakan aspek esensial pewahyuan diri Allah dalam sejarah umat manusia.
Menghadapi kenyataan keselamatan semacam ini manusia tidak dapat bersikap
hanya diam saja dan hanya menutup diri, tetapi harus memberi tanggapan dengan
memutuskan sikap yang tepat dalam keseluruhan rencana keselamatan Allah.
Dalam hal ini, Pendidikan Agama Katolik di SMA tidak sekedar
mengarahkan siswa kepada hidup beriman dan berkepribadian yang utuh.
Terutama menyangkut hubungan dirinya dengan Allah. Oleh karena pendidikan
iman yang terjadi hendaknya menolong para siswa untuk bertumbuh dalam
kesadaran akan dirinya, kesadaran akan lingkungannya, kesadaran akan umat
beriman. Kesadaran akan dirinya siswa diajak untuk memahami dirinya melalui
sikap dan perilaku hidupnya, dengan ini siswa juga belajar untuk memahami
lingkungan dimana mereka hidup baik dilingkungan sekolah maupun
dilingkungan masyarakat dan secara sendirinya mereka juga menyadari akan
hubungannya dengan Tuhan. Dalam usaha tersebut, akan ada pergumulan dan
pencarian peserta didik dibentuk dalam sikap-sikap dan nilai-nilai Kristiani
(Setyakarjana, 1997:10).
Maka dalam hal ini siswa diharapkan sungguh-sungguh beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi pengerti
luhur yang tercermin dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya secara benar serta menghormati
agama orang lain. Orang yang beriman tidak hidup dalam kepasifan, tetapi aktif
dan penuh semangat dalam membantu orang lain dalam menemukan Tuhan dan
pribadinya.
b. PAK sebagai pembinaan Sikap
Dalam rangka mengembangkan kepribadian yang utuh maka perlu adanya
pembentukan sikap yang baik dan utuh yang akan tercermin pada tindakan dan
perbuatan para siswa. Pada kenyataannya pengembangan kepribadian dan
yang tidak sekali jadi. Banyak yang perlu dipertimbangkan, secara khusus segi
kemampuan-kemampuan atau sikap-sikap batin. Apalagi yang berhubungan
dengan kehidupan religius, yaitu menyangkut masalah-masalah kehidupan
mendasar mengenai arti, makna dan tujuan hidup manusia serta keberadaannya
dalam hubungannya dengan yang ilahi, dirinya sendiri, sesama dan dengan alam
semesta (Kristianto,1999:22). Segi religius yang dimaksud tidak hanya
menyangkut kemampuan untuk menghafal atau tahu ajaran agama-agama, namun
lebih kepada penghayatan iman yang nyata dalam hidup sehari-hari sebagai
pergulatan hidupnya.
Beriman adalah relasi seseorang dengan Allah, namun tidak lepas dari
peran serta orang lain yang selalu hidup berdampingan. Dalam rangka
pembentukan pribadi yang utuh dan kuat bagi anak-anak SMA, Pendidikan
Agama Katolik di SMA hendaknya yang memungkinkan terjadinya proses
pergumulan dalam diri siswa, sehingga membantu siswa untuk membangun
sikap-sikap dasar dalam hidup berdasarkan penghayatan imannya dan mengembangkan
manusia dari dalam dengan membebaskan dari suasana yang mungkin
menghalang-halanginya menjadi manusia yang sungguh-sungguh utuh. Dan
dalam hal ini pendidikan agama umtuk SMA harus sadar dan bertolak pada
pendidikannya yang mengarah kepada pertumbuhan pribadi seutuhnya (Sewaka,
1991:21-22).
Beriman itu selalu terjadi dalam konteks tradisi keagamaan tertentu, maka
belajar beriman berarti menjadikan tradisi keagamaan itu miliknya, sekaligus
pribadinya, tetapi sungguh-sungguh membantu orang muda untuk memilih
imannya sendiri. Di sinilah sebetulnya, mengajar agama berarti mengantar orang
untuk masuk dalam komunitas beriman dalam segala macam segi kehidupan.
Dalam rangka iman Kristiani, mengajar beriman berarti masuk dalam pergulatan
iman Gereja dalam segala seginya, baik ketika Gereja bersama-sama
mendengarkan sabda, merayakan, mewartakan, serta mewujudkan dalam hidup
bersama dan di tengah masyarakat yang plural (Purwatma, 2005:3). Indikasi orang
Kristiani terletak pada motivasi dan semangat hidup yang didasarkan pada sikap
saling mengasihi satu sama lain. Sikap dasar inilah yang menjadi pola pergaulan
dengan orang lain. Secara eksplisit sikap dasar ini telah dinyatakan oleh Yesus
sendiri “sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikianlah pula kamu harus
saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah
murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh 13:34-35). Semangat
saling mengasihi inilah yang perlu diarahkan kepada semua orang, termasuk orang
yang memusuhi kita. Tentu saja untuk melakukan itu tidaklah mudah, bahkan
tidak hanya terjadi dalam proses pembelajaran agama di kelas saja, pengajaran itu
terjadi hendaknya dalam konteks hidup siswa sendiri melalui kenyataan
sehari-harinya, dalam keluarga, masyarakat dan komunitas, namun demikian bantuan
guru agama merupakan hal yang sangat penting dalam proses hidup beriman serta
dalam perkembangan kepribadian siswa sehingga siswa mampu bertindak dan
berbuat sesuai dengan ajaran imannya, selain itu siswa diharapkan mampu
berperilaku dan berkembang dalam kepribadiaan sesuai dengan ajaran imannya
4. Materi Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama katolik di sekolah
yang berlangsung di SMA, materi pendidikan agama katolik menjadi salah satu
faktor yang sangat penting dalam proses pembelajaran pendidikan agama katolik.
Materi pendidikan agama katolik yang ada dalam kurikulum dijadikan sarana
yang utama oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran pendidikan agama
katolik. Materi pembelajaran pendidikan agama katolik yang akan disampaikan
tidak asal-asalan melainkan harus sesuai dengan kurikulum dan silabus
Pendidikan agama katolik dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan siswa untuk
mencapai tujuan dalam proses pembelajaran pendidikan agama katolik yang
dilaksanakan. Materi yang digunakan dalam proses pembelajaran, menurut pakar
teologi dan Kitap Suci sebaiknya mengandung 4 (empat) dimensi yaitu dimensi
pribadi siswa, pribadi Yesus Kristus, Gereja dan kemasyarakatan.
a. Dimensi atau aspek pribadi siswa
Materi pendidikan agama katolik harus menyentuh pribadi siswa dan
pengalaman hidupnya. Pengalaman hidup siswa dapat diolah sedemikian rupa
sehingga dapat menjadi bahan dalam Pendidikan agama katolik.
b. Dimensi pribadi Yesus Kristus
Yesus adalah pribadi penentu dalam ajaran iman Kristiani. Kekhasan
ajaran iman diwarnai oleh pribadi yang satu ini. Banyak teladan yang dapat
diambil dari sosok pribadi Yesus Kristus. Teladan Yesus ini menjadi panutan bagi
c. Dimensi Gereja
Gereja merupakan persekutuan murid-murid Yesus yang melanjutkan
karya Yesus Kristus. Ajaran dan iman Gereja tumbuh dan berkembang dalam
persekutuan ini. Nilai-nilai ajaran Gereja sangat dibutuhkan oleh siswa dalam
membangun iman katolik dalam diri. Peran Gereja dalam hal ini juga dibutuhkan
dalam mengembangkan iman siswa.
d. Dimensi Kemasyarakatan
Dimensi kemasyarakatan hendaknya menjadi materi pendidikan agama
katolik, sebagai bagian kecil dari masyarakat, tentunya para siswa dalam
kesehariannya juga tinggal dilingkungan masyarakat juga ikut ambil bagian dalam
perkembangan pribadi siswa.
Empat dimensi di atas juga menjadi dasar dalam pemilihan materi PAK
SMA. Berdasarkan 4 (empat) dimensi di atas, maka materi Pendidikan Agama
Katolik dijabarkan dalam tema-tema dan materi pokok. Materi pokok merupakan
bagian dari struktur keilmuan suatu bahan kajian yang ditetapkan, yang dapat
berupa bidang ajaran, gugus isi, proses, keterampilan, konteks, dan atau
pengertian konseptual.
Setiap materi disertai dengan kompetensi dan tujuan yang menjadi arah
dan tujuan bagi para guru dalam melaksanakan proses pembelajaran pendidikan
agama katolik. Setidaknya kompetensi dan tujuan dari setiap materi dapat tercapai
dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini membutuhkan proses dan pengolahan
5. Proses Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Proses Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah menggunakan
dialog partisipatif aktif, yakni yang lebih diutamakan dalam Pendidikan Agama
Katolik ialah proses komunikasi, interaksi atau dialog iman yang terjadi selama
proses pembelajaran antara siswa serta antar siswa dengan guru yang berarti
hubungan pribadi dengan siswa, apabila seorang guru melaksanakan hubungan itu
dengan keyakinan bahwa para siswa memiliki nilai-nilai yang pada dasarnya
positif, hubungan tersebut akan memungkinkan keterbukaan dan terjadi dialog
yang memudahkan pemahaman terhadap kesaksian iman yang diungkapkan
melalui perilaku guru (Sewaka, 1991:53). Guru dapat menjadi sahabat bagi para
siswa, sehingga terjalin relasi yang harmonis dan secara aktif membantu
memecahkan persoalan yang dihadapi siswa sehingga memudahkan proses
pembelajaran pendidikan agama katolik sehingga proses pembelajaran agama
katolik dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan para siswa. Hal
tersebut bertujuan agar siswa mampu mengolah segi-segi yang berkaitan dengan
hidup dan imannya, dengan demikian siswa mampu membangun dan membentuk
imannya.
Metode yang digunakan dalam proses pelaksanaan Pendidikan Agama
Katolik di sekolah SMA antara lain diskusi kelompok dan pleno, sharing
pengalaman dan pengalaman iman, wawancara, dinamika kelompok. sehingga
suasana kegiatan belajar dan mengajar perlu dibangun bersama-sama, sehingga
terciptalah suasana yang ramah, terbuka, bebas, dan menyenangkan (Komkat
Segi lain dalam proses Pendidikan Agama Katolik di SMA ingin
mengembangkan segi perspektifnya dalam pengembangan iman daripada segi
kehidupannya. Hal ini yang mendapat tekanan dan dikembangkan pendidikan
reflektif yang dapat diartikan untuk mengembangkan kemampuan refleksi dan
relasi dengan Yesus agar hubungan dengan Yesus lebih mengena dan terorientasi
lebih mendalam.
Dengan demikian melalui proses tersebut dapat memampukan manusia
muda untuk berfikir, merasakan, bertindak dan sebagainya. Kemampuan ini dapat
diperkembangkan melalui proses pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di
sekolah. Pada dasarnya sekolah ingin mencerdaskan manusia muda, ingin
mendidik melalui pengajaran sehingga mampu memperkembangkan
pemikirannya untuk pembentukan diri, serta mampu bergumul dengan
permasalahan hidup yang dialami.
6. Kekhasan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Pendidikan Agama Katolik di sekolah tidak bisa disamakan begitu saja
dengan pelajaran lain. Pengetahuan memang hal yang sangat penting, tetapi
bukanlah satu-satunya. Di samping itu dipentingkan pengolahan dan
pertanggungjawaban pengetahuan tersebut. Pengetahuan disampaikan tidak
semata untuk diketahui dan dimengerti begitu saja, tetapi harus lebih dimengerti
dan dipahami. Peserta didik diajak untuk mempertanggungjawabkan apa yang
diketahuinya, diajak memikirkan kenapa, dan bagaimana. Maka dari itulah
diharapkan pemahaman iman dan pribadinya mulai tumbuh, terjadi perkembangan
Jadi Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah salah satu bentuk
pelayanan demi perdidikan iman dalam mengembangkan pribadi dengan situasi
dan kondisinya, kelemahan dan kelebihannya beserta tuntutan-tuntutannya. Maka
Pendidikan Agama Katolik di sekolah mau menghantar siswa pada hidup yang
lebih baik dan bermutu (Setyakarjana, 1997:9). Pendidikan Agama Katolik di
sekolah mempunyai kekhasan tersendiri jika dibandingkan dengan bidang lain
studi yang lain. Kekhasan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dapat dilihat dari
berbagai segi namun dalam pembahasan ini penulis ingin menguraikan dua segi
yang pokok, yaitu dari segi tujuan dan dari segi proses pelaksanaan. Dari segi
tujuan, pada bagian di atas telah dikatakan bahwa tujuan Pendidikan Agama
Katolik di sekolah untuk memperkuat iman. Selain itu dikemukakan juga tujuan
Pendidikan Agama Katolik agar peserta didik memiliki pengetahuan yang lebih
luas dan mendalam, karena Pendidikan Agama Katolik di sekolah ingin
mengupayakan pembentukan pribadi manusia yang utuh dan menyeluruh sebagai
pribadi manusia yang beriman (Setyakarjana, 1997).Yang menunjukkan kekhasan
Pendidikan Agama Katolik di sekolah dari segi tujuan adalah mengenai
tahap-tahap perkembangan kegiatan belajar yang ditinjau dari perkembangan segi
perilaku. Tahap-tahap perkembangan kegiatan belajar merupakan suatu proses
yang berkesinambungan untuk memperkembangkan iman peserta didik.
Tahap-tahap perkembangan tersebut mencakup segi untuk mengetahui, memahami,
menerapkan antara pengetahuan dengan perilaku peserta didik.
Dilihat segi proses, Proses pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik
Pendidikan Agama Katolik. Proses pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik lebih
dikenal sebagai proses belajar-mengajar untuk membentuk diri. Hal ini
dikarenakan proses pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah ditujukan
kepada siswa demi pembentukan kepribadiaan siswa. Melalui proses pelaksanaan
Pendidikan Agama Katolik tersebut diharapkan dapat membantu manusia muda
untuk berfikir, merasakan, bertindak dan sebagainya.
Melalui proses pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang
dikenal sebagai proses belajar membentuk diri, peserta didik diajak untuk
menggumuli hidupnya dan dilatih untuk hidup secara bertanggung jawab sebagai
orang beriman.
C. Peranan Guru Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Setiap orang yang membantu pembentukan manusia yang utuh adalah
seorang pendidik, tetapi guru menjadikan usaha membentuk siswa secara utuh
sebagai profesi yang harus mereka jalankan (Sewaka, 1991:50). Tugas utama guru
adalah mengajar agama secara sistematis dan tidak hanya itu saja, seorang guru
agama terkadang juga membantu untuk menjelaskan persoalan konkret yang
muncul dari pelajaran yang lain. Jadi peranan guru agama sangat penting, karena
apa yang dituntut tidak memberikan ajarannya sendiri melainkan mengajarkan
Yesus Kristus.
Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah salah satu bentuk karya
pewartaan Gereja yang dilaksanakan di sekolah unyuk membantu mewujudkan
tujuan nasional pendidikan dan pendidikan agama katolik mempunyai sifat
pemahaman, penghayatan dan perwujudan dalam hidup. Dalam proses
penyelenggaraan belajar mengajar pendidikan agama katolik di sekolah
khususnya di SMA, sosok figur guru yang memiliki spritualitas sangat diperlukan
untuk memperkembangkan pribadi siswa secara utuh.
Figur seorang guru yang digerakkan oleh spritualitas adalah seorang guru
yang bersifat kristosentris, seorang guru diminta memandang para siswa sebagai
pusat perhatian. Yang berarti memandang para siswa dengan kaca mata positif, di
mana para siswa juga diciptakan oleh Allah menurut citra dan gambar-Nya
sendiri. Relasi penuh kepercayaan dan persahabatan dengan Yesus menjadi dasar
dan sumber spritualitas guru agama katolik (Heryatno, 2008:95).
1. Guru Agama Sebagai Pendidik Hidup Beriman
Pendidik adalah orang yang bertugas mendidik. Sebagai seorang pendidik,
guru harus membantu siswa untuk mencapai hidup beriman, guru mengajak para
siswa dengan penuh kepercayaan membuka hati utuk mengenal Bapa, Putra dan
Roh Kudus melalui doa pribadi dan doa liturgi, pengalaman iman bukan sesuatu
yang dipaksakan melainkan sebagai suatu jawaban bebas dan cinta kepada Allah
yang mencintai kita, iman akan selalu berkembang dalam hidup kita (Sewaka,
1991:116-117). Guru harus memberikan pengetahuan dan pemahaman yang
cukup terhadap masyarakat yang ada disekitarnya, sehingga para siswa mampu
memahaminya dan berinteraksi dengan lingkungannya serta mampu mencapai
perkembangannya untuk mencapai pribadi yang utuh (Komkat, 2007:5). Dan
bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga mendidik agar siswa terbantu dan
kehidupan diri siswa. Perubahan hidup hanya mungkin terjadi bila siswa sudah
memiliki hubungan pribadi dengan Yesus. Dengan menggunakan dasar ini,
barulah guru dapat menghubungkan kebenaran yang diajarkan dengan kehidupan
atau permasalahan yang mereka hadapi dalam kenyataan hidup para siswa yang
dialami dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang guru Pendidikan Agama Katolik memiliki tugas untuk mendidik
hidup siswa agar semakin dewasa dalam iman dan dewasa pribadinya.
Pendewasaan iman dalam diri siswa juga menjadi salah satu tujuan dalam
pendidikan agama katolik. Oleh karena itu guru pendidikan agama katolik
diharapkan untuk dapat mengarahkan siswa kepada perkembangan iman yang
lebih utuh. Seorang guru merupakan salah satu teladan bagi para siswanya. Jadi
diharapkan guru memiliki kedewasaan dalam hidup beriman agar bisa menjadi
teladan untuk para siswanya.
2. Guru Agama Sebagai Pembimbing Hidup Rohani
Membimbing adalah proses pemberian bantuan kepada individu untuk
mencapai pemahaman yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara
maksimal terhadap keluarga, masyarakat dan sekolah. Guru memiliki peranan
yang sangat penting dalam proses pendidikan. Seorang guru hendaknya mampu
menjadi pengarah, pembimbing, memberi kemudahan kepada para siswa dengan
menyediakan fasilitas belajar dan mampu menciptakan suasana belajar yang
kondusif yang menantang para siswa untuk berfikir. Hal tersebut tidak hanya
proses pembelajaran sehingga guru mempunyai hubungan yang dekat dengan para
siswa.
Peranan guru sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar
merupakan salah satu tugas dari figur seorang guru. Setiap guru bertugas
memberikan dan mendampingi siswa dalam memperoleh suatu pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti tingkah laku
pribadi dan spritual di masyarakat, dengan mengajak para siswa mengadakan
acara rekoleksi, retret, camping rohani, dan acara persaudaraan kelas lainnya
(Heryatno, 2008:3). Dengan demikian hidup kerohanian siswa juga akan
tercermin dari hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah
laku sosial siswa.
Bimbingan juga merupakan suatu upaya untuk membantu para siswa
dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah. di samping itu, proses bimbingan
tersebut diharapkan dapat membantu siswa agar mampu memiliki pengetahuan
dan membentuk kepercayaan diri siswa. Dan untuk mencapai tujuan yang lebih
luhur, yakni hidup baru dalam Kristus. Sehingga siswa mengalami perubahan
hidup dan perubahan hidup tersebut tercermin dalam perilaku dan berkembang
dalam kepribadian sesuai dengan ajaran imannya (Komkat, 2007:5).
3. Guru Agama Sebagai Saksi Iman
Tugas guru yang tidak kalah penting adalah menjadi saksi iman bagi para
siswa-siswanya. Dengan kesaksian iman pelajaran agama katolik di sekolah
menjadi hidup, kesaksian seorang guru menjadi contoh konkret yang nyata bagi
siswa. Kesaksian hidup dan keteladanan menjadi cara yang utama untuk
menghayati spritualitas sebagai guru agama katolik di sekolah (Sewaka, 1991:96)
dengan itu kita didorong untuk menghayati semangat pertobatan yang
terus-menerus yang membawa kita pada persatuan dengan Kristus dan dengan semua
peserta didik. Sebagai sosok pendidik tentunya guru menjadi teladan bagi
siswanya di sekolah.
Sebagai saksi iman hendaknya guru pendidikan agama katolik menyadari
kerasulannya dengan baik, untuk mengusahakan pendidikan moral dan keagamaan
bagi para siswa dan membimbing iman mereka dan mengajari siswa untuk
mengenal umat dan memasyarakat sesuai dengan ajaran imannya serta mampu
bertindak sesuai dengan ajaran imannya (Komkat, 2007:5). Sehingga membentuk
kepribadian hidup siswa untuk mengenal masyarakat, menumbuhkan sikap dan
perilaku yang positif pada diri siswa dalam menghadapi kehidupan yang semakin
menggelobal dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu dalam menyampaikan
ajaran keselamatan, guru pendidikan agama katolik memberi kesaksian hidup
secara konkret. Tindakan-tindakan nyata dari seorang guru pendidikan agama
katolik jauh lebih penting ketimbang pada teori. Semakin lengkap kesaksian
konkret yang diberikan oleh guru pendidikan agama katolik, maka guru
pendidikan agama katolik akan semakin dipercaya dan dicontoh oleh para siswa
BAB III
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Memiliki pribadi yang utuh merupakan keinginan manusia. Perkembangan
pribadi manusia merupakan proses yang panjang sejak manusia usia dini. Orang
yang berkepribadian adalah orang yang mempunyai pribadi yang dewasa yaitu
pribadi yang dapat menggunakan secara penuh potensi dirinya. Dalam Bab ini
akan dipaparkan mengenai perkembangan kepribadian, Pemaparan mengenai
perkembangan kepribadian ini akan di dahului tentang:
A. Perkembangan Kepribadian
1. Pengertian Perkembangan
Perkembangan merupakan serangkaian perubahan yang terjadi sebagai
akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Seperti yang dikatakan oleh Van
Den Daelle dalam Paulus Budiraharjo (1998:27) perkembangan berarti perubahan
secara kualitatif. Ini berarti perkembangan bukan sekedar penambahan melainkan
suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks.
Perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan
lingkungan dimana ia hidup. Untuk mencapai tujuan ini, maka perlu
merealisasikan diri yang biasanya disebut dengan aktualisasi diri adalah sangat
penting, namun tujuan ini tidak pernah statis. Tujuan dapat dianggap sebagai
suatu dorongan untuk melakukan sesuatu yang tepat dan menjadi manusia seperti
Sumadi Suryabrata (1993:178) mengatakan bahwa perkembangan adalah
suatu perubahan ke arah yang lebih maju, lebih dewasa. Secara teknis, perubahan
tesebut adalah suatu proses. Jadi pada garis besarnya bahwa perkembangan itu
adalah suatu proses, dimana manusia diajak untuk membentuk dan
mengembangkan apa yang dimiliki dalam dirinya. Perkembangan itu juga
merupakan hal yang kontinu, akan tetapi untuk lebih mudah memahami dan
mempersoalkannya biasanya orang menggambarkan perkembangan itu dalam
fase-fase atau priode-priode tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa
perkembangan itu tidak dapat sekali jadi, tetapi perkembangan adalah suatu proses
yang terjadi secara bertahap dan membutuhkan waktu yang relatif panjang. Perlu
adanya penyesuaian terhadap lingkungan dan masyarakat maupun diri sendiri,
supaya orang dapat berkembang secara maksimal dan penuh.
2. Ciri-ciri Perkembangan Kepribadian
Kepribadian melekat lebih dalam daripada kulit kita. Kepribadian terus
menerus tercermin dalam tingkah laku sehari-hari, dan berakar dalam jiwa dan
tubuh. Kepribadian tidak sama dengan nama baik, yang merupakan pendapat baik
buruk orang lain terhadap diri kita. Kepribadian terbentuk semenjak manusia
dilahirkan.
Dalam hal ini G.W.Allport (1991:30-36) menegaskan bahwa ciri-ciri orang
yang berkepribadian ada tujuh kriteria antara lain, Perluasan Perasaan Diri,
Realitis, Keterampilan-keterampilan dan Tugas, Pemahaman Diri dan Filsafat
Hidup yang Mempersatukan.
a. Perluasan Perasaan Diri
Ketika orang menjadi matang maka dia mulai mengembangkan
perhatian-perhatian di luar dirinya. Perhatian-perhatian-perhatian ini tidak hanya mencakup interaksi
dengan satu orang atau dengan suatu pekerjaan tetapi ikut berpartisipasi secara
penuh. Seseorang yang memiliki kepribadian mampu meluaskan diri ke aktivitas
dan aktivitas tersebut harus relevan dan penting bagi dirinya juga bagi banyak
orang. Jika demikian maka orang tersebut akan semakin sehat dan matang dalam
perkembangan kepribadiannya. Perluasan-perluasan diri juga berkaitan dengan
kemampuan merencanakan masa depan.
b. Hubungan Hangat atau Akrab Dengan Orang lain
Allport membedakan dua macam kehangatan dalam hubungan dengan
orang-orang: kapasitas untuk keintiman dan kapasitas untuk perasaan terharu.
Orang yang berkepribadian mampu memperlihatkan hubungan keintiman (cinta)
terhadap orang-orang yang dicintainya seperti orang tua, anak, pather atau teman
akrab. Sedangkan tipe kehangatan kedua yakni perasaan terharu suatu pemahaman
tentang kondisi dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua orang
tanpa membeda-bedakan. Orang yang mempunyai pribadi memiliki pemahaman
akan kondisi orang lain dan mampu berempati dengan orang lain. Inilah tandanya
c. Keamanan Emosional
Keamanan emosional meliputi beberapa kualitas seperti: penerimaan diri.
Penerimaan diri merupakan kualitas yang paling utama. Penerimaan diri di sini
termasuk bagaimana seseorang mampu menerima kelemahan atau kekurangan
tanpa menyerah pada titik kelemahan melainkan justru berproses untuk
memperbaiki diri. Kualitas berikutnya adalah mampu menerima emosi-emosi
manusia, berusaha untuk mengontrolnya sehingga tidak mengganggu aktivitas
antar pribadi dan mengarahkannya ke hal-hal yang lebih kondusif. Kualitas yang
terakhir adalah sabar terhadap kekecewaan. Bagi mereka yang mempunyai
kepribadian selalu berusaha untuk sabar menghadapi kemunduran-kemunduran
dalam hidup tanpa menyerahkan diri kepada kekecewaan melainkan berusaha
memikirkan cara-cara yang berbeda untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
d. Persepsi Realistis
Orang yang berkepribadian akan memiliki kemampuan untuk memandang
orang lain, objek dan situasi tertentu sebagaimana adanya tanpa prasangka.
Mereka tidak perlu percaya bahwa orang lain atau situasi-situasi semuanya jahat
atau semuanya baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap realitas. Mereka
juga tidak berusaha keras untuk mengubah realitas agar sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan mereka.
e. Ketrampilan-ketrampilan dan Tugas
Memiliki ketrampilan-ketrampilan yang relevan tidaklah cukup. Bagi
ketrampilan-ketrampilan yang dimilikinya secara ikhlas, antusias, melibatkan dan
menempatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan atau tugas pekerjaan mereka.
Tanggung jawab terhadap suatu pekerjaan, memberikan arti dan perasaan
kontinuitas untuk hidup. Orang yang berkepribadian akan melakukan pekerjaan
yang penting dengan dedikasi, komitmen dan ketrampilan-ketrampilan.
f. Pemahaman Diri
Seorang dikatakan berkepribadian sehat dan utuh jika telah mencapai
pemahaman diri, pengenalan diri yang menuntut pemahaman tentang hubungan
atau perbedaan antara gambaran tentang diri yang dimiliki seseorang dengan
gambaran dirinya menurut keadaan yang sesungguhnya. Pribadi yang utuh
terbuka pada pendapat orang lain dalam merumuskan suatu gambaran diri yang
objektif. Orang yang sudah mencapai tingkat pemahaman diri yang tinggi tidak
akan memproyeksikan kualitas pribadinya yang negatif kepada orang lain.
g. Filsafat Hidup yang Mempersatukan
Pribadi yang sehat dan utuh selalu mengarahkan hidupnya ke masa depan
didorong oleh tujuan-tujuan tertentu dan rencana-rencana jangka panjang. Mereka
mempunyai keinginan kuat untuk mengerjakan sesuatu sampai selesai, mereka
mempunyai arah dalam hidup. Arah dan nilai-nilai hidup yang dipilih sangat
penting bagi perkembangan suatu filsafat hidup yang mempersatukan.
Dengan mengetahui berbagai macam ciri-ciri yang mempengaruhi
perkembangan kepribadiaan seseorang, kita dapat mengetahui apakah seseorang
melalui hidup seseorang dalam lingkungannya, misalnya apakah orang tersebut
mampu berelasi dengan orang lain, mampu mengontrol emosinya dalam
menghadapi permasalahan yang dihadapinya dalam hidup sehari-hari. Dari situ
dapat terlihat bahwa perkembangan pribadinya sudah matang dan utuh.
3. Pengertian Kepribadian
Kepribadian yang sehat merupakan unsur yang sangat penting dalam
pembentukan hidup manusia. Tetapi orang jarang sekali merasa puas dengan
kepribadian yang dimilikinya, semua orang ingin mengembangkan
kepribadiannya, karena kepribadian dapat membuat orang merasa tentram, baik
dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Kepribadian merupakan suatu
pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang baik
yang jasmani, mental, rohani, emosional maupun yang sosial (Tarsis Tarmudji,
1998:11). Semua ini ditata dalam caranya yang khas, dibawah beraneka pengaruh
dari luar, pola ini terwujud dalam tingkah lakunya, dalam usahanya menjadi
manusia sebagaimana yang dikehendakinya. Pengertian diatas mempunyai arti,
dari kata pola menyeluruh semua kemampuan, perbuaatan serta kebiasaan
seseorang baik yang jasmani, mental, rohani, emosional maupun yang sosial.
Mempunyai arti bahwa kepribadian bukan hanya tumpukan sifat-sifat yang
tepisah-pisah sama seperti sebuah rumah. Kepribadian merupakan suatu kesatuan
yang harmonis. Kesatuan atau pola inilah yang membedakan saudara dengan
orang lain. hal ini juga menunjukan bahwa kepribadian bukan hanya perangai