• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi antibakteri fraksi kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri [Aleurites moluccana L. Willd] terhadap S. aureus - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Potensi antibakteri fraksi kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri [Aleurites moluccana L. Willd] terhadap S. aureus - USD Repository"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI ANTIBAKTERI FRAKSI KLOROFORM-ETANOL-ASAM ASETAT DARI EKSTRAK ETIL ASETAT KULIT BATANG KEMIRI

(Aleurites moluccana L. Willd) TERHADAP Staphylococcus aureus

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Agatha Vilma Shanti NIM : 038114063

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

“AKU ADA”

Tak perlu menyesali masa lampau…… aku tak ada disana

Karena namaku bukan “DULU AKU ADA”

Tak perlu membayangkan masa depan……aku tak ada disana

Karena namaku bukan “AKU AKAN ADA”

Pikirkanlah hal-hal yang terjadi hari ini; sungguh indah sekali….

Aku ada disana……..karena namaku adalah “AKU ADA”

”Untuk segala sesuatu ada masanya, karena

Allah membuat segala sesuatu indah pada

waktunya !” (Pengkhotbah 3 :1)

Kupersembahkan karya ini untuk :

Yesus & Bunda Maria

Papa & Mama

Kakak-Kakakku Tercinta

(5)
(6)

INTISARI

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi nosokomial dan penyakit gangguan pencernaan. Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd) merupakan salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Bagian tanaman yang dimanfaatkan untuk pengobatan infeksi ialah kulit batang. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui fraksi aktif yang terdapat dalam ekstrak etil asetat kulit batang kemiri serta mengetahui identitas senyawa yang terkandung dalam fraksi aktif hasil uji sebagai senyawa antibakteri S. aureus. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni.

Metode ekstraksi yang dilakukan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat, dilanjutkan fraksinasi dengan Kromatografi Kolom dengan fase gerak kloroform-etanol-asam asetat glasial. Uji potensi antibateri menggunakan metode difusi sumuran untuk memperoleh fraksi aktif. Pengujian fraksi aktif ekstrak etil asetat serbuk kulit batang kemiri terhadap S. aureus dilakukan dengan metode bioautografi kontak. Uji identifikasi kualitatif fraksi aktif dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

Hasil penelitian menunjukkan fraksi [kloroform - etanol - asam asetat (90:5:5)] memiliki potensi antibakteri dengan diameter zona hambat terbesar sehingga ditetapkan sebagai fraksi aktif. Pada uji KLT diduga kandungan senyawa aktif dalam fraksi aktif adalah alkaloid indol. Pengujian potensi menggunakan metode bioautografi kontak menunjukkan adanya potensi antibakteri dari alkaloid dengan terbentuknya zona hambat.

(7)

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is one of nosocomial infection and absorption disorder bacteria agent. Candlenut (Aleurites moluccana L. Willd) is one of useful plants to cure infection caused by bacteria. The part of the plant that used as antibacteria is the bark. This research is aimed to find an active fraction within candlenut bark ethyl acetate extract and compound within experiment result of active fraction as a S. aureus antibacteria compound. This research is a purely experimental research.

Extraction method that has been done was maseration with ethyl acetate solvent, continued with fractination by coloumn chromatography with mobile phase Chloroform-Ethanol-Acetic Acid. Antibacteria potency test uses diffusion method to get active fraction. Active fraction test on candlenut bark powder ethyl acetate extract againsts S. aureus was carried out with contact bioautography method. Qualitative identification test on active fraction carried out with Thin Layer Chromatography (TLC).

The result shows that chloroform-ethanol-acetic acid (90 : 5 : 5) fraction has antibacteria potency with widest inhibition zone diameter that it is determined as active fraction. On TLC test, it is presumed that active compound contents within active fraction is indole alkaloid. Test on potency with contact bioautography method shows antibacteria potency of alkaloid by inhibition zone establishment.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus atas segala bimbingan, dukungan, kekuatan, kasih, dan cintanya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ”Potensi Antibakteri Fraksi Kloroform-Etanol-Asam Asetat Dari Ekstrak Etil Asetat Kulit Batang Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd) Terhadap Staphylococcus aureus” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dengan baik dan lancar.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan, arahan,

dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak dalam menghadapi hambatan dan

kesulitan yang ditemui penulis. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

2. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah

memberi banyak bantuan, bimbingan dan arahan selama penelitian dan

penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si, Apt., yang telah memberikan kesediaannya sebagai

(9)

4. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si, Apt., yang telah membantu dalam memberi

pengetahuan dan masukan kepada penulis serta telah memberikan kesediaannya

sebagai dosen penguji.

5. Mas Sarwanto yang telah menyediakan alat dan membantu penulis selama penulis

melakukan penelitian di laboratorium mikrobiologi.

6. Mas Wagiran, Mas Sigit, dan Mas Andri yang telah meyediakan alat dan

membantu penulis selama penulis melakukan penelitian.

7. Staff pengajar dan segenap dosen Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

8. Kel. A. M. Sudjadi, segala perjuangan dan kerja keras yang penulis curahkan

dalam skripsi ini merupakan bentuk rasa terima kasih penulis atas dukungan, cinta

dan sayang yang diberikan.

9. Kel. Agustinus Suparjo, untuk doa dan dukungan bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

10.Benedictus Irwan Wahyu K. untuk doa, kasih, kesabaran, dan kesetiaan bagi

penulis selama penyusunan skripsi ini.

11. Yohani Cahya P. dan Patricia Silih, teman seperjuangan penulis dalam penelitian

dan penyusunan skripsi ini, terima kasih atas kerja sama yang diberikan.

12.Hartono, A-Weng, Koh Eddy dan Mas Ardian untuk diskusinya sehingga penulis

(10)

13.Teman-teman kelas B angkatan 2003 kelompok C: Siska, Indhu, Devi, Titien,

Komang, Anien, Ratna, Hartono, Punto, Maria, Yulia, Esti, Madya, Vian,

Budiarto, Rosa, Ratih, Vera ”cie-cie” untuk tahun-tahun kebersamaan yang indah

yang telah secara langsung memberikan dukungan kepada penulis.

14.Teman-teman kelas B angkatan 2003 : Endah, Essy, Fanny, dll yang secara

langsung maupun tidak langsung telah memberi dukungan kepada penulis.

Terima kasih karena penulis telah diberi kesempatan untuk mengenal kalian

15.Warga Wuluh 3AB, khususnya Candra, Whenty, dan Reni yang telah membantu

penulis menghilangkan rasa jenuh dalam penyusunan skripsi ini, masa-masa

indah bersama kalian tidak akan terlupakan.

16.Seluruh mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma angkatan 2003,

adik kelas, kakak kelas penulis dan semua pihak yang telah memberikan

kontribusi dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.

Penulis selalu membuka diri atas masukkan, saran, dan kritik yang bersifat

membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini menjadi bagian

pengetahuan dan berguna bagi semua.

Yogyakarta, Juni 2007 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………...……

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….

HALAMAN PENGESAHAN ……….

HALAMAN PERSEMBAHAN ………..

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………...………..

INTISARI ………….………..

C. Keaslian Penelitian ……….……….

D.Manfaat Penelitian .……….……….

E. Tujuan Penelitian ……….………...

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA …….………...

(12)

A. Deskripsi Tanaman ……….………...

E. Kromatografi Lapis Tipis………

F. Staphylococcus aureus...……….

G. Metode Pengujian Potensi Antibakteri………

H. Metode Bioautografi………..………..

I. Landasan Teori………

J. Hipotesis………...

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……….………

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……….

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……….

1. Variabel Penelitian………...

2. Definisi Operasional………...

C. Bahan dan Alat Penelitian …...………...

1. Bahan Penelitian …….………..

(13)

2. Alat Penelitian..……….

D. Tata Cara Penelitian ..………..

1. Identifikasi Tanaman...…...………..

2. Pengumpulan Bahan ………..…..………

3. Uji Tabung………..………...………..

4. Ekstraksi Serbuk Kulit Batang Kemiri...………..

5. Preparasi Sampel, Fase Diam, dan Fase Gerak Kromatografi

Kolom………..………...……….

6. Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat dengan Kromatografi Kolom..

7. Uji Potensi Antibakteri Tiap Fraksi dan Pemilihan Fraksi

Aktif………..………...………...

8. Uji Kualitatif Fraksi Aktif dengan Metode KLT………

9. Uji Senyawa Aktif dari Fraksi Aktif dengan Metode

Bioautografi………..………...……….

E. Analisis Hasil………..………...………...

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………...………...

A. Identifikasi Tanaman………..………...……….

B. Pengumpulan Bahan...

C. Identifikasi Kandungan Senyawa Aktif Kulit Batang Kemiri dengan

Uji Tabung………..………...……….

D. Ekstraksi Serbuk Kulit Batang Kemiri………..………...

(14)

E. Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat dengan Kromatografi Kolom...

F. Pengujian Potensi Antibakteri Tiap Fraksi dan Pemilihan Fraksi

Aktif………..………...………...

G. Identifikasi Kualitatif Fraksi Aktif dengan Metode KLT…….……...

H. Pengujian Potensi Antibakteri Fraksi Aktif Terhadap S. aureus

dengan Metode Bioautografi Kontak...………...

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …….………

A. Kesimpulan ..………

B. Saran ...……….

DAFTAR PUSTAKA ...………..

LAMPIRAN ………...……….

BIOGRAFI …..………

38

40

42

49

52

52

52

53

56

(15)

DAFTAR TABEL

I.

II.

III.

IV.

V.

Hasil pengamatan uji tabung ekstrak kulit batang

kemiri..……...

Hasil fraksi kromatografi kolom serbuk kulit batang kemiri ....

Rerata diameter zona hambat fraksi I, III, V terhadap S.

aureus……...

Hasil Identifikasi Fraksi V [Kloroform : Etanol : Asam Asetat

(90:5:5)] -Alkaloid Tersier Kulit Batang

Kemiri……….………...

Rerata Harga Rf Fraksi Aktif dan Standar Piridin Terhadap S.

aureus Pada Plat KLT dan Pada Media Tumbuh ………

Hal

36

39

41

45

(16)

DAFTAR GAMBAR

Skema Uji Kualitatif Fraksi Aktif Dengan Metode

KLT...

Skema penelitian pengujian potensi antibakteri fraksi

kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak etil asetat kulit

batang kemiri terhadap S. aureus...

Kromatogram fraksi V [kloroform : etanol : asam asetat

(90:5:5)] - alkaloid kuartener kulit batang kemiri……...

Struktur gugus amin pada alkaloid tersier dan kuartener...

Kromatogram fraksi V [kloroform : etanol : asam asetat

(90:5:5)] - alkaloid tersier kulit batang kemiri……...

Reaksi standar piridin dengan pereaksi CAS...………

Reaksi pembentukan senyawa komplek alkaloid indol dengan

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Surat pengesahan determinasi tanaman kemiri...………..

Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Fraksi Kloroform-Etanol

(95 : 5), Fraksi Kloroform-Etanol-Asam Asetat (90 : 8 : 2) dan

Fraksi Kloroform-Etanol-Asam Asetat (90 : 5 : 5) Terhadap S.

aureus Secara Difusi Sumuran...………...

Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Piridin sebagai Kontrol

Positif Terhadap S. aureus Secara Difusi Sumuran...

Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Alkaloid

Kuartener Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam

Asetat (60:20:20) ...…………

Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Alkaloid tersier

Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial

(60:20:20)...…...………

Hasil Uji Potensi Antibakteri Alkaloid Fraksi V [Kloroform :

Etanol : Asam Asetat (90:5:5)] Dengan Metode Bioautografi

Kontak Terhadap S. aureus...…

Kromatogram Alkaloid Tersier- Alkaloid Kuarterner Fraksi V

[Kloroform : Etanol : Asam Asetat (90:5:5)] Ekstrak Etil

Asetat Kulit Batang Kemiri ...…

(18)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd) merupakan salah satu tanaman obat

asli Indonesia. Bagian tanaman kemiri yang dimanfaatkan untuk pengobatan adalah

biji serta kulit batangnya. Pada umumnya, biji kemiri dimanfaatkan sebagai bumbu

dapur namun dapat juga dimanfaatkan untuk menyuburkan serta menghitamkan

rambut (Kardono, Areanti, Dewiyanti & Basuki, 2003). Sedangkan kulit batangnya

untuk mengobati disentri dan sariawan (Soedibyo, 1998).

Menurut Duke (1999), kemiri memiliki kandungan kimia berupa tannin,

namun dari penelitian terdahulu (Melinda, 2005) pada profil Kromatografi Lapis

Tipis (KLT) diduga terdapat senyawa alkaloid dalam kulit batang kemiri yang

potensial sebagai bahan antibakteri Staphylococcus aureus. Hal ini terbukti dari uji

tabung untuk uji alkaloid dimana senyawa alkaloid dalam kulit batang kemiri

membentuk endapan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari identifikasi secara KLT,

diduga senyawa yang berpotensi antibakteri pada kulit batang kemiri adalah alkaloid

golongan piridin-piperidin (Melinda, 2005).

Berdasarkan kandungan senyawa yang ada dalam kulit batang yang bersifat

(19)

1986). Selain itu, dari penelitian terdahulu telah diperoleh Kadar Hambat Minimum

(KHM) ekstrak etil asetat kulit batang kemiri terhadap S. aureus sebesar 10 mg/ml.

Subyek uji menggunakan S. aureus dengan pertimbangan bahwa bakteri

tersebut merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial dan penyakit gangguan

pencernaan sehingga diharapkan dapat membantu mencegah penyebaran infeksi yang

disebabkan karena bakteri tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian yang melanjutkan penelitian sebelumnya

(Melinda, 2005) dengan pelarut yang sama dalam maserasi yaitu etil asetat.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada metode

fraksinasi serta metode pengujian antibakteri.

Ekstrak etil asetat difraksinasi dengan kromatografi kolom menggunakan tiga

pelarut yaitu campuran dari kloroform-etanol-asam asetat dengan perbandingan yang

berbeda-beda. Fraksinasi yang dilakukan bertujuan memisahkan ekstrak menjadi

beberapa fraksi sehingga dapat diketahui pelarut mana yang lebih optimal dalam

menyari senyawa yang berpotensi antibakteri terhadap S. aureus.

Metode difusi secara sumuran dilakukan untuk mengetahui potensi antibakteri

fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom yaitu fraksi kloroform : etanol (95 : 5),

fraksi kloroform : etanol : asam asetat (90 : 8 : 2) dan fraksi kloroform : etanol : asam

asetat (90 : 5 : 5). Metode bioautografi kontak digunakan untuk mengetahui zona

hambat dari bercak senyawa pada fraksi aktif yang berpotensi antibakteri terhadap S.

(20)

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

mengenai identitas senyawa yang terdapat dalam fraksi aktif hasil uji sebagai

senyawa antibakteri S. aureus. Untuk selanjutnya, diharapkan senyawa yang terdapat

dalam fraksi aktif hasil uji yang berpotensi antibakteri dapat digunakan sebagai model

obat atau sediaan yang bermanfaat untuk mencegah penyebaran infeksi karena bakteri

S. aureus.

B. Permasalahan

a. Apakah fraksi kloroform-etanol (95 : 5), fraksi kloroform-etanol-asam asetat

(90 : 8 : 2) dan fraksi kloroform-etanol-asam asetat (90 : 5 : 5) dari ekstrak etil

asetat kulit batang kemiri berpotensi antibakteri terhadap Staphylococcus

aureus ?

b. Fraksi dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri manakah yang aktif terhadap

Staphylococcus aureus ?

c. Identitas senyawa apakah yang terdapat dalam fraksi aktif dari ekstrak etil

asetat kulit batang kemiri yang berpotensi antibakteri Staphylococcus aureus ?

d. Apakah dengan metode bioautografi kontak fraksi aktif dari ekstrak etil asetat

(21)

C. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka dan informasi yang diperoleh penulis, penelitian

mengenai Potensi Antibakteri Fraksi Kloroform-Etanol-Asam Asetat Dari Ekstrak

Etil Asetat Kulit Batang Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd) Terhadap

Staphylococcus aureus belum pernah diteliti sebelumnya.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan yang berguna

untuk perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kesehatan

mengenai senyawa aktif dalam kulit batang kemiri yang berpotensi sebagai

antibakteri.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai manfaat kulit batang kemiri sebagai salah satu alternatif pengobatan

tradisional untuk pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri

(22)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui fraksi kloroform-etanol (95 : 5), fraksi kloroform-etanol-asam

asetat (90 : 8 : 2) dan fraksi kloroform-etanol-asam asetat (90 : 5 : 5) dari

ekstrak etil asetat kulit batang kemiri berpotensi antibakteri terhadap S.

aureus.

2. Mengetahui fraksi dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri yang aktif

terhadap S. aureus.

3. Mengetahui identitas senyawa yang terdapat dalam fraksi aktif dari

ekstrak etil asetat kulit batang kemiri yang berpotensi antibakteri S.

aureus.

4. Mengetahui bahwa dengan metode bioautografi kontak fraksi aktif dari

(23)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Deskripsi Tanaman

1. Kemiri

Kemiri yang dalam bahasa latin disebut Aleurites moluccana L. Willd

memiliki sinonim Aleurites triloba, Aleurites javanica, Aleurites remyi, dan Jatropha

moluccana. Nama umum dari kemiri antara lain candleberry, candlenut, dan Indian

walnut (Duke, 1999). Adapun nama daerahnya yaitu kereh, hambiri, buah koreh

(Sumatra); muncang, komere, kemiri (Jawa); kameri (Bali); kawilu (Nusa Tenggara);

sapiri, ampiri, bintalo dudulaa (Sulawesi); serta sakete, hagi (Maluku). Kemiri

termasuk dalam suku Euphorbiaceae (Arief, 1996).

2. Pertelaan morfologi

Kemiri merupakan pohon besar dengan ketinggian antara 25-30 meter. Bagian

batangnya tegak, berkayu, pada permukaan memiliki banyak lentisel, percabangannya

simpodial, di bagian batang sebelah atas terdapat tonjolan bekas melekatnya tangkai

daun serta berwarna coklat. Bunga berbentuk malai, berkelamin dua, berada diujung

cabang. Tanaman ini memiliki daun tunggal, berseling, berbentuk lonjong, memiliki

tepi yang rata, bergelombang, bagian ujung runcing, bagian pangkal tumpul,

pertulangan daun menyirip serta berwarna hijau. Buahnya berbentuk bulat telur,

(24)

muda setelah tua berwarna coklat, dan berkeriput. Bijinya bulat, berkulit keras,

berusuk atau beralur, berdiameter ± 3,5 cm, berdaging, berminyak, warnanya putih

kecoklatan. Akarnya merupakan akar tunggang yang berwarna coklat (Arief, 1996).

3. Kandungan Kimia

Daging biji, daun serta akar kemiri memiliki kandungan kimia saponin,

flavonoid dan polifenol (Arief, 1996), sedangkan pada bagian kulit batang

mengandung tannin (Duke, 1999). Menurut penelitian Melinda (2005), dalam kulit

batang kemiri diduga terdapat alkaloid.

4. Khasiat

Biji kemiri biasa digunakan untuk perawatan rambut (Anonim, 1999). Kulit

batang kemiri berkhasiat sebagai obat disentri, pencahar, sembelit serta luka infeksi

(Kardono dkk, 2003). Selain itu, di Jepang kulit batang kemiri telah digunakan

sebagai obat tumor (Anonim, 1999).

B. Alkaloid

Alkaloid termasuk senyawa organik dengan basa nitrogen yang terdapat

dalam tumbuhan dimana kebanyakan memiliki aktivitas fisiologis tertentu. Umumnya

alkaloid mengandung satu atom nitrogen. Karena memiliki pasangan elektron bebas

pada atom nitrogen, maka alkaloid memiliki sifat basa. Kebanyakan alkaloid berupa

zat padat, berasa pahit dan sukar larut air, mudah larut dalam kloroform, eter dan

pelarut organik lain (Mursyidi, 1990). Alkaloid dalam bentuk garam larut dalam air

(25)

dilakukan dengan penambahan pereaksi Dragendroff maupun Mayer ditunjukkan

dengan terbentuknya endapan (Mursyidi, 1990).

Golongan alkaloid yang memiliki aktivitas antibakteri antara lain golongan

indol, steroid, kinolin, serta piridin-piperidin dengan aktivitas antibakteri yang lebih

sensitif terhadap bakteri Gram positif daripada bakteri Gram negatif (Roberts, 1998).

Piridin

Piridin merupakan salah satu golongan alkaloid dengan struktur berupa

benzena dengan satu atom nitrogen. Pada atom nitrogen terdapat pasangan elektron

bebas, karena pasangan elektron bebas ini tidak ditempatkan pada ikatan pi aromatis,

menyebabkan piridin memiliki sifat yang hampir sama dengan amin tersier. Kebasaan

piridin tergantung dari pasangan elektron bebas pada atom nitrogen. Ikatan rangkap

karbon-nitrogen menurunkan kebasaan piridin (Cordell, 1981). Piridin merupakan

bahan kimia berupa cairan dengan bau asam yang khas. Piridin disintesis dari

asetaldehid, formaldehid, atau amonia. Piridin bersifat volatil dan karsinogen. Gejala

yang terjadi apabila terpapar piridin antara lain menyebabkan sakit kepala, batuk,

laringitis, mual dan muntah. Piridin dapat diserap melalui kulit dan diketahui dapat

menurunkan fertilitas pada lelaki (Anonim, 1999).

C. Penyarian

Penyarian adalah cara mengekstraksi zat aktif yang terkandung dalam

simplisia nabati atau hewani dengan pelarut yang sesuai (Anonim, 1995).

(26)

tiga yaitu ekstrak kering, ekstrak kental dan ekstrak cair. Cairan penyari dalam

ekstraksi adalah pelarut yang baik atau optimal untuk kandungan senyawa yang

berkhasiat, sehingga ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa yang

diinginkan serta senyawa tersebut dapat terpisahkan dari senyawa dan bahan lain

(Anonim, 2000). Ada beberapa metode penyarian antara lain infundasi, maserasi,

perkolasi, serta penyarian berkesinambungan.

Maserasi

Maserasi termasuk cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus

dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang berisi senyawa metabolit primer dan

sekunder. Oleh karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan senyawa

metabolit primer dan sekunder di dalam dengan di luar sel, maka larutan terpekat

akan didesak keluar sehingga senyawa metabolit akan larut dalam pelarut. Peristiwa

ini terjadi berulang-ulang sehingga akan terjadi kesetimbangan konsentrasi antar

larutan senyawa metabolit. Apabila terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan

senyawa metabolit di dalam dengan di luar sel maka penyarian tidak dapat berjalan

sempurna. Oleh karena itu perlu dilakukan pengadukan untuk menjaga derajat

perbedaan konsentrasi. Maserasi kinetik berarti maserasi yang dilakukan secara

terus-menerus (kontinyu). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut

(27)

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan serta

peralatan yang sederhana dan mudah dikerjakan. Sedangkan kerugiannya yaitu

pengerjaan yang lama serta penyarian yang kurang sempurna (Anonim, 1986).

D. Fraksinasi

Komponen yang berada dalam campuran, seperti ekstrak yang berasal dari

organisme hidup dapat dipisahkan ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai

persamaan karakter fisika-kimianya. Proses ini disebut fraksinasi dan dapat dilakukan

dalam berbagai metode. Metode yang digunakan antara lain :

1. Pengendapan

Pengendapan digunakan untuk memindahkan bahan yang tidak diinginkan

dan mempertahankan bahan yang penting dalam larutan. Metode yang paling

sederhana adalah dengan menurunkan temperatur larutan. Komponen yang kurang

larut dapat diendapkan dan dipisahkan dengan sentrifugasi atau filtrasi. Cara lainnya

yaitu dengan mengubah polaritas pelarut dengan menambahkan pelarut yang dapat

bercampur dengan polaritas yang berbeda. Salting out juga merupakan salah satu cara

fraksinasi dengan pengendapan yaitu dengan menambahkan ekstrak berair dengan

larutan elektrolit yang sangat larut air sehingga bahan non-ionik akan terendapkan

(Houghton, 1988).

2. Ekstraksi pelarut-pelarut

Cara fraksinasi ini menggunakan corong pisah. Ketika ekstrak ditambah

(28)

Masing-masing komponen dalam ekstrak akan terlarut pada Masing-masing-Masing-masing fase lapisan

hingga konsentrasinya mencapai titik keseimbangan. Beberapa fase organik sangat

mudah membentuk emulsi dengan larutan yang mengandung air contohnya pelarut

kloroform dan diklorometan. Sehingga penggunaan pelarut ini sebaiknya dihindari,

namun bila tetap digunakan sebaiknya campuran digojog dengan lembut (Houghton,

1988).

3. Destilasi

Pemisahan campuran yang mengandung komponen volatile efektif dipisahkan

dengan destilasi. Alat yang digunakan pada fraksinasi ini adalah destilator. Cara ini

dilakukan secara ekstensif dalam industri, namun penggunaannya terbatas untuk

fraksinasi ekstrak tanaman dan hanya dapat dipakai untuk minyak volatile (minyak

esensial) (Houghton, 1988).

4. Dialisis

Dialisis merupakan metode pemisahan komponen dari suatu campuran

berdasarkan ukuran molekulnya. Bagian yang penting dari prosedur ini adalah

membran semipermeabel yang tipis yang mengandung polimer dengan pori-pori

tertentu yang memberikan jalan untuk molekul kecil (massa molekul < 1000 dalton).

Molekul dengan ukuran yang lebih besar tidak dapat lewat (Houghton, 1988).

5. Elektroforesis

Elektroforesis merupakan suatu metode pemisahan substansi dari suatu

campuran yang mengandung energi listrik. Dibawah pengaruh energi listrik,

(29)

ukuran, bentuk, dan total energi listrik. Elektroforesis utamanya digunakan sebagai

metode analisis suatu campuran dalam jumlah kecil yang mengandung molekul

bermuatan terutama protein, peptida dan asam amino (Houghton, 1988).

6. Kromatografi

Prosedur kromatografi merupakan teknik yang digunakan secara luas pada

fraksinasi ekstrak. Teknik ini tidak diragukan lagi untuk isolasi banyak senyawa

alam. Kromatografi terdiri dari dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam

untuk prosedur fraksinasi biasanya berupa padatan. Proses kromatografi terjadi akibat

adanya kesetimbangan dinamik zat terlarut pada dua fase.

Berdasarkan distribusinya, kromatografi dibagi menjadi dua yaitu adsorpsi dan

partisi. Adsorpsi merupakan distribusi senyawa diantara permukaan padat dan cairan,

sedangkan partisi merupakan distribusi senyawa diantara dua cairan yang tidak saling

campur.

Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom termasuk kromatografi cair yang digunakan untuk

pemisahan campuran dalam jumlah besar. Fase diam berbentuk padat dan fase gerak

diisikan di dalam kolom (tabung kaca atau plastik) dimana terdapat keran untuk

mengatur aliran fase gerak (pelarut) di bagian bawahnya. Biasanya fase gerak dibuat

dalam bentuk suspensi. Cuplikan (campuran senyawa) dialirkan di atas fase diam dan

fase gerak dibiarkan mengalir melalui cuplikan serta fase diam dan membawa serta

(30)

demikian senyawa dalam cuplikan dapat dipisahkan dan dikumpulkan sebagai fraksi

(Gritter, 1991).

Pemilihan fase diam bergantung pada polaritas dan tingkat keaktifan fase

diam. Gugus hidroksi pada permukaan polar berfungsi untuk menarik molekul

senyawa dari cuplikan yang kompleks karena terdapat antaraksi dipol-dipol dan

ikatan hidrogen. Apabila semua titik telah ditempati air atau pelarut berproton

(alkohol atau amina), fase diam dikatakan tidak aktif oleh karena itu dilakukan

pengaktifan dengan pemanasan untuk menghilangkan air. Fase diam yang paling

sering digunakan adalah alumina dan silika gel (Gritter, 1991). Dalam penelitian ini,

penulis menggunakan silika gel GF254 sebagai fase diamnya.

E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode kromatografi cair paling

sederhana untuk memisahkan komponen kimia (Anonim, 2006). Selain itu juga

digunakan untuk mengetahui sistem pelarut serta sistem penyangga yang akan

digunakan dalam kromatografi kolom. Prinsip KLT yaitu terjadinya pemisahan

komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam terhadap fase

gerak. Terdapat dua fase dalam KLT, yaitu fase diam (lapisan) dan fase gerak

(campuran pelarut pengembang). Fase diam berfungsi sebagai penyerap yang berupa

serbuk halus. Penyerap yang sering digunakan dalam KLT adalah silika gel, alumina,

dan selulosa. Untuk pemisahan senyawa yang mengandung alkaloid digunakan fase

(31)

yang terbuat dari berbagai macam campuran pelarut (Gritter, 1991). Kromatogram

pada KLT berupa noda-noda yang terpisah. Untuk mengetahui noda-noda yang

terpisah dapat digunakan 2 cara yaitu dengan pereaksi warna (secara kimia) atau

diletakkan di bawah sinar UV 254 nm dan 365 nm (secara fisika). Untuk pemisahan

senyawa non polar, pada proses pemisahan adsorpsi digunakan pelarut pengembang

yang bersifat non polar juga (Mulja dan Suharman, 1995).

Pada kromatogram KLT terdapat faktor retardasi (Rf) yang dinyatakan dengan

Jarak titik pusat bercak dari titik awal

Rf =

Jarak yang ditempuh eluen

Angka Rf memiliki rentang dari 0,00 – 1,00. Nilai hRf adalah angka Rf dikalikan

faktor 100 (h), menghasilkan nilai dengan rentang antara 0 hingga 100 (Stahl, 1985).

Keuntungan dari KLT yaitu pemisahan senyawa dapat dilakukan dalam waktu

singkat dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal, pelarut dan cuplikan yang

digunakan jumlahnya relatif sedikit (Gritter,1991).

Identifikasi alkaloid golongan piridin dapat dilakukan dengan menggunakan

KLT silika gel G sebagai fase diam sedangkan fase gerak menggunakan kloroform :

methanol dengan perbandingan 3 : 1 atau dapat pula menggunakan kloroform :

methanol : asam asetat dengan perbandingan 60 : 10 : 1. Penyemprot yang digunakan

untuk mendeteksi adanya alkaloid antara lain reagen Mayer, reagen Dragendorff,

maupun reagen Lieberman Burchard. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

(32)

: etanol : asam asetat dengan perbandingan 60 : 20 : 20. Penyemprot yang digunakan

untuk deteksi ialah Cerium Amonium Sulfat (CAS). Warna yang terbentuk pada

bercak terjadi karena adanya ikatan antara gugus dalam senyawa uji dengan senyawa

logam berat dalam pereaksi semprot (Cordell, 1981).

F. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, bentuk bulat,

biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur, berdiameter 1 µm,

tidak bergerak dan tidak membentuk spora, bersifat fakultatif anaerob, tumbuh paling

cepat pada suhu 370C, koloni berbentuk bundar, halus, menonjol, berkilau, serta

berwarna abu-abu hingga kuning emas tua (Williams dan Wilkins, 2000).

Bakteri S. aureus dapat menghasilkan suatu protein yang mirip dengan enzim

yang menggumpalkan plasma yang telah diberi sitrat atau oksalat yang disebut

koagulase. S. aureus dianggap sebagai bakteri patogen invasif karena dapat

menghasilkan koagulase (Jawetz dkk, 1996).

S. aureus ditemukan pada kulit dan hidung pada sekitar 25-30% orang sehat.

S. aureus apabila dalam jumlah melebihi flora normal tubuh akan menginfeksi kulit

sehingga dapat menyebabkan timbulnya penyakit ringan sampai berat, seperti

(33)

G. Metode Pengujian Potensi Antibakteri

Metode pengujian potensi antibakteri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

secara dilusi atau difusi. Pengukuran potensi antibakteri menggunakan metode difusi

didasarkan pada pengamatan zona hambat pertumbuhan bakteri uji yang terbentuk

(Jawetz, 1996).

Ada beberapa cara dalam penggunaan metode difusi, yaitu :

a. Cara Kirby Bouwer

Cara ini dilakukan dengan menginokulasikan bakteri pada medium agar

dengan konsentrasi tertentu (Lay, 1994). Penggunaan paper disk sebagai

parameter resistensi bakteri dengan membandingkan diameter zona hambat

yang terbentuk (Anonim, 1993).

b. Cara tuang atau pour plate

Cara ini dilakukan dengan menginokulasikan suspensi bakteri ke dalam

tabung reaksi yang berisi agar cair yang telah didinginkan pada suhu 45oC. Isi

dalam tabung reaksi diaduk untuk menghomogenkan bakteri dengan medium,

campuran dituang ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan memadat

(Anonim, 1993).

c. Cara sumuran

Preparasi awal sama seperti pada cara Kirby Bouwer. Sumuran dibuat

dengan diameter yang telah ditentukan dan tegak lurus terhadap permukaan

medium, ke dalam sumuran diteteskan larutan uji kemudian diinkubasi pada

(34)

H. Bioautografi

Bioautografi merupakan suatu gabungan metode kimia (kromatografi) dan

mikrobiologi yang bertujuan untuk mendeteksi aktivitas senyawa dari suatu

campuran yang berpotensi antibakteri (Choma, 2005). Metode bioautografi biasanya

dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Bioautografi Kontak

Prinsip dari metode bioautografi kontak ialah berdifusinya senyawa

antibakteri dari plat KLT ke dalam medium agar yang sudah diinokulasi dengan

bakteri uji. Plat KLT ditempelkan ke dalam medium agar dan didiamkan selama

beberapa menit untuk proses difusi selanjutnya plat KLT diambil dan medium agar

diinkubasi. Zona hambat diketahui dari permukaan agar pada daerah dimana tidak

terdapat pertumbuhan bakteri. Kelemahan dari metode ini ialah kesulitan dalam

menempelkan seluruh lempeng KLT di atas medium agar dan melekatnya adsorben

pada permukaan agar. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menambahkan asam

silikat (Choma, 2005).

2. Bioautografi Langsung

Dalam bioautografi langsung, plat KLT dimasukkan ke dalam suspensi

bakteri atau suspensi bakteri disemprotkan ke plat KLT selanjutnya plat KLT

diinkubasi dan bakteri tumbuh secara langsung pada plat KLT tersebut. Untuk

mengetahui tempat dan adanya senyawa antibakteri maka digunakan garam

tetrazolium dimana akan berwarna dengan adanya bakteri. Adanya senyawa

(35)

sekitar bercak. Zona hambat yang terbentuk ialah daerah di sekitar bercak yang

berwarna pucat atau tidak berwarna (Choma, 2005).

3. Bioautografi Imersi

Dalam bioautografi imersi, plat KLT ditutup dengan medium agar yang sudah

diinokulasi dengan bakteri uji. Bioautografi imersi merupakan metode campuran dari

bioautografi kontak dan langsung dimana senyawa antibakteri berdifusi dari plat KLT

ke medium agar namun selama inkubasi medium agar tetap berada di atas plat KLT.

Kelemahan dari metode ini ialah sensitivitas yang rendah (Choma, 2005).

Keuntungan utama dari bioautografi ialah dapat memberikan informasi

mengenai aktivitas antibakteri suatu senyawa secara terpisah dari suatu campuran

(Choma, 2005).

V. Landasan Teori

Kulit batang kemiri berkhasiat untuk mengobati penyakit disentri (Anonim,

2006). Tanaman kemiri memiliki kandungan kimia berupa tannin (Duke, 1999),

saponin, flavonoid dan polifenol (Arief, 1996). Dari penelitian terdahulu (Melinda,

2005), melalui uji tabung diketahui terdapat senyawa alkaloid dalam kulit batang

kemiri ditandai dengan terbentuknya endapan. Identitas senyawa alkaloid yang

terkandung di dalam fraksi aktif kulit batang kemiri hasil uji diduga merupakan

golongan piridin-piperidin dengan Kadar Hambat Minimum (KHM) terhadap S.

aureus sebesar 10 mg/ml. Alkaloid golongan piridin-piperidin memiliki aktivitas

(36)

Bakteri S. aureus bersifat Gram positif. Bakteri tersebut merupakan bakteri

patogen utama bagi manusia yang dapat menyebabkan infeksi pada luka, keracunan

makanan bahkan infeksi paru-paru (Jawetz dkk, 1996).

Metode penyarian yang digunakan ialah remaserasi kinetik. Dengan metode

ini senyawa yang terdapat dalam serbuk kulit batang kemiri dapat tersari seluruhnya

karena adanya pengulangan maserasi dengan penggantian pelarut setiap 24 jam.

Adanya kinetik akan mengoptimalkan jumlah senyawa yang dapat larut dalam etil

asetat. Selain itu metode ini mudah dan sederhana (Mursyidi, 1990). Alkaloid bersifat

non polar sehingga mudah larut dalam pelarut non polar pula karenanya digunakan

etil asetat sebagai penyari.

Pemisahan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etil asetat kulit batang

kemiri menjadi beberapa fraksi dilakukan dengan metode kromatografi kolom.

Metode ini dipilih karena dapat memisahkan senyawa menjadi beberapa fraksi yang

akan memudahkan pengidentifikasian senyawa aktif. Selain itu menurut Cordell

(1981), alkaloid difraksinasi dengan kromatografi kolom dan selanjutnya diuji dengan

KLT. Menurut Cordell (1981) fase gerak untuk alkaloid piridin adalah kloroform :

metanol : asam asetat (60:10:1). Namun pada penelitian ini fase gerak yang

digunakan adalah kloroform : etanol (95:5), kloroform : etanol : asam asetat (90:8:2),

dan kloroform : etanol : asam asetat (90:5:5). Etanol digunakan sebagai pengganti

metanol karena metanol bersifat toksik selain itu kepolaran etanol tidak berbeda jauh.

Karena metanol mempunyai nilai kepolaran 5,1 dan etanol 5,2 maka perbandingan

(37)

pelarut mendekati kepolaran fase gerak kloroform : metanol : asam asetat (60:10:1)

sehingga alkaloid tersari di fase gerak ini.

Metode bioautografi kontak merupakan metode yang digunakan untuk

mengetahui potensi antibakteri suatu senyawa yang terdapat dalam bercak plat KLT

dengan membandingkan harga Rf zona hambat yang terbentuk dengan harga Rf

pembanding (piridin).

VI. Hipotesis

Fraksi-fraksi kloroform-etanol-asam asetat berpotensi sebagai bahan

(38)

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan

rancangan penelitian acak lengkap pola satu arah. Penelitian ini dilakukan di

Laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian a. Variabel bebas

Beberapa fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom

b. Variabel tergantung

Diameter zona hambat terhadap pertumbuhan S. aureus

c. Variabel terkendali

Umur tanaman ± 6 tahun, kondisi tempat tumbuh tanaman, diameter

batang antara 4-14 cm, suhu pengeringan 500C, waktu pengeringan 48

jam, lama maserasi 48 jam, suhu inkubasi bakteri uji 370C, waktu inkubasi

(39)

dan 50 ml) dan jenis media (Nutrien Agar dan Nutrien Broth), diameter

sumuran 7 mm.

2. Definisi Operasional

a. Kulit batang kemiri merupakan bagian luar dari bagian kayu pada batang

yang berbatasan dengan kambium batang dengan diameter ± 4-12 cm.

b. Potensi antibakteri adalah kemampuan fraksi kloroform-etanol (95 : 5),

fraksi etanol-asam asetat (90 : 8 : 2) dan fraksi

kloroform-etanol-asam asetat (90 : 5 : 5) dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri

untuk menghambat atau membunuh bakteri S. aureus.

c. Fraksi aktif yaitu fraksi yang diperoleh dari pemisahan dengan

kromatografi kolom yang memiliki zona hambat terbesar terhadap S.

aureus di sekitar sumuran dan berbeda bermakna dengan kontrol negatif.

d. Ekstrak etil asetat adalah semua senyawa dalam kulit batang yang tersari

di dalam pelarut etil asetat dengan penyarian secara maserasi.

e. Fraksi kloroform-etanol (95 : 5) ialah fraksi hasil pemisahan kromatografi

kolom yang tersari dalam kloroform-etanol (95 : 5).

f. Fraksi kloroform-etanol-asam asetat (90 : 8 : 2) ialah fraksi hasil

pemisahan kromatografi kolom yang tersari dalam kloroform-etanol-asam

(40)

g. Fraksi kloroform-etanol-asam asetat (90 : 5 : 5) ialah fraksi hasil

pemisahan kromatografi kolom yang tersari dalam kloroform-etanol-asam

asetat (90 : 5 : 5).

h. Fraksi kental ialah fraksi yang diperoleh dari hasil pemisahan dengan

kromatografi kolom dimana semua atau hampir semua pelarut diuapkan.

i. Bioautografi kontak ialah metode untuk mendeteksi bercak senyawa aktif

pada kromatogram hasil KLT yang berpotensi antibakteri terhadap S.

aureus.

C. Bahan Penelitian

Serbuk kulit batang kemiri diperoleh dari Laboratorium Kebun Obat, Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma. Kultur murni S. aureus (ATCC 25923) dari

Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Sanata Dharma. Media Nutrien Agar (NA) dan

media Nutrien Broth (NB) digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri. Larutan

standard Mc Farland II (setara dengan kepadatan bakteri 6 x 108 CFU/ml). Kloroform

(p.a), etanol (p.a), asam asetat glasial, aquadest, Dimetilsulfoksid (DMSO) (p.a),

Natrium sulfat anhidrat, petroleum eter, etil asetat t.k, Silika gel GF254, dan pereaksi

Cerium Ammonium Sulfat (CAS).

D. Alat Penelitian

Shaker (INNOVA 2100), evaporator (IKAVAC VC RV 05 – ST, Janke dan

Kunkel), pompa vakum, pengayak, cawan porselin, oven (Memmert), neraca analitik

(Mettler-Toledo, type 6133002, AB 20 V Switzerland), erlenmeyer (Pyrex), beaker

(41)

pengaduk, corong, gelas arloji, bejana chamber, pipa kapiler atau mikropipet,

penjepit, lampu UV 254 dan 365 nm (Desaga), jarum ose, bunsen, Microbiology

Safety Cabinet (MSC), obyek glass, inkubator (Memmert, BE 400, Germany),

kompor listrik, vortex (SAI, UK), cawan petri, mikropipet (Model 5000 DG, japan),

sumuran no. 4, glasfirn pump (Germany), Autoclave (Model KT-40 ALP Co., Ltd,

Tokyo, Japan), seperangkat alat Kromatografi Kolom, waterbath.

E. Tata Cara Penelitian

1. Identifikasi Tanaman

Identifikasi tanaman kemiri dilakukan di Laboratorium Farmakognosi

Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan

mencocokkan bagian tanaman kemiri yaitu daun dan bunga menggunakan buku

panduan monografi dan deskripsi tanaman (Kardono dkk, 2003).

2. Pengumpulan Bahan

Kulit batang kemiri didapat antara bulan Februari sampai dengan Maret

dari tanaman kemiri yang tumbuh di lingkungan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma yang berumur ± 6 tahun. Kulit batang yang diambil berasal dari

cabang dengan diameter ± 4-12 cm. Kulit batang dicuci dengan air mengalir,

(42)

hingga kering kemudian diserbuk dan diayak. Pengayak yang digunakan

berukuran 28 mesh.

3. Identifikasi Kandungan Senyawa Aktif Kulit Batang Kemiri dengan Uji Tabung

a. Uji Alkaloid

Dua gram serbuk kulit batang dipanaskan dalam tabung reaksi dengan

10 ml HCl 1% selama 30 menit. Suspensi disaring dengan kapas ke dalam

tabung reaksi A, larutan A dibagi tiga sama banyak, lalu kedalam larutan A1

ditambah 5 tetes dragendroff LP, larutan A2 ditambah 5 tetes mayer LP dan

pada larutan A3 ditambah 5 tetes bouchardat LP. Bila terbentuk endapan

dengan ketiga pereaksi tersebut berarti menunjukkan adanya alkaloid.

b. Uji Polifenol

Dua gram serbuk kulit batang kemiri dipanaskan dengan 10 ml air

selama 10 menit dalam penangas air mendidih. Disaring panas-panas, setelah

dingin ditambah 3 tetes pereaksi besi (III) klorida. Bila didapatkan warna

hijau-biru menunjukkan adanya polifenol.

4. Ekstraksi Serbuk Kulit Batang Kemiri

Ditimbang 300 gram serbuk kulit batang kemiri dan dibagi ke dalam

enam buah erlenmeyer 300 ml masing-masing berisi 50 mg serbuk dan ditambah

(43)

ditutup rapat dengan alumunium foil kemudian digojog dengan shaker selama 1

jam. Lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh disingkirkan dan

residunya dimaserasi. Ampas/residu (sisa petroleum eter dibiarkan menguap)

dimaserasi dengan cairan penyari etil asetat hingga seluruh serbuk terendam.

Erlenmeyer ditutup rapat dengan alumunium foil. Digojog dengan shaker dengan

kecepatan 170 rpm selama kurang lebih 24 jam. Disaring menggunakan kertas

saring hingga didapat ampas dan maserat etil asetat. Maserat etil asetat diuapkan

dengan rotaevaporator dan dipekatkan diatas penangas air hingga diperoleh fraksi

kental. Remaserasi dilakukan selama 3 x 24 jam dengan ampas yang sama.

5. Preparasi Sampel, Fase Diam, dan Fase Gerak Kromatografi Kolom Untuk preparasi sampel, ekstrak kental diencerkan dengan pelarut etil

asetat. Kolom dicuci dengan aquadest dan dibilas dengan etil asetat. Dengan

bantuan pinset dan lidi, glass wool dimasukkan. Kolom dipasang pada statif

setinggi 20 cm.

Pada preparasi fase diam, sedikit fase gerak kloroform : etanol (95 : 5)

dimasukkan ke dalam kolom. Sebanyak 20 gram silika gel GF254 dimasukkan ke

dalam bekker glass yang telah berisi kloroform : etanol (95 : 5) lalu diaduk. Buih

yang terbentuk dihilangkan. Bubur silika gel yang telah terbentuk dimasukkan ke

dalam kolom kemudian kolom ditepuk untuk menjadikan homogen pada

pengepakan serta menghilangkan gelembung udara. Apabila sudah homogen,

(44)

Selanjutnya untuk preparasi fase gerak, keran pada bagian bawah kolom

dibuka dan fase gerak dibiarkan menetes. Fase diam dicuci dengan 50 ml fase

gerak kloroform : etanol (95 : 5) kemudian dibiarkan menetes hingga terdapat ±

0,5 cm fase gerak tersisa diatas fase diam, kemudian keran bawah ditutup.

6. Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat dengan Kromatografi Kolom

Sebanyak 2 ml sampel dimasukkan ke dalam kolom dengan hati-hati.

Setelah sampel hampir masuk semuanya ke dalam fase gerak, keran dibuka dan

fase gerak kloroform : etanol (95 : 5) dialirkan melalui dinding kolom. Fase gerak

dialirkan kembali sehingga diatas fase diam selalu terdapat eluen ± 1 cm. Eluen

ditampung pada erlenmeyer hingga diperoleh eluen sebanyak 100 ml (fraksi I).

Setelah diperoleh 100 ml eluen, keran bagian bawah ditutup lalu fase gerak yang

ada di corong pisah diganti dengan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat

(90:8:2). Fase gerak tersebut dialirkan dengan keran bagian bawah dalam keadaan

terbuka, fase gerak dialirkan kembali hingga di atas fase diam selalu terdapat ±

0,5 cm fase gerak. Eluen ditampung dalam erlenmeyer berbeda hingga mencapai

100 ml (fraksi II). Keran bagian bawah ditutup kemudian fase gerak dialirkan

kembali dengan posisi keran bawah terbuka dan dipastikan diatas fase diam selalu

terdapat ± 0,5 cm fase gerak. Eluen ditampung sebanyak 100 ml (fraksi III).

Keran bagian bawah ditutup dan fase gerak diganti dengan fase gerak kloroform :

etanol : asam asetat (90:5:5). Fase gerak dialirkan dengan keran bagian bawah

terbuka, alirkan kembali fase gerak tersebut hingga diatas fase diam selalu

(45)

erlenmeyer berbeda (fraksi IV). Keran bagian bawah ditutup lalu fase gerak

dialirkan kembali dengan keran bagian bawah terbuka dan dipastikan selalu

terdapat ± 0,5 cm fase gerak diatas fase diam. Eluen ditampung hingga diperoleh

100 ml (fraksi V).

7. Uji Potensi Antibakteri Tiap Fraksi dan Pemilihan Fraksi Aktif a. Pembuatan suspensi bakteri S. aureus

Sebanyak 1 ose bakteri uji dari kultur murni diinokulasikan dalam 5 ml

nutrient broth dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam kepadatan

bakteri uji disamakan dengan larutan standar Mc Farland II (setara dengan

kepadatan bakteri 6 x 108 CFU/ml)

b. Pembiakan bakteri uji secara pour plate

Sebanyak 1,0 ml suspensi bakteri diinokulasikan ke dalam erlenmeyer

yang berisi 25 ml agar cair yang telah didinginkan. Isi dalam erlenmeyer

digojog pelan untuk menghomogenkan bakteri dengan medium, campuran

dituang ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan memadat

c. Pengujian dan penentuan fraksi aktif

Pada media agar yang telah diinokulasikan bakteri S. aureus dibuat lubang

sumuran. Ke dalam lubang sumuran dimasukkan berbagai fraksi yang

diperoleh. Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah 24

jam, diamati zona hambat yang terbentuk dan diameter zona hambat

(46)

8. Uji Kualitatif Fraksi Aktif Dengan Metode KLT

Sebanyak 5 ml fraksi aktif kental disari dengan HCl 1% diatas

waterbath selama 5 menit pada suhu 50oC. Ditambah Na2CO3 sampai Ph 8-9

kemudian disari dengan kloroform 5 ml. Didapat dua lapisan cairan, lapisan

atas dinetralkan dengan asam asetat dan merupakan larutan untuk uji alkaloid

kuartener. Lapisan bawah disari dengan HCl 1% dan didapat dua lapisan

cairan. Lapisan atas digunakan untuk uji alkaloid tersier dan lapisan bawah

disingkirkan. Larutan uji alkaloid kuartener dan tersier tersebut

masing-masing dipekatkan diatas waterbath. Masing-masing-masing fraksi kental alkaloid

tersier dan kuartener tersebut dilarutkan menggunakan 2-3 tetes aquadest.

Larutan uji ditotolkan 10 µl kemudian dikembangkan menggunakan

fase gerak kloroform : etanol : asam asetat (60:20:20). Setelah elusi mencapai

batas 5 cm, plat diangkat dan diangin-anginkan hingga kering kemudian

dielusi kembali hingga 10 cm dan selanjutnya diidentifikasi dengan sinar UV

254 nm dan 365 nm. Selanjutnya dilakukan uji identifikasi senyawa hasil

KLT dengan pereaksi warna CAS dan hasilnya dibandingkan dengan

(47)

lapisan bawah Sisa (Disingkirkan) Fraksi HCl

Lapisan atas

dipekatkan dipekatkan

larutan uji alkaloid kuartener

lap bawah (Disingkirkan)

+ 2-3 tts aquades Totolkan 10 µl pada plat KLT

+ Na2CO3 1M hingga pH 8-9 Disari dengan kloroform 5 ml

Larutan uji alkaloid tersier lap atas Dinetralkan dg

asam asetat

Fraksi aktif kental

Disari dg HCl 1%

(48)

9. Uji Senyawa Aktif Dari Fraksi Aktif dengan Metode Bioautografi

Elusi fraksi aktif dilakukan seperti pada uji kualitatif fraksi aktif dengan

metode KLT diatas. Setelah elusi mencapai batas pengembangan 5 cm, plat

diangkat dan diangin-anginkan hingga kering kemudian dielusi kembali

hingga 10 cm. Plat diangkat dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 40oC

selama kurang lebih 24 jam hingga fase geraknya hilang kemudian plat

kromatogram yang diperoleh ditempelkan pada permukaan medium agar yang

telah diinokulasi dengan bakteri uji selama 30 menit. Inkubasi dilakukan

selama 24 jam pada suhu 37oC. Jika senyawa mampu berdifusi dan

menghambat pertumbuhan bakteri akan tampak zona jernih pada lapisan

media agar, pada media yang ditumbuhi bakteri akan berwarna buram. Hasil

yang diperoleh dibandingkan dengan hasil identifikasi kualitatif senyawa aktif

dengan metode KLT. Parameter yang diukur ialah harga Rf yang terdapat

pada plat kromatogram dengan harga Rf media agar yang terbentuk zona

hambat.

F. Analisis Hasil

Pemilihan fraksi aktif berdasarkan pada terbentuknya zona hambat yang

terbesar pada metode difusi sumuran. Untuk melihat potensi daya antibakteri dapat

diperoleh dari ada tidaknya zona hambat yang ditimbulkan oleh kromatogram yang

ditanam pada media NA yang telah diinokulasi bakteri uji yaitu S. aureus.

Berdasarkan uji KLT dari fraksi aktif, diperoleh harga Rf dan warna bercak sebagai

(49)

antibakteri. Penentuan harga Rf terhadap bercak yang dihasilkan dilakukan dengan

deteksi UV 254 nm, UV 365 nm dan pereaksi semprot CAS. Hasil yang diperoleh

dibandingkan dengan pustaka.

Identifikasi tanaman

makroskopis

Pengumpulan kulit batang

diameter 4-12 cm

Pengeringan dan pembuatan serbuk

- Pengeringan dengan oven 500C - Penyerbukan dan Pengayakan

Uji tabung

- uji alkaloid - uji polifenol

Pembuatan ekstrak etil asetat

(50)

fase diam : silika gel GF 254 Fraksinasi ekstrak etil asetat dengan kromatografi kolom

fase gerak :

1. kloroform p.a : etanol p.a (95:5)

2. kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2) 3. kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5)

Uji potensi antibakteri tiap fraksi dengan metode sumuran

Identifikasi kualitatif fraksi aktif dengan metode KLT

- fase diam : silika gel GF 254

- fase gerak : kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (60:20:20)

- deteksi UV 254 nm dan UV 365 nm - pereaksi semprot CAS

- pembanding : piridin

Uji potensi antibakteri fraksi aktif terhadap S. aureus dengan metode bioautografi kontak

Analisis hasil

(51)

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Tanaman

Penelitian ini didahului dengan identifikasi tanaman kemiri berdasarkan buku

panduan monografi dan deskripsi tanaman (Kardono dkk, 2003). Bagian tanaman

yang digunakan untuk determinasi ialah daun serta bunga. Dari hasil identifikasi

dapat dipastikan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiri

(Kardono dkk, 2003).

B. Pengumpulan Bahan Tanaman

Kulit batang kemiri yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

tanaman kemiri yang tumbuh di lingkungan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata

Dharma yang berumur ± 6 tahun. Bagian tanaman ini didapat antara bulan Februari

hingga maret 2006. Bahan yang didapat dicuci dengan air mengalir bertujuan untuk

membersihkan permukaan kulit batang dari kotoran-kotoran yang menempel. Kulit

batang dipotong kecil-kecil untuk memudahkan dalam penyerbukan serta

mempercepat pengeringan. Pengeringan yang dilakukan di dalam oven selama 48 jam

pada suhu 50o C bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam kulit

batang kemiri karena kadar air yang tinggi dapat menyebabkan tumbuhnya jamur.

(52)

memperbesar luas permukaan serbuk saat bersentuhan dengan cairan penyari

sehingga senyawa metabolit primer dan sekunder yang tersari lebih banyak dan

penyarian menjadi lebih efektif.

C. Identifikasi Kandungan Senyawa Aktif Kulit Batang Kemiri dengan Uji Tabung

Dari penelitian Melinda (2005) diketahui bahwa dalam kulit batang kemiri

positif mengandung alkaloid dan polifenol. Sebelum diekstrak, terlebih dahulu serbuk

diuji dengan uji tabung untuk memastikan kandungan senyawa dalam kulit batang

kemiri. Dari uji tabung, diperoleh hasil bahwa kulit batang kemiri positif

mengandung alkaloid yang ditandai dengan terbentuknya endapan. Endapan yang

diperoleh merupakan senyawa adisi yang tidak larut yang terbentuk dari reaksi antara

alkaloid dengan ion logam berat pada pereaksi seperti merkuri, bismuth, dan iodin

(Bruneton, 1994). Pengujian dengan pereaksi Mayer diperoleh hasil alkaloid positif

dengan terbentuknya endapan berwarna putih kekuningan. Sedangkan dengan

pereaksi Burchardat memberikan hasil positif dengan terbentuknya endapan berwarna

coklat kemerahan begitu pula dengan pereaksi Dragendorff. Pada uji polifenol

diperoleh larutan berwarna hijau-biru yang menunjukkan bahwa kulit batang kemiri

(53)

Tabel I. Hasil pengamatan uji tabung ekstrak kulit batang kemiri

No. Pengujian Pengamatan Hasil

1

Uji Alkaloid

FiltratA1 + dragendroff LP

Filtrat A2 + mayer LP

Filtrat A3 + burchardat LP

Terbentuk endapan coklat

Walaupun diperoleh hasil polifenol yang positif, namun penelitian ini hanya

mengacu pada alkaloid karena pada penelitian sebelumnya (Melinda, 2005) diduga

yang berpotensi sebagai antibakteri adalah alkaloid.

D. Ekstraksi Serbuk Kulit Batang Kemiri

Ekstrak etil asetat kulit batang kemiri diperoleh dengan proses remaserasi

kinetik. Maserasi dilakukan dengan cara serbuk simplisia direndam dalam cairan

penyari sehingga cairan penyari menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang berisi zat aktif berupa senyawa metabolit primer dan tersier. Adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel menyebabkan

terdesaknya larutan terpekat sehingga zat aktif akan larut. Peristiwa ini terjadi

berulang-ulang hingga tercapai kesetimbangan konsentrasi. Penyarian tidak akan

sempurna apabila terjadi kesetimbangan konsentrasi, oleh karena itu dilakukan

(54)

yang dimasukkan di dalam erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil untuk

mencegah penguapan cairan penyari, kemudian erlenmeyer diletakkan di atas shaker

untuk penggojogan. Tujuan penggojogan ini untuk meratakan penyebaran cairan

penyari ke dalam serbuk. Filtrat yang diperoleh disaring dan ampas/residunya

didiamkan di udara terbuka hingga kering untuk menghilangkan petroleum eter yang

masih menempel pada serbuk agar tidak bercampur dengan penyari kedua yaitu etil

asetat. Penyarian serbuk dengan petroleum eter bertujuan untuk melarutkan lemak

serta senyawa non polar lain (lilin, damar, klorofil) sehingga hasil penyariannya tidak

digunakan. Alkaloid yang bersifat non polar tidak tersaring dalam penyarian tersebut

karena alkaloid umumnya tidak larut dalam petroleum eter (Mursyidi, 1990). Residu

dimaserasi selama 3 x 24 jam dengan cairan penyari etil asetat hingga seluruh serbuk

terendam. Maserat yang diperoleh dipisahkan dari residu dengan penyaringan

menggunakan kertas saring hingga diperoleh maserat etil asetat yang berupa cairan

berwarna hijau muda. Maserat etil asetat diuapkan dengan rotaevaporator untuk

mempercepat pemisahan cairan penyari etil asetat yang masih terdapat dalam fraksi

kemudian dipekatkan di atas waterbath hingga diperoleh ekstrak kental. Hasil dari

proses remaserasi kinetik berupa ekstrak kental dengan berat ± 1,56 gram yang

diperoleh dari serbuk sebanyak ± 250 gram. Seluruh ekstrak kental yang diperoleh

kemudian dilarutkan dalam etil asetat dan dipisahkan dengan kromatografi kolom

menggunakan tiga macam fase gerak yang berbeda agar diperoleh pemisahan fraksi

yang maksimal. Keuntungan dari metode remaserasi ialah dengan adanya

(55)

terdapat dalam serbuk kulit batang kemiri dapat tersari seluruhnya. Selain itu dengan

menggunakan kinetik dapat mengoptimalkan jumlah senyawa yang dapat larut dalam

etil asetat. Kerugian dari metode ini ialah memerlukan volume pelarut yang banyak.

E. Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat dengan Kromatografi Kolom Kromatografi dapat diartikan sebagai suatu teknik pemisahan campuran

dengan melibatkan dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Prinsip dari kromatografi

kolom adalah pemisahan senyawa berdasarkan adsorbsi komponen-komponen

campuran dengan afinitas yang berbeda-beda pada permukaan fase diam. Ada tiga

fase gerak yang digunakan dalam kromatografi kolom ini yaitu kloroform : etanol

(95:5) sebagai fase gerak pertama, fase gerak kedua adalah kloroform : etanol : asam

asetat (90:8:2), dan fase gerak yang terakhir adalah kloroform : etanol : asam asetat

(90:5:5). Fase gerak pertama memiliki kepolaran paling rendah dibandingkan fase

gerak kedua dan ketiga, sedangkan fase gerak ketiga memiliki kepolaran paling tinggi

diantara fase gerak pertama dan kedua. Tujuan digunakannya fase gerak dengan

perbandingan yang berbeda-beda ialah untuk memisahkan senyawa sesuai dengan

kepolarannya terhadap tiap-tiap fase gerak. Kromatografi kolom ini temasuk dalam

kromatografi fase normal, karena fase gerak yang digunakan bersifat lebih non polar

dibandingkan fase diamnya yaitu silika gel GF254. Melihat dari fase gerak dan fase

diam yang digunakan ini, diharapkan senyawa akan terpisah dengan baik berdasarkan

kepolarannya dimana senyawa yang lebih non polar akan lebih terikat dengan fase

(56)

Keuntungan penggunaan kromatografi kolom dalam penelitian ini yaitu

diperoleh pemisahan senyawa aktif menjadi beberapa fraksi sehingga memudahkan

pengidentifikasian senyawa aktif. Selain membutuhkan fase gerak yang cukup

banyak, kerugian kromatografi kolom yang lain ialah dalam prosesnya membutuhkan

waktu yang lama.

Sebelum digunakan, serbuk silika gel GF254 diaktifkan terlebih dahulu dengan

memanaskan serbuk di dalam oven pada suhu 1000C selama 15 menit yang bertujuan

menghilangkan sisa-sisa kandungan air yang berada dalam silika gel serta untuk

mengembangkan pori-pori silika gel sehingga pemisahan lebih sempurna. Adanya

kandungan air dalam serbuk silika akan menyebabkan senyawa sulit berikatan dengan

fase diam.

Penghomogenan kolom serta penghilangan gelembung udara perlu dilakukan

karena adanya gelembung udara akan mengganggu proses pemisahan senyawa.

Untuk mencegah kolom terisi oleh udara dan uap air maka bagian atas kolom

ditambah dengan Na2SO4 anhidrat dimana Na2SO4 anhidrat akan menyerap O2.

Fraksi-fraksi yang diperoleh dari hasil pemisahan dengan kromatografi kolom

selanjutnya diuji aktifitas antibakterinya.

Tabel II. Hasil fraksi kromatografi kolom serbuk kulit batang kemiri Fraksi Berat fraksi kental (mg)

I 150,7 III 79,5

(57)

F. Pengujian Potensi Antibakteri Tiap Fraksi dan Pemilihan Fraksi Aktif Pengujian potensi antibakteri tiap fraksi menggunakan metode difusi

sumuran. Tujuan dari uji ini untuk mengetahui potensi antibakteri tiap fraksi dalam

menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus yang ditandai dengan terbentuknya zona

hambat di sekitar lubang sumuran. Fraksi yang diujikan hanya fraksi I, III, dan V.

Fraksi II dan IV tidak diujikan karena fraksi II hanya peralihan dari fraksi I ke fraksi

III dimana fase gerak yang digunakan berbeda sehingga kedua fraksi tersebut tidak

digunakan, begitu pula dengan fraksi IV yang merupakan peralihan dari fraksi III ke

fraksi V. Namun belum ada bukti kualitatif yang menyatakan bahwa fraksi II dan IV

merupakan fraksi peralihan. Pembiakan bakteri dilakukan secara pour plate karena

bakteri S. aureus bersifat fakultatif anaerob sehingga dengan pembiakan secara pour

plate pertumbuhan bakteri akan merata di seluruh media. Pengujian potensi

antibakteri dilakukan secara difusi sumuran karena bakteri S. aureus bersifat

fakultatif anaerob sehingga bakteri banyak tumbuh di bagian bawah medium. Dengan

adanya sumuran, fraksi uji akan berdifusi ke segala arah sehingga penghambatan

fraksi uji terhadap bakteri S. aureus dapat lebih terlihat.

Kontrol negatif menggunakan DMSO karena merupakan pelarut dari tiap

fraksi selain itu juga berperan sebagai surfaktan dimana fraksi-fraksi bersifat non

polar sedangkan media yang digunakan bersifat polar sehingga diharapkan senyawa

akan lebih mudah berdifusi ke dalam media. Piridin dipilih sebagai kontrol positif

(58)

batang kemiri mengandung alkaloid golongan piridin-piperidin sebagai antibakteri.

Selain itu, alkaloid golongan piridin-piperidin merupakan golongan alkaloid yang

memiliki aktivitas antibakteri (Roberts, 1998). Diameter zona hambat yang terbentuk

dari tiap fraksi berbeda-beda karena kandungan senyawa metabolit primer dan tersier

dari tiap fraksi berbeda. Berikut tabel hasil uji fraksi I, II, dan III terhadap S. aureus :

Tabel III. Rerata diameter zona hambat fraksi I, III, V terhadap S. aureus Diameter Zona Hambat (cm)

Fraksi

Dari tabel di atas ( tabel 3) diketahui pada fraksi I dan III terdapat zona

hambat yang dapat dikatakan sama dilihat dari perbandingan nilai rerata kedua fraksi

namun pada fraksi V terdapat zona hambat dengan diameter yang berbeda

dibandingkan dengan fraksi I dan III dilihat dari nilai reratanya. Berdasarkan tabel

tersebut, fraksi aktif yang dipilih untuk uji kualitatif adalah fraksi V karena pada

fraksi V terbentuk zona hambat dengan diameter yang paling besar dibandingkan

(59)

G. Identifikasi Kualitatif Fraksi Aktif dengan Metode KLT

Pengujian fraksi aktif dengan KLT dilakukan setelah pengujian potensi

antibakteri serta pemilihan fraksi aktif. Fraksi aktif yang diuji dengan KLT adalah

fraksi V karena pada fraksi ini diperoleh potensi antibakteri yang paling besar.

Pengujian kualitatif dengan KLT bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa

alkaloid yang terdapat dalam kulit batang kemiri adalah golongan piridin-piperidin.

Fase gerak yang digunakan untuk uji alkaloid adalah kloroform, metanol dan asam

asetat dengan perbandingan kloroform : metanol : asam asetat (60 : 10 : 1) (Cordell,

1981). Namun dalam penelitian ini, penulis menggunakan fase gerak kloroform,

etanol dan asam asetat dengan perbandingan kloroform : etanol : asam asetat (60 : 20

: 20) hal ini dikarenakan melalui orientasi yang dilakukan menunjukkan pada

perbandingan tersebut diperoleh hasil pemisahan bercak yang lebih baik. Dalam

penelitian ini tidak menggunakan metanol namun etanol karena metanol lebih bersifat

toksik dibandingkan etanol. Selain itu, kepolaran antara metanol dengan etanol tidak

berbeda jauh.

Fraksi V yang ditotolkan tidak menggunakan DMSO sebagai pelarut karena

dari orientasi diperoleh bercak yang mengekor setelah proses elusi hal ini mungkin

disebabkan karena adanya pengotor yang terdapat dalam DMSO sehingga

mengakibatkan bercak yang diperoleh mengekor. Oleh karena itu fraksi dilarutkan

dalam aquadest karena dengan aquadest fraksi dapat larut. Fase diam yang digunakan

(60)

di dalam oven pada suhu 100o C – 110o C selama 30 menit untuk membuka pori-pori

silika gel sehingga dapat mengurangi kadar air serta uap air yang masih terkandung di

dalamnya. Langkah selanjutnya melakukan penjenuhan bejana chamber yang berisi

fase gerak. Penjenuhan bejana chamber perlu dilakukan agar saat bergerak di fase

diam, proporsi perbandingan campuran fase gerak bertahan sampai batas atas.

Fraksi V kental sebelum ditotolkan, terlebih dahulu disari untuk memisahkan

alkaloid kuartener dan tersier. Alkaloid dalam fraksi diasamkan dengan HCl 1%.

Alkaloid bersifat asam lemah dan netral akan larut dalam fase HCl sedangkan

alkaloid bersifat basa akan menjadi garam dan larut dalam fase air. Penambahan

Na2CO3 akan membebaskan alkaloid basa yang larut dalam kloroform. Alkaloid

kuartener tidak akan tersari oleh kloroform dan tetap pada fase air. Masing-masing

larutan uji (alkaloid tersier dan kuartener) dilarutkan dalam 2-3 tetes aquadest

kemudian ditotolkan sebanyak 10 µl pada lempeng KLT dan dikembangkan dua kali.

Pengembangan pertama setinggi 5 cm. Setelah kering, plat lempeng KLT dielusi

kembali setinggi 10 cm, sehingga jarak elusi sepanjang 15 cm. Hal ini disebabkan

pada jarak elusi sepanjang 10 cm bercak yang terbentuk melebar serta tidak dapat

diukur sehingga jarak elusi ditambah menjadi 15 cm. Sebelum dielusikan totolan

(61)

Dari masing-masing kromatogram, baik dari alkaloid kuartener (gambar 1)

maupun alkaloid tersier (gambar 3) terdapat satu bercak.

Rf

Gambar 1. Kromatogram Fraksi V [Kloroform : Etanol : Asam Asetat (90:5:5)] - Alkaloid Kuartener Kulit Batang Kemiri

Fase diam : Silika gel GF254 nm

Gambar

Gambar 1. Skema Uji Kualitatif Fraksi Aktif Dengan Metode KLT
Gambar 2. Skema penelitian pengujian potensi antibakteri fraksi kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri terhadap S
Tabel I. Hasil pengamatan uji tabung ekstrak kulit batang kemiri
Tabel II. Hasil fraksi kromatografi kolom serbuk kulit batang kemiri
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian berupa (a) aktivitas yang dilakukan siswa ketika pembelajaran dilakukan, yaitu siswa memperhatikan dan menanggapi penjelasan pembimbing (tahap presentasi kelas

(3) Hasil analisis perilaku pasar bawang merah Kacamatan Wanasaba yaitu: keterpaduan pasar secara vertikal, terdapat hubungan harga yang berarti antara kedua desa

Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,

Hari Minggu tanggal 16 Juli 2014 sekitar jam 21:00 WIB saksi-saksi dari polres Simalungun melakukan penangkapan terhadap terdakwa Biston Sitohang yang diduga melakukan

Keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya dalam diri seseorang, melainkan harus diintegrasikan dalam proses pembinaannya melalui latihan-latihan

Memang nilai etis yang berhubungan dengan pekerjaan orang Jawa sebenarnya ditujukan untuk kaum petani dan pegawai, tetapi dengan perkembangan jaman nilai-nilai etis

 Membuat paparan diagram diagram hubungan dari contoh-contoh nyata pelaksanaan tata karma, sopan-santun, dan rasa malu dalam kehidupan orang-orang terdahulu maupun

Karena penentuan beyond use date dengan pendekatan menggunakan t 90 dari senyawa yang memiliki t 90 lebih singkat tidak dapat dilakukan maka penentuan beyond use date