• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEHIDUPAN KELUARGA "LONG DISTANCE MARITAL IN RELATIONSHIPS" Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEHIDUPAN KELUARGA "LONG DISTANCE MARITAL IN RELATIONSHIPS" Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
267
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

KEHIDUPAN KELUARGA

“LONG DISTANCE

MARITAL IN RELATIONSHIPS”

Disusun Oleh:

DEVI ANJAS PRIMASARI NIM: 071314753001

PROGRAM MAGISTER

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

(2)

TESIS

KEHIDUPAN KELUARGA

“LONG DISTANCE

MARITAL IN RELATIONSHIPS”

Disusun Oleh:

DEVI ANJAS PRIMASARI NIM: 071314753001

PROGRAM MAGISTER

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

(3)

KEHIDUPAN KELUARGA

“LONG DISTANCE

MARITAL IN RELATIONSHIPS”

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Dalam Program Studi Sosiologi

Pada Program Magister Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

Oleh:

Nama : DEVI ANJAS PRIMASARI NIM : 071314753001

PROGRAM MAGISTER

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN PENULISAN TESIS

PENULISAN TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 16 FEBRUARI 2015

Oleh

Pembimbing Ketua

(Prof. Dr. Musta’in, M.Si)

NIP.196001201986041001

Pembimbing Kedua

(Dra. Udji Asiyah, M.Si)

NIP.19195501291986012001

Mengetahui,

KPS

(5)

Telah diuji pada

Tanggal 13 Januari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Emy Susanty, MA

Anggota : 1. Prof. Dr. I.B Wirawan, SU

2. Prof. Dr. Musta’in, M.Si. 3. Dra. Udji Asiyah, M.Si

(6)

HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT

Bagian atau keseluruhan isi Penulisan Tesis ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademis pada bidang studi dan/atau universitas lain dan tidak pernah dipublikasikan/ditulis oleh individu selain penyusun kecuali bila dituliskan dengan format kutipan dalam isi Penulisan Tesis.

Apabila ditemukan bukti bahwa pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Airlangga.

Surabaya, 16 Februari 2015

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala berkah

serta limpahan rahmatNya yang telah memberikan jalan serta kekuatan yang luar

biasa dalam proses penulisan tesis ini. Tak lupa pujian kepada junjungan Nabi

kita, Rasulullah SAW yang senantiasa memberikan bimbingan menuju jalan yang

benar untuk menggapai rahmatNya.

Sebagai tanda rasa syukur saya, semua pengalaman selama proses

penulisan tesis akan saya jadikan refleksi atas diri saya untuk kemudian akan saya

implementasikan dalam bentuk sikap dan perilaku konstruktif dan produktif untuk

kebaikan dan perbaikan semua warga bangsa.

Dalam menyelesaikan karya ini, cukup banyak hambatan yang dilalui oleh

penulis, namun atas dukungan dari berbagai pihak, karya ini dapat terselesaikan.

Seperti gading yang tak retak, tentu saja masih banyak kekurangan dalam

penulisan tesis ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang berperan penting bagi

penyelesaian karya tulis ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rahmat yang begitu besar dan

hidayah yang diberikan kepada penulis dalam proses penyelesaian karya tulis

ini. Semua tidak akan terasa sulit dan berarti, jika selalu berada pada

lindungan dan limpahan rahmat-Nya. Tidak lupa sholawat dan salam tertuju

pada junjungan kita, Rasulullah SAW yang selalu menuntun kami untuk selalu

(8)

2. Kepada Romo dan Kanjeng Ibu yang selalu memberikan doa-doa, dukungan

materiil, semangat, kasih sayang dan perhatian yang tak pernah habis, menjadi

sandaran ketika berkeluh kesah serta berbahagia, tiada kasih yang paling

berarti kecuali kasih sayang Romo dan Ibu. Kepada kakak perempuanku

satu-satunya my eony Tia, terimakasih doa dan semangatnya yang turut

mendukung untuk tetap semangat dalam menyelesaikan karya ini.

3. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada dosen pembimbing tesis, Prof. Dr.

Mustain, M.Si, yang memberikan banyak dukungan, saran dan pencerahan,

Beliau banyak memberikan pengetahuan-pengetahuan yang bermanfaat dalam

hidup saya dan saya bersyukur menjadi anak bimbingan Beliau.

4. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada dosen pembimbing kedua, Dra.

Udji Asiyah, M.Si, yang memberikan banyak saran, saya sangat berterima

kasih atas saran-saran dan masukan Beliau.

5. Terimakasih sebanyak-banyaknya kepada para dosen penguji, Prof. Dr. Emy

Susanty, MA dan Prof. Dr. I.B Wirawan, SU, yang telah banyak memberikan

masukan dan arahan atas penulisan tesis ini.

6. Terima kasih sebanyak-banyaknya untuk Gunawan Anggit D.A, yang selalu

menemani dalam penyusunan karya ini meskipun jarak memisahkan. Dan

terimakasih selalu menjadi pendamping yang sabar dan mencintaiku.

Terimakasih karena selalu memberi semangat dan saya sangat berterimakasih

atas segala pengorbanan itu, semoga Allah SWT memberikan segala

(9)

7. Kepada teman-teman Sosiologi 2009 (Alief, Santi, Dian) yang masih sering

memberikan semangat, terima kasih juga atas semangat-semangat yang

diberikan, dukungan serta doanya. Semoga Allah SWT membalas kebaikan

kalian.

8. Terima kasih kepada Mbak Carolin, yang sudah memberikan saran terutama

membantu saya dalam mencari narasumber. Semoga Allah SWT juga

mempermudah jalan Mbak menuju kesuksesan.

9. Terima kasih untuk Mbak Titis dan Mbak Anik, atas saran dan bantuannya.

Semoga Allah membalas kebaikannya.

10.Terima kasih kepada Dara dan Krista terima kasih semangatnya, atas

saran-saran, mengingatkan dalam kebaikan dan berjuang bersama. Terima kasih

untuk kalian berdua. Sukses untuk kita semua.

11.Kawan-kawan Magister Sosiologi 2013 Mbak Khalifah, Mbak Arum, Mbak

Robiah, Mbak Fitroh, Mas Yua, Mas Tebo, Mas Aan, Mas Jaka, Mas Dera,

Mas Rangga, terimakasih selalu memberikan warna-warni dalam kehidupan

saya dan memberikan semangat semoga sukses untuk kawan-kawan semua.

12.Terimakasih untuk dek Sena Sos 2012 dan dek Septy angkatan 2010 yang

selalu memberikan semangat pisangnya di semua media sosial. Gomawoyo.

13.Untuk teman-teman kos Karangmenjangan 5 no.23, Mbak Via terimakasih

semua nasehat dan bantuannya, Kinara makasih selalu jadi penyebar virus

alay, Mbak Yeti, Mbak Tian, Hera my Heroes Sista yang selalu nemenin di

kosan, Sulve, Kak Dena, Nadia, Sarah, Mbak Runi. Terimakasih sudah banyak

(10)

14. Kepada seluruh informan dalam penelitian ini yang sudah memberikan segala

informasi yang berkenaan dengan pertanyaan penelitian yang tidak dapat saya

sebutkan namanya dalam lembar ucapan terima kasih ini. Terimakasih telah

banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman kehidupan long distance

kepada saya. Membuat saya membuka mata dan hati secara lebar-lebar, saya

sangat berterima kasih atas bantuan, waktu dan tenaga untuk membantu saya.

(11)

RINGKASAN

Kehidupan Keluarga “Long Distance Marital in Relationships”; Devi Anjas Primasari, Program Studi Magister Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik; Universitas Airlangga.

Keluarga pada umumnya dipahami sebagai sekelompok orang yang berhubungan satu sama lain melalui hubungan ikatan darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama, membentuk unit ekonomi dan melahirkan serta membesarkan anak. Keluarga secara kontemporer dipahami sebagai hubungan di mana individu tinggal bersama dengan komitmen, membentuk unit ekonomi dan mengasuh anak, memiliki identitas yang melekat pada kelompok. Hubungan utama keluarga adalah antara suami-istri dan orangtua-anak. Dalam proses kehidupan, masyarakat mengalami perubahan seiring dengan tuntutan kebutuhan dan kebijakan pembangunan atau kebijakan dalam industrialisasi telah memaksa seseorang untuk bermigrasi sementara, hal ini dikarenakan individu tersebut memiliki pekerjaan di sektor industri. Selain itu alasan melakukan migrasi sementara pada pasangan suami istri ini dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah faktor karier, gengsi, dan lain-lain sehingga memaksa mereka untuk bermigrasi.

Penelitian ini meneliti mengenai keutuhan keluarga yang menjalani kehidupan rumah tangga dalam keadaan terpisah atau jarak jauh yang biasa disebut long distance. Keluarga pasangan suami istri yang menjalani long distance tentunya dihadapkan pada permasalahan-permasalahan dan setiap keluarga memiliki strategi untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga. Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapai pasangan dan juga strategi pasangan suami istri untuk mempertahankan keutuhan keluarga pada saat long distance. Penelitian ini menggunakan paradigma interpretatif dan dengan metode penelitian kualitatif. Teknik purposive dipilih dalam penelitian ini untuk menggali informan. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam kepada para informan dan data sekunder diperoleh melalui pengamatan terlibat. Penelitian ini menggunakan tiga teori sebagai pisau analisis yaitu teori perubahan keluarga William F. Ogburn, teori adaptasi Robert K. Merton, dan Teori Komunikasi Interpersonal Joseph A. DeVito.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa;

(12)

SUMMARY

Family Life "Long Distance Marital in Relationships”; Devi Anjas Primasari, Social Sociology Master's Degree Study programme Science Faculty and Political Science; Airlangga University.

Family generally understood as covey that communicate mutually through blood bond relationship, marriage, or adoption and lodged with, form economic entity and mother as well as raise child. Family by contemporary understood as relationship where individual lodged with commitment, form economic entity and baby-sit, own identity attached in group. Family main relationships is among husband and wife and child’s parents. In life process, community experience change concurrent with need demand and development policy or internal policy industrialization has forced someone to temporary migrated, this thing because of individual own work in industry sector. Besides reason do temporary migration in this husband wife spouse because of several factors, one of them is career factor, prestige, and others until forced them to migration.

This research on family integrity that undergo domestic in a state of separated or distance that is common called by distance nickname for oldest child. Wife’s husband couple family that undergo distance nickname for oldest child certainly arraigned in problems and every family own strategy to maintain household integrity. Therefore this research aimed to know problems that faced couple and also wife’s husband couple strategy to maintain family integrity during distance nickname for oldest child. This research use interpretative paradigm and with qualitative research methods. Technique purposive selected in this research to dig informant. Primary data obtained through in-depth interviewing to informants and secondary data obtained through participant observation. This research use three theories as analysis knife namely William F. Ogburn’s family change theory, Robert K. Merton’s adaptation theory, and communication interpersonal theory by Joseph A. DeVito.

(13)

ABSTRAK

Keluarga pada umumnya dipahami sebagai sekelompok orang yang berhubungan satu sama lain melalui hubungan ikatan darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama, membentuk unit ekonomi dan melahirkan serta membesarkan anak. Keluarga kontemporer dipahami sebagai hubungan di mana individu tinggal bersama dengan komitmen, membentuk unit ekonomi dan mengasuh anak, memiliki identitas yang melekat pada kelompok. Hubungan utama keluarga adalah antara suami-istri dan orangtua-anak. Dalam proses kehidupan, masyarakat mengalami perubahan seiring dengan tuntutan kebutuhan dan kebijakan pembangunan atau kebijakan dalam industrialisasi telah memaksa seseorang untuk bermigrasi sementara, hal ini dikarenakan individu tersebut memiliki pekerjaan di sektor industri. Penelitian ini difokuskan: Bagaimanakah strategi pasangan suami istri dalam mempertahankan keutuhan keluarga pada pernikahan yang long distance?

Penelitian ini menggunakan paradigma interpretative, denga lokasi penelitian di Kota Surabaya. Hasil penelitian yang dilakukan terdapat lima informan. Kelima informan tersebut diwawancara secara mendalam untuk memperoleh data primer dengan didukung melalui observasi secara terlibat untuk mendapatkan data sekunder. Penelitian ini menggunakan tiga teori sebagai pisau analisis yaitu teori Perubahan Keluarga oleh William F. Ogburn, teori Adaptasi oleh Robert K. Merton, dan teori Komunikasi Interpersonal Joseph A. DeVito.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehidupan keluarga long distance marital in relationships dihadapkan kepada permasalahan-permasalahan seperti kepercayaan, kejujuran, keuangan, masalah anak, masalah dengan mertua, dan pemenuhan biologis. Setiap keluarga satu dengan yang lain memiliki strategi yang sangat bervariasi. Dengan perbedaan strategi dari masing-masing keluarga memiliki efek tersendiri terhadap keberhasilan pasangan suami istri dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga selama terpisah oleh jarak.

Kata Kunci: Keluarga, Strategi, Keutuhan, Long Distance Marital in

(14)

DAFTAR ISI

Sampul Depan ... i

Sampul Dalam ... ii

Halaman Persyaratan Gelar Magister ... iii

Halaman Persetujuan ... iv

Lembar Penetapan Panitia Penguji ... v

Lembar Pernyataan Tidak Melakukan Plagiat ... vi

Kartu Bimbingan Penulisan Tesis ... vii

Kata Pengantar .... ... viii

Ringkasan ... x

Summary ... xv

Abstrak ... xvi

Abstract ... xvii

DAFTAR ISI ... xxi

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Fokus Permasalahan ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 10

1.4.2 Manfaat Praktis ... 11

1.5 Sistematika Penulisan Tesis ... 11

Bab 2 Tinjauan Pustaka dan Teori ... 12

2.1 Studi Terdahulu ... 12

2.2 Teori ... 20

2.2.1 Teori Perubahan Keluarga (William F.Ogburn) ... 20

2.2.2 Teori Struktur Sosial dan Anomie (Robert K.Merton) ... 28

2.2.3 Teori Komunikasi Interpersonal ... 34

2.3 Kerangka Berpikir ... 45

(15)

3.2 Isu-Isu Penelitian ... 51

3.2.1 Keluarga………... ... 51

3.2.2 Long Distance Marital in Relationships ... 52

3.3 Lokasi Penelitian ... 52

3.4 Subyek Penelitian dan Analisis Data ... 53

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 56

3.6 Teknik Analisis Data ... 58

Bab 4 Hasil Penelitian Dan Pembahasan ... 60

4.1 Profil Keluarga Informan ... 61

4.1.1 Keluarga El ... 61

4.1.2 Keluarga Den ... 62

4.1.3 Keluarga Iman ... 62

4.1.4 Keluarga Jay ... 62

4.1.5 Keluarga Cin ... 63

4.2 Strategi Keluarga Long Distance Marital in Relationships ... 63

4.2.1 Latarbelakang Menjalani Long Distance ... 64

4.2.2 Permasalahan yang Muncul Pada Pasutri Long Distance ... 66

4.2.3 Strategi Pasutri Mengatasi Masalah ... 68

4.2.4 Dilema yang Muncul Pada Pasutri Long Distance ... 72

4.2.5 Interaksi Pasutri dengan Pasangan ketika Long Distance ... 74

4.2.6 Interaksi Pasutri dengan Anak ... 77

4.2.7 Aktivitas Bersama Pasutri Ketika Di rumah ... 78

4.2.8 Pemenuhan Fungsi Pokok Keluarga Pasutri Long Distance ... 81

4.2.8.1 Fungsi Biologis ... 82

4.3.8.2 Fungsi Afeksi ... 85

4.3.8.3 Fungsi Sosialisasi ... 89

4.3.8.4 Fungsi Religi ... 92

4.3.8.5 Fungsi Ekonomi ... 96

4.3.8.6Fungsi Pendidikan ... 98

4.2.9 Komitmen Pasutri Long Distance ... 100

4.2.10 Peran Orangtua bagi Pasutri Long Distance ... 103

(16)

4.2.13 Faktor Pendukung Keutuhan Keluarga Long Distance ... 113

4.2.14 Keterbukaan Pasutri Long Distance ... 115

4.2.15 Strategi Pasutri Mempertahankan Keutuhan Keluarga ... 119

Bab 5 Implikasi Teoritik ... 123

5.1 Interpretasi Teoritik ... 123

Bab 6 Penutup ... 138

6.1 Kesimpulan ... 138

6.2 Saran ... 139

Daftar Pustaka ... 141

Lampiran-Lampiran ... 146

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 146

Lampiran 2 Tabel Matriks Hasil Wawancara ... 150

(17)

DAFTAR BAGAN

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Keluarga bagi masyarakat secara umum dipahami dengan keberadaan

suami dan istri yang seyogyanya hidup bersama di bawah satu atap. Keluarga

secara tradisional dipahami sebagai sekelompok orang yang berhubungan satu

sama lain melalui hubungan ikatan darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal

bersama, membentuk unit ekonomi dan melahirkan serta membesarkan anak.

Keluarga secara kontemporer dipahami sebagai hubungan di mana individu

tinggal bersama dengan komitmen, membentuk unit ekonomi dan mengasuh anak,

memiliki identitas yang melekat pada kelompok. Hubungan utama keluarga

adalah antara suami-istri dan orangtua-anak.

Melalui proses pernikahan, maka individu telah membentuk sebuah

lembaga sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah,

kemudian terdapat peran dan status sosial baru sebagai suami atau istri. Di

kehidupan masyarakat tradisional, keluarga yang baru terbentuk tersebut tinggal

dalam satu rumah bersama dengan anak-anak mereka atau bertempat tinggal

bersama keluarga besar di lingkungan yang sama. Dalam proses kehidupan,

masyarakat mengalami perubahan seiring dengan tuntutan kebutuhan dan

kebijakan pembangunan atau kebijakan dalam industrialisasi telah memaksa

seseorang untuk bermigrasi semi permanent, hal ini dikarenakan individu tersebut

(19)

pasangan suami istri ini dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah faktor

karier, gengsi, dan lain-lain sehingga memaksa mereka untuk bermigrasi.

Pasangan suami atau istri yang terpaksa melakukan migrasi semi

permanent dengan dilatarbelakangi oleh faktor-faktor seperti yang telah dijelaskan

pada paragraph sebelumnya dihadapkan kepada fakta bahwa jarak merupakan

salah satu permasalahan dalam pasangan suami istri yang long distance. Tetapi dengan jarak yang masih dapat ditempuh dengan perjalanan pulang-pergi (PP)

tidak akan menimbulkan permasalah terhadap fungsi kontrol dan reproduksi, hal

ini berbeda dengan migrasi yang tidak dapat ditempuh dengan perjalanan

pulang-pergi dalam waktu sehari bahwa fungsi kontrol dan reproduksi akan mengalami

gangguan karena tidak dapat terpenuhi. Fenomena inilah yang disebut Long Distance Relationship atau Long Distance Marital in Relationship.

Hubungan pernikahan yang Long Distance ini, pasangan suami istri dihadapkan pada permasalahan-permasalahan mengenai tanggung jawab terhadap

keutuhan rumah tangga. Dengan keadaan suami dan istri yang long distance ini tentu dapat menimbulkan kekosongan peran-peran yang seharusnya dilakukan

oleh suami dan istri layaknya pasangan yang tinggal seatap. Seperti dapat dilihat

dalam kehidupan keluarga di mana suami istri umumnya memegang peranan

dalam pembinaan kesejahteraan bersama, secara fisik, materi maupun spiritual

(Ihromi, 1990: 1). Dalam pengertian ini keluarga dapat diibaratkan sebagai

organisasi di mana setiap anggota keluarga yang ada diibaratkan sebagai

organ-organnya yang saling melengkapi. Sebagai sebuah organisasi, masing-masing

(20)

itu bisa bergerak dan berfungsi (Murniati, 2004: 197). Istilah organisasi sendiri

merujuk pada artikulasi dari bagian-bagian yang merupakan satu kesatuan

(Soekanto, 2003: 333) sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan

sebuah organisasi yang mengintegrasi tiap-tiap bagiannya ke dalam sebuah

sistem. Keluarga yang terorganisasi merupakan kesatuan sistem yang mampu

menjalankan fungsinya dengan baik, yakni di mana tiap-tiap anggota keluarga

yang ada mampu menjalankan peranan sosialnya dengan baik. Seperti diketahui

dalam pelaksanaannya keluarga tentu mempunyai beberapa fungsi penting yang

mungkin tidak dapat digantikan oleh siapapun, di mana dengan adanya

fungsi-fungsi tersebut dapat memungkinkan setiap anggotanya untuk menjaga

kelangsungan hidup dan juga mempertahankan hidup, baik secara biologis

maupun psikologis.

Fungsi-fungsi pokok dalam keluarga selanjutnya terwujud dalam sejumlah

peranan yang harus dilakukan oleh setiap keluarga sehingga kelangsungan hidup

keluarga tetap terjaga dan keutuhan keluarga terus berjalan. Dalam realita yang

terjadi pada pasangan suami istri yang long distance, fungsi-fungsi keluarga mengalami perubahan dikarenakan pasangan suami istri tinggal secara terpisah

karena keadaan yang mengharuskan pasangan tidak tinggal bersama di bawah satu

atap. Perubahan fungsi keluarga ini, membawa implikasi terhadap keutuhan

rumah tangga pada pasangan suami istri yang long distance. Tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi oleh masing-masing pasangan suami istri yang long distance

terkadang tidak dapat dipenuhi seperti pada pasangan suami istri yang tinggal

(21)

satunya adalah kebutuhan biologis pada pasangan suami istri yang long distance

ini. Jika salah satu kebutuhan misalnya adalah kebutuhan biologis pada pasangan

suami istri ini tidak dapat dipenuhi dengan baik, maka keutuhan dalam rumah

tangga akan mengalami gangguan atau mengalami permasalahan serius.

Memutuskan untuk hidup terpisah karena kondisi tertentu pastinya bukan suatu

hal yang mudah dilakukan. Dalam menjalani long distance marital in

relationships, banyak hal yang tentunya menjadi pertimbangan yang memberatkan, misalnya kebutuhan untuk berkomunikasi yang mungkin

terabaikan dan kebutuhan psikologis serta biologis yang harus dipenuhi,

dikhawatirkan hubungan mereka nantinya dapat berakhir di tengah jalan. Kondisi

semacam ini bisa berbahaya yang dapat menjadi salah satu faktor seseorang untuk

melakukan perselingkuhan. Tapi, hal ini memang tergantung pada bagaimana

masing-masing pribadi dalam memanajemen suatu permasalahan dalam sebuah

hubungan. Pasangan semacam ini (long distance relationship) memang punya tantangan sendiri.

Permasalahan pada pasangan suami istri yang long distance di atas, penulis berasumsi bahwa pernikahan yang bertanggungjawab menjadi dambaan

setiap keluarga di dunia ini. Pernikahan yang bertanggung jawab adalah

pernikahan yang dapat menjaga hak dan kewajiban atas fungsi dari

masing-masing anggotanya, serta menaruh perhatian terhadap lingkungan di mana ia

hidup, sehingga akan terciptalah ketenangan dan kebahagiaan dalam masyarakat.

Studi keluarga menjadi menarik untuk dikaji karena secara sosiologis

(22)

atau kelompok sosial lainnya keluarga merupakan organisasi yang di dasarkan

pada:

a. Hubungan darah,

b. Intergenerasi,

c. Anggotanya dihubungakan secara biologis/keturunan dan affinal (hukum

perkawinan),

d. Aspek biologis dan affinal menghubungkan dengan keluarga yang lebih luas.

Berbagai penelitian terdahulu telah banyak mengungkapkan tentang

permasalahan-permasalahan keluarga misalnya, permasalahan pada pasangan

suami istri yang long distance. Berikut ini adalah data penelitian terdahulu mengenai long distance pada pasangan suami istri:

1. Astie Alfiani (2008): Strategi Komunikasi Pasangan Suami Istri Yang

Menjalani Longdistance Marital Relationship Pada Awal Perkawinan

Kerangka teori yang digunakan teori komunikasi interpersonal (De Vito).

Penelitian ini hanya menekankan kepada permasalahan komunikasi dan

strategi komunikasi pasangan suami istri yang long distance.

2. Santiani (2010): Topik-topik Yang Dibicarakan Oleh Pasangan Suami Istri

Yang Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kabupaten Tulungagung

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi

interpersonal (De Vito). Penelitian ini hanya memfokuskan kepada topik yang

dibicarakan oleh pasangan suami istri yang long distance.

3. Fitri Rahmanjani (2007): Pembagian Peran Pada Keluarga Tenaga Kerja

(23)

menjadi Tenaga Kerja Wanita di Kecamatan Sumber Gempol, Kabupaten

Tulungagung, Jawa Timur. Kerangka teori yang digunakan adalah teori

struktural fungsional (Talcott Parsons) dan teori struktur sosial dan anomie

(Robert K. Merton). Penelitian ini hanya melihat pembagian fungsi peran yang

dilakukan oleh isteri pada keluarga long distance di mana istri bekerja sebagai TKW untuk menciptakan keutuhan keluarga.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian kali ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya yang ruang

lingkupnya lebih banyak kepada lingkup studi komunikasi meskipun dalam topik

yang sama, yakni long distance pada pasangan suami istri. Penelitian ini memfokuskan kepada ruang lingkup kajian studi sosiologi keluarga, yaitu

penelitian ini mengenai cara penyesuaian pasangan suami istri dalam menjalani

pernikahan yang long distance untuk menjaga keutuhan dalam hubungan rumah

tangga yang dibangun bersama pasangan. Penelitian ini menjadi sangat penting

karena jika dilihat melalui kacamata sosiologi, tujuan keluarga adalah

mewujudkan kesejahteraan lahir (fisik, ekonomi) dan batin (sosial, psikologi,

spiritual, dan mental). Setiap keluarga mempunyai tujuan yang baik dan mulia

misalnya untuk mewujudkan keluarga yang “Sakinah, Mawwadah, Warrohmah”.

Kehidupan pernikahan pasti mendambakan kebahagiaan yang merupakan hal

utama yang menjadi tujuan dan sangat diharapkan dari sebuah pernikahan. Namun

untuk mencapai suatu kebahagiaan pernikahan bukanlah sesuatu hal yang mudah

karena kebahagiaan pernikahan akan tercapai apabila pasangan suami istri

(24)

terkadang apa yang diharapkan oleh masing-masing individu tidak sesuai dengan

kenyataannya setelah individu tersebut menjalani bahtera rumah tangga.

Pernikahan menuntut adanya perubahan gaya hidup, menuntut adanya

penyesuaian diri terhadap tuntutan peran dan tanggung jawab baru baik dari suami

maupun istri. Usaha untuk menyesuaikan diri dalam pernikahan merupakan satu

proses dinamis yang berlangsung seumur hidup. Pengalaman-pengalaman baru

dalam interaksi di antara keduanya dan dengan orang-orang lain menuntut

keduanya untuk selalu menyesuaikan diri secara baru. Kemudian

peristiwa-peristiwa dan situasi-situasi hidup selalu memaksa mereka untuk menyesuaikan

diri dengan situasi baru itu. Misalnya setelah menikah harus tinggal secara

terpisah karena pekerjaan atau pendidikan. Penyesuaian diri di dalam pernikahan

adalah suatu istilah khusus untuk menunjukkan bagaimana suami istri secara

bersama menjalankan tugas-tugas yang berhubungan dengan perkawinan demi

tercapainya tujuan perkawinan. Keduanya bisa dikatakan telah menyesuaikan diri

satu sama lain apabila keduanya sering mencapai kata sepakat dalam berbagai

urusan keluarga dan sering melakukan tugas-tugas keluarga secara bersama serta

saling menunjukkan afeksi terhadap satu sama lain.

Selain itu dalam sebuah hubungan pernikahan juga dibutuhkan adanya

rasa saling percaya satu sama lain. Adapun yang dimaksud dengan percaya di sini

adalah adanya keyakinan atas perasaan serta jaminan dari pasangan untuk saling

menepati janji guna mencari kesejahteraan dalam menjalani sebuah hubungan.

Dalam sebuah hubungan, salah satu pihak akan berusaha untuk mempelajari pihak

(25)

beberapa hal yang dapat dilakukan agar hubungan yang dijalani tetap berlangsung

lama antara lain: membangun iklim yang mendukung terciptanya suatu hubungan

yang utuh, menjadi pendengar yang baik bagi pasangan, adanya keterbukaan

dalam hubungan, manajemen konflik yang baik, adanya respon yang baik

terhadap pasangan, serta adanya variasi dalam aktivitas hubungan (Wood, 2004

p.320-322). Ketidakmampuan untuk melakukan tuntutan-tuntutan tersebut tidak

jarang menimbulkan pertentangan, perselisihan dan bahkan berakhir dengan

perceraian. Pernikahan jarak jauh dapat menjadi penyebab tidak terpenuhinya

kebutuhan karena intensitas kebersamaan menjadi berkurang. Tidak terpenuhinya

kebutuhan dalam pernikahan akan mengakibatkan individu mencari pemenuhan

kebutuhan tersebut di luar pernikahan melalui perselingkuhan.

Data kasus perceraian yang diperoleh dari MPA Jawa Timur pada bulan

Maret 2013 menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun angka perceraian di Jawa

Timur makin meningkat. Pada tahun 2010 jumlah kasus perceraian mencapai

69.956 kasus, sedangkan pada tahun 2011 jumlahnya mengalami peningkatan

menjadi 74.777 kasus, dan pada tahun 2012 terus mengalami peningkatan

sebanyak 81.672 kasus. (jatim.kemenag.go.id/file/file/mimbar318/yexd1362718).

Data lain kasus perceraian pada tahun 2013, para TKI dari Tulungagung

menunjukkan bahwa angka perceraian di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur

tergolong tinggi dengan rata-rata kasus talak/gugat cerai rata-rata mencapai 15-20

kasus per hari. Dari jumlah itu, kasus talak didominasi keluarga TKI, dengan latar

belakang permasalah perselingkuhan serta faktor ekonomi. Alasan

(26)

lantaran pasangan cerai hidup terpisah (bekerja merantau/TKI), perkawinan usia

dini, ataupun perselisihan lainnya.

(http://www.merdeka.com/peristiwa/setiap-hari-20-pasangan-bercerai-di-tulungagung.html)

Salah satu alasan dari kehidupan perkawinan yang rapuh dewasa ini adalah

tekanan sosial yang semakin lemah untuk memaksa suami istri tetap hidup

bersama. Perubahan sosial yang begitu cepat membuat nilai-nilai tradisional

berkembang ke arah yang tidak sejalan dengan nilai-nilai baru atau bahkan

bertentangan dengan nilai-nilai baru itu. Akibatnya, kontrol-kontrol keluarga dan

masyarakat menjadi lemah dan hal ini tentu saja menimbulkan penyimpangan

tingkah laku individual. Hal ini bisa melebarkan jalan untuk tidak saling mengerti

antara suami dan istri yang pada gilirannya dapat menghasilkan ketegangan dalam

perkawinan dan berbagai persoalan lainnya menyangkut keutuhan pernikahan,

misalnya perceraian. Dari data-data tersebut semakin memperkuat asumsi peneliti

bahwa pasangan suami istri yang terpisah jarak memiliki resiko keterputusan

hubungan/perceraian lebih tinggi, namun realitanya ada juga pasangan suami istri

yang masih bisa mempertahankan keutuhan rumah tangganya meskipun

(27)

I.2Fokus Permasalahan

Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagaimanakah strategi pasangan suami istri untuk mempertahankan

keutuhan keluarga pada pernikahan yang (long distance)? I.3 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul “Kehidupan Keluarga Long Distance Marital in Relationships” terdapat tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk dapat menjawab fokus permasalahan mengenai strategi pasangan

suami istri ketika long distance dan memahami kehidupan pasangan suami istri dalam menjalani kehidupan rumah tangga yang mengalami long distance serta proses penyesuaian yang mereka bangun untuk mempertahankan keutuhan rumah

tangga. Sedangkan secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

analisis perubahan sosial terutama pada lembaga sosial keluarga sebagai media

pembelajaran bersama atas fenomena-fenomena yang terjadi dalam masyarakat.

I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Manfaat Teoritis

Pertama, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan, memberikan sumbangan pemikiran, dan memperkaya wacana mengenai

kehidupan keluarga terutama pada perubahan keluarga dan proses penyesuaian

keluarga di era transisi yang berkaitan dalam ruang lingkup ilmu sosial khususnya

(28)

Kedua, penelitian ini juga dimaksudkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya dengan topik yang sama

mengenai Kehidupan Keluarga Long Distance Marital in Relationships.

I.4.2 Manfaat Praktis

Pertama, diharapkan penelitian ini dapat memberikan suatu pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai kehidupan keluarga pasangan

suami istri yang long distance dalam menjaga keutuhan keluarga dan proses penyesuaian akibat perubahan sosial keluarga agar kehidupan rumah tangga dapat

mencapai kebahagiaan.

Kedua, hasil penelitian ini juga bisa digunakan untuk rujukan sebagai bahan pertimbangan bagi yayasan-yayasan, lembaga, maupun instansi sosial dan

keagamaan dalam kaitannya dengan permasalahan-permasalahan rumah tangga

seperti kasus-kasus perceraian pada pasangan suami istri maupun kasus-kasus lain

yang ada kaitannya dengan kehidupan keluarga. Dan yang terakhir diharapkan

dengan adanya penelitian ini bagi pasangan suami atau istri yang sedang

mengalami long distance dapat menjadi masukan yang positif dan bermanfaat bagi kelangsungan hubungan rumah tangganya.

I.5 Sistematika Laporan

Laporan penelitian ini terbagi menjadi enam bagian. Bab I Pendahuluan.

Bab II Kajian Pustaka Dan Teori. Bab III Metode Penelitian. Bab IV Hasil

Penelitian dan Pembahasan. Bab V Implikasi Teoritik. Bab VI Penutup berisi

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI

II.1 Studi Terdahulu

Berbagai penelitian terdahulu telah banyak mengungkapkan tentang

permasalahan-permasalahan keluarga. Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian

terdahulu mengenai long distance pada pasangan suami istri: (1) Astie Alfiani (2008): Strategi Komunikasi Pasangan Suami Istri Yang Menjalani Longdistance Marital Relationship Pada Awal Perkawinan Kerangka teori yang digunakan teori komunikasi interpersonal (De Vito). Penelitian ini hanya menekankan kepada

permasalahan komunikasi dan strategi komunikasi pasangan suami istri yang long distance. (2) Santiani (2010): Topik-topik Yang Dibicarakan Oleh Pasangan Suami Istri Yang Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kabupaten

Tulungagung Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi

interpersonal (De Vito). Penelitian ini hanya memfokuskan kepada topik yang

dibicarakan oleh pasangan suami istri yang long distance. (3) Fitri Rahmanjani (2007): Pembagian Peran Pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (Studi Deskriptif

tentang Pembagian Peran Keluarga Yang Isterinya menjadi Tenaga Kerja Wanita

di Kecamatan Sumber Gempol, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Kerangka

teori yang digunakan adalah teori struktural fungsional (Talcott Parsons) dan teori

struktur sosial dan anomie (Robert K. Merton). Penelitian ini hanya melihat

(30)

Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian kali ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang membahas

tentang long distance yang ruang lingkupnya lebih banyak kepada lingkup studi komunikasi meskipun dalam topik yang sama, yakni long distance pada pasangan suami istri. Penelitian ini lebih memfokuskan kepada ruang lingkup kajian studi

sosiologi keluarga, yaitu meneliti mengenai cara penyesuaian pasangan suami istri

dalam menjalani pernikahan yang long distance untuk menjaga keutuhan dalam hubungan rumah tangga yang dijalani bersama tersebut. Penelitian ini menjadi

sangat penting karena jika dilihat melaui kacamata sosiologi, tujuan keluarga

adalah mewujudkan kesejahteraan lahir (fisik, ekonomi) dan batin (sosial,

psikologi, spiritual, dan mental).

Studi tentang pasangan suami dan istri yang long distance dan proses penyesuaian diri pada pasangan suami istri ketika long distance dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga diperlukan pembahasan mengenai

hakekat keluarga itu sendiri yang dipahami oleh pasangan suami istri pada era

transisi akibat perubahan sosial (industrialisasi), serta beberapa teori yang

dipandang mempunyai beberapa implikasi terhadap studi tersebut.

Studi keluarga menjadi menarik untuk dikaji karena secara sosiologis

keluarga merupakan kelompok sosial yang khas dan unik. Berbeda dengan grup

atau kelompok sosial lainnya keluarga merupakan organisasi yang didasarkan

pada:

a. Hubungan darah,

(31)

c. Anggotanya dihubungakan secara biologis/keturunan dan affinal (hukum

perkawinan),

d. Aspek biologis dan affinal menghubungkan dengan keluarga yang lebih luas.

Secara umum yang membedakan dengan organisasi sosial dan kelompok

sosial adalah derajat hubungannya. Keluarga memiliki keintiman hubungan yang

tidak terdapat pada hubungan sosial lainnya. Berbicara keluarga juga

membicarakan kelembagaan (norma budaya).

Melihat fenomena keluarga bisa dikaji berdasarkan level analisisnya,

yakni makroskopik maupun mikroskopik (White dan Klein: 1996). Secara

makroskopik dapat dilihat:

a. Hubungan keluarga dengan institusi yang lebih luas.

b. Membandingkan keluarga dengan beragam budaya.

c. Struktur keluarga dari masa ke masa (periode sejarah).

Secara mikroskopik dapat dillihat:

a. Individu anggota keluarga.

b. Hubungan personal antar anggota keluarga.

c. Keluarga dalam suatu budaya atau masyarakat.

d. Keluarga dalam episode sejarah.

e. Beberapa kombinasi dari hal-hal tersebut.

Studi tentang keluarga perkotaan (urban family) mulai menarik perhatian para sosiolog sejak pertengahan abad 19. Ada beberapa sebab yang mendorong

perkembangan tersebut. Dorongan utama terletak pada perkembangan kehidupan

(32)

perubahan-perubahan besar dengan pertumbuhan industri modern. Pada saat itu proses

industrialisasi dan urbanisasi berlangsung sangat cepat. Sistem kelas sosial masih

berperan, sementara struktur sosial yang baru mulai berkembang.

Hubungan-hubungan keluarga sangat berpengaruh terhadap keadaan ini. Hak, kewajiban dan

tanggung jawab individu terhadap keluarga dan masyarakat, terutama masyarakat

yang mendasarkan ikatannya kepada hubungan-hubungan primer, mulai

dipertanyakan dan tertantang, demikian pula sebaliknya kekuasaan dengan

pranata pemerintah dan gereja pada saat itu. Walaupun keluarga masih tetap

merupakan pranata yang kuat, tetapi sebagian kekuasaannya atas anggotanya telah

diambil alih oleh Negara dan gereja. Dalam keluarga tipe ketiga, kekuasaan

keluarga sudah sangat terbatas karena makin kuatnya kekuasaan Negara dan

makin berkembangnya falsafah individualisme. Proses perubahan ini terulang

terus pada setiap fase sejarah yang dimulai dari fase Yunani, fase Romania, fase

modern dan fase yang akan datang (future), dan mungkin karena itu orang menyebut teori ini sebagai siklus (cyclical theory).

Keluarga tidak bisa dimengerti secara terpisah dari masyarakat. Institusi

itu terintegrasi ke dalam masyarakat dan kebudayaan di mana individu berada.

Apa yang terjadi dalam keluarga sangat bergantung kepada aspek-aspek lain

kehidupan masyarakat. Pola hidup keluarga berbeda menurut faktor-faktor

tertentu seperti tempat tinggal (Kota atau desa), etnik dan budaya, serta latar

belakang dan pengalaman historis.

Keluarga sebagai institusi selalu berhubungan dengan institusi-istitusi lain

(33)

Sebagai satu institusi, keluarga juga harus mampu beradaptasi. Mampu

menyesuaikan diri dengan situasi masyarakat yang lebih luas. Karena bersifat

dinamis, keluarga selalu bergerak dalam konteks yang selalu berubah. Hubungan

keluarga mungkin saja bergeser sebagai akibat perubahan-perubahan dalam dunia

ekonomi, politik, dan sistem-sistem lain dalam masyarakat. Struktur dan

kegiatan-kegiatan dalam keluarga mungkin dimodifikasikan sesuai dengan

kebutuhan-kebutuhan situasi yang baru.

Di lain pihak, keluarga bukanlah merupakan suatu kekuatan yang pasif

begitu saja terhadap masyarakat. Keluarga dapat menjadi sumber perubahan sosial

yang secara serempak bisa menjadi penerima perubahan dan sekaligus katalisator.

Sementara nilai dan norma kehidupan keluarga berasal dan bergantung kepada

kebudayaan suatu masyarakat, tipe dan sistem keluarga serta praktek sosialisasi

dalam keluarga dapat membawa pengaruh yang besar untuk masyarakat. Hal ini

dikarenakan keluarga membentuk kepribadian dan watak generasi muda atau

anak-anak muda. Melalui proses sosialisasi, keluarga menanamkan nilai, sikap,

dan keterampilan dalam diri seorang anak yang pada gilirannya dapat

mempengaruhi aspek-aspek kehidupan lain di dalam masyarakat.

Hubungan antara keluarga dan institusi-institusi lainnya pada dasarnya

bersifat timbal balik. Perubahan dalam institusi keluarga mempengaruhi

institusi-institusi lain dan sebaliknya. Misalnya perubahan-perubahan struktural di dalam

masyarakat di mana kehidupan ekonomi sangat maju dan lapangan kerja sangat

(34)

turut membawa perubahan dalam struktur keluarga. Di lain sisi,

perubahan-perubahan dalam masyarakat yang lebih luas.

Sementara keluarga merupakan satu institusi yang dapat menyesuaikan

diri, institusi yang sama juga bersifat konservatif. Dua tendensi ini seringkali

menimbulkan ketidakcocokan dan ketidakjelasan dalam nilai-nilai dan

norma-norma. Norma-norma yang lama dapat hidup berdampingan dengan norma-norma

yang baru. Nilai-nilai lama masih sangat dijunjung tinggi walaupun situasi nyata

menuntut perubahan yang secepatnya. Hal demikian tidak jarang menimbulkan

ketidakpastian, kebingungan, dan bahkan konflik. Tetapi apabila hal itu sampai

terjadi maka konflik itu biasanya terjadi secara diam-diam dan tersembunyi,

bukannya bersifat radikal dan mengganggu kestabilan keluarga.

Masyarakat dalam dunia maju dewasa ini sedang mengalami proses

modernisasi dan perubahan yang luar biasa. Gejala yang paling menonjol dari

modernisasi adalah urbanisasi dan industrialisasi. Beberapa aspek dari

modernisasi adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa

serta perkembangan dalam dunia transportasi, komunikasi, media massa, dan

media elektronik.

Urbanisasi diwujudkan oleh mengalirnya orang-orang desa ke Kota.

Pemusatan hidup di Kota disebabkan Kota telah menjadi pusat perdagangan dan

pabrik-pabrik. Kota adalah pusat industri dan ekonomi. Kota adalah juga sebagai

pusat rekreasi, kebudayaan, dan pendidikan. Itulah sebabnya kehidupan Kota telah

(35)

Proses urbanisasi dan industrialisasi telah dimungkinkan oleh kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Jaringan transportasi yang luar biasa sebagai

akibat dari penemuan mobil, kereta apai, pesawat terbang, serta perkembangan

jalan raya dan rel-rel kereta api telah memudahkan perpindahan barang dan

manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kemajuan media massa seperti

telepon, radio, televisi, dan film merupakan satu revolusi dalam komunikasi. Hal

itu juga membantu perkembangan pemasaran dan kegiatan ekonomi lainnya

melalui promosi dan iklan.

Raho (2003) akibat-akibat dari urbanisasi dan industrialisasi belum begitu

jelas. Tetapi perubahan-perubahan berikut ini seringkali dihubungkan dengan

urbanisasi dan industrialisasi.

1. Sikap-sikap yang lebih mendukung ibu dan istri yang bekerja. Pemindahan

fungsi produksi dari rumah ke pabrik telah memberi kesempatan baru kepada

pekerja-pekerja wanita. Terbukanya lapangan kerja, tingkat pendidikan yang

lebih tinggi, penurunan jumlah anak, dan adanya undang-undang yang

melindungi hak-hak kaum wanita telah menimbulkan sikap-sikap yang

mendukung ibu-ibu dan istri yang bekerja di luar rumah.

2. Struktur peranan keluarga yang berubah. Industrialisasi membuka banyak

lapangan kerja yang terbuka bagi setiap orang tanpa membedakan jenis

kelamin pria dan wanita. Kesempatan ini memberi peluang kepada istri atau

ibu untuk bekerja di luar rumah tangga. Keadaan demikian telah

mempengaruhi susunan peranan dalam keluarga. Pekerjaan istri di luar rumah

(36)

sebagaimana biasanya. Akibatnya suami dan istri harus mengatur pembagian

kerja secara baru karena pembagian kerja yang bersifat tradisional tidak bisa

dilaksanakan lagi. Hubungan antara keduanya pun lebih bersifat sejajar

daripada hubungan suami istri di mana isri tidak bekerja.

3. Berkurangnya otoritas suami dan ayah. Industrialisasi telah memindahkan

pusat produksi dari rumah ke pabrik. Akibatnya, suami menghabiskan lebih

banyak waktunya di luar rumah. Karena itu, dia sulit sekali menggunakan

otoritas dan kewibawaannya karena ia sering tidak berada di rumah. Selain itu,

istri yang mempunyai pekerjaan semakin tidak bergantung kepada suami

secara ekonomis. Semua ini merupakan beberapa sebab dari sebab-sebab lain

yang telah mengurangi kekuasaan ayah dalam keluarga. Kalau sebelumnya

banyak keputusan dilakukan oleh suami menuntut ketaatan dari istri dan

anak-anaknya, maka dewasa ini keputusan harus dibuat bersama oleh suami dan

istri bahkan juga dengan anak-anak yang telah dewasa.

4. Berkurangnya pengaruh keluarga terhadap individu. Sebelumnya keluarga

merupakan pusat dari segala kegiatan. Keluarga menjalankan hampir semua

fungsi yang penting untuk kehidupan keluarga. Setiap anggota keluarga

dituntut untuk bekerja sama dan melaksanakan tugas-tugas yang telah

dipercayakan kepadanya masing-masing demi kelangsungan hidup keluarga.

Dewasa ini situasi sudah berubah. Banyak kegiatan terjadi di luar rumah.

Fungsi-fungsi yang sebelumnya dilakukan oleh keluarga telah diambil alih

oleh institusi-institusi lain. Hal ini telah turut mengurangi pengaruh keluarga

(37)

individu untuk mengembangkan kemampuannya. Keberdikariannya secara

ekonomis juga membuat dia tidak perlu harus bergantung kepada orang tua.

Dia bisa mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang tua.

5. Munculnya norma dan tingkah laku yang lebih longgar. Para pengamat

masalah-masalah sosial telah mencatat bahwa kenakalan remaja di kota-kota

semakin meningkat. Masa remaja adalah satu tenggang waktu di mana

seorang individu tidak bisa dikategorikan ke dalam anak kecil lagi tetapi pada

waktu yang sama dia belum bisa melaksanakan peran-peran orang dewasa.

Pada masa ini, anak-anak remaja diliputi dengan kebingungan, ketidakpastian,

dan suka coba-coba. Persoalan ini menjadi lebih hebat di kota karena

anonimitas dan kehidupan yang tidak melihat individu sebagai pribadi

melainkan nomor-nomor (tenggelam dalam massa). Itulah sebabnya banyak

problem sosial terjadi di kota-kota. Keberadaan yang berjam-jam di luar

rumah telah mengurangi ikatan keluarga dan masyarakat yang biasanya sangat

kuat di desa-desa. Tekanan sosial yang biasanya menghindarkan orang orang

dari perbuatan yang menyimpang hampir tidak dapat ditemukan lagi di

kota-kota. Semua ini telah memberikan kepada generasi baru satu definisi baru

tentang tingkah laku yang baik.

II.2 Teori

II.2.1 Teori Perubahan Keluarga (William F.Ogburn)

Perhatian utama gerakan perubahan sosial tertuju pada studi tentang

keluarga pada konteks pertumbuhan arus urbanisasi dan industrialisasi. Tekanan

(38)

tentang keluarga itu sendiri dan para anggotanya dengan berbagai masalah yang

dipandang ada kaitannya, baik langsung maupun tidak langsung dengan pranata

perkotaan dan industrial.

Namun ada perbedaan yang besar antara penganut perubahan yang baru

saja diuraikan di atas, yaitu konservatisme dan radikalisme masing-masing dari Le

Play dan Engels, dengan pandangan perubahan sosial yang dipelopori oleh

Chicago School.

Para penganut perubahan sosial, yang dipelopori oleh Chicago School of Sociology, berusaha memahami baik keluarga maupun dampak perkembangan perkotaan dan industri pada keluarga agar dengan itu dapat mencari cara

menanggulangi masalah yang akan timbul serta juga dapat memperkuat pranata

keluarga.

Chicago School mempengaruhi timbulnya beberapa orientasi teoritis. Para

pengikut pandangan ini mengkaji secara teliti perbedaan antara peri kehidupan

pedesaan dengan peri kehidupan perkotaan. Pada dasarnya mereka cemas dan

karena itu secara emplisit bersikap tidak setuju dengan pola kehidupan perkotaan.

Mereka memperlihatkan bahwa peri kehidupan dengan pola tradisional ambruk

karena desakan pengaruh perkotaan. Salah satu tema yang ditampilkan oleh

ChicagoSchool adalah hilangnya fungsi keluarga sebagai akibat urbanisasi. Tokoh

yang terkenal mempelopori tema ini adalah William F. Ogburn (1886-1959).

Ambruknya kebudayaan tradisional menurut Ogburn berakibat munculnya tipe

(39)

Tema fungsi keluarga juga menjadi batu dasar utama analisis para penganut

fungsionalisme struktur (structure functionslism).

Teori Ogburn tentang perubahan sosial dan keluarga membawa pengaruh

penting atas studi sosiologi di Amerika, terutama sosiologi keluarga. Sumbangan

yang paling berharga kepada perkembangan sosiologi ialah usahanya untuk

membedakan kebudayaan material dan kebudayaan adaptif. Ia berpendapat bahwa

titik permulaan nyata dari gerak perubahan dapat dijumpai di dalam inovasi

material yang disertai dengan kebiasaan, kepercayaan dan falsafah yang cocok

dengan substruktur material itu. Adalah kenyataan bahwa kebudayaan material

(material culture: teknologi, industri mesin, transportasi, dan lain-lain), menurut Ogburn untuk menggunakan asumsi tunggakan kebudayaan (cultural lag), yaitu terjadinya perubahan di dalam kebudayaan material menyebabkan perubahan di

dalam kebudayaan adaptif yang dapat berakibat maladjustment social atau ketidakmampuan menyesuaikan diri secara sosial yang berkelanjutan antara kedua

segi kebudayaan itu.

Yang menarik dari teori Ogburn bagi peminat sosiologi keluarga adalah

pendapatnya bahwa sistem keluarga berubah sebagai akibat perubahan teknologi.

Keluarga, dengan demikian, lalu dijadikan contoh dari kebudayaan adaptif

(adaptatif culture: nilai, ide, sikap, kebiasaan, dan lain-lain). Teori Ogburn ini dituangkan di dalam buku yang ditulisnya bersama Meyer M. Nimkoff,

Technology and The Changing Family.

Para penganut interaksi simbolik menyetujui pandangan Ogburn tentang

(40)

mereka yakin bahwa keluarga ini bergerak menuju kebahagiaan, yang akan

terwujud dalam interaksi yang berbentuk “saling memuaskan, saling pengertian,

simpatik, dan persahabatan dari anggota-anggotanya”. Pergeseran dari fungsi

keluarga, menurut Burgess dan Locke adalah dari Institution ke Companionships, yaitu pergeseran dari suatu pranata yang terutama berfungsi mengemban mandat

masyarakat untuk mempersiapkan warga yang sadar akan peranan dan tanggung

jawabnya menjadi pranata yang sekedar kontrak di atara dua orang untuk saling

membahagiakan.

Di lain pihak, pendekatan fungsionalisme struktural berusaha memahami

perubahan-perubahan sosial dalam analisis-analisisnya. Namun karena

fungsionalisme struktural cenderung melihat masyarakat sebagai suatu organisasi

yang selalu berusaha keras menciptakan keseimbangan dalam dirinya, yang

dikenal dengan model equilibrium, maka usaha untuk menjelaskan perubahan

sosial tidak sepenuhnya tercapai.

Menurut Goode, perubahan ke arah industrialisasi dan perubahan keluarga

merupakan proses parallel, keduanya dipengaruhi oleh perubahan sosial dan

adicita-adicita perorangan (personal ideologies). Ada 3 adicita yang merupakan sumber utama perubahan, yaitu adicita kemajuan ekonomi (ideology of economic progress), adicita keluarga konjugal (ideology of conjugal family), dan adicita persamaan derajat (ideology of egalitarian). Dari ketiga adicita tersebut, keluarga konjugal merupakan yang paling radikal dan bersifat menghancurkan tradisi lama

dalam hampir semua masyarakat dan merupakan tradisi pendorong timbulnya

(41)

nilai-nilai kebebasan individu seperti kebebasan menentukan jodoh, kebebasan

memilih tempat tinggal baru setelah menikah yang biasanya dipandang tidak

menghormati norma-norma keluarga luas. Adicita keluarga konjugal juga lebih

menyukai pada kesejahteraan individu dan kurang memberi perhatian pada

kesinambungan dan kebesaran nama keluarga luas.

Goode mengakui bahwa tipe keluarga konjugal adalah yang paling cocok

(fit) dengan perkembangan industri, dalam pengertian bahwa sistem keluarga konjugal paling menguntungkan perkembangan industri, namun sebaliknya

tidaklah demikian. Industri bukanlah yang paling menguntungkan bagi sistem

keluarga konjugal. Bahkan Goode menyebutkan bahwa putusnya hubungan

dengan sistem keluarga besar merupakan pengorbanan yang paling mahal yang

diberikan oleh keluarga terhadap pertumbuhan industri, karena ini berarti

putusnya hubungan-hubungan yang telah dibina turun temurun dalam kehidupan

keluarga tradisional. Oleh sebab itu, bagi Goode, industrialisasi dianggap sebagai

faktor paling kritis dalam proses perubahan kompleks yang sedang terjadi.

Tamara K. Haveren dalam studinya di Manchester menemukan bahwa

keluarga luas ikut memberi dorongan dan ikut memberi arah pada pola-pola

adaptasi anggotanya terhadap kondisi yang baru.

Demikian juga mengenai teori bahwa keluarga konjugal lebih sesuai

dengan dinamika masyarakat industri ternyata tidak sepenuhnya dapat

dipertahankan karena tipe keluarga seperti itu tidak fungsional. Yang fungsional

(42)

perkotaan, tetapi tipe keluarga luas ini memang berbeda dengan tipe keluarga luas

tradisional. Perbedaan itu diungkapkan oleh Litwak dalam penelitiannya

(1959-1960 dan (1959-1960a), yaitu keluarga luas perkotaan itu tanpa pimpinan otoritas dan

juga tidak dibatasi oleh jarak geografis maupun perbedaan lapangan pekerjaan.

Ikatan-ikatan kekerabatan perkotaan ini, menurut mereka, lepas dari pengamatan

Wirth dan Parsons karena kelemahan pendekatan yang mereka pergunakan, yaitu

pendekatan tipologi. Pendekatan ini terlalu menyederhanakan gejala sosial yang

diamatinya yang menyebabkan banyak hal yang penting luput dari perhatian

peneliti. Selain itu, mereka juga menemukan bahwa kedua tokoh tersebut

mengabaikan pengaruh yang disebabkan oleh perbedaan pengalaman sosialisasi,

yang disebutnya juga sebagai transformasi identitas. Karena itu, Key

berangggapan bahwa disintegrasi keluarga luas terutama akan dialami oleh

kelompok-kelompok imigran yang datang ke Amerika pada saat urbanisasi sedang

berlangsung dan pada saat mereka belum berhasil mengkonsolidasikan

keluarganya. (Ihromi, 1999:21).

Akibatnya terjadi konflik peran; dalam keluarga pola peran tradisional

masih membekas kuat, muncul peran baru yang tidak konsisten dengannya.

Banyak suami berkeberatan terhadap penerimaan hak oleh istri mereka dalam

bidang-bidang yang dianggap merupakan hak mereka sendiri. Konflik peran

sering berasal dari istri yang bekerja dan berpenghasilan. Masalah yang

berhubungan dengan peran ini mungkin tergantung terutama pada sikap sang

suami. Jika dia dapat menerima pekerja istrinya dengan pengertian, masalah

(43)

masalah akan bertambah besar. Sang suami percaya bahwa urusan dapur

merupakan hak istri, dan tidak akan meluas menjadi pengambilan keputusan

pokok dalam keluarga. Apabila peran tersebut bertentangan terus menerus, maka

cenderung terjadi disorganisasi keluarga.

Secara umum saat ini di era globalisasi dan modernisasi kondisi keluarga

atau struktur keluarga yang berhubungan dengan peran mulai berubah karena

masyarakat saat ini makin kompleks. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa sebab

antara lain:

1. Pergeseran dari extended family menjadi nuclear family karena anggotanya semakin menurun.

2. Single parent meningkat karena adanya perceraian

3. Orang tua tanpa menikah meningkat karena kumpul kebo.

4. Rumah tangga yang sendiri atau mandiri meningkat, misalnya longdistance

pada pasangan suami istri yang bermigrasi.

5. Adanya pekerjaan perempuan di luar keluarga sehingga pembagian kerja

dalam rumah tangga berubah

6. Status perceraian relatif biasa.

Salah satu cara berfikir mengenai alasan mengapa terjadi perubahan sosial

dan transformasi sosial adalah menyatakan bahwa suatu masyarakat dan

masing-masing bagiannya mempunyai kebutuhan untuk menyesuaikan dengan lingkungan

sosial dan lingkungan fisik mereka, atau lebih tepatnya menyesuaikan dengan

(44)

Kehidupan keluarga dapat berubah, tetapi keluarga akan terus ada. Sebab

keluarga adalah sebagai satuan sosio-biologis yang diikat oleh rasa asih

(affection), asuh (care), tolong menolong (support), dan pembagian kerja di antara anggotanya, menduduki posisi yang strategis untuk menciptakan “learning environment” yang positif bagi tumbuh kembang anak dengan sejumlah fungsi yang diembannya seperti yang dikatakan Wolfendale dalam Moelyarto (1986)

bahwa fungsi itu meliputi :

1. Mencukupi kebutuhan primer (sandang, pangan, papan),

2. Memberi dukungan emosional (mencukupi kebutuhan sekunder),

3. Menciptakan kondisi,

4. Menciptakan lingkungan,

5. Memberikan kerangka referensi untuk melakukan eksplorasi di luar rumah,

6. Memberi perlindungan,

7. Memberi kesempatan dan pengarahan bagi tumbuhnya fungsi mandiri dan

pengorganisasian diri,

8. Berfungsi sebagai model,

9. Mewariskan norma-norma sosial,

10.Bertindak sebagai transmitter pengetahuan dan informasi tentang realita dan

11.Berfungsi sebagai arbritase.

Talcott Parsons dan R.F Bales dengan pendekatan Struktural

Fungsionalnya berpendapat, dalam zaman modern fungsi keluarga terutama dalam

(45)

justru semakin penting. Pada dasarnya pasangan suami istri pasti menginginkan

rumah tangganya selalu harmonis.

II.2.2 Teori Struktur Sosial dan Anomie Robert K. Merton

Merton menjelaskan bahwa analisis struktural fungsional memusatkan

perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat, dan kultur. Ia menyatakan

bahwa setiap objek yang dapat dijadikan sasaran analisis struktural fungsional

tentu mencerminkan hal yang standar (artinya terpola dan berulang) (Merton,

1949/1968:104). Di dalam pikiran Merton, sasaran studi struktural fungsional

antara lain adalah: peran sosial, pola institusional, proses sosial, pola kultur, emosi

yang terpola secara kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial,

perlengkapan untuk pengendalian sosial, dan sebagainya (Merton,

1949/1968:104)

Fungsionalis struktural awal memusatkan perhatian pada fungsi satu

struktur sosial atau pada fungsi satu institusi sosial tertentu saja. Menurut

pengamatan Merton, para analis cenderung mencampuradukkan motif subjektif

individual dengan fungsi struktur atau institusi. Perhatian analisis struktur

fungsional mestinya lebih dipusatkan pada fungsi sosial ketimbang pada motif

individual. Menurut Merton, fungsi didefinisikan sebagai

“konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian

dari sistem tertentu” (1949/1968:105). Tetapi, jelas ada bias ideologis apabila

orang hanya memusatkan perhatian pada adaptasi atau penyesuaian diri, karena

adaptasi dan penyesuaian diri selalu mempunyai akibat positif. Perlu diperhatikan

(46)

lain. Untuk meralat kelalaian serius dalam fungsionalisme struktural awal ini,

Merton mengembangkan gagasan tentang disfungsi. Sebagaimana struktur atau

institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagian-bagian lain dari sistem sosial,

struktur, atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negative terhadap sistem

sosial.

Merton juga mengemukakan konsep nonfunctions yang didefinisikannya sebagai akibat-akibat yang sama sekali tidak relevan dengan sistem yang sedang

diperhatikan. Dalam hal ini termasuk bentuk-bentuk sosial yang “bertahan hidup”

sejak zaman sejarah kuno. Meski mempunyai akibat positif atau negative di masa

lalu, namun bentuk sosial itu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

masyarakat kini. Apakah fungsi positif lebih banyak daripada disfungsi atau

sebaliknya? Untuk membantu menjawab pertanyaan itu, Merton mengembangkan

konsep “keseimbangan bersih” (net balance).

Dalam sumbangannya terhadap teori struktural fungsional, Merton tertarik

untuk menganalisis mengenai hubungan antara kultur, struktur, dan anomie.

Kultur menurut Merton didefinisikan sebagai seperangkat nilai normative yang

terorganisir, yang menentukan perilaku bersama anggota masyarakat atau anggota

kelompok. Sedangkan struktur sosial didefinisikan sebagai cara melibatkan

anggota masyarakat atau kelompok di dalamnya. Anomie diartikan sebagai

keadaan yang terjadi apabila terdapat ketidaksesuaian antara norma kultural dan

tujuan dengan kapasitas yang terstruktur secara sosial dari anggota kelompok

(47)

Dalam sebuah keluarga terdapat seperangkat nilai normative yang dapat

dilihat melalui konsep peranan. Peranan dalam keluarga dapat diinternalisasi oleh

seluruh anggota keluarga melalui proses yang disebut dengan sosialisasi.

Sosialisasi atau disebut dengan proses belajar merupakan proses yang membantu

individu melalui proses belajar dan adaptasi/penyesuaian diri mengenai cara hidup

dan cara berpikir dari kelompok. Definisi lain mengenai apa itu sosialisasi adalah

proses yang harus dilalui manusia untuk memperoleh nilai-nilai dan pengetahuan

mengenai kelompoknya dan belajar mengenai peran sosialnya yang cocok dengan

kedudukannya di situ (Goode, 2002:20).

Proses sosialisasi terhadap seorang anak dapat dimulai dengan proses

imitasi atau peniruan, dimana anak akan meniru segala hal tingkah laku yang

dilihatnya dari ayah dan juga ibunya. Proses ini merupakan tahap awal seorang

anak menerima nilai-nilai normative yang ada dalam keluarga. Tetapi karena

keluarga merupakan institusi yang pertama kali memberikan sosialisasi kepada

individu maka keluarga secara tidak langsung juga mempunyai andil terhadap

penyimpangan atau perilaku negative yang mungkin diadopsi oleh anak ke dalam

masyarakat. Dalam tingkatan yang lebih jauh, setiap anggota keluarga kemudian

akan memperoleh pengetahuan mengenai keluarganya secara utuh, diantaranya

yakni tentang cara pemenuhan kebutuhan dan menyesuaikan diri (adaptasi)

dengan lingkungan sekitar. Keluarga diharapkan dapat menurunkan

pengetahuan-pengetahuan mengenai peranan setiap anggota keluarga dan bagaimana setiap

anggota keluarga dapat menjalankan peranannya sesuai dengan kedudukannya di

(48)

keluarga adalah dengan adanya kemampuan keluarga untuk menjadi media yang

berperan aktif dalam proses sosialisasi terhadap anggotanya sehingga dapat

selaras dengan nila-nilai kultural yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian,

keluarga tidak akan menjadi suatu institusi yang nonfunctions bagi anggotanya. Analisis struktur fungsional dari Merton lebih bisa dipusatkan kepada

fungsi sosial, dimana fungsi di sini diartikan sebagai segala konsekuensi yang

dapat diamati dan menimbulkan adaptasi dari suatu sistem. Misalnya dalam

struktur keluarga dimana terkadang mempunyai akibat yang negative terhadap

eksistensi dari sistem (keluarga) secara keseluruhan. Dalam keluarga besar yang

terdiri dari suami, istri, anak-anak, dan juga saudara lain akan dimungkinkan

mempunyai ketidakcocokan diri bagi keluarga sangat diharapkan bisa

menjembatani terhadap akibat negative yang muncul.

Dalam sejarah kehidupan manusia akan dikenal istilah dinamika hidup,

yakni segala sesuatu hal dalam hidup manusia yang sifatnya selalu mengalami

perubahan. Sebab-sebab terjadinya perubahan pada manusia tentu akan berbeda

satu sama lain, oleh karena itu besaran perubahan dan lama perubahan yang

dialami oleh seseorang juga akan berbeda satu sama lain. Dalam lingkup keluarga,

perubahan atau dinamika juga dapat terjadi.besaran dan waktu perubahanpun juga

akan berbeda untuk masing-masing keluarga.

Dinamika dalam hidup bisa dipengaruhi oleh lingkungan fisik maupun

lingkungan sosial dimana individu tesebut berada. Lingkungan fisik dalam hal ini

adalah keluarga. Masing-masing anggota keluarga yang ada harus mampu saling

Referensi

Dokumen terkait