BAB II
EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN 2011
2.1. Visi dan Misi RPJMD Kabupaten Ponorogo Tahun 2010 – 2015. 2.1.1. Visi
Disetiap daerah di era otonomi memiliki kewenangan dan tanggung jawab
untuk dapat mengatur proses pembangunannya sendiri, mulai dari tahapan
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan daerah.
Terciptanya pembangunan daerah yang baik sesuai harapan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dituntut dan didahului dengan
perencanaan yang baik, agar dalam pelaksanaanya dapat dilakukan dengan
sitematis, terpadu, terarah dan konsisten sesuai dengan cita-cita yang ingin
diwujudkan. Suatu hal yang mendasar dari setiap perencanaan adalah perumusan
visi dan misi, yang merupakan suatu nilai yang ingin dicapai dalam periode tertentu,
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan kondisi masyarakat Kabupaten
Ponorogo saat ini, permasalahan yang dihadapi, tantangan yang dihadapi dalam
lima tahun mendatang, dan sesuai dengan cita-cita Pemerintah Kabupaten
Ponorogo tahun 2010-2015, serta sebagai manivestasi dari janji politik Bupati/Wakil
Bupati terpilih, maka visi yang ingin diwujudkan adalah:
Pernyataan visi tersebut dilandasi pada nilai-nilai yang melekat didalam
perilaku kehidupan keseharian masyarakat Kabupaten Ponorogo. Secara filosofis
visi tersebut dapat dijelaskan melalui makna yang terkandung di dalamnya, di mana
nilai-nilai yang terkandung dalam visi tersebut saling berkait satu sama lain, yaitu :
M asyarakat Ponorogo yang sejaht era, aman, berbudaya, berkeadilan berlandaskan nilai-nilai Ket uhanan dalam rangka
Sejahtera : Suatu masyarakat dikatakan sejahtera apabila dapat diciptakan suatu keadaan dimana anggota masyarakatnya dalam kondisi
sehat, damai serta terpenuhi segala kebutuhannya.
Aman : Kondisi masyarakat yang bebas dari segala gangguan, bebas dari ancaman, bebas dari intimidasi, tidak merasa takut atau
khawatir, was-was, tidak ada kerusuhan, dengan kata lain
tercipta lingkungan yang tenteram.
Berbudaya : Cara hidup masyarakat, termasuk hasil ciptaan dan pemikirannya sesuai dengan kehendak dan yang menjadi amalan untuk
kesejahteraan hidup.
Adil : Masyarakat yang adil berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun baik antar individu, gender maupun wilayah.
Rahayu : Selamat, sejahtera, jauh dari musibah atau kekurangan.
Pernyataan visi tersebut dimaksudkan Kabupaten Ponorogo selama kurun
waktu lima tahun ke depan yaitu tahun 2010-2015 mengedepankan masyarakat
yang sejahtera, terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat baik yang berupa
sandang, pangan dan papan; baik kebutuhan lahir maupun batin. Masyarakat yang
sejahtera akan merasa aman, tenteram, damai, merasa terlindungi dan bebas dari
bahaya, sehingga masyarakat dapat tumbuh dan berkembang melalui
pemikiran-pemikiran yang maju dan berbudi pekerti. Masyarakat yang memiliki sistem makna,
nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan yang dianut bersama menjadi pedoman
dalam bertindak, mempengaruhi perilaku sebagai identitas daerah. Masyarakat yang
sejahtera, aman dan damai serta berbudi luhur menjadi cita-cita untuk diwujudkan
secara berkeadilan, tidak memihak dan tidak berat sebelah, serta tidak condong
Kesejahteraan, aman, berbudaya bagi seluruh masyarakat Kabupaten Ponorogo
dengan berlandaskan nilai-nilai Ketuhanan dalam rangka untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketenteraman di bumi reog Kabupaten Ponorogo.
2.1.2. Misi
Misi adalah suatu usaha atau komitmen dalam upaya mewujudkan visi
yang telah ditetapkan dan disusun setelah mengkaji makna visi dan keserasiannya
dalam lingkungan strategis yang dihadapi, serta memperhitungkan kemungkinannya
untuk dijabarkan dalam arah kebijakan dan pokok program. Maka misi dalam
mewujudkan visi adalah:
1. Menjamin terwujudnya kepastian akses dan mutu pelayanan dasar masyarakat
secara optimal baik pedesaan maupun perkotaan, serta menjamin kepastian
penyediaan pelayanan publik dengan model pelayanan yang efektif dan efisien;
2. Memacu pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja dalam rangka
pengentasan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, akuntabel, serta
profesional yang berlandaskan norma-norma dengan mengedepankan
supremasi hukum;
4. Meningkatkan pemberdayaan dan penguatan perempuan serta kelembagaan
masyarakat, melalui keterlibatan seluruh komponen dalam setiap tahapan
pembangunan di segala bidang; dan
5. Membangun dan memelihara stabilitas pemerintahan, politik, ekonomi, sosial
dan budaya sehingga memberikan rasa aman bagi masyarakat, dengan
menjunjung tinggi budaya dan karakter masyarakat yang agamis, bermoral dan
berbudi luhur.
Lima misi tersebut di atas, selanjutnya akan dijabarkan ke dalam tujuan, yang
merupakan hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1
(satu) sampai dengan 5 (lima) tahun. Perumusan tujuan Pemerintah Kabupaten
arah strategis dan perbaikan-perbaikan yang ingin diciptakan sesuai kewenangan
yang dimiliki, tugas dan fungsi sebagai pemerintah daerah.
Tujuan Pemerintah Kabupaten Ponorogo akan mempertajam fokus pelaksanaan
misi, meletakkan kerangka prioritas untuk memfokuskan arah semua program
dan aktivitas dalam melaksanakan misi.
2.1.3. Tujuan
Penetapan tujuan organisasi berguna untuk mengarahkan serta
memberikan panduan bagi organisasi untuk melangkah lebih jauh, sehingga
keputusan dalam penetapan tujuan harus bersifat terukur (measurable). Tujuan merupakan keadaan yang diharapkan di masa depan yang berusaha untuk
direalisasikan sebagai rangkaian keputusan dan tindakan untuk mewujudkan visi
dan misi.
Sesuai dengan visi dan misi tersebut, tujuan pembangunan Kabupaten Ponorogo
dalam kurun waktu lima tahun (2010-2015) adalah sebagai berikut:
1. MMeenniinnggkkaattnnyyaa ddeerraajjaatt kkeesseehhaattaann ddaann kkuuaalliittaass hhiidduupp mmaassyyaarraakkaatt,, ddeennggaann s
saassaarraannsseebbaaggaaiibbeerriikkuutt: :
a. Meningkatnya pemerataan dan perluasan kesempatan belajar, serta
kualitas pendidikan yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan
urusan pendidikan.
b. Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan, serta derajat
kesehatan masyarakat yang menggambarkan keberhasilan
penyelenggaraan urusan kesehatan.
c. Meningkatnya sarana infrastruktur daerah yang menggambarkan
keberhasilan penyelenggaraan urusan pekerjaan umum
d. Meningkatnya kualitas lingkungan permukiman yang menggambarkan
keberhasilan penyelenggaraan urusan perumahan
e. Meningkatnya penataan kawasan daerah sesuai RTRW yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan penataan ruang
f. Meningkatnya mutu pelayanan transportasi daerah yang menggambarkan
g. Meningkatnya penanganan persampahan, pemanfaatan dan pelestarian
sumber daya alam dan lingkungan hidup yang menggambarkan
keberhasilan penyelenggaraan urusan lingkungan hidup
h. Meningkatnya mutu tata kelola pertanahan daerah yang menggambarkan
keberhasilan penyelenggaraan urusan pertanahan
i. Meningkatnya kualitas pelayanan administrasi kependudukan yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan kependudukan
dan catatan sipil
j. Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan keluarga berencana yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan keluarga
berencana dan keluarga sejahtera
k. Meningkatnya kualitas pelayanan perpustakaan dan minat baca masyarakat
yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan
perpustakaan
2. MMeenniinnggkkaattnnyyaa ddaayyaa ssaaiinngg ddaann ssttrruukkttuurr eekkoonnoommii ddaaeerraahh dijabarkan kedalam sasaran sebagai berikut:
a. Meningkatnya kesempatan kerja dan kualitas calon tenaga kerja yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan tenaga kerja
b. Meningkatnya kualitas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah
c. Meningkatnya investasi di daerah yang menggambarkan keberhasilan
penyelenggaraan urusan penanaman modal
d. Meningkatnya ketersediaan pangan utama masyarakat yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan ketahanan
pangan
e. Meningkatnya produksi dan produktivitas tanaman pangan yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan pertanian
f. Meningkatnya fungsi pelestarian hutan yang menggambarkan keberhasilan
g. Meningkatnya pengelolaan energi dan sumber daya mineral daerah yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan energi dan
sumber daya mineral
h. Meningkatnya produksi perikanan dan konsumsi ikan di masyarakat yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan kelautan
dan perikanan
i. Meningkatnya volume perdagangan yang menggambarkan keberhasilan
penyelenggaraan urusan pilihan perdagangan
j. Meningkatnya kuatitas dan kualitas hasil Industri unggulan daerah yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan industri
k. Meningkatnya pelayanan transmigrasi dan kerjasama antar daerah bidang
transmigrasi yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan
pilihan transmigrasi
3. MMeenniinnggkkaattnnyyaa kkuuaalliittaass ppeennyyeelleennggggaarraaaann ppeemmeerriinnttaahhaann ddaaeerraahh dijabarkan dengan lima sasaran yaitu:
a. Meningkatnya efektifitas perencanaan pembangunan yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan perencanaan
pembangunan
b. Terwujudnya kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang efektif
dan efisien yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan
Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah,
Perangkat Daerah, Kepegawaian Dan Persandian
c. Tersedianya data statistik daerah yang akurat dan tepat waktu yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan statistik
d. Meningkatnya pengelolaan arsip pemerintah daerah yang tertib, rapi dan
handal yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan
kearsipan
e. Meningkatnya pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan komunikasi dan
4. MMeenniinnggkkaattnnyyaa PPaarrttiissiippaassii MMaassyyaarraakkaatt ddaallaamm PPeennyyeelleennggggaarraaaann P
PeemmeerriinnttaahhaannddaannPPeemmbbaanngguunnaann dijabarkan dengan dua sasaran, yaitu: a. Meningkatnya partisipasi perempuan dalam pembangunan yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak
b. Meningkatnya keberdayaan masyarakat pedesaan yang menggambarkan
keberhasilan penyelenggaraan urusan pemberdayaan masyarakat desa
5. TTeerrwwuujjuuddnnyyaa ttaattaannaann ssoossiiaall mmaassyyaarraakkaatt yyaanngg aammaann,, tteerrttiibb,, ddaann ddaammaaii dijabarkan dengan lima sasaran, yaitu:
a. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menjaga ketenteraman
kehidupan bermasyarakat yang menggambarkan keberhasilan
penyelenggaraan urusan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri
b. Meningkatnya kualitas dan jangkauan pelayanan sosial yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan sosial
c. Meningkatnya pelestarian dan pengembangan budaya daerah yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan kebudayaan
d. Meningkatnya sarana dan prasarana olah raga yang menggambarkan
keberhasilan penyelenggaraan urusan pemuda dan olah raga
e. Meningkatnya nilai strategis tujuan pariwisata daerah yang
menggambarkan keberhasilan penyelenggaraanurusan pariwisata
2.1.4. Arah Kebijakan Umum
Arah kebijakan umum daerah pada dasarnya berisi fokus, sasaran dan
kebijakan umum yang akan ditempuh pemerintah daerah untuk dapat
merealisasikan masing-masing agenda pembangunan daerah yang telah ditetapkan
berdasarkan visi dan misi kepala daerah bersangkutan. Arah kebijakan umum ini
kemudian dijadikan sebagai tuntunan bagi pemerintah daerah untuk mengambil
kebijakan dan penetapan program dan kegiatan pembangunan dalam rangka
implementasi suatu rencana pembangunan, perumusan arah kebijakan umum ini
didasarkan pada kondisi umum daerah dan sosial budaya setempat.
Secara garis besar, arah kebijakan umum Pemerintah Kabupaten
Ponorogo periode tahun 2011-2015 adalah:
1. Mewujudkan masyarakat agamis dan berbudaya.
2. Mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera secara merata
sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
3. Menciptakan pemerintahan yang baik (good governance), dengan komitmen mewujudkan pemerintahan yang bersih dari praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN).
4. Mewujudkan perimbangan anggaran yang lebih proporsional.
5. Mengentaskan kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran dengan
cara pemberdayaan dan pendampingan.
6. Mewujudkan iklim investasi yang bagus.
7. Percepatan pembangunan infrastruktur.
8. Pelayanan masyarakat yang efektif, efisien dan murah.
2.2. Evaluasi Pencapaian Kinerja Pembangunan Daerah
a. Capaian Kinerja Utama Pembangunan Daerah Tahun 2011
Berpedoman pada indikator agregat yang tertuang dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Ponorogo Nomor 10 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Ponorogo Tahun 2010-2015, kinerja
Pemerintah Kabupaten Ponorogo sampai dengan akhir tahun 2011 dan semester
pertama tahun 2012 secara umum dapat dikatakan menunjukkan keberhasilan
kinerja yang cukup baik dan mantab. Mantapnya pelaksanaan demokrasi dan
stabilitas politik, meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan
terkendalinya laju inflasi, naiknya pendapatan perkapita, meningkatnya umur
harapan hidup, tingginya angka partisipasi sekolah sebagai indikator meningkatnya
Indek Pembangunan Manusia (IPM) serta semakin majunya seni dan budaya,
meningkatnya keamanan dan ketertiban, menurunnya angka kemiskinan,
merupakan gambaran keberhasilan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten
Ponorogo. Walaupun tidak dipungkiri, masih banyak kelemahan dan kendala yang
perlu mendapatkan perhatian khusus, seperti masih belum signifakannya dukungan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD dan masih banyaknya penduduk
miskin serta permasalahan sosial lainnya.
Pelaksanaan pembangunan Kabupaten Ponorogo dapat diukur dan diketahui
dari indikator utama kinerja pembangunan daerah antara lain:
a. Pertumbuhan Ekonomi
b. Tingkat Kemiskinan
c. Indek Pembangunan Manusia (IPM)
d. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dari
Product Domestic Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK)
tahun dasar 2000. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ponorogo dari tahun
2005 (4,11%); tahun 2006 (4,93%); dan tahun 2007 (6,56%); tahun 2008
(5,34%); tahun 2009 (5,16%) dan tahun 2010 (5,78%). Dari tahun ke tahun
terjadi fluktuatif dan cenderung mengalami peningkatan. Pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Ponorogo banyak dipengaruhi oleh kondisi
perekonomian global (dunia), nasional dan regional Jawa Timur.
Pertumbuhan ekonomi sampai dengan tahun 2005 mengalami kenaikan
yang cukup mantab, namun dengan adanya kenaikan harga BBM sebagai
dampak adanya pengurangan subsidi BBM pertumbuhan ekonomi menjadi
melambat pada tahun 2006. Hal ini sebagai efek multiflier kenaikan BBM
diantaranya mengakibatkan naiknya sarana produksi pertanian, naiknya
harga bahan pokok yang merupakan komponen/ sector PDRB yang
kontribusinya paling besar.
Pada tahun 2007, pertumbuhan ekonomi menggeliat kembali
hingga mampu tumbuh sebesar 6,56 persen lebih tinggi dibandingkan
karna pada akhir tahun 2007 dan awal kuartal pertama tahun 2008 kondisi
harga minyak dunia mengalami goncangan hingga harganya mencapai 147
dollar AS perbarel.
Pada tahun 2008 ekonomi tumbuh sebesar 5,68 persen
mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya (2007) yang mencapai
pertumbuhan sebesar 6,56 persen, namun masih mampu mencapai target
yang ditetapkan dalam RPJMD sebesar 5,15 persen. Melambatnya
pertumbuhan ekonomi ini dipicu oleh adanya krisis finasial global serta krisis
energi yang dimulai dari kasus Subprime Mortgage di Amerika Serikat hingga meluas ke berbagai Negara termasuk Indonesia. Berbagai efek
domino terjadi pada level daerah propinsi dan kabupaten kota termasuk
Kabupaten Ponorogo. Dampak yang lebih jauh lagi adalah mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 yang hanya tumbuh mencapai 5,16
persen meleset dari target daerah sebesar 5,41 persen dan pada tahun
2010 perekonomian Kabupaten Ponorogo mampu tumbuh sebesar 5,78
persen (angka terkoreksi).
Tabel 2.1. Pertumbuhan ekonomi Nasional, Propinsi Jawa Timur dan
Kabupaten Ponorogo 2006-2011
4.93 6.56 5.68 5.16 5.78 5.97 5.77 6.11 5.9 5.01 6.67 7.22
5.5
6.28 6.06
4.5
6.1 6.6
0 5 10 15 20 25
2006 2007 2008 2009 2010 2011
NASIONAL JATIM PONOROGO
Nilai PDRB ADHK 2000 yang merupakan indikator pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2010 mencapai 3.331.058.410.000,00. Apabila dilihat
dari struktur PDRB maka sector paling dominant adalah sektor Pertanian
memberikan kontribusi sebesar 35,26 dengan tingkat pertumbuhan sebesar
3,26%, sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi
sebesar 27,63% dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8,57% sedangkan
jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 14,05% dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 5,13%. Kalau dilihat trend selama 5 tahun terakhir
maka tampak pada sektor pertanian, kontribusi terhadap PDRB terus
mengalami penurunan sedangkan pada sektor perdagangan, hotel restoran
dan Jasa-jasa kontribusi terhadap PDRB mengalami peningkatan terus
menerus. Penurunan kontribusi sektor pertanian pada PDRB merupakan
indikasi adanya transformasi structural dari perekonomian yang bertumpu
pada sektor primer (sektor pertanian) menuju perekonomian yang bertumpu
pada sektor skunder (sektor perdagangan dan industri) atau sektor tersier
(sector jasa dan keuangan).
Tabel 2.2. Capaian PDRB ADHK dan PDRB ADHB Kabupaten Ponorogo
Tahun 2006-2010
NO TAHUN PDRB ADHB
(Juta Rupiah)
PDRB ADHK
(Juta Rupiah)
1 2006 4.396.397,29 2.694.520,72
2 2007 5.002.064,19 2.871.341,71
3 2008 5.805.450,60 3.034.363,54
4 2009 6.575.434,92 3.190.837,45
5 2010 7.449.774,32 3.331.058,41
6 2011 8.331.588,62* 3.669.460,74*
* Target RPJMD 2010-2015
Namun demikian, sekalipun kontrubusi sektor pertanian dari tahun
ke tahun mengalami penurunan tetapi kontribusi sektor pertanian ditingkat
kesejahteraan masyarakat petani terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari
perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) selama empat tahun terakhir. Pada
tahun 2006 NTP mencapai 112,23, tahun 2007 mencapai 115,99, tahun
2008 mencapai 118,89 dan tahun 2009 mencapai 118,06.
Tabel 2.3: Nilai Tukar Petani Kabupaten Ponorogo tahun 2006-2009
Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2012
Disamping pertumbuhan ekonomi indikator lainnya yang perlu
diperlu dikendalikan untuk menjaga kestabilan ekonomi adalah dengan
mengamati laju inflasi. Trend inflasi dari tahun 2005 – 2010 menunjukkan
fluktuasi naik turun yang dipengaruhi situasi dan kondisi perekonomian di
masyarakat. Dalam periode akhir tahun 2010 laju inflasi kabupaten
Ponorogo sebesar 9,49% dan tahun 2009 laju inflasi sebesar 6,77%.
Sedangkan pada tahun 2008 terjadi kenaikan laju inflasi dari 6,77% (tahun
2007) menjadi 9,83%. Sementara pada tahun 2005 terjadi inflasi 2 digit yaitu
13,73% dikarenakan kenaikan harga BBM sebagai dampak adanya
pengurangan subsidi BBM yang berpengaruh terhadap laju inflasi barang
jasa, namun pada tahun 2006 tingkat inflasi lebih dapat dikendalikan
112.23
115.99
118.89
118.06
108 110 112 114 116 118 120
2006 2007 2008 2009
Target
.
mengalami penurunan menjadi 9,56%. Sedangkan pada tahun 2009 laju
inflasi mengalai penurunan dari tahun 2008 menjadi 6,77%.
Tabel 2.4. Laju Inflasi Kabupaten Ponorogo Tahun 2006-2010
0 0 0 0 0 0 0
13.73
9.56
6.77
9.83
6.77
9.49
7.02
0 2 4 6 8 10 12 14 16
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2012
b. Tingkat Kemiskinan
Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk
meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat dengan berbagai langkah
konkrit perlu diupayakan dan dilaksanakan secara terpadu, terarah dan
berkesinambungan agar hasilnya dapat merata dan adil. Upaya yang harus
dilakukan diantaranya dengan mengurangi kemiskinan baik diperdesaan
maupun di perkotaan dengan berbagai program baik yang bersifat bantuan
maupun pemberdayaan. Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa
yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah yang sitematik, terpadu,
menyeluruh dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar
warga negara secara layak melalui pembangunan yang inklusif, berkeadilan
dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat.
Kemiskinan merupakan kondisi dimana terjadi ketidakmampuan
dan kesehatan serta ketidakmampuan untuk mengagregasikan dan
menyuarakan kepentingan yang berpihak kepada kelompok miskin yang
termarginalkan. Melihat kenyataan masih tingginya angka kemiskinan baik
di tingkat Nasional, Propinsi Jawa Timur dan di Kabupaten Ponorogo maka
dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan diperlukan
langkah-langkah koordinasi secara terpadu lintas sektoral dalam penyiapan
perumusan dan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan kemiskinan
yang dibarengi pula dengan penajaman sasaran, keterpaduan program,
monitoring evaluasi, efektifitas anggaran serta penguatan kelembagaan
tingkat nasional maupun di daerah.
Tabel 2.5. Capaian penurunan tingkat kemiskinan di Kabupaten Ponorogo
selama tahun 2005-2011
Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2012
Jumlah penduduk miskin Kabupaten Ponorogo pada tahun 2010
mencapai 113.000 jiwa atau 13,22% menurun dibanding capaian pada
tahun 2008 sebesar 10,68% mengalami penurunan sebesar 2,54%.
Dibandingkan dengan Propinsi Jatim dengan prosentase penduduk miskin
sebesar 15,26% dan nasional sebesar 13,33%, maka prosentase penduduk
miskin Kabupaten Ponorogo masih dibawah propinsi Jatim dan tingkat
nasional, dengan sebaran jumlah penduduk miskin di perdesaan lebih besar
Penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab semua
komponen bangsa mulai dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam
melaksanakan kebijakan dan program secara sistematis, terencana dan
bersinergi dengan dunia usaha dengan Program Corporate Sosial
Responsibility (CSR), Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) serta
partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan
usaha ekonomi mikro dan kecil serta program lainnya dalam rangka
meningkatkan ekonomi.
Strategi yang diterapkan oleh Pemerintah dalam upaya
percepatan penanggulangan kemiskinan adalah (1). Mengurangi beban
pengeluaran masyarakat miskin, (2). Meningkatkan kemampuan dan
pendapatan masyarakat miskin, (3). Mengembangkan dan menjamin
keberlanjutan usaha mikro dan kecil dan (4). Mensinergikan kebijakan dan
program penanggulangan kemiskinan.
Dengan program program prokemiskinan yang dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) kluster yaitu :
1. Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, yang
bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban
hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin.
2. Kelompok program bantuan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat, yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan
memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat
dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
pemberdayaan masyarakat.
3. Kelompok program bantuan kemiskinan berbasis pemberdayaan
usaha ekonomi mikro dan kecil yang bertujuan untuk memberikan akses
dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil.
Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang bersifat
karna akan mendudukkan mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek
dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan posisi
tawar masyarakat miskin, diperlukan berbagai upaya pemberdayaan agar
masyarakat miskin lebih berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan. Selain itu diperlukan upaya pemberdayaan agar masyarakat
miskin dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi sehingga mengubah
pandangan terhadap masyarakat miskin dari beban (Liabilities) menjadi
potensi (Asset). Management program-program kemiskinan dan
pengangguran harus dilakukan dengan lebih baik. Banyak program
kemiskinan dan pengangguran milik pemerintah Pusat, Propinsi dan
Kabupaten yang saling tumpang tindih sehingga efesiensi dan efektivitas
program sangat rendah. Untuk itu pengelolaan program yang lebih baik
sudah merupakan keniscayaan yang saat ini diperlukan, mengingat dana
pembangunan kita semakin terbatas. Program untuk rakyat miskin
seharusnya dapat dipetakan sehingga menjadi mosaik yang bagus dilihat
dari bentuk, ragam dan warna artinya: tidak perlu adanya penyeragaman
(standarisasi) tetapi yang diperlukan adalah koordinasi yang efisien dan
efektif. Lokasi, target, macam dan besarnya bantuan tentu bisa menjadi
kualifikasi mengelompokan program. Mengingat Kabupaten Ponorogo ini
cukup luas dengan penduduk yang cukup besar management program ini
sangat penting.
c. Indek Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat adalah
suatu ungkapan yang menyiratkan pentingnya peran manusia dalam
pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Manusia disini
bukan hanya semata mata diberlakukan sebagi obyek tapi yang lebih
penting sebagai subyek pembangunan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkualitas dan berkesinambungan agar
dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran secara significant
menerus melalui pembangunan manusia. Untuk dapat mengetahui
perkembangan kinerja pembangunan daerah, indikator yang dapat
digunakan adalah Indek Pembangunan Manusia (IPM) melalui indikator
indek pendidikan, derajat kesehatan dan daya beli masyarakat.
IPM Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun meningkat secara
mantab. Pada tahun 2005, IPM Kabupaten Ponorogo adalah 65,337
Kemudian pada tahun 2006, 2007, 2008, 2009 serta 2010 meningkat
berturut turut menjadi 65,775; 67,400; 67,914; 69,55 dan 70,34.
Tabel 2.6. Capaian Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo
Tahun 2006-2011
Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2012
d. Tingkat Pengangguran Terbuka
Prioritas pembangunan Kabupaten Ponorogo yang cukup penting
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah penanganan
pengangguran terbuka yang masih cukup tinggi. Perkembangan jumlah
pengangguran di Kabupaten Ponorogo tidak lepas dari kondisi demografi,
geografi dan pola pikir masyarakatnya. Struktur penduduk yang didominasi
oleh masyarakat yang berada di pedesaan dengan mata pencaharian
merupakan kantong kantong penggangguran yang perlu mendapatkan
penanganan khusus. Dengan skill/ ketrampilan yang sangat minim yang
hanya terbatas pada sektor pertanian saja akan berakibat sulitnya mencari
pekerjaan alternatif. Rendahnya upah di sektor pertanian perdesaan
berdampak pada rendahnya minat untuk bekerja pada sektor ini. Pola pikir
sebagaian masyarakat yang beranggapan bahwa yang disebut bekerja
adalah yang bekerja di pemerintahan dan perusahaan. Sementara kedua
sektor ini daya tampung dan kesempatannya sangat terbatas.
Pada tahun 2005 prosentase pengangguran terbuka cukup besar
mencapai 18,59 persen. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan dengan
melaksankan berbagai program dan kegiatan baik yang bersifat
pemberdayaan maupun stimulus kepada masyarakat, dan pada tahun 2006
jumlah pengangguran terbuka dapat ditekan hingga mengalami penurunan
menjadi 8,17 persen dan pada tahun 2007 turun lagi menjadi 6,63 persen.
Numun dengan adanya kenaikan adanya kebijakan Pemerintah Pusat untuk
mengurangi subsidi BBM yang mengakibatkan naiknya harga BBM,
berdampak pula pada perusahaan-perusahaan barang jasa untuk
mengurangi tenaga kerja atau dengan kata lain terjadi adanya Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) sehingga jumlah pengangguran terbuka pada tahun
2008 mengalami peningkatan kembali mencapai kisaran angka 8,98 persen.
Pada tahun 2009 yang lalu target tertinggi pengganguran terbuka
Kabupaten Ponorogo adalah 4,84 persen sebagaimana ditetapkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah Kabupaten Ponorogo
Tahun 2005-2010, dapat berhasil dicapai yaitu 3,45 persen. Diharapkan
pada tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka dapat ditekan pada angka
2,67 persen. Walaupun jumlah pengangguran terbuka bisa ditekan namun
masih ada tenaga kerja setengah menganggur yang masih cukup tinggi
yang memberikan indikasi bahwa penduduk yang bekerja masih belum
Tabel 2.7. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kabupaten Ponorogo tahun
2005-2010.
Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2012
2.3. Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Tahun 2011 a. Bidang Pertanian
Di Kabupaten Ponorogo sektor Pertanian merupakan sektor yang strategis.
Hal tersebut terbukti dari tingkat kontribusinya pada PDRB atas dasar harga
berlaku (ADHB) yang tinggi yaitu 36,12% pada tahun 2009 dan pada tahun
2010 sebesar 35,26 . Secara demografis, lebih dari 48% penduduk
Ponorogo hidup dari sektor pertanian. Sisanya, meskipun tidak secara
langsung berkecimpung dalam sektor Pertanian, kenyataanya tetap
bergantung pada sektor ini. Maka sangat tepat kiranya jika pembangunan
Pertanian dalam arti luas, meliputi Tanaman Pangan dan Hortikultura,
Peternakan, Perikanan, Kehutanan dan Perkebunan, menjadi prioritas
pembangunan saat ini. Hal ini disebabkan karena Pertanian merupakan
salah satu sektor utama yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Bidang ini
juga berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja terutama di pedesaan.
Dapat dikatakan Pertanian merupakan sektor padat karya yang berpotensi
menyerap tenaga kerja dan menanggulangi kemiskinan. Melalui berbagai
upaya, program pembangunan revitalisasi Pertanian telah menunjukkan
7.68
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Propinsi
Ponorogo
hasil yang menggembirakan. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan
sektor Pertanian yang meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan
pertumbuhan sektor Pertanian juga memberikan dampak pada perbaikan
tingkat kesejahteraan petani. Hal ini ditunjukkan dengan terus meningkatnya
Nilai Tukar Petani (NTP). Nilai Tukar Petani (NTP) adalah merupakan
perbandingan/ rasio antara indek harga yang diterima petani (IT) dengan
indek harga yang dibayar petani. Pada Tahun 2006 NTP Kabupaten
Ponorogo adalah 112,23 kemudian pada Tahun 2007 meningkat menjadi
115,59. Untuk NTP Tahun 2008 adalah 118,89 dan meningkat kembali
menjadi 118,20 pada tahun 2009. Hal ini selaras dengan tingkat
pertumbuhan produksi hasil Pertanian yang dari tahun ke tahun selalu
mengalami peningkatan. Beberapa keberhasilan pelaksanaan
pembangunan di sektor Pertanian adalah:
1. Berhasil mempertahankan stabilitas harga komoditas pangan terutama
untuk komoditas padi sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan
petani. Berdasar pada standar kualitas yang disyaratkan dalam Instruksi
Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Perberasan Nasional, harga gabah
ditingkat petani di Kabupaten Ponorogo mampu mencapai 5 persen –
12 persen lebih tinggi daripada Harga Pembelian Pemerintah (HPP),
sehingga berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan petani yang
tercermin dari peningkatan Indek Nilai Tukar Petani (NTP) hingga 2,91
persen, dan Indek NTP total mencapai 115,59 persen pada tahun 2007.
Pada tahun 2008 NTP kabupaten Ponorogo sebesar 118,89 dan pada
tahun 2009 menjadi 118,06 dan target pada RPJMD 2010-2015 untuk
tahun 2010 sebesar 116,01, target 2011 sebesar 117,10
2. Berhasil menjaga kontinuitas kebutuhan sarana produksi pertanian pada
standar mutu dan harga yang terjangkau sehingga tidak menyulitkan
petani. Prestasi ini tercapai karena keberhasilan program pembangunan
sarana dan prasarana pertanian secara simultan dilaksanakan oleh
Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Pada Sektor Pertanian melalui
Ikan Air Tawar, mampu memproduksi benih berbagai jenis ikan hingga 3
juta ekor per tahun; Program Pengembangan Pembenihan Padi yang
berhasil memproduksi benih padi hingga 15 ton per tahun; Program
Pengembangan Perkebunan dan Kehutanan Rakyat yang berhasil
menyediakan berbagai jenis bibit perkebunan dan kehutanan hingga
15.000 batang per tahun; Program Pengembangan Inseminasi Buatan
yang berhasil memasok kebutuhan benih sapi unggul hingga 2.500
straw per tahun; dan Program Stabilisasi Pupuk.
3. Berhasil mengakselerasi peningkatan produksi komoditas pangan
unggulan non beras sehingga mengantarkan Kabupaten Ponorogo
sebagai daerah prospektif pengembangan palawija. Komoditas pangan
unggulan non beras tersebut adalah jagung dan kedelai dengan
produktivitas masing-masing mencapai 5,6 ton/hektar dan 1,3
ton/hektar. Komoditas pangan unggulan di Jawa Timur selain jagung
dan kedelai yang berhasil dikembangkan dengan baik di Kabupaten
Ponorogo diantaranya adalah pada kelompok tanaman pangan antara
lain ubi kayu dan ubi jalar dengan produktivitas mencapai 20 ton/hektar
dan 10 ton/hektar, dan pada kelompok hortikultura antara lain kacang
tanah (1,8 ton/hektar), kacang panjang (22,7 ton/hektar), dan cabe (20,3
ton/hektar).
4. Berhasil meningkatkan produksi unggulan perkebunan seperti tebu,
kelapa, dan tembakau melalui perluasan areal tanam dan panen lebih
dari 4.000 hektar, 6.275 hektar, dan 35 hektar. Peningkatan ini memicu
perkembangan industri pengolahan berbasis tembakau dan gula seperti
industri pembuatan rokok linting dan industri makanan, yang berarti pula
meningkatkan penyerapan angkatan kerja di sektor industri sebagai
efek multiplier dari keberhasilan di sektor perkebunan. Hingga awal
tahun 2009 penyerapan tenaga kerja tersebut telah mencapai lebih dari
500 orang di sektor industri dan lebih dari 65.250 orang di sektor
5. Berhasil merintis pemulihan citra daerah sebagai salah satu pemasok
utama kebutuhan daging nasional karena keberhasilan Program
Pengembangan Inseminasi Buatan yang sudah diluncurkan sejak tahun
2005, dan pada tahun 2009 produk daging sapi yang dihasilkan
mencapai lebih dari 818.350 kg per tahun. Produksi daging ayam juga
tinggi kendati usaha peternakan ini banyak mendapat ancaman avian
influenza, rata-rata populasi ayam buras pedaging lebih dari 470.513
ekor dan ayam ras petelur tingkat produksi telor hingga 579.430 kg per
tahun. Bahkan di sektor peternakan ini pula, Pemerintahan Kabupaten
Ponorogo berhasil mengembangkan sentra pemeliharaan sapi perah di
Kecamatan Pudak, Kecamatan Pulung dan Kecamatan Sooko. Jumlah
sapi perah pada awal tahun 2007 hanya 40 ekor, naik sangat significant
pada tahun 2008 populasi sapi perah menjadi 525 ekor dan pada tahun
2009 meningkat sangat besar sekali menjadi 1.525 ekor dengan
distribusi untuk Kecamatan Pudak berjumlah 770 ekor, Kecamatan
Pulung 615 ekor dan di Kecamatan Sooko berjumlah 110 ekor.
Sedangkan kambing, domba, kerbau perkembangannya relatif stabil.
6. Berhasil mengakselerasi potensi perikanan daerah dan berhasil
melakukan ekspor ikan nila ke Luar Negeri. Produksi ikan Kabupaten
Ponorogo terus mengalami peningkatan sebesar 1,35 persen per tahun.
Peningkatan ini turut disumbang oleh keberhasilan promosi budidaya
ikan sistem karamba dan jaring apung rakyat yang berkembang akibat
desimenasi melalui Program Pengembangan Perikanan Air Tawar yang
didukung oleh pemenuhan pasokan benih melalui Program
Pengembangan Balai Benih Ikan Air Tawar. Prestasi ini berdampak
pada peningkatan penyerapan tanaga kerja di sektor perikanan hingga
126 persen dari 520 orang pada tahun 2002 menjadi 1.177 pada akhir
tahun 2008, juga berdampak meningkatkan konsumsi ikan dari 7
kg/kapita/tahun pada tahun 2002 menjadi 8,3 kg/kapita/tahun pada
tahun 2008.Peningkatan produksi pangan, termasuk Perikanan telah
luas terhadap pangan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Ponorogo
dimanfaatkan untuk areal sawah pertanian. Luas lahan sawah pada
tahun 2008 sebesar 34,800 Ha, yang terdiri dari lahan irigasi teknis
seluas 30.091 Ha, irigasi setengah teknis seluas 625 Ha. Irigasi
nonteknis (sederhana) seluas 2.228 Ha dan irigasi tadah hujan seluas
1.856 Ha. Rata-rata produksi tanaman padi mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 rata-rata produksi padi sebesar
57,17 Ku/Ha, dan pada tahun 2007 naik menjadi 62,57 Ku/Ha dan pada
Tahun 2008 naik menjadi 62,76 Ku/Ha. Kita patut bersyukur, karma
kabupaten Ponorogo selama ini mengalami surplus beras, dan
karenanya menjadi salah satu pemasok beras potensial di Jawa Timur.
Kabupaten Ponorogo berada pada posisi ke 11 dari 38 Kabupaten/Kota
di Jawa Timur, dengan tingkat kontribusi 3,55% dari total produksi beras
Jawa Timur. Sepanjang tahun, produksi beras di Ponorogo bisa
mencapai 219.000 ton, dengan tingkat surplus mencapai 122.000 ton
(atau lebih 55%). Surplus ini tentunya dinikmati oleh petani. Begitu pula
dengan produksi kedelai, tahun 2006 sebesar 14,28 Ku/Ha menjadi
15,58 Ku/Ha pada Tahun 2007 dan pada Tahun 2008 menjadi 15,83
KU/Ha. Tanaman Jagung dan Kacang tanah juga mengalami
peningkatan dengan sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh pengelolaan
lahan Pertanian dengan teknik yang lebih baik. Produksi tanaman
perkebunan mengalai perubahan yang fluktuatif seiring dengan
perubahan luas panennya. Nilai produksi komoditi Kelapa dan Cengkeh
relative stabil, sedangkan untuk komoditi kopi Arabika, kopi Robusta
dan jambu Mete mengalami peningkatan yang cukup signifikan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kopi Arabika produksi tahun
2006 sebesar 63 Ku menjadi 219,60 Ku pada Tahun 2007 dan Pada
Tahun 2008 menjadi 314,80 Ku. Kopi Robusta dari 295,90 Ku pada
Tahun 2006 menjadi 1.104,80 Ku pada Tahun 2007 dan pada Tahun
2008 menjadi 1.170,80 Ku. Dan untuk komoditi jambu mete mengalami
yang menjadi andalan Kabupaten Ponorogo diantaranya nangka,
papaya, jeruk, mangga dan pisang. Sedangkan produksi tanaman
sayuran yang menjadi andalan adalah petai, sawi, tomat, cabe, terong,
dan kacang panjang. Produktifitas komoditi sapi perah, sapi potong,
kerbau, dan domba mengalai perubahan yang signifikan bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan produktifitas
unggas relative stabil .
7. Berhasil mempertahankan swasembada pangan melalui peningkatan
produktivitas padi hingga 5,8 ton/hektar sehingga mampu melebihi
rata-rata produktivitas padi di Jawa Timur (5,6 ton/hektar) dan Nasional (5,3
ton/hektar), dan menyebabkan Kabupaten Ponorogo menjadi daerah
dengan surplus beras hingga 55 persen dari total produksi per tahun
(sekitar 230.000 ton gabah kering giling atau setara 120.000 ton beras
setahun). Prestasi ini mengantarkan Kabupaten Ponorogo menerima
penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun
2009 sebagai daerah yang berhasil meningkatkan produktivitas padi
dan mempertahankan swasembada pangan.
Dalam upaya untuk tetap menjadikan Kabupaten Ponorogo sebagai
kabupaten yang mampu berswasembada beras, maka pada tahun 2010
dilakukan pembangunan lumbung desa di 3 (tiga) lokasi yaitu di Desa
Kupuk Kecamatan Bungkal, di Desa Ngumpul Kecamatan Balong dan di
Desa Gelang Lor Kecamatan Sukorejo).
b. Bidang Infrastruktur
Bidang infrastruktur transfortasi yang sangat penting adalah jalan.
Yang memperparah keadaan adalah jumlah penambahan ruas dan
panjang jalan ternyata tidak sebanding dengan pertambahan jumlah
kendaraan. Semua menjadi prioritas karena ada yang bersentuhan
dengan ekonomi. Misalnya: urat nadi perekonomian itu jalan. Ini adalah
jalur ekonomi vital yang harus dibangun. Tetapi ada infrastruktur yang
ditanya mana yang prioritas maka semua utama, hanya persoalannya
bagaimana kita mengalokasikan dana yang terbatas untuk mendapatkan
hasil yang maksimal.
Bagaimana dengan infrastruktur di pedesaan? Justru kita lihat sekarang
yang paling penting Delivery paling bawah diperdesaan sehingga menjadi
vokal point juga. Dan banyak sebenarnya pendekatan diperdesaan antara
lain melalui PNPM Mandiri Perdesaan, Program Percepatan Infrastruktur
Perdesaan (PPIP), Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID) dan
Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID), yang
semua ini didanai oleh pemerintah pusat. Sedangkan yang didanai oleh
APBD kabupaten untuk infrastruktur skala kecil di perdesaan adalah
melalui P2MPD (Pendukung Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah
Daerah), bantuan aspal yang menggunakan pendekatan pola
pemberdayaan yang mengedepankan partisipasi aktif masyarakat
perdesaan. Disamping itu untuk pemerataan pembangunan di perdesaan
dilakukan melalui program infrastruktur perdesaan yang mampu
menyentuh dan memenuhi aspirasi masyarakat perdesaan. Panjang jalan
desa yang sudah teraspal sampai dengan tahun 2009 mencapai 453,98
km, meningkat menjadi 708,02 km pada tahun 2010. Pada tahun 2009
panjang jalan desa yang sudah makadam mencapai 70,00 km meningkat
menjadi 131,59 km pada tahun 2010. Untuk pelayanan air bersih jumlah
penduduk yang terlayani mencapai 60,31% (548.322 orang dari jumlah
penduduk 909.217 orang). Pembangunan infrastruktur pedesaan pada
tahun 2010 cukup memadai mulai dari pembangunan jalan dan jembatan
yang mampu menjangkau 78 lokasi yang tersebar di 21 kecamatan
mengalami peningkatan yang sangat besar pada tahun 2012 mencapai
kurang lebih 850 lokasi; pembangunan sarana dan prasarana air bersih
perdesaan di 3 lokasi yakni desa Dayakan Kecamatan Badegan, desa
Pupus Kecamatan Ngebel dan desa banjarejo Kecamatan Pudak dan
untuk menjaga fasilitas air bersih yang sudah ada dilakukan upaya
Sidoharjo kecamatan Jambon, Desa Singgahan Kecamatan Pulung, Desa
Jurug Kecamatan Sooko dan Desa Ngrogung Kecamatan Ngebel.
Dalam rangka penyediaan dan pengelolaan air baku, diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan pokok khususnya bagi rumah tangga
terutama di daerah rawan defisit air. Pada tahun 2009-2010 ini dibangun
Embung Dayakan di Daerah aliran Sungai Sungkur. Embung Dayakan ini
dapat menyediakan air baku untuk 398 KK (1.427 Jiwa) dan sawah 56,84
Ha, tegalan 92,75 Ha. Sedangkan pada tahun 2010 di lakukan rehabilitasi
dan pembangunan Dam Sungkur yang mampu memberikan nilai tambah
bagi kecukupan air baku untuk usahatani.
Rencana pembangunan waduk Bendo di desa Ngindeng
Kecamatan Sawoo dengan fungsi utama antara lain sebagai penyediaan
air baku, pengendalian banjir kota Ponorogo dan Madiun, serta
penyediaan air irigasi seluas 7.800 Ha (3.300 Ha untuk wilayah Ponorogo
dan 4.500 Ha untuk wilayah Madiun). Bahwa untuk memperoleh ijin
kawasan hutan dari Menteri Kehutanan diperlukan data pendukung yang
tepat dan akurat terkait lokasi kawasan hutan beserta luasannya yang
akan dimohonkan ijin penggunaannya. Pemerintah Kabupaten Ponorogo
telah mengajukan rekomendasi pemakaian kawasan hutan untuk
pembangunan waduk Bendo seluas lebih kurang 294,06 Ha kepada
Direktur Utama Perum Perhutani dan Dinas Kehutanan Propinsi Jawa
Timur. Tim Gabungan Propinsi Jawa Timur telah melakukan peninjauan
lapangan kawasan hutan yang dimohonkan dan rekomendasi tersebut
telah diberikan. Pada tanggal 22 Oktober 2010 Rekomendasi teknis dari
Direktur Utama Perum Perhutani telah keluar sebagai syarat untuk
mendapatkan ijin prinsip dari Menteri Kehutanan. Selanjutnya pada pada
tanggal 4 Juli 2011 diterbitkan Persetujuan ijin prinsip penggunaan
kawasan hutan untuk pembangunan Waduk Bendo seluas 50,21 Ha an.
Adapun secara rinci tahapan pembangunan Waduk Bendo di Desa
Ngindeng Kecamatana sawoo yang telah dilaksanakan sampai dengan
bulan Mei tahun 2012 adalah sebagai berikut:
• Rencana Penggunaan Kawasan Hutan dan Rencana Kerja,
Lokasi Kawasan Hutan yang dimohon luas dan petanya .
• Rekomendasi Bupati Ponorogo bagi perijinan yang berkaitan
dengan penggunaan kawasan hutan sesuai surat Nomor :
611.1/2208/405.07/2009, tanggal 24 Juni 2009.
• Pertimbangan teknis Kepala Perhutani Unit II Jawa Timur yang
ditujukan kepada Direktur Utama Perum Perhutani tentang
Rencana Penggunaan Kawasan Hutan untuk Waduk Bendo
sesuai surat Nomor : 665/044.3/KAMAS/II/2009, tanggal 23
Oktober 2009.
• Rekomendasi Gubernur Jawa Timur yang ditujukan kepada
Menteri Kehutanan tentang permohonan penggunaan Kawasan
Hutan untuk Pembangunan Waduk Bendo di Wilayah Perum
Perhutani KPH Madiun Kabupaten Ponorogo sesuai surat Nomor
: 522.3/1373/117.03/XI/2009, tanggal 19 Nopember 2009.
• Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) Rencana Pembangunan
Waduk Bendo.
• Pernyataan kesanggupan memenuhi ketentuan/peraturan yang
berlaku sesuai surat Nomor : 611.1/2209/405.07/2009, tanggal 24
Juni 2009.
• Pertimbangan Teknis Rencana Penggunaan Kawasan Hutan
untuk Waduk Bendo Kabupaten Ponorogo Direktur Utama Perum
Perhutani Jakarta sesuai surat nomor 461/044.3/Agr/Dir tanggal
22 Oktober 2010.
• Dukungan dana pengadaan tanah untuk pembangunan Waduk
Bendo Kabupaten Ponorogo Tahun Anggaran 2011 dari Gubernur
Jawa Timur sesuai surat nomor 610/16039/022/2010 tanggal 18
• Pembangunan Waduk Bendo sudah dituangkan dalam Rencana
Strategis Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum
Tahun Anggaran 2010 – 2014, dan direncanakan pada tahun
2011 pembangunan Waduk Bendo sudah dimulai.
• Persetujuan ijin prinsip penggunaan kawasan hutan untuk
pembangunan Waduk Bendo seluas 50,21 Ha an. Bupati
Ponorogo di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur yang diterbitkan
pada tanggal 4 Juli 2011 dari Menteri Kehutanan RI.
• Pada tahun anggaran 2011 telah dilakukan kegiatan Tatabatas
kawasan hutan yang disetujui dalam ijin prinsip sebagai tindak
lanjut dari beberapa kewajiban dengan terbitnya ijin prinsip
penggunaan kawasan hutan.
• Melakukan inventarisasi tegakan dengan supervisi dari Dinas
Kehutanan Propinsi Jawa Timur.
• Mereview ganti rugi tegakan Waduk Bendo dengan pendapingan
dari Tim BPKP Perwakilan Propinsi Jawa Timur
• Pembayaran biaya inventarisasi ganti rugi nilai tegakan dan
pengukuran Waduk Bendo kepada Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur yang didanai oleh APBD Propinsi Jawa Timur.
• Pada tahun 2012, memproses lahan kompensasi yang tidak
bermasalah dilapangan dan secara hukum dengan ratio 1:1
ditambah luas areal terganggu dengan kategori L3.
• Menyiapkan anggaran dalam APBD Perubahan 2012 untuk
penggantian PSDH dan Dana Reboisasi sesuai peraturan
perundang undangan yang berlaku.
Pembangunan rumah sakit umum ”dr. Hardjono” Ponorogo
merupakan upaya Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam meningkatkan
pelayanan dasar rujukan, khususnya bagi masyarakat miskin di
Kabupaten Ponorogo. Pembangunan rumah sakit umum saat ini telah
untuk rawat jalan, ruang ICCU, ruang pelayanan anak, pelayanan rawat
inap umum. Sedangkan untuk Hemodialisa, kamar operasi, laboratorium,
ruang gisi, ruang radiologi, apotek, ruang rawat inap gakin belum dapat
digunakan karna masih menunggu pengadaan kabel feeder sebagai
kelengkapan prasarana rumah sakit.
c. Bidang Kesehatan
Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan tidak lepas dari peran serta pemerintah kabupaten Ponorogo dan Masyarakat. Pemerintah
sebagai penyedia fasilitas-fasilitas kesehatan senantiasa berupaya untuk
terus meningkatkan pelayanan dibidang kesehatan. Kasadaran
masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin meningkat dengan
naiknya prosentase jumlah penduduk yang menggunakan fasilitas
kesehatan seperti rumah sakit pemerintah maupun swasta. Hal ini juga
berkaitan dengan program bantuan yang digulirkan oleh pemerintah
dalam membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan keringanan
biaya dalam bidang kesehatan seperti, Jamkesmas dan Jamkesda.
Dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata
dan bermutu, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai sangat
diperlukan. Untuk itu, pemerintah terus melakukan pembangunan dan
rehabilitasi puskesmas dan jaringannya mulai puskesmas pembantu,
puskesmas perawatan, puskesmas keliling hingga piliklinik kesehatan
desa. Disamping itu kapasitas rumah sakit juga terus ditingkatkan
kemampuannya, terutama dalam meningkatkan daya tampung untuk
perawatan maupun peningkatan fasilitas pelayanan medik, seperti ruang
operasi, UGD, ruang isolasi, unit transfusi darah (UTD) dan Laboratorium
Kesehatan. Pembangunan rumah sakit baru mutlak dilakukan dalam
rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sampai
dengan akhir 2010, telah tersedia 31 puskesmas dengan 18 puskesmas
52 puskesmas keliling, serta telah terbentuk Desa siaga sejumlah 300
Desa serta 246 Polindes.
d. Bidang Pendidikan
Pembangunan pendidikan diarahkan pada peningkatan kualitas
kecerdasan, mewujudkan manusia dan masyarakat yang mandiri, beriman
dan bertagwa serta berbudi pekerti dan menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pembangunan pendidikan diorientasikan pada
terselenggaranya program wajib belajar 12 tahun dengan memberikan
kesempatan seluas luasnya kepada masyarakat kurang mampu dan atau
yang terkena dampak krisis ekonomi, anak putus sekolah (dropout)
karena alasan ekonomi.
Berbagai jenis pendidikan kejuruan dan keahlian terus diperluas
dan dikembangkan kerjasama antara dunia pendidikan dengan dunia
usaha untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan profesional.
Kesempatan untuk memperoleh pendidikan dikembangkan secara merata
di seluruh wilayah dengan dasar kemampuan dan daya dukung serta
kondisi daerah setempat.
Pendidikan luar sekolah seperti kursus dan pelatihan ketrampilan
telah diperluas dan ditingkatkan mutunya untuk meningkatkan ketrampilan
dan profesionalisme serta kewirausahaan sehingga mampu menciptakan
lapangan kerja dan manfaatkan kesempatan kerja. Pendidikan,
pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan lainnya pada semua
jenis, jalur, jenjang pendidkan dikembangkan secara terpadu dan
memadai untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sarana dan prasarana
pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, sarana
ketrampilan dan pelatihan, media dan teknologi pengajaran serta fasilitas
pendidikan jasmani, dikembangkan dan disebarluaskan secara merata.
Tersedianya sarana pendidikan yang memadai hingga ketingkast desa
merupakan salah satu bentuk hasil pelaksanaan pembangunan di
meningkat cukup signifikan pada tingkat pendidikan TK, yang berarti
bahwa kesadaran masyarakat terhadap pendidikan usia dini semakin
meningkat. Perkembangan jmlah murid pada tahun 2010 juga mengalami
keniakan dari tahun sebelumnya. Pada tingkat pendidikan TK bila
dibandingkan tahun ajaran lalu jumlah sekolah, murid dan guru terjadi
perubahan menjadi 401 sekolah; 13.149 murid dan 1.329 guru. Tingkat
SD mengalami perubahan menjadi 609 sekolah; 72.006 murid dan 6.919
guru. Tingkat SMP terjadi perubahan menjadi 87 sekolah; 27.345 murid
dan 2.217 guru. Tingkat SMU terjadi perubahan menjadi 27 sekolah;
10.204 murid dan 933 guru. Dan Pada tingkat SMK terjadi kenaikan
menjadi 35 sekolah; 12.400 murid dan 922 guru. Sedangkan untuk kondisi
Madrasah, jumlah sekolah untuk semua tingkat pendidikan tidak banyak
mengalami perubahan.
Pada tahun 2005 dilakukan rehabilitasi gedung sekolah SMA
sebanyak 6 sekolah, tahun 2006 sebanyak 14 sekolah, tahun 2007
sebanyak 5 sekolah dan tahun 2008 sebanyak 1 sekolah. Untuk tingkat
SD telah dilakukan rehabilitasi gedung mulai tahun 2006 sebanyak 138
ruang kelas, tahun 2007 sebanyak 252 ruang kelas dan tahun 2008
senyak 765 ruang kelas. Pada tahun 2010 pada jenjang pendidikan SMP
telah dilakukan rehabilitasi ruang kelas sejumlah 11 ruang kelas di 11
SMP. Disamping itu di jenjang pendidikan SMA juga telah dilakukan
rehabilitasi sedang/ berat terhadap 11 ruang kelas di 11 SMA Negeri serta
tingkat SMK juga dilakukan rehabilitasi di 3 ruang kelas yakni di SMK
Negeri Badegan, Slahung dan Sawoo. Pada tahun 2011, Sekolah Dasar
Negeri yang mendapatkan kegiatan rehabilitasi ruang kelas dan
pembangunan perpustakaan serta mendapatkan meubelair berjumlah 140
SD dengan sumber dana dari DAK. Sedangkan sekolah menengah
pertama yang mendapatkan alokasi DAK untuk rehabilitasi ruang kelas,
pembangunan ruang kelas baru dan mebelair berjumlah 12 SMPN. Untuk
Infrastruktur Perdesaan (DPPID) meliputi 1 sekolah menengah pertama
swata dan 16 sekolah menengah pertama negeri.
d. Bidang Angkatan Kerja
Penduduk kabupaten Ponorogo mayoritas mengelompok pada
usia muda, dan ini berpengaruh terhadap besarnya jumlah angkatan
kerja. Prosentase penduduk laki-laki yang bekerja lebih besar bila
dibandingkan dengan penduduk perempuan. Penduduk laki-laki bukan
angkatan kerja sebagian besar dikarenakan bersekolah, sedangkan
penduduk perempuan dikarenakan mengurus rumah tangga.
Dalam seminggu, rata-rata jam kerja penduduk laki-laki usia 10
tahun keatas sebesar 35,56 jam. Lapangan usaha yang paling banyak
dilakukan oleh penduduk laki-laki usia 10 tahun keatas adalah bidang
pertanian dengan presentase sebesar 62,73%. Diikuti dengan sektor jasa
9,03%, perdagangan 8,67%, industri 7,49%, konstruksi 5,92%,
transportasi 3,62%, keuangan 1,57%, pertambangan 0,61% dan sektor
listrik, gas dan air sebesar 024%. Untuk penduduk perempuan lapangan
usaha yang paling banyak dilakukan adalah pertanian sebesar 54,65%.
Diikuti dengan sektor perdagangan , jasa, industri, pertambangan dan
galian, keuangan, konstruksi, serta sektor listrik, gas dan air.
Sedangkan jenis pekerjaan utama yang paling banyak dilakukan
oleh penduduk baik laki-laki maupun perempuan adalah bidang pertanian.
Hal ini dipengaruhi oleh potensi wilayah kabupaten Ponorogo merupakan
adaerah persawahan. Disamping itu tingkat pendidikan, kemampua/ skill
yang dimiliki oleh penduduk dan kondisi perekonomian daerah juga
berpengaruh terhadap jenis lapangan usaha yang dilakukan oleh
masyarakat.
Jumlah pencari kerja pada tahun 2010 berjumlah 6.113 orang
dengan komposisi laki-laki berjumlah 2.671 orang (43%) dan perempuan
berjumlah 3.442 orang (57%). Berdasarkan jenjang pendidikan jumlah
orang, sekolah lanjutan tingkat atas berjumlah 2.085, sarjana berjumlah
1.127 orang, sarjana muda dan yang sederajat berjumlah 610 orang dan
yang paling sedikit untuk lulusan sekolah dasar berjumlah 182 orang.
e. Bidang Pariwisata
Kabupaten Ponorogo dikenal oleh masyarakat umum sebagai
kota REYOG, karena dari kota Ponorogo lah asal muasal kesenian Reog.
Hal ini pula yang membuat pemerintah kabupaten Ponorogo terus
berupaya untuk melestarikan keberadaan kesenian Reyog dengan
berbagai usaha diantaranya menggelar Festival Reyog Nasional melalui
event ”Grebeg Suro” dan Festival Reyog Mini serta memberikan binaan
kepada kelompok kesenian Reyog maupun pengrajinnya. Disamping itu
upaya melestarikan kesenian reyog terus diupayakan diantaranya melalui
program ”Kampung Reyog” dan upaya penangkaran merak sebagai
perluasan daerah wisata baru disamping sebagai mengupayakan
ketersediaan bulu merak sebagai bahan baku pembuatan Dadak Merak.
Beberapa obyek wisata yang menjadi andalan kabupaten
Ponorogo diantaranya wisata alam Telaga Ngebel yang berada di
kecamatan Ngebel dri pusat kota ponorogo sejauh 25 Km, air terjun
Plethuk di kecamatan Sooko, Goa Lowo di kecamatan Sampung dan
hutan wisata Kucur di kecamatan badegan.
Obyek wisata lain berupa wisata spiritual yaitu makam
Batorokathong yang terletak didesa setono kecamatan Jenangan. Obyek
wisata wisata kuliner berupa makan khas Ponorogo yaitu: Dawet Jabung
di desa Jabung kecamatan Mlarak, Jenang atau Dodol di kecamatan Jetis
serta sate ayam Ponorogo di kecamatan Jenangan dan Ponorogo.
Dibidang Pariwisata, prestasi yang telah diraih Kabupaten
Ponorogo pada tahun 2009 yaitu:
1. Pemenang Anugerah Wisata Jawa Timur Tahun 2009 untuk
Kategori Obyek Wisata Minat Khusus Air Terjun Pletuk di Desa
2. Pemenang dalam pemilihan duta wisata kategori The Best Talent
Raka Tahun 2009
3. Pemenang nominasi ”The Most Exiting Award” kelompok wisata
budaya kategori daya tarik wisata ”Larung Sesaji”
4. Pemenag Anugerah wisata Jawa Timur Tahun 2010 Juara 1 bidang
wisata budaya melalui Larung Do,a Telaga Ngebel.
f. Bidang Politik, Sosial dan Budaya
Pembangunan politik, sosial dan budaya di Kabupaten Ponorogo
secara umum dapat dikatakan semakin baik yang ditandai dengan proses
demokratisasi yang telah berjalan pada arah yang benar. Demikian pula
antusiasme masyarakat untuk berpolitik yang cerdas dan santun cukup
tinggi, seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat yang semakin
kritis. Adanya tuntutan keterbukaan dalam wadah partisipasi politik rakyat
secara lebih variatif dan munculnya berbagai bentuk asosiasi masyarakat
sipil, baik dalam bentuk ormas, LSM maupun forum lain menjadi modal
yang sangat penting dalam mewujudkan proses demokratisasi kedepan.
Organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat maupun
forum–forum lainnya, selama ini telah banyak memberikan masukan yang
positif dan mengontrol pemegang kendali pembangunan untuk tetap
berpihak kepada sebesar–besarnya kemakmuran masyarakat.
Wujud nyata mantapnya kehidupan berpolitik masyarakat
Kabupaten Ponorogo tercermin pada keberhasilan dalam Pemilihan
Umum Tahun 2009 yang diikuti oleh 29 partai politik dengan hasil : 11
partai politik telah memperoleh kursi di DPRD Kabupaten Ponorogo
periode 2009 – 2014, yaitu PDIP memperoleh 9 kursi, Partai Golkar 9
kursi, PKB 7 kursi, Partai Demokrat 7 kursi, PAN 6 kursi, PPP 3 kursi,
PKS 1 kursi, PKNU 3 kursi, HANURA 3 kursi, PNI Marhaenisme 1 kursi,
PKPI 1 kursi dan secara umum berjalan aman dan tertib. Disamping
pemelihan umum legislatif, Pemerintah Kabupaten Ponorogo bersama
menyelenggarakan Pemilihan Umum Kepala Daerah pada tanggal 4 Juni
2010 dengan aman, tertib serta kondusif dan telah berhasil memilih Bupati
dan Wakil Bupati pasangan H. Amin, SH – Yuni Widyaningsih, SH untuk
masa jabatan 2010 – 2015.
Peningkatan kesehatan/kesejahteraan keluarga melalui program
KB, menunjukan kemajuan. Pencapaian akseptor KB mengalami
penurunan dari tahun 2007 sebanyak 151.442 akseptor, kemudian Tahun
2008 turun menjadi 135.401 akseptor. Jumlah dan jenis alat kontrasepsi
yang digunakan masyarakat adalah IUD 58.106 akseptor; suntik 50.893
akseptor; tablet/pil 10.408 akseptor; MO 8.067 akseptor; Implant 6.374
akseptor dan kondom 1.553 akseptor. Sedangkan pada tahun 2009
jumlah akseptor KB sebanyak 137.664 orang, dengan jenis kontrasepsi
sebagai berikut: untuk IUD 56.600 akseptor; MO 8.356 akseptor; Implant
7.486 akseptor; Tablet 10.515 akseptor; Suntik 50.397 akseptor; dan yang
memakai Kondom adalah 4.310 akseptor.
Prestasi yang menonjol di bidang KB pada tahun 2011
diantaranya:
a. Juara II lomba KB Award Tingkat Propinsi Jawa Timur.
b. Juara III lomba penyuluh KB tingkat Propinsi Jawa Timur.
c. Juara II Kader BKB tingkat Propinsi Jawa Timur
d. Penghargaan sebagai Artistik terbaik media seni budaya tradisional
dari perwakilan BKKBN Propinsi Jawa Timur
e. Juara I lomba kesatuan gerak PKK-KB- Kesehatan Tingkat Nasional
Tahun 2011.
f. Penghargaan sebagai peserta KB lestari selama 15 tahun dari
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan rakyat republik Indonesia.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui jaring pengaman
sosial untuk Tahun 2008 dilaksanakan melalui alokasi dana jaring
pengaman sosial bidang kesehatan Tahun 2008 sebesar Rp.
76.294 keluarga miskin;. Sedangkan pada tahun 2009 jumlah masyarakat
miskin yang mendapatkan program jaring pengaman sosial adalah
340.056 orang dengan total alokasi dana sebesar Rp. 11.422.013.021,-
Komitmen Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanan
kepada wong cilik semakin ditingkatkan diantaranya dengan naiknya
anggaran Tahun 2009 untuk pelayanan kesehatan masyarakat miskin
melalui Jamkesda yang mensinergi dengan Jamkemas program Nasional
sebesar Rp. 600.000.000,- dan tahun 2010 telah dinaikkan kembali
anggaran untuk Jamkesda menjadi sebesar Rp. 2.800.000.000,- yang
merupakan bentuk kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Ponorogo
dengan Pemerintah Propinsi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin, dengan pembagian kewenangan dan tanggung
jawab yakni untuk Jamkesda Kabupaten untuk mendanai pelayanan
masyarakat miskin mulai dari puskesmas dan rumah sakit Dr. Hardjono
milik pemerintah kabupaten Ponorogo dan untuk tindak lanjut pelayanan
kesehatan yang mengharuskan penangan yang lebih intensif akan
ditanggung oleh anggaran Jamkesda Pemerintah Propinsi untuk
pelayanan dirumah sakit milik Pemerintah Propinsi seperti Rumah Sakit
Dr. Soedono Madiun, rumah sakit Shaiful Anwar di Malang, Rumah sakit
Dr. Soetomo di Surabaya dll.
Selain itu, dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial,
alokasi dana program kompensasi pengurangan subsidi BBM bidang
pendidikan dasar dan menengah bantuan murid khusus (BKM) Tahun
2008/2009 mencapai jumlah total Rp. 26.073.994,- yang diperuntukan
bagi 111.128 siswa. Perincian jumlah penerima dan besarnya dana
sebagai berikut : untuk SD/MI sejumlah 74.854 siswa dengan dana
sebesar Rp. 14.858.524,-; untuk SLTP/MTs sejumlah 27.918 siswa
dengan dana sebesar Rp. 7.956.630,-; untuk SMU/SMK/MA sejumlah
8.356 siswa dengan dana sebesar Rp. 3.258.840,- Sedangkan untuk
tahun 2009 pada periode bulan Januari-Juni jumlah murid yang
24.870.059.000,- dan untuk periode bulan Juli – Desember 2009 jumlah
siswa penerima PKPS-BBM adalah 106.386 orang dengan total nilai Rp.
23.906.666.000,- . Untuk tahun 2010 jumlah murid penerima PKPS-BBM
mengalami peningkatan hingga mencapai 201.908 siswa dengan total
nilai Rp. 22.440.996.000,- pada periode bulan Januari – Juni tahun 2010
dan pada periode Juli-Desember total mencapai Rp. 23.906.666.
Dalam rangka peningkatan kesejahteraan telah dilaksanakan
program transmigrasi, untuk tahun 2008 sebanyak 63 transmigran
sedangkan yang menjadi TKI/TKW yang berangkat ke Luar Negeri Tahun
2008 sejumlah 1.488 orang terdiri laki laki 236 dan perempuan 1.252
orang. Adapun Negara tujuan adalah Malaysia, Hongkong, Arab Saudi,
Singapura, Abu Dhabi dan Brunei Darussalam. Pada tahun 2010 jumlah
TKI/TKW mencapai 1.892 orang mengalami peningkatan sebesar 404
orang.
Dari aspek keagamaan, masyarakat Kabupaten Ponorogo adalah
masyarakat yang religius. Penduduk Kabupaten Ponorogo 99 %
beragama Islam atau 1.004.899 orang beragama Islam dari total jumlah
penduduk 1.013.769 orang. Untuk penduduk lainnya 3.039 orang
bergama Katholik; 3.168 orang bergama protestan; 72 orang beragam
Hindhu dan 340 orang bergama Budha. Jumlah tempat ibadah untuk umat
Islam adalah 2.016 masjid dan 2.328 mushola/langgar. Sedangkan jumlah
rumah ibadah untuk non muslim adalah gereja ada 27 buah, pura 1 buah
dan Vihara 2 buah.
Kabupaten Ponorogo juga terkenal dengan kehidupan pondok
pesantrennya. Jumlah pondok pesantren pada tahun 2008 sejumlah 84
pondok. Pondok pesantren tersebut didukung oleh guru pondok pesantren
sejumlah 30.656 orang. Namun untuk jumlah santri bertambah dari 30.444
santri menjadi 30.825 santri. Untuk jumlah jamaah haji dari sesuai dengan
jumlah kuota Kabupaten Ponorogo Tahun 2008 sebanyak 579 orang.
Sedangkan pada tahun 2009 jumlah pondok pesantren meningkat