• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. (Santrock, 1995). Masa remaja, menurut Monks, dkk berlangsung antara usia 12-21

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. (Santrock, 1995). Masa remaja, menurut Monks, dkk berlangsung antara usia 12-21"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Remaja yang sedang bertumbuh-kembang mempunyai kondisi yang dinamis. Banyak hal yang terkait dengan dinamika tersebut. Di satu sisi remaja sedang mencari jati diri, berusaha mengeksplorasi diri, berupaya menunjukkan kemampuan. Remaja juga sedang berkembang orientasi sosialisasinya. Remaja berorientasi pada kehidupan pertemanan dengan sebaya dan berusaha melepaskan diri dari otoritas orang dewasa (Santrock, 1995). Masa remaja, menurut Monks, dkk berlangsung antara usia 12-21 tahun. Masa tersebut dibedakan menjadi tiga sub tahap, yaitu usia 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja tengah, dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir (Monks, dkk 2006).

Menurut Monks, dkk (2006) remaja yang melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi sebagian besar berada pada masa remaja akhir yang berada pada rentang usia 18-21 tahun. Sebagai seseorang yang sedang mencari jati diri, sosok remaja pada umumnya menunjukkan perilaku yang penuh energi. Menurut Hurlock (1980) ciri remaja adalah tenaga meluap-luap, tidak realistik, suka berpetualang, bersikap ambivalen, emosi meledak-ledak, perhatian terpusat pada dirinya. Hal-hal tersebut dalam kehidupan keseharian dapat diamati. Di beberapa kota sering ada kelompok remaja trek-trekan di jalan, ada sejumlah remaja yang sering tawuran, ada remaja pendaki gunung, ada remaja yang aktif di kegiatan kampung, ada yang aktif di organisasi sekolah, ada aktivis seni, peminat percobaan ilmiah dan penelitian, dan banyak kegiatan lain yang peminat utamanya adalah remaja.

(2)

Remaja akhir yang melanjutkan di perguruan tinggi juga tidak lepas dari sejumlah ciri sifat remaja tersebut. Para mahasiswa sebagai remaja akhir, masing-masing juga punya kegiatan. Pada umumnya, mahasiswa juga penuh dengan idealisme. Cakupan kegiatan di kampus juga sangat variatif. Hal tersebut kalau dikaitkan dengan pemikiran Suryomentaram terkait dengan karep yang cenderung sedang mulur, terkait dengan proses menambah pengalaman yang akan berujung pada semakin banyaknya catatan kawruh jiwa yang dimiliki (Suryomentaram, 2003).

Berhubungan dengan hal tersebut, peneliti yang tertarik dan terlibat dalam penelitian payung dengan tema mulur-mungkret bermaksud untuk meneliti tentang kemampuan mulur-mungkret pada remaja akhir, dan secara khusus penelitiannya difokuskan pada dinamika kemampuan mulur-mungkretnya. Hal tersebut menjadi penting untuk dilakukan karena dalam kehidupan remaja akhir yang berstatus mahasiswa dan penuh idealisme, secara logika, kemungkinan akan didominasi oleh kecenderungan bersikap mulur. Namun di sisi lain, penulis kadang juga menjumpai adanya kecenderungan sikap mungkret maupun kemampuan bersikap mulur-mungkret pada sejumlah mahasiswa. Apalagi penulis bermaksud melakukan penelitian ini pada mahasiswa semester pertama di fakultas psikologi UGM. Hal itu menjadi lebih bermakna lagi karena menurut pemahaman penulis kemampuan bersikap mulur-mungkret merupakan suatu modal yang diperlukan dalam kehidupan dan berguna pula bagi mahasiswa psikologi UGM.

Kenyataan hidup menunjukkan bahwa semua orang pernah kecewa. Banyak karep/keinginan dalam hidup yang tidak dapat tercapai. Karena itu, dalam kehidupan, orang membutuhkan kemampuan untuk mulur-mungkret. Menurut pemikiran dalam kawruh jiwa Suryomentaram, kemampuan mulur-mungkret merupakan salah satu cara yang akan membawa seseorang ke arah begja, ke arah hidup yang bahagia. Dengan

(3)

kemampuan mulur-mungkret orang akan mampu memahami orang lain, memiliki raos sami, memahami bahwa rasa hidup semua orang sama yaitu merasakan langgeng bungah-susah, dan dengan pemahaman tersebut seseorang akan dapat melakukan segala sesuatu berdasarkan azas nem sa (sabutuhe, saperlune, sacukupe, sapenake, samestine, sabenere) (Suryomentaram 2002, Sa’adi, 2010; Sarwiyono, 2008; Jatman, 2000).

Hal itu terjadi pada remaja akhir yang berstatus sebagai mahasiswa, hasil wawancara peneliti terhadap beberapa mahasiswa psikologi mengatakan ingin lulus cumlaude, ingin ikut banyak oraganisasi, bisa ikut berbagai perlombaan, ingin punya teman banyak, ingin aktif berkegiatan selama kuliah, kuliah lancar organisasi juga lancar, berkesempatan ikut exchange, dll. Namun pada kenyataannya sejumlah mahasiswa tersebut tidak mampu mencapai semua keinginannnya, meskipun begitu kasus-kasus tersebut tidak menjadikan mahasiswa sedih dan menutup diri, sebagian dari mereka mengatakan kecewa tetapi tidak putus asa. Beberapa mahasiswa tersebut justru menyatakan bahwa pengalaman-pengalaman tersebut mendorongnya untuk berusaha lebih giat lagi.

Fakta-fakta tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini, peneliti berusaha menggali dinamika kemampuan mulur-mungkret pada mahasiswa selaku remaja akhir. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara terhadap beberapa mahasiswa psikologi UGM semester delapan. Peneliti melakukan wawancara terhadap empat mahasiswa terkait dengan pengalaman yang pernah dijalani. Pertanyaan yang peneliti ajukan antara lain mengenai kemampuan yang perlu ada pada mahasiswa psikologi sebagai calon pemberi layanan jasa psikologi, dan apa yang perlu dipersiapkan untuk bisa memberikan layanan psikologi.

Terkait dengan pertanyaan tentang kemampuan yang perlu ada pada mahasiswa psikologi sebagai calon pemberi layanan jasa psikologi, keempat mahasiswa yang peneliti

(4)

wawancarai menyatakan bahwa pada mahasiswa psikologi dibutuhkan adanya sikap ramah, berempati, fokus pada tugas, bersikap terbuka, kemampuan mengerti memahami orang lain, mampu mendengarkan, dan tidak sibuk dengan diri sendiri (wawancara dengan empat mahasiswa psikologi UGM semester delapan, tanggal 15 juli 2016).

Terkait dengan pertanyaan tentang apa yang perlu dipersiapkan untuk bisa memberikan layanan psikologi, keempat mahasiswa yang peneliti wawancarai menyatakan bahwa yang perlu dipersiapkan pada mahasiswa psikologi untuk bisa memberikan layanan psikologi adalah: sikap terbuka, ramah dan mendengarkan orang lain, mengerti situasi dan kondisi serta perasaan orang lain, mampu menyesuaikan diri, memiliki social skill, mudah bergaul, dapat beradaptasi, belajar dari pengalaman ketika dicurhati teman (wawancara dengan empat mahasiswa psikologi UGM semester delapan, tanggal 15 juli 2016).

Dari hasil data di atas diperoleh fakta yang menunjukkan bahwa dalam pemberian layanan jasa psikologi dibutuhkan beberapa persiapan dan membutuhkan sejumlah kemampuan, salah satunya adalah kemampuan berempati. Kemampuan berempati akan memudahkan orang memahami perasaan orang lain. Orang yang mampu berempati akan mampu mendudukkan diri di tempat orang lain, dan dengan kemampuannya orang tersebut akan mampu mengendalikan egonya serta mampu bersikap simpatik terhadap orang lain (Edwards, 1954; Egan 1986). Egan (1986) mengemukakan bahwa ada dua kemampuan dasar dalam melakukan empati. Kemampuan dasar tersebut merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dan selalu berjalan bersama-sama. Kemampuan dasar dalam berempati tersebut adalah: a. Attending. Sebelum seseorang memberikan respon kepada orang lain dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, maka orang tersebut pertama kali harus memperhatikan orang lain dan mendengarkan secara hati-hati pada apa yang akan dikatakan. b. Active listening.

(5)

Attending yang baik akan memudahkan seseorang untuk mendengarkan secara hati-hati pada apa yang dikatakan oleh orang lain baik secara verbal maupun non verbal.

Orang yang mampu mengendalikan diri/ego yang dimiliki, menurut ajaran kawruh

jiwa Suryomentaram berarti mampu mengendalikan karep/keinginan diri dan

berkemampuan untuk mawas diri. Hal itu berarti pula bahwa dirinya mampu memilah-milah, mampu memahami orang lain, memahami diri sendiri, dan mampu mempraktekkan proses pangawikan pribadi, yang secara khusus juga berarti mampu bersikap mulur-mungkret pula (Suryomentaram, 1976).

Manusia secara natural akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataannya tak ada seorang pun dalam kehidupan ini, yang mampu mencapai semua hal yang diinginkan. Dalam kehidupan banyak hal yang tidak dapat dicapai seseorang. Hal itu juga sesuai dengan hasil wawancara penulis terhadap sejumlah mahasiswa di pesantren Sulaimaniyah, yang hasilnya menunjukkan bahwa semua mahasiswa yang diwawancarai menyatakan pernah kecewa (wawancara dengan lima mahasiswa di pesantren Sulaimaniyah pada bulan februari 2016).

Terkait dengan hal tersebut maka dalam kehidupan dibutuhkan kemampuan untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri. Selain itu, dibutuhkan pula kemampuan untuk bertahan atau coping. Hal itu di dalam ilmu psikologi juga sudah banyak dibahas. Schneiders (1991) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara diri sendiri dengan lingkungannya. Folkman & Lazarus (1984) menyataka coping merupakan usaha-usaha baik kognitif maupun perilaku yang bertujuan untuk mengelola tuntutan lingkungan dan internal, serta mengelola konflik-konflik yang mempengaruhi individu. Demikian pun

(6)

dengan kawruh jiwa Suryomentaram sebagai salah satu ajaran Psikologi Nusantara, telah membahas dan menelaah kemampuan itu pula. Suryomentaram (2003, Mantyasih, 2013) menyatakan bahwa mulur-mungkret adalah salah satu kemampuan yang akan membantu seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan di dalam menjalani suatu kehidupan.

Kawruh jiwa Suryomentaram juga menjabarkan adanya pemikiran bahwa dalam hidup, orang akan menjalani kondisi langgeng bungah susah. Rasa susah dan senang sifatnya hanya sebentar. Rasa susah dan senang akan silih berganti. Orang menjadi senang dan susah terkait dengan karep/keinginannya. Menurut ajaran kawruh jiwa Suryomentaram, orang menjadi senang bila karep/keinginannya tercapai. Sebaliknya orang menjadi susah bila karep/keinginannya tidak tercapai. Lebih lanjut dijabarkan pula dalam kawruh jiwa Suryomentaram, bahwa karep/keinginan apabila tercapai akan mulur/mengembang, dan karep/keinginan bila tidak tercapai akan mungkret/mengecil (Suryomentaram, 2002; Mantyasih, 2013).

Sebagai contoh: seorang mahasiswa yang lolos dalam penyisihan lomba olahraga di tingkat fakultas akan merasa senang dan bersemangat untuk maju ke seleksi penyisihan di tingkat universitas. Demikian pula setelah lolos dalam penyisihan di universitas, mahasiswa tersebut akan semakin bersemangat untuk maju ke tingkat penyisihan berikutnya. Begitu pula sebaliknya, apabila mahasiswa tersebut tidak berhasil lolos dalam suatu proses seleksi, maka dirinya akan merasa sedih dan karep/keinginannya untuk ikut lomba menjadi mungkret/mengecil.

Kawruh jiwa Suryomentaram sampai dengan saat ini sudah banyak dikaji, banyak dikembangkan pemahamannya di berbagai bidang keilmuan (Filsafat, Sastra, Kebudayaan, Keagamaan, dan Psikologi). Sedang melalui penelitian ini, peneliti terlibat di dalam penelitian payung yang meneliti mengenai dinamika kemampuan mulur-mungkret pada remaja akhir. Sementara diketahui pula bahwa kemampuan beradaptasi,

(7)

kemampuan menyesuaikan diri, maupun kemampuan coping juga merupakan sesuatu yang sangat penting bagi mahasiswa psikologi sebagai kandidat ilmuwan psikologi dan Psikolog yang dijadikan informan pada penelitian ini. Karena di dalam pemberian layanan psikologi, ilmuwan psikologi maupun psikolog akan bertemu dengan berbagai macam orang dengan beragam kepentingan, keinginan, dan kebutuhan. Karena itu, mahasiswa psikologi sebagai calon pemberi layanan psikologi, selayaknya, sebelum memberikan pelayanan psikologi perlu mempunyai sejumlah kemampuan untuk menghadapi situasi dan kondisi tersebut, kemampuan untuk menyesuaikan diri, beradaptasi, dan memiliki coping yang baik.

Hal-hal tersebut dalam kawruh jiwa Suryomentaram tercakup dalam kemampuan

mulur-mungkret. Mulur-mungkret terkait dengan karep/keinginan seseorang.

Karep/keinginan itu apabila terpenuhi akan memunculkan rasa senang. Begitu pun sebaliknya, jika tidak terpenuhi akan memunculkan rasa sedih. Manusia sejak bayi hingga tua mempunyai keinginan yang bersifat mulur-mungkret. Sifat tersebut menyebabkan rasa hidup orang sejak kecil sampai tua bersifat sebentar susah dan sebentar senang, selalu bergantian. Semua orang mempunyai keinginan, dan keinginan itu kadang terpenuhi, kadang tidak terpenuhi. Hal itu menyebabkan rasa manusia sebentar senang dan sebentar susah, sehingga rasa hidup semua orang adalah sama saja, yakni pasti sebentar senang, sebentar susah, sebentar senang, sebentar susah. Sekalipun orang kaya, miskin, raja, kuli, wali (aulia), maupun bajingan, rasa hidupnya sama saja, yaitu sebentar senang, sebentar susah. Yang sama adalah rasa senang-susahnya, lama-cepatnya, berat-ringannya. Sedang yang berbeda adalah hal yang disenangi atau disusahi (Suryomentaram, 2003).

Berdasarkan latar belakang kondisi tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dinamika kemampuan mulur-mungkret pada remaja akhir, yang akan dilakukan pada

(8)

mahasiswa psikologi semester pertama angkatan 2015, asumsinya karena subjek sedang giat mengembangkan ilmu, mempelajari hal yang serupa yaitu ilmu jiwa, dan giat mengejar cita-cita, maka karep/keinginannya banyak tetapi berdasar kenyataan keinginan tersebut kemungkinan besar tidak semuanya tercapai. Oleh karena itu peneliti akan berusaha untuk menggali data terkait dinamika kemampuan mulur-mungkret dalam kehidupan remaja akhir.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan sebagai langkah untuk menggali dan memahami dinamika kemampuan mulur-mungkret pada remaja akhir yang didasarkan pada konsep kawruh jiwa sebagai pemikiran Ki Ageng Suryomentaram.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperkaya khasanah ilmu psikologi terutama di bidang teori kepribadian dan perkembangan, dan secara khusus dapat menambah data empirik bagi psikologi Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi peneliti yang berminat untuk melaksanakan penelitian dengan tema yang sejenis agar dapat semakin mengembangkan psikologi Indonesia.

(9)

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar pemahaman bagi subjek penelitian terkait dengan dinamika kemampuan mulur-mungkret yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan sebagai landasan pengembangan diri.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Mengelola Sumber Daya Manusia Di Madrasah Aliyah (MA) Masyariqul Anwar Bandar Lampung, tentang

Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai pelayanan yang dilakukan pada Bagian Laboratorium Patient Service/ Distribusi Unit Donor Darah PMI Kabupaten Lombok Barat mulai

Pencocokan hama atau penyakit juga dilakukan dengan invers dari hamming distance, yaitu setiap gejala yang terdeteksi terdapat pada hama atau penyakit akan bernilai 1, jika

Jadi teknik penarikan contoh dua tahap pada Survei Pertanian menghasilkan penduga populasi yang lebih rendah tingkat validitasnya dibandingkan dengan keempat teknik penarikan

(2) Mendeskripsikan karakteristik kompetensi guru program keahlian teknik pemesinan di SMK Binawiyata Kabupaten Sragen, dan (3) Mendeskripsikan karakteristik tata

informasi adalah kesenjangan informasi yg dipicu oleh kesenjangan digital, antara lain disebabkan oleh :.. ● Ketidakseimbangan harga perangkat dan daya beli

Yang menjadi perhatian utama dalam toksikologi forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari investigasi secara toksikologi, namun mengenai teknologi dan teknik dalam memperoleh

Kalibrasi parameter input model yang digunakan di sub DAS Ciliwung Hulu adalah kurva aliran permukaan (CN), faktor alpha aliran dasar (ALPHA_BF), lama ‘delay’ air bawah