• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN LIMBAH BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN EKSTRAK LIDAH BUAYA SEBAGAI BAHAN AKTIF LOSIO TABIR SURYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN LIMBAH BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN EKSTRAK LIDAH BUAYA SEBAGAI BAHAN AKTIF LOSIO TABIR SURYA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN EKSTRAK LIDAH BUAYA SEBAGAI BAHAN AKTIF

LOSIO TABIR SURYA

Ika Yuni Astuti, Didik Setiawan

Fakultas Farmasi, Universitas Muhamadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuh Waluh PO BOX 202 Purwokerto 53182

Email: ikayunias@yahoo.com

RINGKASAN

Ekstrak biji alpukat dan lidah buaya memiliki aktivitas antioksidan. Namun aktivitasnya sebagai tabir surya belum diketahui. Dalam penelitian ini kedua jenis ekstrak diformulasikan menjadi sediaan losio. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui formula losio yang memiliki aktivitas antioksidan dan tabir surya secara in vitro serta sifat fisik yang baik.

Ekstrak biji alpukat dibuat dengan metode maserasi menggunakan pelarut isopropil alkohol. Sedangkan ekstrak lidah buaya dibuat dari jus lendir lidah buaya yang dikeringkan dengan metode pengeringan beku. Ekstrak diformulasikan dengan 3 variasi kombinasi konsentrasi ekstrak, yaitu ekstrak alpukat 100% (F I), ekstrak alpukat:ekstrak lidah buaya 50%:50% (F II) dan ekstrak lidah buaya 100% (F III). Losio diuji sifat fisiknya meliputi uji pH, viskositas, homogenitas, kestabilan dan daya sebarnya. Losio kemudian diuji aktivitas antioksidan secara in vitro dengan metode FTC (Feri tiosianat) dan diukur nilai SPF-nya. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode simplex lattice design.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa losio yang mengandung ekstrak alpukat 100% mempunyai sifat fotoprotektif terhadap sinar UVC dengan kategori perlindungan yang minimal. Dilihat dari karakteristik fisik, nilai SPF dan aktivitas antioksidan maka formula yang optimum adalah formula losio yang mengandung ekstrak alpukat 100%.

Kata kunci: ekstrak biji alpukat, ekstrak lidah buaya, antioksidan, tabir surya, losio.

(2)

SUMMARY

The avocado and aloe vera extract have antioxidant activity. However, their activity as sunscreen agent was not known. In this study, both of the extracts was preparated as lotion. One of the lotion base was lanolin, which contain cholesterol so it stabilized by antioxidant adding. The aim of this research was to know the lotion formulation which have in vitro antioxidant and sunscreen activity and good physical characteristic.

The avocado kernel was extracted with maceration method using isopropyl alcohol as solvent. Whereas aloe vera juice was dried with freeze drying method. The extracts was formulated in three combination of extract concentration, i.e the avocado kernel extract 100% (F I), avocado kernel extract:aloe vera extract 50%:50% (F II) and aloe vera extract100% (F III). The physical characteristics of the lotions were studied, i.e pH, viscosity, homogenity, stability and spreading property. Then the in vitro antioxidant activity of the lotions were studied with FTC (Ferric Thiocyanate) method and their SPF was measured. The result analized by simplex lattice design method.

The result showed that the antioxidant activity of F I has a photoprotection characteristic from UVC rays with protection category was minimal. From the physical characteristic, the SPF value and antioxidant activity, the optimum formulation was FI.

Keywords: avocado kernel extract, aloe vera extrac, antioxidant, sunscreen, lotion.

Pendahuluan

Pada benda yang diterpa sinar ultraviolet secara terus-menerus, elektron atom benda tersebut akan meloncat dari orbitnya, dan terciptalah radikal bebas. Efek oksidatif radikal bebas dapat menyebabkan peradangan dan penuaan dini. Lipid yang seharusnya menjaga kulit agar tetap segar berubah menjadi lipid peroksida karena bereaksi dengan radikal bebas sehingga mempercepat penuaan. Kanker kulit pun disebabkan oleh oksigen reaktif yang intinya memacu zat karsinogenik, sebagai faktor utama kanker kulit. Untuk menetralisir radikal bebas ini, tubuh kita memerlukan antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan meredam dampak negatifnya. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai pembentukan radikal bebas.

Kita dapat melindungi diri kita secara alami dari efek merugikan sinar matahari dengan menghindari senyawa kimia toksik dalam tabir surya, menggunakan senyawa alami. Dalam sediaan tabir surya, disamping senyawa yang bersifat fotoprotektif, diperlukan juga senyawa antioksidan dan pelembab. Tabir surya adalah suatu sediaan yang mengandung senyawa yang dapat menyerap, menghamburkan atau memantulkan sinar matahari yang mengenai kulit

(3)

sehingga dapat digunakan untuk melindungi fungsi dan struktur kulit manusia dari kerusakan akibat sinar surya. (Depkes RI, 1979: 19). Dalam formulasi sediaan tabir surya, dapat digunakan kombinasi senyawa tabir surya untuk mendapatkan manfaat yang lebih optimal.

Biji alpukat merupakan limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan. Menurut Soong, ekstrak etanol biji alpukat mempunyai aktivitas antioksidan secara in vitro. Zat aktif yang paling berperan dalam aktivitas antioksidan ekstrak etanol biji alpukat adalah senyawa fenolatnya (Soong, 2004). Beberapa tanaman yang mempunyai manfaat sebagai antioksidan juga diketahui mempunyai khasiat sebagai tabir surya, misalnya tanaman lidah buaya (Heinrich et all, 2010; Ismail, 2010). Sedangkan ekstrak etanol biji alpukat belum diketahui aktivitasnya sebagai tabir surya.

Salah satu bentuk sediaan tabir surya yang banyak digunakan adalah losio, yaitu sediaan cair berupa suspensi atau emulsi minyak dalam air, digunakan sebagai obat luar. Sediaan losio mempunyai keuntungan antara lain kemampuan sebarnya secara cepat dan merata pada daerah kulit yang luas, serta meninggalkan selapis tipis bahan aktif setelah mengering.

Dalam formulasi sediaan tabir surya, umumnya senyawa tabir surya dikombinasikan untuk mendapatkan manfaat yang lebih optimal. Demikian juga dalam penelitian ini, untuk mengetahui formula yang paling potensial sebagai antioksidan dan tabir surya, maka perlu dilakukan optimasi formula ekstrak tersebut yang dikombinasikan dengan ekstrak tanaman lidah buaya. Parameter optimasi meliputi sifat antioksidan dan sifat fotoprotektif.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengetahui sifat fotoprotektif ekstrak etanol biji alpukat dan ektrak lidah buaya.

2. Mengetahui komposisi optimum ekstrak etanol biji alpukat yang dikombinasikan dengan ekstrak lidah buaya.

3. Mengetahui formulasi ekstrak etanol biji biji alpukat sebagai losio tabir surya yang mempunyai karakteristik fisik, nilai SPF, aktivitas antioksidan dan stabilitas losio yang baik.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan nilai ekonomi biji alpukat yang banyak terdapat di Indonesia sepanjang tahun dan yang selama ini terbuang. Disamping itu juga

(4)

bermanfaat bagi pengembangan teknologi farmasi khususnya kosmetika yang berbahan baku tanaman.

Tinjauan Pustaka

Uraian tentang Tanaman Alpukat

1. Morfologi tanaman Alpukat

Klasifikasi tanaman Alpukat adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranunculales Suku : Lauraceae Marga : Persea

Jenis : Persea gratissima Gaertn

Sinonim : Persea americana Mill (Depkes RI, 2001)

Di Indonesia dikenal dengan nama apokat. Secara umum, tanaman alpukat berupa pohon dengan tinggi kurang lebih 10 meter, batangnya berkayu, daunnya tunggal, bulat telur, bertangkai, berbulu, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm dan berwarna hijau. Bunganya majemuk, bentuk malai, tumbuh di ujung ranting, warna putih kekuningan. Buahnya berbentuk buni, bulat telur, panjang 5-20 cm, berbintik-bintik, daging buah jika sudah masak akan lunak, warnanya hijau atau kuning keunguan. Bijinya bulat dengan diameter 2,5-5 cm, keping biji putih kemerahan (Depkes RI, 2001).

2. Kandungan kimia

Buah dan daun P. Gratissima mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. Di samping itu buahnya mengandung tannin, asam oleat dan asam linoleat serta daunnya mengandung polifenol (Depkes RI, 2001; Retief, 2009). Biji alpukat mengandung senyawa fenolat

(Soong, 2004), vitamin A, B, D dan lesitin (anonim,

http://www.cranberrylane.com/soapmaking.html). 3. Khasiat

(5)

Buah alpukat berkhasiat sebagai sebagai obat sariawan, sedangkan daunnya berkhasiat sebagai peluruh air seni. Untuk obat sariawan, dipakai kurang lebih 100 gram buah masak P. Gratissima, diambil daging buahnya dan dimakan (Depkes RI, 2001). Biji alpukat berkhasiat sebagai antioksidan (Soong, 2004) sedangkan minyak biji alpukat berkhasiat sebagai nutrisi kulit dan antijerawat, serta mengurangi penguapan air dari kulit atau sebagai pelembab (Pramono, 2010 dan Subakat, 2010).

Tanaman Lidah Buaya

Tanaman lidah buaya (Aloe vera (L) Burm.f) memiliki daun berair dan tanpa serat dengan panjang 30-40 cm, beridameter hingga 5 cm dan membentuk roset terminal yang tidak memiliki tangkai. Ekstrak daun berdaging mengandung polisakarida yang terutama terdiri atas glukomanan, glikoprotein seperti aloktin, enzim-enzim seperti karboksipeptidase dan glikosida antrakuinon dalam jumlah yang bervariasi (Heinrich, 2010).

Untuk sediaan dermatologi, diperoleh beberapa bukti adanya efek antibakteri, antiradang, emolien dan melembabkan. Polisakaridanya berperan penting sebagai bahan pelembut dan imonostimulan. Beberapa glikoprotein memiliki efek serupa, sedangkan turunan antrakuinonnya bersifat antibakteri. Enzim yang diekstraksi dari gel lidah buaya terbukti bersifat analgesik serta menghambat kerusakan termal dan permeabilitas vaskular pada tikus. Bubur daun segar bersifat antioksidan (Heinrich, 2010).

Tabir Surya

Tabir surya adalah suatu sediaan yang mengandung senyawa kimia yang dapat menyerap, menghamburkan atau memantulkan sinar surya yang mengenai kulit sehingga dapat digunakan untuk melindungi fungsi dan struktur kulit manusia dari kerusakan akibat sinar surya (FDA, 2003).

Mekanisme tabir surya sebagai penyerap adalah sebagai berikut:

• Molekul bahan kimia tabir surya menyerap energi dari sinar UV, kemudian mengalami eksitasi dari ground state ketingkat energi yang lebih tinggi.

• Sewaktu molekul yang tereksitasi kembali ke kedudukan yang lebih rendah akan melepaskan energi yang lebih rendah dari energi yang semula diserap untuk menyebabkan eksitasi.

(6)

• Maka sinar UV dari energi yang lebih tinggi, setelah diserap energinya oleh bahan kimia maka akan mempunyai energi yang lebih rendah

• Sinar UV dengan energi yang lebih rendah akan kurang atau tidak menyebabkan efek sunburn pada kulit (FDA, 2003).

Sinar UV terdiri dari:

1. Sinar UV-A: disebut juga radiasi UV gelombang panjang, yang mempunyai panjang gelombang 320 – 400 nm dengan puncak pada 340 nm. Daerah UV ini bertanggung jawab terhadap perubahan warna kulit secara langsung menjadi lebih gelap tanpa diawali oleh inflamasi, yang disebabkan karena fotooksidasi bentuk leuco dari melanin yang ada di lapisan kulit yang lebih luar; tetapi sinar ini menyebabkan eritema.

2. Sinar UV-B: juga disebut sebagai radiasi sengatan matahari (sunburn) atau radiasi UV sedang, mempunyai daerah panjang gelombang 290 – 320 nm dengan puncak efektif pada 297,6 nm. Ini adalah daerah UV eritemogenik yang bertanggung jawab terhadap reaksi sengatan seperti iritasi yang menyebabkan pembentukan melanin sehingga kulit menjadi lebih gelap.

3. Sinar UV-C: juga disebut gelombang radiasi UV pendek atau radiasi germisidal, mempunyai panjang gelombang dari 200 – 290 nm. Meskipun merusak jaringan, sinar ini sebagian besar disaring oleh ozon di atmosfer. Tetapi sinar ini dapat dipancarkan oleh sumber UV buatan. Meskipun tidak merangsang pencoklatan kulit, tetapi dapat menyebabkan eritema.

Losio

Losio adalah sediaan cair berupa suspensi atau dispersi, digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspensi zat padat dalam bentuk serbuk halus dengan bahan pensuspensi yang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air dengan surfaktan yang cocok (Depkes RI, 1979: 19).

Pada umumnya pembawa dari losio adalah air. Losio dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas. Losio dimaksudkan segera kering pada kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit (Howard C Ansel, 1989: 519).

(7)

1. Mudah digunakan

2. Jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan 3. Bahan aktif kompatibel dengan bahan tambahan lain.

4. Bahan dasar dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit (FDA, 2003).

METODE PENELITIAN Metode Penelitian

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan adalah biji alpukat, daun lidah buaya; bahan kimia yang digunakan adalah etanol 96% p.a, isopropil alkohol, asam linoleat, bufer fosfat, air suling, amonium tiosianat p.a., besi (II) klorida p.a., asam klorida p.a., lanolin, malam putih, asam stearat, propil paraben, trietanolamin, metil paraben, propilen glikol, dinatrii edetat

Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu type 1601), alat-alat gelas (Iwaki pyrex), mortir dan stemper, magnetik stirer timbangan analitik (Shimadzu type AY220), seperangkat alat maserasi, pH meter (Metrohm 744), alat uji titik leleh (Stuart Scientific R000103280), Rotary evaporator, (Hanna Instrument type 300N), oven (Memmert), viskometer Rion VT-04E..

Batasan variabel operasional

Variabel bebas : konsentrasi ekstrak isopropil alkohol biji alpukat dan ekstrak lidah buaya.

Variabel tergantung : nilai SPF, viskositas, pH, kestabilan, homogenitas, daya sebar, daya lengket, aktivitas antioksidan losio.

Variabel terkendali : Suhu penyimpanan, pelarut dan waktu, panjang gelombang pada spektrofotometer.

Cara kerja

1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman alpukat dan lidah buaya dilakukan dilaboratorium Morfologi dan Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

2. Pengumpulan dan pengeringan bahan

Bahan dicuci dengan air yang mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Biji alpukat diiris-iris tipis kemudian dikeringkan dengan lemari pengering.

(8)

Daun lidah buaya disayat, dikeluarkan gel dari daging daunnya, lalu diblender sehingga menjadi jus lidah buaya. Jus tersebut disaring dengan menggunakan corong buchner, kemudian dikeringkan dengan menggunakan metode freeze drying hingga menjadi serbuk. Sedangkan simplisia biji alpukat diserbuk. Serbuk diekstraksi dengan teknik maserasi menggunakan isopropil alkohol. Maserat diuapkan penyarinya hingga diperoleh ekstrak kental isopropil alkohol.

4. Pembuatan losio

Tabel 1. Formula losio antioksidan

Bahan Komposisi

I II III Kn Kp

Bahan A :

Ekstrak biji alpukat Ekstrak lidah buaya

4% - 2% 2% - 4 % - 0,2% (Vit E) Lanolin 3% 3% 3% 3% 3% Malam Putih 2.5% 2.5% 2.5% 2.5% 2.5% Asam Stearat 4% 4% 4% 4% 4% Propil Paraben 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% Bahan B : Metil Paraben 0,1% 0,1% 0,1% 0,1% 0,1% Disodium Edetat 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% Propilen Glycol 5% 5% 5% 5% 5% Trietanolamin 1% 1% 1% 1% 1% Aquadest 80,3% 80,3% 80,3% 80,3% 80,3% Oleum Rose qs Qs qs qs qs Jumlah 100ml 100ml 100ml 100ml 100ml

Bahan-bahan A dan bahan-bahan B dipanaskan secara terpisah pada suhu 70- 82oC, dengan pengadukan, hingga tiap bagian isi dapat dilarutkan. Tambahkan bahan A ke bahan B secara perlahan sambil diaduk. Lanjutkan pengadukan sampai terbentuk emulsi pada suhu ruangan (15-30oC). Lalu tambahkan aquabidest secukupnya untuk mendapatkan 100 g dari losio (FDA, 2003)

5. Evaluasi sediaan a. Pengukuran pH

Pengukuran pH menggunakan alat pH stick. pH stick dicelupkan kedalam sediaan losio. di diamkam sesaat warna yang timbul sesuaikan dengan warna pada alat. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang selama 4 minggu setiap 1 minggu sekali (Jufri et al, 2006).

(9)

Pengukuran dilakukan dengan Viscotester Rion VT-04E. Pengamatan viskositas dilakukan selama 1 bulan pada minggu 1 dan minggu ke IV (Afidah, 2008).

c. Uji kestabilan losio

Losio diuji kestabilanya dengan cara penyimpanan pada suhu kamar (27oC), suhu rendah/freeze-thaw (4oC) dan amati creaming, kejernihan, bau, warna. Pengamatan kestabilan dilakukan selama 4 minggu setiap 1 minggu sekali (Jufri et al, 2006).

d. Uji homogenitas losio

Diambil losio pada masing - masing formula secukupnya dan oleskan pada plat kaca, diraba dan digosokkan massa losio harus menunjukkan susunan homogen yaitu tidak terasa adanya bahan padat pada kaca (Trilestari, 2002).

e. Uji daya sebar

Sebanyak 0,5 g losio letakkan ditengah alat dengan diameter 15 cm kaca yang satu diletakkan diatasnya dibiarkan selama 1 menit. Ukur diameter losio yang menyebar, kemudian tambahkan 50 g beban tambahan diamkan selama 1 menit dan ukur diameter losio yang menyebar. Hal tersebut dilakukan berulang sampai didapat diameter sebar yang konstan. Dilakukan dengan replikasi 3 kali (Trilestari, 2002).

f. Uji daya lekat

Losio diambil sebanyak 1 mg kemudian dioleskan pada sebuah plat kaca, Tempelkan kedua plat sampai plat menyatu tekan dengan beban seberat 1 kg selama 5 menit setelah itu beban dilepas, lalu diberi beban pelepasan 80 r untuk pengujian. dicatat waktu sampai kedua plat saling lepas. dilakukan replikasi 3 kali (Trilestari, 2002).

6. Penentuan Sifat Fotoprotektif Pengukuran Absorbansi

Setelah itu serapannya dibaca pada spektrofotometri UV dan dicari panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi 0,05. Pemeriksaan dilakukan dalam pelarut etanol dan pengukuran diawali dengan panjang gelombang 290 nm kemudian secara bertahap ditingkatkan hingga diatas 320 nm dimana mempunyai nilai serapan minimal 0,05.

Perhitungan Nilai SPF

Metode Petro mempersyaratkan bahwa untuk menghitung SPF kadar sampel dalam kuvet harus ekuivalen dengan 0,001% atau 0,01 g/L atau 10 mg/L bahan aktif. Dengan demikian nilai serapan yang diperoleh diubah ke dalam bentuk serapan dalam 10 mg/L. Selanjutnya angka

(10)

dimasukkan dalam rumus AUC, yaitu jumlah serapan pd λn dan serapan λ1 dibagi 2. Nilai SPF dihitung dengan rumus seperti pada persamaan:

1 λ λn AUC logSPF − = x 2 Keterangan :

AUC : Jumlah serapan pd λn dan serapan λn-1 dibagi 2. λn : Panjang gelombang yang menghasilkan serapan 0,05 λ1 : 290 nm

Yaitu membagi jumlah seluruh area dibawah kurva dengan selisih panjang gelombang terbesar dan terkecil lalu dikalikan dua, selanjutnya nilai log SPF diubah menjadi nilai SPF (Petro, 1981).

c. Penentuan Aktivitas Antioksidan Pembuatan natrium tiosianat 30%

Sebanyak 3 g amonium tiosianat larutkan dalam etanol 70% secukupnya, pindahkan pada labu ukur 10 mL dan tambahkan etanol 70% hingga batas tanda.

Pembuatan FeCl3 0.02 M dalam HCl 3.5%

Sebanyak 0,03244 g FeCl3.4H2O larutkan dalam HCl 3,5% secukupnya, pindahkan pada labu ukur 10 mL, tambahkan dengan HCl 3,5% hingga batas tanda.

Penetapan panjang gelombang maksimum

Larutan vitamin E 4 mL ditambahkan etanol 5 mL homogenkan masukkan dalam kuvet dibaca absorbansinya pada 400 – 800nm.

7. Uji Antioksidan

Dalam penelitian ini digunakan metode besi tiosianat (ferric thiocyanate, FTC) dari Kikuzaki dan Nakatani (1993). Metode ini mengukur jumlah peroksida pada tahap awal peroksidasi lemak. Peroksida bereaksi dengan besi (III) klorida membentuk besi (II) klorida yang berwarna merah. Dalam hal ini, konsentrasi peroksida berbanding terbalik dengan aktivitas antioksidan sampel.

Dari masing-masing larutan sampel diambil 4 mL, tambahkan 4,1 asam linoleat 2,52% dalam etanol absolut, 8 mL bufer fosfat 0,05 M (pH 7.0) dan 3.9 mL air diletakan dalam vial bertutup, kemudian ditempatkan dalam oven bersuhu 40oC yang terlindung dari cahaya. Pada 0,1 mL campuran tersebut ditambahkan 9.7 mL etanol 75% dan 0,1 mL amonium tiosianat 30%.

(11)

Tepat 3 menit setelah penambahan 0,1 mL besi (II) klorida 0,02 M dalam asam klorida 3,5% kedalam campuran, ukur absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Pengukuran absorbansi ini dilakukan setiap 24 jam sekali sampai larutan kontrol memberikan absorbansi konstan.

8. Analisis Data

Untuk mengetahui profil efek campuran terhadap suatu parameter digunakan metode simplex

lattice design. Metode ini dapat diterapkan pada pembuatan formula dengan menggunakan dua

campuran atau lebih, campuran yang paling sederhana menggunakan dua komponen bahan. Prinsip dasar simplex lattice design adalah untuk mengetahui profil efek campuran terhadap suatu parameter. Dasar dari metode ini adalah adanya dua variabel bebas, A dan B. Rancangan ini dibuat dengan memilih tiga kombinasi dari campuran dua variabel tersebut dan dari setiap kombinasi diamati respon yang didapat. Respon yang diharapkan haruslah yang paling mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimum atau minimum (Bolton, S. 1997 dan Amstrong and James, 1996).

Hasil Dan Pembahasan Determinasi

Setelah dideterminasi dengan menggunakan buku Flora of Java (Backer dan Bakhuizen van den Brink, volume II tahun 1963 dan volume III, tahun 1968), benar bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah lidah buaya (Aloe barbadensis Mill sinonim Aloe vera (L.) Webb dan alpukat (Persea americana Mill). Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, dan hasil determinasi menyatakan benar bahwa tanaman yang diteliti adalah benar alpukat (Persea

americana) (lampiran 1).

Pengumpulan Bahan

Biji alpukat yang telah dipanen kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel dalam tanaman, tiriskan sampai semua sisa-sisa air pencucian tidak ada lagi pada tanaman. Biji dirajang setebal ± 3 mm untuk mempermudah pengeringan. Proses pengeringan dilakukan selama ± 3 hari atau sampai biji alpukat benar-benar

(12)

kering. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air yang dikandung dalam tanaman sehingga kandungan bahan aktif dapat terjaga dari kerusakan, mencegah reaksi enzimatis yang ada pada tanaman dan penjamuran yang dikarenakan adanya bakteri serta mencegah perubahan kimia. Setelah didapatkan simplisia biji alpukat yang kering kemudian diblender dan diayak dengan pengayak no 40 untuk mendapatkan serbuk simplisia. Dari 1,5 kg biji alpukat, dihasilkan 507 gram serbuk kering biji alpukat.

Pembuatan Ekstrak Isopropil Alkohol Biji Alpukat

Sebelum maserasi, simplisia diserbuk untuk memperkecil ukuran partikel dan meningkatkan efektifitas penyarian. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luas permukaannya dan akan semakin luas pula permukaan yang kontak dengan cairan penyari sehingga penyarian akan lebih efektif. Ukuran partikel yang semakin kecil juga akan mengurangi tebal lapisan batas dari cairan penyari. Semakin kecil tebal lapisan batas maka cairan penyari akan mempunyai jarak yang lebih kecil untuk menarik senyawa aktif yang ada dalam sel keluar sel dan terlarut dalam cairan penyari. Keluarnya zat aktif dalam sel tersebut karena perbedaan konsentrasi di dalam sel dan diluar sel.

Pembuatan ekstrak isopropil alkohol biji alpukat dilakukan dengan metode maserasi. Metode ini dipilih karena alat yang digunakan sederhana dan baik untuk senyawa yang tidak tahan terhadap pemanasan. Pertama kali, dilakukan pembasahan serbuk agar zat aktif dapat dengan mudah tersari. Pembasahan dilakukan selama satu jam, lalu dilakukan perendaman selama lima hari dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000) supaya zat aktif yeng terlarut bisa dalam jumlah yang banyak. Setelah maserasi, rendaman diperas dan diuapkan sampai terbentuk ekstrak yang kental. Ekstrak isopropil alkohol biji alpukat yang didapatkan berwarna cokelat kemerahan dengan rendemen 2,46 %.

Pembuatan Ekstrak Kering Lidah Buaya

Lidah buaya dikeringkan dengan menggunakan metode freeze drying dari gel lidah buaya yang berada di bagian bawah kulit daun lidah buaya. Metode freeze drying dipilih karena jika dikeringkan dengan pengovenan, ekstrak lidah buaya yang terbentuk berupa lembaran yang sangat sulit diserbuk. Hasil pengeringan dengan metode freeze drying berupa ekstrak berbentuk

(13)

mirip serat-serat kecil yang sangat higroskopis dan mudah menggumpal, berwarna krem kekuningan dan berbau khas. Rendemen ekstrak kering lidah buaya adalah 0,25%.

Pembuatan Losio

Dari hasil pembuatan losio biji alpukat diperoleh suatu bentuk emulsi minyak dalam air dengan emulgator sabun trietanolamin stearat. Sabun trietanolamin stearat terbentuk sebagai hasil reaksi antara Trietanolamin dan Asam stearat.

Evaluasi Sediaan

1. Organoleptis

Tabel 5.1. Data sifat organoleptis sediaan losio ektrak alpukat-ekstrak lidah buaya

Formula Warna Bau Konsistensi

I Coklat kemerahan Khas ekstrak alpukat Kental

II Agak coklat

kemerahan

Kurang tercium bau ekstrak

Lebih kental III Krem kekuningan Khas ekstrak lidah buaya Sangat kental

KN Putih Tidak berbau Agak encer

KP Putih kekuningan Tidak berbau Agak encer

2. Pengukuran pH

Pengukuran pH dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat pH sediaan yang berpengaruh terhadap sifat iritasi kulit. Idealnya, pH sediaan topikal adalah sesuai dengan pH kulit, yaitu 5,0 – 7,0. Jika pH sediaan terlalu basa atau terlalu asam maka bisa menyebabkan iritasi kulit. Hasil pengukuran pH adalah sebagai berikut:

Tabel 5.2. Hasil pengukuran pH sediaan losio ektrak alpukat-ekstrak lidah buaya

Formula pH I 7 II 7 III 7 KN 8 KP 8

Berdasarkan tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa pH tiga formula yang berisi ekstrak adalah netral, sedangkan dua formula yang tidak berisi ekstrak cenderung basa.

pH basis losio tanpa ekstrak cenderung basa karena basis ini ditambah dengan trietanolamin yang bersifat basa. Sedangkan ekstrak alpukat maupun lidah buaya mengandung senyawa

(14)

yang bersifat asam yaitu asam fenolat dan asam-asam amino, yang menyebabkan turunnya pH menjadi netral.

3. Viskositas Losio

Pengujian terhadap viskositas dimaksudkan agar sediaan yang telah dibuat mudah dituang sehingga memudahkan dalam pemakaiannya. Viskositas tersebut diuji dengan menggunakan Viskotester Rion VT-04E, kecepatan putar 100 rpm dan menggunakan spindel no. 4. Data yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada tabel3.

Tabel 5.3. Hasil pengukuran viskositas sediaan losio ektrak alpukat-ekstrak lidah buaya Formula Viskositas (Poise) I 39,5 II 28 III 45,5 KN 19 KP 18,5

Dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak dapat mempengaruhi viskositas losio. Jadi semakin tinggi konsentrasi ekstrak lidah buaya maka losio akan semakin kental.

Berdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut:

Yviskositas = 39,5 (A) + 45,5 (B) – 228 (A) (B)

Dari persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa koefisien persamaan dari fraksi ekstrak lidah buaya lebih tinggi daripada ekstrak alpukat. Hal ini berarti ekstrak lidah buaya lebih dominan dalam meningkatkan viskositas dibandingkan dengan ekstrak alpukat. Sedangkan kombinasi kedua ekstrak mempunyai koefisien persamaan negatif, yang artinya akan menurunkan viskositas sediaan.

4. Homogenitas losio

Uji homogenitas losio dilakukan untuk mengetahui apakah pencampuran masing – masing komponen dalam pembuatan losio setelah tercampur merata. Hal tersebut untuk

(15)

menjamin bahwa zat aktif yang terkandung didalamnya telah terdistribusi secara merata. Data yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 5.4. Hasil uji homogenitas sediaan losio ektrak alpukat-ekstrak lidah buaya

Formula Homogenitas I Homogen II Homogen III Homogen KN Homogen KP Homogen

Masing – masing formula telah tercampur dengan baik sehingga losio terlihat homogen dan teksturnya tidak kasar.

5. Kestabilan losio

Penyimpanan pada suhu kamar (27°C) dan suhu rendah (4oC) menunjukkan bahwa kelima formula sediaan losio tersebut tetap stabil dan tidak menunjukkan perubahan fisik yang berarti. Kelima formula losio tersebut tetap homogen, tidak terjadi creaming, bau dan warnanya juga tidak berubah. Hal tersebut menunjukkan bahwa sediaan losio yang terbentuk stabil secara termodinamik.

6. Daya sebar losio

Uji daya menyebar losio dilakukan untuk mengetahui kualitas losio yang dapat menyebar pada kulit dan dengan cepat pula memberikan efek terapinya dengan asumsi bahwa semakin luas daya sebar suatu formula losio maka dengan cepat melepaskan efek terapi yang diinginkan di kulit. Daya sebar yang baik dapat menjamin pelepasan bahan obat yang memuaskan (Voight, 1989:313). Data yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5.5. Hasil uji daya sebar losio sediaan losio ektrak alpukat-ekstrak lidah buaya

Formula Diameter rata-rata (cm) ± SD

I 7,75 ± 0,21

II 6,13 ± 0,30

III 5,95 ± 0,16

KN 7,93 ± 0,11

(16)

Berdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut:

Ykoefisien sebar = 7,75 (A) + 5,95 (B) – 30,28 (A) (B)

Dari persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa koefisien persamaan dari fraksi ekstrak alpukat lebih tinggi daripada ekstrak lidah buaya. Hal ini berarti ekstrak alpukat lebih dominan dalam meningkatkan daya sebar dibandingkan dengan ekstrak lidah buaya.

Dari viskositas dan daya sebar ini, dapat dilihat bahwa ekstrak lidah buaya yang mempunyai viskositas lebih tinggi, mempunyai daya sebar yang lebih kecil. Hal ini berarti, semakin tinggi viskositas (kekentalan) sediaan, semakin kecil daya sebarnya.

Daya sebar formula yang mengandung ekstrak ini lebih kecil dibandingkan dengan formula kontro positif maupun negatif, karena konsentrasi zat aktifnya yang lebih kecil atau nol.

Penetapan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorbansi maksimum. Penetapan panjang gelombang maksimum ini bertujuan untuk mengetahui pada panjang gelombang berapakah larutan vitamin E dapat menghasilkan absorbansi maksimum pada spektrofotometer Ultraviolet-Visibel. Setiap pengukuran harus dilakukan pada panjang gelombang maksimum. Hal ini berkenaan dengan kepekaan analisis, dimana perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar pada panjang gelombang maksimum sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimum. Pada penetapan panjang gelombang maksimum ini, digunakan larutan yang mengandung vitamin E dan dibaca pada spektrofotometer Ultraviolet – Visibel. Dari scanning ini, didapatkan panjang gelombang maksimum untuk vitamin E pada panjang gelombang 483nm dengan absorban 0,3042 dan hasil spektrumnya dapat dilihat pada gambar 5.

(17)

Gambar 5.1 Scaning panjang gelombang maksimal

Panjang gelombang yang dihasilkan tidak termasuk dalam range (490-500nm) perbedaan tersebut dikarenakan etanol 96% yang dapat menyebabkan pergeseran hipsokromik atau pergeseran biru. Pergeseran hipsokromik adalah pergeseran serapan kearah panjang gelombang yang lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh pelarut (Sastrohamidjojo, 2007)

Aktivitas Antioksidan dengan Metode Ferri Tiosianat.

Pengukuran absorbansi dilakukan selama 7 hari pada semua seri kadar konsentrasi dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada λ 500nm. Metode ini adanya aktivitas antioksidan ditandai penurunan absorbansi, kontrol positif yang digunakan adalah vitamin E karena vitamin E sudah terbukti aktivitas antioksidannya. Kerja antioksidan dari vitamin E yaitu sebagai pendonor ion hidrogen yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak (Winarsi, 2007).

Hidroperoksida yang terbentuk mengalami dekomposisi membentuk radikal lain seperti radikal peroksil, alkoksida, dan peroksil. Radikal peroksil akan mengalami dekomposisi yang manghasilkan O2 dan akan mangoksidasi ion ferro (Fe2+) menjadi ferri (Fe3+) yang selanjutnya dengan amonium tiosianat (NH4SCN) membentuk ferritiosianat [Fe(SCN)3] yang berwarna

(18)

merah dan dapat dibaca pada spektrofotometer UV berikut : ROO RO + O ROOH ROH + O On + Fe 2+ Fe3+ + O O + O O2 Fe3+ + NH4SCN

Warna merah dari pembentukan

mana menunjukan adanya senyawa radikal. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk maka semakin tinggi radikal yang terbentuk. Dengan pedoman ini maka efektifitas antioksidan dapat diukur.

Pada metode tiosianat ini sampel di inkubasi (pada oven) pada suhu 40

berfungsi untuk mempercepat terbentuknya radikal, dan juga untuk menyesuaikan dengan suhu tubuh yaitu 37o C dan dapat sesuai dengan kondisi yang ada pada tubuh manusia (Muzamilah, 2006).

Data absorbansi dari masing

Gambar 5.2. Histogram daya a

Berdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut:

Grafik Daya Antioksidan Losio Ekstrak Alpukat -

16,92 0 5 10 15 20 25 30 35 40 1 P e rs e n d a y a a n ti o k s id a n

merah dan dapat dibaca pada spektrofotometer UV-Vis. Adapun reaksinya adalah sebagai

RO + O ROH + On

+ O

[Fe(SCN)3] (warna merah)

Warna merah dari pembentukan kompleks warna Fe3+ dengan tiosianat pada sampel yang mana menunjukan adanya senyawa radikal. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk maka semakin tinggi radikal yang terbentuk. Dengan pedoman ini maka efektifitas antioksidan

de tiosianat ini sampel di inkubasi (pada oven) pada suhu 40

berfungsi untuk mempercepat terbentuknya radikal, dan juga untuk menyesuaikan dengan suhu C dan dapat sesuai dengan kondisi yang ada pada tubuh manusia (Muzamilah,

Data absorbansi dari masing-masing formula dapat ditunjukan pada gambar

Gambar 5.2. Histogram daya antioksidan losio biji alpukat- lidah buaya

Berdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut:

Grafik Daya Antioksidan Losio Ekstrak Alpukat - Lidah Buaya 16,92 11,28 8,34 0 1 2 3 4 Formula

Vis. Adapun reaksinya adalah sebagai

dengan tiosianat pada sampel yang mana menunjukan adanya senyawa radikal. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk maka semakin tinggi radikal yang terbentuk. Dengan pedoman ini maka efektifitas antioksidan

de tiosianat ini sampel di inkubasi (pada oven) pada suhu 40o C yang mana berfungsi untuk mempercepat terbentuknya radikal, dan juga untuk menyesuaikan dengan suhu C dan dapat sesuai dengan kondisi yang ada pada tubuh manusia (Muzamilah,

dapat ditunjukan pada gambar 2.

lidah buaya

Berdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut:

Grafik Daya Antioksidan Losio Ekstrak Alpukat -

37,68

(19)

Ydaya antioksidan = 16,92 (A) + 8,34 (B) – 55,92 (A) (B)

Dari persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa koefisien persamaan dari fraksi ekstrak alpukat lebih tinggi daripada ekstrak lidah buaya. Hal ini berarti ekstrak alpukat lebih dominan dalam meningkatkan daya antioksidan dibandingkan dengan ekstrak lidah buaya.

Uji SPF Sediaan

Dari uji SPF, kesemua formula hanya menunjukkan serapan di daerah panjang gelombang 200 – 222 nm yang merupakan daerah serapan sinar UV C. Dari perhitungan, didapatkan SPF Formula I sebesar 2,00, sedangkan Formula II sebesar 1,32 dan Formula III sebesar 1,11.

Berdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut: YSPF = 2 (A) + 1,11 (B) – 7,16 (A) (B)

Dari persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa koefisien persamaan dari fraksi ekstrak alpukat lebih tinggi daripada ekstrak lidah buaya. Hal ini berarti ekstrak alpukat lebih dominan dalam meningkatkan SPF dibandingkan dengan ekstrak lidah buaya.

Nilai SPF yang lebih kecil dibandingkan dengan 2 tergolong dalam efek perlindungan yang sangat kecil, sehingga hanya Formula I yang mempunyai efek tabir surya. Namun efek protektifnya terhadap sinar UVC tergolong minimal.

Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan

Losio yang mengandung ekstrak alpukat tanpa ekstrak lidah buaya mempunyai sifat fotoprotektif terhadap sinar UVC dengan kategori perlindungan yang minimal. Dilihat dari karakteristik fisik, nilai SPF dan aktivitas antioksidan maka formula yang optimum adalah formula losio yang mengandung ekstrak alpukat tanpa ekstrak lidah buaya.

Saran

Perlu dilakukan penyempurnaan terhadap formula losio yang memberikan karakteristik fisik yang lebih baik.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Making Natural Soap from Scratch, diakses dari

http://www.cranberrylane.com/soapmaking.htm pada tanggal 30 Oktober 2010

Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV. Jakarta : Universitas Indonesia Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia ed III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III) , Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal 139-140

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid 2, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal 265-266

Food and Drug Administration (FDA). 2003. Guidance for Industry Photosafety Testing, Pharmacology Toxycology Coordinating Committee in the Centre for Drug Evaluation and Research (CDER) at the FDA.

Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons. S., and Williamson, E.M., 2010, Farmakognosi dan

Fitoterapi, diterjemahkan oleh Winnie R. Syarief, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC, hal. 305-306

Ismail, Z and Sidiqi, J., 2010, Developing Herbs for Cosmetics, Makalah dalam Seminar

Nasional Kosmetika Alami dan Presentasi Hasil Penelitian, Yogyakarta, 12 Juni 2010

Petro, A. J. 1981. Correlation of Spectrophotometric Data With Sunscreen Protection Factors.

International Journal. Cos. Sci.

Pramono, S., 2010, Khasanah dan Kekayaan Ramuan Tradisional Indonesia untuk Kecantikan,

Makalah dalam Seminar Nasional Kosmetika Alami dan Presentasi Hasil Penelitian,

Yogyakarta, 12 Juni 2010

Retief, L., McKenzie, J. M. and Koch, K. R., 2009, A Novel Approach to The Rapid Assignment of 13C NMR Spectra of Major Components of Vegetable Oils Such As Avocado, Mango Kernel and Macadamia Nut Oils, Magnetic Resonance in Chemistry Journal, 47: 771– 781. doi: 10.1002/mrc.2463

Rowe RC, Paul JS dan Paul JW. 2003. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 4thedition. London: Chicago Pharmaceutical Press.

Soong, Y.Y and Barlow, P. J., Antioxidant activity and phenolic content of selected fruit seeds,

Food Chemistry Journal, Volume 88, Issue 3, December 2004, Pages 411-417

Subakat, N., 2010, Teknologi Formulasi dan Pengembangan Produk Kosmetika, Makalah dalam Seminar Nasional Kosmetika Alami dan Presentasi Hasil Penelitian Yogyakarta, 12 Juni 2010

Gambar

Tabel 1. Formula losio antioksidan
Tabel 5.1. Data sifat organoleptis sediaan losio ektrak alpukat-ekstrak lidah buaya
Tabel 5.4. Hasil uji homogenitas sediaan losio ektrak alpukat-ekstrak lidah buaya
Gambar  5.1 Scaning panjang gelombang maksimal
+2

Referensi

Dokumen terkait

Shooting menggunakan punggung kaki yang meliputi besar sudut segmen tubuh menggunakan punggung kaki di sekolah sepakbola putra arema U-15 Malang, Adapun analisis sudut

Petikan keputusan - keputusan Jawatankuasa Tetap Kewangan (JKTK) UPSI ini disusun bermula daripada keputusan mesyuarat yang terawal iaitu pada tahun 1998

Service Transition dan Service Operation di Pemerintah Kota Bandung ini adalah data primer yang terdiri dari kondisi layanan eksisting dan target, yang akan digunakan

Langkah dalam pembuatan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) baik dari segi studi kelayakan, persetujuan terhadap proposal kelayakan, pemilihan hardware dan software,

Beberapa pendapat mengenai opini publik, seperti dari Leonard Doob dalam Public Opinion and Propaganda mengartikan bahwa : opini publik mengacu pada sikap

yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedik terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer (Frame, 2003). Survei primer bantuan hidup dasar merupakan

Kepala Bidang Pendapatan melakukan penelitian administrasi dan menelaah permohonan Pembetulan SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB,

PERANCANGAN MUSEUM AL-QUR’AN DENGAN PENDEKATAN SEMIOTIKA DI KOTA MALANG MELALUI TEMA QOLB QUR’AN Seiring berkembangnya waktu, agama islam menyebar hingga ke Nusantara,