• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Implementasi K3 - Nurman Soleh Bab II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Implementasi K3 - Nurman Soleh Bab II"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Implementasi K3

Implementasi K3 adalah suatu proses pengarahan, penjurusan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang-orang yang diorganisasikan dalam kelompok-kelompok formal untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Djamaluddin Ramlan, 2006:13).

K3 adalah bentuk perlindungan untuk para pekerja dari bahaya yang timbul oleh perkembangan teknologi. Walaupun masih tetap demikian hanya hingga saat ini, penekanan yang lebih besar kini pada peran serta majikan. Sikap kita berubah yang dari melindungi mesin manjadi melindungi manusia dan semakin menitik beratkan pada antisipasi bahaya (penilaian resiko) ketimbang menanti terjadinya kecelakaan kerja (Jhon Ridley, 2008:22).

Menurut Gempur Santosa (2004:52), implementasi K3 adalah upaya mencapai hasil atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan orang lain melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian, selain itu juga kemampuan untuk mengelola semua hal secara profesional.

(2)

merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meminimalkan dan mencegah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan penyakit akibat hubungan kerja. 1. Tujuan Implementasi K3

Tujuan dan sasaran implementasi K3 yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 86-87 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 1996 adalah menciptakan suatu sistem K3 di tempat kerja yang terintregasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta menciptakan tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Dengan peraturan perundangan ditetapkannya syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk:

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu; h. Kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,

sinar radiasi, suara dan getaran;

i. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik

physic maupun psychis, keracunan, infeksi dan penularan.

(3)

k. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; l. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; m. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

n. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja/buruh, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;

o. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;

p. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

q. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;

r. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

s. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

2. Prinsip Dasar Implementasi K3

Direktorat Pengawasan Norma K3 Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Depnakertrans RI (2006) menyebutkan, Prinsip dasar Implementasi K3 terdiri dari 5 (lima) poin yang dilaksanakan secara berkesinambungan, kelima prinsip tersebut adalah:

a. Komitmen

(4)

kerja/buruh. Dan pihak-pihak lain juga diwajibkan untuk berperan serta dalam penerapan ini.

b. Perencanaan

Perencanaan yang dibuat oleh perusahaan harus efektif dengan memuat sasaran yang jelas sebagai pengejawantahan dari penerapan K3 tempat kerja dan indikator kinerja serta harus dapat menjawab penerapan K3. Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko serta hasil tinjauan awal terhadap K3.

c. Implementasi/Penerapan

Setelah membuat komitmen dan perencanaan maka kini telah tiba pada tahap penting yaitu penerapan K3. Pada tahap ini perusahaan perlu memperhatikan antara lain: adanya jaminan kemampuan, kegiatan pendukung, identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko.

d. Pengukuran/Evaluasi

(5)

yang diperkenalkan oleh peraturan ini: inspeksi dan pengujian, audit penerapan K3, tindakan perbaikan dan pencegahan.

e. Peninjauan Ulang dan Perbaikan

Tinjauan ulang harus meliputi: Evaluasi terhadap penerapan K3, tujuan sasaran dan kinerja K3, hasil temuan audit penerapan K3, Evaluasi efektifitas penerapan K3, dan Kebutuhan untuk mengubah penerapan K3.

3. Elemen-elemen Implementasi K3

Pencapaian implementsi K3 dalam Permenaker Nomor 05/Men/1996 terbagi dalam beberapa elemen yaitu:

a. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen a. Penerapan K3;

b. Tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak; c. Tinjauan ulang dan evaluasi;

d. Keterlibatan dan konsultasi dengan tenaga kerja/buruh; e. Strategi pendokumentasian;

1. Perencanaan strategi K3. 2. Manual kebijakan K3.

3. Penyebarluasan informasi K3.

4. Peninjauan ulang desain dan kontrak. 1) Pengendalian perancangan; 2) Peninjauan ulang kontrak; 3) Pengendalian dokumen;

(6)

b. Perubahan dan modifikasi dokumen. 4) Pembelian;

a. Spesifikasi dari pembelian barang dan jasa. b. Sistem verifikasi untuk barang dan jasa yang

dibeli.

c. Kontrol barang dan jasa dipasok pelanggan. 5) Keamanan bekerja berdasarkan penerapan K3;

a. Sistem kerja. b. Pengawasan.

c. Seleksi dan penempatan personil. d. Lingkungan kerja.

e. Pemeliharaan, perbaikan dan perubahan sarana produksi.

f. Pelayanan.

g. Kesiapan untuk menangani keadaan darurat. h. Pertolongan pertama pada kecelakaan. b. Standar pemantauan

a. Pemeriksaan bahaya;

b. Pemantauan lingkungan kerja;

c. Peralatan, inspeksi, pengukuran, dan pengujian; d. Pemantauan kesehatan;

(7)

3. Penyelidikan kecelakaan kerja. 4. Penanganan masalah.

5. Pengelolaan material dan perpindahannya. 1) Penanganan secara manual dan mekanis;

2) Sistem pengangkutan, penyimpanan, dan pembuangan;

3) Bahan-bahan berbahaya. c. Pengumpulan dan penggunaan data

1. Catatan K3;

2. Data dan laporan K3. d. Audit Penerapan K3

a. Audit internal penerapan K3; b. Audit eksternal penerapan K3.

e. Pengembangan ketrampilan dan kemampuan 1. Strategi pelatihan;

2. Pelatihan bagi manajemen dan supervisor; 3. Pelatihan bagi tenaga kerja/buruh;

4. Pelatihan dan pengenalan bagi pengunjung dan kontraktor; 5. Pelatihan keadaan khusus.

4. Pelaksanaan Implementasi K3

(8)

efisiensi dan produktifitas kerja. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengamanatkan antara lain : setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat, dan lingkungan di sekitarnya (www.depkes.go.id/K3).

Implementasi K3 dilaksanakan oleh setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja/buruh sebanyak seratus orang atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja wajib menerapkan penerapan K3. Pelaksanaan K3 dilakukan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja/buruh sebagai satu kesatuan. Ketentuan-ketentuan yang wajib dilaksanakan dalam penerapan K3 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 1996 adalah:

a. Menetapkan penerapan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3;

b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan K3;

(9)

e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Tahapan dan langkah-langkah yang harus dilakukan suatu untuk memudahkan dalam menerapkan pengembangan penerapan K3 terbagi menjadi 2 (dua) bagian besar yaitu:

a. Tahap persiapan

Tahap ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan suatu perusahaan. Langkah ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah personil, mulai dari menyatakan komitmen sampai dengan menetapkan kebutuhan sumber daya yang diperlukan. Adapun tahap persiapan ini antara lain:

1. Komitmen manajemen puncak; 2. Menentukan ruang lingkup; 3. Menetapkan cara penerapan; 4. Membentuk kelompok penerapan;

5. Menetapkan sumber daya yang diperlukan. b. Tahap Pengembangan dan Penerapan

Dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh organisasi perusahaan dengan melibatkan banyak personil. Langkah-langkah tersebut adalah:

1. Menyatakan komitmen

(10)

menyadari bahwa merekalah yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan penerapan K3. Komitmen harus dinyatakan dengan tindakan nyata agar diketahui oleh seluruh staf dan karyawan perusahaan.

2. Menetapkan cara penerapan

Perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan ataupun personil perusahaan yang mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang untuk menerapkan K3.

3. Membentuk kelompok kerja penerapan

Jika perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota kelompok kerja tersebut terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer unit kerja. Hal ini penting karena mereka yang paling bertanggung jawab terhadap setiap unit kerja yang bersangkutan.

4. Menetapkan sumber daya yang diperlukan

(11)

bahan-bahan pustaka, menulis dokumen mutu sampai menghadapi kegiatan audit dan assessment. Sementara dana diperlukan adalah untuk membayar konsultan (jika menggunakan jasa konsultan), lembaga sertifikasi, dan biaya untuk pelatihan karyawan di luar perusahaan. Serta peralatan khusus untuk pengendalian resiko dan bahaya yang ditimbulkan dalam penerapan K3.

5. Kegiatan penyuluhan

Kegiatan penyuluhan ini harus di arahkan untuk mencapai tujuan, antara lain:

a) Menyamakan persepsi dan motifasi terhadap pentingnya penerapan kebijakan K3 bagi kinerja perusahaan;

b) Membangun komitmen menyeluruh mulai dari direksi, manajer, staf, dan seluruh jajaran dalam perusahaan untuk bekerja bersama-sama dalam menerapakan standar sistem. 6. Peninjauan sistem

Kelompok kerja yang telah terbentuk meninjau sistem yang sedang berlangsung dengan membandingkannya dengan persyaratan yang ada dalam penerapan K3. Peninjauan dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu dengan meninjau dokumen prosedur dan meninjau pelaksanaannya.

7. Penyusunan jadwal kegiatan

(12)

a) Ruang lingkup pekerjaan;

b) Kemampuan wakil manajemen dan kelompok kerja penerapan;

c) Keberadaan proyek. 8. Pengembangan Penerapan K3

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap pengembangan sistem adalah dokumentasi, pembagian kelompok, penyusunan bagan alir, penulisan manual SMK3, prosedur dan instruksi kerja.

9. Penerapan K3

Penerapan K3 harus dilaksanakan sedikitnya 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan audit internal. Waktu tiga bulan diperlukan untuk mengumpulkan bukti-bukti (dalam bentuk rekaman tercatat) secara memadai dan untuk melaksanakan penyempurnaan kebijakan serta modifikasi dokumen.

10. Proses Sertifikasi

Perusahaan diharapkan melakukan sertifikasi dengan memilih lembaga sertifikasi yang sesuai.

Tingkat penerapan K3 dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan :

(13)

b) Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko menengah harus menerapkan sebanyak 122 (seratus dua puluh dua) kriteria;

c) Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko tinggi harus menerapkan sebanyak 166 (seratus enam puluh enam) kriteria.

5. Kriteria Pencapaian Keberhasilan Implementasi K3

Direktorat Pengawasan Norma K3 Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Depnakertrans RI (2006) menyebutkan, keberhasilan penerapan K3 di tempat kerja dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1.1 Tingkat Pencapaian Keberhasilan Implementasi K3

No. Tingkat Pencapaian

Perusahaan Kecil

Perusahaan

Sedang Perusahaan Besar

1 0-59% Tindakan

Hukum

Tindakan

Hukum Tindakan Hukum 2 60-84% Bendera Perak

Sertifikat

Bendera Perak Sertifikat

Bendera Perak Sertifikat 3 85-100% Bendera Emas

Sertifikat Bendera Emas Sertifikat Bendera Emas Sertifikat Keterangan:

1. Tingkat pencapaian keberhasilan implementasi K3 sebesar 0-59% apabila telah melakukan tindakan hukum, baik oleh perusahaan kecil, sedang ataupun perusahaan besar.

(14)

3. Tingkat pencapaian keberhasilan implementasi K3 sebesar 85-100% apabila telah mendapatkan sefrifikat bendera emas, baik oleh perusahaan kecil, sedang ataupun perusahaan besar.

B. Pengertian Outsourcing

Outsourcing adalah salah satu hasil samping dari Business Process

Reengineering (BPR). BPR adalah perubahan yang dilakukan secara mendasar

oleh suatu perusahaan dalam proses pengelolaannya, bukan hanya sekedar melakukan perbaikan. BPR adalah pendekatan baru dalam manajemen yang bertujuan meningkatkan kinerja, yang sangat berlainan pendekatan lama yaitu

continuous imnprovement process. BPR diberikan untuk memberikan respon atas

perkembangan ekonomi secara global dan perkembangan teknologi yang demikian cepat sehingga berkembang persaingan yang bersifat global dan berlangsung sangat kuat (Sonhaji, 2007:112).

Di dalam Undang-undang tidak menyebutkan secara tegas mengenai istilah

outsourcing. Tetapi pengertian outsourcing dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 64

Undang-undang ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, yang isinya menyatakan bahwa outsourcing adalah suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja/buruh, dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

(15)

lain yang memborongkan mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu.

Dari pengertian di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai

outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan pengguna jasa

dengan perusahaan penyedia jasa, dimana perusahaan pengguna jasa meminta kepada perusahaan penyedia jasa untuk menyediakan tenaga kerja/buruh yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan pengguna jasa dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan penyedia jasa. Pola perjanjian kerja dalam bentuk outsourcing secara umum adalah ada beberapa pekerjaan kemudian diserahkan kepada perusahaan lain yang telah berbadan hukum, dimana perusahaan yang 1 (satu) tidak berhubungan secara langsung dengan pekerjaan tetapi hanya kepada perusahaan penyalur atau penyedia tenaga kerja/buruh.

Pendapat lain menyebutkan bahwa outsourcing adalah pemberian pekerjaan dari satu pihak kepada pihak lain dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:

1. Menyerahkan dalam bentuk pekerjaan;

2. Pemberian pekerjaan oleh pihak kesatu dalam bentuk jasa tenaga kerja/buruh.

(16)

menghasilkan suatu produk/jasa tertentu untuk kepentingan perusahaan lain. Dengan demikian perusahaan kedua tidak memiliki hubungan kerja langsung dengan tenaga kerja/buruh yang bekerja padanya, hubungan hanya melalui perusahaan penyedia jasa tenaga kerja/buruh. Outsourcing adalah alternatif dalam melakukan pekerjaan sendiri, tetapi outsourcing tidak sekedar mengontrakan secara biasa, tetapi jauh melebihi itu.

1. Dasar pelaksanaan outsourcing

Pelaksanaan outsourcing melibatkan 3 (tiga) pihak yakni perusahaan penyedia tenaga kerja/buruh outsourcing, perusahaan pengguna tenaga kerja/buruh outsourcing, dan tenaga kerja/buruh outsourcing itu sendiri. Oleh karena itu perlu adanya suatu peraturan agar pihak-pihak yang terlibat tidak ada yang dirugikan khususnya tenaga kerja outsourcing. Mengingat bisnis outsourcing berkaitan erat dengan praktek ketenagakerjaan, maka Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan salah 1 (satu) peraturan pelaksanaan outsorcing di Indonesia yang ditemukan dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66.

(17)

”Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa tenaga kerja/buruh yang dibuat secara tertulis”.

Dengan demikian outsorcing dapat terlaksana bila sudah ditandatangani suatu perjanjian antara pengguna jasa tenaga kerja dan penyedia jasa tenaga kerja/buruh yaitu perjanjian pemborongan kerja atau penyediaan jasa tenaga kerja/buruh.

Pengertian perjanjian pemborongan menurut Pasal 1601 b Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyebutkan perjanjian pemborongan dengan pemborongan pekerjaan yaitu sebagai perjanjian dimana pihak kesatu (si pemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborong dengan menerima harga yang ditentukan. Definisi tersebut kurang tepat karena menganggap perjanjian pemborongan adalah perjanjian sepihak karena pemborong hanya mempunyai kewajiban saja sedangkan yang memborongkan hanya mempunyai hak saja.

Oleh Djumadi 2004, Pemborongan pekerjaan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak kesatu (si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaa, sedang pihak lain (yang memberi borongan) mengikatkandiri untuk membayar sesuai harga yang ditentukan.

(18)

“Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis”.

2. Syarat-syarat pekerjaan outsourcing

Pada dasarnya tujuan utama suatu perusahaan melakukan outsourcing adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keunggulan kompetitif perusahaan agar dapat mempertahankan hidup dan berkembang. Mempertahankan hidup berarti tetap dapat mempertahankan perkembangan pasar, sementara berkembang berarti dapat meningkatkan perkembangan pasar, dengan tujuan strategis ialah bahwa dengan melakukan outsourcing, perusahaan ingin meningkatkan kemampuannya berkompetisi, atau ingin meningkatkan atau sekurang-kurangnya mempertahankan keunggulan kompetitifnya. Kompetisi antara perusahaan umumnya menyangkut 3 (tiga) hal, yaitu harga produk, mutu produk dan layanan.

Oleh karena itu, pekerjaan harus diserahkan pada pihak yang lebih profesional dan lebih berpengalaman dari pada perusahaan sendiri dalam melaksanakan jenis pekerjaan yang diserahkan, tidak sekedar pihak ketiga saja. Namun demikian tidak semua pekerjaan dapat dialihkan dengan cara

outsourcing, hanya pekerjaan yang memenuhi syarat-syarat tertentu saja

yang dapat dialihkan kepada perusahaan lain. Perusahaan dalam hal ini dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan lainnya melalui :

(19)

Pasal 65 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan :

“Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis”.

Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 65 ayat (2) yaitu:

a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Berdasarkan Pasal 66 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, outsourcing dibolehkan hanya untuk kegiatan penunjang dan kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Dalam penjelasan Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa:

“Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang di luar usaha pokok (core bussiness) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayangan kebersihan (cleaning service), usaha penyedia makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman

(scurity/satuan pengaman), usaha penunjang disuatu penambangan dan

perminyakan, serta usaha penyedia angkutan pekerja/buruh”.

(20)

a. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada pemborong pekerjaan harus memenuhi syarat :

1) Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan;

2) Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

3) Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; 4) Tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya

apabila pekerjaan yang diborong tersebut apabila tidak dilaksanakan, maka kegiatan utama tetap berjalan sebagaimana mestinya.

b. Perusahaan pemberi pekerjaan wajib membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan.

c. Perusahaan pemberi pekerjaan menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang utama dan menunjang serta melaporkan kepada instansi ketenagakerjaan setempat.

3. Syarat-syarat Perusahaan Penyedia Jasa Tenaga Kerja Outsourcing

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur syarat-syarat perusahaan yang dapat menyediakan tenaga kerja/buruh agar kepentingan para pihak yang terlibat dalam perjanjian

outsourcing, baik pihak-pihak yang berhubungan maupun terhadap

(21)

Syarat-syarat tersebut dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan :

1. Perusahaan penyedia tenaga kerja haus berbentuk badan hukum (Pasal 65 ayat (3))

2. Perusahaan penyedia tenaga kerja harus mampu memberikan perlindungan upah dan kesejahteraan, memenuhi syarat-syarat kerja sekurang-kurangnya sama dengan perusahaan pengguna tenaga kerja atau peraturan-perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 65 ayat (4)), dengan kata lain perusahaan penyedia tenaga kerja minimal harus memiliki Peraturan Perusahaan yang telah disetujui oleh Departemen Tenaga Kerja.

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 antara lain :

1. Ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

2. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana terdapat dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.

3. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

4. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

5. Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Apabila ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan diatas tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara tenaga kerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara tenaga kerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

(22)

1. Pasal 3 ayat (2) : Penyerahan sebagian pelaksana pekerjaan kepada pemborong harus diserahkan kepada perusahaan yang berbadan hukum. 2. Pasal 3 ayat (3) : Ketentuan dalam ayat (1) dikecualikan bagi :

a. Perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak dibidang pengadaan barang;

b. Perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang jasa pemeliharaan dan perbaikan serta jasa konsultasi yang memper-kerjakan pekerja/buruh kurang dari 10 (sepuluh) orang.

3. Pasal 4 ayat (4) : Apabila pemborong yang akan menyerahkan lagi sebagian pekerjaan, maka penyerahan tersebut dapat diberikan kepada perusahaan pemborong pekerjaan yang tidak berbadan hukum.

4. Pasal 5 ayat (5) : Apabila perusahaan pemborong yang bukan berbadan hukum dimaksud ayat (3) tidak melaksanakan kewajibannya memenuhi hak-hak pekerja/buruh, maka perusahaan yang berbadan hukum dimaksud ayat (1) bertanggung jawab memenuhi kewajiban tersebut.

Pasal 4 berbunyi :

1. Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat pemborong pekerjaan berbadan hukum, atau terdapat pemborong pekerjaan berbadan hukum tetapi tidak memenuhi kualifikasi yang ditentukan perusahaan pemberi pekerjaan, maka penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dapat diserahkan kepada perusahaan pemborong yang tidak berbadan hukum.

2. Perusahaan penerima pemborongan yang tidak berbadan hukum dimaksud ayat (1) bertanggung jawab memenuhi hak-hak pekerja. 3. Tanggung jawab dimaksud ayat (2) harus dituangkan dalam perjanjian

pemborongan pekerjaan antara pemberi pekerjaan dengan perusahaan pemborong pekerjaan.

Menurut KEPMENAKERTRANS Nomor KEP-101/MEN/VI/2004 Pasal 2 disebutkan untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, perusahaan wajib memiliki ijin operasional dari instansi ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota sesuai dengan domisili perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh untuk mendapatkan ijin operasional, dengan menyampaikan permohonan dengan melampirkan :

a. Copy pengesahan sebagai badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau koperasib) Copy anggaran dasar yang di dalamnya memuat kegiatan usaha penyedia jasa pekerja/buruh;

(23)

c. Copy wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku.

Dinas Tenaga Kerja Kota/Kabupaten harus sudah menerbitkan ijin operasional terhadap permohonan yang telah memenuhi ketentuan diatas dalam waktu paling lama 30(tiga puluh) hari sejak permohonan diterima. Ijin operasional bagi perusahaan penyedia tenaga kerja berlaku diseluruh indonesia untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk angka waktu yang sama.

4. Ketentuan Bagi Perusahaan Pengguna Jasa Tenaga Kerja Outsourcing

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah membatasi pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain melalui pemborongan atau outsourcing. Kewajiban bagi pengguna jasa tenaga kerja, yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1), pengguna jasa tenaga kerja tidak boleh menggunakan tenaga kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Penjelasan Pasal 66 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, disebutkan bahwa :

Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan kebersihan (cleaning

service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha

(24)

Konsep dan pengertian usaha pokok atau core business dan kegiatan penunjang atau non core business adalah konsep yang berubah dan berkembang secara dinamis. Alexander dan Young (1996) mengatakan bahwa ada empat pengertian yang dihubungkan dengan core activity atau

core business, yaitu :

• Kegiatan yang secara tradisional dilakukan di dalam perusahaan. • Kegiatan yang bersifat kritis terhadap kinerja bisnis.

• Kegiatan yang menciptakan keunggulan kompetitif baik sekarang

maupun di waktu yang akan datang.

• Kegiatan yang akan mendorong pengembangan yang akan datang,

Gambar

Tabel 1.1 Tingkat Pencapaian Keberhasilan Implementasi K3

Referensi

Dokumen terkait

Single mode dapat membawa data dengan bandwidth yang lebih Single mode dapat membawa data dengan bandwidth yang lebih besar dibandingkan dengan multi mode fiber

Perusahaan terbuka mempunyai keuntungan yang tidak dimiliki oleh perusahaan tertutup, yaitu kemampuan untuk menawarkan kepemilikan saham kepada manajemen atau Direksi sebagai

Hasil penelitian yang disajikan pada gambar 4 dapat disimpulkan bahwa kondisi atau profil status gizi anak usia sekolah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2019 berada pada

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Minahasa Menurut Jenis Pendapatan (juta rupiah), 2012-2015. Sumber: Kabupaten Minahasa Dalam Angka

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: IDENTIFIKASI KESULITAN SISWA

Dari hasil penelitian ini akan terlihat bagaimana mahasiswa menerapkan peraturan tata guna lahan pada hasil tugas SPA 3 sesuai ketentuan yang telah diatur dalam RTRW