• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN POLA ASUH DAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH DI WILAYAH PUSKESMAS SAIGON KECAMATAN PONTIANAK TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN POLA ASUH DAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH DI WILAYAH PUSKESMAS SAIGON KECAMATAN PONTIANAK TIMUR"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

GAMBARAN POLA ASUH DAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH

DI WILAYAH PUSKESMAS SAIGON KECAMATAN PONTIANAK TIMUR

VIVIN YULINDAR NIM I11107059

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

PONTIANAK 2012

(2)
(3)

Gambaran Pola Asuh dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita Bawah Garis Merah di Wilayah Puskesmas Saigon

Kecamatan Pontianak Timur

Vivin Yulindar1, Agus Fitriangga2, Diana Natalia3 Intisari

Latar Belakang: Pola asuh dan sosial ekonomi keluarga berperan penting dalam tumbuh kembang balita. Balita BGM adalah balita dengan BB/U berada pada bawah garis merah pada kartu menuju sehat. Balita BGM menjadi indikator awal bahwa balita tersebut mengalami masalah gizi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola asuh dan tingkat sosial ekonomi keluarga balita BGM di wilayah Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur.

Metodologi: Penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional.

Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling

dan diperoleh sampel sebanyak 32 responden di wilayah Puskesmas Saigon.

Hasil. Gambaran pola asuh keluarga balita BGM berupa dukungan/perhatian untuk ibu 26 responden baik dan 6 responden tidak baik; praktek pemberian makan 27 responden baik dan 5 responden tidak baik; rangsangan psikososial dan praktek kebersihan 32 responden baik; serta perawatan anak dalam keadaan sakit 23 responden baik dan 9 responden tidak baik. Tingkat sosial ekonomi keluarga balita BGM berupa tingkat pendidikan ibu 11 responden rendah, 19 responden sedang, dan 2 responden tinggi; status pekerjaan 11 responden bekerja dan 21 responden bekerja; jumlah anggota keluarga 20 responden ≤4 orang dan 12 responden >4 orang, dan pendapatan 13 responden berada di bawah UMK dan 19 responden berada di atas UMK(Upah Minimum Kerja).

Kesimpulan. Sebagian besar keluarga yang memiliki balita BGM di wilayah Puskesmas Saigon memiliki pola asuh dan tingkat sosial ekonomi yang baik.

Kata Kunci: Pola asuh, sosial ekonomi, balita bawah garis merah

1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat

2. Departemen Kesehatan Komunitas, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat

3. Departemen Parasitologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat

(4)

Parenting Style and Family Socioeconomic Status in Toddler with Below Red Line in Saigon Community Health Center Area,

East Pontianak District

Vivin Yulindar1, Agus Fitriangga2, Diana Natalia3 Abstract

Background. Parenting style and family socioeconomic status are important

factor in toddler growth and development. Toddlers below red line (BRL) are toddlers whose weight for age are under red line marker (two standard deviations) in Kartu Menuju Sehat (KMS / Children Status Card). Toddler with BRL is an early sign for nutrition problems.

Objective. This study aim is to describe pareting style and family socioeconomy

status of toddler BRL in Saigon Community Health Center, East Pontianak District.

Methodology. This study was descritptive study with cross sectional approach.

Data were taken with interview and questionaire. Samples were choosed with consecutive sampling for 32 respondences in Saigon CHC.

Result. Parenting Style in toddler BRL such as support from mother was

sufficient in 26 respondences and insufficient in 6 respondences; feeding practice was good in 27 respondences and not good in 5 respondences; all respondences were good in psychosocial stimulus and hygiene practice, caring of sick child was good in 23 respondencse and not good in 9 respondences. Family socioeconomic status of toddler BRL such as mother education lebel were low in 11 respondences, average in 19 respondences and high in 2 respondences; 11 respondences were working and 21 respondences were not working; family size were 4 people in 20 respondences and >4 people in 12 respondences; family income in 13 respondences below City Minimal Wage (CMW) while 19 respondences had income above CMW.

Conclusion: Most of families with toddler BRL in Saigon CHC had good prenting

style and socioeconomic status.

Keywords: parenting style, socioeconomic status, toddlers below red line

1. Medical School, Faculty of Medicine, Universitas Tanjungpura, Pontianak, West Borneo

2. Departement of Public Health, Faculty of Medicine, Universitas Tanjungpura, Pontianak, West Borneo

3. Departement of Parasitology, Faculty of Medicine, Universitas Tanjungpura, Pontianak, West Borneo

(5)

PENDAHULUAN

Kesepakatan global berupa Millenium Development Goals (MDGs) menegaskan bahwa pada tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Salah satu tujuan yang dimiliki Indonesia adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dimana terdapat target menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan dengan indikator persentase anak berusia di bawah lima tahun (balita) yang mengalami gizi buruk dan persentase anak-anak berusia lima tahun (balita) yang mengalami gizi kurang.1

Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, persediaan pangan, sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, dan adanya daerah miskin Iodium. Berbagai faktor sosial ekonomi ikut mempengaruhi pertumbuhan anak. Faktor sosial ekonomi tersebut antara lain: pendidikan, pekerjaan, budaya, pendapatan keluarga, besarnya jumlah anggota keluarga.2,3

Status gizi balita diukur dari hasil pengukuran antropometri berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan. Indikator BB/U memberikan indikasi tentang masalah gizi secara umum. Gambaran status gizi balita dengan indikator BB/U berdasarkan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan bahwa provinsi Kalimantan Barat menempati urutan ketiga sebagai provinsi dengan prevalensi balita gizi buruk tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 9,5 % (sembilan koma lima %).4

Pola asuh berperan penting dalam menentukan status gizi balita. Apabila pola asuh anak kurang, dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Begitu juga terhadap balita BGM. Bila balita BGM tidak mendapatkan perhatian khusus dari keluarga, dapat mengakibatkan status gizi balita tersebut semakin menurun.5

Kecamatan rawan gizi yang tercantum dalam profil kesehatan Pontianak, yaitu kecamatan Pontianak Barat, Pontianak Timur, dan Pontianak Utara. Kasus balita BGM di Kota Pontianak pada tahun 2010

(6)

sebanyak 517 kasus. Kasus terbanyak terdapat di dua kecamatan yakni kecamatan Pontianak Utara dan Pontianak Timur sebanyak 136 kasus.6,7

Jumlah kasus balita BGM Kecamatan Pontianak Timur sama dengan Kecamatan Pontianak Utara yang luas wilayah lebih besar dibanding Pontianak Timur. Dari enam puskesmas yang terdapat di kecamatan Pontianak Timur, Puskesmas Saigon memiliki angka kejadian balita BGM terbanyak, yaitu 33 kasus balita BGM.7

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pola asuh dan tingkat sosial ekonomi keluarga yang memiliki balita BGM di wilayah kerja puskesmas Saigon kecamatan Pontianak Timur.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan

pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2012 di wilayah kerja Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur.

Subjek penelitian ini adalah Ibu yang memiliki balita BGM di wilayah kerja Puskesamas Saigon Kecamatan Pontianak Timur dengan memperhatikan kriteria inklusi: balita yang pernah atau sedang mengalami BGM, balita yang terdaftar di puskesmas Saigon dan / atau posyandu binaan, ibu yang memiliki balita bertempat tinggal di wilayah kelurahan Saigon, ibu balita bersedia untuk diwawancara; dan kriteria eksklusi: balita yang tidak pernah menimbang di Puskesmas Saigon dan/atau posyandu binaan. Subjek dipilih berdasarkan (non-probability sampling) dengan menggunakan teknik consequtive sampling dan dengan jumlah sampel minimal 78 sampel.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer berupa hasil wawancara dengan ibu yang memiliki balita BGM yang berada di wilayah kerja Puskesmas Saigon kecamatan Pontianak Timur

(7)

dengan instrumen daftar pertanyaan yang telah dibuat dan dibagikan kepada sampel dan data sekunder berupa Kartu Menuju Sehat (KMS). Variabel yang diteliti meliputi pola asuh ibu yang berupa perhatian/dukungan untuk ibu, praktek pemberian makanan, rangsangan psikososial, praktek kebersihan, dan perawatan kesehatan anak; sosial ekonomi berupa tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga; dan balita BGM. Pengolahan data pada penelitian ini dengan cara melakukan analisis berdasarkan data yang diperoleh dengan mengadakan perhitungan statistik deskriptif secara komputerisasi, dan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Kelompok Umur Responden

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa umur ibu termuda pada penelitian ini adalah 25 tahun dan tertua adalah 39 tahun.Gambaran distribusi responden beradasarkan kelompok umur responden di wilayah Puskesmas Saigon dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1

Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Umur ( tahun ) Jumlah

Responden Persentase 25 – 27 7 21,9 % 28 – 30 7 21,9 % 31 – 33 7 21,9 % 34 – 36 5 15,6 % 37 – 39 6 18,8 % Jumlah 32 100 %

Berdasarkan data dari tabel di atas, sebaran umur responden tidak terlihat adanya kelompok umur yang mendominasi. Kelompok umur yang ada menunjukkan jumlah yang tidak jauh berbeda.

(8)

Kelompok Umur Balita BGM

Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita BGM termuda berumur 21 bulan dan tertua dengan umur 59 bulan. Gambaran distribusi balita berdasarkan kelompok umur di wilayah Puskesmas Saigon dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2

Distribusi Anak Responden Berdasarkan Kelompok Umur Umur (bulan) Jumlah Balita Persentase

21-26 4 12,5% 27-32 4 12,5% 33-38 2 6,3% 39-44 8 25% 45-50 9 28,1% 51-56 1 3,1% 57-61 4 12,5% Jumlah 32 100 %

Jenis Kelamin Balita

Berdasarkan pengelompokkan balita BGM sesuai dengan jenis kelamin, didapatkan jumlah yang sama yaitu 16 balita (50%) adalah laki-laki dan 16 balita (50%) adalah perempuan.

B. Pola Asuh Keluarga

Tabel 3

Distribusi Responden berdasarkan Pola Asuh Pola Asuh Kategori Dukungan/ Perhatian untuk Ibu Praktek Pemberian Makan Rangsangan Psikososial Praktek Kebersihan Perawatan Anak dalam Keadaan Sakit a b a b a B a b a b Baik 26 81,3% 27 84,4% 32 100% 32 100% 23 71,9% Tidak Baik 6 18,7% 5 15,6% 0 0% 0 0% 9 28,1% Jumlah 32 100% 32 100% 32 100% 32 100% 32 100% Keterangan:

(9)

Dukungan/Perhatian untuk Ibu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh menurut dukungan/perhatian untuk ibu sebagian besar dalam kategori baik (81,3%). Kategori baik ini terukur karena sebagian besar skor dari kuesioner berkisar antara 12-16 poin. Berdasarkan data dari hasil penelitian, 11 responden (34,4%) yang hanya beristirahat  40 hari. Hal ini dikarenakan tidak ada yang membantu dalam melakukan pekerjaan sehari-hari dirumah. Ketika suami dirumah, ada sebagian yang membantu pekerjaan rumah dan mengasuh anak, dan ada pula yang hanya memanfaatkan waktu yang ada untuk beristirahat setelah pergi bekerja.

Pola asuh dukungan/perhatian untuk wanita menurut Yanthy Septherina sebagian besar berada pada kategori baik dan hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara dukungan/perhatian untuk wanita dengan status gizi anak.5

Praktek Pemberian Makan

Distribusi responden pada penelitian ini dalam hal praktek pemberian makan menunjukkan bahwa 84,4% dalam kategori baik. Sebagian besar ibu memberikan ASI dan kolostrum untuk balitanya. Bagi ibu yang tidak memberikan kolostrum kepada balitanya dikarenakan mereka menuruti kata orang tua mereka yang menyatakan kolostrum harus dibuang terlebih dahulu karena kotor. Untuk pemberian MPASI, sebagian besar ibu memberikan pada umur lebih dari 6 bulan. Hal lain yang tergali dalam penilaian pola asuh ini adalah bagaimana porsi makanan balita dan apakah balita suka mengkonsumsi sayur setiap harinya. Sebagian besar balita tidak menghabiskan makanannya dan hanya makan dalam jumlah yang terbilang sedikit menurut orang tua mereka.

Dari segi persiapan dan penyimpanan makanan, sebagian besar keluarga menggunakan air hujan dalam mencuci bahan makanan sebelum dimasak. Akan tetapi, menurut sebagian ibu, ada juga yang mencampur dengan air parit untuk mencuci bahan makanan. Seperti yang

(10)

kita ketahui bahwa daerah kelurahan Saigon sangat dekat dengan sungai kapuas. Penggunaan air parit ini ketika tampungan air hujan sudah tidak mencukupi. Untuk tempat penyimpanan makanan yang telah dimasak, 43,8% ibu menyimpan di panci bertutup, 34,4% menyimpan di dalam lemari makanan, dan 21,9% di bawah tudung saji. Tempat penyimpanan makanan yang termasuk aman dari pencemaran debu dan binatang.

Penelitian yang dilakukan oleh Natalia pada balita Desa Durian IV Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa praktek pemberian makan sebagian besar berada pada kategori baik. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yanthy Septherina di Kecamatan Harian, menunjukkan hasil bahwa praktek pemberian makan sebagian besar dikategorikan tidak baik.5,8

Rangsangan Psikososial

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh berupa rangsangan psikososial berada pada kategori baik yaitu sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa ibu memberikan waktu pada anaknya untuk bermain dengan teman-temannya. Pengawasan yang diberikan ibu berupa izin dan mengetahui tempat dimana anaknya sedang bermain. Ketika sore hari, ibu biasanya akan ikut turut menemani anak saat sedang bermain diluar rumah. Anak memerlukan alat alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf perkembangannya.9

Penelitian yang dilakukan oleh Perangin-angin pada anak umur 0-24 bulan di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Brastagi Kabupaten Karo menunjukkan bahwa sebagian besar pola asuh rangsangan psikososial dikategorikan baik. Begitu pula penelitian Yanthy Septherina di Kecamatan Harian dan Kecamatan Bukit menunjukkan hasil yang sama yaitu pola asuh rangsangan psikososial dikategorikan baik.5,10

Praktek Kebersihan

(11)

kebesihan di wilayah Puskesmas Saigon. Berdasarkan hasil observasi di wilayah kelurahan Saigon, sebagian besar lingkungan tempat tinggal reponden bersih yang terlihat dari perkarangan rumah yang tidak terdapat banyak sampah yang berserakan. Hal ini dikarenakan hampir seluruh rumah memiliki tempat pembakaran sampah sendiri di dekat rumahnya. Sebagian yang lain juga ada yang mengumpulkan sampah-sampah tersebut kemudian dibuang di tempat sampah umum. Sirkulasi udara di setiap rumah responden berada dalam kategori yang cukup baik. Ventilasi dan jendela berperan dalam membuat sirkulasi udara yang baik. Kebersihan lingkungan sangat penting karena sumber infeksi sangat banyak di sekeliling anak. Oleh karena itu, untuk menghindari segala kemungkinan infeksi dan penyakit, maka anak harus diamankan dari serangan penyakit dengan menjaga lingkungan.

Menurut Sulistijani11, lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus-menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti mandi, cuci tangan sebelum makan, dan menyikat gigi.

Penelitian di Kecamatan Buhit dan Harian oleh Yanthy Septherina juga menunjukkan hal yang sama yaitu praktek kebersihan dikategorikan dalam kategori baik. Dan tidak terdapat hubungan antara praktek kebersihan dengan status gizi anak.5

Perawatan Anak dalam Keadaan Sakit

Praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah salah satu aspek pola asuh yang mempengaruhi gizi anak. Dalam hal ini gizi anak yang dilihat berdasarkan BB/U. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh anak dalam memberikan perawatan anak sudah cukup baik. Jumlah responden yang dikategorikan baik sebanyak 23 responden (71,9%). Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar ibu membawa anaknya ke puskesmas atau posyandu binaan untuk menimbang berat badan satu

(12)

bulan sekali. Ibu yang tidak teratur menimbang berat badan anak berjumlah 12 orang. Hal ini dikarenakan ada ibu yang tidak mempunyai waktu akibat sedang bekerja, ada yang sering lupa tanggal kegiatan posyandu berlangsung dan ada pula yang hanya membawa anaknya ke puskesmas jika anaknya sakit.

Penelitian oleh Perangin-angin di Kabupaten Karo menunjukkan hasil ada kecenderungan dengan semakin baiknya pola asuh anak, proporsi gizi baik juga akan semakin besar. Peneliti lain yaitu Yanthy Septherina yang mengungkapkan pola asuh berupa perawatan keluarga dalam keadaan sakit dengan status gizi anak di kecamatan Buhit dan Harian dalam kategori baik.5,10

C. Sosial Ekonomi Keluarga Pendidikan Responden

Tabel 4

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase Rendah 11 34,4 % Sedang 19 59,4% Tinggi 2 6,3 % Jumlah 32 100 %

Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi faktor yang mempengaruhi gizi anak dalam keluarga. Salah satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua akan gizi anak. Hal ini bisa disebabkan karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang rendah. Pendidikan ibu akan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan ibu dalam pengasuhan anak yang selanjutnya dapat mempengaruhi keadaan gizi anak. Peningkatan tingkat pendidikan akan mempermudah seseorang menerima informasi, termasuk informasi gizi dan kesehatan sehingga dapat meningkatkan

(13)

pengetahuan gizi dan kesehatan yang selanjutnya akan menimbulkan sifat yang positif di bidang kesehatan.12,13

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mia Sarah di Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita. Semakin tinggi pendidikan ibu semakin baik BB/U anak. Semakin tinggi pendidikan ibu, semakin tinggi kemampuan untuk menyerap pengetahuan praktis dan pendidikan formal terutama media massa.13

Status Pekerjaan Responden

Tabel 5

Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Status Pekerjaan Jumlah

Responden

Persentase

Bekerja 11 34,4 %

Tidak Bekerja 21 65,6 %

Jumlah 32 100 %

Bertambah luasnya lapangan kerja semakin mendorong banyaknya kaum wanita yang bekerja terutama di sektor swasta. Di satu sisi hal ini berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak.14

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yanthy Spetherina di Kabupaten Samosir, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi anak. Salah satu dampak negatif yang dikhawatirkan timbul sebagai akibat dari keikutsertaan ibu-ibu pada kegiatan di luar rumah adalah keterlantaran anak terutama anak balita, padahal masa depan kesehatan anak dipengaruhi oleh pengasuhan dan keadaan gizi sejak usia bayi sampai anak berusia 5 tahun yang merupakan usia penting, karena pada umur tersebut anak belum dapat melayani kebutuhan sendiri dan bergantung pada pengasuhnya.5,15

(14)

Jumlah Anggota Keluarga

Tabel 6

Distribusi Responden berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Responden Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Responden Persentase ≤ 4 orang 20 62,5 %  4 orang 12 37,5 % Jumlah 32 100 %

Jumlah anggota keluarga mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Pada hasil penelitian didapatkan bahwa 62,5 % keluarga yang bertempat tinggal di Kelurahan Saigon memiliki jumlah anggota keluarga inti ≤ 4 orang, akan tetapi masih saja banyak balita yang mengalami BGM di wilayah tersebut. Hal ini bisa disebabkan karena tidak hanya satu keluarga inti saja yang tinggal dalam satu rumah. Dari hasil penelitian terdapat 59,37 % keluarga yang memiliki jumlah lebih dari empat orang yang tinggal dalam satu rumah.

Sebagian besar dari balita yang menjadi sampel penelitian merupakan anak paling kecil dalam keluarganya (24 balita atau 75% dari total sampel). Di antara semua anggota keluarga, anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh jika terdapat kekurangan pangan. Dan situasi seperti ini biasanya terjadi jika besar keluarga bertambah.

Penelitian Mia Sarah menemukan bahwa jumlah anggota keluarga yang banyak dapat mengakibatkan status gizi anggota keluarga terutama anak menjadi buruk. Jumlah anggota keluarga yang banyak mengakibatkan kebutuhan makanan meningkat sedangkan pendapatan keluarga tidak meningkat. Hal ini dapat mengakibatkan asupan gizi anak kurang dan status gizi anak juga akan menurun. Anak paling kecil dalam keluarga biasanya yang paling terpengaruh jika terjadi kekurangan pangan. 13

(15)

Pendapatan Keluarga Responden Tabel 7

Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga Responden Penghasilan Keluarga Jumlah

Responden

Persentase

Di bawah UMK 13 40,6 %

Di atas UMK 19 59,4 %

Jumlah 32 100%

Pendapatan keluarga mempengaruhi ketahanan pangan keluarga. Ketahanan pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat mengakibatkan gizi kurang. Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa 40,62 % keluarga berpenghasilan di bawah UMK untuk per bulannya dan 59,38% di atas UMK. Ini menunjukkan bahwa pendapatan di atas UMK tidak menjamin bahwa anak tidak akan mengalami BGM.

Hal ini dapat disebabkan pada keluarga dengan pendapatan yang tinggi kurang baik dalam mengatur bekanja keluarga. Ada juga keluarga yang membeli pangan dalam jumlah cukup akan tetapi kurang pandai dalam memilih jenis pangan yang dibeli yang akan berakibat kurangnya mutu dan keragaman pangan yang diperoleh sehingga dapat mempengaruhi keadaan gizi anak.16

D. Pola Asuh dan Tingkat Sosial Ekonomi Tabel 8

Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh dan Tingkat Sosial Ekonomi Sosial

Ekonomi

Pola Asuh

Pendidikan Status Pekerjaan Jumlah Anggota Keluarga

Pendapatan

Rendah Sedang Tinggi Kerja Tidak kerja ≤ 4  4 Di atas UMK Di bawah UMK Baik 10 19 2 11 20 19 12 18 13 Tidak baik 1 - - - 1 1 - 1 - Jumlah 11 19 2 11 20 20 12 19 13

(16)

Van Brink17 mengindikasikan terdapat delapan faktor yang mungkin menjadi akar penyebab masalah gizi kurang pada anak-anak, yaitu: rendahnya pendapatan (kemiskinan), kurang pangan (rendahnya asupan zat gizi), buruknya kualitas konsumsi pangan, rendahnya pengetahuan gizi, buruknya pengetahuan dan praktek pengasuhan, buruknya sanitasi lingkungan, dan rendahnya status kesehatan, serta rendahnya posisi wanita dalam keluarga dan masyarakat. 17

Dalam kerangka model UNICEF yang telah dikaji ulang terdapat tiga faktor utama dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu aspek konsumsi, kesehatan anak dan pengasuhan psikososial yang diberikan kepada anak. Sementara itu aspek konsumsi makanan berhubungan erat dengan kurangnya pendapatan rumahtangga dan kemiskinan, rendahnya kualitas makanan yang biasa dikonsumsi, kurangnya jumlah dan ketersediaan makanan, rendahnya pengetahuan gizi keluarga terutama ibu. Sementara itu aspek kesehatan berhubungan sangat erat dan signifikan selain dengan rendahnya pendapatan dan kemiskinan, juga dengan rendahnya sanitasi lingkungan, rendahnya kualitas kesehatan masyarakat pada umumnya. Aspek kesehatan sendiri umumnya berhubungan dengan aspek konsumsi makanan, meskipun pada beberapa penelitian hubungan tersebut tidak signifikan. Aspek pengasuhan psikososial umumnya juga berhubungan positif dengan kondisi sosial ekonomi seperti pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan ibu.17

Pada kerangka model UNICEF yang asli menunjukkan bahwa sebenarnya terdapat keterkaitan permasalahan mikro (individu, rumah tangga, wilayah) dengan kondisi makro, baik makro ekonomi maupun makro politik dalam proses terjadinya masalah pangan dan gizi, khususnya masalah gizi kurang pada anak-anak. Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Faktor-faktor yang menyebabkan gizi kurang pada anak saling

(17)

berinteraksi sehingga jika salah satu terjadi kemungkinan anak mengalami gizi kurang dalam hal ini mengalami BGM dapat terjadi.17

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 21 balita yang tetap mengalami BGM di tahun 2012. Hampir seluruh balita tersebut memiliki pola asuh baik (95,2%). Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh tidak menyebabkan kejadian balita BGM di wilayah Puskesmas Saigon tersebut. Dari segi tingkat sosial ekonomi, keluarga balita BGM memiliki tingkat sosial ekonomi yang cukup baik. Hal ini bisa menandakan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kejadian balita BGM di wilayah Puskesmas Saigon.

KESIMPULAN

1. Gambaran pola asuh keluarga dengan balita BGM yang berada di wilayah Puskesmas Saigon yang meliputi dukungan/ perhatian untuk ibu, praktek pemberian makan, rangsangan psikososial, praktek kebersihan, dan perawatan anak dalam keadaan sakit berada pada kategori baik.

2. Gambaran sosial ekonomi keluarga dengan balita BGM yang berada di wilayah Puskesmas Saigon yaitu sebagian besar ibu memiliki tingkat pendidikan yang tergolong tingkat menengah, status pekerjaan tidak bekerja, sebagian besar keluarga responden beranggotakan kurang dari 4 orang, dan pendapatan keluarga berada di atas UMK Kota Pontianak tahun 2012.

SARAN

1. Untuk Puskesmas Saigon, disarankan dapat meningkatkan frekuensi penyuluhan tentang kesehatan balita terutama mengenai gizi balita sehingga dapat meningkatkan pengetahuan para ibu mengenai gizi balita.

2. Untuk ibu di wilayah Puskesmas Saigon, disarankan agar ibu berpartisipasi aktif dalam kegiatan penyuluhan kesehatan balita.

(18)

3. Untuk Posyandu Binaan Puskesmas Saigon, disarankan mengadakan acara makan bersama dengan memperkenalkan makanan yang baik 4. Untuk balita BGM sesuai dalam buku panduan penyelenggaraan

pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita gizi kurang seperti bubur sumsum kacang hijau, nasi tim kacang merah, nasi tim kangkung tomat, nasi tim tahu hati ayam, bubur semur ayam.

5. Untuk Peneliti lain, disarankan untuk meneliti faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan balita BGM seperti riwayat penyakit anak, pelayanan kesehatan, dan tingkat pengetahuan gizi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia. Jakarta; 2007.

2. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Uutama; 2009.

3. Sediaoetama AD. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat; 2008.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta; 2011.

5. Septherina Y. Gambaran Pola Asuh dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita BGM di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir Tahun 2005. Skripsi. FKM: Universitas Sumatera Utara; 2010.

6. Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat. Profil Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2009. Pontianak; 2010. 7. Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Profil Kesehatan Kota Pontianak

Tahun 2009. Pontianak; 2010.

8. Natalia E. Pola Asuh dan Pola Penyakit serta Status Gizi Anak Balita pada Keluarga Miskin di Desa Durian Dusun IV Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.Skripsi. FKM: Universitas Sumatera Utara; 2006.

9. WHO. Mental Health and Psycosocial Well-Being Among Children in Severe Food Shortage Situations. 2006

10. Perangin-angin A. Hubungan Pola Asuh dan Status Gizi Anak 0-24 Bulan pada Keluarga Miskin di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Brastagi Kabupaten Karo. Skripsi. FKM: Universitas Sumatera Utara; 2006.

11. Sulistjiani AD. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Jakarta: Puspa Swara; 2001.

(19)

12. Suhardjo. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Bumi Aksara; 2003.

13. Sarah M. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Skripsi. FKM: Universitas Sumatera Utara; 2008.

14. Notoatmodjo S. Imu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta; 2003.

15. Pudjiadji. Ilmu Gizi Klinis Anak. Jakarta: FKUI; 2000

16. Kartasapoetra G. Ilmu Gizi ( Korelasi Gizi, Kesehatan, dan Produktivitas Kerja). Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2002.

17. Plan Indonesia dan Departemen Gizi dan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Pengkajian Situasi Pangan dan Gizi di Kabupaten Lembata, Provinsi NTT. Jakarta; 2006.

Referensi

Dokumen terkait

Ya Allah, jangan Engkau putuskan tali rahmatmu kepada kami, karena akibatnya kami akan kehilangan kendali, teguhkanlah pendirian kami dalam menghadapi segala

dari air asam tambang dan Acidithiobacillus ferooxidans koleksi ICBB sangat potensial diaplikasikan untuk menurunkan kadar pirit pada kedua bijih tipe-D (3445 dan

Mata kuliah ini terdiri dari teori yang membahas tentang: pengertian pemasaran, pendekatan pemasaran, lingkungan pemasaran, sasaran pemasaran, perilaku dan motivasi

Hubungan sistem adalah hubungan yang terjadi antar subsistem dengan subsistem lainnya yang setingkat atau antara subsistem dengan sistem yang lebih besar.. Hubungan dan

This paper presents methodology and evaluation of Digital Surface Models (DSM) generated from satellite stereo imagery using Semi Global Matching (SGM) applied in image space

In the previous section, it was shown that the range precision ( � � ) of a point strongly depends on range ( ρ ), incidence angle ( � ) of the incoming laser beam and reflectivity

Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah Bagaimana perkembangan hubungan kerjasama organisasi internasional ASEAN dengan subjek hukum internasional

Untuk implementasi ERP Microsoft Dynamic Nav dalam sistem perawatan komputer diperlukan tahap penyesuaian aplikasi yaitu pengumpulan dokumen user , analisa kebutuhan object