• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI DISKUSI TIPE SYNDICATE GROUP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI DISKUSI TIPE SYNDICATE GROUP"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

i

TAHUN AJARAN 2015/ 2016

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Asih Kurniawati NIM 11108244095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

dengan baik.” (Paul W. Swets)

(6)

vi

telah diberikan oleh-Nya dan mengharap ridha-Nya, karya ini penulis persembahkan kepada:

1) Kedua orang tua yang telah memberikan doa, semangat, dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2) Almamater PGSD FIP Universitas Negeri Yogyakarta. 3) Agama, nusa, dan bangsa.

(7)

vii Oleh Asih Kurniawati NIM 11108244095

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan proses pembelajaran keterampilan berbicara melalui diskusi tipe syndicate group siswa kelas V SD Negeri Krembangan Panjatan Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/ 2016 dan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara melalui diskusi tipe syndicate group siswa.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model siklus yang dilakukan secara berulang dan berkelanjutan. Subjek penelitian ini adalah siswa yang berjumlah 17 siswa dan objeknya adalah keterampilan berbicara siswa. Metode pengumpulan data dilakukan melalui observasi. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada proses pembelajaran berbicara menggunakan metode diskusi tipe syndicate group dengan langkah-langkah pelaksanaan yaitu: guru mengemukakan masalah, guru membagi siswa dalam kelompok syndicate group, siswa melakukan diskusi kelompok, setiap kelompok melaporkan hasil diskusi, dan guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi. Peningkatan tersebut terlihat dari siswa dapat bekerja sama melakukan diskusi, bertanggung jawab memberikan gagasan, dan berpartisipasi dalam menyimpulkan hasil diskusi. Pada siklus I siswa kurang bekerjasama dengan teman sekelompok dalam berdiskusi, maka dilanjutkan pada siklus II. Peningkatan keterampilan berbicara siswa rata-rata meningkat dari kondisi awal rata 59.70% dengan kategori kurang. Pada pada siklus I nilai rata-rata yang diperoleh yaitu 61.46% termasuk kategori cukup. Sedangkan, pada siklus II nilai rata-rata yang diperoleh yaitu 71,54% termasuk kategori baik.

(8)

viii

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat dan pejuang akhir zaman.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat pada umumnya. Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini mendapat bimbingan, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini, antara lain:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan menimba ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta dalam mewujudkan masa depan.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan kesempatan dalam penelitian ini.

3. Ketua Jurusan PSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memotivasi peneliti.

4. Ibu Dra. Murtiningsih, M.Pd. dan Ibu Aprilia Tina Lidyasari, M. Pd, yang telah membimbing dan memotivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi.

5. Bapak Drs Purwono, PA. M.Pd sebagai pembimbing akademik dalam menyelesaikan studi di PGSD FIP UNY.

6. Kepala Sekolah SD N Krembangan Panjatan Kulon Progo yang telah memberikan izin dalam penelitian ini.

7. Ibu guru dan siswa kelas V yang telah memberikan informasi dalam menyusun skripsi.

8. Seluruh dosen PGSD FIP UNY yang telah memberikan banyak bekal ilmu dan inspirasinya.

9. Teman-teman kelas D angkatan 2011, dari kalian semua juga penulis banyak mendapat pengalaman berharga yang menginspirasi.

(9)

ix

Terima kasih atas bantuan semua pihak semoga menjadi amal ibadah dan mendapat balasan dari Allah Swt.

Yogyakarta, 27 Januari 2016 Penulis

(10)

x

HALAMAN JUDUL. ... i

HALAMAN PERSETUJUAN. ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN. ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN. ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI. ... x

DAFTAR TABEL. ... xiii

DAFTAR GAMBAR. ... xiv

DAFTAR DIAGRAM BATANG ... xv

DAFTAR LAMPIRAN. ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 6 C. Batasan Masalah... 7 D. Rumusan Masalah ... 7 E. Tujuan Penelitian ... 7 F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Keterampilan Berbicara... 9

1. Pengertian Berbicara ... 9

2. Tujuan Berbicara ... 11

3. Jenis-jenis Berbicara ... 12

4. Unsur-unsur Berbicara yang Baik ... 14

5. Aspek Berbicara dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di SD ... 14

6. Perkembangan Berbicara dan Berbahasa ... 16

(11)

xi

1. Pengertian Metode Diskusi ... 22

2. Pengertian Metode Diskusi Tipe Syndicate Group ... 26

3. Kegunaan Metode Diskusi ... 27

4. Kelebihan Diskusi Tipe Syndicate Group ... 28

5. Langkah-langkah Keterampilan Berbicara melalui Diskusi Syndicate Group ... 29

C. Karakteristik Siswa Kelas V SD ... 29

D. Kerangka Pikir... 30

E. Hipotesis Tindakan ... 32

F. Definisi Operasional Variabel... 32

1. Keterampillan Berbicara ... 32

2. Metode Diskusi Tipe Syndicate Group ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 35

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 35

C. Setting Penelitian ... 35

D. Desain Penelitian ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 41

F. Instrumen Penelitian... 42

G. Teknik Analisis Data ... 44

H. Indikator Keberhasilan ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 46

A.Hasil Penelitian………... 46

B.Pembahasan... 74

(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA .…... 78 LAMPIRAN ... 80

(13)

xiii

Tabel 2. Rubrik Penilaian Keterampilan Berbicara Siswa ... .. 44 Tabel 3. Kriteria Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V……….. 45 Tabel 4. Rentang Skor Persentase Observasi Aktifitas Siswa ... .. 46 Tabel 5. Rekapitulasi Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

pada Kondisi Awal ... . 47 Tabel 6. Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Siswa

pada Kondisi Awal ... .. 48 Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Keterampilan Berbicara Siswa pada Siklus I ... .. 54 Tabel 8. Rekapitulasi Data Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara

pada Siklus I ... .. 55 Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Siswa

pada Siklus II ... . 62 Tabel 10. Rekapitulasi Data Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara

pada Siklus I ... .. 63 Tabel 11. Rekapitulasi Data Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara

pada Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II ... .. 64 Tabel 12. Distribusi Peningkatan Keterampilan Berbicara Kondisi Awal……. 65 Tabel 13. Distribusi Peningkatan Unsur-unsur Keterampilan Berbicara

pada Kondisi Awal ... .. 66 Tabel 14. Distribusi Peningkatan Unsur-unsur Keterampilan Berbicara

pada Kondisi Awal ... .. 67 Tabel 15. Distribusi Peningkatan Unsur-unsur Keterampilan Berbicara

pada Siklus I ... .. 69 Tabel 16. Distribusi Peningkatan Unsur-unsur Keterampilan Berbicara

pada Siklus II ... .. 70 Tabel 17. Distribusi Unsur-unsur Peningkatan Keterampilan Berbicara ... .. 72 Tabel 18. Distribusi Peningkatan Aspek-aspek Keterampilan Berbicara

(14)

xiv

(Syndicate Group)…... 28

Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir Peningkatan Keterampilan

Berbicara Siswa melalui Diskusi Tipe Syndicate Group ... .. 32 Gambar 3. Proses Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan

Mc. Targgart tahun 2010…... 35

(15)

xv

Diagram Batang 1. Keterampilan Berbicara pada Kondisi Awal…... 48 Diagram Batang 2. Peningkatan Keterampilan Berbicara pada Siklus I... 56 Diagram Batang 3. Rata-rata Keterampilan Berbicara

melalui Metode Diskusi Syndicate Group pada Siklus II... 65 Diagram Batang 4. Rata-rata keterampilan berbicara

melalui Metode Diskusi Tipe Syndicate Group..... 66 Diagram Batang 5. Unsur-unsur Keterampilan Berbicara pada Kondisi Awal.... 69 Diagram Batang 6. Unsur-unsur Keterampilan Berbicara pada Siklus I... 72 Diagram Batang 7. Unsur-unsur Keterampilan Berbicara pada Siklus II... 71 Diagram Batang 8. Unsur-unsur Keterampilan Berbicara…... 73

(16)

xvi

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan PTK…... 81 Lampiran 2. Kisi-kisi Keterampilan Berbicara... 82 Lampiran 3. Rubrik Keterampilan Berbicara... 83 Lampiran 4. Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

SD Negeri Krembangan pada Kondisi Awal... 84

Lampiran 5. Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

SD Negeri Krembangan pada Siklus 1 Pertemuan1... 86 Lampiran 6. Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

SD Negeri Krembangan pada Siklus 1 Pertemuan 2... 88 Lampiran 7. Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

SD Negeri Krembangan pada Siklus 1 Pertemuan 3... 90 Lampiran 8. Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

SD Negeri Krembangan pada Siklus 2 Pertemuan 1... 92 Lampiran 9. Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

SD Negeri Krembangan pada Siklus 2 Pertemuan 2... 94 Lampiran 10. Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

SD Negeri Krembangan pada Siklus 2 Pertemuan 3... 96 Lampiran 11. Rekapitulasi Hasil Observasi Keterampilan Berbicara

Siswa Kelas V SD Negeri Krembangan……… 98 Lampiran 12. Hasil Penilaian Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

SD Negeri Krembangan Pada Kondisi Awal... 100 Lampiran 13. Hasil Penilaian Keterampilan Berbicara Kelas V

SD Negeri Krembangan Pada Siklus I Pertemuan I... 101 Lampiran 14. Hasil Penilaian Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

SD Negeri Krembangan Pada Siklus I Pertemuan II... 102 Lampiran 15. Hasil Penilaian Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

SD Negeri Krembangan Pada Siklus I Pertemuan III... 103 Lampiran 16. Hasil Penilaian Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

(17)

xvii

Lampiran 18. Hasil Penilaian Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V

SD Negeri Krembangan Pada Siklus II Pertemuan III... 106

Lampiran 19. RPP Siklus I... 107

Lampiran 20. RPP Siklus II... 113

Lampiran 21. Hasil diskusi siswa... 119

Lampiran 22. Foto Kegiatan Siswa saat Pembelajaran... 122

Lampiran 23. Surat Pernyataan Expert Judgement RPP... 124

Lampiran 24. Surat Pernyataan ExpertJudgement instrument... 125

Lampiran 25. Surat Permohonan Expert Jugment Intrumen Penelitian... 126

Lampiran 26. Surat Keterangan Penelitian dari SD... 127

Lampiran 27. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas... 128

Lampiran 28. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Pemerintah DIY... 129

Lampiran 29. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Pemerintah Kab. Kulon Progo... 130

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan interaksi antar manusia yang tidak dapat dipisahkan. Komunikasi berlangsung dalam lingkungan tertentu, dengan komunikasi manusia dapat melangsungkan suatu kegiatan. Dalam dunia pendidikan khususnya Sekolah Dasar juga memerlukan kegiatan dan proses komunikasi untuk memperlancar pembelajaran. Salah satunya interaksi komunikasi antara guru dengan muridnya. Jika komunikasi guru dilakukan dengan baik, maka siswa akan lebih mudah untuk menyerap materi yang disampaikan. Komunikasi yang digunakan perlu adanya bahasa.

Keterampilan berbahasa manusia dapat berkembang di lingkungan tempat tinggalnya. Menurut Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin (2013: 84), bukan hanya bahasa verbal yang digunakan manusia, melainkan juga bahasa nonverbal. Bahasa verbal yaitu berbicara dengan orang lain untuk menyampaikan sebuah pesan. Sedangkan, bahasa nonverbal yaitu gerakan tangan, ekspresi wajah, gerak tubuh, dan sebagainya. Bahasa verbal dan nonverbal tidak disadari selalu dilakukan manusia secara bersamaan. Bahasa digunakan untuk berbicara disekolah, seperti halnya saat guru menjelaskan materi terkadang guru melakukan gerakan tangan dan ekspresi wajah. Meski digunakan dalam pembelajaran, keterampilan berbahasa lebih diperhatikan untuk menunjang proses belajar mengajar. Keterampilan berbahasa tersebut menunjang siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Jika siswa aktif maka keterampilan berbicara akan terlatih.

(19)

2

Bahasa yang digunakan yaitu bahasa Indonesia. Menurut Khaerudin Kurniawan (2012: 4), bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi bangsa Indonesia, baik lisan maupun tulisan. Dengan demikian, bahasa sebagai alat dalam berkomunikasi dengan orang lain termasuk di Sekolah. Lingkungan Sekolah dapat dijadikan tempat untuk belajar bahasa yang baik selain bahasa yang digunakan di rumah maupun di masyarakat. Semakin sering berlatih menggunakan bahasa, maka akan terampil dalam keterampilan berbahasa.

Keterampilan berbicara di Sekolah berperan penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Keterampilan berbicara harus dikuasai oleh para siswa Sekolah Dasar karena keterampilan berbicara tidak terlepas dari proses pembelajaran di kelas. Keterampilan berbicara melatih siswa untuk bertanya dan mengeluarkan ide atau gagasannya. Keterampilan berbicara siswa dapat dikembangkan jika siswa berlatih tanpa berlatih keterampilan siswa tidak berkembang.

Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Menurut Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuchdi (1999: 244), keterampilan berbicara tersebut mencakup unsur kebahasaan dan nonkebahasaan. Unsur kebahasaan yaitu tekanan, ucapan, nada dan irama, persendian, kosa kata atau diksi, dan struktur kalimat yang digunakan. Sedangkan, unsur nonkebahasaan yaitu kelancaran, pengungkapan materi wacana, keberaniaan, keramahan, ketertiban, semangat, sikap, dan perhatian. Permasalahan di Sekolah yang sering terjadi bahwa keterampilan berbahasa masih kurang mendapat perhatian, seperti dikutip dari pendapat Haryadi dan Zamzami (1997: 1), bahwa pengajara n keterampilan berbahasa di Sekolah Dasar kurang menekankan pada praktik berbahasa. Siswa lebih banyak menguasai

(20)

3

pengetahuan bahasa dari pada keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa yang diajarkan guru lebih banyak teori dari pada praktik langsung. Siswa yang kurang berani dan kurang menguasai topik akan merasa takut untuk mengeluarkan ide atau gagasannya, sehingga siswa kurang terampil dalam keterampilan berbicara. Berdasarkan unsur-unsur yang disebutkan beberapa diantaranya sesuai dengan kriteria siswa kelas V SD Negeri Krembangan yang kurang menguasai unsur kebahasaan dan nonkebahasaan. Terbukti selama ini guru sering menyuruh siswa untuk mengeluarkan ide atau gagasan, namun siswa menjawab dengan 3 atau 5 kata dalam kegiatan berbicara. Pada masa perkembangan siswa umur 10-11 tahun kata yang mampu disampaikan mencapai ribuan. Keterampilan berbicara dapat terampil jika seseorang berlatih terus menerus. Orang yang berbicara tanpa disadari setiap harinya, kapan pun dan di mana pun, sehingga komunikasi yang disampaikan banyak. Menurut ahli komunikasi seseorang mampu memproduksi kata 1.000– 8.000 kata setiap harinya (Daeng, dkk. 2011: 24).

Keterampilan berbicara siswa meski di kelas aktif namun pelafalan, kosa kata, dan struktur kalimat yang digunakan siswa masih rendah. Siswa kurang memahami pelafalan, kosa kata, dan struktur kalimat, sehingga dalam penggunaannya kurang tepat. Terkadang saat proses belajar mengajar siswa menggunakan dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa, sehingga siswa kurang terampil dalam menempatkan bahasa yang digunakan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas V SD Negeri Krembangan pada hari Jumat tanggal 10 April 2015 ada 9 siswa dari 17 siswa yang masih rendah dalam keterampilan berbicara. Terbukti siswa lebih senang berbicara

(21)

4

diluar kelas dari pada berbicara pada saat proses pembelajaran. Dalam pembelajaran masih ada siswa yang masih kurang terampil dalam berbicara di kelas. Dibuktikan dengan siswa yang diam ketika tidak paham dan mereka tidak bertanya. Saat berbicara siswa kurang jelas dalam melafalkan kosa kata. Keterampilan berbicara siswa kurang terampil karena guru lebih banyak berbicara dari pada siswa. Hal tersebut menyebabkan tidak semua siswa terampil dalam berbicara. Siswa yang dapat mengeluarkan ide atau gagasan 9 dari 17 siswa, meskipun mereka hanya dapat mengeluarkan beberapa kata. Sedangkan, 8 dari 17 siswa lainnya mereka ada yang kurang berani mengemukakan ide atau gagasan saat ditanya, tidak bisa tetapi tidak bertanya, dan tidak paham tetapi bermain mengganggu teman di kelas. Banyak siswa yang kurang memerhatikan guru pada saat pembelajaran berbicara.

Terkait keterampilan berbicara siswa yang masih rendah itu disebabkan siswa kurang berkonsentrasi. Metode yang digunakan guru kurang menarik siswa untuk aktif berbicara, sehingga siswa lebih senang berbicara dengan temannya pada proses pembelajaran. Komunikasi yang kurang dilakukan siswa membuat siswa senang bermain, baik bermain di lingkungan luar maupun bermain game. Sebagian besar anak lebih senang bermain game online baik di handphone maupun di komputer. Anak yang bermain game terkadang lupa waktu. Jika anak bermain dengan teman maka anak akan sering berkomunikasi. Keterampilan berbicara anak akan terampil dan berkembang. Perkembangan keterampilan berbicara siswa kelas V Sekolah Dasar atau berumur 10-11 tahun menurut Allen, K.Eileen & Marotz, Lynn R (2010: 208), perkembangan berbicara untuk kelas tinggi Sekolah Dasar

(22)

5

seperti: dapat menguasai bahasa, senang berbicara dan berargumentasi, menggunakan struktur bahasa yang lebih panjang dan kompleks, menguasai dalam menyusun kalimat sesuai dengan kaidah, menguasai kosa kata yang komplek, menjadi pendengar yang suka berpikir, mengerti bahwa kalimat dapat memiliki arti yang bertujuan, memahami konsep ironi dan sarkasme, menguasai beberapa gaya bahasa.

Dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa, peneliti dan guru sepakat menggunakan salah satu metode diskusi tipe syndicate group karena metode tersebut belum pernah diterapkan. Menurut JJ Hasibuan dan Moedjiono (2006: 20),

syndicate group adalah suatu kelompok yang ada di kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3 – 6. Diskusi tipe syndicate group dapat membuat siswa berbicara dengan teman pada saat berdiskusi dan bertanya saat kurang paham. Metode diskusi tipe syndicate group akan membuat siswa lebih aktif dari pada guru. Keaktifan siswa akan berpengaruh dengan keterampilan berbicara. Dengan demikian, untuk dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa, maka salah satu alternatif untuk masalah tersebut yaitu dengan menggunakan metode diskusi tipe

syndicate group.

Metode diskusi memiliki beberapa jenis, salah satunya diskusi tipe syndicate group. Diskusi tipe syndicate group memiliki kelebihan diantaranya seperti siswa dapat belajar memecahkan masalah, berbagi pengalaman dengan teman, melatih siswa bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan oleh guru. Metode diskusi tersebut mudah untuk dilaksanakan karena sumber pembelajaran diskusi sudah disediakan oleh guru. Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam diskusi tipe

(23)

6

syndicate group yaitu guru harus menguasai materi dan menyiapkan sumber materi lain seperti buku, koran, majalah, dan lain-lain.

Beberapa masalah yang ada, penulis memberikan salah satu alternatif untuk keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Krembangan dengan menggunakan metode diskusi tipe syndicate group. Diharapkan siswa dapat menguasai keterampilan berbicara setelah melakukan diskusi tipe syndicate group. Penggunakan diskusi tipe syndicate group guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir kritis, memotivasi, berbagi pengalaman dalam diskusi, dan pelajaran yang diperoleh di Sekolah. Dengan demikian, keterampilan berbicara siswa kelas V dapat meningkat.

Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti mengadakan penelitian di SD Negeri Krembangan dengan judul “Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Diskusi Tipe Syndicate Group Siswa Kelas V di SD N Krembangan Panjatan Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.

1. Keterampilan berbicara siswa masih rendah terbukti dari 17 siswa ada 8 siswa yang kurang berani mengemukakan ide.

2. Siswa kurang dapat melafalkan kosa kata dengan jelas. 3. Siswa dalam menyusun kalimat belum sesuai dengan kaidah.

4. Keterampilan berbicara siswa yang masih rendah itu disebabkan kurangnya konsentrasi siswa pada saat pembelajaran.

(24)

7 C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka batasan masalah penelitian ini yaitu:

1. Keterampilan berbicara siswa masih rendah terbukti dari 17 siswa ada 8 siswa yang kurang berani mengemukakan ide.

2. Metode yang digunakan guru kurang menarik siswa untuk aktif berbicara. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam pembelajaran adalah, seperti berikut.

1. Bagaimana meningkatkan proses pembelajaran berbicara melalui diskusi tipe

syndicate group siswa kelas V SD Negeri Krembangan Panjatan Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/ 2016?

2. Bagaimana meningkatkan keterampilan berbicara melalui diskusi tipe syndicate group siswa kelas V SD Negeri Krembangan Panjatan Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/ 2016?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut.

1. Meningkatkan proses pembelajaran melalui diskusi tipe syndicate group siswa kelas V SD Negeri Krembangan Panjatan Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/ 2016.

(25)

8

2. Meningkatkan keterampilan berbicara melalui diskusi tipe syndicate group

siswa kelas V SD Negeri Krembangan Panjatan Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/ 2016.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peserta didik, pendidik, dan lembaga pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. sebagai berikut.

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi guru dan siswa dalam meningkatkan keterampilan berbicara.

2. Secara praktis a. Siswa

Diskusi tipe syndicate group dapat membuat siswa menjadi aktif dalam pembelajaran berbicara.

b. Guru

Bagi guru selaku pendidik, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi tentang inovasi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan dalam pembelajaran berbicara melalui diskusi tipe syndicate group.

c. Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan Sekolah dapat mengadakan workshop

sebagai sumber pelatihan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa melalui diskusi tipe syndicate group yang di sosialisasikan kepada guru.

(26)

9 BAB II KAJIAN TEORI A. Keterampilan Berbicara

1. Pengertian Berbicara

Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi. Seseorang akan menggunakan berbicara sebagai alat komunikasi dengan orang lain. Keterampilan berbicara yang dibahas yaitu untuk siswa Sekolah Dasar.

Pengertian keterampilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Sedangkan, dalam bidang bahasa keterampilan diartikan sebagai kesanggupan pemakaian bahasa untuk menanggapi secara betul stimulus lisan atau tulisan, menggunakan pola gramatikal dan kosa kata secara tepat, atau menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain. Keterampilan berbicara sebagai penunjang keberhasilan dalam mencapai pembelajaran. Oleh sebab itu, keterampilan berbicara dapat diajarkan sejak anak masuk sekolah. Tidak hanya itu saja peran orang tua juga dibutuhkan untuk mengajarkan keterampilan berbicara di rumah, sehingga kemampuan dan keterampilan berbicara anak lebih mahir.

Beberapa ahli bahasa mendefinisikan pengertian berbicara. Menurut Haryadi dan Zamzami (1996: 54), berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, dan isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain Depdikbud. Secara khusus Henry Guntur Tarigan dalam Haryadi dan Zamzami

(27)

10

(1996: 54), menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikuasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Sri Hastuti (1993: 68), berbicara atau berkomunikasi lisan sebagai peristiwa penyampaian maksud (ide, pikiran, dan isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan, sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Sedangkan, menurut Daeng Nurjamal, Warta Sumirat, dan Riadi Darwis (2011: 4), berbicara merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan secara lisan kepada orang lain.

Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi dengan mempergunakan suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang didalamnya terjadi pemindahan pesan dari satu sumber ke tempat yang lain. Dalam berkomunikasi tentu ada pihak yang berperan sebagai penyampai maksud dan penerima maksud agar komunikasi terjalin dengan baik, maka kedua pihak juga harus bekerja sama dengan baik. Kerja sama yang baik itu dapat diciptakan dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain (1) siapa yang diajak berkomunikasi; (2) situasi; (3) tempat; (4) isi pembicaraan; (5) media atau metode yang digunakan (Saleh Abbas, 2006: 83).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, berbicara adalah suatu perilaku manusia yang dilandasi dengan ide, pikiran, dan perasaan kemudian diekpresikan melalui lisan sebagai alat komunikasi. Agar komunikasi terjalin dengan baik, maka perlu memperhatikan faktor komunikasi. Faktor tersebut yaitu orang yang diajak berbicara, situasi, tempat dan isi pembicaraan. Dengan demikian, kedua pihak yang berbicara saling bekerja sama dengan baik.

Daeng Nurjamal, Warta Sumirat, dan Riadi Darwis (2011: 23), berbicara sebagai suatu keterampilan yang dapat dikuasai seseorang apabila berlatih. Tidak ada seseorang yang dapat terampil tanpa adanya proses belajar. Keterampilan

(28)

11

berbicara dapat terampil jika seseorang mau berlatih terus menerus tanpa disadari seseorang berbicara setiap harinya, kapan pun dan di mana pun, sehingga komunikasi yang disampaikan banyak. Menurut ahli komunikasi seseorang mampu memproduksi kata 1.000 – 8.000 kata setiap harinya (Daeng, dkk. 2011: 24).

Sabarti Akhadiah, dkk. (1991: 145), keterampilan berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang kompleks, di mana tidak hanya mencakup persoalan ucapan atau lafal dan intonasi. Berbicara yang menyangkut berbagai aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Sementara Menurut Djago Tarigan (1991: 145), keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistis. Dengan demikian, seseorang dapat dikatakan terampil berbicara apabila dapat menyampaikan gagasan, pikiran, dan perasaan secara lisan kepada orang lain.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara merupakan kemahiran seseorang untuk mengungkapkan pendapat, ide, atau gagasan melalui bahasa secara lisan. Siswa yang memperhatikan aspek kebahasaan dan non kebahasaan dalam pembelajaran di kelas akan terampil. Guru seharusnya memperhatikan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan sebagai acuan mengajar.

2. Tujuan Berbicara

Pada umumnya tujuan keterampilan berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan, atau menggerakkan pendengarnnya. Menurut Djago Tarigan (1991: 156), tujuan pembicara biasanya dapat dibedakan menjadi lima jenis, yakni: (1) berbicara menghibur; (2) berbicara menginformasikan; (3) berbicara menstimulus; (4) berbicara meyakinkan; dan (5)

(29)

12

berbicara menggerakkan. Sedangkan, menurut Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuchdi (1999: 54), secara umum tujuan pembicaraan yaitu: a) mendorong atau menstimulasi; b) meyakinkan; c) menggerakkan; d) menginformasikan; dan e) menghibur.

Berdasarkan beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan berbicara yaitu: mendorong atau menstimulasi; meyakinkan; menggerakkan; menginformasikan; dan menghibur. Seseorang tidak dapat melakukan berbicara tanpa adanya tujuan berbicara. Biasanya, seseorang berbicara dengan maksud untuk menginformasikan berita atau menghibur dengan mengobrol dengan seseorang yang dekat. Oleh sebab itu, tujuan berbicara menunjang keterampilan berbicara. 3. Jenis-jenis Berbicara

Jenis-jenis berbicara menurut Haryadi dan Zamzami (1996: 58), dibagi menjadi dua, di antaranya sebagai berikut:

1) Berbicara terapan atau fungsional (the speech art);

Berbagai model praktik berbicara untuk penekanan berbicara terapan atau fungsional antara lain:

a) Berbicara di muka umum seperti: pemberitahuan, perundingan, bujukan, dan kekeluargaan.

b) Berbicara pada konferensi seperti: diskusi, debat, dan prosedur parlementer. 2) Pengetahuan dasar berbicara (the speech science);

Pengetahuan ilmu berbicara sangat menunjang kemahiran serta keberhasilan untuk praktik berbicara dengan orang lain. Untuk itu diperlukan pendidikan berbicara (speech education) yang dapat mempermudah praktik berbicara.

(30)

13

Menurut Haryadi dan Zamzami (1996: 59), ada tiga konsep dasar pendidikan berbicara, seperti berikut.

1) Hal-hal yang berkenaan dengan hakikat atau sifat-sifat dasar ujaran.

2) Hal-hal berhubungan dengan proses intelektual yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan berbicara.

3) Hal-hal yang memudahkan seseorang untuk mencapai keterampilan berbicara. Dengan kata lain, berbicara dapat ditinjau dari seni dan ilmu. Kedua jenis tersebut mempermudah praktik bebicara baik di sekolah maupun di masyarakat. Diskusi yang diterapkan di Sekolah dapat melatih keterampilan berbicara siswa. Menurut Logan, dkk. dalam Djago Tarigan (1991: 156), setiap situasi menuntut keterampilan berbicara tertentu. Situasi tersebut dibedakan menjadi dua yaitu informal dan formal.

Jenis- jenis kegiatan berbicara informal meliputi: (1) tukar pengalaman; (2) percakapan; (3) menyampaikan berita; (4) menyampaikan pengumuman; (5) bertelepon; dan (6) memberi petunjuk menurut Logan, dkk. dalam Djago Tarigan (1991: 156). Di samping kegiatan berbicara informal, ada pula kegiatan

berbicara formal. Jenis-jenis kegiatan berbicara formal tersebut mencakup: (1) ceramah; (2) perencanaan dan penilaian; (3) interview; (4) prosedur

parlementer; dan (5) bercerita menurut Logan, dkk. dalam Djago Tarigan (1991: 156). Sedangkan, menurut Haryadi dan Zamzami (1996: 61), berikut ini jenis-jenis berbicara dengan berbagai kegiatan berbicara, yaitu: 1) bercerita; 2) berdialog; 3) berpidato; dan 4) diskusi.

(31)

14

Berdasarkan beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis berbicara antara lain: bercerita, berdialog, berpidato, diskusi, bertukar pengalaman, dan percakapan. Jenis-jenis tersebut penunjang kemahiran dan keberhasilan dalam kegiatan berbicara dengan orang lain. Jenis berbicara dapat mempermudah siswa dalam melatih keterampilan berbicara.

4. Unsur-unsur Berbicara yang Baik

Burhan Nurgiyantoro (2010: 420), mengemukakan kriteria berbicara yang baik seperti: keakuratan dan keaslian gagasan, kemampuan berargumentasi, keruntutan penyampaian gagasan, pemahaman, ketepatan kata, ketepatan kalimat, ketepatan stile penuturan dan kelancaran. Pandapat lain dari Sardjono (2005: 2), agar komunikasi informasi dapat berlangsung dengan baik ada empat komponen yang harus berfungsi dengan baik, yaitu (1) suara, (2) artikulasi, (3) kelancaran, dan (4) kemampuan berbahasa. Jika salah satu dari beberapa komponen tersebut tidak berfungsi dengan baik dapat menyebabkan terjadinya gangguan komunikasi (Communication disorders). Berdasarkan teori yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur berbicara yang baik yaitu keruntutan penyampaian gagasan, pemahaman, suara, artikulasi, kelancaran, dan kemampuan berbahasa.

5. Aspek Berbicara dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

Guru SD bertanggung jawab melatih keterampilan berbicara siswa. Pelatihan siswa dilakukan pada proses belajar mengajar dalam semua pokok bahasan Bahasa Indonesia. Namun, agar pelatihan dapat berlangsung sesuai rencana, maka guru perlu menyusun tujuan yang mengacu untuk melatih keterampilan berbicara siswa. Dalam melatih siswa, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu aspek kebahasaan dan

(32)

15

nonkebahasaan. Pembelajaran keterampilan berbicara perlu memperhatikan berbagai hal. Menurut Sabarti Akhadiah, dkk (1991: 154), hal-hal yang harus diperhatikan yaitu:

a. Pelafalan bunyi

Mengenai rumusan lafal Bahasa Indonesia bahwa ucapan atau lafal yang baku dalam Bahasa Indonesia adalah ucapan yang bebas dari ciri-ciri lafal daerah. b. Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme

Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme yang sesuai merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara dan suatu topik pembicaraan akan kurang menarik jika tidak sesuai.

c. Penggunaan Kata dan Kalimat

Dalam keterampilan berbicara perlu memperhatikan pilihan kata yang digunakan pada waktu mengomunikasikan sesuatu secara lisan.

d. Aspek nonkebahasaan tersebut mencakup: 1) Kenyaringan suara

Kenyaringan suara berkaitan dengan keras tidaknya suara yang dihasilkan. 2) Kelancaran

Kelancaran penyampaian pembicaraan dari awal sampai akhir dan mengerti apa yang akan dikatakan.

3) Sikap berbicara

Sikap saat berbicara berkaitan dengan rasa percaya diri siswa posisi tegak dan pandangan tidak menunduk atau pandangan ke atas.

4) Gerak-gerik dan mimik muka

Antara gerak tubuh dan mimik muka haruslah selaras, karena kedua hal tersebut saling berkaitan untuk mendukung suatu pernyataan dalam pembicaraan.

5) Santun berbicara

Santun berbicara berkaitan dengan penggunaan bahasa yang baik dengan memperhatikan siapa pendengarnya dalam berbicara.

Sri Hastuti (1993: 73), menambahkan bahwa dalam keterampilan berbicara perlu diperhatikan juga aspek-aspek yang dapat mempengaruhi keefektifan berbicara yaitu: (1) pelafalan atau pengucapan; (2) diksi (pilihan kata); (3) struktur kalimat; (4) intonasi. Sedangkan, aspek nonkebahasaan yaitu: (1) sikap wajar dan tenang; (2) pandangan terarah kepada lawan bicara (3) kesediaan menghargai pendapat orang lain; (4) gerak-gerak dan mimik yang tepat; (5) volume suara; (6) kelancaran dan kecepatan; (7) penalaran; (8) pengusaan topik.

(33)

16

Sedangkan, menurut Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuchdi (1999: 244), bahwa dalam menentukan penilaian aspek kebahasaan terdiri dari: (1) tekanan; (2) ucapan; (3) nada dan irama; (4) persendian; (5) kosa kata atau diksi; dan (6) struktur kalimat yang digunakan. Sedangkan, aspek nonkebahasaan terdari dari:

(1) kelancaran; (2) pengungkapan materi wacana; (3) keberaniaan; (4) keramahan; (5) ketertiban; (6) semangat; (7) sikap; (8) perhatian.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyederhanakan aspek kebahasaan yaitu: (1) pelafalan; (2) intonasi; (3) struktur kalimat; dan (4) kosakata. Sedangkan, aspek nonkebahasaan yaitu: (1) penguasaan topik; (2) kenyaringan suara; (3) kelancaran; dan (4) sikap berbicara. Semua yang disebutkan merupakan aspek keterampilan berbicara. aspek tersebut sebagai penunjang berjalannya diskusi dan sebagai intrumen aktivitas keterampilan berbicara siswa dan guru melalui metode diskusi tipe syndicate group.

6. Pekembangan Berbicara dan berbahasa

Menurut (Allen, K.Eileen & Marotz, Lynn R, 2010: 208), perkembangan berbicara untuk kelas tinggi Sekolah Dasar adalah:

1) Dapat menguasai bahasa

Bahasa yang digunakan masih diperlukan perbaikan meskipun hanya sedikit. 2) Senang berbicara dan berargumentasi

Sering tidak pernah berhenti dengan siapapun yang mau mendengarkan saat berbicara.

3) Menggunakan struktur bahasa yang lebih panjang dan kompleks

Saat sudah senang berbicara, maka bahasa yang digunakan akan lebih panjang dan banyak.

4) Semakin menguasai kosa kata yang komplek

Kosa kata yang dikuasai akan bertambah sebanyak 4000 sampai 5000 kata baru tiap tahun.

5) Menjadi pendengar yang suka berpikir

Pada saat mendengarkan pembicaraan orang lain, maka dia akan berpikir. Pemikiran tersebut melatih untuk dapat berpendapat.

(34)

17

6) Mengerti bahwa kalimat dapat memiliki arti yang bertujuan

Kalimat yang bertujuan itu digunakan untuk melaksanakan perkataan yang dikatakan.

7) Memahami konsep ironi dan sarkasme

Konsep ironi dan sarkasme mempunyai selera humor dan senang menceritakan lelucon, teka-teki, dan sajak untuk menghibur orang lain. Selain itu, sarkasme merupakan bahasa yang kasar.

8) Menguasai beberapa gaya bahasa

Gaya bahasa dapat berubah-ubah berdasarkan situasi yang dialami seperti gaya formal, gaya kasual dan gaya ungkapan populer dan kata rahasia.

Pendapat lain dari Rita Eka Izzaty (2008: 109), perkembangan bicara anak yaitu: a) bertambahnya kosa kata yang berasal dari berbagai sumber; b) anak akan berusaha mengerti komunikasi yang disampaikan; c) anak menggunakan keterampilan berbicara sebagai bentuk komunikasi; d) jika masa kanak-kanak awal anak suka mengobrol, maka kini banyaknya berbicara makin lama makin berkurang; e) anak perempuan berbicara banyak dari pada anak laki-laki; dan f) anak laki-laki berpendapat banyak berbicara kurang sesuai dengan perannya.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa perkembangan berbicara dan berbahasa anak antara lain: menguasai kosa kata dari beberapa sumber, senang berbicara (mengobrol dengan teman) dan beragurmentasi, menggunakan keterampilan berbicara sebagai bentuk komunikasi, dan dapat menguasai beberapa gaya bahasa. Perkembangan berbicara dan berbahasa yang telah disebutkan sesuai dengan perkembangan berbicara siswa kelas V SD.

(35)

18

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara

Menurut Haryadi dan Zamzami (1997: 56), faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara seperti berikut:

1) Faktor Fisik

Pada saat berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain kepala, tangan, dan mimik muka pun dimanfaatkan dalam berbicara.

2) Faktor Psikologis

Faktor psikologis memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kelancaran berbicara. Stabilitas emosi, misal: tidak saja berpengaruh terhadap kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.

3) Faktor Neorologis

Faktor neorologis yaitu jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh lain yang ikut dalam aktivitas berbicara. Dengan demikian, penyebab gangguan berbicara dapat dilihat dari keadaan neurologisnya.

4) Faktor Semantik

Faktor semantik yang berhubungan dengan makna. Perubahan makna adalah makna yang mengalami perkembangan. Perubahan makna menyangkut banyak hal, meliputi: pelemahan, pembatasan, penggantian, penggeseran, perluasan, dan kekaburan makna.

(36)

19 5) Faktor Linguistik

Faktor lingustik yang berkaitan dengan struktur bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu agar bermakna. Selain itu, faktor lingustik (kebahasaan) dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal itu sendiri terdari dari lingkungan keluarga. Sedangkan, faktor eksternal, terdiri dari lingkungan sosial yaitu teman sebaya.

Yunus Abidin (2012: 127-128), ide yang telah diolah oleh pembicara dengan menggunakan keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa yakni kemampuan linguistik yang diikuti oleh organis yang menggunakan organ tubuh penghasil bunyi secara optimal. Selain itu juga didukung oleh kemampuan psikologis dalam melakukan pembicaraan. Selanjutnya, pada praktik dilengkapi dengan kemampuan performa. Berdasarkan pendapat tersebut ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara. Beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut.

a. Kepekaan terhadap fenomena

Faktor ini berhubungan dengan keterampilan berbicara yang menjadikan sebuah fenomena sebagai sebuah sumber ide. Seorang pembicara yang baik akan menjadikan segala sesuatu yang ada di sekitarnya walaupun sekecil apapun. b. Kemampuan kognisi atau imajinasi

Pembicara yang baik akan mampu menentukan kapan ia menggunakan kemampuan kognisinya untuk menghasilkan pembicaraan dan kapan ia harus menggunakan imajinasinya.

(37)

20 c. Kemampuan berbahasa

Dalam faktor bahasa, pembicara yang baik hendaknya menguasai seluruh tataran lingustik dari fonem hingga semantik-pragmatik.

d. Kemampuan psikologis

Kemampuan psikologis berhubungan dengan kejiwaan pembicaraan. Seseorang yang mampu mengemas ide dengan baik bisa saja kurang mampu menyampaikan ide tersebut secara lisan karena terganggu karena tidak memiliki keberanian untuk berbicara.

e. Kemampuan performa

Seorang pembicara yang baik akan menggunakan berbagai gaya yang sesuai dengan kondisi, situasi, dan tujuan pembicaraan. Cara berbicara yang baik dan menarik pada saat berkomunikasi dengan seseorang. Penyampaian pesan dengan sarana suara mempunyai daya tarik tersendiri.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, dapat dinyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi berbicara yaitu faktor fisik, faktor linguistik, faktor neorologi, faktor sematik, faktor psikologis, faktor fenomena, faktor kognisi atau imajinasi, dan faktor performa. Faktor yang mempengaruhi keterampilan berbahasa yakni kemampuan linguistik menggunakan organ tubuh menghasilkan bunyi secara optimal. Selain itu, didukung oleh kemampuan psikologis dalam melakukan pembicaraan. Selanjutnya, pada praktik dilengkapi dengan kemampuan performa.

(38)

21 8. Langkah-langkah Keterampilan Berbicara

Tarigan dalam Retno Isnaeni (2011: 15), menyatakan bahwa langkah-langkah dalam berbicara seperti berikut.

a. Memilih pokok pembicaraan yang menarik hati.

Dalam memilih pokok pembicaraan yang perlu diperhatikan yaitu topik pembicaraanya agar tidak membosankan, sehingga dapat disenangi oleh pendengar.

b. Membatasi pokok pembicaraan.

Berbicara yang efektif yaitu menyampaikan pokok atau inti dari persoalan agar pendengar mudah paham yang dibicarakan.

c. Mengumpulkan bahan-bahan.

Bahan pembicaraan perlu dikumpulkan supaya materi yang disampaikan bermanfaat.

d. Menyusun bahan

Sebelum berbicara sebaiknya pembicara menyiapkan bahan yang akan disampaikan.

Berdasarkan langkah-langkah berbicara di atas, dapat dinyatakan bahwa berbicara memerlukan langkah-langkah untuk memilih pokok pembicaraan, membatasi pokok pembicaraan, mengumpulkan bahan-bahan, dan menyusun bahan. Langkah-langkah tersebut digunakan agar pembicaraan yang disampaikan dapat dipahami oleh pendengar. Dengan demikian, langkah-langkah berbicara dapat mempermudah informasi yang akan disampaikan dengan singkat, padat, dan jelas.

(39)

22 9. Pembelajaran Berbicara di SD

Terjadinya pembelajaran di kelas diawali dengan kegiatan guru memahami kurikulum, mengetahui karakteristik siswa, menentukan materi, memilih sumber dan alat peraga. Dalam kompetensi Bahasa Indonesia dikatakan bahwa fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Dengan demikian, seluruh warga sekolah dituntut untuk terampil berbahasa agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik. Menurut Saleh Abbas (2006: 85), bahwa komunikasi dapat berupa pikiran, gagasan, persetujuan, keinginan, penyampaian informasi, dan lain-lain. Perlu diperhatikan bahwa dalam penyampaian komunikasi terdapat aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Setelah guru memahami pembelajaran, maka implementasi akan berhasil. Dengan demikian, guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik.

B. Metode Diskusi Tipe Syndicate Group

1. Pengertian Metode Diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun berbagai pemecahan masalah menurut JJ. Hasibuan dan Moejiano (2006: 20). Metode diskusi dapat diartikan sebagai siasat “penyampaian” bahan ajar yang melibatkan siswa menjadi aktif untuk berbicara dan menemukan pemecahan masalah pendapat Mulyani Sumantri dan Johar Permana (1999: 144). Dalam metode diskusi siswa akan lebih aktif karena saat salah satu siswa berbicara, maka yang lainnya akan

(40)

23

mendengarkan. Metode diskusi lebih efektif untuk diterapkan pada saat pembelajaran.

Macam-macam diskusi ada 9 menurut JJ Hasibuan dan Moedjiono (2006: 20-22) di antaranya:

1) Whole group

Kelas merupakan satu kelompok diskusi. Whole group yang ideal apabila jumlah anggota tidak lebih dari 15 orang.

2) Buzz group

Satu kelompok besar dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri dari 4-5 orang. Tempat diatur agar siswa dapat bertatap muka dan bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi diadakan di tengah pelajaran atau di akhir pelajaran dengan maksud memahamkan bahan pelajaran. Hasil belajar diharapkan ialah agar setiap siswa dapat membandingkan pengertian, persepsi, informasi, dan interprestasi yang berbeda-beda, sehingga dapat dihindarkan dari kesalahan dan kekeliruan.

3) Panel

Suatu kelompok kecil dibagi menjadi 3-6 orang, mendiskusikan suatu objek tertentu. Duduk dalam suatu susunan semi melingkar dan dipimpin oleh moderator. Panel ini secara fisik dapat berhadapan dengan audience, dapat juga secara tidak langsung (misalnya panel di televisi) pada suatu panel yang murni,

(41)

24

4) Syndicate group

Suatu kelompok yang ada di kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri dari 3-6 orang. Setiap kelompok kecil melaksanakan tugas terentu. Guru menjelaskan garis besar masalah kepada siswa, untuk menggambarkan aspek-aspek masalah. Kemudian tiap-tiap kelompok (syndicate) diberi tugas untuk mempelajari suatu aspek tertentu. Guru menyediakan referensi atau sumber-sumber informasi yang lainnya.

5) Brain storming group

Kelompok menyumbangkan ide-ide baru tanpa dinilai segera. Setiap anggota kelompok mengeluarkan pendapatnya. Hasil belajar yang diharapkan ialah agar anggota kelompok belajar menghargai pendapat orang lain. Menumbuhkan rasa percaya pada diri dalam mengembangkan ide-ide yang ditemukannya dapat dianggap benar.

6) Symposium

Beberapa orang membahas tentang berbagai aspek dari suatu subjek tertentu, dan membacakan di muka peserta simposium secara singkat (5-20 menit). Kemudian diikuti dengan sanggahan dan pertanyaan dari para penyanggah, dan juga dari pendengar. Bahasan dan sanggahan itu selanjutnya, dirumuskan oleh panitia perumus sebagai hasil simposium.

7) Informal debate

Kelas dibagi menjadi dua tim besar dan mendiskusikan subjek yang cocok untuk diperdebatkan tanpa memerhatikan peraturan dalam debat formal. Bahan yang cocok diperdebatkan yaitu bersifat problematis bukan yang bersifat faktual.

(42)

25

8) Colloquium

Beberapa siswa sumber menjawab pertanyaan dari audience. Dalam kegiatan belajar mengajar, siswa mewawancarai orang sebagai sumber. Hasil yang diharapkan ialah siswa akan memperoleh pengetahuan dari orang pertama.

9) Fish bowl

Beberapa orang peserta dipimpin oleh seorang ketua untuk mengadakan diskusi. Tempat duduk diatur setangah lingkaran dengan dua atau tiga kursi kosong menghadap peserta diskusi. Kelompok pendengar mengelilingi kelompok diskusi seolah-olah melihat ikan yang berada di mangkuk (fish bowl). Moedjiono dan Dimyati (1992: 54), jenis-jenis diskusi yaitu kelompok dadakan (buzz group), kelompok sindikat (syndicate group), sumbang pendapat (brainstorming), seminar, diskusi panel, koloqium, dan debat informal. Sedangkan, menurut Suprihadi Saputro, Zainul Abidin, dan I Wayan Sutama (2000: 181- 184), jenis-jenis diskusi yaitu diskusi kelompok besar, diskusi kelompok kecil (buzz group discussion), diskusi panel, diskusi kelompok sindikat, brain storming group,

symposium, informal debate, colloqium, dan fish bowl.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, difokuskan pada metode diskusi tipe

syndicate group yang sesuai dalam pembelajaran keterampilan berbicara untuk kelas tinggi khususnya kelas V SD Negeri Krembangan. Diskusi tipe syndicate group merupakan kelompok kecil yang mudah untuk dilaksanakan. Kelompok yang ada di kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri dari 3-6 orang. Guru menjelaskan garis besar masalah kepada siswa setelah itu siswa berdiskusi. Untuk mempermudah siswa dalam memecahkan masalah siswa diberi refrensi buku.

(43)

26

2. Pengertian Metode Diskusi Tipe Syndicate Group

Syndicate group adalah suatu kelompok yang ada di kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri dari 3-6 orang menurut JJ Hasibuan dan Moedjiono (2006: 20). Setiap kelompok kecil melaksanakan tugas tertentu. Guru menjelaskan garis besar masalah kepada siswa, menggambarkan aspek-aspek masalah. Kemudian tiap-tiap kelompok (syndicate) diberi tugas untuk mempelajari suatu aspek tertentu. Guru menyediakan referensi atau sumber-sumber informasi yang lainnya.

Menurut Suprihadi Saputro, Zainul Abidin, dan I Wayan Sutama (2000: 182), menjelaskan bahwa kelompok sindikat adalah suatu kelompok yang dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri dari 3-6 orang. Masing-masing kelompok melaksanakan tugas tertentu. Setelah itu guru menjelaskan garis besar masalah kepada siswa. Kemudian tiap-tiap kelompok (syndicate) diberi tugas untuk dipelajari. Sedangkan, menurut Moedjiono dan Dimyati (1992: 56), diskusi

syndicate group atau kelompok sindikat merupakan salah satu jenis diskusi kelompok kecil yang terdiri dari 3-6 orang. Kelompok sindikat mengerjakan tugas yang berbeda dengan kelompok lainnya. Setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya ke depan kelas dalam suatu pleno atau diskusi kelas. Guru berperan menjelaskan garis besar masalah dalam kelompok sindikat.

Beberapa pendapat yang dikemukan di atas, dapat disimpulkan bahwa diskusi tipe syndicate group adalah kelompok kecil yang terdiri dari 3-6 orang. Guru menyampaikan garis besar masalah yang akan dibahas. Setelah itu hasil diskusi dilaporkan ke depan kelas. Meskipun guru telah menjelaskan di sini guru juga

(44)

27

menyediakan sumber informasi yang lain. Agar siswa lebih mudah untuk memecahkan masalah.

Langkah-langkah penggunaan diskusi menurut JJ Hasibuan dan Moedjiono (2006: 23-24) di atas, dijadikan pedoman oleh peneliti dalam langkah-langkah pelaksanaan metode diskusi tipe syndicate group sebagai berikut.

a. Guru mengemukakan masalah sebagai pokok masalah yang akan siswa diskusikan.

b. Guru membagi siswa dalam kelompok syndicate group.

c. Guru menyediakan referensi atau sumber-sumber informasi yang lainnya. d. Siswa melakukan diskusi dalam kelompok.

e. Setiap kelompok melaporkan hasil diskusi.

f. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi. 3. Kegunaan Metode Diskusi

Diskusi sebagai metode mengajar yang diperlukan apabila guru hendak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan kemampuannya, berfikir kritis, menilai peranannya dalam diskusi, memandang masalah dari pengalaman sendiri dan pelajaran yang diperoleh di Sekolah, memotivasi, dan mengkaji lebih lanjut (Suprihadi Saputro, Zainul Abidin, dan I Wayan Sutama, 2000: 184).

Untuk menilai aktivitas siswa saat melakukan pembelajaran dengan menerapkan metode diskusi tipe syndicate group, peneliti menggunakan lembar observasi. Untuk mengukur keterampilan berbicara melalui diskusi tipe syndicate group. lembar observasi siswa mengacu pada kegunaan metode diskusi menurut

(45)

28

Suprihadi Saputro, Zainul Abidin, dan I Wayan Sutama. Dalam menilai keterampilan berbicara peneliti dan guru bekerja sama menentukan nilai.

4. Kelebihan Diskusi Tipe Syndicate Group

Kelebihan metode diskusi tipe syndicate group atau kelompok sindikat (syndicate group) menurut Moedjiono dan Dimyati (1992: 56), yaitu:

a) melatih keterampilan berbicara siswa;

b) siswa belajar memecahkan dan mempelajari suatu masalah bersama; c) Guru menyediakan referensi atau sumber-sumber informasi yang lainnya; d) setiap kelompok berbagi pengalamannya; dan

e) siswa belajar bertanggung jawab.

Formasi kelas untuk melaksanakan diskusi tipe sindikat (syndicate group) dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1: Formasi Kelas Diskusi Kelompok Kecil Jenis Sindikat (Syndicate Group)

(Sumber: Moedjiono dan Moh. Dimyati) Fasilitator& Pembimbing Guru siswa siswa siswa siswa siswa siswa siswa siswa siswa siswa siswa siswa siswa

(46)

29

Berdasarkan gambar di atas, dijelaskan bahwa guru sebagai fasilitator, pembimbing, dan penyedia sumber belajar. Guru akan membimbing jalannya diskusi. Kemudian kelompok yang sudah dibentuk akan berdiskusi di mana setiap siswa yang ada dalam kelompok tersebut saling berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan masalah yang telah diberikan oleh guru.

5. Langkah-langkah Keterampilan Berbicara melalui Diskusi Syndicate Group

Langkah-langkah penggunaan diskusi menurut JJ Hasibuan dan Moedjiono (2006: 23-24) di atas, dijadikan pedoman oleh peneliti dalam langkah-langkah pelaksanaan metode diskusi tipe syndicate group sebagai berikut.

a. Guru mengemukakan masalah yang akan siswa diskusikan sebagai pokok masalah.

b. Guru membagi siswa dalam kelompok syndicate group.

c. Guru memberikan referensi untuk menyesaikan masalah yang diberikan. d. Siswa melakukan diskusi dalam kelompok.

e. Setiap kelompok melaporkan hasil diskusi.

f. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi. C. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Menurut Peaget dalam Sugihartono, dkk. (2007: 109), tahap perkembangan berpikir anak Sekolah Dasar yaitu tahap operasional kongkrit (7-12 tahun). Pada usia tersebut anak mempunyai rasa ingin tahu, senang bermain, senang belajar bersama, dan memelihara komunikasi dengan teman sebaya. Anak juga mampu

(47)

30

berpikir logis mengenai objek dan kejadian, meskipun masih terbatas karena anak belum sepenuhnya paham dengan hal-hal yang bersifat konkret.

Usia anak kelas V SD sekitar 11 tahun, masa tersebut termasuk masa kelas tinggi Sekolah Dasar. Menurut Rita Eka Izzaty, dkk. (2008: 116), masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 9/10 tahun – 12/13 tahun biasanya mereka duduk di kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar. Adapun karakteristik masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar seperti: a) perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari, b) ingin tahu, ingin belajar, dan realitis, c) timbul minat kepada pelajaran-pelajaran tertentu, d) anak memandang nilai sebagai ukuran prestasi belajar, dan suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama.

Berdasarkan pendapat di atas, merupakan karakteristik siswa kelas tinggi yang perlu diperhatikan oleh guru untuk dipahami. Karakteristik pada masa siswa kelas tinggi salah satunya ingin tahu, ingin belajar, dan realitis. Karakteristik tersebut dijadikan sebagai pijakan oleh peneliti dalam memilih metode diskusi tipe

syndicate group yang diharapkan dapat memberikan peningkatan dalam keterampilan berbicara.

D. Kerangka Pikir

Keterampilan berbicara merupakan salah satu hal yang terpenting. Pada kenyataannya masih ada beberapa siswa yang yang keterampilan berbicaranya masih rendah. Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam keterampilan berbicara kurang menarik, sehingga siswa suka berbicara sendiri dengan teman. Dengan demikian, siswa menjadi tidak aktif dalam keterampilan berbicara tetapi

(48)

31

guru karena guru lebih banyak berbicara dibandingkan siswa. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka peneliti memberi alternatif dengan menggunakan metode diskusi. Metode diskusi dapat membuat siswa aktif dan siswa juga mendapat kesempatan untuk melatih keterampilan berbicara dalam memecahkan masalah. Namun pembelajaran menggunakan metode diskusi semacam ini keberhasilannya tergantung dengan anggota kelompok itu sendiri untuk memanfaatkan kesempatan berpartisipasi dalam pembelajaran. Metode diskusi mempunyai beberapa jenis, sehingga yang diambil yaitu diskusi tipe syndicate group.

Keterampilan berbicara dengan menggunakan metode diskusi tipe syndicate group diharapkan dapat membantu siswa untuk lebih aktif dalam diskusi. Metode diskusi tipe syndicate group adalah kelompok kecil yang terdiri dari 3-6 orang. Guru menyampaikan garis besar masalah yang akan dibahas. Setelah itu hasil diskusi dilaporkan ke depan kelas. Meski guru telah menjelaskan di sini guru juga menyediakan sumber informasi agar siswa lebih mudah untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, siswa lebih tertarik untuk belajar dengan menggunakan metode diskusi. Metode diskusi syndicate group mudah untuk dilaksanakan.

Keberhasilan proses pembelajaran menggunakan metode diskusi yang dilaksanakan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Dalam proses belajar berbahasa di Sekolah, anak dapat mengembangkan keterampilan berbicara melalui diskusi tipe syndicate group. Berdasarkan uraian yang telah jelaskan, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di SD Negeri Krembangan dengan judul “Peningkatan Keterampilan

(49)

32

Berbicara melalui Diskusi Tipe Syndicate Group Siswa Kelas V SD Negeri Krembangan Panjatan Kulon Progo tahun ajaran 2015/ 2016.

Gambar 2: Bagan Kerangka Berpikir Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa melalui Diskusi Syndicate Group

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir yang telah dikemukakan di atas, peneliti mengajukan hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Keterampilan berbicara dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode diskusi tipe syndicate group pada siswa kelas V SD Negeri Krembangan”.

G. Definisi Operasional Variabel

Variabel di batasi agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Keterampilan berbicara

Keterampilan berbicara adalah kemahiran siswa mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan

Metode diskusi tipe syndicate group

Melatih siswa untuk terampil dalam berbicara

1. Guru mengemukakan masalah.

2. Guru membagi siswa dalam kelompok syndicate group. 3. Guru memberikan referensi

untuk menyesaikan masalah yang diberikan.

4. Siswa melakukan diskusi. 5. Setiap kelompok melaporkan

hasil diskusi.

6. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi.

Keterampilan berbicara siswa masih rendah seperti: pelafalan, kosa kata, dan struktur kalimat.

Siswa dapat berpartisipasi mengemukakan ide

(50)

33

pikiran, gagasan, dan perasaan secara lisan. Keterampilan berbicara tersebut

mencakup aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Aspek kebahasaan yaitu: (1) pelafalan; (2) intonasi; (3) struktur kalimat; dan (4) kosakata. Sedangkan, aspek

nonkebahasaan yaitu: (1) penguasaan topik; (2) kenyaringan suara; (3) kelancaran; dan (4) sikap berbicara.

2. Metode Diskusi Tipe Syndicate Group

Metode diskusi tipe syndicate group adalah suatu kelompok yang ada di kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri dari 3-6 orang. Langkah-langkah penggunaan metode diskusi tipe syndicate group atau kelompok sindakat seperti: 1) guru mengemukakan masalah sebagai pokok masalah yang akan siswa diskusikan; 2) guru membagi siswa dalam kelompok sindikat; 3) guru memberikan

referensi untuk menyesaikan masalah yang diberikan; 4) siswa melakukan diskusi dalam kelompok; 5) setiap kelompok melaporkan hasil diskusi; dan 6) guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi.

(51)

34 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi (2006: 3), mengemukakan bahwa PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Menurut Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama (2010: 9), PTK atau Clasroom Action Research (CAR) adalah penelitian tindakan yang dilaksanakan oleh guru di kelas. Pada hakekatnya penelitian tindakan merupakan sebuah rangkaian riset dan tindakan yang dilakukan dalam rangkaian guna memecahkan masalah. Sedangkan, Burns berpendapat dalam Wina Sanjaya, (2009:25), mendefinisikan penelitian tindakan kelas adalah penerapan berbagai fakta yang ditemukan untuk memecahkan masalah dalam situasi sosial untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan dengan melibatkan kolaborasi dan kerja sama para peneliti dan praktisi. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka ciri utama dari penelitian tindakan adalah serangkaian riset untuk memecahkan masalah yang terjadi di kelas.

PTK sangat membantu guru untuk meningkatkan hasil pembelajaran. PTK dilaksanakan pada saat guru mengajar di kelas dengan melakukan tindakan kepada siswa. Dengan demikian, PTK merupakan penelitian yang mengangkat masalah-masalah nyata yang dialami oleh guru. Diharapkan dengan adanya PTK guru dapat

(52)

35

meningkatkan kualitas mengajar, sehingga siswa dalam belajar mendapatkan hasil yang maksimal.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Krembangan. Jumlah keseluruhan kelas V yaitu 17 siswa yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan. Sedangkan, objek penelitian ini adalah keterampilan berbicara.

C. Setting Penelitian

Penelitian dilaksanakan dimulai pada bulan Februari sampai November 2015. Sedangkan, observasi dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2015/ 2016 bulan Oktober 2015. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan di dalam kelas V SD Negeri Krembangan.

D. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model PTK yang dikembangkan Kemmis dan Mc Targart. Model ini menyatukan antara penerapan acting dan observing yang tidak dapat dipisahkan. Maksudnya, kedua kegiatan harus dilakukan dalam satu kesatuan waktu, ketika tindakan dilaksanakan begitu pula observasi juga harus dilaksanakan (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, 2010: 20). Untuk lebih tepatnya, berikut ini bentuk desainnya.

Gambar 3. Proses Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan Mc Targgart tahun 2010

Keterangan

Model siklus Kemmis dan Mc Targgart yaitu: Siklus I

I. perencanaan; II. pelaksanaan; III. observasi; dan IV. refleksi.dsb

(53)

36

Berikut penjabaran langkah-langkah dari tiap siklus pada peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas V melalui diskusi tipe syndicate group.

1. Perencanaan

Perencanaan adalah langkah yang dilakukan ketika akan memulai tindakannya (Suharsimi Arikunto, 2010: 17). Perencanaan menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Selanjutnya, peneliti melakukan perencanaan antara lain: (1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); (2) membuat instrumen untuk siswa; (3) alat untuk mendokumentasikan pada saat pembelajaran berlangsung. Perencanaan yang telah disiapkan menjadi pedoman dalam mengajar. Perencanaan disesuaikan dengan materi yang diajarkan agar tidak kebingungan dalam melaksanakannya. 2. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah implementasi dari perencanaan yang sudah dibuat (Suharsimi Arikunto, 2010: 18). Perlu diingat pelaksanaan yang telah dibuat berusaha ditaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, akan tetapi harus berlaku wajar dan tidak dibuat-buat dalam melaksanakan. Menghindari kekakuan dalam melaksanakan pembelajaran. Oleh karena itu, perencanaan yang telah disusun harus jelas dan lengkap. Tentu saja diperbolehkan memodifikasi, selama tidak mengubah prinsip.

Dalam melaksanakan proses pembelajaran yang perlu dipersiapkan yaitu RPP, buku, media, dan lain-lain. Peneliti bersama guru merancang RPP yang digunakan dalam pembelajaran yang telah direncanakan. Penelitian ini direncanakan ke dalam dua siklus. Namun, apabila keterampilan berbicara melalui

(54)

37

diskusi tipe syndicate group belum mengalami peningkatan, maka penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya. Berikut ini rancangan penelitian yang dilaksanakan.

Siklus I Pertemuan I Kegiatan Inti

1. Siswa memperhatikan penjelasan masalah yang akan disampaikan oleh guru. (Guru mengemukakan masalah sebagai pokok masalah yang akan siswa diskusikan)

2. Siswa membentuk kelompok sesuai perintah guru. (guru membagi siswa dalam kelompok syndicate group)

3. Siswa diberi kesempatan bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami dari materi yang telah dijelaskan.

4. Siswa mendengarkan pengarahan yang disampaikan oleh guru untuk melakukan diskusi dan guru membagikan Lembar Kerja Siswa yang akan siswa diskusikan.

5. Guru membagikan referensi yang membantu siswa dalam berdiskusi.

6. Setelah paham dengan pengarahan yang telah disampaikan siswa melakukan diskusi dengan anggota kelompok. (siswa melakukan diskusi dalam kelompok) 7. Kemudian setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas.

(setiap kelompok melaporkan hasil diskusi)

8. Guru melakukan tanya jawab kepada siswa mengenai materi atau masalah yang dibahas.

(55)

38

10. Guru memberi penjelasan terhadap hasil diskusi tersebut.

11. Akhirnya siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari setiap kelompok. (guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi)

Pertemuan II Kegiatan Inti

1. Guru menjelaskan materi keterampilan berbicara dan menampilkan gambar untuk bahan diskusi. (Guru mengemukakan masalah sebagai pokok masalah yang akan siswa diskusikan)

2. Guru menjelaskan diskusi tipe syndicate group.

3. Siswa diminta berkelompok untuk mendiskusikan masalah yang diberikan oleh guru. (guru membagi siswa dalam kelompok syndicate group)

4. Siswa diberikan Lembar Kerja Siswa oleh guru.

5. Guru membagikan referensi yang membantu siswa dalam berdiskusi.

6. Siswa berdiskusi dengan teman sekelompok. (siswa melakukan diskusi dalam kelompok)

7. Guru membimbing siswa dalam diskusi.

8. Setelah selesai berdiskusi siswa diminta membacakan hasil diskusi. (setiap kelompok melaporkan hasil diskusi)

9. Siswa dan guru bertanya jawab mengenai masalah yang telah siswa diskusikan. 10. Perwakilan kelompok satu per satu maju untuk menjelaskan hasil diskusinya. 11. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran. (guru membimbing siswa

Gambar

Gambar 1: Formasi Kelas Diskusi Kelompok Kecil Jenis Sindikat (Syndicate
Gambar 2: Bagan Kerangka Berpikir Peningkatan Keterampilan  Berbicara Siswa melalui Diskusi Syndicate Group
Gambar 3. Proses Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan Mc  Targgart tahun 2010
Tabel  1. Kisi-kisi Penilaian Keterampilan Berbicara
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Daerah penyelidikan termasuk ke dalam Cekungan Barito yang merupakan suatu sistem fisiografi Pegunungan Meratus terbentang dengan arah Baratdaya-Timurlaut,

Untuk mendapatkan hasil optimasi numerik untuk mendapatkan tekanan kontak paling rendah dengan aplikasi permukaan bertekstur pada total hip arthroplasty, hasil

Karena walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol namun pada kelompok eksperimen diketahui bahwa tingkat depresi pada

pertumbuhan bakteri dengan spektrum yang luas, yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif yang telah diwakilkan oleh kedua bakteri uji

Sedangkan dua anggota yang memiliki konsep diri negative memiliki pemahaman tentang diri mereka sebagai penggemar yang cukup dalam sampai tahap mencintai idolanya dan

b. bahwa ketentuan hukum mengenai pedoman penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan prinsip syariah belum diatur dalam fatwa DSN- MUI;.. c. bahwa atas dasar pertimbangan huruf a dan

Bahwa Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi, “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan

Tata kelola teknologi informasi pada proses pengelolaan data yang kurang baik akan menimbulkan beberapa permasalahan yang akan menjadi kelemahan (vulnerabilities)