• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cisarua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cisarua"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cisarua

Kecamatan Cisarua, terletak di bagian selatan wilayah Kabupaten Bogor pada 060 42’ LS dan 1060 56’ BB serta ketinggian antara 650m – 1400m dpl (diatas permukaan laut) dengan curah hujan rata-rata 3.178mm/tahun dan suhu udara antara 17,85o-23,91oC. Suhu udara tersebut sesuai untuk perkembangan ternak sapi perah FH (Frishian Holland).

Secara administratif Kecamatan Cisarua terdiri dari 9 Desa dan 1 kelurahan, 32 dusun, 73 RW dan 260 RT. Batas wilayah Kecamatan Cisarua :

- Sebelah Utara : Kecamatan Megamendung - Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur

- Sebelah Barat : Kecamatan Megamendung - Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur

Berdasarkan karakteristik wilayah, Kecamatan Cisarua termasuk kedalam kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) yang dilalui Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu yang merupakan wilayah khusus dalam penanganan, dan dalam pengembangannya. Kecamatan Cisarua merupakan wilayah pertanian, perkebunan, pariwisata dan penyangga kawasan hutan lindung.

Secara demografis, Kecamatan Cisarua mempunyai penduduk sebanyak 111.940 jiwa yang tergabung dalam 31.137 KK. Luas wilayah Kacamatan Cisarua 6.373,62 ha, sehingga kepadatan penduduk rata-rata 1.281 jiwa/km2. Mata pencaharian penduduk beragam seperti dapat dilihat dari tabel 7, dimana penduduk yang bermata pencaharian sebagai peternak sebanyak 1,8 %. Di Kecamatan Cisarua mempunyai 4 kelompok peternak sapi perah masing-masing berada di wilayah Baru Tegal, Baru Sireum, Tirta Kencana, dan Bina Warga. Keempat kelompok peternak tersebut tergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani.

(2)

Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Kategori Jumlah Orang Persentase (%)

Petani 12.950 39,0

Peternak 615 1,8

Wiraswasta 13.437 40,4

Buruh 5.079 15,3

Pensiunan 1.116 3,5

Sumber : Laporan Kecamatan Cisarua (2009) 4.2 Kegiatan Peternakan

Kegiatan peternakan di Kecamatan Cisarua, berdasarkan data yang terdapat pada Kabupaten Bogor dalam angka tahun 2008 adalah seperti terlihat pada tabel 8. Peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua dari tahun 2004 hingga tahun 2007 mengalami perkembangan, terlihat dari populasi ternak sapi perah dari tahun 2004 hingga 2007 mencapai jumlah 4.400 ekor.

Tabel 8 Jenis Ternak yang Terdapat di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Tahun 2004 sampai dengan 2007

Jenis Ternak 2004 2005 2006 2007 Kecamatan Cisarua (Ekor)

Sapi Perah 4.043 3.968 4.328 4.400 Kambing 6.301 6.281 5.327 4.731 Domba 143 269 290 716 Kelinci 1.152 1.297 1.090 1.073 Kerbau 205 210 192 152 Kuda 23 62 82 77 Ayam Buras 71.680 72.641 104.493 63.050 Ayam Pedaging 57.456 40.861 65.000 60.000 Itik 6.606 8.201 11.654 2.677

Sumber : Kab. Bogor dalam angka tahun 2008

Peternak di Kecamatan Cisarua hingga tahun 2010 dibina oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani. Di dalam pelaksanaan dan pembinaannya KUD Giri Tani membuat 4 kelompok wilayah kerja yaitu Kelompok Tirta Kencana, berada di Kampung Sampay Desa Tugu Selatan, Kelompok Bina Warga berada di Kampung Joglo Desa Cibeureum, Kelompok Baru Tegal berada di Kampung Baru Tegal Desa Cibeureum, dan Kelompok Baru Sireum berada di Kampung Baru Sireum Desa Cibeureum. Perkembangan sapi perah di kelompok tersebut berdasarkan data dari KUD Giri Tani adalah terlihat pada Tabel 9.

(3)

Tabel 9 Jumlah Anggota KUD Giri Tani dan Populasi Sapi Perah Bulan Desember Tahun 2010 di Kecamatan Cisarua

Kategori Desa Jumlah Baru Tegal Baru Sireum Tirta Kencana Bina Warga Anggota (Peternak) 35 16 35 22 108 Sapi Betina (Ekor) Laktasi 77 148 82 32 339 Laktasi Bunting 26 73 30 8 137 Laktasi Kering 32 6 18 1 57 Sapi Dara (Ekor) Dara 14 14 56 12 96 Dara Bunting 24 60 25 13 121 Pedet Betina (Ekor) 0-6 Bulan 28 51 23 12 114 7-12 Bulan 7 12 0 1 20 Jantan (Ekor) 0-6 Bulan 14 31 17 7 69 7-12 Bulan 9 12 4 6 31 >12 Bulan 33 0 0 0 33

Sumber : KUD Giri Tani Bulan Desember 2010.

Keterangan : 0-6 : umur sapi, 7-12 : umur sapi, >12:umur sapi lebih dari 12 bulan. 4.3 Manajemen Usaha Sapi Perah

4.3.1 Pakan

Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya usaha sapi perah yaitu pemberian pakan. Pemberian pakan sangat mempengaruhi produksi dan kualitas susu. Pemberian pakan yang kurang mencukupi akan mengakibatkan produksi susu dan feces menurun. Peternak umumnya memberikan pakan ternaknya terdiri dari hijauan segar yang mengandung konsentrat tinggi dan pakan penguat (konsentrat) yang mengandung serat kasar rendah. Pada umumnya setiap peternak memberikan pakan yang dan tidak jauh berbeda. Kusminah (2003) yang melakukan pengamatan usaha tani pada peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan Cilebut Kabupaten Bogor menyebutkan bahwa biaya terbesar pada usaha sapi perah adalah biaya pakan yang mencapai rata-rata 56%.

Jenis pakan yang diberikan di lokasi penelitian yaitu pakan hijauan, konsentrat dan ampas tahu. Jenis pakan hijauan terdiri dari rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Pennisetum purputhypoides) dan rumput lapang yang

(4)

diberikan kepada ternak secara subtitusi sesuai dengan ketersediaan rumput. Peternak mendapatkan rumput dari lahan yang berada di sekitar pemukiman dan jika kekurangan biasanya peternak membeli rumput dengan harga Rp 165,- per kg rumput kepada petani di sekitar wilayah. Pemberian rumput per ekor mencapai 22 kg per hari.

Konsentrat yang diberikan setiap harinya per ekor sapi sebanyak 5 kg dengan harga Rp 1.800,- per kg. Konsentrat yang diberikan bermerek Prima Feed, konsentrat ini diproduksi oleh salah satu perusahaan penghasil konsentrat di daerah Karawang. Komposisi utama yang terkandung didalam konsentrat adalah dedak. KUD Giri Tani menyediakan konsentrat dengan tiga kualitas sehingga peternak dapat memilih sesuai dengan kemmapuan secara ekonomis. Selain itu, untuk pembayaran, peternak dapat mengambil konsentrat awal bulan dan dibayar di akhir bulan ketika mereka mendapatkan penghasilan susu yang dijual kepada Cimory. Ampas tahu digunakan sebagai pakan ternak bertujuan untuk mengurangi jumlah pemberian konsentrat dengan alas an faktor ekonomis. Harga ampas tahu per kg Rp 250,- dengan pemberian per ekor setiap harinya sebanyak 5 kg. Ampas tahu umumnya didapatkan dari pabrik tahu yang berada dekat dengan lokasi peternakan. Pemesanan ampas tahu biasanya dilakukan secara berkelompok pada masing-masing kelompok ternak sesuai dengan kebutuhan per bulan.

Pemberian pakan konsentrat dan ampas tahu pada sapi dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore, sedangkan untuk rumput diberikan tiga kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore. Pemberian pakan konsentrat pada pagi hari dilakukan setelah pemerahan dan pada sore hari diberikan sebelum memerah sapi. Pemberian rumput pada pagi hari dilakukan setelah pemberian konsentrat dan ampas tahu, pada siang hari rumput diberikan antara pukul 12.00-13.00 WIB dan pada sore hari rumput diberikan setelah sapi diperah dengan jumlah lebih banyak dibandingkan pemberian pada pagi dan siang hari.

Anak sapi yang baru lahir atau pedet hanya diberikan makan berupa susu dari induknya. Pada setiap penambahan usia pedet, susu yang diberikan pun semakin bertambah. Pakan anak sapi atau pedet dapat dilihat pada tabel 10.

(5)

Tabel 10 Pemberian Susu/hari/pedet

Umur (Bulan) Banyaknya Pemberian (Liter)

0-1 5 liter/hari, diberikan dua kali/hari

1-2 4 liter/hari, diberikan dua kali/hari

2-3 3 liter/hari, diberikan dua kali/hari

3-4 1 liter/hari, diberikan dua kali/hari

Pedet yang sudah berumur empat bulan akan disapih yaitu siap dilepas dari induknya. Selain pemberian susu, pedet yang berumur empat bulan sedikit demi sedikit dibiasakan untuk mengkonsumsi konsentrat dan rumput. Rumput yang diberikan yaitu rumput muda yang tidak berembun. Pada awal memakan konsentrat dapat diajarkan dengan mengoles-oleskan makanan konsentrat pada mulut pedet atau menambahkan sedikit konsentrat pada ember yang digunakan untuk memberikan susu. Sesudah anak sapi berumur empat bulan anak sapi dapat menghabiskan konsentrat sebanyak 0,5 kg per hari dan pada saat itu juga pemberian susu dihentikan.

4.3.2 Produktivitas Sapi Perah

Produksi susu yang dihasilkan merupakan jumlah susu segar yang dijual. Hasil produksi susu secara rata-rata pada peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah 9,24 kg/ekor/hari dengan rataan kepemilikan sapi induk laktasi 5 ekor. Sapi jenis Fries Holland pada awal bunting pertama umumnya menghasilkan produksi susu yang masih sedikit mencapai 5 hingga 10 liter/hari. Pada laktasi kedua dan seterusnya hingga umurnya optimal dapat mencapai 10 liter hingga 15 liter per hari, terkadang untuk sapi yang produksi susunya tinggi dapat menghasilkan susu hingga 25 liter per hari.

Pengusahaan sapi perah di lokasi penelitian, sapi perah yang digunakan adalah sapi perah yang berumur dua tahun sehingga pada tahun pertama produksi susu sudah optimal sesuai dengan produksi susu rata-rata 9,24 kg. Namun terkadang produksi susu dapat mencapai 11,784 kg/ekor/hari untuk produksi tertinggi dan 5,29 kg/ekor/hari untuk produksi terendah. Produksi susu tergantung dari tata laksana peternakan, bobot sapi, frekuensi birahi, lama masa kering kandang, frekuensi pemerahan, dan pemberian pakan.

(6)

4.3.2.1 Kegiatan Pemerahan

Kegiatan pemerahan susu di Kecamatan Cisarua dilakukan dua kali sehari yaitu pad pagi dan sore hari. Waktu pemerahan untuk untuk pagi hari dimulai dari pada pukul 06.00 WIB dan sore hari pada pukul 15.00 WIB. Untuk memerah satu ekor sapi membutuhkan waktu 5-10 menit. Waktu pemerahan pada setiap kegiatan memerah susu harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan karena setiap pukul 07.00 dan 16.00 WIB, susu-susu yang dihasilkan akan diangkut langsung oleh pihak KUD Giri Tani untuk dibawa ke Cimory.

Proses pemerahan dilakukan secara manual. Sebelum dilakukan pemerahan, terlebih dahulu dilakukan kegiatan membersihkan kandang, memandikan sapi dan ambing sapi dengan menggunakan lap dan air hangat. Tujuannya adalah untuk menjaga kebersihan kandang dan sapi sehingga susu yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik.

Saat proses pemerahan peternak menggunakan mentega untuk menjaga ambing agar tidak mudah lecet karena pemerahan yang terlalu kencang. Seharusnya yang digunakan untuk membantu proses pemerahan adalah Vaseline, namun karena harga Vaseline yang mahal dan ketersediaannya yang jarang maka peternak lebih memilih menggunakan mentega. Dalam satu bulan peternak menghabiskan satu bungkus mentega untuk memerah lima ekor sapi. Mentega yang digunakan adalah mentega ‘Simas’ dengan harga Rp 5.000,- per bungkus. Pada saat pemerahan, susu yang keluar dari puting ditempatkan pada ember plastik.

Pemerahan harus dilakukan sampai air susu yang didalam ambing keluar. Setelah susu terkumpul dalam ember kemudian susu dituang ke dalam milk can. Pada proses penuangan peternak menggunakan saringan untuk menyaring feces-feces yang mungkin terdapat dalam ember sehingga ketika dimasukkan ke dalam milk can susu sudah bersih dari feces.

4.3.2.2 Pencegahan Penyakit

Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara pemandian sapi secara rutin dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari bersamaan dengan membersihkan kandang agar sapi dan kandang tetap bersih serta sapi terhindar dari bakteri dan penyakit. Selain membersihkan kandang, pencegahan penyakit juga dilakukan dengan cara

(7)

pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh Unit Pelayanan Kesehatan dari KUD Giri Tani. Penyakit yang umum menyerang ternak sapi perah di lokasi penelitian adalah diare, pilek, dan manihitis. Adapun obat yang sering diberikan oleh pihak Keswan KUD Giri Tani diantaranya antibiotik, analgetik, antihistamin, obat cacing dan obat kering kandang. Meskipun KUD sudah mempunyai dokter hewan sendiri, tidak jarang para peternak memberikan obat-obatan tradisional kepada sapi yang sedang sakit.

4.3.2.3 Perkawinan

Perkawinan merupakan faktor yang sangat penting dalam tatalaksana pengusahaan sapi perah. Pada peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua perkawinan dilakukan secara alami dan dengan bantuan inseminasi buatan (IB). IB dilakukan karena sapi jantan yang dimiliki oleh peternak masih berumur dua tahun. Sapi jantan yang berumur dua tahun hanya mampu mengawini 2-3 ekor betina dalam satu minggu dan jumlah jantan yang ada di peternakan hanya satu ekor. Pada waktu berumur 3-4 tahun pejantan dapat mengawini 3-4 ekor betina dalam satu minggu tetapi perkawinan seperti ini jarng terjadi dalam waktu seminggu berturut-turut. Sebaiknya pejantan kawin dua kali seminggu karena semakin sering pejantan dipakai akan menurunkan fertilitasnya.

Bantuan perkawinan dengan Inseminasi Buatan (IB) merupakan solusi terbaik untuk produktifitas kehamilan sapi. IB yang dilakukan pada peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua dibantu oleh Keswan dari KUD Giri Tani. Setiap tahunnya seekor sapi melakukan IB satu kali dengan biaya Rp 45.000,- per IB.

4.3.3 Teknik Pembuatan kandang

Kandang sangat menunjang tatalaksana peternakan sapi perah. Hal ini menyangkut pengawasan dan kesehatan ternak. Tanpa adanya kandang sangat sulit untuk melakukan control, pemberian pakan, pengawasan, pemerahan, pemandian sapi, pengumpulan fecesm usaha higienisasi dan sebagainya. Sapi perah harus selalu diawasi dan dilindungi dari kondisi lingkungan yang dapat merugikan seperti angin kencang, terik matahari, suhu udara malam hari yang dingin, dan pencurian sapi. Kandang sapi perah yang memiliki instalasi biogas harus memperhatikan saluran pembuangna feces ke dalam reaktor.

(8)

Peternakan pada lokasi penelitian dibangun bersebelahan dengan rumah peternak, ini dilakukan agar pemantauan terhadap sapi dapat dengan mudah dilakukan. Sistem perkandangan yang digunakan adalah tai to tail artinya sapi yang dikandangkan saling membelakangi atau ekor dengan ekor sehingga dapat mempermudah dalam proses pemberian pakan dan pemerahan susu. Keunggulan lain dari sistem perkandangan ini adalah mempermudah pengaliran feces dimana aliran feces dibuat ditengah-tengah kandang yang kemudian bermuara pada saluran pemasukan yang akan masuk ke dalam instalasi biogas. Sebagian besar kandang digunakan utnuk sapi perah berbentuk kandang permanen yang beratapkan genteng atau asbes dan berlantaikan semen. Dinding kandang pada lokasi penelitian beragam ada yang tertutup dan ada yang semi terbuka. Biasanya untuk kandang yang semi terbuka berjarak beberapa meter dengan pemukiman.

Gambar 6. Kandang Sapi

4.4 Potensi Limbah

Limbah peternakan adalah buangan usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas. Menurut Sudono (2000), satu satuan ternak sapi perah menghasilkan limbah sebanyak 30 kg per hari terdiri dari feces dan urine. Potensi limbah peternakan di Kecamatan Cisarua dapat dilihat pada tabel 11.

Potensi limbah dihitung dari jumlah (satuan ternak) ternak dikali limbah yang dihasilkan per satuan ternak 30 kg/hari. Dari tabel 11 terlihat bahwa potensi limbah terbesar yaitu di daerah Baru Sireum dengan jumlah limbah 8.472 kg/hari. Rata-rata pemilikan ternak di Kecamatan Cisarua adalah 2-5 ekor ternak sapi

(9)

perah, sehingga dapat dikatakan bahwa kebutuhan instalasi biogas untuk Kecamatan Cisarua adalah yang berkapasitas 5 m3 karena memiliki daya tampung 3-7 ekor.

Tabel 11 Jumlah Satuan Ternak dan Potensi Limbah Peternakan di Desa Kecamatan Cisarua

Jumlah Ternak ST (Satuan Ternak)

Desa

Baru Tegal Baru Sireum Tirta Kencana Bina Warga

Sapi Betina 135,0 223,0 130,0 41,0 Sapi Dara 19,0 33,0 40,5 12,5 Pedet Betina 8,7 15,7 5,7 3,2 Pedet Jantan 5,7 10,7 5,2 3,2 Jantan >12 bulan 16,5 0 0 0 Jumlah (ST) 184,9 282,4 181,4 59,9 Potensi Limbah (Kg/hari) 5.535 8.472 5.442 1.797

Sumber : Data Primer diolah (2011)

Ket : Sapi Betina = 1 ST ; Sapi dara dan Jantan = 0,5 ST ; Pedet Betina dan Jantan = 0,25 ST Dari tabel 11 dapat dihitung berapa kebutuhan instalasi biogas jika dihitung berdasarkan instalasi biogas berkapasitas 5 m3 yang memiliki volume 180 kg feces, maka kebutuhan instalasi biogas dilihatdari potensi limbah yang dihasilkan di setiap desa yaitu untuk desa Baru Tegal dibutuhkan 37 instalasi biogas, desa 47 instalasi biogas, Tirta Kencana 30 instalasi biogas dan Bina Warga 10 instalasi biogas. Total instalasi biogas yang dibutuhkan di Kecamatan Cisarua adalah 124 unit instalasi. Sehingga dapat disimpulkan instalasi biogas yang sudah ada masih kurang dari kebutuhan, sehingga diperlukan partisipasi masyarakat untuk mengadakan instalasi biogas secara mandiri.

4.4.1 Pengelolaan Limbah

Pengusahaan sapi perah selain menghasilkan susu dan pedet juga menghasilkan limbah. Limbah pada peternakan sapi perah diantaranya feces, urine, air limbah dari proses pemandian sapi dan pembersihan kandang. Jika limbah tersebut tidak dikelola dengan baik maka akan mencemari lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maksudi (1993) dan Haryati (2003) menyatakan bahwa dampak dari adanya limbah sapi perah yang tidak terkelola adalah bau dan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang mencapai 63%. Lokasi peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah kandang sapi berada bersebelahan dengan rumah peternak dan pemukiman penduduk sehingga

(10)

banyak penduduk lain yang mengeluhkan bau dari feces sapi. Haryati (2003) mengatakan bahwa penduduk yang tinggal 0 sampai dengan 50 meter dari lokasi kandang merasa paling terganggu sedangkan lebih dari 50 meter tidak terlalu terganggu.

Pengelolaan limbah harus dilakukan dengan baik agar dampak negatif dari limbah seperti bau dan penyakit ISPA terhindar. Salah satu alternatif pengelolaan limbah yang cukup efektif dalam mengurangi bau yaitu dengan menggunakan instalasi biogas, selain itu juga peternak mendapatkan keuntungan lebih yaitu mengubah limbah nya menjadi energi alternatif yang digunakan sebagai pengganti gas elpiji untuk memasak, dan sisa hasil dari pengolahan menggunakan instalasi biogas juga dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos.

Pengelolaan limbah pada tempat penelitian dibagi menjadi 3 cara yaitu 1) feces segar dikumpulkan dalam karung lalu dijual langsung ke pengepul 1 minggu sekali dengan harga Rp 5.000,- per karung, 2) feces segar dan air limbah dari pemandian sapi dan pembersihan kandang mengalir langsung ke selokan, 3) feces segar dan air limbah dari pemandian sapi dan pembersihan kandang mengalir ke dalam instalasi biogas. Cara peternak mengelola limbah ternak pada empat lokasi penelitian di Kecamatan Cisarua hampir sama yaitu peternak yang sudah dipasang instalasi biogas mengalirkan limbah ke dalam instalasi, dan peternak yang tidak memiliki instalasi biogas mengalirkan limbah cairnya ke selokan dan limbah padatnnya di masukkan ke dalam karung lalu dijual. Limbah yang diolah melalui instalasi biogas memberikan produk sampingan berupa sludge yang jika diproses lebih lanjut bisa menjadi pupuk organik cair dan padat.

Pada peternakan di Kecamatan Cisarua pemanfaatan sludge tidak diolah menjadi pupuk organik cair maupun padat. Sludge berupa kompos yang dihasilkan di masukkan ke dalam karung lalu dijual kepada perusahaan perkebunan dengan harga Rp 150,- per kg. Biasanya peternak yang mengumpulkan sludge ke dalam karung adalah peternak yang tidak mempunyai lahan lagi disekitarnya sedangkan peternak yang kandangnya dekat dengan kebun hijauan makanan ternak langsung dialirkan ke kebun hijauannya. tidak adanya pengolahan sludge menjadi pupuk organik cair dan padat dikarenakan tidak

(11)

adanya waktu dan keahlian peternak untuk melakukan pengolahan pada sludge menjadi pupuk organik cair dan padat.

Dilihat dari pengelolaan limbahnya, komposisi responden yang sudah dan belum memiliki instalasi biogas disajikan pada tabel 12.

Tabel 12 Komposisi Responden yang Sudah dan Belum Memiliki Instalasi biogas

No Kategori Jumlah peternak

(Orang)

Persentase (%)

1 Belum 19 67,87%

2 Sudah 9 32,14%

Sumber : Data Primer Diolah (2011)

Pada tabel 12 terlihat sebanyak 19 responden (67.86%) belum memiliki instalasi biogas. Responden peternak yang belum memiliki instalasi biogas, limbahnya dibuat pupuk kompos dengan cara dimasukkan ke dalam karung dan juga dialirkan ke kebun rumput. Hal ini menunjukkan masih banyak peternak yang belum mengolah limbah nya dengan menggunakan instalasi biogas sejalan dengan data kebutuhan instalasi biogas dan jumlah instalasi yang diberikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) yang jauh mencukupi yaitu kebutuhan 124 unit instalasi biogas 5 m3 baru terpasang 37 unit instalasi biogas 5 m3. Sejak tahun 2007 peternak mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat berupa instalasi biogas skala 5 m3 dan 7 m3. Sampai saat ini bantuan instalasi biogas 5 m3 di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua yaitu kelompok peternak Baru Tegal , Bina Warga dan Baru Sireum dengan jumlah peternak setiap kelompoknya 11, 12 dan 6 peternak yang memiliki instalasi biogas skala 5 m3, sedangkan di Desa Tugu Selatan jumlah anggota yang tergabung dalam kelompok Tirta Kencana yang memiliki instalasi biogas berjumlah 8 peternak. Dan bantuan instalasi biogas 7 m3 di Desa Baru Sireum sebanyak 2 peternak.

(12)

Gambar 7. Cara Pengelolaan Limbah Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Cisarua

4.4.2 Teknologi Instalasi biogas

Pengusahaan sapi perah selain bermanfaat untuk menghasilkan susu dan pedet juga dapat membantu pengembangan energi alternatif dari limbah yang dihasilkan. Peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua sejak tahun 2007 mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat berupa instalasi biogas bertipe fixed dome berbahan dasar fiber glass sehingga para peternak dapat memanfaatkan

(13)

feces yang dihasilkan menjadi energi alternatif yang ramah lingkungan. Penyaluran instalasi biogas yang diberikan Pemerintah Pusat kepada para peternak di jembatani oleh KUD Giri Tani. KUD Giri Tani menentukan peternak mana yang berhak mendapatkan bantuan instalasi biogas yaitu :

1. Memiliki sapi empat sampai tujuh ekor.

2. Memiliki lahan sekitar 18 m2 dimana lahan tersebut tidak akan dijual dan bersedia untuk dipasang instalasi biogas.

3. Memanfaatkan instalasi biogas bantuan dari KLH sebaik-baiknya. 4. Bersedia memelihara dan merawat bantuan tersebut.

5. Bersedia berkonsultasi dengan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor melalui Desa apabila terdapat permasalahan dalam pemeliharaan dan pemanfaatan.

6. Apabila tidak dimanfaatkan dengan baik, bersedia memindahkan instalasi biogas ke tempat lain.

7. Menandatangani surat pernyataan pemanfaatan dan pemeliharaan instalasi biogas.

Pembuatan instalasi biogas dipercayakan pihak KLH kepada pihak ketiga yaitu PT. Swen Inovasi Transfer dalam hal pembuatan, pemasangan, dan penyuluhan mengenai instalasi biogas kepada peternak, selain mendapatkan hibah berupa pembangunan instalasi biogas, para peternak juga mendapatkan kompor gas sebanyak satu unit dengan rata-rata satu tungku pembakaran, selang gas untuk mengalirkan gas yang dihasilkan dari reaktor ke kompor biogas yang terletak di dapur rumah peternak, stop keran untuk mengatur aliran dan jumlah gas yang dihasilkan, serta dibangun pula lubang pemasukan serta lubang penampung limbah biogas sludge.

Pengelolaan limbah dengan menggunakan teknologi instalasi biogas memberikan pengaruh terhadap lingkungan dan juga peternak. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, sehingga peternak dapat mengganti bahan bakar yang dulunya elpiji dengan biogas sehingga sangat menghemat pengeluaran rumah tangga peternak terhadap gas.

(14)

Gambar 8. Instalasi biogas dan Kompor Gas

Nilai biogas dapat dihitung dari mengkonversi biogas dengan gas elpiji yang digunakan peternak untuk memasak. Menurut Wahyuni (2008) setiap 1 m3 reaktor biogas mampu menghasilkan 0,46 kg gas elpiji dalam seharinya. Menurut PT. Swen Inovasi Transfer (2009) setiap 5 m3 reaktor biogas mampu menampung feces dari tiga sampai tujuh ekor sapi perah dewasa. Biogas yang dihasilkan akan optimum apabila sapi yang diternakkkan berjumlah tujuh ekor sapi perah dewasa, namun jumlah rata-rata kepemilikan sapi perah di Kecamatan Cisarua berjumlah dua sampai lima ekor sapi perah dewasa. Berdasarkan hal tersebut penggunaan reaktor skala 5 m3 yang dimiliki oleh peternak belum optimum. Berdasarkan perhitungan, volume reaktor untuk lima ekor yaitu 3,56 m3 sehingga reaktor dalam seharinya mampu menghasilkan setara gas elpiji sebanyak 3,56 m3 x 0,46 kg = 1,640 kg. Dengan jumlah tersebut dalam satu tahun jumlah biogas yang dapat dihasilkan setara dengan 590,64 kg gas elpiji. Gas elpiji 3 kg biasanya digunakan untuk memasak oleh satu keluarga (3- 5 orang) selama 10 hari atau tiga tabung selama satu bulan atau membutuhkan 108 kg gas elpiji per tahun per keluarga, sehingga biogas yang dihasilkan dari 1 reaktor dapat digunakan untuk 5 keluarga. Apabila dilakukan pengkonversian dengan harga jual elpiji 3 kg sebesar Rp 15.000,- atau Rp 5.000,- per kg maka penerimaan biogas yang dihasilkan oleh peternak dalam setahun mencapai Rp 2.952.000,-. Selain itu proses biogas mengeluarkan sludge yang dapat dijual dengan harga Rp 150 per kg. Sludge yang dihasilkan adalah 70% dari feces yang masuk jadi dapat dihitung penerimaan dari penjualan sludge adalah 70% dikali 150 kg feces yang masuk lalu dikali dengan harga maka didapat hasil Rp 472.500,- per bulan.

(15)

Mulyani (2008) dan Riesti (2010) yang sama-sama meneliti tentang kelayakan finansial pengusahaan biogas skala 5 m3 dengan umur proyek 30 dan 15 tahun, hasilnya ditampilkan pada tabel 13. Hal itu menunjukkan indikator kelayakan NPV, IRR, Net B/C, menunjukkan nilai positif dengan discount factor 17% dan 6,5% sehingga dapat disimpulkan bahwa peternak tidak dirugikan dengan investasi biogas.

Tabel 13 Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Biogas

Indikator Kelayakan Biogas 5 m3 Mulyani (2008) Riesti (2010) Df 17% Df 6,5% NPV Rp 39.370.074 Rp 36.832.511 IRR 34% 95% Net B/C 2,14 9,73

4.4.3 Teknik Operasional Biogas

Proses pembuatan biogas dalam digester akan melalui tahapan berikut :

1. Penyiapan feces sapi yang masih baru antara dua hingga tiga hari yang dicampurkan dengan air. Perbandingan feces dengan air adalah 2:1.

2. Mengalirkan feces sapi ke dalam reaktor.

Setelah air dan feces bercampur kemudian di isi ke dalam reaktor biogas melalui saluran pemasukan. Pada pengisian pertama, kran pengeluaran gas yang ada di puncak kubah sebaiknya tidak disambungkan dulu ke pipa. Kran tersebut dibuka agar udara dalam reactor terdesak keluar sehingga proses pemasukan feces sapi lebih mudah. Pengisian pertama dilakukan sampai batas optimal lubang pengeluaran.

3. Membuang gas yang pertama dihasilkan

Hingga hari kedelapan, kran yang ada diatas kubah dibuka dan gasnya dibuang. Pembuangan ini disebabkan gas awal yang terbentuk didominasi CO2. Pada hari ke 10 hingga hari ke 14 pembentukan gas CH4 54% dan CO2 27% maka biogas akan menyala. Selanjutnya, biogas dapat dimanfaatkan untuk menyalakan kompor gas di dapur.

4. Pemanfaatan biogas yang sudah jadi

Gas yang sudah mulai terbentuk dapat digunakan untuk menghidupkan nyala api pada kompor. Nyala api kompor yang dihasilkan dari instalasi biogas adalah

(16)

berwarna biru dan berapi besar. Digester dapat terus menghasilkan biogas jika digester terus diisi feces secara kontinu setiap hari.

Tinggi rendahnya jumlah biogas yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :

1. Bahan organik

Jenis bahan organik yang digunakan sebagai bahan baku turut mempengaruhi jumlah biogas yang akan dihasilkan. Bahan organik yang biasa digunakan adalah limbah pertanian, peternakan dan sampah organik. Limbah peternakan khususnya sapi perah merupakan salah satu komponen yang dapat menghasilkan biogas dengan nilai kalori biogas paling tinggi diantara yang lain yaitu 6513 kilo joule, selain itu juga sapi perah mampu menghasilkan feces rata-rata 30 kg per hari. 2. Imbangan C/N

Komposisi utama dari biogas salah satunya adalah karbon dan nitrogen. Kedua komponen tersebut harus dalam perbandingan yang sesuai agar dapat menghasilkan biogas secara optimal. Imbangan atau perbandingan yang sesuai untuk menghasilkan biogas adalah 25-30%, jika perbandingannya kurang atau lebih dari komposisi tersebut maka biogas yang dihasilkan akan berada pada titik dibawah kondisi optimal rata-rata, yakni menghasilkan 0,46 kg dalam setiap 1 m3. 3. Derajat Keasaman

Derajat keasaman merupakan salah satu faktor penting yang juga mempengaruhi jumlah biogas yang dihasilkan. Kondisi ini dipengaruhi dari input yang digunakan. Tingkat keasaman yang sesuai adalah pada pH netral, yakni kondisi antara 6,5-7,5. Dengan pH netral, komposisi biogas yang terbentuk akan berada pada kondisi optimal. Komposisi biogas dari berbagai proses biologi dengan kondisi pH netral dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14 Komposisi Biogas dari Proses Biologi

Uraian Jumlah CH4 77,13 % CO2 20,88 % H2S 1544,46 mg/m3 NH3 40,12 mg/m3 Sumber : Widodo (2000)

(17)

4. Temperatur

Temperatur juga merupakan faktor penting dalam menghasilkan biogas yang optimal. Perubahan temperatur dalam reaktor juga dipengaruhi oleh temperatur yang ada di lokasi reaktor biogas. Biogas akan terbentuk dengan optimal jika temperatur dalam reaktor stabil selama proses biologis berlangsung.

5. Zat Toxic

Bahan baku yang dimasukkan ke dalam reaktor biogas harus bebas dari zat toxic yang tercampur disaat proses pembersihan kandang berlangsung. Zat toxic ini diantaranya berupa pestisida, deterjen, dan kaporit. Adanya zat toxic ini akan mempengaruhi kualitas biogas yang dihasilkan.

6. Loading Rate

Peternak harus mengisi reaktor biogas dengan feces dalam jumlah konstan setiap harinya dengan memperhitungkan waktu tinggal feces di dalam reaktor dan volume reaktor. Rumus Loading rate dapat dilihat pada kotak dibawah ini

Loading Rate = Volume Reaktor Waktu Tinggal

Volume reaktor dapat dihitung berdasarkan skala biogas. Menurut PT. Swen Inovasi Transfer (2009), skala biogas 5 m3 mampu menampung feces dari tiga sampai dengan tujuh ekor sapi perah dewasa. Setiap satu ekor sapi perah dewasa dalam satu hari mampu menghasilkan feces rata-rata 30 kg, sehingga dapat diperhitungkan bahwa reaktor biogas skala 5 m3 memiliki volume 210 kg feces. Waktu tinggal rata-rata feces didalam biogas adalah selama 40 hari hingga dapat menghasilkan sludge. Berdasarkan nilai tersebut, loading rate dari biogas adalah 210 kg dibagi dengan 40 hari yaitu sama dengan 5,25 kg per hari. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghasilkan biogas secara kontinu feces minimal yang harus dimasukkan adalah 5,25 kg per hari, jika kurang dari jumlah tersebut maka jumlah biogas yang dihasilkan akan tidak kontinu.

7. Pengadukan

Pengadukan atau menghomogenkan bahan baku yang masuk dengan air mempengaruhi hasil biogas. Bahan baku yang diaduk akan menghasilkan

(18)

komposisi biogas yang optimal. Pada peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua pengadukan dilakukan secara tidak langsung yaitu ketika membersihkan kandang air dan feces bercampur mengalir ke lubang reaktor biogas.

8. Starter

Proses biologis atau fermentasi yang terjadi didalam reaktor biogas dapat dipercepat dengan menambahkan starter berupa mikroorganisme. Namun, pada peternak di Kecamatan Cisarua hal ini tidak dilakukan. Peternak hanya menggunakan mikroorganisme dalam feces sebagai starter.

9. Waktu Retensi

Feces atau bahan baku yang digunakan akan berada didalam reaktor selama waktu tertentu, atau disebut dengan waktu retensi. Waktu tinggal yang diperlukan dalam digester adalah 29-60 hari tergantung dari jenis bahan organik yang digunakan. Bahan baku organik berupa feces sapi perah waktu retensi yang dibutuhkan hanya berkisar 5-14 hari. Dengan waktu yang relatif singkat tersebut, peternak dapat lebih cepat menghasilkan biogas.

Gambar

Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian  Kategori  Jumlah Orang  Persentase (%)
Tabel 9 Jumlah Anggota KUD Giri Tani dan Populasi Sapi Perah Bulan  Desember Tahun 2010 di Kecamatan Cisarua
Gambar 7. Cara Pengelolaan Limbah Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Cisarua  4.4.2 Teknologi Instalasi biogas
Gambar 8. Instalasi biogas dan Kompor Gas

Referensi

Dokumen terkait

1. Ini merupakan kemajuan walaupun belum maksimal. Kemajuan tersebut masih jauh dari target yang ditentukan yaitu 75% siswa aktivitasnya tergolong dalam kategori

kata bahasa gaul yang digunakan dalam dialog antar tokoh pada film remaja Catatan Akhir Sekolah ada 24 kata yang digolongan menjadi empat bentuk, yaitu bahasa gaul

.1.8  *ika #ungsi audit internal dan eksternal dilakukan oleh perusahaan   *ika #ungsi audit internal dan eksternal dilakukan oleh perusahaan akuntansi yang

menurut Sektor Ekonomi di Kota Tangerang (juta rupiah), 2009-2015 Outstanding Sharia Bank Financing 1 ) in Rupiah and Foreign Currency by Economic Sector in Tangerang

Hasil evaluasi kurva kalibrasi dari pengukuran deret bahan standar CRM paduan zirkonium dengan metoda standar internal memberikan data yang lebih tepat dibanding

bertanggungjawab atas tindakan tidak sah secara internasional yang dilakukan tentaranya sebagai organ negara Amerika Serikat (dalam hal ini tentara AS melakukan

Hasil dari kegiatan ini menjadi bahan pendukung untuk melakukan langkah pelestarian Cagar Budaya Bawah Air yang nantinya akan berdampak langsung kepada masyarakat,

Dari hasil penilitian yang di lakukan oleh Noor, dkk (2016:963) hasil penelitian agar lebih banyak guru untuk memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam