1
HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BITUNG
Andrew A. Mamesah*, A. Joy. M. Rattu*, Woodford B.S Joseph* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien dibanding dengan tenaga-tenaga yang lain. Pelayanan keperawatan terdiri dari perawatan langsung dan tidak langsung yang harus dilaksanakan secara professional. Fluktuasi beban kerja merupakan bentuk lain dari pembangkit stres kerja untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan dan saat-saat lain bebannya bisa berlebihan. Stres kerja perawat dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap kinerja perawat. Tingkatan stres yang rendah hingga menengah dapat memungkinkan perawat untuk bekerja secara lebih baik dengan cara meningkatkan intensitas kerja, kesiagaan, dan kemampuan beraksi perawat. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara stres kerja dengan kinerja perawat di RSUD Kota Bitung. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan rancangan penelitian Cross Sectional (potong lintang). Jumlah populasi 61 perawat dan sampel yang digunakan adalah total populasi. Analisis statistik yang digunakan adalah uji chi-square dengan α= 0,05, CI= 95%. Hasil penelitian menyatakan terdapat hubungan antara stres kerja dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bitung dengan nilai (p= 0,005, OR= 4,727,). Sebagai saran, pihak RSUD Kota Bitung agar dapat menurunkan beban kerja perawat dengan menambah jumlah perawat, sehingga stres kerja perawat dapat diminimalisir dan secara korelasi akan meningkatkan kinerja.
Kata Kunci: Stres Kerja, Kinerja Perawat
ABSTRACT
Nurse is the healthiest person who has the longest contact with patient compared to the other personnel. Nursing services consist of direct and indirect care that must be carried out professionally. Fluctuations in workload are another form of occupational stress generator for a certain period the load is very light and other times the load can be excessive. Occupational stress of nurse have positive and negative effect on nurse’s performance. Low to mid-level stress can enable nurses to work better by work intensity increasing, alertness, and nurse’s action ability. Purpose is this research is to know description and correlation between occupation stress with nurse performance at General Hospital Area of Bitung City. Type of this research is descriptive survey with cross sectional study design. Total population 61 nurses and the sample used is total population. Statistical analysis used is chi-square test with α= 0,05, CI= 95%. Research results stated there is correlation between occupational stress with nurse performance at General Hospital Area of Bitung City with value (p= 0,005, OR= 4,727,). As a suggestion, the General Hospital in ordered to reduce the workload of nurses by increasing the number of nurses, so the occupational stressors can be minimized and correlation to improvedthe performance.
2
PENDAHULUANRumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat dengan
karakteristik tersendiri yang di pengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Fluktuasi beban kerja merupakan bentuk lain dari pembangkit stres kerja. Untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan dan saat-saat lain bebannya bisa berlebihan.Keadaan yang tidak tepat tersebut dapat menimbulkan kecemasan, ketidakpuasan kerja dan kecenderungan meninggalkan kerja (Munandar, 2007).
Stres merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks dan unik.Stres dalam hal ini digambarkan sebagai kekuatan yang menimbulkan
tekanan-tekanan dalam diri, stres dalam
pendekatan ini muncul jika tekanan yang dihadapi melebihi batas normal (Helmi, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penyebab stres kerja perawat adalah beban kerja yang berlebihan, lingkungan kerja yang beresiko, waktu pembedahan yang menekan, hal tersebut
menunjukan stres yang berhubungan
dengan aktivitas dan lingkungan
fisik.Sedangkan hubungan dengan dokter dan teman sejawat karena komunikasi buruk dapat menyebabkan stres yang berhubungan dengan mental (Azizpour, 2013).
Bukti menunjukkan bahwa stres dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap kinerja karyawan. Bagi banyak karyawan, tingkatan stres yang rendah
hingga menengah memungkinkan
karyawan untuk menunaikan pekerjaan
secara lebih baik dengan cara
meningkatkan intensitas kerja, kesiagaan,
dan kemampuan beraksi karyawan
(Robbins, 2011).
Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perawat di ruang khusus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor personal/individu (pengetahuan, skill, kemampuan, motivasi,
komitmen, psikologis), faktor
kepemimpinan (kualitas dalam
memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader), Faktor tim (dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim), faktor sistem (sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan organisasi, proses organisasi dan
3
kultur kinerja organisasi) dan faktor kontekstual/situasional (Wirawan, 2009).Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bitung adalah sebagai tempat kerja yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan yang beroperasi 24 jam setiap hari. Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Bitung
memiliki 61 perawat yang terdiri dari 16 S1 ners, 22 fungsional perawat DIII, 20 fungsional perawat SPK dan 3 perawat gigi. Berdasarkan hasil wawancara awal peneliti dengan 7 perawat di RSUD Kota Bitung dijumpai 5 perawat mengalami stres kerja dan 2 orang tidak. Dari hasil
observasi terhadap stres perawat dijumpai
5 perawat merasa bingung, sering
meningggalkan pekerjaan, terlihat kurang tidur, dan mudah mengeluh.Hal ini
mendorong peneliti untuk mengkaji
tentang hubungan antara stres kerja dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bitung.
IHASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Umur di RSUD Kota Bitung
No. Kelompok Umur n %
1. 23 - 30 tahun 26 42,9
2. 31 - 40 tahun 15 24,5
3. 41 - 50 tahun 10 16,3
4. 51 - 54 tahun 10 16,3
Jumlah 61 100
Dari tabel 1 menunjukan bahwa sebagian besar perawat berumur 23-30 tahun (42,9%). Hal ini disebabkan di RSUD Kota Bitung dalam penempatan
perawat perlu perawat yang
berpengalaman, mempunyai kemampuan khusus dan pengetahuan yang terdepan dalam menangani kasus-kasus gawat darurat. Menurut hasil penelitian dari Emita, S (2014) bahwa perawat pelaksana di RSUD dr. Achmad Mochtar Bukittinggi yang berumur <32 tahun mempunyai kinerja kurang (53,4%) lebih besar dibandingkan dengan perawat pelaksana umur ≥32 tahun (33,7%). Hal ini
disebabkan karena perlu adanya perawat
yang berpengalaman, mempunyai
kemampuan khusus dalam menangani kasus-kasus kegawat daruratan tinggi. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin di RSUD Kota Bitung
N o. Jenis Kelamin N % 1. Laki-laki 9 14,8 2. Perempu an 52 85,2 Jumlah 61 100
Dari tabel 2 menunjukan perawat yang paling banyak adalah perempuan
4
yaitu sebanyak 52 responden (85,2%). Hasil penelitian dari Kristianti (2016) juga menjelaskan bahwa karakteristik perawat yang bekerja di Ruang Perawatan Khusus RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri jika dilihat dari jenis kelamin banyak adalah perempuan yaitu 59,4%.Hal ini terjadi karena dunia keperawatan identik dengan wanita yang lebih dikenal dengan mother instinc.Jenis kelamin responden dalam penelitian ini lebih banyak perempuan di bandingkan
laki-laki.Keadaan ini memungkinkan
perempuan lebih baik kinerjanya
dibandingkan laki-laki.
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi
Karakteristik Responden Menurut
Pendidikan di RSUD Kota Bitung N o. Pendidik an N % 1. S1 29 47,5 2. DIII 27 44,3 3. SPK 5 8,2 Jumlah 61 100
Dari tabel 3 menunjukan bahwa sebagian besar responden berpendidikan S1 Keperawatan yaitu sebanyak 29 responden (47,5%). Berbanding dengan hasil penelitian dari Mulyono (2013) menunjukan bahwa perawat di Rumah Sakit Tingkat III 16.06.01 Ambon
sebagian besar perawat berpendidikan DIII sebanyak 15 orang (23,4%). Tenaga keperawatan yang berpendidikan tinggi motivasinya akan lebih baik karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan perawat yang berpendidikan rendah sehingga akan meningkatkan kinerja.
Sejalan dengan Notoatmodjo
(2005), menyatakan bahwa orang-orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki pendidikan yang rendah dan melalui pendidikan
seseorang dapat meningkatkan
kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Status Perkawinan di RSUD Kota Bitung
N o. Status Perkawin an N % 1. Kawin 47 77,0 2. Belum Kawin 14 23,0 Jumlah 61 100
Dari tabel 4 menunjukan bahwa perawat yang sudah kawin lebih banyak dari perawat yang belum kawin yaitu
5
Berbanding terbalik dengan hasil
penelitian dari Mulyono (2013)
menunjukan bahwa perawat di Rumah Sakit Tingkat III 16.06.01 Ambon yang sudah kawin sebanyak 12 orang (18,8%) dan yang belum kawin sebanyak 52 orang (81,2%).
Satus Pernikahan memaksakan peningkatan tanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting (Stephen P Robbins, 2001).
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Masa Kerja di RSUD Kota Bitung No. Masa Kerja n % 1. 1-15 tahun 27 44,3 2. 16-30 tahun 34 55,7 Jumlah 61 100
Dari tabel 5 menunjukan bahwa responden dengan masa kerja 16-30 tahun lebih banyak yaitu sebanyak 34 responden (55,7%). Hasil penelitian dari Kristianti, E (2016) diketahui bahwa sebagian besar perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri mempunyai masa kerja
antara 1-9 tahun yaitu sebanyak 44 responden (63,8%).
Pengalaman bekerja banyak
memberikan keahlian dan keterampilan kerja.Sebaliknya, terbatasnya pengalaman kerja mengakibatkan tingkat keahlian dan
keterampilan yang dimiliki makin
rendah.Pengalaman bekerja merupakan modal utama seseorang untuk terjun dalam bidang tertentu.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Stres Kerja di RSUD Kota Bitung No . Stres Kerja N % 1. Stres 24 39,3 2. Tidak Stres 37 60,7 Jumla h 61 100
Dari tabel 6 diketahui bahwa sebagian besar perawat mempunyai stres dalam tingkatan tidak stres yaitu sebanyak 37 responden (60,7%). Hasil penelitian dari Kristianti (2016) diketahui bahwa sebagian besar perawat sebanyak 55,1%
mengalami stres sedang sebagian
mengalami tidak stres 44,9%. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hawari (2017), yang dimaksud dengan stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Stres kerja
6
merupakan perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Emita (2014) bahwa sebagian besar perawat di RSUD dr. Achmad Muchtar Bukittinggi mengalami stres kerja berat (56,7%).
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Kinerja di RSUD Kota Bitung No . Kinerj a N % 1. Baik 34 55,8 2. Tidak Baik 27 44,2 Jumlah 61 100
Dari tabel 7 menjelaskan hasil penelitian mengenai kinerja perawat di RSUD Kota Bitung diketahui bahwa sebagian perawat memiliki kinerja tidak baik yaitu sebanyak 44,2%. Keadaan ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu beratnya beban kerja perawat misalnya merawat pasien kritis terlalu banyak, perawat harus selalu di
depan pasien karena membutuhkan
pengawasan khusus dan kekurangan
tenaga, sehingga faktor-faktor tersebut
menjadikan perawat tidak cukup waktu untuk mengisi dokumentasi keperawatan dengan baik. Hasil penelitian ini mendukung penilitian Mulyono (2013) yang berjudul "Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Tingkat III 16.06.01 Ambon" menemukan sebagian besar kinerja perawat dalam kategori cukup/sedang sebesar 73,92%.
Sedangkan hasil penelitian dari Kristianti (2016) menunjukan sebagian besar perawat di RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri hanya
memiliki kinerja dalam tingkatan cukup yaitu sebanyak 75,4%. Wirawan (2009) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri dari faktor internal (bakat, sifat pribadi, kreativitas,
keadaan fisik serta psikologis,
pengetahuan, ketrampilan, kompetensi, pengalaman kerja, stres kerja, etos kerja dan motivasi kerja), lingkungan internal organisasi (kebijakan organisasi, sistem
managemen, strategi komunikasi
organisasi, kepemimpinan, kompensasi, budaya organisasi, iklim organisasi dan teman sekerja) dan lingkungan eksternal (kehidupan ekonomi, kehidupan politik, sosial, budaya, agama dan kompetitor).
7
Tabel 8. Hubungan antara Stres Kerja dengan Kinerja Perawat di RSUD Kota Bitung
Stres Kerja
Kinerja
pvalue
Baik Tidak Baik Total OR CI
95% N % n % N % Tidak Stres 26 42,7 11 18,0 37 60,7 4,727 p=0,005 Stres 8 13,1 16 26,2 24 39,3 Total 34 55,8 27 44,2 61 100
Tabel 4.6 di dapatkan hasil bahwa perawat yang tidak stress mempunyai kinerja baik sebanyak 26 responden (42,7%) dan kinerja tidak baik sebanyak 11 responden (18,0%). Responden yang mengalami stress mempunyai kinerja tidak baik sebanyak 16 responden (26,2%) dan kinerja baik sebanyak 8 responden (13,1%). Hasil analisis dengan program
komputerisasi diperoleh nilai
Pvaluesebesar 0.005 untuk jumlah sampel 61 dalam taraf signifikan 5% (0,05). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR= 4,727 yang artinya perawat yang tidak stress mempunyai peluang hampir 5 kali lebih besar untuk mempunyai kinerja baik dibandingkan dengan perawat yang stress.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunaryo (2004) bahwa terdapat banyak sumber yang mempengaruhi stres kerja pada perawat yang bisa mengakibatkan turunnya kualitas atau kinerja seorang perawat dalam melakukan tugasnya, salah satunya dalam melaksanakan standar
asuhan keperawatan.Stres kerja
merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang.
Hasil penelitian dari Kristianti
(2016) menunjukkan bahwa ada
hubungan yang cukup kuat antara stres kerja dengan kinerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri dengan nilai Spearman's rho sebesar -0,429 dengan probabilitas (p) sebesar 0,000.
Penelitian ini juga mendukung
penelitian Hafsah (2013) tentang
“Hubungan Antara Stres Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai Tahun 2012” dilihat dari uji chi-square didapatkan nilai p=0,000 < 0,05 dan koefisien korelasi r = 0,682 menunjukan hubungan yang kuat, penelitian ini bersifat positif, stres kerja perawat mayoritas kategori sedang (42,2%), kinerja perawat mayoritas cukup (48,9%) dan hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan
8
yang signifikan antara stres kerja dengan kinerja.Penelitian ini juga mendukung
penelitian Emita (2014), Adanya
hubungan antara stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap bedah, dan interna RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2014 dengan p value = 0,023.
KESIMPULAN
1. Karakteristik perawat di RSUD Kota Bitung sebagian besar berumur 23-30
tahun (43,9%), sebagian besar
perempuan (85,2%), sebagian besar
berpendidikan S1 Keperawatan
(47,5%), sebagian besar sudah kawin
(77,0%) dan sebagian besar
mempunyai masa kerja 16-30 tahun (55,7%).
2. Tingkat stress kerja perawat di RSUD Kota Bitung berada pada tingkatan stress (39,3%) dan tidak stres (60,7%).
3. Tingkat kinerja perawat di RSUD Kota Bitung berada pada tingkatan
tidak baik (44,2%) dan baik
(55,8%%).
4. Hasil menunjukan bahwa adanya
hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kinerja perawat di RSUD Kota Bitung yaitu perawat yang tidak stres (60,7%) memiliki kinerja yang
baik (55,8%) dengan Pvalue 0,005 dan nilai OR CI 4,727.
SARAN
1. Bagi Instansi RSUD Kota Bitung Bagi pihak RSUD Kota Bitung agar
dapat menurunkan beban kerja
perawat dengan menambah jumlah perawat, sehingga stres kerja perawat dapat diminimalisir dan secara korelasi akan meningkatkan kinerja. 2. Bagi Perawat
Penelitian ini memberikan pembuktian tentang stres kerja yang dialami di
rumah sakit dan bagaimana
hubungannya dengan kinerja perawat, sehingga dengan adanya penelitian ini perawat bisa untuk mengendalikan stres yang pada umumnya sering di rasakan perawat sehingga perawat bisa
lebih baik dalam melaksanakan
pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Azizpour, Y. 2013. A Survey the
Associated Factors of Stress
AmongOperating Room
Personnel. Thrita journal Of Medical Science.Vol. 2. No.3. 19-23. September 2013.
Emita, S. 2014. Hubungan Antara Stres
Kerja Dengan Kinerja
9
Rawat Inap RSUD dr. Achmad MochtarBukittinggi.jurnal.umsb.ac.id. Vol.2.No.2. Februari 2014.
Hafsah, J. 2013. Hubungan Antara Stres Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai Tahun 2012. Medan: Universitas Sumatera Utara. Vol.4 No.1.Februari 2013.
Hasibuan, M.S.P. 2015.Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Hawari, D. 2017. Skizofrenia Kepribadian Terbelah/Retak/Ganda (Split Personality). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Kristianti, E. 2016.Hubungan Stres Kerja dengan Kinerja Perawat dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan di Ruang
Perawatan Khusus RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, Surakarta: Stikes Kusuma Husada.
Mulyono, H. 2013. Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Kinerja Perawatdi Rumah Sakit Tingkat III 16.06.01 Ambon. Jurnal AKK. .Vol.2 No.1.Januari 2013.
Munandar. 2007. Stres dan Kepuasan Kerja. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. 2007. Manajemen
Keperawatan dan Aplikasinya.
Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Robbins, S.P. 2011. Perilaku Organisasi. Edisi Duabelas, Jakarta: Salemba Empat.
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk
Keperawatan. Jakarta: EGC. Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber
Daya Manusia: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Empat.