( Kasus 1 Dimensi pada Keadaan Tak Tunak dengan
Nilai k=k(T) )
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Oleh:
Antonius Pujianto
NIM : 015214097
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
FINAL PROJECT
Presented As Particial Fulfillment Of The Requirement As To The Mechanical Engineering Bachelor Degree
Mechanical Engineering Department
By:
Antonius Pujianto
015214097
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
EFISIENSI SIRIP SILINDER
( Kasus 1 Dimensi pada Keadaan Tak Tunak dengan
Nilai k=k(T) )
Oleh: Antonius Pujianto NIM : 015214097
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
Ir. PK. Purwadi, M.T. Tanggal 23Juni 2008
( Kasus 1 Dimensi pada Keadaan Tak Tunak dengan
Nilai k=k(T) )
Dipersiapkan dan ditulis oleh: Antonius Pujianto NIM : 015214097
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 14 Juni 2008
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Ketua : Ir. YB. Lukiyanto, M.T. ………
Sekretaris : Ir. FX. Agus Unggul S. ………
Anggota : Ir. PK. Purwadi, M.T. ………
Yogyakarta, 23 Juni 2008 Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun dan tidak memuat hasil karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Juni 2008
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Antonius Pujianto
Nomor Mahasiswa : 015214097
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
EFISIENSI SIRIP SILINDER
( Kasus 1 Dimensi pada Keadaan Tak Tunak dengan Nilai k=k(T) )
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 10 Juni 2008
Yang menyatakan
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Romo Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik
Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T. selaku Dosen Pembimbing TA yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan Tugas Akhir.
4. Bapak Ir. Rines Alapan, M.T. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma atas semua ilmu yang telah diberikan sehingga sangat membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis selama kuliah hingga selesainya penyusunan Tugas Akhir ini.
dukungan, kasih sayang dan doanya. Semoga Allah Yang Maha Kuasa memberikan balasan yang terbaik.
8. Dan semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam bentuk moril maupun material hingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dan jauh dari kesempurnaan akibat keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karenanya segala kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan, semoga apa yang telah dicapai penulis dapat memberikan manfaat.
Akhir kata penulis berharap penyusunan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.
Yogyakarta, 10 Juni 2008
Penelitian ini bertujuan (1) untuk mendapatkan hubungan antara efisiensi (η) dengan ξ pada keadaan tak tunak, dimana ξ=(L+¼D) 2h/k.D dengan sifat bahan untuk nilai koefisien perpindahan kalor konduksi berubah terhadap suhu, k=k(T), (2) mendapatkan pengaruh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) terhadap efisiensi serta (3) mendapatkan pengaruh diameter sirip (D) terhadap efisiensi.
Perhitungan distribusi suhu dari waktu ke waktu dicari dengan mempergunakan metode numerik beda hingga cara ekplisit. Mempergunakan bentuk sirip lurus berpenampang lingkaran dengan bahan dari logam, panjang sirip (L), diameter sirip (D), suhu awal (Ti), suhu dasar (Tb), suhu fluida (T∞), nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h), massa jenis (ρ) dan kalor jenis (c) dianggap homogen dan tetap atau tidak berubah terhadap perubahan suhu. Adapun prosedur perhitungan yang dilakukan adalah (1) mencari distribusi suhu pada keadaan tak tunak, (2) menghitung laju aliran kalor sesungguhnya yang dilepas sirip, (3) menghitung laju aliran kalor yang dilepas sirip jika suhu seluruh permukaan sirip sama dengan suhu dasar sirip, (4) menghitung η dan ξ, (5) mengubah hubungan η dan ξdalam bentuk grafik.
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
KATA PENGANTAR ... vi
INTISARI ... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah ... 3
1.2.1 Benda Uji ... 4
1.2.2 Model Matematik ... 5
1.2.3 Kondisi Awal... 5
1.2.4 Kondisi Batas... 5
1.2.5 Asumsi ... 6
1.3 Tujuan ... 7
x
2.1 Perpindahan Panas ... 8
2.2 Perpindahan Panas Konduksi... 9
2.3 Konduktivitas Termal ... 11
2.4 Perpindahan Panas Konveksi ... 13
2.4.1 Perpindahan Panas Konveksi Secara Alamiah Atau Bebas ... 15
2.4.2 Perpindahan Panas Konveksi Paksa ... 17
2.5 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi ... 21
2.6 Laju Perpindahan Panas ... 23
2.7 Efisiensi Sirip... 24
2.8 Efektivitas Sirip ... 25
BAB III MENCARI PERSAMAAN DI SETIAP TITIK ... 26
3.1 Kesetimbangan Energi ... 26
3.1.1 Kesetimbangan Energi Pada Volume Control Pada Sirip ... 27
3.2 Penerapan Metode Numerik Pada Persoalan ... 29
3.2.1 Persamaan Diskrit Untuk Node Pada Sirip ... 31
3.2.2 Syarat Stabilitas ... 38
BAB IV METODE PENELITIAN ... 40
4.1 Benda Uji Dan Kondisi Lingkungan... 40
4.2 Peralatan Pendukung Penelitian... 41
4.3 Variasi Penelitian ... 42
4.4 Langkah-Langkah Penelitian ... 42
5.1 Hasil Perhitungan... 44
5.1.1 Sirip Silinder Dengan Diameter 0,008 m ... 44
5.1.2 Sirip Silinder Dengan Diameter 0,01 m ... 47
5.1.3 Sirip Silinder Dengan Diameter 0,012 m ... 50
5.2 Pembahasan ... 53
BAB VI PENUTUP ... 59
6.1 Kesimpulan ... 59
6.2 Saran ... 59
Tabel 2.1 Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan (k) pada 0 °C ... 12 Tabel 2.2 Konstanta untuk Persamaan 2.6 ... 19
Tabel 2.3 Konstanta untuk Perpindahan Kalor dari Silinder Tak Bundar... 19 Tabel 2.4 Harga Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) ... 23 Tabel 5.1 Efisiensi saat t=60 detik ... 56
Tabel 5.2 ξ = (L+¼D) 2h/k.D saat t=60 detik ... 57
Gambar 1.1 Berbagai jenis muka sirip... 3
Gambar 1.2 Bentuk sirip lurus berpenampang lingkaran... 4
Gambar 2.1 Ilustrasi arah aliran kalor... 9
Gambar 2.2 Perpindahan panas konduksi pada plat... 10
Gambar 2.3 Perpindahan panas konveksi pada dinding... 14
Gambar 2.4 Silinder dalam aliran silang... 18
Gambar 3.1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol... 26
Gambar 3.2 Volume kontrol pada sirip... 27
Gambar 3.3 Pembagian node pada sirip... 30
Gambar 3.4 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada dasar sirip... 31
Gambar 3.5 Kesetimbangan energi pada volume kontrol di dalam sirip... 32
Gambar 3.6 Kesetimbangan energi pada volume kontrol di ujung sirip... 35
Gambar 4.1 Benda uji dan kondisi lingkungan... 40
Gambar 5.1 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=5 detik ... 44
Gambar 5.2 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=15 detik ... 45
Gambar 5.3 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=25 detik ... 45
Gambar 5.4 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=35 detik ... 46
Gambar 5.5 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=45 detik ... 46
Gambar 5.6 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=60 detik ... 47
xiv
Gambar 5.9 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=25 detik ... 48
Gambar 5.10 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=35 detik ... 49
Gambar 5.11 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=45 detik ... 49
Gambar 5.12 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=60 detik ... 50
Gambar 5.13 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=5 detik ... 50
Gambar 5.14 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=15 detik ... 51
Gambar 5.15 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=25 detik ... 51
Gambar 5.16 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=35 detik ... 52
Gambar 5.17 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=45 detik ... 52
Gambar 5.18 Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t=60 detik ... 53
Gambar 5.19 Efisiensi sirip silinder... 54
Gambar 5.20 Efisiensi sirip silinder sirkumferensial... 54
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Faktor efisiensi dan prestasi kerja mesin yang baik sangat diharapkan dalam dunia industri saat ini. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk
memperolehnya, antara lain dengan cara pendinginan. Untuk menghasilkan proses pendinginan yang cepat pada suatu peralatan dapat digunakan sirip. Sirip
digunakan untuk memperluas permukaan benda untuk mempercepat perpindahan panas ke lingkungan. Oleh karena itu sirip banyak digunakan pada peralatan yang memiliki suhu kerja yang tinggi. Dikarenakan penelitian tentang sirip sangat
sedikit dilakukan dan banyak faktor yang membuat penelitian tentang sirip ini menjadi sangat sulit dilakukan, antara lain dengan keterbatasan dalam menghitung
tiap perubahan suhu yang terjadi dengan akurat karena terjadi pada waktu yang sangat cepat, maka hanya sedikit pula pengetahuan tentang distribusi suhu pada sirip apalagi untuk menentukan efisiensi dan distribusi suhunya. Hanya sirip-sirip
bentuk sederhana saja yang dapat ditentukan tingkat efisiensinya, itu pula tidak diketahui dengan perincian yang jelas. Berbagai macam sirip dapat dilihat seperti
pada Gambar 1.1. Berdasarkan itu semua penulis mencoba memecahkan masalah ini dengan mencari distribusi suhu pada sirip dengan pendekatan kesetimbangan energi.
Penelitian tentang sirip juga pernah dilakukan oleh Maxima Estu dengan judul penelitian “Perpindahan Kalor Pada Sirip Kerucut 1 Dimensi Keadaan Tak
Tunak Dengan k = k(T)”. Penelitian tersebut bertujuan untuk meneliti dan mengetahui kondisi sirip kerucut pada keadaan tak tunak dan keadaan tunak
melalui perhitungan laju perpindahan panas, efisiensi sirip dan efektivitas sirip dengan memvariasikan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) dan bahan sirip. Hasil yang didapat, semakin besar nilai konduktivitas termal dan difusivitas
termal bahan semakin kecil laju perpindahan panas, efisiensi dan efektivitas pada sirip kerucut.
Penelitian lain tentang sirip juga dilakukan oleh Bintoro Adi Nugroho dengan judul “Perpindahan Kalor Pada Sirip Piramid Sama Sisi 1 Dimensi Keadaan Tak Tunak Dengan k = k(T)”. Penelitian dilakukan untuk menghitung
laju perpindahan panas, efisiensi, dan efektivitas sirip piramid sama sisi pada keadaan tak tunak dengan variasi ukuran sirip dan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h). Hasilnya adalah semakin panjang panjangnya sirip maka laju
perpindahan panas semakin besar, efisiensi sirip semakin menurun, dan efektivitas sirip semakin meningkat. Semakin besar nilai koefisien perpindahan panas
konveksi maka laju perpindahan panas semakin besar, efisiensi sirip dan efektivitas sirip semakin menurun.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan hubungan efisiensi (η) dengan ξ pada sirip silinder dengan variasi nilai koefisien perpindahan panas konveksi
dan diameter sirip, serta pengaruh nilai h terhadap efisiensi (η) dan pengaruh nilai D terhadap efisiensi (η) pada keadaan tak tunak. Dengan metode komputasi beda hingga cara eksplisit dan menggunakan simulasi Microsoft Excel, penyelesaian
komplek dibandingkan dengan model matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan pada sirip keadaan tak tunak dengan nilai k yang
diambil tetap. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah nilai konduktivitas termal (k) bahan yang merupakan fungsi temperatur, k=k(T).
Gambar 1.1. Berbagai jenis muka sirip
1.2. Batasan Masalah
Sirip silinder lurus mula-mula mempunyai suhu awal Ti yang seragam,
suhu dasar sirip (Tb) tetap dan merata sebesar 100°C. Secara tiba-tiba sirip
berbentuk silinder dengan konduktivitas bahan (k) berubah terhadap perubahan suhu (k=(T)) tersebut dikondisikan pada lingkungan yang baru dengan suhu fluida
koefisien perpindahan panas konveksi dipertahankan tetap dari waktu ke waktu. Persoalan yang perlu diselesaikan adalah mencari nilai distribusi suhu, laju
perpindahan panas dan efisiensi dari sirip dari waktu ke waktu.
1.2.1. Benda Uji
Geometri benda uji berupa sirip lurus berpenampang lingkaran seperti terlihat pada Gambar 1.2.
T~,h
Gambar 1.2. Sirip lurus berpenampang lingkaran
Keterangan Gambar (1.2) :
ρ = massa jenis sirip, kg/m³ c = kalor spesifik sirip, J/kg °C
k= k(T) = koefisien perpindahan panas konduksi berubah terhadap suhu, W/m °C
1.2.2. Model Matematika
Penyelesaian dilakukan dengan menyelesaikan model matematik yang
sesuai dengan persoalan, yang dinyatakan dengan persamaan (1.1). Model matematika untuk sirip dinyatakan sebagai berikut:
( )
( )
⎥⎦⎤−(
− ∞)
⎢⎣ ⎡ ∂ ∂ ∂ ∂ T T dx dAs h x t , x T Ac T k x x( )
t t , x T dx dV c ∂ ∂= ρ ; 0<x<L, t > 0 ... (1.1)
1.2.3. Kondisi Awal
Keadaan awal benda yang merupakan kondisi awal benda mempunyai suhu yang seragam atau merata sebesar T=Ti. Secara matematik dinyatakan
dengan persamaan :
( ) ( )
x,t T x,0 TiT = = ; 0≤x≤L , t = 0 ... (1.2)
1.2.4. Kondisi Batas
Kondisi batas sirip ada 2, yaitu pada kondisi pada dasar sirip dan kondisi pada ujung sirip. Dinyatakan pada persamaan (1.3) dan persamaan (1.4).
• Kondisi dasar sirip
b T
T = ; x = 0, t≥0 ... (1.3) • Kondisi ujung sirip
(
)
t ) t , x ( T V c x ) t , x ( T A k T T Ah s i c
∂ ∂ = ∂ ∂ − −
Keterangan pada persamaan (1.1) sampai persamaan (1.4) : T(x,t) = suhu pada posisi x, saat t, °C
T∞ = suhu fluida, °C Ti = suhu awal sirip, °C
Tb = suhu dasar sirip, °C
Ac = luas penampang sirip, m²
As = luas selimut sirip, m²
V = besar volume kontrol, m³ t = waktu, detik
x = posisi titik yang ditinjau dari dasar sirip, m ρ = massa jenis sirip, kg/m³
c = kalor spesifik sirip, J/kg °C
h = koefisien perpindahan panas konveksi, W/m² °C
k(T) = koefisien perpindahan panas konduksi berubah terhadap suhu, W/m °C
1.2.5. Asumsi :
• Sifat-sifat bahan untuk massa jenis bahan ( ,kg/m3) dan kalor jenis
bahan ( kg C) bernilai tetap selama proses berlangsung dan merata. ρ
J
c, / o
• Perubahan volume dan bentuk pada sirip diabaikan selama proses berlangsung.
• Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dari fluida tetap dan merata dari waktu ke waktu.
• Perpindahan panas radiasi diabaikan.
• Arah perpindahan kalor konduksi hanya dalam satu arah, arah x.
• Sifat bahan untuk konduktivitas termal k (W/m.°C) merupakan fungsi suhu, k = k (T).
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :
1. Mendapatkan hubungan antara efisiensi (η) dengan ξ. Dimana ξ = (L+¼D) 2h/k.D
2. Mendapatkan pengaruh nilai h terhadap efisiensi. 3. Mendapatkan pengaruh nilai D terhadap efisiensi.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat antara lain :
1. Dapat menghitung efisiensi sirip dengan mempergunakan grafik yang
dihasilkan dari penelitian.
DASAR TEORI
2.1. Perpindahan Panas
Perpindahan panas (heat transfer) dapat didefinisikan sebagai perpindahan energi panas yang terjadi dari satu daerah ke daerah lain sebagai akibat dari
adanya perbedaan suhu atau gradien suhu antara daerah-daerah atau material tersebut. Ilmu tentang perpindahan panas tidak hanya mencoba menjelaskan
bagaimana energi panas dapat berpindah dari satu daerah ke daerah lain, tetapi juga dapat meramalkan atau memprediksi laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Ilmu perpindahan panas dapat melengkapi hukum
pertama dan kedua termodinamika, karena ilmu termodinamika hanya dapat digunakan untuk meramalkan energi yang diperlukan untuk mengubah sistem dari
suatu keadaan setimbang ke keadaan setimbang yang lain, tetapi tidak dapat meramalkan kecepatan perpindahan panas itu. Hal ini dapat terjadi karena perpindahan panas ini berlangsung sistem tidak berada dalam keadaan setimbang.
Perpindahan panas pada umumnya diketahui mempunyai tiga cara (modus) yang berbeda, yaitu : konduksi (conduction; dikenal sebagai hantaran),
radiasi (radiation, dikenal sebagai sinaran), dan konveksi (convection; dikenal sebagai ilian). Setiap cara perpindahan panas tersabut mempunyai uraian yang berbeda-beda. Tetapi perlu diketahui kebanyakan situasi yang terjadi di alam
adalah bahwa panas mengalir tidak dengan satu cara, tetapi cara-cara perpindahan panas tersebut dapat terjadi secara bersamaan. Hal penting yang harus
diperhatikan bahwa dalam hal perekayasaan untuk saling mengetahui pengaruh dari cara-cara perpindahan panas tersebut karena dalam prakteknya bila salah satu
mekanisme mendominasi secara kuantitatif maka diperoleh penyelelesaian pengira-iraan (approximate solution) yang berguna dengan mengabaikan semua mekanisme kecuali cara perpindahan panas yang mendominasi tersebut. Namun
perubahan kondisi lingkungan atau luar seringkali memerlukan perhatian satu atau dua mekanisme yang sebelumnya diabaikan.
q
xProfil suhu
x T
Gambar 2.1. Ilustrasi arah aliran kalor
2.2. Perpindahan Panas Konduksi
Konduksi adalah suatu proses perpindahan panas dimana panas yang mengalir dari daerah yang mempunyai suhu yang tinggi ke daerah yang
mempunyai suhu lebih rendah dalam satu medium (padat) atau dalam dua medium atau lebih yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam perpindahan panas konduksi, perpindahan energi panas terjadi karena hubungan
Energi berpindah secara konduksi dan laju perpindahan panas berbanding dengan gradient suhu normal. Seperti yang digambarkan pada Gambar 2.2. perpindahan
panas konduksi pada plat.
Δ
Gambar 2.2. Perpindahan panas konduksi pada plat
Persamaan perpindahan panas konduksi adalah :
x . A . k q
∂ ∂ −
= Τ ... (2.1)
Keterangan :
q : laju perpindahan panas (Watt)
k : konduktivitas termal bahan (Watt/mºC)
A : luas penampang tegak lurus dengan laju perpindahan panas (m²)
x T
∂ ∂
Tanda – (minus) yang terdapat dalam persamaan tersebut dimaksudkan agar persamaan di atas memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu panas akan
mengalir dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah atau disebut hukum Fourier tentang konduksi panas. Perpindahan panas konduksi dapat terjadi apabila ada medium yang bersifat diam.
2.3. Konduktivitas Termal
Persamaan
x . A . k q
Δ ΔΤ −
= merupakan persamaan dasar tentang
konduktivitas termal. Berdasarkan atas rumusan
x . A . k q
Δ ΔΤ −
= , maka dapat
melaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk gas pada suhu rendah, pengolahan analisis teori
kinetik gas dapat dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati dalam percobaan.
Nilai konduktivitas termal berubah terhadap suhu, tetapi dalam
perekayasaan perubahan cukup kecil sehingga diabaikan. Bahan yang mempunyai nilai konduktivitas termal tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang
nilai konduktivitas termalnya rendah disebut isolator. Nilai konduktivitas termal beberapa bahan dapat dilihat dalam Tabel 2.1, untuk memperhatikan urutan besaran yang mungkin didapatkan dalam praktek dan nilai konduktivitas termal
Tabel 2.1. Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan (k) pada 0 °C (J.P.Holman, 1995, hal 7)
Bahan m C
W
o
. Btuh.ft.oF
Logam Perak (murni) Tembaga (murni) Alumunium (murni) Nikel (murni) Besi (murni)
Baja karbon, 1 %
Timbal (murni)
Baja krom-nikel (18% Cr, 8%Ni)
Bukan logam
Kuarsa (sejajar sumbu)
Magnesit
Marmar
Batu pasir
Kaca, Jendela
Kayu mapel atau ek
Serbuk gergaji Wol kaca Zat Cair Air-raksa Air Amonia
Minyak lumas, SAE 50
Freon 12, CCl2F2 Gas
Hidrogen
Helium
Udara
Uap air (jenuh)
Karbon dioksida 410 385 202 93 73 43 35 16,5 41,6 3,15
2,08 - 2,94
Dapat diperoleh bahwa jika aliran panas dinyatakan dalam Watt, maka satuan konduktivitas termal itu adalah Watt per derajat Celsius. Diperoleh nilai konduktivitas termal itu menunjukkan seberapa cepat laju panas dalam bahan
tertentu. Dapat disimpulkan pula jika makin cepat molekul bergerak maka makin cepat pula energi yang diangkut.
Energi termal yang dihantarkan dalam zat padat terjadi menurut salah satu dari dua cara berikut, yaitu melalui getaran kisi (lattice vibration) atau dengan angkutan melalui elektron bebas. Jika dalam konduktor listrik yang baik terdapat
elektron bebas yang bergerak dalam struktur kisi-kisi bahan, maka elektron itu dapat mengantarkan muatan listrik dan dapat pula membawa energi termal dari
daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang mempunyai suhu lebih rendah. Energi panas yang dipindahkan atau berpindah dengan cara getaran kisi tidaklah sebanyak dengan cara angkutan elektron. Oleh sebab itu, penghantar listrik yang
baik merupakan penghantar panas yang baik pula, contohnya perak, tembaga, alumunium, nikel dan besi. Sama halnya dengan isolator yang baik, merupakan
isolator panas yang baik juga.
2.4. Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas konveksi terjadi pada fluida bergerak seperti air, minyak atau angin dan terjadi perpindahan massa. Perpindahan panas konveksi
Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi dari permukaan benda padat ke fluida cair atau gas.
∞
Gambar 2.3. Perpindahan panas konveksi pada dinding
Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan benda padat yang mempunyai suhu tinggi ke fluida sekitarnya berlangsung dengan
beberapa tahap yaitu panas akan mengalir secara konduksi dari permukaan benda padat ke partikel-partikel fluida yang berbatasan dengan permukaan benda padat tersebut. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan
energi dalam pada partikel-partikel fluida. Hal ini menyebabkan partikel-partikel fluida akan bergerak ke daerah yang mempunyai suhu rendah didalam fluida dan partikel-partikel fluida tersebut akan bercampur dan memindahkan sebagian
energi ke partikel-partikel fluida yang lainnya. Persamaan perpindahan panas konveksi adalah :
(
− ∞= h.Α.Τw Τ
)
Keterangan :
q : perpindahan panas, Watt
h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2oC
A : luasan permukaan dinding benda yang bersentuhan dengan fluida, m2 Tw : suhu permukaan benda, oC
T∞ : suhu fluida, oC
Perpindahan panas secara konveksi dibedakan menjadi dua yaitu perpindahan panas konveksi secara alamiah (bebas) dan perpindahan panas
konveksi secara paksa.
2.4.1. Perpindahan Panas Konveksi Secara Alamiah Atau Bebas
Perpindahan panas konveksi secara alamiah atau bebas terjadi bila sebuah benda ditempatkan dalam suatu fluida yang mempunyai suhu lebih tinggi atau
lebih rendah dari benda tersebut. Karena adanya perbedaan suhu benda dan suhu fluida mengakibatkan panas mengalir diantara benda dan fluida, akibat lainnya
adalah adanya perubahan kerapatan lapisan-lapisan fluida didekat permukaan. Perbedaan kerapatan menyebabkan fluida yang lebih berat mengalir ke bawah dan fluida yang ringan akan mengalir ke atas. Perbedaan kerapatan karena gradien
suhu mengakibatkan terjadinya gerakan fluida atau gerakan fluida karena terjadinya beda massa jenis, terjadi tanpa adanya bantuan alat seperti pompa atau
Contoh paling sederhana pada perpindahan panas konveksi alamiah atau bebas ditemui pada kasus memasak air. Semua air yang ada dalam tangki dapat mendidih secara merata karena terjadi pergerakan air yang disebabkan adanya
perbedaan massa jenis. Fluida yang mengalami pemanasan akan mengembang sehingga massa jenisnya lebih kecil dari fluida dingin.
Arus perpindahan energi dalam yang tersimpan dalam fluida pada konveksi alamiah atau bebas pada hakekatnya sama dengan konveksi paksa, tetapi intensitas gerakan pencampurannya dalam konveksi alamiah atau bebas pada
umumnya lebih kecil dan koefisien perpindahan panasnya menjadi lebih kecil dari konveksi paksa.
2.4.1.1. Bilangan Rayleigh (Ra)
Untuk silinder horizontal, bilangan Rayleigh dinyatakan dengan
persamaan (2.3) :
(
)
Pr v
δ
T T
β
g Pr Gr Ra
2
3
w − ⋅ ⋅
⋅ ⋅ = ⋅
= ∞ ... (2.3)
Dengan f T
1
β = dan
(
)
2 T T Tf = w − ∞
Keterangan :
Pr : bilangan Prandtl Gr : bilangan Grashof
g : percepatan gravitasi = 9,81, m/detik2
Tw : suhu dinding, °C
T∞ : suhu fluida, °C Tf : suhu film, °C
ν : viskositas kinematik, m2/detik
β : koefisien temperatur konduktifitas termal
2.4.1.2. Bilangan Nusselt (Nu)
Untuk silinder horizontal, bilangan Nusselt dinyatakan dengan:
Untuk 10-5 < Gr Pr < 1012 :
(
)
(
)
6 1 9 16 16 9 2 1 Pr 559 , 0 1 Pr Gr 387 , 0 60 , 0 Nu ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + += ... (2.4)
Untuk 10-6 < Grd Pr < 109 hanya untuk laminer:
(
)
(
)
(
)
⎟⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⋅ ⋅ + = 9 4 16 9 4 1 d Pr 559 , 0 1 Pr Gr 518 , 0 36 , 0Nu ... (2.5)
2.4.2. Perpindahan Panas Konveksi Paksa
Perpindahan panas konveksi paksa terjadi karena adanya perbedaan suhu yang mengalir dan fluida yang bergerak yang dikarenakan adanya alat bantu
seperti pompa, blower atau kipas angin. Akibat dari perbedaan suhu antara benda dan fluida mengakibatkan panas mengalir dari antara benda dan fluida serta mengakibatkan perubahan kerapatan lapisan-lapisan fluida yang ada didekat
ke arah bawah dan fluida yang ringan akan bergerak ke atas. Gerakan fluida yang terjadi ini karena adanya bantuan alat seperti kipas angin atau pompa. Mekanisme perpindahan panas karena adanya fluida yang bergerak karenakan adanya alat
bantu disebut perpindahan panas konveksi paksa. Pada kasus sirip diasumsikan konveksi paksa terjadi dalam aliran menyilang silinder dan bola seperti pada
Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Silinder dalam aliran silang
Untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi, harus diketahui terlebih dahulu nilai koefisien perpindahan panas konveksi h. Sedangkan untuk
mencari nilai koefisien perpindahan panas konveksi h dapat dicari dari bilangan Nusselt. Bilangan Nusselt yang dipilih harus sesuai dengan kasusnya, karena setiap kasus mempunyai bilangan Nusselt tersendiri. Pada konveksi paksa
bilangan Nusselt merupakan fungsi dari bilangan Reynold, Nu = f(Re,Pr). Untuk berbagai bentuk geometri benda, koefisien perpindahan panas rata-rata dapat dihitung dari Persamaan (2.6):
3 . 1 n
f f
Pr v
d u C k
d h
⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⋅
Dengan besar konstanta C dan n sesuai dengan Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Konstanta untuk Persamaan 2.6
(J.P.Holman, 1995, hal 268)
Redf C n
0,4 - 4 0,989 0,33
4 - 40 0,911 0,385
40 - 4000 0,683 0,466
40 - 40000 0,193 0,618
40000 - 400000 0,0266 0,805
Untuk perpindahan panas dari silinder yang tak bundar nilai C dan n dapat ditentukan berdasarkan Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Konstanta untuk Perpindahan Kalor dari Silinder Tak Bundar
2.4.2.1. Untuk Aliran Laminar
Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran Laminar: Rex < 105, Bilangan
Reynold dirumuskan sbb :
μ
x U
ρ
Rex = ∞ ... (2.7)
Persamaan Nusselt yang berlaku adalah :
Untuk 10-1 < Ref < 105
(
)
0,3f 52 , 0
f
f 0,35 0,56 Re Pr
Nu = + ... (2.8)
Untuk 1 < Re < 103
(
)
0,25w f 38 , 0 5 , 0 Pr Pr Pr Re 50 , 0 43 , 0 Nu ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ +
= ... (2.9)
Untuk 103 < Re < 2 × 105
25 , 0 w f 38 , 0 6 , 0 Pr Pr Pr Re 25 , 0 Nu ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛
= ... (2.10)
2.4.2.2. Untuk Kombinasi Aliran Laminar dan Turbulen
Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran sudah turbulen: 102 < Re < 107 sehingga berlaku persamaan Nusselt :
5 4 8 5 4 3 3 2 3 1 2 1 282000 Re 1 Pr 4 , 0 1 Pr Re 62 , 0 3 , 0
Nu ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + +
Keterangan :
Re : bilangan Reynold Nu : bilangan Nusselt
Tw : suhu permukaan dinding, oC
T∞ : suhu fluida, oC
A : luas permukaan dinding, m2
g : percepatan gravitasi = 9,81, m/detik2
δ : panjang karakteristik, untuk dinding vertikal δ = D, m Tf : suhu film, oC
ν : viskositas kinematik, m2/detik
k : koefisien perpindahan panas konduksi dari fluida, W/moC ρ : massa jenis fluida, kg/m3
u∞ : kecepatan fluida, m/det μ : viskositas dinamik, kg/m s
kf : koefisien perpindahan panas konduksi fluida, W/moC
h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2oC Pr : bilangan Prandtl
L : panjang dinding, m
2.5. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi
Koefisien perpindahan panas konveksi
( )
h bervariasi terhadap jenisbenda. Koefisien perpindahan panas konveksi juga tergantung dari jenis mekanisme perpindahan panas konveksi yang terjadi, dengan konveksi alamiah (bebas) yaitu gerakan fluida yang disebabkan bougancy effect atau konveksi paksa
yaitu gerakan fluida yang disebabkan oleh alat bantu seperti pompa atau kipas. Nilai koefisien perpindahan panas konveksi dapat ditentukan secara
analisis untuk aliran fluida diatas benda-benda yang mempunyai bentuk ukuran yang sederhana seperti sebuah plat datar atau aliran dalam tabung seperti pada Persamaan (2.12). Nilai kira-kira koefisien perpindahan panas konveksi
ditunjukkan pada Tabel 2.4.
Dari bilangan Nusselt (Nu), dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan
panas konveksi:
f k
δ
h
Nu = ⋅ atau
δ
k Nu
h= ⋅ f ... (2.12)
Keterangan :
Nu : bilangan Nusselt
h : koefisien perpindahan panas, W/m2oC
kf : koefisien perpindahan panas konduksi dari fluida, W/moC
Tabel 2.4. Harga Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) (Heat Trans A Practical Approach, hal 7)
Modus m C
W o . 2 F ft h Btu o . . 2
Konveksi bebas, ΔT = 30 °C
Plat vertikal, tinggi 0,3 m (1 ft) di udara
Silinder horisontal, diameter 5 cm di udara
Silinder horisontal, diameter 2 cm dalam air
Konveksi paksa
Aliran udara 2 m/s diatas plat bujur sangkar 0,2 m
Aliran udara 35 m/s diatas plat bujur sangkar 0,75 m
Udara 2 atm mengalir didalam tabung diameter 2,5 cm
kecepatan 10 m/s
Air 0,5 kg/s mengalir dalam tabung 2,5 cm
Aliran udara melintas silinder diameter 5 cm
kecepatan 50 m/s
Air mendidih
Dalam kolam atau bejana
Mengalir dalam pipa
Pengambunan uap air, 1 atm
Muka vertikal
Diluar tabung horizontal
4,5 6,5 890 12 75 65 3500 180 2500-35.000 5000-100.000 4000-11.300 9500-25.000 0,79 1,14 157 2,1 13,2 11,4 616 32 440-6200 880-17.600 700-2000 1700-4400
2.6. Laju Perpindahan Panas
Laju perpindahan panas atau laju aliran panas merupakan jumlah panas yang dilepas oleh seluruh volume kontrol dari sirip ke lingkungan dengan cara konveksi, yang dinyatakan dengan persamaan (2.14).
n 3
2 1
0 q q q ... q
q
))
(
(
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =∑
= ∞ n 0 i isi T T
A h
Q ... (2.14)
Keterangan :
Q : laju perpindahan panas, W
h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2 oC
qi : perpindahan panas yang dilepas volume kontrol pada posisi i,W
n : jumlah volume kontrol
Asi : luas permukaan sirip pada volume kontrol pada posisi i, m2
Ti : suhu sirip pada volume kontrol pada posisi i, oC
T∞ : suhu fluida, oC
2.7. Efisiensi Sirip
Efisiensi sirip merupakan perbandingan panas yang dilepas sirip sesungguhnya terhadap panas yang dilepas seandainya seluruh permukaan sirip
sama dengan suhu dasar sirip, dapat dilihat pada persamaan (2.15).
(
)
(
)
(
∞)
= = ∞ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =∑
∑
T T A h T T A h η b n 0 i si n 0 i i si ... (2.15) Keterangan :η : efisiensi sirip
h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2 oC
Ti : suhu sirip pada volume kontrol pada posisi i, oC
Tb : suhu dasar sirip, oC
T∞ : suhu fluida, oC
n : jumlah volume kontrol
2.8. Efektivitas Sirip
Efektivits sirip merupakan perbandingan antara panas yang dilepas sirip sesungguhnya dengan panas yang dilepas seandainya tidak ada sirip atau tanpa
sirip, dapat dilihat pada persamaan (2.16).
(
)
(
)
(
∞)
= ∞
− ⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ −
=
∑
T T A h
T T A h
b 0 c n
0 i
i si
ε ... (2.16)
Keterangan :
ε
: efektivitas siriph : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2 oC
Asi : luas permukaan sirip pada volume kontrol pada posisi i, m2
Aci : luas penampang dasar sirip volume kontrol pada posisi i, m2
Ti : suhu sirip pada volume kontrol pada posisi i, oC
Tb : suhu dasar sirip, oC
T∞ : suhu fluida, oC
3.1. Kesetimbangan Energi
Kesetimbangan energi dalam volume kontrol seperti pada Gambar 3.1 dapat dinyatakan dengan persamaan (3.1) :
⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡
Δ selang waktu t
selama kontrol volume dalam di energi perubahan t waktu selang selama kontrol volume dalam di an dibangkitk yang energi besar t waktu selang selama benda permukaan seluruh melalui kontrol volume dalam ke masuk yang energi seluruh
(
Ein −Eout)
+Eg =Est ... (3.1)
Gambar 3.1. Kesetimbangan energi pada volume kontrol
Dengan:
Ein : Energi yang masuk ke dalam volume kontrol per satuan waktu, W
Eout : Energi yang keluar dari volume kontrol per satuan waktu, W
Eg : Energi yang dibangkitkan dalam volume kontrol per satuan waktu, W
3.1.1. Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol Pada Sirip
Untuk mendapatkan persamaan model matematika yang sesuai dengan
persoalan pada penelitian, peninjauan dilakukan terhadap elemen kecil setebal ∆x, yang dinamakan dengan volume kontrol. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Volume kontrol pada sirip
Dengan menggunakan prinsip kesetimbangan energi, model matematik pada persamaan (1.1) dapat diperoleh. Penelitian ini mengasumsikan bahan sirip bersifat homogen, sifat-sifat bahan terpengaruh terhadap perubahan suhu, tidak
ada energi yang dibangkitkan dalam sirip, perpindahan kalor secara radiasi diabaikan, kondisi sirip pada keadaan tak tunak (unsteady state). Sehingga dapat
⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ − ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ t waktu selang selama kontrol volume dalam di energi perubahan t waktu selang selama kontrol volume dalam di an dibangkitk yang energi besar t waktu selang selama kontrol volume dari keluar yang energi seluruh t waktu selang selama kontrol volume dalam ke masuk yang energi seluruh
(
Ein −Eout)
+Eg =Est ; E g = 0, tidak ada energi yang dibangkitkanDengan :
Ein = qx
Eout = Eout1 + Eout2
= qx+dx + qconvs
Est =
t ) t , x ( T dV c ∂ ∂ ρ
Bila dituliskan dengan notasi matematik maka di dapat persamaan (3.2) :
(
)
t ) t , x ( T dV c q qqx x dx convs
∂ ∂ =
+
− + ρ (untuk k = k(T)) ... (3.2)
t ) t , x ( T dV c q q
qx x dx convs
∂ ∂ = − − + ρ dengan : dx x q q
qx dx x x ⋅
∂ ∂ + = +
(
− ∞)
⋅=h dAs T T
qconvs (x,t)
maka diperoleh :
(
)
t t) T(x, dV c ρ T T dAs h dx x q qq x (x,t)
(
)
t t) T(x, dV c ρ T T dAs h dx x q ) t x, ( x ∂ ∂ = − ⋅ − ⋅ ∂ ∂ − ∞ Bila dikalikan dx 1(
)
t t) T(x, dx dV c ρ T T dx dAs h x q ) t x, ( x ∂ ∂ = − ⋅ − ∂ ∂− ∞ ... (3.3)
Mensubtitusi persamaan (2.1) ke dalam persamaan (3.3) dengan
x ) t , x ( T Ac k qx ∂ ∂ −
= maka diperoleh:
(
)
t ) t , x ( T dx dV c T T dx dAs h x x ) t , x ( T Ac k ) t , x ( ∂ ∂ = − − ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ ∂ ∂ − ∂ − ∞ ρ(
)
t ) t , x ( T dx dV c T T dx dAs h x ) t , x ( T Ac kx (x,t) ∂
∂ = − − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ ∂ ∂ ∂ ∂ ∞ ρ
model matematika untuk sirip pada persamaan (3.3) dapat dinyatakan sebagai berikut:
( )
( )
⎥⎦⎤−(
− ∞)
⎢⎣ ⎡ ∂ ∂ ∂ ∂ T T dx dAs h x t , x T Ac T kx (x,t)
( )
t t , x T dx dV c ∂ ∂= ρ ;0<x<L , t≥0
3.2. Penerapan Metode Numerik Pada Persoalan
hasil yang mendekati keadaan yang sebenarnya, tebal elemen diambil sekecil mungkin.
Penyelesaian dengan metode numerik beda hingga cara eksplisit dilakukan dengan mengubah persamaan matematik; persamaan (1.1), persamaan (1.2), persamaan (1.3) kedalam bentuk persamaan beda hingga cara eksplisit, dengan
memanfaatkan deret Taylor, atau dengan menggunakan prinsip kesetimbangan energi. Persamaan (3.10) diperoleh dari persamaan (1.1) atau dari prinsip
kesetimbangan energi pada volume kontrol yang ada didalam benda, persamaan (3.4) diperoleh dari persamaan (1.2), persamaan (3.13) diperoleh dari persamaan (1.4).
3.2.1. Persamaan Diskrit Untuk Node Pada Sirip
Persamaan diskrit pada untuk setiap node pada sirip dibagi menjadi tiga
bagian, antara lain : node pada dasar sirip, node yang terletak di dalam sirip, node pada ujung sirip.
3.2.1.1. Node Pada Batas Kiri Atau Pada Dasar Sirip (Node 0)
Gambar 3.4. Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada dasar sirip
Node pada batas kiri dapat di tentukan pada persamaan (3.4)
( )
x,t T( )
0,t Tb3.2.1.2. Node Yang Terletak Di Dalam Sirip
Gambar 3.5. Kesetimbangan energi pada volume kontrol di dalam sirip
Berlaku untuk node (titik) : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,…, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48.
Dengan :
q1 = perpindahan kalor konduksi dari i-1 ke i
q1=
(
)
Δx T -T .A k
n i n
1 i i c n i 12
−
− ... (3.5)
q2 = perpindahan kalor konduksi dari i+1 ke i
q2 =
(
)
Δx T -T .A k
n i n
1 i i c n i 12
+
+ ... (3.6)
qconvs = perpindahan kalor konveksi pada posisi i
dengan prinsip kesetimbangan energi
[
] [ ]
t t) T(x, V c 0 q qq1 2 convs
Δ
Δ
ρ
= + + + diperoleh:(
)
Δ
x
T
-T
.A
k
n i n 1 i i c n i 12− − +
(
)
Δx T -T .A k n i n 1 i i c n i 12+
+
+
h
.A
si(
T
∞-
T
in)
=t T T V c n i 1 n i i
Δ
ρ
+ - ... (3.8)Jika persamaan (3.8) dikali dengan Δx, maka akan didapat persamaan (3.9)
(
n)
i n 1 i i c n
i
.A
T
-
T
k
2
1 −
− +
(
in)
n 1 i i c n
i
.A
T
-
T
k
2
1 +
+
+
h.
Δ
x.
A
si(
T
∞-
T
in)
=t T T V x c n i 1 n i i Δ Δ
ρ + - ... (3.9)
Persamaan (3.9) dapat disederhanakan menjadi:
i n i 1 n i
V
x
c
ρ
Δ
t
T
T
Δ
=
−
+(
)
(
)
(
)
[
n]
i i s n i n 1 i i c n i n i n 1 i i c n
i
.
A
T
-
T
k
.
A
T
-
T
h.
Δ
x.
A
T
-
T
k
2 1 2
1 − + + ∞
−
+
+
i 1 n iV
x
c
ρ
Δ
t
T
Δ
=
+(
)
(
)
(
)
[
]
ni n i i s n i n 1 i i c n i n i n 1 i i c n
i
.
A
T
-
T
k
.
A
T
-
T
h.
Δ
x.
A
T
-
T
T
k
2 1 2
1 −
+
+ ++
∞+
i 1 n i
V
x
c
ρ
Δ
t
T
Δ
=
+(
)
∞ + + − − +⎜⎝⎛ ⎟⎠⎞+ ⎢⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝⎛k .A .T k .A .T h. x.A .T
i s n 1 i i c n 2 1 i n 1 i i c n 2 1 i Δ ⎥⎦ ⎤ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + +
− − n+ ci si
2 1 1 i c n 2 1 1 n
i k .A k .A h. x.A
T Δ
+
T
ini 1 n i
V
x
c
ρ
Δ
t
T
Δ
=
+[
k
−.
A
.
T
−+
k
+.
A
.
T
++
h.
Δ
x.
A
si.
T
∞]
n 1 i i c n i n 1 i i c ni 12
2
1
(
)
ni i i s i c n i i c n i
T
V
x
c
ρ
A
Δ
x.
.
h
A
.
k
A
.
k
Δ
t
1
12 12⎥
⎥
⎦
⎤
⎢
⎢
⎣
⎡
+
+
−
+
− +Δ
... (3.10)Persamaan (3.10) merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan besar
suhu pada setiap node yang terdapat di dalam sirip.
Keterangan :
Tin+1 : suhu pada node i, saat n+1, oC
T ni : suhu pada node i, saat n, oC
Tin−1 : suhu pada node i-1, saat n, oC
Tin+1 : suhu pada node i+1, saat n, oC
T∞ : suhu fluida, oC ∆t : selang waktu, detik
Δx : panjang volume kontrol, m
A ci : luas penampang volume kontrol sirip pada posisi i, m2
A si : luas permukaan volume kontrol sirip pada posisi i, m2
kn 2 1
i− : konduktivitas termal sirip pada posisi i- 2
1 , saat n, W/m oC
≈
( )
( )
⎟⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛ + ≈
+ − −
2 T T k 2
T k T
kn i n i 1 n i i 1
kn 2 1
i+ : konduktivitas termal sirip pada posisi i+ 2
1 , saat n, W/m oC
≈
( )
( )
⎟⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ +
≈
+ +
+
2 T T k 2
T k T
kn i 1 n i n i 1 i
ρ : massa jenis sirip, kg/m3 c : kalor spesifik sirip, J/kg oC
3.2.1.3. Node Pada Batas Kanan Atau Pada Ujung Sirip (Node 49)
q1 =
(
)
Δx T -T A . k n i n 1 i i c n i 12− −
qconvs = h .Asi
(
T∞ -Tin)
qconvs = h .Aci
(
T∞-Tin)
dengan prinsip kesetimbangan energi:
[
] [ ]
t
t)
T(x,
V
c
0
q
q
q
1 2 3Δ
Δ
ρ
=
+
+
+
diperoleh:(
)
(
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + − + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ∞ ∞ − − n i n i c n i n i s n i n 1 i i c n 2 1i x h.A T T h.A T T
T T A . k Δ
)
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
−
=
+t
T
T
V
c
n i 1 n i iΔ
ρ
... (3.11)Jika persamaan (3.11) dikali dengan Δx, maka akan didapat persamaan (3.12)
(
)
(
)
(
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
−
+
−
+
−
∞ ∞ − − n i n i c n i n i s n i n 1 i i c n 2 1i
.
A
T
T
h
.
A
.
x
T
T
h
.
A
.
x
T
T
k
Δ
Δ
)
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
−
=
+t
T
T
V
x
c
n i 1 n i iΔ
Δ
ρ
... (3.12)Persamaan (3.12) dapat disederhanakan menjadi:
i n i 1 n i V x c t T T
Δ
ρ
Δ
= − +(
)
(
)
(
⎥⎦
⎤
⎢⎣
⎡
−
+
−
+
−
∞ ∞ − − n i n i c n i n i s n i n 1 i i c n 2 1i
.
A
T
T
h
.
A
.
x
T
T
h
.
A
.
x
T
T
i 1 n i V x c t T
Δ
ρ
Δ
= +(
)
(
)
(
)
ni T
⎥⎦
⎤
⎢⎣
⎡
−
+
−
+
−
∞ ∞ − − n i n i c n i n i s n i n 1 i i c n 2 1i
.
A
T
T
h
.
A
.
x
T
T
h
.
A
.
x
T
T
k
Δ
Δ
+i 1 n i
V
x
c
t
T
Δ
ρ
Δ
=
+(
) (
)
⎢⎣
⎡
⎟
+
+
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
∞ ∞ − − n i c n i s n 1 i i c n 2 1i
.
A
.
T
h
.
A
.
x
.
T
h
.
A
.
x
.
T
k
Δ
Δ
⎥⎦
⎤
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
+
+
−
T
k
n−.
A
cih
.
A
si.
x
h
.
A
ci.
x
2 1 i n
i
Δ
Δ
+T
in⎥
⎥
⎦
⎤
⎢
⎢
⎣
⎡
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
+
+
−
=
− +x
.
A
.
h
x
.
A
.
h
A
.
k
v
x
c
t
1
T
T
n ci si ci2 1 i i n i 1 n
i
ρ
Δ
Δ
Δ
Δ
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
+
+
+
− ∞ ∞ − n i c n i s n 1 i i c n 2 1 i iT
.
x
.
A
.
h
T
.
x
.
A
.
h
T
.
A
.
k
V
x
c
t
Δ
Δ
Δ
ρ
Δ
... (3.13)
Persamaan (3.13) merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan besar suhu pada setiap node yang terdapat di batas kanan sirip.
Keterangan :
Tin+1 : suhu pada node i, saat n+1, oC
T ni : suhu pada node i, saat n, oC
Tin−1 : suhu pada node i-1, saat n, oC
∆t : selang waktu, detik
Δx : panjang volume kontrol, m
Vi : volume kontrol sirip pada posisi i, m3
A ci : luas penampang volume kontrol sirip pada posisi i, m2
A si : luas permukaan volume kontrol sirip pada posisi i, m2
kn
2 1
i− : konduktivitas termal sirip pada posisi i-12, saat n, W/m
o C ≈
( )
( )
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛ +
≈
+
− −2
T
T
k
2
T
k
T
k
n i n i 1 n i i 1ρ : massa jenis sirip, kg/m3 c : kalor spesifik sirip, J/kg oC
3.2.2. Syarat Stabilitas
Syarat stabilitas merupakan syarat yang menentukan besar perubahan
waktu pada setiap siklus perhitungan, semakin kecil syarat stabilitas yang diambil maka semakin akurat data yang didapat.
3.2.2.1. Pada node yang terletak di dalam sirip
(
)
0
V
x
c
ρ
A
Δ
x.
.
h
A
.
k
A
.
k
Δ
t
1
i i s i c n i i c ni 12
2 1
≥
+
+
−
− +Δ
i s i c n i i c n i iA
Δ
x.
.
h
A
.
k
A
.
k
V
x
c
ρ
Δ
t
2 1 21
+
+
≤
+ −
Δ
3.2.2.2. Pada node yang terletak di ujung sirip i i c i s i c n 2 1 i
V
x
c
x
.
A
.
h
x
.
A
.
h
A
.
k
t
1
Δ
ρ
Δ
Δ
Δ
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
+
+
−
− ≥0x . A . h x . A . h A . k V x c t i c i s i c n i i 2
1
Δ
Δ
Δ
ρ
Δ
+ + ≤ −METODE PENELITIAN
4.1. Benda Uji Dan Kondisi Lingkungan
Benda uji berupa bentuk sirip lurus berpenampang lingkaran, benda uji dibagi menjadi 50 elemen kecil dengan tebal elemen 1/50 dari panjang benda uji
(L). Setiap elemen kecil diwakili oleh satu titik node, sehingga terdapat 50 titik node.
Gambar 4.1. Benda Uji Dan Kondisi Lingkungan
Keterangan benda uji:
Bahan : Alumunium murni
Dengan : Massa jenis (ρ) = 2707 kg/m³
Kalor jenis (с) = 896 J/kg.°C
Koefisien perpindahan kalor konduksi berubah terhadap
suhu atau k=k(T) dengan persamaan :
k = 0,0004(T²) – 0,0371(T) + 205,44 W/m.°C Jumlah node : 50 node.
Panjang sirip (L) : 0,05 m
Elemen (Δx) :
50 1
L, m
Suhu awal (Ti) : 100 oC
Suhu dasar(Tb) : 100 oC
Kondisi lingkungan
Suhu fluida (T∞) : 30 oC
4.2. Peralatan Pendukung Penelitian
Ada dua macam peralatan pendukung penelitian, yaitu perangkat keras dan perangkat lunak, sebagai berikut :
a. Perangkat keras :
- Komputer PC AMD Sempron +3000 GHz dengan RAM 512 MB - Printer canon pixma ip 1880.
b. Perangkat lunak :
- MS Excel 2003 - MS Word 2003
4.3. Variasi Penelitian
Adapun variasi yang dipakai dalam penelitian antara lain :
a. Diameter sirip dengan menggunakan diameter 0,008 m, 0,01 m, dan 0,012 m.
b. Koefisien perpindahan kalor konveksi (h) dengan menggunakan harga h
sebagai berikut : 0,5, 1, 3, 5, 10, 15, 25, 40, 60, 80, 100, 250, 500, 750, 1000, 1250, 1500, 1750, 2000, 2500, 3000, 3500, 4000, 5000, 6000, 7000,
8000, 9000, 10000 (dalam satuan W/m².°C)
4.4. Langkah-langkah Penelitian
Metode yang dipakai adalah metode komputasi dengan mempergunakan metode beda hingga cara eksplisit. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan metode beda hingga cara eksplisit adalah sebagai berikut :
a. Benda uji dibagi menjadi elemen-elemen kecil. Suhu pada elemen kecil tersebut diwakili dengan suhu node untuk elemen kecil tersebut.
b. Menuliskan persamaan numerik pada setiap node dengan metode beda hingga cara eksplisit, berdasarkan prinsip kesetimbangan energi.
c. Membuat programnya sesuai dengan bahasa pemrograman yang
diperlukan.
d. Memasukkan data-data yang dibutuhkan untuk mengetahui distribusi suhu
pada elemen kecil.
f. Menghitung laju aliran kalor yang dilepas sirip jika suhu seluruh
permukaan sirip sama dengan suhu dasar sirip.
g. Menghitung efisiensi (η) dan ξ.
h. Mengubah hubungan efisiensi (η) dan ξ dalam bentuk grafik.
4.5. Cara Pengambilan Data
Cara pengambilan data, dilakukan dengan membuat program terlebih
dahulu yang sesuai dengan metode yang dipakai. Setelah selesai pembuatan program, input program yang berupa koefisien perpindahan kalor konveksi dan
diameter yang divariasikan. Hasil perhitungan yang berupa efisiensi dicatat untuk memperoleh data-data penelitian.
4.6. Cara Pengolahan Data
Dari perhitungan yang dilakukan dengan bahasa pemrograman yang sesuai
oleh program yang digunakan didapatkan data-data suhu pada titik-titik yang dipilih pada sirip silinder. Data-data tersebut kemudian diolah dengan MS Excel sehingga didapatkan tampilan gambar dalam bentuk grafik dan dari grafik itu
5.1. Hasil Perhitungan
Hasil perhitungan untuk D = 0,008 m disajikan pada Gambar 5.1. sampai dengan Gambar 5.6., untuk D = 0,01 m disajikan pada Gambar 5.7. sampai
dengan Gambar 5.12., dan untuk D = 0,012 m disajikan pada Gambar 5.13. sampai dengan Gambar 5.18. Mulai dari Gambar 5.1. sampai dengan Gambar
5.18., grafik ditampilkan dalam hubungan antara efisiensi (η) dengan ξ. Dimana ξ = (L+¼D) 2h/k.D
5.1.1. Sirip silinder dengan diameter 0,008 m
0 20 40 60 80 100
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
ξ
E
fis
ie
n
si
η
(%
)
t = 5 detik
0 20 40 60 80 100
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
ξ
E
fis
ie
n
si
η
(%
)
t = 15 detik
Gambar 5.2. Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t = 15 detik
0 20 40 60 80 100
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
ξ
E
fis
ie
n
si
η
(%
)
t = 25 detik
0 20 40 60 80 100
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
ξ
E
fis
ie
n
si
η
(%
)
t = 35 detik
Gambar 5.4. Efisiensi sirip silinder dengan variasi h saat t = 35 detik
0 20 40 60 80 100
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
ξ
E
fis
ie
n
si
η
(%
)
<