• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI JURNAL"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI JURNAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KONSERVASI APEL

(Malus sylvestris Mill) DI DESA TULUNGREJO, KECAMATAN BUMIAJI,

KOTA BATU

FINANCIAL FEASIBILITY ANALYSIS OF CONSERVATION APPLE (Malus

sylvestris Mill) FARMING IN TULUNGREJO VILLAGE, BUMIAJI

DISTRICT, BATU CITY

Oleh

LYNDA RIZKI AMELIA

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

MALANG

(2)

NASKAH PUBLIKASI JURNAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KONSERVASI APEL

(Malus sylvestris Mill) DI DESA TULUNGREJO, KECAMATAN BUMIAJI,

KOTA BATU

FINANCIAL FEASIBILITY ANALYSIS OF CONSERVATION APPLE (Malus

sylvestris Mill) FARMING IN TULUNGREJO VILLAGE, BUMIAJI

DISTRICT, BATU CITY

Oleh

LYNDA RIZKI AMELIA

0810440233-44

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

MALANG

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH JURNAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KONSERVASI APEL

(Malus sylvestris Mill) DI DESA TULUNGREJO, KECAMATAN BUMIAJI,

KOTA BATU

FINANCIAL FEASIBILITY ANALYSIS OF CONSERVATION APPLE (Malus

sylvestris Mill) FARMING IN TULUNGREJO VILLAGE, BUMIAJI

DISTRICT, BATU CITY

Nama Mahasiswa

: LYNDA RIZKI AMELIA

NIM

: 0810440233

Jurusan

: SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Program Studi

: AGRIBISNIS

Minat

: SOSIAL EKONOMI

Menyetujui

:

Ketua Jurusan Sosial Ekonomi,

Dr. Ir. Syafrial, Ms.

NIP 19580529 198303 1 001

Malang, 03 Juli 2012

Dosen Pembimbing Utama,

Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani, MS

NIP. 19581128 198303 1 005

(4)

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH JURNAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KONSERVASI APEL

(Malus sylvestris Mill) DI DESA TULUNGREJO, KECAMATAN BUMIAJI,

KOTA BATU

FINANCIAL FEASIBILITY ANALYSIS OF CONSERVATION APPLE (Malus

sylvestris Mill) FARMING IN TULUNGREJO VILLAGE, BUMIAJI

DISTRICT, BATU CITY

Nama Mahasiswa

: LYNDA RIZKI AMELIA

NIM

: 0810440233

Jurusan

: SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Program Studi

: AGRIBISNIS

Minat

: SOSIAL EKONOMI

Menyetujui

: Dosen Pembimbing

Pembimbing utama,

Pembimbing kedua,

Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani, MS.

Rosihan Asmara, SE., MP.

NIP. 19581128 198303 1 005

NIP.19710216 200212 1 004

Mengetahui,

Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Dr. Ir. Syafrial, MS.

NIP. 19580529 198303 1 001

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam jurnal ini tidak terdapat karya

penelitian orang lain yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di

suatu Perguruan Tinggi maupun didalam bidang penelitian, dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, 03 Juli 2012

Lynda Rizki Amelia

NIM. 0810440233-44

(6)

1

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KONSERVASI APEL (Malus sylvestris Mill) DI DESA TULUNGREJO, KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU

Financial Feasibility Analysis Of Conservation Apple (Malus sylvestris Mill) Farming in Tulungrejo Village, Bumiaji District, Batu City

Lynda Rizki Amelia1), Nuhfil Hanani2), Rosihan Asmara2),

1)

Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang

2)

Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Brawijaya E-mail: lynz_amz@yahoo.com

ABSTRACT

The changes of the average temperature in Batu city causing the expansion of apple plantation area to the marginal areas. Apple farming in marginal areas need a technical of conservation to minimize the impact of erosion and decreased of crop productivity. The purpose of this study was to determine the level of profitability, and financial feasibility of apples conservation farming in Tulungrejo Village, Bumiaji District, Batu City. The method of Financial feasibility analysis that used are NPV, IRR, Net B/C and Payback Period. Financial feasibility results show that the conservation apple farming is feasible with the NPV of Rp127.308.504,61, the Net B / C of 1,29, an IRR of 16 percent, and payback period for 8 years and 3 months. Break even point of an conservation apple farming is 4,584 kilograms per hectare per year. The results of sensitivity analysis showed that the conservation apple farming is not feasible to decrease production by 25 and 30 percent, with a limit of production decreased by 22,5 percent. While the increase in production costs by 20 and 30 percent conservation usahtani apple is still feasible to be developed to limit the increase of production costs by 48 percent.

Keywords: Cash flow, Conservation Farming Apples, Feasibility Analysis, Sensitivity Analysis.

ABSTRAK

Perubahan suhu rata-rata di Kota Batu menyebabkan perluasan area perkebunan apel hingga ke daerah marginal. Usahatani apel pada daerah marginal memerlukan teknis konservasi untuk meminimalkan dampak erosi dan penurunan produktivitas tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keuntungan dan kelayakan finansial dari usahatani konservasi apel di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Metode analisa kelayakan finansial yang digunakan adalah NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period. Hasil kelayakan finansial menunjukkan bahwa usahatani konservasi apel layak untuk dikembangkan dengannilai NPV sebesar Rp127.308.504,61, nilai Net B/C sebesar 1,29, nilai IRR sebesar 16 persen, dan waktu pengembalian investasi selama 8 tahun 3 bulan. Usahatani konservasi apel akan mencapai titik impas pada produksi 4.584 kilogram per hektar per tahun. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa kelayakan usahatani konservasi apel tidak layak pada penurunan produksi sebesar 25 dan 30 persen, dengan batas penurunan produksi sebesar 22,5 persen. Sedangkan pada peningkatan biaya produksi sebesar 20 dan 30 persen usahtani konservasi apel masih layak untuk dikembangkan dengan batas peningkatan biaya produksi sebesar 48 persen.

(7)

2

PENDAHULUAN

Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang masih sangat prospektif untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh jumlah permintaan konsumsi buah-buahan Indonesia yang terus tumbuh sebesar 12-15% per tahun (Krisnamurthi dalam Suhendra, 2011). Menurut Bina Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Ardiansyah (1997), permintaan buah-buahan pada tahun 2000-2005 telah mengalami peningkatan sebessar 6,5 %, dan untuk tahun 2010-2015 diproyeksikan akan mengalami peningkatan sebesar 6,9%. Pertumbuhan permintaan tersebut akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan pendidikan yang mendorong kesadaran gizi masyarakat.

Meskipun permintaan konsumsi buah apel meningkat, namun produksi apel dalam negeri masih belum bisa memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan produksi buah apel di beberapa sentra apel seperti Kota Batu. Dari data produksi apel Dinas Pertanian Kota Batu (2009), pada tahun 2003 jumlah produksi apel Kota Batu masih mencapai 52.724 ton, namun pada tahun 2004 jumlahnya turun menjadi 45.366 ton. Jumlah ini semakin turun hingga pada tahun 2009, produksi apel Kota Batu hanya mencapai 24.625 ton. Penurunan produktivitas tanaman apel di Kota Batu diikuti oleh penurunan jumlah tanaman apel dan penurunan luas areal tanaman apel. Penurunan Luas areal tanam bisa disebabkan oleh adanya alih-fungsi lahan tanaman apel menjadi lahan perkebunan jeruk, sayur, dan bunga potong. Perubahan suhu di Kota Batu sering dikaitkan dengan masalah alih-fungsi lahan tersebut.

Berdasarkan penelitian Ainurrasjid (2012), adanya kenaikan suhu rata-rata global antara 1-20o Celcius akan menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas pertanian di daerah tropis, termasuk produktivitas apel. Sedangkan perubahan suhu di Kota Batu meningkat antara 1-12 derajat Celsius. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Harsiyanto (2012) yang menjelaskan bahwa suhu di Kota Batu pada tahun 1970 masih mencapai 18-22o Celcius, namun sekarang suhunya bisa mencapai 18-30o Celcius. Kondisi inilah yang membatasi tanaman apel tidak dapat berproduksi optimal di Desa Bumiaji, Sidomulyo, dan Punten, sehingga daerah yang masih cocok untuk berusahatani apel di Kota Batu adalah di Desa Tulungrejo.

Di Desa Tulungrejo, lahan yang digunakan untuk perkebunan apel rata-rata memiliki kelerengan lahan antara 5-30%. Menurut Madjid (2009), pada lahan apel yang memiliki kelerengan 16-30%, perlu dilakukan beberapa upaya pengelolaan lahan untuk mempertahankan produktivitas tanaman dan keuntungan usahatani. Ada beragam teknologi pengelolaan lahan pada lahan miring yang dapat mendukung kesuburan lahan dan peningkatan produktivitas tanaman. Beberapa diantaranya adalah pembuatan teras dan saluran air untuk meminimalisir dampak erosi terhadap penurunan kesuburan tanah, pembuatan lubang resapan untuk menyimpan air, serta menanam tanaman penutup tanah untuk mengikat air dan membantu menjaga kestabilan tanah (Dariah, dkk., 2004).

Manfaat dari penerapan teknologi tersebut cukup besar, namun tidak bisa langsung meningkatkan penerimaan petani dalam jangka pendek. Hal ini dikarenakan upaya konservatif ini merupakan proses perbaikan atau perlindungan terhadap sumberdaya alam yang mendukung kelanjutan usahatani apel di masa depan. Selain itu kelayakan finansial usahatani apel sendiri merupakan perhitungan kelayakan usaha dalam jangka panjang, karena tanaman apel membutuhkan proses tumbuh dan berkembang selama 3-4 tahun hingga mampu menghasilkan buah untuk dipanen. Selama proses tersebut petani akan mengeluarkan biaya perawatan tanaman apel hingga masa panen tiba dan mendapatkan penerimaan dari hasil panen tersebut.

(8)

3

Masalahnya, selama ini petani apel hanya mengukur keuntungan dari usahatani apel berdasarkan penerimaan hasil panen yang dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan selama 1 kali musim panen. Apabila keuntungan finansial dihitung dengan cara tersebut, maka yang terlihat hanyalah usahatani konservasi apel tidak menguntungkan, karena biaya teknis konservasi akan menambah biaya modal petani. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1) Untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi konservasi di daerah penelitian. 2) Untuk mengetahui jumlah keuntungan yang diterima petani apel. 3) Untuk mengetahui kelayakan finansial usahatani konservasi apel di daerah penelitian.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan petani akan sadar tentang pentingnya menerapkan teknis perlindungan tanah dan air bagi kesuburan lahan dan produktivitas tanaman. Selain itu dengan adanya analisis kelayakan finansial usahatani konservasi apel, petani dapat mengetahui besarnya keuntungan finansial dari melakukan usahtani konservasi apel. Sehingga diharapkan akan semakin banyak petani apel yang menerapkan usahatani konservasi apel.

METODE PENELITIAN

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive di Dusun Junggo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Propinsi Jawa Timur. Dasar pertimbangan penentuan lokasi karena lahan pertanian di Dusun Junggo sebagian besar berupa lahan miring yang perlu untuk menerapkan usahatani konservasi. Selain itu Dusun Junggo memiliki jumlah petani apel paling banyak diantara dusun-dusun di Desa Tulungrejo. Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan secara acak berstrata (random stratified sampling), dimana pembagian strata didasarkan atas umur tanaman yang jumlah setiap stratanya tidak sama, dengan alasan tanaman apel yang dimiliki petani berbeda umur dan beragam jumlah pohon tiap strata. Dalam penelitian ini, responden yang diambil sebanyak 42 orang dari populasi sebanyak 621 orang.

Data yang dikumpulkan terdiri dari dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara wawancara dengan petani dengan menggunakan kuisioner serta observasi lapang untuk mengetahui faktor-faktor indikator/penelitian yang terjadi di daerah penelitian. Sedangkan pengambilan data sekunder dilakukan dengan cara studi literatur, dokumentasi, dan pengambilan data dari instansi terkait yaitu di Balai Desa Tulungrejo, Kantor Kecamatan Bumiaji, Dinas Pertanian.

Metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil observasi yang mendukung data penelitian serta memberikan penjelasan secara detail tentang data yang tidak bisa dijelaskan secara kuantitatif. Sedangkan analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis cash flow usahatani (analisis biaya, penerimaan, dan keuntungan), analisis kelayakan finansial (NPV, IRR, Net B/C, dan payback period), analisis BEP, dan analisis sensitivitas. 1. Analisis cashflow

a. Biaya usahatani

Biaya usahtani yang dikeluarkan terdiri dari biaya investasi awal yang dikeluarkan pada awal usaha (tahun ke-0) termasuk biaya untuk pembuatan teras, saluran air, investasi tanaman penutup tanah, dan biaya produksi yang dikeluarkan dalam proses produksi dari tahun ke-1 sampai tahun ke-25. Biaya produksi terdiri dari total biaya tetap dan total biaya variabel. Total biaya tetap merupakan total biaya seluruh faktor produksi usahatani yang jumlahnya tidak tergantung pada jumlah produksi yaitu sewa lahan dan peralatan. Sedangkan biaya variabel adalah total biaya seluruh faktor produksi yang jumlahnya dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan,

(9)

4

yaitu bibit, pupuk, dan tenaga kerja. Perhitungan total biaya menurut Soekartawi (2002) dapat dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan :

TC = Total cost (Rp)

TFC = Total fixed cost (Rp) TVC = Total variabel cost (Rp)

b. Penerimaan usahatani

Penerimaan merupakan hasil kali antara jumlah produksi dengan harga jual buah apel. Perhitungan penerimaan menurut Soekartawi (2002) dapat dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan:

TR = Y . Py TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y

c. Keuntungan usahatani

Keuntungan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan total biaya. Rumus untuk menghitung keuntungan usahatani menurut Soekartawi (2002) adalah sebagai berikut.

Keterangan :

 = Keuntungan

TR = Penerimaan (Total Revenue) TC = Total biaya (Total Cost) 2. Analisis Break Even Point (BEP)

Analisis BEP digunakan untuk mengetahui batas minimal produksi apel yang tidak menyebabkan kerugian maupun memberikan keuntungan, atau dapat dikatakan berada pada titik impas. Rumus untuk menghitung BEP menurut Kartika, dkk. (2008) adalah sebagai berikut:

Keterangan:

BEP(Q) = Titik impas dalam unit produksi BEP(Rp) = Titik impas dalam rupiah TFC = Biaya tetap

VC = Biaya tidak tetap per unit P = Harga jual per unit TR = Penerimaan total 3. Analisis Kelayakan Finansial

Untuk menganalisis data-data keuangan yang telah dikumpulkan, alat analisis yang peneliti pakai adalah sebagai berikut.

a. Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara PV penerimaan dan PV

pengeluaran. Indikator penilaian kelayakannya ialah jika NPV kurang dari 0, maka investasi tersebut layak. Tetapi jika NPV lebih dari 0 maka investasi tersebut dikatakan tidak layak Rumus untuk menghitung NPV menurut Kadariah, dkk., (1999) adalah sebagai berikut.

Keterangan:

Bt = Penerimaan perusahaan pada tahun ke-t (Rp) Ct = Biaya produksi pada tahun ke-t (Rp)

i = tingkat suku bunga (%) t = tahun ke-t (tahun)

n = umur ekonomis proyek (n) TC = TFC + TVC NPV =  = TR - TC BEPQ = BEP(Rp) =

(10)

5

b. Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat bunga yang menyamakan PV kas

masuk dengan PV kas keluar. Indikator penilaiannya ialah jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang diisyaratkan, yaitu 7% maka investasi tersebut tidak layak. Tetapi jika IRR lebih besar 7%, maka investasi tersebut tidak layak. Rumus perhitungan IRR menurut Kadariah, dkk., (1999), adalah sebagai berikut.

Keterangan :

IRR = Nilai Internal Rate of Return

NPV1 = Net Present value pertama

NPV2 = Net Present value kedua

i1 = Tingkat suku bunga/discount rate pertama

i2 = Tingkat suku bunga/discount rate kedua c. Net Benefit cost ratio (Net B/C ratio)

Net B/C merupakan perbandingan antara jumlah NPV positif dengan jumlah NPV negatif yang dapat mengambarkan berapa kali lipat keuntungan yang akan kita peroleh dari biaya yang kita keluarkan. Indikator penilaiannya adalah jika suatu proyek memiliki nilai B/C < 1 maka proyek itu tidak ekonomis, dan kalau > 1 berarti proiyek itu feasible. Kalau Net B/C ratio = 1 dikatakan proyek itu BEP (tidak rugi dan tidak untung). Rumus untuk menghitung Net B/C menurut Kadariah, dkk., (1999) adalah sebagai berikut.

Keterangan :

Bt = benefit social brutto pada tahun t (PV benefit) Ct = biaya social brutto sehubungan dengan proyek

pada tahun t (PV cost) i = tingkat suku bunga (%) n = umur ekonomis proyek

d. Payback Period

Situmorang dan Dilham (2007) menjelaskan bahwa suatu usulan investasi akan disetujui apabila payback period-nya lebih cepat atau lebih pendek dari payback period

yang disyaratkan oleh pemilik usahatani. Berikut adalah rumus payback period jika arus kas dari suatu rencana investasi/proyek berbeda jumlahnya setiap tahun menurut Situmorang dan Dilham (2007).

Keterangan :

n = tahun terakhir di mana arus kas masih belum bisa menutupi initial investment

a = jumlah initial investment

b = jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke-n c = jumlah kumulatif arus kas pada tahun

ke-n+1 3. Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat kembali kelayakan finansial dari usahatani apel jika terjadi perubahan-perubahan dalam dasar perhitungan biaya dan penerimaan usahatani konservasi apel. Penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan pada dua kondisi, yaitu:

a. Kenaikan biaya produksi

Kenaikan biaya produksi dapat dipengaruhi oleh harga pestisida, pupuk, maupun tenaga kerja. Dalam penelitian ini, peningkatan biaya produksi yang dihitung adalah

IRR =

i

1

+

(i

2

- i

1

)

B/C=

(11)

6

sebesar 20 dan 30% yang dilakukan atas dasar peningkatan biaya produksi yang terjadi di daerah penelitian. Analisis sensitivitas juga dilakukan pada peningkatan biaya produksi dengan persentase tertentu untuk mencari level peningkatan biaya produksi yang masih dapat memberikan keuntungan atau ketika petani berada dalam keadaan BEP, dengan kriteria Net B/C= 1 dan IRR=suku bunga yang diisyaratkan.

b. Penurunan produksi

Penurunan produksi dapat berpengaruh langsung terhadap penerimaan dan keuntungan usahatani apel. Dalam penelitian ini, penurunan produksi sebesar 25 dan 30% yang dilakukan atas dasar penurunan terakhir yang terjadi di daerah penelitian. Analisis sensitivitas juga dilakukan pada penurunan produksi dengan persentase tertentu untuk mencari level penurunan produksi yang masih dapat memberikan keuntungan atau ketika petani berada dalam keadaan BEP, dengan kriteria Net B/C= 1 dan IRR=suku bunga yang diisyaratkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penerapan Usahatani Konservasi Apel

Salah satu alasan yang mendasari pentingnya usahatani konservasi adalah praktik usahatani pada lahan miring. Kemiringan lahan yang disarankan untuk budidaya apel adalah antara 10-40% atau 5-20o. Lahan yang terlalu miring dengan tingkat kemiringan lebih dari 40% akan menyulitkan petani untuk melakukan kegiatan budidaya apel, sehingga memerlukan penerapan teknologi konservasi yang berupa terasering. Dalam distribusi responden berdasarkan kemiringan lahan, data kemiringan lahan milik responden dikelompokkan menjadi lima kategori yang disajikan pada Tabel 1.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa usahatani apel yang dilakukan responden banyak dilakukan pada lahan dengan tingkat kemiringan 25-40%, dengan persentase jumlah responden sebesar 28,57%. Sedangkan responden yang berusahatani apel pada kemiringan lahan kurang dari 15% sebanyak 21,43% dan responden yang berusahatani apel pada lahan 15-25% adalah 23,81%. Meskipun demikian jumlah responden yang melakukan usahatani apel pada kemiringan lahan lebih dari 40% juga cukup banyak, yaitu sebesar 26,19%. Pada kemiringan lahan lebih dari 40% sangat dianjurkan untuk melakukan usahatani konservasi.

Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan kemiringan lahan untuk usahatani apel. No. Kriteria kemiringan lahan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 < 15% 9 21,43 2 15-25% 10 23,81 3 25-40% 12 28,57 4 40-60% 9 21,43 5 >60% 2 4,76 Total 42 100

Sumber: Data primer yang diolah, 2012.

Tingkat penerapan usahatani konservasi dinilai berdasarkan jumlah penerapan usaha konservasi. Usaha konservasi tersebut meliputi pengunaan terasering, pengunaan tanaman tahunan, ada tanaman penguat teras, ada saluran resapan, ada saluran pembuangan, dan pemanfaatan seresah sebagai penutup lahan. Masing-masing jenis konservasi selanjutnya diberi nilai 1 point atau nilai persentase sebesar 16,67%. Jika responden melakukan semua usaha konservasi maka penerapan usahatani konservasi responden adalah 100%.

(12)

7

Sedangkan responden yang hanya menerapkan lima dari keenam usaha konservasi, maka tingkat penerapan responden hanya sebesar 83%.

Berdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan 3 kategori tingkat penerapan usahatani konservasi, yaitu tingkat penerapan 67% untuk responden yang menerapkan 4 usaha konservasi, 83% untuk responden yang menerapkan 5 usaha konservasi, dan 100 % untuk responden yang menerapkan semua usaha konservasi. Data dari tingkat penerapan usahatani konservasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Penerapan usahatani konservasi pada setiap kategori kemiringan lahan.

No Kemiringan lahan

Penerapan Usahatani Konservasi

Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 < 40 % 67% 8 25,81 83% 12 38,71 100% 11 35,48 Total 31 100 2 > 40 % 67% 2 18,18 83% 4 36,36 100% 5 45,45 Total 11 100

Sumber: Data primer yang diolah, 2012.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa responden yang menerapkan semua usaha konservasi pada kemiringan lahan kurang dari 40% adalah sebanyak 11 jiwa atau sebesar 35,48%. Sedangkan responden yang menerapkan semua usaha konservasi pada kemiringan lahan lebih dari 40% adalah sebanyak 5 jiwa atau sebesar 45,45%. Jika dibandingkan antara tingkat penerapan usahatani konservasi pada kemiringan lahan kurang 40% dan lebih dari 40%, maka tingkat penerapan usahatani konservasi pada kemiringan lahan lebih dari 40% jauh lebih besar daripada kemiringan lahan kurang dari 40%. Hal ini bisa disebabkan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 40 %, tingkat kesulitan perawatan tanaman apelnya jauh lebih tinggi, sehingga banyak responden yang memilih teknologi konservasi untuk memudahkan perawatan tanaman apel mereka. 2. Analisis Cash Flow Usahatani Konservasi Apel.

a. Biaya investasi

Hasil perhitungan biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa biaya investasi usahatani apel adalah sebesar Rp 49.208.628 per hektar. Biaya tersebut meliputi biaya sewa lahan sebesar Rp 11.000.000,00, biaya peralatan sebesar Rp 1.065.453,00, biaya bibit sebesar Rp 21.273.790,00 dan biaya tenaga kerja sebesar Rp 10.256.400. Biaya investasi untuk

pembangunan sarana konservasi hanya sebesar Rp 9.124.000,00. Hal ini dikarenakan penerapan konservasi di Desa Tulungrejo masih sederhana, yaitu berupa penataan lahan dan pemberian saluran air untuk mengurangi laju erosi di area kebun. Sehingga biaya untuk pembangunan sarana konservasi hanya berasal dari upah tenaga kerja untuk penataan lahan dan pembuatan saluran air.

Komponen biaya investasi yang paling besar adalah pembelian bibit, yaitu sebesar 43,23%. Jumlah bibit yang ditanam petani pada lahan 1 hektar adalah sebanyak 1.064 batang. Bibit tersebut merupakan hasil perbanyakan vegetatif sehingga dalam waktu

(13)

8

kurang dari 5 tahun tanaman apel bisa dipanen. Pembelian bibit ini hanya dilakukan 1 kali selama umur ekonomis.

Tabel 3. Biaya investasi awal usahatani apel per hektar.

No Uraian Satuan P unit (Rp) Nilai (Rp) % 1. Sewa lahan Tahun 1 11.000.000 11.000.000 22,35 2. Peralatan a. Cangkul Buah 5 97.073 485.365 b. Garpu Buah 3 75.000 144.000 c. Sekop Buah 1 144.000 80.000 d. Sabit Buah 4 36.250 1.065.453 e. Ganco Buah 1 80.000 6.678.438 f. Diesel Buah 2 2.041.810 485.365 g. Selang air Buah 3 355.151 144.000 h. Gunting Buah 3 150.000 80.000 Sub total 1.065.453 13,57 3. Bibit Batang 1064 20.000 21.273.790 43,23 4. Tenaga kerja a. Pengolahan lahan dan pembuatan sarana konservasi HOK 411 22.200 9.124.000 b. Penanaman HOK 51 22.200 1.132.200 Sub total 10.256.400 20,84

Total biaya investasi 49.208.628 100

Sumber: Data primer yang diolah, 2012. b. Biaya produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama masa produksi berlangsung untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani apel. Berikut adalah rincian biaya produksi usahatani konservasi apel di daerah penelitian. Hasil analisis biaya produksi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Biaya produksi usahatani apel per hektar.

No. Uraian Nilai (Rp) Persentase (%)

1. Biaya tetap Sewa tanah 11.000.000 28,26 2. Biaya variabel a. Pupuk anorganik 2.160.788 5,55 b. Pupuk organik 4.606.951 11,84 c. Pestisida 13.435.693 34,52 d. Tenaga kerja perawatan dan panen 7.718.725 19,83 Total biaya variabel 27.922.158 71,74

Total biaya produksi 38.922.158 100

Sumber: Data primer yang diolah, 2012.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa biaya produksi rata-rata per tahun dari usahatani apel adalah sebesar Rp 39.922.158,00. Biaya tersebut terdiri dari biaya biaya tetap sebesar 28,26% atau senilai Rp 11.000.000,00, dan biaya variabel sebesar 71,74% atau senilai Rp 27.922.158,00. Dari besar persentase tersebut, diketahui bahwa biaya variabel merupakan biaya yang paling besar dalam usahatani apel.

(14)

9

Besarnya biaya variabel dipengaruhi oleh persentase biaya pestisida sebesar 34,52% dari total biaya produksi atau senilai Rp 13.435.693,00. Biaya pestisida tersebut merupakan komponen biaya variabel yang paling besar. Hal ini dikarenakan tanaman apel rawan terserang penyakit, terutama pada kebun apel yang memiliki kelembaban tinggi. Tingkat kelembaban kebun yang tinggi merupakan tempat hidup optimal bagi jamur dan bakteri. Selain itu, usahatani apel yang dilakukan secara monokultur dapat mendukung kelangsungan hidup serangga hama

c. Hasil produksi dan penerimaan

Produksi merupakan jumlah total dari keluaran fisik yang dihasilkan oleh usahatani. Pada usahatani apel, produksi merupakan jumlah buah apel segar yang dihasilkan selama 1 musim panen. Data dari penerimaan jumlah produksi, harga jual, dan penerimaan usahatani apel disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil produksi per hektar dan penerimaan usahatani konservasi apel di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.

Produksi (kg) Penerimaan (Rp)

Total (selama 25 th) 275.545 1.476.090.089 Rata-rata per tahun 10.598 56.772.696 Sumber: Data primer yang diolah, 2012.

Berdasarkan data Tabel 5 diketahui bahwa total produksi usahatani konservasi apel selama 25 tahun adalah 275.545 kg dan rata-rata produksi apel yang dihasilkan adalah 10.596 kg per tahun. Dengan rata-rata produksi sekian, petani apel bisa mendapatkan penerimaan sebesar Rp 56.772.696,00 per tahun dengan harga rata-rata Rp 5.123,00 per kg.

d. Keuntungan usahatani konservasi apel

Keuntungan usahatani apel diperoleh dari selisih antara total penerimaan dengan total biaya per tahun. Tanaman apel merupakan tanaman tahunan yang baru berproduksi pada umur 3-4 tahun setelah masa tanam. Sebelum tanaman memasuki masa panen, usahatani apel belum menghasilkan keuntungan karena belum memperoleh penerimaan. Untuk mengetahui keuntungan usahatani apel per tahun per hektar dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Keuntungan usahatani konservasi apel per hektar di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.

Biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Keuntungan (Rp)

Total selama 25 th 991.057.996 1.476.090.089 485.032.093 Rata-rata per tahun 38.117.615 56.772.696 18.655.080 Sumber: Data primer yang diolah, 2012.

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa total biaya usahatani apel yang dikeluarkan selama 25 tahun Rp 991.057.996,00 dan total penerimaan yang diterima petani adalah Rp 1.476.090.089,00. Dari besar total penerimaan dan total biaya tersebut, didapatkan total keuntungan usahatani apel sebesar Rp 485.032.093,00. Dengan demikian rata-rata keuntungan yang didapatkan oleh 42 responden per tahun adalah Rp 18.655.080,00. 3. Hasil Analisis Break Even Point (BEP)

Analisis break even point (BEP) pada usahatani konservasi apel bertujuan untuk memberikan informasi kepada petani tentang batas produksi atau batas penerimaan yang

(15)

10

harus didapatkan petani dalam waktu satu tahun agar petani tidak mengalami kerugian. Hasil analisis BEP usahatani konservasi apel disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil perhitungan BEP unit dan BEP rupiah usahatani konservasi apel.

No. Keterangan Nilai

1. Produksi rata-rata (kg/ha/th) 10.598

2. BEP unit (kg/ha/th) 4.584

3. Penerimaan rata-rata (Rp/th) 56.772.696

4. BEP rupiah (Rp/th) 24.556.032

Sumber: Data primer yang diolah, 2012.

Hasil perhitungan BEP pada Tabel 7 menujukkan bahwa BEP unit dari usahatani konservasi apel adalah 4.584 kg/ha/th, sedangkan hasil produksi rata-rata dari usahatani konservasi apel adalah 10.598 kg/ha/th. Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa usahatani konservasi apel mampu memproduksi apel melebihi BEP unitnya, sehingga memiliki peluang yang besar untuk mendapatkan keuntungan setiap tahun. Apabila dilihat dari BEP rupiah usahatani konservasi apel yang sebesar Rp 24.556.032,00 dan penerimaan rata-rata yang sebesar Rp 56.772.696,00. Maka dapat disimpulkan bahwa usahatani konservasi apel mampu menghasilkan penerimaan lebih besar dari BEP rupiahnya. Dengan demikian maka usahatani konservasi apel dikatakan menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.

4. Analisis Kelayakan Finansial

Kriteria penilaian kelayakan finansial yang digunakan dalam penelitian ini adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR)

dan Payback Period (PP). Hasil perhitungan evaluasi kelayakan finansial selanjutnya

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Perhitungan Evaluasi Kelayakan Finansial Usahatani Apel

No. Kriteria Penilaian Investasi Hasil perhitungan pada tingkat bunga 7%

1 NPV Rp127.308.504,61

2 Net B/C 1,29

3 IRR 16%

4 Payback Period 8 Tahun 3 bulan

Sumber: Data primer yang diolah, 2012.

Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai NPV usahatani konservasi apel adalah positif Rp127.308.504,61, Nilai Net B/C adalah lebih besar dari 1 yaitu sebesar 1,29, dan nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang diisyaratkan, yaitu sebesar 16%. Selain itu lama pengembalian investasi usahatani konservasi apel juga cukup pendek dari umur ekonomis (25 tahun), yaitu selama 8 Tahun 3 bulan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa usahatani konservasi apel di Desa Tulungrejo layak untuk dikembangkan karena mampu memberikan keuntungan yang cukup besar dimasa depan, yaitu sebesar Rp127.308.504,61.

5. Analisis Sensitivitas

a. Analisis sensitivitas pada peningkatan biaya produksi

Analisis sensitivitas pada peningkatan biaya produksi dilakukan berdasarkan kenaikan biaya tertinggi yang pernah terjadi di daerah penelitian. Kenaikan biaya produksi tersebut dipengaruhi oleh kenaikan biaya variabel seperti kenaikan biaya

(16)

11

pestisida, biaya pupuk, dan tenaga kerja. Hasil analisis sensitivitas pada peningkatan biaya produksi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil analisis sensitivitas usahatani konservasi apel pada peningkatan biaya produksi.

No. Kondisi NPV Net B/C IRR

1 Kondisi aktual Rp127.308.504,61 1,29 16% 2 Biaya produksi naik 20% Rp 74.957.778,21 1,15 12% 3 Biaya produksi naik 30% Rp 48.782.415,01 1,10 11% 4. Biaya produksi naik 48% Rp 1.666.761,25 1,00 7% 5. Biaya produksi naik 49% Rp -(950.775,07) 1,00 7% Sumber: Data primer yang diolah, 2012.

Berdasarkan Tabel 9, pada kenaikan biaya produksi sebesar 20% didapatkan nilai NPV sebesar Rp 74.957.778,21, Net B/C sebesar 1,15, dan IRR sebesar 12%. Sedangkan pada kenaikan biaya produksi sebesar 30%, didapatkan nilai NPV sebesar Rp 48.782.415,01, Net B/C sebesar 1,10, dan IRR sebesar 11%. Karena nilai NPV pada kedua kondisi tersebut positif, nilai Net B/C lebih dari 1, dan nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang diisyaratkan (7%), maka usahatani konservasi apel pada saat terjadi peningkatan biaya sebesar 20 dan 30% masih layak untuk dikembangkan. Batas peningkatan biaya produksi yang masih dapat ditoleransi adalah 48%. Pada kondisi ini, usahatani konservasi apel masih memungkinkan untuk mendapat keuntungan sebesar Rp 1.666.761,25, sedangkan pada nilai Net B/C dan IRR menunjukkan bahwa usahatani konservasi apel sudah mencapai BEP.

b. Analisis sensitivitas pada penurunan produksi

Analisis sensitivitas pada penurunan produksi dilakukan karena setiap tahun selalu ada potensi penurunan produksi akibat serangan hama dan kondisi cuaca buruk. Hasil analisis sensitivitas pada peningkatan biaya produksi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil analisis sensitivitas usahatani konservasi apel pada penurunan produksi.

No. Kondisi NPV Net B/C IRR

1 Kondisi aktual Rp 127.308.504,61 1,29 16% 2 Produksi turun 20% Rp -(12.880.299,69) 0,97 6% 3 Produksi turun 30% Rp -(40.918.061) 0,91 3% 4. Produksi turun 22,5% Rp 1.138.580,74 1,00 7% 5. Produksi turun 23% Rp -(1.665.195,34) 1,00 7% Sumber: Data primer yang diolah, 2012.

Berdasarkan Tabel 10, pada penurunan produksi sebesar 25% didapatkan nilai NPV sebesar minus Rp 12.880.299,69, Net B/C sebesar 0,97, dan IRR sebesar 6%. Sedangkan pada penurunan produksi sebesar 30%, didapatkan nilai NPV sebesar minus

Rp 40.918.061, Net B/C sebesar 0,91, dan IRR sebesar 3%. Karena nilai NPV pada kedua kondisi tersebut negatif, nilai Net B/C kurang dari 1, dan nilai IRR kurang dari tingkat suku bunga yang diisyaratkan (7%), maka usahatani konservasi apel pada saat terjadi penurunan produksi sebesar 25 dan 30% tidak layak untuk dikembangkan. Batas penurunan produksi yang masih dapat ditoleransi adalah 22,3%. Pada kondisi ini, usahatani konservasi apel masih memungkinkan untuk mendapat keuntungan sebesar Rp 1.138.580,74, dengan nilai Net B/C dan IRR menunjukkan bahwa usahatani konservasi apel sudah mencapai BEP.

(17)

12

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi tentang tingkat penerapan usahatani di Desa Tulungrejo, dapat disimpulkan bahwa hanya 35,48% responden yang memiliki lahan dengan tingkat kemiringan kurang dari 40% sudah menerapkan usahatani konservasi dengan baik. Dan hanya 45,45% responden yang memiliki lahan dengan tingkat kemiringan lebih dari 40% yang sudah menerapkan usahatani konservasi dengan baik. Sedangkan dari analisis cashflow, disimpulkan bahwa biaya investasi usahatani konservasi apel yang menerapkan sistem konservasi pada luasan 1 hektar adalah Rp 49.208.628,00 dengan rata-rata biaya produksi sebesar Rp 38.117.615,00 per tahun. Penerimaan usahatani konservasi apel adalah Rp 56.772.696,00 per tahun, dengan keuntungan sebesar Rp 18.655.080,00 per tahun.

Nilai BEP unit dari usahatani konservasi apel adalah 4.584 kg/ha/th dan nilai BEP rupiah dari usahatani konservasi apel adalah Rp 24.556.032,00 per tahun. Sedangkan jumlah produksi rata-ratanya adalah 10.598 kg/ha/th dan penerimaan rata-ratanya adalah Rp 56.772.696,00 per tahun . Kondisi ini menujukkan bahwa usahatani konservasi apel mampu memproduksi apel lebih banyak jumlah BEP unitnya dan menghasilkan penerimaan lebih besar dari BEP rupiahnya, sehingga usahatani konservasi apel ini dinyatakan layak untuk dikembangkan.

Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial, dapat disimpulkan bahwa usahatani konservasi apel layak untuk dikembangkan dengan nilai NPV sebesar Rp127.308.504,61, IRR sebesar 16%, Net B/C sebesar 1,29, dan jangka waktu pengembalian biaya investasi yang diperlukan adalah 8 tahun 3 bulan. Sedangkan dari hasil analisis sensitivitas, dapat disimpulkan bahwa pada peningkatan biaya 20 dan 30% usahatani konservasi apel dinyatakan layak untuk dikembangkan. Sedangkan analisis sensitivitas pada penurunan produksi sebesar 25 dan 30% menunjukkan bahwa usahatani konservasi apel tidak layak untuk dikembangkan. Batas peningkatan biaya produksi usahatani konservasi apel yang dapat ditoleransi adalah 48% dan batas penurunan produksi usahatani konservasi apel yang dapat ditoleransi adalah 22,5%. Pada kedua kondisi tersebut usahatani konservasi apel masih mampu menghasilkan NPV positif, Net B/C=1 dan IRR= tingkat suku bunga yang diisyaratkan (7%)

Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan pada penelitian, maka saran yang dapat diberikan pada penerapan usahatani konservasi apel masih perlu ditingkatkan, terutama pada lahan yang memiliki kemiringan lahan lebih dari 40%. Selain itu, hendaknya pemerintah setempat lebih peduli pada perkembangan usahatani konservasi, terutama usahatani konservasi apel yang ramah lingkungan. Cara ini dapat ditempuh dengan cara: 1) Menyediakan sarana informasi yang berkaitan dengan usahatani konservasi/usahatani ramah lingkungan/usahatani berlanjut dan prasarana pertanian yang mendukung untuk perkembangan usahatani konservasi apel berbasis konservasi. 2) Memberikan reward kepada petani yang sudah menerapkan teknologi konservasi dengan sangat baik dan membantu petani yang bersedia untuk melakukan teknologi konservasi. 3) Melakukan pembinaan dan pengawasan yang intensif dan berkesinambungan terhadap pelaksanaan usahatani konservasi. Agar dapat memberikan manfaat yang lebih luas, disarankan untuk diadakan penelitian-penelitian lanjutan dan lebih mendalam tentang penerapan usahatani konservsi baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun lingkungan.

(18)

13

DAFTAR PUSTAKA

Ainurrasjid. 2012. Model Spasio-Temporal Prakiraan Iklim Untuk Produksi Apel. Universitas Brawijaya, Malang.

Ardiansyah. 1997. Analisis Permintaan Buah-buahan di Propinsi DKI Jakarta Suatu Penerapan Model Almost Ideal Demand System (AIDS) dengan Data Susenas 1996. Skripsi Sarjana. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dariah, dkk. 2004. Teknologi Konservasi Tanah Mekanik [online]. http://balittanah.litbang. deptan.go.id/. Diakses tanggal 16 Januari 2012.

Dinas Pertanian Kota Batu. 2009. Produksi Apel Kota Batu. Batu.

Kadariah, dkk. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Kartika, dkk. 2008. Prospek Pengembangan Agroindustri Minuman Lidah Buaya Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Jurnal Universitas Jendral Sudirman. Purwokerto

Madjid, A. 2009. Klasifikasi Kesesuaian Lahan FAO 1976 [online]. http://science-cermin.blogspot.com/. Diakses tanggal 17 Januari 2012.

Situmorang, S. dan Dilham, A. 2007. Study Kelayakan Bisnis Buku II. USU Press: Medan Soekartawi, 2002. Analisis Usaha tani. Universitas Indonesia, Jakarta.

Suhendra. 2011. Ironis! Konsumsi buah naik 15%, tapi dinikmati buah impor [online]. http://detik.com Diakses tanggal 15 Februari 2012.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan kemiringan lahan untuk usahatani apel.  No.  Kriteria kemiringan lahan  Jumlah (Jiwa)  Persentase (%)
Tabel  2.  Distribusi  Responden  berdasarkan  Penerapan  usahatani  konservasi  pada  setiap  kategori kemiringan lahan
Tabel 4. Biaya produksi usahatani apel per  hektar.
Tabel 5. Hasil produksi  per hektar dan penerimaan usahatani  konservasi apel di Desa  Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Aceh

Bendungan Lempake yang telah berumur lebih dari 30 tahun, pada awalnya merupakan bendung yang memiliki fungsi utama untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, namun lebih dari

Kelima dimensi inilah yang akan digunakan sebagai dasar pedoman untuk menganalisis Buku Sekolah Elektronik (BSE) pelajaran bahasa Indonesia untuk siswa SMP kelas

a. Itikad baik nasabah, nasabah bersikap kooperatif terhadap Bank untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalahnya. Misalnya memenuhi panggilan Bank, menyediakan waktu

Sedangkan siswa dengan kategori tinggi sebesar 11,1 %, dapat diartikan mereka lebih baik dalam memiliki keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi

identiteetti on ollut paljon esillä tutkimuksessa, mutta sen määrittely ja siihen liit- tyvät moraaliset ongelmat ovat jääneet vähemmälle huomiolle. luku) li- säksi

Produk bubuk bandeng memiliki kelemahan yaitu higroskopis, daya alir buruk dan mudah mengempal sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan granulasi pada

aaaaaHarrisson (1960) menyarankan sembilan langkah penting dalam merawat bayi orangutan di penangkaran eksitu: 1) jauh dari tanah; 2) mampu meraih dan menggapai