• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENDAMBAKAN ALLAH. John Piper. Copyright momentum.or.id. Penerbit Momentum 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENDAMBAKAN ALLAH. John Piper. Copyright momentum.or.id. Penerbit Momentum 2008"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MENDAMBAKAN

ALLAH

John Piper

Penerbit Momentum

2008

(2)

Mendambakan Allah

Oleh: John Piper Penerjemah: Elifas Gani Editor: Franklin Noya

Tata Letak: Patrick Serudjo dan Djeffry Pengoreksi: Jessy Siswanto

Desain Sampul: Patrick Serudjo Editor Umum: Solomon Yo

Originally published in English under the title:

Desiring God by John Piper

Copyright © 1986, 1996, 2003 by Desiring God Foundation Published by Multnomah Books

a division of Random House, Inc. 12265 Oracle Boulevard, Suite 200 Colorado Springs, Colorado 80921, USA,

All non-English language rights are contracted through: Gospel Literature International

P.O. Box 4060, Ontario, California 91761-1003 USA This translation published by arrangement with Multnomah Books, a division of Random House, Inc.

Hak cipta terbitan bahasa Indonesia (Indonesian edition) © 2006 pada

Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature)

Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia. Telp.: +62-31-5472422; Faks.: +62-31-5459275

e-mail: momentum-cl@indo.net.id website: www.momentum.or.id

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)

Piper, John

Mendambakan Allah / John Piper, terj. Elifas Gani – cet. 1 – Surabaya: Momentum, 2008.

xv + 428 hlm.; 15,5 cm. ISBN 979-3292-05-9

1. Allah – Penyembahan dan Kasih. 2. Mendambakan Allah.

3. Sukacita – Aspek-aspek Religius – Kekristenan. 4. Pemujaan Allah.

2008 248.4–dc19

Cetakan pertama: Juni 2008

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab.

(3)

DAFTAR ISI

Prakata ix

Pendahuluan:

Bagaimana Saya Menjadi Seorang Hedonis Kristen 3 1. Kebahagiaan Allah: Fondasi bagi Hedonisme Kristen 19

2. Konversi: Penciptaan Seorang Hedonis Kristen 45 3. Penyembahan: Perayaan Hedonisme Kristen 73 4. Kasih: Jerih Payah Hedonisme Kristen 115

5. Kitab Suci: Bahan Bakar Hedonisme Kristen 153

6. Doa: Kuasa Hedonisme Kristen 171

7. Uang: Alat Bayar Hedonisme Kristen 203 8. Pernikahan: Acuan bagi Hedonisme Kristen 227

9. Misi: Pekik Perang dari Hedonisme Kristen 249 10. Penderitaan: Pengorbanan Hedonisme Kristen 285

Epilog: Mengapa Saya Menulis Buku Ini: Tujuh Alasan 329 Apendiks 1: Tujuan Allah di dalam Sejarah Penebusan 351 Apendiks 2: Apakah Alkitab Penuntun yang Dapat

Diandalkan untuk Sukacita Abadi? 367 Apendiks 3: Apakah Allah Kurang Mulia Karena

Menetapkan Adanya Kejahatan?

Jonathan Edwards tentang Ketetapan Ilahi 383 Apendiks 4: Lalu Bagaimana Seharusnya Kita

Memperjuangkan Sukacita? Suatu Garis Besar 403 Apendiks 5: Mengapa Menyebutnya Hedonisme Kristen? 419

Catatan tentang Bahan – Desiring God Ministries 425 Buku-buku Lain Karangan John Piper 427

(4)

PRAKATA

Ada sejenis sukacita dan rasa kagum yang membuat Anda serius.

C. S. LEWIS

Peperangan Terakhir

ni adalah sebuah buku yang serius tentang berbahagia di da-lam Allah. Ini tentang kebahagiaan karena itulah yang Pencipta kita perintahkan: “Bergembiralah karena TUHAN” (Mazmur 37:4).

Dan ini serius karena, seperti yang dikatakan Jeremy Taylor, “Allah mengancamkan hal-hal yang mengerikan jika kita tidak berbahagia.”

I

Para pahlawan dari buku ini adalah Yesus Kristus, yang “te-kun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia”; dan Rasul Paulus, yang “berdukacita, namun senantiasa bersukacita”; dan Jonathan Edwards, yang telah mengecap kenikmatan dari ke-mahakuasaan Allah; dan C. S. Lewis, yang mengetahui bahwa Tuhan “mendapati keinginan kita tidak begitu kuat melainkan ter-lalu lemah”; dan semua misionaris yang telah meninggalkan se-gala sesuatu demi Kristus dan pada akhirnya berkata, “Saya tidak merasa telah berkorban.”

Tujuh belas tahun telah berlalu sejak Mendambakan Allah muncul untuk pertama kalinya. Makna dari suatu kebenaran se-bagian dinilai oleh apakah setelah sekian lama, kebenaran itu me-miliki kuasa transformasi di dalam keadaan-keadaan yang sangat berbeda. Bagaimana dengan berita dari buku ini? Sejak edisi per-tamanya pada tahun 1986, tubuh saya telah menua dari tubuh yang berusia empat puluh tahun ke tubuh yang berusia lima pu-luh tujuh tahun. Pernikahan saya telah berkembang dari perni-kahan yang berusia tujuh belas tahun ke perniperni-kahan yang ber-usia tiga puluh empat tahun. Penggembalaan saya di Bethlehem Baptist Church telah berlanjut dari enam tahun ke hampir dua

(5)

Mendambakan Allah

puluh tiga tahun. Anak lelaki saya yang tertua telah bertumbuh dari bujangan berusia tiga belas tahun menjadi laki-laki dewasa berusia tiga puluh tahun dan telah menikah, menjadikan saya ka-kek dari dua cucu. Beberapa bulan lagi, keempat anak lelaki kami semuanya akan melewati masa usia belasan. Pada tahun 1986, tidak ada anak perempuan. Sekarang ada Talitha Ruth, yang kami adopsi pada usia sembilan minggu dalam bulan Desember 1995.

Dengan kata lain, banyak hal telah berubah. Namun tidak de-ngan komitmen saya terhadap berita dari buku ini. Ini adalah hidup saya. Bahwa Allah paling dimuliakan di dalam saya ketika saya paling dipuaskan di dalam Dia terus-menerus menjadi kebe-naran yang spektakuler dan berharga di dalam pikiran dan hati saya. Kebenaran ini telah menopang saya ke dalam paruh abad kedua dari hidup saya, dan saya tidak ragu bahwa itu akan mem-bawa saya pulang ke rumah Bapa.

Saya telah menambahkan satu bab yang diberi judul “Pende-ritaan: Pengorbanan Hedonisme Kristen.” Sebagian alasannya alkitabiah, sebagian lagi global, dan sebagian lagi bersifat otobio-grafi. Secara alkitabiah, sangat jelas bahwa Allah telah menetap-kan penderitaan bagi semua anak-anak-Nya: “Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara” (Kisah Para Rasul 14:22). “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya” (2 Timotius 3:12).

Secara global, sudah semakin nyata bahwa pendirian yang tegas bagi keunikan Kristus yang disalibkan, belum lagi pengge-napan Amanat Agung di antara orang-orang yang memusuhi, akan meminta penderitaan dan para martir dari gereja. Dunia se-telah tragedi WTC 11 September diwarnai dengan teror. Jika He-donisme Kristen memiliki kredibilitas, maka HeHe-donisme Kristen harus memberikan pertanggungjawaban atas dirinya di dalam du-nia yang ketakutan dan menderita ini. Ditambah lagi, saya sema-kin terpukau ke dalam pengalaman Rasul Paulus yang dilukiskan dalam kata-kata ini: “berdukacita, namun senantiasa bersukacita” (2 Korintus 6:10).

Secara otobiografi, tahun-tahun sejak edisi pertama dari Men-dambakan Allah itu adalah tahun-tahun yang paling keras. Tubuh saya menua dan banyak kekeliruan terjadi. Kami menda-pati pernikahan kami penuh dengan pergumulan yang dalam

(6)

ke-Prakata

xi

tika kami memasuki usia paruh baya. Kami berhasil melewatinya. Namun kami tidak akan melupakan kegelisahan dari tahun-tahun itu. Kami tidak merasa malu untuk mencari pertolongan. Allah baik kepada kami. Menapaki dekade keenam dari kehidupan dan dekade keempat dari pernikahan, akar-akarnya telah tertanam dalam, janjinya teguh, kasihnya manis. Hidup itu keras namun Allah itu baik.

“Pernikahan” yang lain di dalam hidup saya (dengan Beth-lehem Baptist Church) merupakan campuran dari sakit hati dan sukacita. Dapatkah begitu banyak kehancuran dan begitu banyak kesenangan berdampingan di dalam satu komunitas dan satu jiwa? Dapat. Rasul Paulus membicarakan satu realitas penggem-balaan yang mendalam ketika ia mengatakan, “Jika kami mende-rita, hal itu menjadi penghiburan dan keselamatan kamu” (2 Ko-rintus 1:6). Namun ada satu sukacita yang tanpa melaluinya para pemimpin jemaat tidak dapat menjadi keuntungan bagi jemaat mereka (Ibrani 13:17). Dengan penuh belas kasihan, Allah telah memeliharanya selama dua puluh dua tahun. Dan kebenaran dari buku ini telah menjadi sarana-Nya.

Selama tujuh belas tahun sejak Mendambakan Allah ini per-tama kali muncul, saya telah menguji dan menerapkan visi buku ini dalam hubungan yang lebih dengan hidup dan pelayanan dan Allah. Semakin saya melakukannya, semakin saya diyakinkan bahwa dia akan mengemban semua beban yang saya letakkan padanya.1 Semakin saya renungkan dan semakin saya melayani

dan semakin saya hidupi, semakin nyata semua cakupan visi ten-tang Allah dan hidup dalam buku ini.

1 Jika Anda menghendakinya, Anda dapat menguji hal ini sendiri dengan

mencari nasihat dari buku-buku yang di dalamnya telah saya coba terapkan visi dari buku ini kepada natur Allah (The Pleasures of God, Multnomah, 2000 [edisi bahasa Indonesia, Kesukaan Allah, akan diterbitkan oleh Penerbit Momentum]); daya tarik dan kebanggaan berkhotbah (The Supremacy of God in Preaching, Baker, 1990 [edisi bahasa Indonesia, Supremasi Allah dalam Khotbah, akan diterbitkan oleh Penerbit Momentum]); kuasa dan harga dari penginjilan dunia (Let the Nations Be Glad, Baker, 2003); makna dari pernikahan (What’s the Difference?, Crossway, 1990); peperangan sehari-hari dengan ketidakpercayaan dan dosa (The Purifying Power of Living by Faith in Future Grace, Multnomah, 1995); disiplin rohani dari puasa dan doa (A Hunger for God, Crossway, 1997), ratusan artikel praktis mengenai hidup dan budaya (A Godward Life, Books One and Two, Multnomah, 1997, 1999), dan panggilan yang radikal untuk pelayanan pastoral (Brothers, We Are Not Professionals, Broadman & Holman, 2002).

(7)

Mendambakan Allah

Semakin saya menua, semakin saya diyakinkan bahwa Nehe-mia 8:10 [NIV, NKJV] itu penting untuk hidup dan mati yang

nya-man, “Sukacita dari TUHAN … adalah kekuatanmu.” Tatkala kita

menua dan tubuh kita melemah, kita harus belajar dari pendeta Puritan Richard Baxter (yang meninggal tahun 1691) untuk meng-gandakan upaya kita mencari kekuatan dari sukacita rohani, bukan dari pasokan yang alami. Ia berdoa, “Kiranya Allah yang Hidup, yang merupakan bagian dan perhentian dari orang-orang kudus, membuat pikiran jasmani menjadi rohani, dan hati dunia-wi kami menjadi sorgadunia-wi, yang mengasihi-Nya, dan bersuka di da-lam Dia, dapat menjadi karya dari hidup kami.”2 Ketika bersuka

di dalam Allah merupakan karya dari hidup kita (yang saya sebut Hedonisme Kristen), akan ada kekuatan batin untuk pelayanan kasih sampai akhir.

J. I. Packer melukiskan kekuatan ini di dalam kehidupan Baxter: “Pengharapan akan sorga memberinya sukacita, dan su-kacita memberinya kekuatan, dan dengan demikian, seperti John Calvin sebelum dia dan George Whitefield setelah dia (dua contoh yang dapat dibuktikan) dan, kelihatannya, seperti Rasul Paulus sendiri, … dia secara mengherankan dimampukan untuk terus bekerja, mencapai lebih dari yang rasanya mungkin dicapainya di dalam satu kurun waktu hidup.”3

Namun pencarian sukacita di dalam Allah itu bukan hanya memberikan kekuatan untuk bertahan, tetapi juga merupakan kunci untuk mematahkan kuasa dosa dalam perjalanan kita ke sorga. Matthew Henry, seorang pendeta Puritan juga, menulis de-mikian: “Sukacita dari Tuhan akan mempersenjatai kita dalam menghadapi serangan musuh-musuh rohani kita dan membuat mulut kita tidak berselera atas kesenangan-kesenangan yang me-rupakan umpan Si Pencoba pada kail-kailnya.4

Ini merupakan urusan besar tentang kehidupan – untuk “membuat mulut kita tidak berselera atas kesenangan-kesenang-an ykesenangan-kesenang-ang merupakkesenangan-kesenang-an umpkesenangan-kesenang-an Si Pencoba pada kail-kailnya.” Saya

2 Richard Baxter, The Saints’ Everlasting Rest (Grand Rapids, Mich.: Baker,

1978), 17, penegasan ditambahkan.

3 J. I. Packer, “Richard Baxter on Heaven, Hope dan Holiness,” dalam Alive to

God: Studies in Spirituality, ed. J. I. Packer dan Loren Wilkinson (Downers Grove, Ill.: InterVarsity, 1992), 165.

(8)

Prakata

xiii

tidak tahu cara lain untuk mendapatkan kemenangan jangka panjang atas dosa selain dengan suatu rasa tidak suka terhadap dosa karena suatu kepuasan yang lebih tinggi di dalam Allah. Satu dari banyak alasan buku ini masih “bekerja” setelah tujuh belas tahun adalah karena kebenaran ini tidaklah atau tidak akan berubah. Allah tetap sungguh memuaskan secara mulia. Hati ma-nusia tetap menjadi pabrik keinginan yang tiada henti. Dosa itu secara berkuasa dan mematikan tetaplah menarik. Peperangan berlanjut: di mana kita akan minum? Di mana kita akan berpes-ta? Oleh sebab itu, Mendambakan Allah masih merupakan suatu berita yang mendorong dan mendesak: Berpestalah menikmati Allah.

Saya tidak pernah lelah mengatakan dan menikmati kebenar-an bahwa hasrat Allah untuk dimuliakkebenar-an dkebenar-an hasrat kita untuk dipuaskan merupakan satu pengalaman di dalam tindakan pe-nyembahan yang meninggikan Kristus – memuji di tempat ibadah dan menderita di jalan-jalan. Baxter mengatakannya seperti ini:

Pemuliaan [Allah] atas diri-Nya dan penyelamatan atas umat-Nya bukanlah dua ketetapan pada pandangan Allah, melainkan satu ketetapan, untuk memuliakan kemurahan-Nya di dalam keselamatan mereka, walaupun kita boleh mengatakan bahwa yang satu merupakan tujuan dari yang lain: jadi saya pikir ten-tu keduanya harus ada bagi kita.5

Kita mendapat kemurahan; Dia mendapat kemuliaan. Kita mendapat kesukaan di dalam Dia; Dia mendapat penghormatan dari kita.

Jika Allah berkenan menggunakan buku ini untuk membang-kitkan seorang laki-laki atau perempuan di dalam barisan orang-orang kudus yang serius dan bersukacita yang telah mengilhami buku ini, maka kami yang telah bersukacita dalam penulisan dan publikasi buku ini akan lebih senang lagi dalam pertunjukan anu-gerah Allah. Tentunya ini telah menjadi suatu pekerjaan yang me-nyenangkan. Dan hati saya meluap ke banyak orang.

Steve Halliday telah meyakini buku ini dari awal. Jika ia tidak diminta untuk melihat khotbah-khotbah dalam tahun 1983, maka tidak akan ada Mendambakan Allah.

5 Richard Baxter, The Saints’ Everlasting Rest, diringkas oleh John T.

(9)

Mendambakan Allah

Saya tetap berutang kepada Daniel Fuller dalam semua yang saya lakukan. Di dalam kelasnya pada tahun 1968 inilah telah di-buat penemuan-penemuan kemungkinan perkembangan di masa depan. Dari dialah saya belajar cara untuk menggali emas, dan bukannya menyapu daun-daun kering, ketika saya membaca Ki-tab Suci. Ia tetaplah seorang sahabat dan guru yang berharga.

Carol Steinbach bersedia menangani indeks-indeks lagi dan memberikan perhatian editorialnya yang tajam pada buku ini. Saya tidak menganggap kesetiaan dari persahabatan itu lumrah.

Gereja yang saya kasihi dan layani telah mendengar bab-bab buku ini dalam bentuk khotbah jauh sebelumnya pada tahun 1983. Tentu saja sejak itu isinya telah bertambah berkali-kali lipat. Dan mereka tidak menyesalkan jerih lelah saya! Kemitraan yang saya nikmati bersama para penatua dan staf sungguh tidak ternilai. Masih ada satu bab yang masih harus ditulis, yaitu “Ke-setiakawanan dari Hedonisme Kristen.” Kiranya Roh Kudus sendi-ri yang menulisnya pada loh-loh hati kita!

Lebih dari siapa pun, di bawah Allah, edisi baru ini berutang pada jerih lelah Justin Taylor, yang bekerja berdampingan dengan saya dalam Desiring God Ministries. Justin menelusuri seluruh naskah, membuat ratusan usulan untuk koreksi, pembaruan, pe-nambahan, pengurangan, dan penjelasan. Saya tidak akan dapat melakukan ini tanpa pertolongannya. Dan, agar tidak berlalu tan-pa disebutkan, saya tidak akan datan-pat melakukannya tantan-pa Noël. Ia mendukung di dalam banyak cara sehingga saya bersandar pa-danya seperti daya tarik bumi dan oksigen. Kita harus lebih sering bersyukur untuk hal-hal ini.

Akhirnya, sepatah kata untuk ayah saya. Kata-kata kenangan yang saya tulis pada tahun 1986 lalu masih tetap benar tujuh belas tahun kemudian. Saya menoleh empat puluh lima tahun ke belakang dan melihat Ibu di meja makan, tertawa begitu keras se-hingga air matanya menitik melalui wajahnya. Ibu adalah seorang perempuan yang bahagia. Namun terutama ketika Ayah pulang pada hari Senin. Ayah telah pergi selama dua minggu. Atau ka-dang kala tiga atau empat minggu. Ibu akan berseri-seri pada Senin pagi ketika Ayah pulang.

Di meja makan pada malam itu (ini merupakan waktu-waktu paling bahagia di dalam kenangan saya) kami mendengar keme-nangan-kemenangan Injil. Tentu lebih mengasyikkan menjadi

(10)

Prakata

xv

putra seorang penginjil ketimbang duduk bersama para ksatria dan pahlawan perang. Seiring saya beranjak dewasa, saya melihat lebih banyak luka-luka. Namun Ayah, engkau menghindarkan saya dari melihat banyak dari luka-luka itu sampai saya sudah cukup matang untuk “menganggap itu semua sukacita.” Betapa kudus dan membahagiakannya hidangan-hidangan pada hari-hari Senin itu. Oh, betapa bahagianya memiliki Ayah di rumah kala itu!

John Piper 2003

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa calon siswa baru yang dinyatakan diterima dalam surat keputusan ini dianggap mampu dan memenuhi syarat untuk menjadi siswa MTs Negeri 5 Sleman Tahun

Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada

AryH.. membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun kolektif, agar guru-guru lebih mengerti dan lebih efektif dalam

Selain tempat pengajian sarana yang digunakan dalam pelaksanan pengajian di Majelis ar-Ridho adalah kitab Ihyâ’ Ulûm ad-Dîn dimiliki guru dan sebagian pesertanya

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LPPD) Desa Kapencar Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo Tahun 2017, ini merupakan bahan evaluasi dan tolok ukur

Kenyataan ini telah serba sedikit menggembirakan saya, kerana sejak dahulu lagi telah saya ketahui, skim- skim pelaburan yang dijalankan di internet ini sebenarnya adalah merupakan

diversifikasi usahatani padi dan ternak itik pedaging, kontribusi pendapatan dari usaha ternak itik pedaging terhadap pendapatan rumah tangga petani dan

Guru mampu merumuskan tindakan yang dapat dilakukan dalam pengembangan praktik pekerjaan sosial/perawatan sosial Profesional Menguasai materi,struktur,konsep,dan pola