• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Repository FMIPA 1 UJI PEMACUAN PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) TINGKAT PRE-NURSERY MENGGUNAKAN DUA ISOLAT TUNGGAL

BAKTERI PELARUT FOSFAT ASAL TANAH GAMBUT RIAU

Dewi Rahmawati1, Delita Zul2, Siti Fatonah3 1

Mahasiswa Program S1 Biologi 2

Dosen Bidang Mikrobiologi Jurusan Biologi 3

Dosen Bidang Botani Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia

dewirahmawati23@gmail.com

ABSTRACT

Phosphate solubilizing bacteria (PSB) is a group of benefical bacteria capable of solubilizing organic phosphate into anorganic phosphate. Applications of PSB as biofertilizer agents can improve plant growth. The objective of this research is to test the inoculation of single isolates of PSB and to find out the effect of watering on inoculation of PSB to the growth rate of pre-nursery palm oil in peat soil. This research was designed as Randomized Groups Factorial with two factors and three replication. The first factor consisted of seven isolate collection of PSB, the second factor consisted of watering-inoculation of PSB (1 watering treatment, 2 watering treatment, 3 watering treatment). The isolates were tested by inoculating them on germinated-palm oil. Furthermore, watering treatment on inoculation of PSB was started with 14 day-after plant (dap), 30 dap and 60 dap. The observed parameters included crown growth and root growth. The result showed that 3 watering treatment on isolate BB_HS13 increased the dry weight of the roots (0,67 g), wet weight of roots (2,14 g), dry weight of crown (1,59 g), and wet weight of palm oil seed crown (5,70 g).

Keywords : Phosphate solubilizing bacteria (PSB), palm oil, peat soil, biofertilizer.

ABSTRAK

Bakteri pelarut fosfat (BPF) adalah bakteri yang mampu melarutkan fosfat organik menjadi fosfat anorganik. Penggunaan BPF sebagai agen biofertilizer dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji inokulasi isolat tunggal BPF dan mengetahui pengaruh penyiraman inokulasi BPF

(2)

Repository FMIPA 2 terhadap pemacuan pertumbuhan bibit kelapa sawit tingkat pre-nursery pada tanah gambut. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama terdiri dari tujuh koleksi isolat BPF, faktor kedua terdiri dari penyiraman inokulasi BPF (1 kali penyiraman, 2 kali penyiraman, 3 kali penyiraman). Isolat-isolat tersebut diuji dengan menginokulasikannya pada kecambah kelapa sawit. Selanjutnya, pemberian perlakuan penyiraman inokulasi BPF diawali 14 HST, 30 HST dan 60 HST. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tajuk dan pertumbuhan akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 3 kali penyiraman pada isolat BB_HS13 merupakan perlakuan inokulasi BPF tertinggi dalam meningkatkan berat kering akar (0,67 g), berat basah akar (2,14 g), berat kering tajuk (1,59 g), dan berat basah tajuk bibit kelapa sawit (5,70 g).

Kata Kunci : Bakteri pelarut fosfat (BPF), kelapa sawit, tanah gambut, biofertilizer. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan produsen crude palm oil (CPO) terbesar di dunia setelah mampu menggeser Malaysia. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan produk turunannya telah menjadi komoditas perdagangan internasional yang menyumbang devisa terbesar bagi negara dari ekspor non-migas tanaman perkebunan. Selain sumber penyumbang devisa bagi negara, kelapa sawit juga berperan dalam meningkatkan pendapatan petani sekaligus memberikan kesempatan kerja yang luas (Yahya 1990). Oleh karena itu, diperlukan adanya usaha-usaha peningkatan budidaya tanaman kelapa sawit.

Sebagian besar lahan gambut Riau merupakan areal perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. Lahan gambut umumnya memiliki kesuburan yang rendah, miskin hara dan kandungan asam-asam organik yang tinggi. Salah satu ciri khas dari gambut yaitu memiliki pH dengan kisaran 3-5. Rendahnya pH menyebabkan ketersediaan unsur hara makro (K, Mg, Ca, P) dan mikro (Cu,

Zn, Mn, Bo) menjadi rendah (Rachim 1995).

Fosfor (P) merupakan salah satu unsur utama yang diperlukan tanaman selain nitrogen yang keberadaannya melimpah di dalam tanah. Tanaman hanya mampu memanfaatkan P sebanyak 10-30% dari pupuk P yang diberikan dan sebanyak 70-90% pupuk P tetap berada di tanah. Kurang efisiennya penggunaan pupuk P ini dapat diatasi dengan memanfaatkan mikroba pelarut P, diantaranya yaitu bakteri pelarut fosfat (BPF) (Leiwakabessy 2003).

Bakteri pelarut fosfat di dalam tanah mempunyai kemampuan melepas fosfor (P) dari ikatan Fe, Al, Ca dan Mg, sehingga P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman sehingga dapat diserap oleh akar tanaman (Rao 1994). Bakteri yang diketahui mampu melarutkan unsur P antara lain genus Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Micrococcus, Flavobacterium, Bacterium, Citrobacter dan Enterobacter (Illmer et al. 1995).

Pemanfaatan BPF dapat dijadikan sebagai alternatif potensial untuk

(3)

Repository FMIPA 3 dikembangkan dalam mencari

pemecahan masalah efektivitas ketersediaan unsur P tanah. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menguji inokulasi isolat tunggal bakteri pelarut fosfat (BPF) yang merupakan isolat lokal dan mengetahui pengaruh penyiraman inokulasi BPF terhadap pemacuan pertumbuhan bibit kelapa sawit tingkat pre-nursery pada tanah gambut.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan September 2014 - Januari 2015 di rumah kawat Kebun Biologi dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. Alat yang digunakan adalah pot kecil berukuran 14 x 23 cm, alat-alat gelas, autoklaf, shaker, meteran, timbangan analitik, oven, kamera digital dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah kecambah kelapa sawit Topaz 3 (dura Deli x pisifera Ekona) yang berasal dari Oil Palm Research Station (OPRS) Topaz-Riau, tanah gambut dari desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar Riau, tanah podsolik merah kuning (PMK), isolat bakteri pelarut fosfat yang merupakan koleksi Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA UNRI, dan batuan fosfat.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama: BPF (I1 = tanpa pemberian isolat BPF, I2 = isolat BB_K9, I3 = isolat BB_HS13). Faktor kedua: penyiraman inokulasi BPF (P1 = penyiraman inokulasi BPF 1x, P2 = penyiraman

inokulasi BPF 2x, P3 = penyiraman inokulasi BPF 3x). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan DNMRT pada taraf 5%.

Persiapan media tanam dilakukan dengan mengambil tanah gambut pada kedalaman 1-20 cm kemudian dimasukkan dalam polybag ukuran 14 x 23 cm sebanyak 1000 g, dimana 700 g adalah tanah gambut dan 300 g tanah PMK, kemudian diaduk. Selanjutnya ditambahkan batuan fosfat sebanyak 7,5 g. Sebelum penanaman, dilakukan perendaman kecambah kelapa sawit di dalam starter BPF selama 2 jam. Penanaman kecambah dilakukan dengan membuat lubang tanam dengan jari telunjuk sedalam 3 cm, posisi radikula menghadap ke bawah dan plumula menghadap ke atas kemudian ditutup dengan tanah sampai rata. Aplikasi penyiraman inokulasi BPF dilakukan secara bertahap dalam 3 kali aplikasi mulai dari 14 hari setelah tanam (HST), 30 HST dan 60 HST. Parameter yang diamati adalah panjang tajuk, jumlah daun, berat basah tajuk, berat kering tajuk, berat basah akar, berat kering akar. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Panjang Tajuk (cm)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF, perlakuan penyiraman terhadap bibit kelapa sawit dan interaksi keduanya menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tajuk. Pengaruh perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF dan perlakuan penyiraman terhadap

(4)

Repository FMIPA 4 panjang tajuk bibit kelapa sawit dapat

dilihat pada Gambar 1.

Hasil pengukuran panjang tajuk untuk perlakuan 1 kali penyiraman (P1) berkisar antara 27,8±11,5 - 37,1±1,31 cm. Perlakuan 2 kali penyiraman (P2) berkisar antara 31±1,006 - 35,1±4,95 cm. Perlakuan 3 kali penyiraman (P3) berkisar antara 30,5±1,11 - 35,1±4,95 cm. Perlakuan inokulasi BPF tertinggi diperoleh pada perlakuan 1 kali penyiraman (P1) pada isolat BB_K9 yaitu 37,1 cm.

Gambar 1. Panjang tajuk bibit kelapa sawit akibat pengaruh isolat BPF dan perlakuan inokulasi BPF

Menurut Handayanto dan Hairiah (2007) aktivitas mikroorganisme tanah melakukan proses dekomposisi bahan organik berguna sebagai penyedia unsur hara yang mendukung pertumbuhan tanaman. BPF sebagai pelarut hara P, memfasilitasi penyediaan unsur P yang cukup untuk perkembangan perakaran dan suplai hara P ke daun yang merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis terakumulasi di batang, dimana menurut Gardner et al. (1985),

60-80% hasil asimilasi di daun ditransfer kebagian organ lain dari tanaman seperti akar dan batang.

2. Jumlah Daun (helai)

Data hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF, perlakuan penyiraman bibit kelapa sawit dan interaksi keduanya menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun. Pengaruh perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF dan perlakuan penyiraman terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jumlah daun bibit kelapa sawit akibat pengaruh isolat BPF dan perlakuan inokulasi BPF

Hasil pengukuran jumlah daun untuk semua perlakuan memiliki pengaruh yang hampir sama terhadap jumlah daun yaitu 3 helai. Percobaan pengaruh inokulasi mikroorganisme selulolitik (MOS) dan aplikasi pupuk anorganik pada pertumbuhan bibit kelapa sawit selama 3 bulan juga berpengaruh tidak

(5)

Repository FMIPA 5 nyata terhadap pertambahan daun,

demikian juga interaksi antara keduanya (Gusmawarti 2013). Hal ini diduga karena bawaan dari faktor internal tanaman kelapa sawit. Faktor genetik dari tiap genotipe tanaman kelapa sawit yang menyebabkan jumlah daun yang hampir sama.

3. Berat Basah Tajuk (g)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF dan perlakuan penyiraman bibit kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap berat basah tajuk. Begitu juga dengan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap berat basah tajuk. Pengaruh perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF dan perlakuan penyiraman terhadap berat basah tajuk dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Berat basah tajuk bibit kelapa sawit akibat pengaruh isolat BPF dan perlakuan inokulasi BPF

Berat basah tajuk bibit kelapa sawit untuk perlakuan 1 kali penyiraman (P1) berkisar antara 3,59±1,079 -

4,673±1,702 g. Perlakuan 2 kali penyiraman (P2) berkisar antara 3,59±1,079 – 5,35±0,23 g. Perlakuan 3 kali penyiraman (P3) berkisar antara 3,59±1,079 - 5,706±0,249 g. Berat basah tajuk bibit kelapa sawit pada masing-masing isolat BPF (BB_K9 & BB_HS13) dan perlakuan 1, 2 dan 3 kali penyiraman mengalami peningkatan dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan inokulasi BPF tertinggi diperoleh pada perlakuan 3 kali penyiraman (P3) pada isolat BB_HS13 yaitu 5,706 g.

Berat basah tajuk juga berkorelasi dengan panjang dan jumlah akar yang dimiliki oleh tanaman, dimana banyaknya akar akan meningkatkan luas permukaan penyerapan nutrisi dari media tanam. Luasnya permukaan akar akan menyebabkan penyerapan nutrisi menjadi lebih besar. Proses ini secara signifikan akan meningkatkan berat basah tajuk (Sarwar dan Frankenberger 1994).

4. Berat Kering Tajuk (g)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF dan perlakuan penyiraman bibit kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering tajuk. Begitu juga dengan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering tajuk. Pengaruh perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF dan perlakuan penyiraman terhadap berat kering tajuk dapat dilihat pada Gambar 4.

Berat kering tajuk bibit kelapa sawit untuk perlakuan 1 kali penyiraman (P1) berkisar antara 0,88±0,4 - 1,27±0,33 g.

(6)

Repository FMIPA 6 Perlakuan 2 kali penyiraman (P2)

berkisar antara 1,17±0,32 - 1,31±0,09g. Perlakuan 3 kali penyiraman (P3) berkisar antara 1,17±0,32 - 1,59±0,09 g. Perlakuan inokulasi BPF tertinggi diperoleh pada perlakuan 3 kali penyiraman (P3) pada isolat BB_HS13 yaitu 1,59 g.

Gambar 4. Berat kering tajuk bibit kelapa sawit akibat pengaruh isolat BPF dan perlakuan inokulasi BPF Berat kering berkorelasi dengan berat segar tanaman, dimana berat kering merupakan hasil dari representasi berat segar tanaman. Berat kering akan menyatakan besarnya akumulasi bahan organik yang terkandung pada tanaman tanpa dipengaruhi kadar air (Suhartono

et al. 2008).

5. Berat Basah Akar (g)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF dan perlakuan penyiraman berpengaruh tidak nyata terhadap berat basah akar. Begitu juga dengan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata

terhadap berat basah akar. Pengaruh perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF dan perlakuan penyiraman terhadap berat basah akar dapat dilihat pada Gambar 5.

Berat basah akar bibit kelapa sawit untuk perlakuan 1 kali penyiraman (P1) berkisar antara 1,19±0,13 - 1,7±1,11 g. Perlakuan 2 kali penyiraman (P2) berkisar antara 1,19±0,13 - 1,6±0,39 g. Perlakuan 3 kali penyiraman (P3) berkisar antara 1,19±0,13 - 2,14±0,3 g. Perlakuan inokulasi BPF tertinggi diperoleh pada perlakuan 3 kali penyiraman (P3) pada isolat BB_HS13 yaitu 2,14 g.

Gambar 5. Berat basah akar bibit kelapa sawit akibat pengaruh isolat BPF dan perlakuan inokulasi BPF

Berat basah akar merupakan hasil pertumbuhan yang optimal suatu tanaman, tidak terlepas dari semua faktor yang mendukungnya seperti media yang mengandung unsur hara dan cahaya. Secara fisiologis, akar merupakan organ penyerap yang mengambil air dan garam-garam mineral dari media tumbuh, selain itu akar mempunyai

(7)

Repository FMIPA 7 kemampuan menyimpan bahan makanan

yang berasal dari daun (Heddy 1990). 6. Berat Kering Akar (g)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF, perlakuan penyiraman terhadap bibit kelapa sawit dan interaksi keduanya menunjukkan berpengaruh nyata terhadap berat kering akar. Pengaruh perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF dan perlakuan penyiraman terhadap berat kering akar dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Berat kering akar bibit kelapa sawit akibat pengaruh isolat BPF dan perlakuan inokulasi BPF

Berat kering akar bibit kelapa sawit untuk perlakuan 1 kali penyiraman (P1) berkisar antara 0,21±0,1- 0,27±0,07 g. Perlakuan 2 kali penyiraman (P2) berkisar antara 0,26±0,07 - 0,55±0,16 g. Perlakuan 3 kali penyiraman (P3) berkisar antara 0,26±0,07 - 0,67±0,2 g. Perlakuan inokulasi BPF tertinggi diperoleh pada perlakuan 3 kali

penyiraman (P3) pada isolat BB_HS13 yaitu 0,67 g.

Senyawa dalam media yang mengandung unsur P dapat dihidrolisis oleh mikroba. Kemampuan mikroba melakukan hidrolisis senyawa itu dengan mengeluarkan enzim sehingga P lepas sebagai P anorganik yang dilepaskan ke dalam larutan. Di dalam tanah, khususnya di sekitar perakaran umumnya ditemukan jasad renik yang mempunyai kemampuan untuk melarutkan tidak terlarut menjadi P-larut yang akhirnya dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Avivi 2010).

Perkembangan akar akan menyebabkan perluasan serapan hara, sehingga akan meningkatkan berat segar tanaman (Khairani 2009). Spapen et al.

(2007), menyatakan bahwa peningkatan berat segar akar berkolerasi dengan berat kering tanaman, karena meningkatnya pengambilan air oleh sel tanaman tersebut.

KESIMPULAN

Interaksi perlakuan inokulasi isolat tunggal BPF dan perlakuan penyiraman terhadap bibit kelapa sawit berpengaruh nyata, demikian juga dengan kedua faktor tunggalnya berpengaruh nyata terhadap berat kering akar. Perlakuan 3 kali penyiraman pada isolat BB_HS13 merupakan perlakuan inokulasi BPF tertinggi dalam meningkatkan berat basah tajuk, berat kering tajuk, berat basah akar, dan berat kering akar.

(8)

Repository FMIPA 8 UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Riau yang telah mendanai penelitian ini melalui dana bantuan skripsi mahasiswa tahun 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Avivi S, Suyani IS, Winarso S. 2010. Efek Bakteri Pelarut Fosfat terhadap Pertumbuhan Aspergillus

flavus pada Perkecambahan

Kacang Tanah. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 10(1): 64-72.

Gardner FP, Pearce RL, Mitchell. 1985.

Fisiologi Tanaman Budidaya.

Universitas Indonesia UI-Press. Jakarta 1991. 428 hlm.

Gusmawartati, Hapsoh, Rambe WP. 2013. Pemberian Mikroorganisme Selulolitik (MOS) dan Pupuk Anorganik pada Pertumbuhan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis

Jacq.) di TBM II. Jurnal Agroteknologi. Vol 3 (2) : 21-26. Handayanto E, & Hairiah K. 2007.

Biologi Tanah (Landasan

Pengelolaan Tanah Sehat).

Pustaka Adipura. Yogyakarta. Heddy S. 1990. Biologi Pertanian.

Rajawali. Jakarta.

Illmer PA, Barbato, Schinner F. 1995. Sollubilization of Hardly-soluble AlPO4 with P-solubilizing

Microorganisms. Biochem 27 (3): 265-270.

Khairani G. 2009. Isolasi dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon IAA dari Akar Tanaman Jagung (Zea mays L) [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Leiwakabessy. 2003. Kesuburan Tanah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rachim B. 1995. Penggunaan

Logam-logam Polivalen untuk

Meningkatkan Ketersediaan Fosfat dan Produksi Jagung pada Tanah Gambut. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Rao NS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. Jakarta: UI-Press.

Sarwar M, Frankenberger WT. 1994.

Tryptophan Dependent

Biosynthesis of Auxin in soil.

Plant and Soil 160: 97-104.

Spapen S, Vanderleyden J, Remans R. 2007. Indole-3Acetic in Microbial and Microorganism Plant Signaling. Federation of

European Microbiological

Societies (FEMS) Microbiology Review 31: 425-448.

(9)

Repository FMIPA 9 Suhartono RA, Sidqi ZZM, Khoiruddin

A. 2008. Pengaruh Interval Pemberian Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merri) pada Berbagai Jenis Tanah.

Journal Embryo 5(1): 98-112.

Yahya S. 1990. Budidaya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 52 hal.

Gambar

Gambar  2.  Jumlah  daun  bibit  kelapa  sawit akibat pengaruh isolat  BPF  dan  perlakuan  inokulasi BPF
Gambar 3. Berat basah tajuk bibit kelapa  sawit  akibat  pengaruh  isolat  BPF dan perlakuan inokulasi  BPF
Gambar 5. Berat basah akar bibit kelapa  sawit  akibat  pengaruh  isolat  BPF dan perlakuan inokulasi  BPF
Gambar 6. Berat kering akar bibit kelapa  sawit  akibat  pengaruh  isolat  BPF dan perlakuan inokulasi  BPF

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu guna membangun kembali pertahanan Indonesia menjadi "Macan Asia" diperlukan beberapa pembaharuan dari dalam seperti sistem pemerintahan Indonesia,

Metode pengeringan yang biasa digunakan untuk sampel ekstrak etanol yang mengandung senyawa-senyawa antioksidan yang tidak tahan panas seperti yang terdapat dalam

Event “CAMEJASA” merupakan kegiatan rutin yang selalu diadakan dari tahun ketahun, dalam hal ini Taman Lalu Lintas memilih event marketing di program Corporate

Hal ini disebabkan bagian hilir lebih tinggi dari pada bagian hulu dikarenakan bagian hilir adalah tempat pemukiman masyarakat yang begitu banyak sehingga hal

Untuk ruang publik terbuka tepi air, PPS merumuskan lebih lanjut dalam 10 kriteria keberhasilan ruang publik tepi air sebagai sebuah destinasi, yaitu (1) bangunan-bangunan

Dalam  hukum  perkawinan  terdapat  kaidah  hukum  yang  digolongkan  sebagai  ius  constitutum  dan  ius  konstituendum.  Masyarakatpun  tidak  memahami 

Dea Rohmah, D0213030, Seandainya Itu Aku ( Sebuah Video Dokumenter tentang Orang dengan Gangguan Jiwa dan Komunikasi Terapeutik di Griya PMI Peduli Kota Surakarta),

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui jenis penggunaan lahan dan perubahannya di Kecamatan Dramaga, (2) mengetahui tingkat perkembangan desa di Kecamatan