• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN MOTIF PROSOSIAL DAN SEMANGAT KERJA RELAWAN DI LEMBAGA PMI YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN MOTIF PROSOSIAL DAN SEMANGAT KERJA RELAWAN DI LEMBAGA PMI YOGYAKARTA"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : FILIPUS NERI ISWANTO

NIM : 029114074

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

pasir penderitaan menjadi mutiara kemuliaan.

(5)

Kupersembahkan karya ini untuk

•• Guruku satu-satunya yang mengajariku sembahyang Rama Kawula •• Bunda Maria (Maryam) terkasih

•• Bapak, Ibu, serta adikku Kristina Yuwita S.Pd tercinta •• Seseorang yang selama ini kukasihi, Fransiska

Emiliana S.Pd dan HugoDeo

(6)
(7)

Filipus Neri Iswanto (2008). Hubungan Antara Motif Prososial dengan Semangat Kerja Relawan PMI Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Motif Prososial dengan Semangat Kerja Relawan PMI Yogyakarta. Asumsinya adalah semakin tinggi motif prososial maka semakin tinggi pula semangat kerja relawan PMI Yogyakarta. Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara Motif Prososial dengan Semangat KerjaRelawan.

Sampel dalam penelitian ini meliputi relawan Tenaga Sukarela (TSR) dan Korp Sukarela (KSR) PMI Cabang Yogyakarta, Total jumlah subyek penelitian sebanyak 60 orang. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan penyebaran skala motif prososial dan semangat kerja relawan PMI. Data yang diperoleh tersebut kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS for windows versi 15.00. Daya diskriminasi menggunakan batasan nilai koefisien korelasi > 0,3. Pada skala motif prososial terdapat 6 aitem yang gugur dan 44 aitem yang sahih, sedangkan pada skala semangat kerja relawan terdapat 21 aitem yang gugur dan 29 aitem yang sahih. Koefisien realibilitas untuk skala motif prososial adalah sebesar 0,925 dan skala semangat kerja mempunyai koefisiensi sebesar 0,905, untuk mengetahui hubungan antara motif prososial dengan semangat kerja relawan PMI digunakan korelasi Product Moment Pearson.

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara motif prososial dan semangat kerja relawan dengan koefisien korelasi sebesar 0,763 dan probabilitas (p) 0,000. Hubungan antara Motif Prososial dengan variabel Bekerja dengan Senang mempunyai nilai koefesien korelasi 0,712, kemampuan menyesuaikan diri (0,540), mengontrol emosi (0,706) dan keterlibatan dalam pekerjaan (0,605).

(8)

Working Spirit of the Volunteers of Indonesian Red Cross Yogyakarta. Yogyakarta: Sanata Dharma University.

This study investigated the relationship between pro-social motive and working spirit of the volunteers of Indonesia Red Cross Yogyakarta. There was an assumption that the higher pro-social motive was, the higher working spirit of the volunteers of Indonesian Red Cross Yogyakarta would be. This study, therefore, had a hypothesis that there was a relationship between pro-social motive and working spirit of the volunteers of Indonesian Red Cross Yogyakarta.

The sample of this study was the volunteers of Indonesian Red Cross Yogyakarta. There were sixty participants. The data was collected by distributing the scale of pro-social motive and working spirit of the volunteers of Indonesian Red Cross Yogyakarta. For the data analysis, this study used SPSS for Windows 15.00 version. The limitation of correlation coefficient for discrimination effeciency was > 0,3. In the scale of pro-social motive, 6 items were invalid and 44 items were valid. While in the scale of the working spirit of the volunteers of Indonesian Red Cross Yogyakarta, 11 items were invalid and 29 items were valid. Reliability coefficient for the scale of pro-social motive was 0,905. This study used Product Moment Pearson to find the relationship between pro-social motive and working spirit of the volunteer of Indonesian Red Cross Yogyakarta.

From the data analysis, it was revealed thet there was a positive and significant relationship pro-social motive and the working spirit of the volunteers of Indonesian Red Cross Yogyakarta. It was shown by the amount of correlation coefficient, which was 0,763, and the amount of probability (p) 0,000. The relationship between pro-social motive and the variable of working enjoyment has correlation coefficient 0,712, adaptability 0,540, emotion contralling 0,706, and participation in the working field 0,605.

(9)
(10)

yang mengajariku sembahyang Rama Kawula, karena atas bimbingan dan rahmatNya-lah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Kurang lebih 6 tahun penulis kuliah sampai penulis hampir mendapatkan gelar mahasiswa abadi. Namun akhirnya karya ini selesai juga sehingga penulis dapat memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi. Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ucapan matur sembah nuwun kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis,

1. Pihak Rektorat, atas keringanannya adanya dispensasi pembayaran-pembayaran uang kuliah saya dan kesempatan memperoleh pengalaman yang menyenangkan selama menjadi mahasiswa di ‘Sanyata Dharma’. 2. Pak Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi dan

wakil-wakilnya, atas segala kesempatan dan kemudahan yang diberikan selama menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi.

3. Pak Didik Suryo H. S.Psi., M.Si.. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan mengajak saya untuk selalu berpikir kritis meskipun kadang hal itu justru membuat saya mandeg karena binggung. 4. Pak Agung yang lagi studi di Amerika, Bu MM. Nimas Eki Suparwati,

(11)

segala ilmu dan pengetahuannya yang sangat membantu dalam menyelesaikan studi di sini…

6. Mas Gandung, Mbak Nani, Mas Muji, Mas Dony dan Pak ‘Gie… Makasih dan maaf banget sering ngerepotin…

7. Sr. Marcella SPM selaku ‘Budheku ketemu GD’ yang sekaligus menjadi sukarelawan atas sumbangannya membantu orang miskin seperti saya he he…

8. Mas Pambudi dan Mas Inun yang banyak membantu saya mondar-mandir di PMI Cabang Yogyakarta.

9. The Tumindak Ngiwo (Barjo, Windro, Yanuar, Zygote, Kopeto, Ganyong, Aconk, Dicksue, Eyang, Suko, Itonk, Aris, Doni, dan semua penghuninya) 10.Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.. Matur Nuwun

Sanget!!!

Akhir kata, penulis juga hendak menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan kesalahan baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja. Semoga skripsi ini bisa berguna untuk siapa saja yang membacanya.

(12)

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Persembahan ... iv

Halaman Motto ... v

Halaman Pernyataan Keaslian Karya ... vi

Abstrak ... vii

Abstract ... viii

Lembar Peryataan Persetujuan Publikasi ... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi ... xii

Daftar Tabel ...

xvi

Daftar Lampiran ... xvii

BAB I

PENDAHULUAN ...

1

A.

Latar Belakang Masalah ...

1

B.

Hipotesis ...

5

C.

TujuanPenelitian………. 5

D.

Manfaat Penelitian ...

5

(13)

A.

Semangat Kerja Relawan ...

7

1.

Pengertian Relawan ... 7

2.

Jenis Relawan PMI ... 9

3.

Semangat Kerja ...

10

4.

Aspek-aspek dalam Semangat Kerja ...

11

5.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Semangat Kerja ...

13

B. Motif Prososial ... 16

1. Pengertian Motif ...

16

2. Pengertian Perilaku Prososial ...

20

3. Pengertian Motif Prososial ...

22

4. Aspek-aspek yang ada dalam Perilaku Prososial ...

24

C. Hubungan Antara Motif Prososial dan Semangat Kerja

Relawan PMI ...

27

D. Hipotesis...

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian ...

33

B. Variabel Penelitian ...

33

(14)

1.

Validitas ... 39

2.

Seleksi Aitem ... 40

3.

Reliabilitas ... 42

G. Teknik Penyampaian Alat Ukur ... 43

H. Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 46

A. Orientasi Kancah ... 46

a.

Profil Palang Merah Indonesia... 46

b.

Kegiatan dan Pelayanan Masyarakat ... 47

B. Pelaksanaan Penelitian ... 49

C. Analisis Data ... 49

1. Deskripsi Subyek ...

49

2. Deskripsi Motif Prososial dan Semangat Kerja Relawan ...

52

a. Motif Prososial ...

53

b. Semangat Kerja Relawan ...

54

1) Bekerja dengan senang dan Bahagia ...

54

2) Penyesuaian Diri ...

55

(15)

b. Uji Linearitas ...

57

4. Uji Hipotesis ...

58

Hubungan Antara Motif Prososial dengan Semangat Kerja

Relawan...

58

B.

Pembahasan

...

61

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(16)

Tabel 2.

Blue Print

Skala Semangat Kerja Relawan ... 38

Tabel 3.1 Item Valid dan Gugur

Skala Motif Prososial ... 42

Tabel 3.2 Item Valid dan Gugur

Skala Semangat Kerja Relawan ... 43

Tabel 4.1.1 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

Tabel 4.1.2 Persentase Responden Berdasarkan Usia ... 50

Tabel 4.1.3 Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 51

Tabel 4.1.4 Persentase Responden Berdasarkan Status Relawan ... 51

Tabel 4.1.5 Persentase Responden Berdasarkan Lama Jadi Relawan ... 52

Tabel 4.2.1 Deskripsi Motif Prososial ... 53

Tabel 4.2.2 Deskripsi Semangat Kerja relawan ... 54

Tabel 4.2.3 Deskripsi Variabel Perasaan Senang dan Bahagia ... 54

Tabel 4.2.4 Deskripsi Variabel Penyesuaian Diri ... 55

Tabel 4.2.5 Deskripsi Mengontrol Emosi ... 55

Tabel 4.2.6 Deskripsi Keterlibatan Pekerjaan ... 56

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ... 57

Tabel 4.4 Hasil Uji Linearitas ... 58

Tabel 4.5.1 Hubungan Antara Motif Prososial dengan Semangat Kerja Relawan .. 58

(17)

Lampiran 1. Instrumen Penelitian ... 79

Lampiran 2. Validitas dan Reliabilitas ... 80

Lampiran 3. Deskripsi Demografi Subyek ... 90

Lampiran 4.

Deskripsi Data Penelitian ... 93

Lampiran 5. Uji Normalitas ... 96

Lampiran 6. Uji Linieritas ...

99

Lampiran 7. Data Korelasi Penelitian ...

105

Lampiran 8. Data Skor Item Penelitian ... 109

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Relawan mempunyai peranan dan sumbangan yang sangat besar dalam pencapaian tujuan organisasi yang bergerak dibidang pelayanan atau sosial-kemanusiaan. Hal ini dapat terlihat dari konstribusi waktu, tenaga dan pikiran yang diberikan oleh relawan, meskipun seorang relawan juga kadang mengalami stres terhadap pengalamannya karena menjadi saksi/ ambil bagian dari suatu kejadian yang mengerikan pada manusia (Yansen, 1995). Relawan juga dituntut memiliki kesabaran yang luar biasa karena menghadapi korban yang memiliki perbedaan sifat dan karakter. Mereka juga harus bisa bertahan dalam kondisi yang sulit, bahkan ada relawan yang meninggal dalam menjalankan tugasnya sehingga tidak heran jika ada yang berhenti menjadi relawan karena fisiknya juga ikut jatuh (Kedaulatan Rakyat, 17 Juni 2006). Namun meskipun demikian, banyak relawan yang masih bisa bertahan dalam dunia pelayanan seperti ini.

(19)

Masalah pokok yang kemudian muncul adalah menyangkut management relawan tersebut. Pada saat tertentu sulit bagi lembaga atau organisasi untuk menggerakkan beberapa relawannya untuk suatu tugas tertentu walaupun sebenarnya organisasi tersebut mempunyai jumlah relawan yang cukup dan telah terdaftar di organisasi tersebut. Tingginya tingkat turn-over relawan dalam organisasi menimbulkan masalah baru bagi organisasi tersebut. Tidak semua relawan organisasi, aktif memberikan kontribusi yang bermakna bagi organisasi dan masyarakat (Munajat, 1998).

Masalah tingginya pergantian relawan (turn-over) dalam organisasi tersebut berkaitan dengan semangat kerja itu sendiri (Stan Kossen, 1986). Kurang semangatnya relawan ini disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan relawan dalam memberikan bantuan sehingga merasa tidak terpuaskan. Padahal relawan sebagai pelaku organisasi memiliki harapan-harapan atau kebutuhan-kebutuhan yang ingin mereka penuhi. Hal tersebut akan terbawa dalam aktualitasnya dibidang sosial, bahkan harapan dan kebutuhan tersebut merupakan motivasi utama yang mendasari relawan melakukan prilaku prososial. Dengan kata lain relawan melakukan prilaku prososial karena untuk memenuhi kebutuhan dan harapannya.

(20)

individu tertarik menjadi relawan dan sebagian besar dari alasan tersebut didasari motif sosial.

Menurut Wexley dan Yukl (1977) motif sendiri adalah yang melatarbelakangi individu berbuat untuk mencapai tujuan tertentu. Masalah kurang semangatnya relawan untuk mewujudkan tujuan organisasi berkaitan dengan motif dari relawan itu sendiri. Tidak semua relawan mempunyai motif yang sama seperti yang diharapkan oleh organisasi.

Lalu bagaimanakah cara untuk memunculkan semangat itu di dalam diri seorang relawan? Semangat itu menunjukkan adanya sikap kejiwaan dan perasaan seseorang yang terwujud dari adanya kemauan untuk menyumbangkan kemampuan dengan perasaan senang demi tercapainya tujuan organisasi. Semangat juga didefinisikan sebagai sikap seseorang yang menimbulkan kemauan keras untuk mencapai tujuan organisasi.

(21)

tinggi, begitu juga sebaliknya. Lalu benarkah motif prososial akan berkorelasi positif dengan semangat relawan?

Pengertian dasar relawan dalam konteks suatu organisasi adalah orang atau sekelompok orang yang memberikan kontribusi pada organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, dengan ikhlas dan tidak mengharapkan imbalan materi sebagai kompensasi atas kontribusinya (Munajat, 1998).

(22)

Berangkat dari relawan yang mempunyai peranan dan sumbangan dalam pencapaian tujuan organisasi dan masyarakat, maka akan menjadi bermanfaat saat ada penjelasan mengenai hubungan antara motif prososial dengan semangat relawan. Hal ini juga mengingat perlu dikelolanya Organisasi PMI secara seimbang antara unsur kesukarelaan dan unsur profesionalisme. Organisasi kerelawanan adalah organisasi yang bersifat nirlaba, yang tidak mengejar keuntungan atau uang pribadi.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang mendasari penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara motif prososial dengan semangat kerja relawan PMI Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara motif prososial dan semangat kerja relawan PMI Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara Teoritis

(23)

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi ataupun sebagai sumber informasi dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.

2. Secara Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan berarti bagi organisasi PMI sehubungan dengan pengembangan SDM yang dimiliki. Jika hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif antara motif prososial dan semangat relawan maka hasil ini dapat menjadi rekomendasi bagi organisasi untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan relawan dan semakin mengintegrasikan nilai-nilai pribadi relawan dengan organisasi sehingga semangat relawan terhadap organisasi meningkat dan dengan demikian dapat lebih meningkatkan pula keaktifan para relawan yang bekerja.

b. Hasil penelitian ini akan dapat membantu para relawan, khususnya bagi relawan yang bekerja di PMI, untuk lebih memahami dirinya sendiri sehingga dapat memanagemen diri dan mampu mengoptimalkan potensi diri serta membina relasi yang baik dengan organisasi berdasarkan potensi mereka sehingga dapat meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Semangat Kerja Relawan

1. Pengertian Relawan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), relawan adalah orang-orang yang secara sukarela memberikan sumbangan pikiran, keahlian, tenaga, waktu, dan lain-lain, sebagai wujud kepedulian pada kemanusiaan, perubahan sosial atau lingkungan tertentu. Seorang relawan dan peduli kepada orang lain merupakan panggilan jiwa, atau merupakan kebutuhan untuk merasakan penderitaan orang lain, dan menolong mereka meringankan beban yang dideritanya.

(25)

Menurut Munajat (1998) pengertian dasar relawan dalam konteks suatu organisasi adalah orang/ sekelompok orang yang memberikan kontribusi pada organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi, dengan ikhlas dan tidak mengharapkan imbalan materi sebagai kompensasi atas kontribusinya.

Relawan menurut Markas Besar PMI (Palang Merah Indonesia, 1998) yang juga disebut sebagai Korp Sukarelawan (KSR) dan Tenaga Sukarelawan (TSR) PMI adalah pribadi-pribadi yang secara sukarela meluangkan/ menyumbangkan: tenaga, waktu, pikiran dan keahlian/ ketrampilan khusus yang dimilikinya baik yang diperoleh melalui tingkat formal pendidikan maupun secara non formal (kursus, dan sebagainya) dimana hal itu dapat membantu pengembangan Perhimpunan Palang Merah Indonesia. Sedangkan kegiatan operasional relawan di lapangan yakni meliputi:

a) Siap siaga dalam membantu kegiatan dibidang Penanggulangan Bencana di wilayahnya,

b) Bersedia melakukan kegiatan terpadu dengan masyarakat setempat dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan Sosial/ Kesehatan masyarakat dan lain-lain,

c) Berinisiatif mengambil langkah-langkah dalam keadaan darurat jika terjadi sesuatu kejadian luar biasa dimana setelah itu perlu diinformasikan/ dilaporkan kembali,

(26)

2. Jenis Relawan PMI

Palang Merah Indonesia Cabang Kota Yogyakarta mempunyai relawan terdiri dari KSR (Korp Sukarela) dan TSR (Tenaga Sukarela). Dari kedua bagian relawan tersebut mempunyai segmentasi keanggotaan yang berbeda-beda. KSR (Korp Sukarela) adalah kesatuan di dalam perhimpunan PMI, yang merupakan wadah kegiatan atau wadah pengabdian bagi relawan PMI yang mempunyai kemampuan memberikan layanan kepada masyarakat. Relawan yang tergabung dalam kelompok TSR (Tenaga Sukarela) anggotanya terdiri dari orang yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan oleh PMI, seperti tenaga medis, otomotif, komunikasi, psikologi, hukum dan lain-lain. Sedangkan untuk PMR (Palang Merah Remaja) merupakan calon relawan masa depan PMI, terdiri dari pelajar/ siswa dari sekolah. (Markas Besar PMI, 1998).

Untuk menjadi relawan PMI harus melalui beberapa tahap, sesuai dengan pelatihan KSR atau TSR, yaitu antara lain pendidikan dan pelatihan dasar pertolongan pertama, ujian tulis maupun ujian praktek, pemagangan, gladi lapang dan pelantikan.

(27)

Untuk mencegah bias pengertian dalam kajian penelitian ini ditetapkan batasan pengertian sebagai orang-orang yang secara sukarela memberikan sumbangan pikiran, keahlian, tenaga, waktu, dan lain-lain, sebagai wujud kepedulian pada kemanusiaan, perubahan sosial atau lingkungan tertentu. Sedangkan jenis relawan disini adalah relawan profesional yang memberikan bantuan kepada masyarakat disesuaikan dengan program kegiatan yang sudah ditentukan.

3. Semangat Kerja Relawan

Masalah semangat kerja merupakan masalah utama yang terjadi pada setiap kelompok individu dalam organisasi, karena sifat individu dalam kelompok akan berpengaruh pada efektifitas organisasi. Oleh karena itulah penting melihat dan memperhatikan semangat kerja relawan, karena dengan semangat kerja yang tinggi, maka organisasi akan berkembang dan dapat mencapai tujuan dengan baik. Hal itu juga didukung oleh Nitisemito (1988) yang mengatakan bahwa setiap organisasi senantiasa berupaya untuk meningkatkan dan mengembangkan organisasi melalui para pekerjanya.

(28)

dihubungkan dengan sejahtera secara umum, kebahagiaan dari yang bersangkutan.

Blum (1968) mendefinisikan semangat kerja sebagai keadaan yang ada didalam perasaan seseorang, karena diterima secara baik dan dianggap oleh anggota kelompok lain melalui kesetiaan terhadap tujuan yang akan dicapai. Sedangkan menurut Stan Kossen (1986) semangat itu sendiri didefinisikan sebagai suasana yang ditimbulkan oleh sikap para relawan terhadap tugasnya dalam suatu organisasi.

4. Aspek-aspek dalam Semangat Kerja

Aspek utama yang dapat dijadikan indikator-indikator untuk mengukur tingginya semangat kerja relawan adalah semangat kerja yang dikemukakan oleh Blum (1968), yaitu: seseorang bekerja dengan suatu perasaan bahagia dan perasaan lain yang menyenangkan, seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik, mampu mengontrol perilaku emosional serta dirinya sangat terlibat dalam pekerjaannya.

Dari definisi semangat kerja diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Perasaan Senang dan bahagia diartikan sebagai keadaan psikologis yang muncul dari hasil penilaian seseorang terhadap pekerjaannya sehingga menyebabkan adanya kecenderungan untuk bersikap positif yang ditandai dengan sikap bangga, sikap gembira, rasa puas dan lain sebagainya.

(29)

menjadi bagian dari lingkungan/ situasi tersebut. Keadaan tersebut tercapai berkat kejelian relawan dalam membaca dan menilai situasi dan kemampuannya berinteraksi dengan cara-cara yang mendukung terciptanya hubungan-hubungan yang harmonis. Kemampuan yang demikian dimiliki oleh relawan yang ditandai dengan sikap-sikap menghargai orang lain, sikap peduli pada orang lain, saling pengertian, percaya dan saling mendukung dan lain sebagainya.

c. Kemampuan mengontrol perilaku emosional, didefinisikan sebagai bentuk sikap seseorang untuk merepress perilaku agresif sehingga dapat meminimalis timbulnya frustasi. Frustasi ini dapat mengakibatkan respon alami yang agresif jika seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuannya. Kondisi ini ditunjukkan oleh sikap mudah marah, merasa tertekan, tidak tenteram dan lain sebagainya.

d. Keterlibatan dalam pekerjaan, yang didefinisikan sebagai bentuk adanya partisipasi seseorang untuk peduli dan bertanggungjawab atas perannya dalam pekerjaannya. Hal ini ditandai dengan ketaatan datang di tempat kerja, kesetiaan pada pekerjaannya, menghayati pekerjaanya dan lain sebagainya.

(30)

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Semangat Kerja

Stan Kossen (1986) menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi semangat kerja seseorang. Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi semangat seseorang, antara lain:

1. Organisasi itu sendiri

Organisasi dapat mempengaruhi sikap para relawan terhadap pekerjaan mereka. Contohnya reputasi umum organisasi, terutama reputasi yang tidak menguntungkan dapat mempengaruhi sikap para relawan kearah yang kurang baik.

2. Sifat pekerjaan

Nilai-nilai yang terkandung pada jenis pekerjaan mempengaruhi sikap para relawan. Nilai nilai tersebut membuat mereka mengharapkan lebih banyak daripada sekedar kemakmuran material. Disamping uang dan kemakmuran material dari kerja relawan ada suatu nilai lebih yang diharapkan oleh mereka. Seperti: tujuan dari organisasi, jenis pekerjaan dan lain-lain.

3. Teman sejawat

(31)

tekanan dari teman-teman sejawatnya. Dapat juga keanggotaan kelompok memberikan kepada individu status dan rasa harga diri hingga membantu memenuhi kebutuhan akan penghargaan. Kelompok juga memberikan sumbangan kepada kebutuhan-kebutuhan akan keamanan para anggotanya dengan jalan membenarkan persepsi persepsi individual.

4. Konsep Diri

Konsep diri seseorang (A Person’s Self- Concept) dan persepsinya terhadap lingkungan nyata merupakan sebuah sumber ronsistensi bagi perilakunya dan pada tingkat tertentu seseorang akan menentukan motif-motif yang mempunyai pengaruh terbesar baginya. Hal yang sangat penting berkaitan dengan permasalahan mengenai motivasi seseorang dalam organisasi yakni persepsi seseorang itu sendiri tentang kompetensi pribadi dan kemampuan untuk mencapai hasil.

5. Kebutuhan-Kebutuhan Pribadi

Bagaimana kebutuhan pribadi seseorang dipenuhi dapat mempengaruhi semangat mereka. Keuntungan-keuntungan relawan misalnya seperti penghargaan, keamanan, afiliasi dan lain-lain membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadinya. Begitu kebutuhan mereka terpenuhi maka semangat akan berubah karena merasa sudah terpuaskan.

(32)

a. Hubungan yang harmonis antara pemimpin dengan bawahan terutama antara pimpinan kerja yang sehari-harinya langsung berhubungan dengan pekerja dibawahnya.

b. Kepuasan para petugas terhadap tugas dan pekerjaaanya karena mempunyai tugas yang disukai sepenuhnya.

c. Terhadap suatu suasana dan iklim kerja bersahabat dengan anggota-anggota lain di organisasi apalagi dengan mereka yang sehari-harinya banyak berhubungan dengan pekerjaan.

d. Adanya ketidakpuasan ekonomis dan kepuasan-kepuasan material lainnya yang memadai sebagai imbalan yang dirasakan adil terhadap jerih-payah yang telah diberikan kepada perusahaan atau organisasi. e. Ikut merasakan manfaat bagi tujuan organisasi yang juga merupakan

tujuan bersama mereka yang harus diwujudkan secara bersama-sama.

f. Adanya ketenangan jiwa jaminan kepastian serta perlindungan terhadap segala sesuatu yang dapat membayangkan diri pribadi dan karier dalam pekerjaan.

(33)

a. Kepuasan dalam pekerjaan merupakan syarat untuk maju.

b. Pimpinan langsung yang dihadapi selalu menghargai pekerja sebagai manusia dan menganggap bahwa pekerjaannya itu penting

c. Adanya jaminan dalam tugas untuk menjalankan tugas sebaik-baiknya.

d. Adanya hubungan baik dengan kolega-kolega lain dan orang merasa berada dalam kelompok tertentu.

e. Upah dan lain-lain bentuk kompensasi yang sama bagi setiap orang yang menjalankan tugas yang sama.

f. Perhatian perusahaan untuk kemakmuran karyawan dan kemajuan-kemajuannya.

B. Motif Prososial

1. Pengertian Motif

Setiap individu dalam bertingkah laku selalu didorong oleh faktor-faktor yang mendorongnya, faktor ini disebut sebagai motif. Jadi motif akan selalu melatarbelakangi mengapa individu bertingkah laku (Honorus, 2003). Motif seringkali diartikan sebagai daya gerak atau daya pendorong untuk melakukan suatu aktivitas dengan lebih baik.

(34)

Menurut Handoko (1992) motif merupakan suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan tertentu. Selanjutnya Handoko menjelaskan bahwa berdasarkan asalnya, motif dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1. Motif Biogenetis

Motif biogenetis merupakan motif berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme demi kelanjutan hidupnya secara biologis. Motif ini bersifat universal, artinya tidak terikat pada umur, jenis kelamin, suku, daerah dan lain-lain. Motif biogenetis juga tidak terikat pada lingkungan kebudayaan tempat orang hidup dan berkembang. Yang termasuk di dalam golongan motif biogenetis adalah motif lapar, haus, sex, bernapas dan istirahat.

2. Motif Sosiogenetis

Motif sosiogenetis berasal dari lingkungan tempat orang berada dan berkembang. Motif ini tidak tergantung pada keadaan fisiologis individu melainkan timbul sebagai akibat dari interaksi dengan orang/ hasil kebudayaan. Dengan kata lain motif ini tergantung pada lingkungan.

(35)

motif mengatasi rintangan dan motif untuk mengejar. Sedangkan yang dapat digolongkan kedalam motif obyektif adalah motif eksplorasi (motif untuk memeriksa dan menyelidiki) dan motif manipulasi (motif untuk beruat atau mengerjakan suatu obyek. Salah satu contoh motif yang termasuk motif sosiogenetis adalah motif prososial.

Motif juga dikatakan sebagai suatu konstruksi yang potensial dan laten yang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman yang secara relatif dapat bertahan meskipun ada kemungkinan berubah, yang berfungsi menggerakkan dan mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu (Martaniah, 1982). Motif juga sering diartikan sebagai pengertian yang mencakup penyebab, alasan atau dorongan di dalam diri individu yang membuat individu bertingkah laku. Segala tingkah laku individu bermula dari adanya kebutuhan internal di dalam dirinya (Honorus, 2003). Jadi individu dalam bertingkah laku didorong oleh kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dapat dikatakan sumber dari motif adalah need (kebutuhan) dan drive (dorongan).

(36)

Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1987), motif pada dasarnya punya tiga macam unsur, yaitu:

1) Unsur pendorong tingkah laku 2) Unsur pemilih tingkah laku 3) Unsur pengatur tingkah laku

Dengan memiliki unsur pendorong seseorang memiliki kesiapan pada suatu tingkah laku. Dengan unsur pemilih, individu dapat menentukan tingkah laku yang akan dan yang tidak akan dilakukan, dan dengan unsur pengatur berarti seseorang dapat mempertahankan tingkah laku yang sudah dipilih.

Martaniah (1984) memandang motif sebagai suatu disposisi latent yang berusaha kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Asnawi (2002) mengartikan motif sebagai hal yang sama dengan motivasi yaitu sesuatu yang potensial dalam diri manusia yang merupakan keadaan normal tetapi sangat menentukan bagaimana suatu situasi menjadi memuaskan.

Asnawi (2002) memandang motif sebagai komponen dari motivasi, ia memberikan 2 fungsi motif, yaitu: (a) memberi daya, dan (b) mengarahkan perilaku agar tepat sesuai dengan sasaran. Asnawi (2002) menggambarkan proses terbentuknya tingkah laku sebagai berikut:

(Tingkah laku) Perangsang

/ Dorongan

(37)

Gambar diatas merupakan model dasar tingkah laku dimana memiliki penjelasan sebagai berikut untuk mencapai suatu tujuan, manusia dipengaruhi oleh rangsangan dimana rangsangan tersebut dapat menyebabkan adanya kebutuhan. Karena adanya kebutuhan yang harus dipenuhi manusia bertingkah laku tertentu untuk mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa motif diartikan sebagai potensi intrinsik (alasan-alasan, dorongan-dorongan, hasrat dan keinginan) yang beorientasi eksternal dengan fungsi menggerakkan dan mengarahkan serta mengintegrasikan perilaku seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ada motif yang dibawa sejak lahir seperti motif biogenetis dan ada motif sosiogenetis yang adanya karena pengaruh luar, yang dipelajari dan timbul sebagai akibat dari interaksi individu dengan orang/ hasil kebudayaan dimana individu tersebut berada dan berkembang.

2. Pengertian Perilaku Prososial

Perilaku prososial pada dasarnya adalah juga suatu perilaku. Perilaku dapat dipahami sebagai reaksi yang bersifat sederhana ataupun kompleks. Reaksi ini muncul dalam bentuk sebuah perbuatan atau aktivitas yang dapat dilihat secara nyata (Chaplin, 1977).

(38)

perilaku individu itu tidak memprediksikan secara spesifik suatu perilaku tertentu atas obyek itu.

Perilaku prososial dapat diartikan sebagi tindakan menolong atau tindakan yang terencana dari individu untuk menolong individu lain, tanpa disertai adanya harapan akan suatu penghargaan (Batson dalam Taylor, Peplau, Sears, 2000). Hal serupa juga terungkap oleh Staub (dalam Widyastuti, 1990) bahwa perilaku prososial adalah suatu perilaku yang dilakukan oleh individu, yang menguntungkan individu lain.

Perilaku prososial (Wrightsman dan Deaux, 1981) dikatakan juga sebagai perilaku yang punya konsekuensi sosial. Perilaku itu akan ditujukan bagi kesejahteraan individu lain, secara fisik maupun psikologis. Perilaku prososial itu bisa diartikan juga sebagai perilaku yang lebih menguntungkan individu lain dibanding diri individu sendiri. Ada pula yang berpendapat bahwa perilaku prososial (Baron dan Byrne, 1994) adalah perilaku sukarela individu untuk menolong orang lain dan perilaku yang dilakukan itu bukan karena adanya paksaan.

Kemudian (William, 1981) ada uraian tentang perilaku prososial sebagai perilaku individu yang berniat untuk mengubah resepien (penerima) yang kurang baik menjadi lebih baik. Perubahan itu bisa dalam bentuk fisik maupun psikologis.

(39)

perubahan fisik maupun psikologis dari keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik.

Pengertian perilaku prososial perlu dibedakan dengan pemahaman perilaku altruisme. Memang terkadang perilaku prososial sering disamakan dengan perilaku altruistik (Staub dalam Widyastuti, 1990). Ada yang berpendapat (William, 1981) perilaku altruistik pastilah perilaku prososial, tapi belum tentu sebaliknya. Perilaku prososial belum tentu perilaku altruistik.

Berdasarkan kedua pemahaman itu dapat dilihat adanya perbedaan antar perilaku altruistic dengan perilaku prososial. Perbedaan kedua perilaku itu ada pada motivasi yang mendasari dan jenis penghargaan (reward) ataupun penguatan (reinforcement) yang mengikuti perilaku tersebut.

Perilaku altruistik lebih pada self sacrificing (pengorbanan diri) tanpa memperhatikan kepentingan diri sendiri dan tidak mengharapkan penghargaan apapun. Sedangkan perilaku prososial kaitannya dengan adanya internal reward yang berupa perasaan bangga atau eksternal reward berupa pujian dari orang lain.

3. Pengertian Motif Prososial

(40)

perilaku pada tujuan tertentu (Martaniah, 1982). Sedangkan Handoko (1992) mengartikan motif sebagai suatu alasan, dorongan, hasrat atau keinginan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan tertentu.

Perilaku prososial adalah perilaku yang mempunyai akibat sosial dan pada umumnya berdampak positif yaitu pemberian bantuan kepada orang lain yang dilakukan secara sukarela atau suatu tindakan yang terencana untuk menolong orang lain yang dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan yang ditujukan untuk memberikan keuntungan bagi orang lain.

Sejalan dengan pengertian-pengertian tersebut maka yang dimaksud dengan motif prososial adalah suatu disposisi latent yang berusaha kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan yakni berupa pemberian bantuan kepada orang lain secara sukarela sehingga yang diberi bantuan merasa diuntungkan. Motif prososial juga diartikan sebagai alasan atau dorongan, hasrat atau keinginan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan menolong orang lain tanpa pamrih. Alasan, dorongan, hasrat, keinginan diartikan sebagai perangsang dan sekaligus merupakan daya gerak seseorang sehingga menyebabkan seseorang bertingkah laku (memberi bantuan) untuk mencapai tujuan yang diinginkan (kepuasan). Rangsangan tersebut meyebabkan adanya kebutuhan yang harus dipenuhi, karena adanya kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan tersebut.

(41)

meringankan beban penderitaan orang lain. Setiap tindakan yang dilakukan mempunyai motif yang berbeda-beda. Dimana motif yang diartikan sebagai perangsang itu sendiri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Jika kebutuhan tersebut terpenuhi maka seseorang akan merasa puas.

4. Aspek-aspek yang ada dalam perilaku Prososial

Ada beberapa aspek dalam perilaku prososial (Simpson & Messer, dkk dalam Tumembouw, 2007), yaitu tindakan berbagi (sharing), bekerjasama (cooperating), menolong (helping), jujur (honestly), menyumbang (donating), merawat (caring), dan memberikan fasilitas bagi kesejahteraan individu lain. Simpson juga memberikan penjelasan dari tiap aspek, yaitu:

a. Berbagi (Sharing)

Berbagi mempunyai arti kemampuan individu memberikan kesempatan dan perhatian kepada individu lain untuk mencurahkan isi hatinya.

b. Bekerjasama (Cooperating)

Bekerjasama dapat diartikan sebagai kegiatan bersama individu lain termasuk didalamnya kegiatan berdiskusi dan mempertimbangkan pendapat individu lain untuk mencapai tujuan bersama.

c. Menolong (Helping)

(42)

d. Jujur (Honesty)

Jujur mempunyai arti bila individu tidak berlaku curang, tulus dan iklas dalam perkataan maupun perbuatannya.

e. Menyumbang (Donating)

Saat individu menyumbang artinya individu ikut menyokong dengan tenaga pikiran, serta memberikan sesuatu kepada individu lain yang membutuhkan bantuan.

f. Merawat (Caring)

Merawat adalah tindakan individu untuk menampung masalah, menjaga, dan memelihara atau melindungi individu lain terhadap suatu hal.

g. Memberikan Fasilitas bagi Kesejahteraan Individu lain

Pemberian fasilitas ini diartikan sebagai pemberian sarana bagi individu lain untuk mendapatkan kemudahan dalam menjalankan pekerjaannya.

Dalam rangka melihat bagaimana perilaku prososial relawan, ada lima aspek yang sangat relevan dengan relawan PMI dalam perilaku prososial yaitu:

a. Menolong, yaitu membantu orang lain dengan cara meringankan kegiatan-kegiatan fisik yang sedang dilakukan oleh orang tersebut.

(43)

c. Merawat yaitu tindakan individu untuk menampung masalah, menjaga, dan memelihara atau melindungi individu lain terhadap suatu hal.

d. Bertindak jujur, yaitu mengakui tindakan yang salah/ menunjukkan kebenaran serta tulus dan iklas dalam perkataan maupun perbuatannya. e. Bertindak dermawan, yaitu memberikan harta yang dimilikinya (dapat

berupa barang atau uang) kepada orang lain.

Kelima aspek tersebut sangat relevan dengan relawan PMI mengingat tenaga sukarelawan PMI adalah pribadi-pribadi yang secara sukarela meluangkan/ menyumbangkan: tenaga, waktu, pikiran dan keahlian/ ketrampilan khusus yang dimilikinya baik yang diperoleh melalui tingkat formal pendidikan maupun secara non formal (kursus, dan sebagainya) dimana hal itu dapat membantu pengembangan Perhimpunan Palang Merah Indonesia. Beberapa kegiatan dan pelayanan yang dilakukan oleh PMI antara lain: Tranfusi darah, pendidikan dan pelatihan, bantuan kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial serta pencarian dan pelacakan untuk menemukan orang-orang hilang pada saat terjadi bencana.

(44)

C. Hubungan Antara Motif Prososial dan Semangat Kerja Relawan PMI

Menurut Handoko (1992) Motif adalah suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan tertentu. Motif juga sering diartikan sebagai pengertian yang mencakup penyebab, alasan atau dorongan di dalam diri individu yang membuat individu bertingkah laku. Sedangkan segala bentuk tingkah laku individu bermula dari adanya kebutuhan internal di dalam dirinya (Honorus, 2003). Jadi individu dalam bertingkah laku didorong oleh kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dapat dikatakan sumber dari motif adalah need (kebutuhan) dan drive (dorongan).

Motif prososial adalah suatu alasan atau dorongan, hasrat atau keinginan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan menolong orang lain tanpa pamrih. Alasan, dorongan, hasrat, keinginan diartikan sebagai perangsang dan sekaligus merupakan daya gerak seseorang sehingga menyebabkan seseorang bertingkah laku (memberi bantuan) untuk mencapai tujuan yang diinginkan (kepuasan). Rangsangan tersebut meyebabkan adanya kebutuhan yang harus dipenuhi, karena adanya kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan tersebut. (Asnawi, 2002).

(45)

seimbangan ini akhirnya membawa individu untuk melakukan sesuatu guna melengkapi kekurangan tersebut. Maka dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut akan menimbulkan adanya kepuasan bagi seseorang. Dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan relawan dalam memberikan pertolongan akan menimbulkan tingkat kepuasan tersendiri bagi relawan. Hal ini juga didukung oleh pendapat Bernhardt (dalam Andhiati, 2004) yang mengartikan kebutuhan sebagai suatu kondisi tertentu yang berulang dan menghendaki pemuasan secara periodik.

Kepuasan seseorang dalam memberi pertolongan mempunyai nilai penting bagi kepuasan hidupnya, selain itu kepuasan juga berdampak positif terhadap kepuasan hidup seseorang (Judge & Watanabe, 1993). Bila kepuasan relawan dalam memberikan pertolongan berdampak positif terhadap kepuasan hidupnya, tidak demikian halnya dengan ketidakpuasan relawan. Ketidakpuasan atau tingkat kepuasannya rendah tidak hanya menambah buruk kinerja relawan tetapi dapat juga membawa dampak yang negatif bagi organisasi. Salah satu indikasi tidak dirasakannya adanya kepuasan seseorang adalah reaksi perilaku seperti absensi, pemogokan kerja dan turn over (judge, 1993).

(46)

pencerminan dari ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan yang dihadapinya. Situasi kerja semacam ini menunjukkan bahwa pekerjaan itu tidak memberikan kepuasan baginya.

Setiap relawan membawa kedalam organisasi suatu harapan/ keinginan bahwa mereka dapat memenuhi kebutuhannya untuk menolong orang lain. Besarnya harapan/ keinginan tersebut tergantung dari motif relawan itu sendiri, sedangkan motif individu bersumber pada kebutuhan-kebutuhan tersebut. Jika kebutuhan dan keinginan belum terpenuhi, seseorang berusaha mencapainya dengan bekerja sama dengan orang lain atau memasuki suatu organisasi dan menjadi anggota organisasi. Dengan demikian dalam organisasi terdapat dua kepentingan yaitu kepentingan individu (untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya) dan juga kepentingan organisasi.

(47)

negatif terhadap linngkungan organisasi sehingga akan berpengaruh negatif juga terhadap motif seseorang.

Relawan yang memiliki motif yang tinggi mau bekerja keras karena ia mempunyai dorongan/ keinginan yang kuat pula. Kuatnya dorongan/ rangsangan tersebut menyebabkan adanya pemenuhan kebutuhan dari relawan. Relawan yang memiliki motif yang tinggi bekerja dengan antusias untuk mencapai hasil yang optimal. Hal ini dikarenakan sasaran inti dari motif adalah untuk mendapatkan atau memiliki tujuan-tujuan bersama yaitu tercapainya tujuan individu dan tujuan organisasi secara keseluruhan. Jika harapan/ kebutuhan tersebut terpenuhi dalam aktualitasnya di organisasi PMI tersebut berarti ada kesesuaian antara tujuan organisasi dengan keinginan relawan sehingga menimbulkan adanya kepuasan dari relawan. Begitu juga sebaliknya, jika organisasi sudah tidak memberi kepercayaan kepada relawan maka motif relawan pun menjadi rendah sehingga kebutuhannya kurang terpenuhi. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan karena banyak aspek yang tidak sesuai dengan keinginan relawan tersebut. Relawan yang tidak puas, semangat kerjanya pun menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Strauss dan Sayless (dalam Handoko, 1998) bahwa kepuasan seseorang adalah faktor yang penting untuk aktualisasi diri. Relawan yang terpuaskan akan dapat bekerja dengan baik, penuh semangat, aktif dari pada relawan yang mempunyai tingkat kepuasan yang rendah.

(48)

individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang ada dan sebaliknya semakin banyak aspek-aspek yang tidak sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin rendah tingkat kepuasan yang dirasakan. Jika aspek-aspek yang menimbulkan kepuasan dapat terpenuhi maka seorang relawan akan bersemangat dalam menjalankan pekerjaanya.

Tingkat kepuasan menjadi masalah yang cukup penting dan menarik karena besar sekali manfaatnya, baik bagi kepentingan individu maupun kepentingan organisasi dan masyarakat. Bagi relawan kepuasan dalam menolong orang lain dapat menimbulkan usaha-usaha peningkatan kebahagiaan hidup mereka. Bagi organisasi, dilakukan dalam rangka usaha peningkatan kualitas pelayanan melalui perbaikan sikap dan tingkah laku relawannya.

Menurut Nitisemito (1988) bahwa turunnya semangat kerja merupakan indikasi dari ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaanya. Dengan tingkat kepuasan yang rendah maka hal ini akan menimbulkan kekurang bahagiaan bagi mereka yang menyebabkan semangat kerja jadi turun sehingga dapat merugikan organisasi.

(49)

D. Hipotesis

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 1999). Jadi dalam penelitian ini memiliki tujuan untuk dapat mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel motif prososial dan variabel semangat kerja relawan pada relawan PMI Yogyakarta.

B. Variabel Penelitian

Identifikasi variabel penelitian perlu dilakukan sebelum pengumpulan data. Hal ini akan mempermudah dalam menentukan alat pengumpulan data yang sesuai.

Ada dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Variabel bebas : Motif Prososial

2. Variabel tergantung : Semangat Kerja Relawan

C. Definisi Operasional

(51)

arti yang dapat diukur (Natsir, 1988). Selanjutnya ada penjelasan (Kerlinger, 1985) bahwa operasional lebih kepada penetapan kegiatan-kegiatan nyata atau tindakan-tindakan yang dijabarkan dari variabel konstruk yang diukur.

1. Motif Prososial

Motif prososial adalah suatu alasan, dorongan, kebutuhan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan atau suatu disposisi latent yang berusaha kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan yakni berupa pemberian bantuan kepada orang lain secara sukarela (tanpa pamrih) sehingga yang diberi bantuan merasa diuntungkan. Motif Prososial akan diungkap dengan menggunakan skala motif prososial. Aspek-aspek prososial yang mau diukur adalah menolong, bekerjasama, merawat, bertindak jujur, bertindak dermawan.

(52)

2. Semangat Kerja Relawan

Semangat kerja relawan didefinisikan sebagai keadaan yang ada didalam perasaan seseorang atau suasana yang ditimbulkan oleh sikap para relawan terhadap tugasnya dalam suatu organisasi.

Penulisan aitem semangat kerja relawan didasarkan pada konsep mengenai dimensi semangat kerja yang dikemukakan oleh Blum (1968). Skor total pada skala menunjukkan tinggi rendahnya semangat kerja relawan. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi semangat kerja relawan. Demikian sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh maka semakin rendah semangat kerja relawan.

D. Subyek Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memilih lembaga yang mempunyai jumlah relawan yang relatif banyak dan kompleks pekerjaanya. Subyek dalam penelitian ini adalah relawan aktif PMI Yogyakarta. Peneliti membatasi sampel pada relawan KSR (Korp Sukarelawan) dan TSR (Tenaga Sukarelawan).

E. Metode Pengumpulan Data

(53)

Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Dalam jawaban ini ditiadakan jawaban tengah, yaitu Ragu-ragu (RR). Hal ini menurut Hadi (1991) didasarkan pada alasan: pertama, kategori undedicated, yaitu mempunyai arti ganda bisa diartikan belum memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya), bisa juga diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau bahkan ragu-ragu. Kedua, terjadinya jawaban yang ditengah itu menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (control tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas arah kecenderungan jawabannya, ke arah setuju atau ke arah tidak setuju. Ketiga, maksud jawaban SS-S-TS-STS adalah terutama untuk melihat kecenderungan pendapat responden, kearah setuju atau kearah tidak setuju. Jika disediakan kategori jawaban itu, akan menghilangkan banyak data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring dari responden.

Untuk aitem favorauble, skor bergerak dari 4 untuk Sangat Sesuai (SS), 3 untuk Sesuai (S), 2 untuk Tidak Sesuai (SS) dan 1 untuk Sangat Tidak Sesuai (STS). Demikian sebaliknya untuk aitem unfavourable skor 1 untuk Sangat Sesuai (SS), 2 untuk Sesuai (S), 3 untuk Tidak Sesuai (TS), 4 untuk Sangat Tidak Sesuai (STS). Tidak ada skor 0 (nol) karena sifat jawaban tidak mutlak Ya atau Tidak.

1. Skala Motif Prososial

(54)

menolong, bekerjasama, merawat, bertindak jujur, dan bertindak dermawan.

a. Menolong

Aspek ini terdiri dari 10 item b. Bekerjasama

Aspek ini terdiri dari 8 item c. Merawat

Aspek ini terdiri dari 12 item d. Bertindak jujur

Aspek ini terdiri dari 10 item e. Bertindak dermawan

Aspek ini terdiri dari 10 item

Tabel 1. BLUE PRINT SKALA MOTIF PROSOSIAL

No Aspek-aspek Indikator Komposisi Item Total

Favourable Unfavourable 1 Menolong (helping) • Tindakan Individu membantu • Meringankan beban individu lain

1, 6, 11, 16, 21

26, 31, 36, 41, 46 10 item 2 Bekerjasama (cooperating) • Kemampuan melakukan kegiatan bersama individu lain

2, 7, 12, 17 27, 32, 37, 42 8 item

3 Merawat (caring) • Kemampuan untuk menampung masalah • Menjaga • Memelihara

3, 8, 13, 18, 22, 25

28, 33, 38, 43, 47, 50

(55)

• Melindungi individu lain

• Perhatian kepada orang lain 4 Jujur (honesty) • Kemampuan tidak berlaku curang • Tulus

• Dan iklas

4, 9, 14, 19, 23,

29, 34, 39, 44, 48 10 item 5 Bertindak dermawan (donating) • Kemampuan memberikan harta yang dimilikinya (dapat berupa barang atau uang) kepada orang lain. • Kemampuan memberikan sesuatu/ sarana kepada orang lain

5, 10, 15, 20, 24

30, 35, 40, 45, 49

10 item

Jumlah 25 item 25 item 50 item

2. Skala Semangat Kerja Relawan

(56)

Tabel 2. BLUE PRINT SKALA SEMANGAT KERJA RELAWAN

No Dimensi Komposisi item Total

Favourable Unfavourable 1 Perasaan senang dan

bahagia

1, 5, 9, 13, 17

21, 25, 29, 33, 37 10 item 2 Kemampuan

penyesuaikan diri

2, 6, 10, 14, 18

22, 26, 30, 34, 38 10 item 3 Kemampuan mengontrol

emosi

- 3,7,11,15,19,23,27,31,35,39 10 item 4 Keterlibatan dalam

pekerjaan

4, 8, 12, 16, 20

24, 28, 32, 36, 40 10 item

Jumlah 20 item 20 item 40 item

F. Validitas, Seleksi Aitem Dan Realibilitas

a. Validitas

Berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan alat ukurnya. Suatu alat ukur dikatakan mempunyai validity tinggi bila alat ukur tersebut menjalankan fungsinya sebagai alat ukur atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud diadakannya pengukuran tersebut (Azwar, 1997). Valid tidaknya alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.

Suatu alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat, tetapi juga memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti pengukuran itu mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan sekecil-kecilnya diantara subyek satu dengan yang lain (Azwar, 1997).

(57)

sejauh mana skala tersebut isinya telah dianggap dapat mengukur hal-hal yang mewakili keseluruhan tentang hal-hal yang hendak diukur (Suryabrata, 1983).

Jenis validitas isi juga diselidiki dengan cara satu orang atau lebih, baik pakar maupun subyek yang hendak dites diminta memeriksa alat ukur tersebut dan menyimpulkan apakah tes tersebut memberi kesan mengukur sifat yang mau diukur (Supraktiknya, 1998). Validitas isi yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan menggunakan análisis rasional atau lewat profesional judgement. Penulis melakukan análisis rasional terhadap aitem yang telah disusun hal ini dimaksudkan untuk melihat kesesuaian antara aitem dengan aspek yang bersangkutan. Untuk menghindari bias subyektifitas dalam análisis rasional juga diperlukan penilai lain selain penulis, dalam hal ini dosen pembimbing skripsi dan Koordinator relawan PMI juga ikut serta melakukan koreksi.

b. Seleksi Aitem

1. Skala Motif Prososial

(58)

Berdasarkan hasil tersebut maka aitem yang lolos seleksi berjumlah 44 aitem. Secara terperinci tabel 3.1. berikut ini menyajikan nomor aitem yang lolos maupun yang gugur: (lampiran 2)

Tabel 3.1.

Skala prososial yang lolos seleksi dan yang gugur No. Aitem Favorable yang lolos No. Aitem Unfavorable yang lolos No. Aitem Favorable yang gugur No. Aitem Unfavorable yang gugur

Menolong 6,11,16,21 26,31,36,41,46 1 -

Bekerja sama 2,7,12,17 27,32,37 - 42

Merawat 8,13,18,22,25 28,33,38,43,47,50 3 -

Jujur 4,9,14,19,23 29,34,39,44 - 48

Bertindak 5,10,15 30,35,40,45,49 20,24 -

2. Skala Semangat Kerja Relawan

(59)

Tabel 3.2.

Skala Semangat kerja yang lolos seleksi dan yang gugur

c. Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari kata rely dan ability. Meskipun reliabilitas mempunyai nama lain seperti: keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan lain sebagainya, ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 1997). Realibilitas skala pengukuran dalam penelitian ini didapat dengan metode konsistensi internal. Dalam metode ini prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan sebuah tes kepada sekelompok individu sebagi subyek (single trial administration).

Reliabilitas yaitu konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yaitu mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran reliabilitas dilakukan terhadap aitem yang telah lolos seleksi berdasarkan koefisien korelasi aitem total. Reliabilitas skala ini diperoleh dengan menggunakan pendekatan koefisien reliabilitas alpha dengan tingkat kehandalan (koefisien Alpha Cronbach) sebesar 0,7 (Hadi, 1989:109). Koefisien yang

No. Aitem Favorable yang lolos No. Aitem Unfavorable yang lolos No. Aitem Favorable yang gugur No. Aitem Unfavorable yang gugur Perasaan senang dan bahagia

9 21,25,29,37 1,5,13,17 33

Kemampuan Penyesuaian diri

6,14,18 22,26,30,34,38 2,10 -

Kemampuan mengontrol emosi - 7,11,15,19,23, 27,35,39 - 3,31 Keterlibatan pekerjaan

(60)

diperoleh yaitu 0,925 untuk Skala Motif Prososial dan 0,905 untuk Skala Semangat Kerja Relawan.

G. Teknik Penyampaian Alat Ukur

Kesungguhan dan kejujuran subyek dalam menanggapi dan mengisi skala sangat menentukan kualitas dan kesahihan penelitian ini. Apalagi isi skala menyangkut hal-hal yang bersifat pribadi dan sarat dengan nilai. Agar dalam pengisian skala ini subyek bersungguh-sungguh maka diperlukan rapport yang baik antara peneliti dan subyek. Rapport dapat telaksana dengan baik sebelum subyek mengisi skala. Dalam rapport subyek benar-benar dimotivasi agar bersungguh-sungguh dan jujur dalam menjawab.

Juga diyakinkan kepada subyek bahwa kerahasiaan subyek terjamin dan tidak ada konsekuensi apapun atas jawaban subyek. Subyek juga ditekankan untuk menyatakan kondisi yang sesungguhnya yang subyek rasakan/ alami. Setiap orang dapat mempunyai pandangan yang berbeda, sehingga tidak ada pilihan jawaban benar/ salah. Jawaban yang paling benar adalah jawaban yang paling sesuai menurut subyek sendiri.

H. Teknik Analisis Data

(61)

menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Teknik ini digunakan untuk mencari korelasi antara dua variable (Hadi, 1991). Dalam penelitian ini kedua variable tersebut adalah motif prososial dan semangat kerja relawan.

Menurut Hadi (1991), teknik korelasi Product Moment Pearson dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan:

1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung adalah hubungan linear

2. Distribusi data variabel bebas dan variabel tergantung adalah normal. Pedoman yang digunakan dalam mengambil keputusan adalah uji hipotesis ini adalah:

1. Bila rxy dengan p < 0,05 maka korelasinya signifikan. Hal ini berarti

pengajuan hipotesis diterima, yaitu ada hubungan yang sangat signifikan antara variabel-variabel penelitian.

2. Bila rxy dengan p > 0,05 maka korelasinya tidak signifikan. Hal ini

berarti pengajuan hipotesis ditolak, yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel-variabel penelitian.

Hipotesa dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan uji hubungan (r) Pearson Product Moment. Adapun rumus dari formula tersebut adalah:

rxy =

( )( )

(

)

( )

(

)

( )

{

2 2 2 2

}

(62)

Keterangan :

rxy = Koefisien korelasi variabel x dan y

N = Jumlah subyek penelitian

x = Skor total skala motif prososial
(63)

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Orientasi Kancah

a. Profil Parang Merah Indonesia

Palang Merah Indonesia adalah sebuah organisasi independent dan netral di Indonesia yang kegiatannya di bidang sosial kemanusiaan. Dalam melaksanakan seluruh tugasnya PMI selalu berpegang teguh pada tujuh prinsip Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, yaitu kemanusiaan, kesukarelaan, kenetralan, kesamaan, kemandirian, dan kesemestaan. Sampai saat ini Palang Merah Indonesia memiliki 31 cabang PMI Daerah di tingkat propinsi dan sekitar 300 cabang PMI di Tingkat Kota atau Kabupaten.

Palang Merah Indonesia tidak berpihak pada golongan politik, ras, suku, ataupun agama tertentu. Palang Merah Indonesia dalam pelaksanaannya juga tidak melakukan perbedaan tetapi mengutamakan korban yang paling membutuhkan pertolongan segera untuk keselamatan jiwanya.

Berdirinya Palang Merah di Indonesia sudah dimulai sebelum Perang Dunia II, tepatnya 12 Oktober 1873. Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah dengan nama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (NERKAI) yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.

(64)

yang terburuk sepanjang masa di Solferino, sebelah utara Italia pada tahun 1859 kemudian mengajak para sukarelawan membantu para korban perang yang terluka. Dia juga menulis buku yang berjudul ‘Memories of Solferino”, buku itu pula yang menjadi penggerak para sukarelawan di Eropa.

Di Indonesia, pada tanggal 3 September 1945, Presiden pertama Republik Indonesia, memberi instruksi kepada Menteri Kesehatan waktu itu, Dr. Boentaran Martoatmojo untuk mendirikan Palang Merah Indonesia. Kemudian dibentuk komite pembentukan Palang Merah Indonesia yang beranggotakan 5 orang, yaitu Dr. R. Mochtar sebagai ketua, Dr. Bahder Johan sebagai sekretaris dan Dr. Djoehana, Dr. Marzoeki serta Dr. Sintanala sebagai anggota. Pada tanggal 17 September 1945, Palang Merah Indonesia resmi berdiri dengan ketuanya yang pertama yaitu Dr. Mohammad Hatta. Pembentukan itu dikuatkan dengan Keputusan Presiden No.25/ 19950 Palang Merah Indonesia ditetapkan sebagai satu-satunya organisasi Palang Merah Indonesia.

b. Kegiatan dan Pelayanan Masyarakat

Beberapa kegiatan dan pelayanan yang dilakukan Palang Merah Indonesia antara lain:

1) Transfusi Darah

(65)

darah dilakukan dengan Mobil Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia, lalu untuk meningkatkan pelayanan juga didirikan Bank Darah dibeberapa rumah sakit.

2) Pendidikan dan Pelatihan

Dalam rangka membangun bangsa dan mensukseskan program pemerintah, Palang Merah Indonesia juga mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk para konselor dan sukarelawan/ wati. Pendidikan ini meliputi pendidikan Pertolongan Pertama, perawatan pasien dirumah, pelatihan penyelamatan kecelakaan dapur untuk para wanita, pendidikan pada Pramuka, pendidikan pada para pelajar dan pendidikan di instansi pemerintah maupun swasta.

3) Bantuan Kesejahteraan Sosial dan Pelayanan Sosial

Peningkatan pelayanan pada masyarakat, PMI juga menyediakan armada mobil ambulan yang selalu siaga 24 jam dengan sukarela. PMI juga mempunyai tugas untuk memberikan konseling di pusat-pusat kesehatan terpadu pada tingkat kelurahan (Posyandu). Aktivitas pelayanan kesehatan dan penyehatan masyarakat gratis biasanya yang dilakukan oleh PMI.

4) Pencarian dan Pelacakan

(66)

B. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama pada tanggal 24 Mei 2008. pengambilan data ini dilakukan sendiri oleh peneliti bertepatan dengan adanya rapat kinerja relawan PMI di gedung KSR PMI Cabang Yogyakarta. Subyek yang ada mencapai 32 orang sehingga bisa langsung mengumpulkan 32 skala, namun ada 1 skala tidak memenuhi persyaratan karena jawaban tidak lengkap. Kemudian pada tahap kedua dilakukan dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 4 Juni 2008 dengan cara mendatangi pada setiap Unit yakni Unit 3, 6, dan 8. Peneliti dapat mengumpulkan 29 skala. Sehingga total skala yang terkumpulkan tepat mencapai 60 skala.

C. Analisis Data

Prosedur dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, tahap pertama adalah tahap analisis data, dan tahap yang kedua adalah pembahasan hasil dari analisis data.

1. Deskripsi Subjek

(67)

a. Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1.1

Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Frekuensi Persentase Pria Wanita 32 28 53,3% 46,7%

Total 60 100%

Berdasarkan hasil analisis persentase terhadap karakteristik jenis kelamin seperti yang tersaji pada tabel 4.1.1 di atas menunjukkan bahwa, mayoritas responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pria yaitu sebanyak 32 orang atau 53,3%, sedangkan sisanya adalah wanita yaitu sebanyak 28 orang atau 46,7%.

b. Persentase Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.1.2.

Persentase Responden Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentase

19-22 tahun 23-25 tahun 26-27 tahun 28-43 tahun 17 33 6 4 28,4% 55,1% 10% 6,8%

Total 60 100%

(68)

c. Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.1.3.

Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Persentase

Mahasiswa Sudah Bekerja 55 5 91,7% 8,3%

Total 60 100%

Berdasarkan hasil analisis terhadap karakteristik pekerjaan dapat diketahui bahwa, mayoritas responden dalam penelitian ini bekerja sebagai mahasiswa yaitu sebanyak 55 orang atau 91,7%, dan sisanya sebanyak 5 orang atau sebesar 8,3% bekerja pada sektor swasta.

d. Persentase Responden Berdasarkan Status Relawan

Tabel 4.1.4.

Persentase Responden Berdasarkan Status Relawan

Status Frekuensi Persentase

Tenaga Sukarela (TSR) Korp Sukarela (KSR)

14 46

23.3% 76.7%

Total 60 100%

(69)

e. Persentase Responden Berdasarkan Lama Menjadi Relawan

Tabel 4.1.5.

Persentase Responden Berdasarkan Lama Menjadi Relawan Lama Menjadi

Relawan

Jumlah Persentase

1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 8 tahun 13 tahun 16 tahun 10 19 17 7 4 1 1 1 16,7% 31,7% 28,3% 11,7% 6,7% 1,7% 1,7% 1,7%

Total 60 100%

Berdasarkan hasil analisis terhadap karakteristik lama menjadi relawan dapat diketahui bahwa, mayoritas responden telah menjadi relawan selama 2 tahun yaitu sebanyak 19 orang (31,7%), 3 tahun sebanyak 17 orang (28,3%) dan 16,7% telah menjadi relawan selama 1 tahun, dan ada pula relawan yang bekerja selama 16 tahun di PMI Yogyakarta.

2. Deskripsi Motif Prososial dan Semangat Kerja Relawan

Untuk mengetahui bagaimana tingkat motif prososial dan semangat kerja relawan PMI di kota Yogyakarta maka digunakan analisis Mean Aritmatik. Dari hasil rata-rata hitung (aritmatik mean) maka motif prososial maupun semangat kerja relawan dikategorikan ke dalam tiga interval kelas sebagai berikut:

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = kategori alternatif banyaknya terendah skor tertinggi Skor interval

= 1

(70)

Nilai rata-rata hitung 1,00 - 2,00 termasuk dalam kategori rendah Nilai rata-rata hitung 2,01 - 3,00 termasuk dalam kategori sedang Nilai rata-rata hitung 3,01 - 4,00 termasuk dalam kategori tinggi

Hasil analisis Mean Aritmatik yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: (lampiran 4)

a. Motif Prososial

Tabel 4.2.1 Deskripsi Motif Prososial

Motif Jumlah Persentase

Rendah Sedang Tinggi 0 18 42 0% 30% 70%

Total 60 100%

(71)

b. Semangat Kerja Relawan

Tabel 4.2.2

Deskripsi Variabel Semangat Kerja Relawan Semangat Kerja Relawan Jumlah Persentase Rendah Sedang Tinggi 0 33 27 0% 55% 45%

Total 60 100%

Hasil analisis deskriptif pada variabel semangat kerja relawan dapat diketahui bahwa, responden memiliki semangat kerja yang tinggi saat bekerja sebagai relawan PMI Yogyakarta yaitu sebanyak 27 orang atau 45% dan 33 orang atau 55% termasuk dalam kategori yang sedang, dan tidak terdapat responden yang masuk dalam kategori rendah.

Berikut ini disajikan hasil analisis mean aritmatik pada masing-masing aspek semangat kerja relawan:

1) Perasaan senang dan bahagia

Tabel 4.2.3

Deskripsi Variabel Perasaan Senang Dan Bahagia Perasaan senang dan

bahagia Jumlah Persentase Rendah Sedang Tinggi 0 18 42 0% 30% 70%

Total 60 100%

(72)

Yogyakarta yaitu sebanyak 42 orang atau 70%, 18 orang atau 30% menyatakan bahwa mereka cukup senang dan bahagia dapat bekerja sebagai relawan PMI Yogyakarta, dan tidak terdapat responden yang menyatakan tidak senang dan tidak bahagia saat menjadi relawan PMI Yogyakarta.

2) Kemampuan Penyesuaian diri

Tabel 4.2.4

Deskripsi Variabel Kemampuan Penyesuaian Diri Penyesuaian Diri Jumlah Persentase Rendah Sedang Tinggi 0 14 46 0% 23.3% 76.7%

Total 60 100%

Hasil analisis deskriptif pada variabel kemampuan penyesuaian diri dapat diketahui bahwa, mayoritas responden menyatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang tinggi yaitu sebanyak 46 orang atau 76,7%, 14 orang atau 23,3% memiliki kemampuan penyesuaian diri yang sedang, dan tidak terdapat responden dengan kemampuan peyesuaian diri yang rendah. 3) Kemampuan mengontrol emosi

Tabel 4.2.5

Deskripsi Variabel Kemampuan Mengontrol Emosi Kemampuan mengontrol emosi Jumlah Persentase Rendah Sedang Tinggi 0 34 26 0% 56.7% 43.3%

Total 60 100%

(73)

kemampuan dalam mengontrol emosi yang sedang yaitu sebanyak 34 orang atau 56,7%, 26 orang atau 43,3% memiliki kemampuan mengontrol emosi yang tinggi, dan tidak terdapat responden dengan kemampuan mengontrol emosi yang rendah.

4) Keterlibatan pekerjaan

Tabel 4.2.6

Deskripsi Variabel Keterlibatan Dalam Pekerjaan Keterlibatan dalam pekerjaan Jumlah Persentase Rendah Sedang Tinggi 0 36 24 0% 60% 40%

Total 60 100%

Hasil analisis deskriptif pada variabel keterlibatan dalam pekerjaan dapat diketahui bahwa, mayoritas responden menyatakan memiliki keterlibatan dalam pekerjaan yang sedang yaitu sebanyak 36 orang atau 60%, 24 orang atau 40% memiliki keterlibatan dalam pekerjaan yang tinggi, dan tidak terdapat responden dengan keterlibatan dalam pekerjaan yang rendah.

3. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

(74)

digunakan adalah statistik non-parametrik (Tau-Kendall). Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov-Z. Hasil uji normalitas yang telah dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 15 adalah sebagai berikut: (lampiran 5)

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas

Variabel Kolmogorov Smirnov-Z Prob (p) Keterangan

Motif prososial 1,320 0,061 Normal

Semangat kerja relawan

1,299 0,069 Normal

Perasaan senang dan bahagia

1,330 0,058 Normal

Kemampuan Penyesuaian diri

1,296 0,070 Normal

Kemampuan mengontrol emosi

1,194 0,115 Normal

Keterlibatan pekerjaan

1,275 0,077 Normal

Berdasarkan hasil uji normalitas pada semua variabel seperti yang disajikan pada tabel 4.3 di atas dapat diketahui semua variabel dalam penelitian ini memiliki nilai probabilitas (p) > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data pada semua variabel dalam penelitian ini adalah normal.

b. Uji Linieritas

(75)

dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 15 adalah sebagai berikut: (lampiran 6)

Tabel 4.4 Hasil Uji Linieritas

Variabel F hitung Prob (p) Keterangan

Semangat kerja relawan

1.599 0,114 Linier

Perasaan senang dan bahagia

0,943 0,527 Linier

Kemampuan Penyesuaian diri

1,625 0,107 Linier

Kemampuan mengontrol emosi

1,203 0,306 Linier

Keterlibatan pekerjaan

0,895 0,575 Linier

Berdasarkan hasil uji linearitas pada semua variabel seperti yang disajikan pada tabel 4.4 di atas dapat diketahui semua variabel dalam penelitian ini memiliki nilai probabilitas (p) > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data pada semua variabel dalam penelitian ini adalah linier.

4. Uji Hipotesis

Untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara motif prososial dengan semangat kerja relawan maka digunakan analisis korelasi. Hasil analisis korelasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Hubungan Antara Motif Prososial Dengan Semangat Kerja Relawan

Tabel 4.5.1.

Hubungan Antara Motif Prososial Dengan Semangat Kerja Relawan

(76)

Hasil analisis korelasi antara motif prososial dengan semangat kerja relawan diperoleh n

Gambar

Tabel 1. BLUE PRINT SKALA MOTIF PROSOSIAL
Tabel 2.  BLUE PRINT SKALA SEMANGAT KERJA RELAWAN
Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Semangat kerja sangat penting bagi organisasi karena (1) semangat kerja yang tinggi tentu dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas, (2) dengan semangat

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP SEMANGAT KERJA UNTUK MENINGKATKAN.. PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PERUSAHAAN PSYCO ART

Salah satu tujuan pemberian kompensasi oleh perusahaan adalah untuk memotivasi karyawan dengan semangat kerja yang tinggi untuk bekerja lebih baik dan menghasilkan produk

Semangat kerja ini akan merangsang seseorang untuk berkarya dan berkreativitas dalam pekerjaannya”, dengan semangat kerja yang tinggi maka kinerja pegawai akan meningkat

Dari pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan semangat kerja yang tinggi maka kinerja karyawan akan meningkat karena para karyawan akan dapat bekerja

Sementara itu sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang: (1) semangat kerja pegawai

dalam bekerja, sehingga menurunkan semangat kerja karyawan 12.. Serasi Shipping Indonesia

Indikator Produktivitas Kerja Karyawan Menurut Edy Sutrisno 2009, hal 104-105, untuk mengukur produktivitas kerja karyawan, diperlukan suatu indikator sebagai berikut: 1 Kemampuan 2