SEJARAH PEMIKIRAN SOEKARNO TENTANG
DASAR NEGARA PANCASILA 1916-1945
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
YOVITA SEPTIKA SARI NIM : 081314017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
SEJARAH PEMIKIRAN SOEKARNO TENTANG
DASAR NEGARA PANCASILA 1916-1945
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
YOVITA SEPTIKA SARI NIM : 081314017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
KU PERSEMBAHKAN KARYA INI:
Kepada Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberikan limpahan berkat dan kasih. Teruntuk Kedua orang tuaku Petrus Sarju dan Florentina Suparti Kedua adikku: Bernadus Yogi Verdianto dan Agnes Putri Indarti
Terima kasih Tuhan karena ENGKAU telah memberikan kedua orang tua yang begitu luar biasa keluarga yang selalu mendukungku, mengajarkanku cara bertahan hidup, dan meraih mimpi-mimpiku.
v
MOTTO
Setiap kemajuan mesti didahului oleh kegagalan Berkat ide, maka kegagalan mendorong munculnya
Kemajuan, kegagalan merupakan penderitaan, Namun setelah itu dapat muncul hidup baru.
(Immanuel Kant)
Kesuksesan yang baik Adalah kesuksesasn yang tidak diraih secara Instan.
(Hitam Putih)
Jangan bergantung pada orang lain.
faktanya kamu lebih kuat dari apa yang kamu pikirkan hanya seringkali kamu tidak mempercayainya.
Sesungguhnya sekuat apapun manusia mengandalkan
kemampuan & kekuatannya itu adalah kosong
sebab campur tangan Tuhanlah yang mampu menjawab dan menentukan segalanya.
(Yovita Septika Sari)
ABSTRAK
SEJARAH PEMIKIRAN SOEKARNO TENTANG DASAR NEGARA PANCASILA
1916-1945
Oleh
YOVITA SEPTIKA SARI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2013
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis 1) Latar belakang lahirnya Pancasila sebagai falsafah negara, 2) Latar belakang pemikiran Soekarno tentang dasar negara Pancasila, dan 3) Problem kenegaraan apa saja yang di usulkan oleh Soekarno dan penyelesainnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang meliputi: Pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verifikasi), interpretasi, dan penulisan (historiografi). Model penulisan yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan historis, yuridis dan politik.
ix
ABSTRACT
HISTORY OF SOEKARNO’S THOUGHT ABOUT PANCASILA THE
STATE FOUNDATION 1916-1945
any state problems and their solutions proposed by Sukarno.
The method used in this study is the historical method including: source collection (heuristic), source criticism (verification), interpretation and writing (historiography). The method of the thesis writing is descriptive analytical using a
historical, juridical and political approach.
The results of this investigation suggested that: 1) the background of the birth
of Pancasila as the State’s philosophy is the development and influence of the
emerging universal thoughts, which later became the forerunner for the establishment of Indonesian nationalism. Pancasila, first proposed on June 1, 1945 in BPUPKI, was accepted by parliament members as the basic proposal for the stateis foundation. The proposal was then considered as the preamble draft, agreed by small committee and fed in the 1945 fourth Paragraph, namely: Belief in the one and only God, Just and civilized humanity, The unity of Indonesia, Democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives, Social justice for all of the people of Indonesia. It was then passed as the state foundation on Preparatory Committee for Indonesian Independence (PPKI), dated August 18, 1945.
2) Soekarno’s rationale on the basis of Pancasila State, is the visible reality, that Indonesia has a diverse cultural roots, and rich in traditional values. Education and political experience that grows during the Dutch East Indies and also the influence of the leaders of national and international movement, encourage Soekarno to realize his
thoughts on the basis of the state ideology. 3) The state’s problems and their solution
proposed by Sukarno, were answered with the emergence of Pancasila as the state foundation, a state of unity, the government of republic, presidential governance system and decided that the independent territory of the Indonesian state is the territory of the former Dutch East Indies colonial administration.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasihnya yang begitu besar, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “SEJARAH PEMIKIRAN
SOEKARNO TENTANG DASAR NEGARA PANCASILA 1916-1945 ”. Skripsi
ini disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, program studi pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari, bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Rohandi,Ph.D. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Drs. S. Adisusilo J.R., S.Th., M.Pd. Selaku dosen pembimbing I dan bapak
Drs. Ignatius Sandiwan Suharso sebagai pembimbing II, yang telah memberikan
saran, masukan dan bimbingan hingga pada akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
3. Seluruh dosen pendidikan Sejarah yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan
dan bimbingan selama di bangku kuliah.
4. Kedua orang tuaku, nenek, paman dan bibiku, serta Adik-adikku yang telah
memberikan dukungan, kasih, semangat dan doa.
5. Seseorang yang aku kasihi, atas dukungan dan kebersamaan kita selama ini.
xi
7. Teman-teman Pendidikan Sejarah angkatan 2008, terima kasih untuk kebersamaan
kita selama ini.
8. Teman-teman mitra-mitri Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, atas motivasi
dan dukungannya.
9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Maka, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 23 Agustus 2013
Yovita Septika Sari
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 14
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 15
1. Tujuan Penelitian ... 15
2. Manfaat Penelitian ... 15
D. Tinjauan Pustaka ... 16
E. Kajian Teori... 22
F. Metode Penelitian ... 37
1. Metode Penelitian ... 37
a. Pengumpulan Sumber (Heuristik)... 37
b. Kritik Sumber (Verivikasi) ... 38
xiii
d. Penulisan ... 39
2. Pendekatan ... 39
G. Sistematika Penulisan ... 40
BAB II: LATAR BELAKANG LAHIRNYA PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH NEGARA A. Beberapa Kekuatan Dalam Aliran BPUPKI ... 42
a. Perkembangan dan Pengaruh Pemikiran Barat... 43
b. Masuknya Pemikiran Barat ke Indonesia ... 46
c. Nasionalisme Indonesia ... 48
B. Pancasila Disampaikan Pada Sidang Umum BPUPKI ... 58
a. Gagasan Muhammad Yamin ( 29 Mei 1945) ... 61
b. Gagasan Soepomo ( 31 Mei 1945... 67
c. Gagasan Soekarno ( 1 Juni 1945) ... 70
d. Sidang BPUPKI Tanggal 22 Juni 1945 ... 80
C. Pancasila Dirumuskan dan Diusulkan Sebagai Dasar Falsafah Negara ... 82
a. Perbedaan dan Perdebatan Ideologi Dalam Sidang BPUPKI . 83 b. Sidang Umum BPUPKI II ... 88
D. Sidang Pengesahan Dasar Falsafah Negara Dan UUD... 97
a. Peristiwa Sekitar Proklamasi ... 97
b. Menjelang Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)... 102
c. Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)... 105
BAB III: LATAR BELAKANG PEMIKIRAN SOEKARNO TENTANG DASAR NEGARA PANCASILA
A. Kebangsaan... 113
B. Internasionalisme atau Perikemanusiaan... 127
C. Mufakat atau Demokrasi ... 130
D. Kesejahteraan Sosial... 134
E. Ketuhanan ... 138
BAB IV: PROBLEM KENEGARAAN YANG DIUSULKAN OLEH SOEKARNO A. Dasar Negara... 142
B. Bentuk Negara ... 147
C. Bentuk Pemerintahan ... 150
D. Sistem Pemerintahan... 153
E. Wilayah Negara ... 156
BAB V: KESIMPULAN... 163
DAFTAR PUSTAKA... 169
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Silabus ... 175
Lampran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 179
Lampiran 3 : Persidangan resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei- 1 Juni 1945 ... 204
Lampiran 4 : Persidangan resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10-17 Juli 1945... 204
Lampiran 5 : Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 ... 205
Lampiran 6 : Soekarno penggali Pancasila... 206
Lampiran 7 : Mohammad Yamin... 207
Lampiran 8 : Soepomo... 208
Lampiran 9 : Naskah “ Piagam Jakarta” atau “Jakarta Charter” Yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 ... 209
Lampiran 10 : Pancasila... 210
Lampiran 11 : Preambule Undang-Undang Dasar... 211
Lampiran 12 : Lambang Pancasila ... 212
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dasar negara Pancasila yang di miliki oleh bangsa Indonesia, merupakan
dasar negara terbaik. Terbukti hingga saat ini dasar negara tersebut masih tetap
digunakan dan dihayati oleh masyarakat Indonesia. Dalam Pancasila termuat
sila-sila yang tak membela satu golongan pun, tetapi di dalam Pancasila-sila ada keadilan,
toleransi, dan keharmonisan bagi setiap golongan suku, agama dan masih banyak
lagi. Pancasila adalah penjelmaan cita-cita historis bangsa Indonesia, yang berisi
tradisi-tradisi dari zaman Hinduisme, Buddha dan Islam. Kebiasaan-kebiasaan yang
lebih dicerminkan dalam adat adalah milik Indonesia sejak zaman kuno. Dari
paham-paham yang kuno itulah, mengilhami lahirnya Pancasila.1
Pancasila dianggap dasar negara yang paling cocok bagi bangsa Indonesia,
mengingat penduduk Indonesia berasal dari berbagai suku bangsa yang
berbeda-beda, hal tersebut merupakan warisan budaya yang begitu luar biasa. Secara formal
Pancasila mempunyai akar dalam sejarah, peradaban agama, hidup ketatanegaraan,
kegotong royongan, struktur sosial dari masyarakat Indonesia yang diciptakan oleh
kebudayaan dan aliran pemikiran atau semangat kebatinan bangsa Indonesia.
Perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia yang lampau menitikberatkan pada
1
nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, politik, dan kemasyarakatan.2 Jadi
perbedaan-perbedaan tersebut bukanlah menjadi suatu penghalang bagi rakyat yang
multikulturalisme, tetapi sebaliknya menjadi alat pemersatu bangsa yang
berlandaskan pada Pancasila.
Pada masa Jawa kuno terdapat 2 kerajaan besar yang berhasil mencapai
integrasi dengan wilayah yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yaitu Sriwijaya
dan Majapahit. Berdasarkan sumber sejarah, kerajaan Sriwijaya sudah
mengembangkan tata negara dan tata pemerintahan yang mampu menciptakan
peraturan-peraturan yang ditaati oleh rakyat yang berada di wilayah kekuasaannya.3
Dari perkembangan Sriwijaya tersebut, Mohammad Yamin menyebutnya sebagai
negara kesatuan Indonesia pertama dengan dasar kedatuan. Pada sistem tata negara
dan tata pemerintahan Sriwijaya inilah, dapat ditemukan nilai-nilai Pancasila yang
saling berkaitan satu sama lain. Seperti nilai persatuan yang tidak terpisahkan
dengan nilai Ketuhanan yang tampak pada raja sebagai pusat kekuasaan dengan
kekuatan religius berusaha mempertahankan wibawanya terhadap para Datu.
Demikian juga nilai-nilai kemasyarakatan dan ekonomi yang terjalin satu sama lain
dengan nilai internasionalisme dalam bentuk hubungan dagang dan menjadi bagian
dari birokrasi pemerintahan Sriwijaya.4
2
P.J. Suwarno, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, 1993, hlm. 17.
3
Ibid., hlm 16.
4
Ibid., hlm. 17-21.
3
Kemerosotan Sriwijaya disusul munculnya kerajaan Majapahit di Jawa, yang
berhasil meluaskan wilayah kekuasaannya ke seluruh nusantara. Puncak birokrasi
pemerintahan Majapahit ialah di bawah kekuasaan raja Hayam Wuruk dengan di
bantu oleh Apatih Mangkubhumi Gajah Mada.5 Di bawah kekuasaan raja Hayam
Wuruk dengan dibantu oleh Apatih Mangkubhumi Gajah Mada inilah, Majapahit
telah berhasil mengitegrasikan Nusantara. Faktor-faktor yang dimanfaatkan untuk
menciptakan wawasan Nusantara itu ialah: kekuatan religio magis yang berpusat
pada sang Prabhu, ikatan sosial kekeluargaan terutama antara kerajaan-kerajaan
daerah di Jawa dengan sang Prabhu dalam lembaga Pahom Narendra (keluarga
raja). Ikatan ekonomis yang berupa persembahan upeti dalam Pisowanan Agung
untuk pejabat-pejabat daerah di Jawa dan pemungutan pajak oleh pegawai-pegawai
raja di luar Jawa. Kekuatan militer yang dikoordinasi oleh Rakryan Juru Pangalasan
yang di bawah perintah Apatih Mangkubhumi. Gambaran dari sistem pemerintahan
kerajaan-kerajaan tersebut dapat dikatakan bahwa nilai-nilai religius sosial, dan
politik merupakan materi Pancasila yang sudah muncul sejak masyarakat Nusantara
memasuki zaman sejarah.6
Ditinjau dari segi etnis budaya, Indonesia termasuk negara yang paling
hiterogen (beranekaragam) di dunia. Karena terdiri dari 300 kelompok etnis dan 50
bahasa yang satu sama lain amat berbeda. Tentang kehidupan beragama, semua
5
Ibid., hlm 21.
6
4
agama besar di dunia ada disini, kecuali Yudaisme. Semua agama tersebut
berkembang dengan amat baik, hal tersebut semakin menambah keanekaragaman
agama dan suku-suku tradisional. Namun semuanya itu seolah tak cukup untuk
melukiskan kemajemukan Indonesia. Sebab Indonesia juga majemuk secara
ekonomi, sosial dan politis. Kehidupan ekonominya bervariasi antara sistem ladang
yang berpindah-pindah, sampai kepada sistem sawah dengan sistem irigasi yang
teratur, serta perkebunan-perkebunan yang padat modal. Dari penjaja keliling
sampai kepada pabrik-pabrik raksasa yang modern.
Sistem sosialnya pun bervariasi dari desa-desa kecil yang terpencil sampai
kepada kota-kota metropolitan yang besar dan maju. Dari masyarakat yang tanpa
strata, seperti masyarakat kubu yang bersifat nomaden, sampai kepada masyarakat
yang mempunyai susunan yang berlapis-lapis, seperti pada masyarakat-masyarakat
kota perdagangan dari industri. Pola sistem kekerabatan pun beraneka ragam, ada
yang matrilineal, patrilinieal dan bilateral. Sedangkan sistem politiknya bervariasi
antara kesukuan, kerajaan dan sebuah republik modern.7
Suatu hal yang khas pada Indonesia adalah, komposisi dan kemajemukan
promordialnya, pluralitas strukturalnya. Sistem nilai tradisional masyarakat
Indonesia, secara umum dapat dijelaskan sebagai struktur yang terdiri atas lapisan
atau eselon budaya, yaitu asli, India dan Islam. Menurut Kahane, ketiga lapisan itu
7
Eka Darmaputera, Pancasila Identitas dan Modernitas Tinjauan Etis dan Budaya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987, hlm. 14.
5
tidak pernah benar-benar melebur dan terkristalisasikan, dengan akibat nilai
bersama yang bersifat sentral serta sistem normatif di Indonesia tidak pernah
tercipta.
Ditinjau dari sudut ekologi sosialnya, kaum abangan yang berpusat di
desa-desa, yaitu kaum petani dalam masyarakat Indonesia. Kaum priyayi adalah lapisan
atas di dalam masyarakat, yaitu para birokrat yang menguasai kota-kota di daerah
pedalaman. Sedangkan kaum santri, merupakan unsur pedagang di dalam
masyarakat, dapat dimengerti amat berpengaruh pada kota-kota perdagangan di
wilayah-wilayah pesisir. Dengan demikian, kita dapat melihat kemajemukan
masyarakat Indonesia juga terletak pada kenyataan tumpang tindihnya
perbedaan-perbedaan ekologi sosial, kelas dan primordial, di dalam keadaan mana amat sulit
tercipta simbol-simbol dan norma-norma bersama.8 Tiga lapisan budaya yang ada di
Indonesia, di mana dua faktor telah membentuk ketiga lapisan budaya itu serta
beraneka ragam variasi kombinasi di antara mereka, yang pertama adalah faktor
sejarah budaya, dan yang kedua ialah faktor lingkungan di mana masing-masing
berkembang. Berikut sejarah terbentuknya ketiga lapisan budaya tersebut
a) Lapisan asli
Hampir semua penduduk Indonesia sekarang, kecuali Irian dan sekitarnya,
adalah dari kelompok Deutero-Melayu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh J.H. Krom, menunjukkan, bahwa kehidupan orang-orang melayu mula-mula
8
6
berpusat pada pertanian. Sistem persawahan mendorong banyak macam kegiatan
yang ditujukan untuk menahan meluasnya hutan-hutan liar, sehingga mendorong
penduduk untuk mencapai tingkat kerjasama timbal-balik serta saling menolong
yang tinggi. Hal tersebut memunculkan organisasi sosial yang disebut desa.
Kekhasan dari desa ini menjadi ciri yang menetap dari masyarakat Indonesia.
Bahkan menurut Muskens, desa adalah simbol dari kepribadian nasional
Indonesia.9 Desa adalah simbol dari kepribadian nasional Indonesia. Banyak
orang berpendapat, bahwa desa adalah tempat lahir tipe demokrasi asli Indonesia.
Sebagai sebuah masyarakat kecil, terjalin erat satu sama lain. Hubungan
timbal-balik di antara mereka, terkenal dengan sebutan tulung-tinulung atau
sambat-sinambat. Di balik ikatan tolong-menolong yang bersifat praktis itu,
adalah nilai-nilai moral yang bersifat sentral, mengatur kehidupan bersama
mereka, misalnya: gotong-royong (menekankan kerjasama), pada-pada
(menekankan kesamaan), dan tepa selira (menekankan timbang/tenggang rasa).
Desa juga merupakan sebuah kesatuan religius. Ritus yang paling sentral adalah
slametan terhadap nenek moyang, serta pendiri desa (cikal-bakal), mereka
didewakan dan dipuja. Animisme, merupakan konsepsi tradisional yang paling
dasar. Kehidupan manusia dipercayai sebagai ada di dalam konteks kosmis. Di
mana semua manifestasi alam, dipercayai sebagai konsekwensi dari kiprah
kekuatan-kekuatan supra-natural. Menurut Vlekke, unsur-unsur pokok dari
9
Ibid., hlm. 23.
7
agama asli Indonesia adalah sebagai berikut: pertama, suatu kepercayaan yang
bersifat panteistis, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu dan semua kehidupan
mempunyai tenaga/energi kehidupan. Enersi ini (jiwa) pada seseorang dapat
lebih kuat daripada yang ada pada orang lain.10
b)Lapisan India
Para ahli sejarah tidak mencapai kesepakatan tentang perjumpaan pertama
antara kebudayaan asli Indonesia dengan kebudayaan India, apakah terjadi
melalui suatu bentuk penaklukan secara militer, atau melalui cara perdamaian,
baik dengan perantara perdagangan ataupun agama. Dibalik ketidakpastian
mengenai hal tersebut, kita dapat menyebutkan bahwa paling sedikit ada tiga hal
yang disepakati oleh kebanyakan pengamat. Pertama, bahwa ketika perjumpaan
itu terjadi, Indonesia sama sekali bukanlah negara yang vakum secara
sosio-budaya. Kedua, bahwa di dalam perjumpaan itu, kebudayaan Indonesia sama
sekali tidak pasif dan tidak hanya menyerah. Ketiga, meskipun pengaruh dari
anak benua India itu memang benar-benar kuat, tetapi tidak bisa mencabut
lapisan budaya asli. Keberhasilan pengaruh India itu, pada satu pihak adalah oleh
karena ia mengandung unsur-unsur yang menarik dan bermanfaat bagi
masyarakat Indonesia. Yakni seperti. Konsep-konsep filsafati serta agamawi
yang relatif canggih, serta cara pendekatannya yang khas, membuat lapisan India
10
8
segera diterima oleh lapisan atas dari masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, dan
dalam skala yang lebih rendah di Sumatera.11
c) Lapisan Islam
Lapisan disebut kebudayaan pesisir, atau kebudayaan pantai. Kebudayaan
ini mulai tumbuh sekitar abad ke 14-18, dan sejak semula amat berkaitan dengan
penyebaran agama Islam. Jadi, apabila lapisan asli berkaitan dengan lapisan
petani, lapisan India dengan golongan atas, maka lapisan Islam mempunyai
jalinan dengan unsur-unsur perdagangan di dalam masyarakat. Keseragaman
budaya di antara orang-orang pesisir secara etnis sangat heterogen. Kebudayaan
mereka masing-masing merupakan percampuran antara kebudayaan asli dengan
kebudayaan Arab dan India Selatan. Islam masuk ke Indonesia melalui rute yang
tidak langsung, ia telah menglami “penyaringan” dan “penggodogan” oleh
pengalaman-pengalaman religius orang-orang Persia dan India, dan oleh
karenanya relatif mengandung unsur mistik yang cukup kuat. Hal tersebut justru
dapat diterima dengan mudah oleh penduduk Indonesia, bahkan sampai pada titik
dirangkul pula ke dalam sinkretisme Jawa. Pada akhir abad ke-15 dan selama
abad ke-16, pengaruh Islam semakin meluas, dan berhasil menjadi agama
mayoritas penduduk Indonesia.12
11
Ibid., hlm. 26-28.
12
Ibid., hlm. 30-31.
9
Intervesi Barat juga memilki peranan penting bagi kebudayaan Indonesia.
Perjumpaan yang terus -menerus dengan peradaban barat berhasil membentuk suatu
lapisan budaya baru. Pengaruh kebudayaan terbesar adalah, bahwa periode ini
merupakan latar belakang bagi lahirnya Republik Indonesia yang modern dan
merdeka. Kebudayaan barat dapat dikatakan tidak pernah bersinggungan secara
intensif dengan kehidupan rakyat banyak.
Weber, dalam bukunya yang amat terkenal, pernah menjabarkan “roh kapitalisme”, yang merupakan keunikan kebudayaan barat, antara lain dalam bentuk: minat yang sungguh-sungguh kepada yang baru, semangat berpetualang dalam mengusahakan hal-hal baru, kesadaran individualism yang dalam, penghargaan yang tinggi kepada materi, dan pemujaan terhadap kerja sebagai suatu “panggilan”. Roh semacam itu tidak dengan begitu saja dapat ditanamkan di tempat lain, ia membutuhkan lahan yang cocok.13
Seluruh masyarakat Indonesia pada dasarnya terstrukturkan menurut
negara-pusat---masyarakat-desa (Tichelman) atau poros “Negara-Desa” (Greetz), dengan
lapisan yang amat lemah dan tipis di antara kedua kutubnya. Di sampan itu,
pengambil operan beberapa unsur kebudayaan Barat juga mempunyai dampak yang
tak dapat dipandang remeh. Abad ke-19 ditandai oleh semakin banyaknya priyayi
muda yang menikmati pendidikan Barat, dan di dalam kenyataan mampu meyerap
kebudayaan Barat ke dalam diri mereka.14
13
Ibid., hlm. 38.
14
Soekarno mengatakan, bahwa puncak penderitaan bangsa Indonesia adalah
perang dengan segala akibatnya, yakni kemiskinan dan kemelaratan. Pada tanggal 1
Maret 1945 pemerintah Jepang meresmikan terbentuknya Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas dari badan tersebut,
adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan
dengan segi-segi politik, ekonomi, tata pemerintahan dan lain-lain, yang dibutuhkan
dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.15Melihat dari latar belakang
Indonesia pada masa tradisional, Soekarno berusaha memahami dan menggali
Pancasila.
Gagasan Pancasila disampaikan pertama kali oleh Soekarno di depan sidang
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada
tanggal 1 Juni 1945. Hari-hari sebelum tanggal 1 Juni 1945, telah terjadi perdebatan
yang tajam, mencerminkan perbedaan pendapat di antara golongan sesama anggota
BPUPKI yang berjumlah lebih dari 60 orang.16 Namun perdebatan-perdebatan
tersebut berubah, setelah Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya yaitu “Pancasila
Dasar Negara Indonesia Merdeka”. Semua perdebatan tersebut seolah menemukan
alurnya, dan seperti kelahirannya, dasar negara Indonesia merdeka itu telah melalui
15
A.M.W. Pranarka, Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila, Jakarta : Yayasan Proklamasi Centre For Strategic and Internasional Studies, 1985, hlm. 25.
16
Saafroedin Bahar et.al., Risalah Sidang Badan Peyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 28 Mei 1945-22 Agustus 1945, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995, hlm. xxv-xxvi.
11
perdebatan sesama anggota BPUPKI. Soekarno juga mengharapkan agar dalam
badan perwakilan Indonesia merdeka kelak, demi terciptanya undang-undang yang
mencerminkan hati nurani rakyat dengan tak terkecuali. Dasar negara Indonesia,
yakni Pancasila tidak pernah menolak perbedaan pendapat, suku, agama, status
sosial. Tetapi perbedaan-perbedaan yang beraneka ragam tersebut sebaliknya
melebur menjadi satu dalam ikatan persatuan sebagai cermin kepribadian bangsa,
yaitu musyawarah mufakat “Bhinneka Tunggal Ika”.17
Pemikiran Soekarno tentang Pancasila, tidak lepas dari pengaruh pergerakan
politik yang telah ada dalam jiwanya. Terutama sejak ia tinggal di rumah pemimpin
nasionalis Tjokroaminoto saat Soekarno bersekolah di HBS di Surabaya.
Pendidikan yang ia jalani selama bertahun-tahun ini, sebagian besar adalah
pendidikan Belanda dan Barat. Di sekolah HBS inilah, sebagai seorang pelajar
Belanda dan di rumah yang ditumpanginya tersebut ia mulai berkenalan dengan
paham nasionalisme. Paham yang mulai bersemi dan yang berlindung di bawah
sayap Marxisme Barat, memiliki ciri suatu ideologi kebebasan.18 Pengaruh
nasionalisme dalam diri Soekarno terus berkembang sampai ia menjadi mahasiswa
di Bandung, ia semakin gencar menentang kolonialisme dan imperealisme yang
terjadi di Indonesia. Hal tersebut membuat pemerintah kolonial risau tatkala
Soekarno mendirikan partai politik yang dianggap bertujuan untuk merobohkan
17
Soekarno, Pancasila Sebagai Dasar Negara, Jakarta : Inti Idayu Press-Yayasan Pendidikan Soekarno, 1984, hlm. V.
18
12
pemerintahan Hindia-Belanda. Soekarno menjelma menjadi seorang pemimpin yang
ditakuti sekaligus disegani. Pemikiran-pemikiran dan pidato yang ia miliki
dituangkan dengan tajam dan luas mengenai keadaan politik internasional dan
masyarakat Indonesia dibawah penjajahan asing.19
Masuknya pemikiran Barat ke Indonesia, telah memberikan dampak yang
begitu hebat, di mana munculnya gerakan kebangkitan nasional ditandai oleh
berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. BU menghendaki pendidikan
rakyat, sehingga dapat terangkatlah harkat, derajat dan martabatnya.20 Berawal dari
pergerakan Budi Utomo inilah, kemudian bermunculan berbagai organisasi lainnya
yang memiliki semangat perjuangan bagi perbaikan nasib bangsa Indonesia.
Lahirnya Pancasila, adalah buah pemikiran yang luar biasa dari seorang
Soekarno. Pemikiran Soekarno mencapai puncaknya pada tahun 1945, ketika ia
mengemukakan gagasan tentang dasar Negara di depan sidang umum BPUPKI pada
tanggal 1 Juni 1945. Soekarno telah berjasa besar atas terciptanya dasar negara
Pancasila yang masih kita digunakan hingga saat ini. Di mana perumusuan tersebut
bertujuan untuk membawa bangsa Indonesia pada arah yang lebih baik. Pancasila
menjadi satu-kesatuan dan paham kebangsaan yang mengacu pada perasaan, sikap
19
Soekarno, Indonesia Menggugat, Jakarta: Penerbit S.K.Seno, 1951, hlm. 1.
20
G. Moedjanto, Dari Pembentukan Pax Neerlandica sampai Negara Kesatuan Republik Indonesia, Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma, 2003 , hlm. 73-76.
13
mental cinta tanah air, bangsa dan negara serta kesediaan berkorban demi
kepentingan kesejahteraan seluruh masyarakatnya.21
Paham kebangsaan telah dihayati dan diresapi oleh rakyat Indonesia selama
proses pergerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan. Secara konkrit
dituangkan sebagai landasan idiil Pancasila dalam landasan konstitusional UUD
1945, dengan Pancasilanya merupakan kesatuan tak terpisahkan. Pancasila
merangkum sejelas-jelasnya seluruh subtansi, isi dan esensi dari paham kebangsaan
Indonesia. Jika bangsa Indonesia tidak mengacu pada Pancasila dan UUD 1945,
merupakan suatu tindakan ahistoris yang mengarah kepada bentuk penyimpangan.22
Pancasila bagi bangsa Indonesia mengandung berbagai pengertian, antara lain
sebagai pandangan hidup bangsa dan ideologi nasional disatu pihak juga sebagai
dasar negara Indonesia. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa Pancasila, selain
merupakan konsep kultural juga merupakan konsep politik serta konsep hukum.23
21
Sejarah Lahirnya Pancasila, Jakarta : Yayasan Pembela Tanah Air (YAPETA), 1995, hlm. 3.
22
Ibid
23
14
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah
sebagai berikut:
1. Apa latar belakangnya dan bagaimana lahirnya Pancasila sebagai dasar falsafah
negara?
2. Apa latar belakangnya dan bagaimana pemikiran Soekarno tentang dasar negara
Pancasila?
3. Problem kenegaraan apa saja yang dikemukakan oleh Soekarno dan bagaimana
penyelesainnya?
Pada persoalan yang pertama antara lain akan dijelaskan tentang latar
belakang Pancasila sebagai dasar falsafah negara, yang di sampaikan Soekarno
pada sidang umum Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), pengesahan dasar falsafah negara dan UUD dalam sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pada persoalan kedua akan dijelaskan pemikiran Soekarno tentang dasar
negara Pancasila, yaitu kebangsaan sebagai sila pertama dan Internasionalisme
atau perikemanusiaan sebagai sila kedua, mufakat demokrasi sebagai sila ketiga,
sila kesejahteraan sosial, dan Ke-Tuhanan sebagai sila keempat dan kelima.
15
Pada permasalahan ketiga akan di jelaskan tentang problem kenegaraan
yang dikemukakan oleh Soekarno dan penyelesaiannya tentang dasar negara,
bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan dan wilayah negara.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Untuk menjelaskan apa latar belakangnya dan bagaimana lahirnya Pancasila
sebagai dasar falsafah negara.
2. Untuk menjelaskan apa latar belakangnya dan bagaimana pemikiran Soekarno
tentang dasar negara Pancasila.
3. Untuk menjelaskan problem kenegaraan apa saja yang dikemukakan oleh
Soekarno dan bagaimana penyelesainnya.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan ini adalah:
a. Bagi Penulis
Penulisan ini menjadi suatu makna yang berharga bagi penulis, dalam
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai Pancasila. Hal tersebut
sangat berguna sebagai pembelajaran dan wawasan penulis supaya mampu
mengimplementasikan Pancasila dengan baik sebagai pandangan hidup
16
b. Bagi Universitas Sanata Dharma
Penulisan skripsi ini, diharapkan melaksanakan salah satu Tri Dharma
perguruan tinggi, yakni bidang penelitian, skripsi ini diharapkan dapat menambah
kekayaan khasanah pustaka sejarah sebagai bahan bacaan yang berguna bagi
pembeljaran sejarah, khususnya mengenai Sejarah pemikiran Soekarno tentang
Pancasila 1916-1945.
c. Bagi Prodi Pendidikan Sejarah
Skripsi ini diharapkan mampu menarik minat mahasiswa pendidikan
Sejarah untuk mempelajari lebih dalam mengenai sejarah pemikiran Soekarno
tentang dasar negara Pancasila 1916-1945. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa.
D. Tinjauan Pustaka
Sumber sejarah pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber
primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah kesaksian dari seorang saksi
dengan mata kepala sendiri atau dengan pancaindera yang lain atau dengan alat-alat
mekanik seperti telepon dan lain-lain untuk mengetahui suatu peristiwa. 24 Sumber
primer itu tidak perlu asli (asli yang dimaksud di sini adalah bahwa dari sumber
yang ada dalam peristiwa tersebut) tetapi sumber primer itu hanya harus asli dalam
artian kesaksiannya tidak berasal dari sumber lain, melainkan berasal dari sumber
24
Louis Gottchalk, Mengerti Sejarah, Jakarta : UI Pres, 1969, hlm. 35.
17
pertama. Dengan demikian sumber primer harus dihasilkan oleh seseorang yang
sejaman dengan peristiwa yang dikisahkan.25
Adapun sumber yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah berupa
sumber tertulis yang diperoleh melalui buku-buku dan surat kabar. Buku-buku dan
surat kabar yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)26.Buku
yang diterbitkan oleh Sekretariat Republik Indonesia ini, memaparkan tentang awal
BPUPKI dibentuk dan proses kerja BPUPKI sendiri. Dimana didalamnya terurai
dengan jelas, tentang berlangsungnya sidang-sidang yang dilaksanakan oleh
BPUPKI. Dalam sidang-sidang tersebut muncul perdebatan-perdebatan dari para
penggagas dasar negara Pancasila hingga terbentuknya UUD 1945. Buku ini
digunakan untuk membahas bab II, III dan IV.
Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila27. Buku ini menguraikan mengenai
sejarah perkembangan pemikiran tentang Pancasila sebagai ideologi, dasar negara
dan sumber hukum. Pemikiraan-pemikiran tentang Pancasila mempunyai sejarah
perkembangannya, di mana Pancasila merupakan hal yang fundamental bagi
25
Ibid., hlm. 35-36.
26
Saafroedin Bahar., et.al., Risalah Sidang Badan Peyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 28 Mei 1945-22 Agustus 1945, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995.
27
18
Indonesia. Bagian Heuristik dalam buku ini mengungkapkan konteks sejarah dari
sumber-sumber pemikiran mengenai Pancasila itu. Penggambaran sejarah
perkembangan pemikiran mengenai Pancasila sebagai suatu Ideen Geschichte.
Disini dikemukakan pendapat-pendapat dan latar belakang berbagai aliran yang ikut
membentuk sejarah pemikiran Pancasila. Memuat suatu analisa kritis atas sejarah
perkembangan pemikiran suatu ideologi Pancasila dalam eksistensi, esensi maupun
operasionalisasi Pancasila. Buku ini digunakan untuk membahas bab II dan bab III.
mengenai Pancasila disampaikan dalam sidang umum BPUPKI dan
perdebatan-perdebatan penganut ideologi yang berbeda-beda.
Pancasila Sebagai Dasar Negara28, buku yang diterbitkan oleh Inti Idayu
Press. Buku ini mengupas tentang bagaimana sosok Soekarno sebagai penggali
Pancasila. Soekarno percaya bahwa Pancasila merupakan dasar negara republik
Indonesia yang mampu menjadi alat pemersatu bangsa. Pemikiran Soekarno
dipengaruhi oleh wawasan barat, dimana ia membandingkan perjuangan rakyat
Indonesia dalam mencapai suatu kemerdekaan. Soekarno menguraikan mengapa ia
menggali Pancasila sebagai dasar negara dan juga tentang arti, inti dari sila-sila
yang terdapat dalam Pancasila itu sendiri. Buku ini digunakan untuk membahas bab
III, tentang penjelasan Soekarno tentang Pancasila, yang bukanlah hasil renungan
28
Buku ini merupakan kumpulan kursus tentang Pancasila oleh presiden Soekarno di Istana Negara, Jakarta pada tanggal 26 Mei, 5 Juni, 16 Juni, 22 Juli, dan 3 September 1958. Serta kuliah umum pada seminar Pancasila di Yogyakarta tanggal 21 Februari 1959 dan pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945.
19
semalam saja. Tetapi pikiran tersebut telah dipersembahkan Soekarno sejak
bertahun-tahun lamanya.
Uraian Pancasila di Lengkapi dengan Dokumen Lahirnya Pancasila 1 Juni
194529, buku yang diterbitkan oleh MUTIARA. Dalam buku ini dipaparkan
lampiran notulen sidang-sidang Panitia Lima saat merancang dan merumuskan
pengertian-pengertian Pancasila dalam uraian Pancasila tersebut. Dimana Panitia
Lima merupakan bekas panitia Sembilan yang menandatangani perumusan
pembukaan UUD 1945. Buku ini digunakan untuk membahas bab III, dimana pada
waktu merancang UUD 1945 dapat dilihat tujuan negara Indonesia yang dilihat dari
struktur masyarakt asli, yang tidak lain ialah ciptaan kebudayaan Indonesia sendiri.
Pantjasila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia30. Buku ini merupakan
kumpulan tiga uraian pokok-pokok persoalan tentang Pancasila. Berisi tentang
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia. Yang kedua, yaitu
tentang pembukaan Undang-undang dasar 1945. Serta yang ketiga ialah berita
pemikiran ilmiah tentang kemungkinan jalan keluar dari kesulitan mengenai
Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia. Buku ini di gunakan untuk
29
Buku ini adalah turunan dari naskah asli uraian Pancasila yang ditandatangani para anggota Panitia Lima di Jakarta tanggal 18 Februari 1975 dan di Lugano, Swiss pada tanggal 18 Maret 1975, yang turunannya oleh Panitia Lima disampaikan pula kepada presiden Soeharto dengan sebuah delegasi yang dipimpin oleh Jendral Soerono pada tanggal 23 Juni 1975.
30
membahasa bab II, tentang analisa pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang
umum BPUPKI, Pancasila sebagai falsafah Negara.
Tjamkan Pantja Sila! Pantjasila Dasar Falsafah Negara31. Buku ini
merupakan pidato-pidato mengenai Pancasila yang di sampaikan oleh Soekarno.
Berisikan pemikiran/gagasan yang di sampaikan Soekarno pada sidang umum
BPUPKI. Serta makna setiap sila sebagai dasar falsafah Negara. Buku ini akan
digunakan untuk membahasa bab II dan bab III.
Dibawah Bendera Revolusi.32 Buku ini menguraikan dengan jelas isi dari
hasil pemikiran Soekarno yang dituangkan dalam tulisan-tulisan, yang banyak
dipengaruhi oleh pemikir/tokoh-tokoh dunia untuk memimpikan dan menciptakan
Indonesia yang merdeka selama menjadi mahasiswa dan kapan ia mulai terjun ke
panggung politik, kemudian muncul sebagai seorang pemimpin. Buku ini digunakan
untuk membahas bab II dan bab III, mengenai sejarah pemikiran Soekarno dalam
setiap tahap kehidupannya, hingga mampu menggali Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia.
Kepada Bangsaku Karya-karya Lengkap Bung Karno Pada Tahun
1926-195733. Buku ini sama persis isinya dengan buku Dibawah Bendera Revolusi.
Dimana isinya merupakan tulisan-tulisan Soekarno yang memiliki pemikiran luar
31
Departemen Penerangan, Tjamkan Pantja Sila! Pantjasila Dasar Falsafah Negara, Jakarta: Pradnja Paramita,1964.
32Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, Jakarta : Panitia Penerbit di Bawah Bendera Revolusi jilid I, 1965.
33
Soekarno, Kepada Bangsaku Karya-karya Lengkap Bung Karno Pada Tahun 1926-1957, Jakarta: Panitia Pembina Djiwa Revolusi.
21
biasa dalam menyikapi segala persoalan dan kejadian di Indonesia pada saat itu,
Soekarno maju ke panggung politik untuk memperjuangkan bangsanya agar dapat
meraih kemerdekaan dan lepas dari penjajah. Buku ini digunakan untuk membahas
bab III.
Indonesia Menggugat.34 Buku ini berisi pembelaan Soekarno dimuka hakim
kolonial pada tahun 1930. Sebagai seorang pemimpin partai politik PNI, ia dituduh
memimpin suatu partai politik dengan tujuan untuk merobohkan dengan kekerasan
pemerintah Hidia-Belanda yang berkuasa pada waktu itu. Pada akhirnya Soekarno
dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Buku ini digunakan untuk membahas bab
III, saat Soekarno tengah menentang imperialisme dan kapitalisme.
Bung Karno Putera Fajar,35buku yang diterbitkan oleh Gunung Agung Jakarta pada
tahun 1966. Buku ini menguraikan tentang siapa sosok Soekarno, siapa saja
tokoh-tokoh yang sangat mempengaruhi pemikiran-pemikirannya, cita-cita dan
perjuangannya dalam meraih kemerdekaan. Hingga Soekarno dikenal sebagai tokoh
dunia yang berpengaruh. Buku ini digunakan untuk membahas bab II dan III
tentang latar belakang lahirnya pemikiran sila-sila Pancasila.
Sari Pandangan Sarjana-sarjana Tatanegara Seluruh Dunia dari Sokrates
hingga Ir. Soekarno.36Buku ini berisi himpunan dan uraian-uraian beberapa sarjana
34
Soekarno, Indonesia Menggugat, Jakarta : S.K. Seno, 1951.
35
Solichin Salam, Bung Karno Putera Fajar, Jakarta: Gunung Agung, 1966.
36
22
tatanegara. Buku ini membantu mengemukakan beberapa sari pandangan para ahli
ketatanegaraan yang umumnya telah diakui dan berjasa dalam menyumbangkan
pikiran-pikirannya mengenai kenegaraan. Buku ini akan digunakan untuk
membahas bab IV.
Hukum Tatanegara Sistem Pemerintahan Negara. 37Buku ini menjelaskan
tentang sistem ketatanegaraan, sistem pemerintahan serta bentuk-bentuk Negara.
Buku ini akan digunakan untuk membahas bab IV.
E. Kajian Teori
Heurmeneutika, kata heurmeneutika adalah terjemahan dari bahasa Inggris
hermeneutics. Kata terakhir ini berasal dari kata kerja Yunani hermeneuo yang
berarti mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata. Ketiga
pengertian ini sebenarnya juga menerjemahkan dan juga bertindak sebagai
penafsiran. Pemikiran-pemikiran tersebut sebenarnya hendak mengungkapkan
bahwa hermeuneutika merupakan untuk beralih usaha dari sesuatu yang relatif
gelap kesesuatu yang lebih terang. Dalam pengertian pertama hermeuneutika
dipahami sebagai peralihan dari suatu yang relatif abstrak dan gelap, yakni
pikiran-pikiran kedalam bentuk ungkapan-ungkapan yang jelas, yaitu dalam bentuk bahasa.
Pemadatan pemikiran dalam bahasa sudah merupakan penafsiran. Dalam pengertian
kedua, “menerjemahkan”, terdapat usaha mengalihkan diri dari bahasa asing yang
maknanya gelap bagi kita sendiri yang maknanya jelas. Dalam pengertian ketiga,
37
Soehino, Hukum Tatanegara Sistem Pemerintahan Negara,Yogyakarta: Liberty, 1993.
23
pada waktu seseorang sedang menafsirkan sesuatu, ia melewati suatu ungkapan
pikiran yang kurang jelas, bentuk pemikiran yang kurang jelas diubah menjadi
bentuk pemikiran yang lebih jelas, hal itulah yang disebut menafsirkan. Di masa
lampau hermeuneutika memiliki arti yang luas, yaitu sejumlah pedoman untuk
pemahaman teks-teks yang bersifat otoritatif, seperti: dogma dan kitab suci.
Hermeuneutika atau penafsiran adalah ciri khas manusia, karena manusia tak dapat
dibebaskan dari kecenderungan dasarnya untuk member makna.38
Pemikiran, erat kaitannya dengan situasi yang mengalami proses perluasan
diri dari individu yang merupakan contoh khas dari penyingkapan setiap macam
pengetahuan yang ditentukan secara situasional. Setiap macam pengetahuan dapat
dipahami hanya dengan metode penafsiran, dan tahap-tahap pemahaman itu
terproses pada klarifikasi individu. Sesuai dengan kenyataan, bahwa klarifikasi diri
itu memungkinkan perluasan pengetahuan. Penekanan ini membuat sebuah
pembedaan yang jelas apakah seorang individu menyadari dorongan-dorongan
untuk mencirikan pemikiran dan pandangannya.39 Pemikiran memunculkan gagasan
yang mampu menafsirkan kembali masa lampau dalam terang
pengalaman-pengalaman pokoknya.40 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ide/gagasan adalah
rancangan yang tersusun di pikiran, artinya sama dengan cita-cita. Selama gagasan
38
F. Budi Hardiman, Hermeneutik: Apa itu?, Yogyakarta: Basis Vol. XL, No. 1-12,1991, hlm. 3-4.
39
Mannheim Karl, Ideologi dan Utopia Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, Yogyakarta:Kanisius, 1991, hlm. 51-52.
40
belum dituangkan menjadi suatu konsep dengan tulisan maupun gambar yang nyata,
maka gagasan masih berada di dalam pikiran.41
Filsafat dan pandangan hidup, Pancasila dapat dipandang sebagai
dalil-dalil filsafat atau sebagai dasar negara. Pancasila sebagai dalil-dalil-dalil-dalil filsafat
merumuskan manusia dalam semesta-realitas, jadi merupakan Weltanschauung.
Pancasila sebagai dasar negara pada konkretnya adalah negara yang berdasarkan
Pancasila.42 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat sendiri memiliki
pengertian: pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat
segala yang ada sebab akal dan hukumnya.43 Kedudukan Pancasila sebagai
pandangan hidup, adalah manusia mementingkan pengertian dalam mengutamakan
pandangan yang hendak diketahui kebenarannya. Manusia berpikir tentang
realitasnya sendiri. Dengan demikian, pengertiannya abstrak (ialah filsafat) beralih
menjadi pandangan atau lebih baik: pendirian hidup.44
Ideologi dan tujuan ideologi istilah ideologi berasal dari kata Yunani
(Greek) eidos dan logos. Eidos yang berasal dari kata kerja mempunyai arti melihat,
memandang, berarti gambaran pandangan. Karena memikir itu juga mirip dengan
memandang, maka eidos juga berarti pikiran (idea). Logos disini berubah menjadi
41
http://id.wikipedia.org/wiki/Gagasan, diakses pada tgl 18/10/2012
42
A. Sudiarja, SJ (Koord), Karya Lengkap Driyarkara (Menalar Dasar Negara Indonesia Telaah Filsafat Pancasila), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006, hlm. 854-855.
43
Hasan Alwi (Red), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, hlm. 317.
44
A. Sudiarja, SJ (Koord), op.cit., hlm. 855.
25
logia, berarti kata, pengertian, ucapan. Logi berarti pengertian atau ilmu
pengetahuan, namun dalam istilah ideologi, kata logi tidak menunjuk ilmu
pengetahuan. Ideologi adalah kesatuan idea-idea, kesatuan itu dimiliki dengan dan
dalam logos atau pengertian. Dengan ini tampaklah bahwa ideologi kita dipandang
sebagai sesuatu yang baik, bahwa ideologi menjadi pengertian yang fundamental
tentang realitas, bahwa ideologi adalah realitas dan ke realitas. Menurut Marxisme
ideologi itu tidak obyektif, bahwa ideologi itu suatu kebohongan. Tetapi mengapa
ideologi-ideologi itu dianut? Menurut Marxisme ideologi dianut karena
menguntungkan. Misalnya, karena vested interest. Misalnya mitos-mitos yang
dikarang untuk mempertahankan kedudukan kaum bangsawan sampai-sampai orang
berani mengatakan bahwa asal-usul rajanya adalah dari kedewaan. Menurut
pandangan dari kaum Marxis, banyak ideologi berasal dari kaum kapitalis dan untuk
kepentingan kapitalis. Ideologi itu berarti kompleks dan merupakan satu-kesatuan
yang fundamental. Untuk menerapkan pikiran tersebut pada Pancasila, baiklah kita
melihat bahwa Pancasila merupakan ideologi negara, yang artinya ideologi yang
menjadi dasar hidup kenegaraan.45
Ideologi merupakan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat
(kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Sedangkan
ideologi politik merupakan sistem kepercayaan yang menerangkan dan
45
membenarkan suatu tatanan politik yang ada atau yang dicita-citakan dan
memberikan strategi berupa prosedur, rancangan, instruksi, serta program untuk
mencapainya.46 Tujuan utama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan
melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak
hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga
membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik
mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang
eksplisit.47
Dasar kebangsaan pada tahun 1882 Ernest Renan telah mengemukakan
pendapatnya tentang paham “bangsa”. Bangsa menurutnya adalah suatu nyawa,
suatu azas-akal, yang terdiri dari dua hal: pertama-tama rakyat itu dulunya harus
bersama-sama menjalani suatu riwayat. Kedua, rakyat itu sekarang harus
mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Bukan berdasarkan jenis ras,
bahasa, agama, persamaan tubuh, dan bukan pula batas-batas negeri yang
menjadikan “bangsa” itu. Sedangkan menurut Otto Bauer yang juga mempelajari
soal bangsa, menurutnya bangsa adalah suatu persatuan perangai yang terjadi dari
persatuan hal-ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu.48
46
Ibid, hlm. 417.
47 http://id.wikipedia.org/wiki/Ideologi, diakses pada tgl 5 Juni 2012
48
Soekarno, Kepada Bangsaku Karya-karya Lengkap Bung Karno Pada Tahun 1926-1957 (Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme), Jakarta: Panitia Pembina Djiwa Revolusi, hlm 12; Di bawah Bendera Revolusi Jakarta: Panitia Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, 1963, hlm 3.
27
Nasionalisme-Internasionalisme atau perikemanusiaan: nasionalisme dapat
disebut semacam etno-sentrisme atau pandangan yang berpusat pada bangsanya.
Gejala seperti semangat nasional, kebanggaan nasional dan patriotisme. Hal tersebut
terdapat pada semua bangsa, sebagai suatu gejala umum untuk mensolidarisasikan
diri dengan suatu kelompok yang senasib. Kata nasionalisme mencakup dua arti:
a) Dalam arti nasionalistis, dimaksudkan suatu sikap yang keterlaluan, sempit dan
sombong. Sikap kurang dewasa ini tidak menghargai orang dan bangsa lain
seperti semestinya.
b)Nasionalisme (nasionale Staat) dapat juga menandakan sikap nasional yang
positif, yakni mempertahankan kemerdekaan dan harga diri bangsa dan sekaligus
menghormati bangsa lain. Inilah kebangsaan yang luas pandangannya serta
dewasa dan adil. Nasionalisme yang seperti ini sangat berguna untuk membina
rasa persatuan antara penduduk negara yang heterogen (karena perbedaan suku,
agama, asal-usul, misalnya dalam negara emigrasi seperti Australia). Hal tersebut
berfungsi untuk membina rasa identitas dan kebarsamaan dalam negara serta
bermanfaat pula untuk mengisi kemerdekaan yang telah diperoleh.49
49
Menurut P.J. Suwarno pengertian kebangsaan itu sendiri sangat kompleks
dan berubah-ubah setiap saat.50 Nasionalisme sendiri muncul pada abad ke-18
dalam suasana liberalisme diantara bangsa-bangsa Eropa yang merasa perlu
menekankan identitas dan kesamaan derajatnya dengan Inggris dan Perancis yang
pada saat itu merupakan negara yang paling maju.51 Pada saat itu di Inggris
perkembangan industri sudah mendorong kelas menengah dan kelas bangsawan
yang menjadi penasehat di Parliamentum menjadi kuat terhadap raja, sehingga
akhirnya menghasilkan revolusi agung (glorious revolution 1688) yang memperkuat
kedudukan Parliamentum dengan partai Whig yang mendapat dukungan secara
umum. Sehingga dapat dikatakan dari sinilah nasio dan nasionalisme Inggris
muncul. Nasionalisme Inggris berkembang bersamaan dengan perkembangan
indusri di Inggris, yang disebut Jingoisme dan menjelma menjadi imperialism yang
kapitalistik menguasai daerah-daerah Asia, Amerika, Australia, dan Afrika.
Nasionalisme Inggris ini kemudian berkembang menjadi demokratisme yang
menuntut perluasan perwakilan dalam Parliamentum.52
Nasionalisme “murni” di Indonesia (yang tidak merupakan bagian dari
ideologi lain, mis. Keagamaan atau Marxisme), mungkin lahir diantara
kelompok-kelompok mahasiswa Indonesia (kaum intelektual) pada tahun 20-an. Mereka
50
P. J. Suwarno, Seri Pengetahuan dan Pengajaran Sejarah (Kumpulan Karangan Ilmiah), Seri XX (Bulan Agustus 1993-Juni 1994) (Nasio dan Nasionalisme), Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fak. Sastra dan Prodi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, 1994, hlm. 1.
51
A. Heuken SJ, et all, loc. cit.
52
P. J. Suwarno, 1994, op. cit., hlm. 2-3.
29
menyadari bahwa Islamisme dan Marxisme tidak akan mampu menggerakkan
seluruh rakyat untuk membebaskan diri dari penjajahan.53 Dengan memanfaatkan
pengetahuan yang diperoleh dari bangku sekolah modern yang didirikan oleh
pemerintah Belanda, kaum intelektual Indonesia sadar, bahwa bangsa bangsanya
telah kehilangan hak-haknya. Kesadaran itu terus berkembang dan muncullah usaha
emansipasi dalam bentuk gerakan budaya Budi Utomo, gerakan sosial religius
Sarekat Islam, gerakan nasionalistik Indische Partij, PNI dan sebagainya.54
Internasionalisme merupakan suatu kebanggaan dalam mendirikan negara Indonesia
merdeka yang menuju pula pada kekeluargaan bangsa-bangsa. Internasionalisme
disini berbeda dengan Chauvinisme, yang menyombongkan negerinya sendiri dan
menghina bangsa-bangsa lain. Chauvinisme merupakan rasa nasionalisme yang
berlebih-lebihan dengan mudah akan meningkat pada rasialisme dan menyempitkan
cakrawala sesorang atau bahkan suatu bangsa. “Rasa gila bangsa” ini menjelma
dalam penghinaan dan kebencian terhadap bangsa lain dan terlalu mengutamakan
darah/nation sendiri.55
Mufakat dan demokrasi mufakat berarti, setuju seiya sekata , sepakat dan tidak ada satu orang pun yang menolak sebuah usul itu. Persetujuan kata sepakat
53
A. Heuken SJ, et all, op. cit., hlm. 221.
54
P. J. Suwarno,1994, hlm. 6.
55
30
telah tercapai antara kedua belah pihak.56 Musyawarah berasal dari kata Syawara
yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau
mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah-istilah lain dalam tata Negara
Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan
“syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kewajiban
musyawarah hanya untuk urusan keduniawian. Jadi musyawarah adalah merupakan
suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk memecahkan persoalan
(mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau
pemecahan masalah yang menyangkut urusan keduniawian.57 Demokrasi dan
Kebebasan, istilah demokrasi secara umum berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“demos” artinya rakyat dan “kratia” artinya pemerintahan. Jadi demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat untuk rakyat atau pemerintahan oleh mereka yang
diperintah.
Pola ini tidak hanya dipakai dalam negara saja, tetapi juga dalam
perkumpulan organisasi biasa. Demokrasi merupakan pola pemerintahan dalam
mana kekuasaan untuk memerintah berasal dari mereka yang diperintah atau
mengikutsertakan secara aktif semua anggota masyarakat dalam keputusan yang
diambil oleh mereka yang diberi wewanang. Jadi dasar dari demokrasi atau
56
Hasan Alwi (Red), op.cit., hlm. 758.
57 http://id.wikipedia.org/wiki/Musyawarah ,diakses pada tgl 5 Juni 2012
31
kerakyatan ialah: bahwa semua manusia sebagai anggota masyarakat adalah bebas
dan sama haknya (kedaulatan rakyat). Maka dasar dari demokrasi adalah konsensus
bahwa setiap warganegara memiliki hak dan kewajiban dasar yang sama dan tidak
boleh diganggu gugat, juga tidak boleh oleh kelompok mayoritas atau penguasa.58
Dalam pengertian demokrasi, termuat nilai-nilai hak asasi manusia, karena
demokrasi dan hak-hak asasi manusia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Sebuah negara yang mengaku
dirinya demokratis mestilah mempraktekkan dengan konsisten mengenai
penghormatan pada hak-hak asasi manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan
terhadap hak-hak asasi setiap anggota masyarakat, bukanlah demokrasi melainkan
hanyalah fasisme atau negara totalitarian yang menindas. Demokrasi juga
mengisyaratkan penghormatan yang setinggi-tingginya pada kedaulatan Rakyat.59
Kebebasan, merupakan suatu gagasan/konsep yang analog, artinya kebebasan
direalisasikan secara fundamental berbeda menurut tingkat keberadaan (binatang,
manusia, roh, Tuhan). Arti kebebasan dapat dirumuskan secara negatif dan positif:
a) Dalam arti negatif “berarti bebas dari”, misalnya bebas dari ikatan atau paksaan
untuk bertindak yang mengikat/ memaksa itu dapat bersifat lahiriah atau materiil
58
A. Heuken SJ, et all, op.cit., hlm. 173-174.
59
32
(misalnya belenggu) atau dapat bersifat batiniah atau psikologis (mis. Ancaman
berat). Kebebasan psikologis atau berkehendak mengatakan bahwa manusia
mampu berkehendak seperti yang dikehendakinya.
b)Dalam arti positif manusia adalah “bebas untuk” berbuat sesuatu dan khususnya
“bebas untuk berbuat baik”. Kebebasan adalah suatu kemampuan positif,
sehingga manusia dengan berbuat dan khususnya dengan berbuat baik
(sekurang-kurangnya dengan tidak berbuat jahat) merealisasikan diri menjadi orang yang
baik. Jadi, kebebasan dapat kita rumuskan secara deskriptif sebagai kemampuan
manusia untuk mengatur perilaku dan kehidupannya menurut kehendaknya
sendiri tanpa dibatasi atau dihalangi.60
Kesejahteraan sosial, dalam UUD 1945 (pasal 33) bab XIV kesejahteraan
sosial diuraikan dasar demokrasi ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama azas
kekeluargaan dan bangun perusahaan yang sesuai dengan koperasi. Sebagai negara
aktif berfungsi dalam bidang kemakmuran rakyat dan keadilan sosial, artinya tidak
menyerahkannya kepada persaingan kekuatan dipasar bebas saja.61
Ke-Tuhanan merupakan sejarah istilah dan pengertian, pada suku-suku di
kawasan nusantara pengakuan Ke-Tuhanan dalam bentuk yang berbeda-beda sudah
terdapat pada zaman purbakala, lama sebelum agama Hidu, Buddha, Islam dan
60
A. Heuken SJ, et all, op.cit., hlm. 244-245.
61
Ibid., hlm. 19.
33
Kristen menginjak bumi Indonesia. Beraneka nama digunakan untuk menyebut
Yang Mahatinggi, misalnya Ompu Tuan Mula Jadi Na Bolon atau Debata (di
Sumatra, Batak), Sang Hyang Widhi Wasa (di Bali) atau Puang Matna dan To
Kantanan (di Sulawesi, Toraja). Menurut penyelidikan W. Schmidt (Wina), seorang
antropolog terkenal, paham Ke-Tuhanan sudah terdapat pada zaman yang paling
kuno. Maka, tepatlah bahwa Ke-Tuhanan digali dari khazanah keagamaan bangsa
kita yang paling tua. Agama dan kepercayaan, sebagai perwujudan Ke-Tuhanan
sangat erat barkaitan dengan nilai-nilai dan pandangan kehidupan kemasyarakatan
seluruhnya.62
Politik, dalam pengertian Yunani merupakan aktivitas membangun
kebijakan publik diantara orang-orang merdeka. Muncul diluar batas-batas
kekaisaran-kekaisaran awal, yaitu pertama kali di kota-kota Yunani kuno sekitar
tahun 700- hingga 500 SM. Kata politik sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu
polis yang berarti kota, atau negara kota yang kerap dipusatkan di lokasi yang
strategis dan dilindungi oleh pasukan penjaga.63 Sedangkan arti politik menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah: pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau
62
Ibid., hlm. 24.
63
kenegaraan yang menyangkut dengan sistem pemerintahan, dasar pemerintahan
menyangkut tindakan, kebijakan dan siasat.64
Pancasila, menurut ensiklopedi Politik dijelaskan, yaitu: Filsafat negara
Republik Indonesia, berarti lima asas atau dasar negara. Kelima asas atau dasar itu
ialah: Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, Kedaulatan rakyat, Kebangsaan, Keadilan
sosial dan Perikemanusiaan.65 Pancasila, adalah ideologi dasar bagi negara
Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: panca berarti lima dan sila
berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.66 Pancasila dasar negara
Indonesia, sebagai dasar fundamental-foundation of state mencakup dan
memancarkan suatu pola rangkaian sistem pemikiran, cita-cita dan keyakinan bulat
yang saling berkaitan.67 Pancasila berasal dari khasanah sejarah bangsa Indonesia,
jauh sebelum agama-agama besar mulai menyebarluas di bumi Indonesia. Pancasila
sebagai satu kesatuan maupun lima silanya satu persatu berakar dalam hidup
sosio-budaya bangsa. Pada hakikatnya menurut Soekarno Pancasila bukanlah dilahirkan
tetapi timbul atau bangkit kembali.68
64
Hasan Alwi (Red), op.cit,. hlm. 886.
65
Tatang Sastrawiria dan Haksan Wirasutisna, Ensiklopedia Politik, Jakarta: Perpustakaan Perguruan Kem. P.P dan K., 1955, hlm. 222.
66
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila, diakses pada tgl 5 Juni 2012
67
N.N. Ensiklopedi Nasional Jilid 12 1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka, hlm. 94.
35
Marhaenisme merupakan gabungan dari beraneka faham, menampung
banyak aliran supaya dapat membentuk sebuah gerakan rakyat. Dicetuskan oleh
Soekarno (1927) sebagai teori perjuangan revolusioner. Istilah Marhaen sendiri
diambil dari nama seorang petani miskin dari desa Tjigereleng, Bandung.69
Marhaenisme juga berarti ideologi yang menentang penindasan manusia atas
manusia dan bangsa atas bangsa. Walaupun sejatinya definisi ini pada masa
sekarang telah berkembang dan dibahas dalam Marhaenisme Kekinian. Merupakan
ideologi yang dikembangkan dari pemikiran Soekarno. Ajaran ini menggambarkan
kehidupan rakyat kecil. Orang kecil yang dimaksud adalah petani dan buruh yang
hidupnya selalu dalam cengkraman orang orang kaya dan penguasa. Marhaenisme
pada esensinya sebuah ideologi perjuangan yang terbentuk dari Sosio-Nasionalisme,
Sosio-Demokrasi dan Ketuhanan Yang Maha Esa.70
Marxisme, adalah suatu kumpulan ajaran-ajaran yang menjadi dasar
sosialisme dan komunisme abad ke-19 dan abad ke-20. Tujuan utama dari usaha
Marx ialah menghapuskan kapitalisme, yang pada abad ke-19 sangat merugikan
kaum proletar. Menurut Marxisme manusia bukan suatu pribadi yang bernilai
karena ia manusia, yakni suatu mahkluk rohani yang mempunyai tujuan
transenden.71
69
A. Heuken SJ, et all, Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila Jilid III, op.cit., hlm. 139-140. 70 http://id.wikipedia.org/wiki/Marhaenisme, diakses pada tgl 5 Juni 2012
71
36
Imperealisme adalah, aliran politis yang bermaksud dan berusaha untuk
memperluas daerah negara atau memperbesar pengaruh politik serta ekonominya.
Dengan demikian, kaum imperealis mengurangi kemerdekaan bangsa-bangsa lain.
Tersebarnya imeperalisme pada abad ke-19 memiliki hubungan erat dengan
kapitalisme dan kolonialisme.72Imperealisme juga berarti, suatu cita-cita dari suatu
negara untuk meluaskan kekuasaannya atas negeri-negeri lain. Kekuasaan ini
berupa politik, militer, atau ekonomi.73
Kolonialisme, adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah
dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi
dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah tersebut. Istilah ini juga
menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang digunakan untuk
melegitimasikan atau mempromosikan sistem ini, terutama kepercayaan bahwa
moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang dikolonikan. Pendukung dari
kolonialisme berpendapat bahwa hukum kolonial menguntungkan negara yang
dikolonikan dengan mengembangkan infrastruktur ekonomi dan politik yang
dibutuhkan untuk pemodernisasian dan demokrasi.74 Bentuk kolonialiesme sendiri
72
Ibid., hlm. 138.
73
Tatang Sastrawiria dan Haksan Wirasutisna, op.cit., hlm. 120.
74 http://id.wikipedia.org/wiki/Kolonialisme, diakses pada tgl 28/07/2012
37
sangat erat hubungannya dengan timbulnya kapitalisme.75 Kapitalisme sendiri
digunakan untuk sistem ekonomi dan sistem sosial.76
F. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian
sejarah, dengan melalui tahap-tahap berikut:
a. Pengumpulan sumber (Heuristik)
Bahan pustaka yang dijadikan sebagai sumber dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder.
Adapun sumber primer yang digunakan dalam penulisan ini adalah : Risalah
Sidang Badan Peyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 28 Mei 1945-22
Agustus 1945, Pancasila Sebagai Dasar Negara, Pantjasila Dasar Filsafat
Negara Republik Indonesia, Tjamkan Pantja Sila! Pantjasila Dasar Falsafah
Negara, Uraian Pancasila di Lengkapi dengan Dokumen Lahirnya Pancasila 1
Juni 1945, Pantjasila Dasar Filsafat Negara, Dibawah Bendera Revolusi,
Kepada Bangsaku Karya-karya Lengkap Bung Karno Pada Tahun 1926-1957,
Indonesia Menggugat.
75
A. Heuken SJ, et all., op.cit., hlm. 54.
76
38
Sedangkan sumber sekunder diantaranya ialah: Sejarah Pemikiran Tentang
Pancasila, Soekarno Biografi 1901-1950, Bung Karno Putera Fajar,
Mohammad Hatta Kumpulan Pidato II Dari tahun 1951-1979, Sari Pandangan
Sarjana-sarjana Tatanegara Seluruh Dunia dari Sokrates hingga Ir. Soekarno,
dan Hukum Tatanegara Sistem Pemerintahan Negara.
b. Kritik Sumber (Verifikasi)
Tahap selanjutnya ialah verifikasi, ialah pengujian terhadap data-data
yang ada untuk mengetahui apakah data tersebut dapat dipertanggung
jawabkan kebenaran dan keasliannya atau tidak. Tahap ini dibagi menjadi dua
macam yaitu, otentisitas atau keaslian sumber (kritik ekstern), dan kredibilitas,
atau bisa dipercaya (kritik intern).77 Kritik ekstern digunakan untuk
membuktikan keaslian sumber yang akan digunakan. Kritik intern dilakukan
untuk meneliti apakah sumber yang digunakan dapat dipercaya kebenarannya.
Kritik intern ini dilakukan dengan cara membandingkan berbagai sumber
sehingga akan diperoleh fakta yang lebih baik, jelas dan lengkap.78
c. Interpretasi
Interpretasi merupakan kelanjutan, setelah verifikasi. pada tahap ini
penulis melakukan penafsiran atas fakta-fakta yang telah diuji dan
menganalisis sumber agar dapat menghasilkan suatu peristiwa yang telah
77
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : Bentang Budaya, 2001, hlm. 101.
78
Ibid., hlm. 102.