• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 Pokok Bahasan Kedua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "5 Pokok Bahasan Kedua"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Pokok Bahasan II

KONSEP DASAR KEBIJAKAN PUBLIK

Sub Pokok Bahasan

Halaman

1.1. Konsep Dasar Kebijakan Publik 11

1.2. Sistem Politik dan Sebab-sebab Kegagalan Kebijakan Publik 16

(2)

Pokok Bahasan II

Judul Pokok Bahasan

Konsep Dasar Kebijakan Publik Tujuan Interaksional

Pada akhir materi, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan mengenai :

1. Memahami Konsep Dasar Kebijakan Publik

2. Memahami Sistem Politik dan Sebab-sebab Kegagalan Kebijakan Publik

Pokok Bahasan

Konsep Dasar Kebijakan Publik

2.1.1.Pengertian Analisa Kebijakan Publik

Ilmu-ilmu kebijakan mempelajari pemahaman proses keputusan dari lembaga-lembaga umum dan perorangan, serta membahas penilaian signif-kansi semua pengetahuan untuk tujuan-tujuan pembuatan keputusan. Istilah ilmu kebijakan baru diperkenalkan setelah Perang Dunia II oleh Lerner dan Lasswell (1951) merujuk kepada munculnya perhatian kalangan spesialis dalam berbagai disiplin pada masalah keputusan ini. Perkembangan berikutnya ditandai dengan kemajuan alat-alat konseptual; pendirian program-program kebijakan di universitas-universitas, lembaga-lembaga pemerintahan, dan sektor swasta; serta ditandai dengan ledakan pertumbuhan analisis kebijakan. Para pakar kebijakan dalam kesemuanya itu belum mengembangkan identitas profesional yang jelas atau pemahaman bersama tentang peran mereka yang sesungguhnya dan yang lebih disukai dalam evolusi peradaban.

(3)

peka segera belajar memelihara ekspektasi ini melalui penyampaian hasil-hasil yang parsial, serta menjustifkasi sains dan beasiswa lebih jauh dalam pengertian bahwa lingkungan itu menghargai.

Para ahli ilmu kebijakan cenderung bersatu pada tataran pandangan umum, terlepas dari perbedaan asal-usul mereka. Unsur pembeda dari pandangan umum ini adalah kontekstualitas (contextuality). Satu penyelidikan yang mengurangi pertimbangan-pertimbangan realisme atau yang bernilai bagi mereka yang menggeluti satu dispilin, misalnya, bisa diterima oleh editor naskah yang melaksanakan standar displin itu. Tetapi, itu tampaknya tidak bisa diterima oleh pembuat keputusan, yang tidak terkesan dengan pembagian buruh secara akademis tradisional, yang tidak mampu mengabaikan pertimbangan-pertimbangan lain dalam evaluasi tindakan alternatif. Unsur lainnya adalah "orientasi problem" yang mencakup tugas-tugas yang secara logis diperlukan dalam pilihan rasional alternatif-alternatif. Pilihan rasional memerlukan proyeksi-proyeksi tentang konsekusensi-konsekuensi yang mungkin dari alternatif-alternatif, serta preferensi dalam mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi tersebut. Dengan demikian, para spesialis dalam preferensi, termasuk sebagian flosuf, secara perlahan mengetahui bahwa prioritas-prioritas di antara tujuan bergantung pada proyeksi, yang pada gilirannya tergantung kepada penjelasan kecenderungan serta analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan-kecenderungan itu. Sebaliknya, para spesialis dalam proyeksi, sebagian besar para ilmuwan, secara perlahan belajar memperjelas dan menyatakan tujuan-tujuan mereka secara eksplisit agar bisa membimbing penelitian kebijakan empiris. (konotasi "Bebas nilai" "sains" dilemahkan, sedangkan sains sebagai pengejaran "pengetahuan yang dapat dibuktikan" dipertahankan). Unsur ketiga adalah sintesa dari parsial terhadap analisis kebijakan mengarah pada kesalahan dalam praktek.

(4)

informasi di dalam memori jangka-pendek yang dipaksakan (Simon 1981). Penguasaan terhadap alat konseptual ini mempermudah seorang pakar ilmu kebijakan memaksimumkan potensi rasionalitas di dalam tekanan waktu, sumber daya, serta faktor-faktor lain dalam keadaan itu.

Lasswell (1971) dan para kolaboratornya (Lasswell dan Kaplan 1950); Lasswell dan McDougal 1992) telah mendefnisikan perangkat alat-alat konseptual yang paling komprehensif pada 1940-an; tetapi padanan yang tepat secara terus menerus ditemukan kembali oleh yang lain. Untuk memahami perilaku, para ahli ilmu kebijakan mempostulasikan bahwa orang berbuat secara selektif untuk memaksimalkan hasil yang dikehendaki sesuai dengan perspektif mereka sendiri; tetapi tindakan itu kurang rasional sebab perspektif-perspektif yang relevan tidak sempurna, terdistorsi, dan tidak disadari dalam berbagai segi dan tingkatan. Perspektif tersebut juga merupakan hal yang bisa berubah. "Postulat maksimalisasi" Lasswell (1971) dan "prinsip rasionalitas terikatnya" Simon (1983) pada dasarnya perhatian kepada pokok-pokok ganda terhadap mana kekuasaan harus atau mungkin digunakan untuk membentuk keputusan. Model proses sosial yang lebih luas, di antara yang lain-lain, mengarahkan perhatian kepada basis-basis sosial yang berbeda, justifkasi, dan strategi dari elite kekuasaan dan terhadap hasil-hasil sosial dan pengaruh keputusan. Untuk mengenalkan mereka sendiri pada konteks, para pakar ilmu kebijakan melakukan tugas-tugas cendekiawan yang diperlukan dalam keputusan rasional. Tugas-tugas-tugas ini telah dikonseptualisasikan dengan cara-cara yang nyaris setara oleh Simon (1983) dan banyak lagi yang lain.

(5)

Sepanjang pendekatan parsial seperti itu tetap ada, maka tidak tepat untuk membatasi ilmu kebijakan kepada konsepsi integratif Lasswell dan para kolaboratornya, dan merujuk kumpulan pendekatan parsial tersebut sebagai "gerakan kebijakan".

Bangkitnya para pakar kebijakan dari semua jenis dipercepat oleh kompleksitas masyarakat modern yang semakin meningkat. Teknologi berbasis sains terus memecah bagian buruh sosial menjadi bagian-bagian yang bahkan lebih khusus lagi, dan pada saat yang sama rnenghubungkan antar tersebut secara lebih kokoh dan lebih cepat melalui alat-alat komunikasi dan transportasi modern. Hal ini menambah rumitnya persoalan keputusan pada sektor negara dan swasta, sebab lebih banyak pertimbangan (dan lebih khusus) harus diperhatikan. Sebagai jawaban, para pembuat keputusan membutuhkan lebih banyak bantuan dari para ahli, dan lembaga-lembaga pendidikan serta penelitian guna memenuhi tuntutan itu. Pertumbuhan diakselerasikan dengan didirikannya jurusan-jurusan kebijakan generasi pertama di universitas-universitas besar pada akhir 1960-an. Para lulusan dari sekolah-sekolah ini telah direkrut di kantor-kantor perencanaan atau evaluasi di badan-badan pemerintah, divisi-divisi riset dari kelompok-kelompok politik yang terorganisasi, think-tank swasta, dan program-program kebijakan universitas - kesemuanya itu telah berkembang dan bertambah banyak jumlahnya sejak 1970-an. Dalam menimbang munculnya ledakan analisis kebijakan, Rivlin (1984) menemukan suatu paradoks: tak ada lagi masalah besar dalam perdebatan pemerintah Amerika Serikat tanpa merujuk kepada banyak analisis kebijakan dari para peserta yang terlibat. Namun belum ada kemajuan untuk masalah-masalah utama, seperti defsit anggaran belanja pemerintah federal, di mana jalan buntu dan pencarian obat mujarab cenderung berlaku.

Ada berbagai ragam istilah yang dipergunakan para ahli analisa kebijakan publik, seperti; ilmu-ilmu kebijaksanaan (

policy science

), studi-studi kebijaksanaan (

policy studies

), dan analisis kebijaksanaan (

policy

analysis

). Namun hal ini tidaklah menjadi perdebatan diantara para ahli tersebut sebagaimana diungkapkan Wahid (2002). Oleh karenanya dalam perkuliahan ini sendiri sengaja menggunakan istilah Analisa Kebijakan Publik yang pada dasarnya juga mempunyai pengertian yang sama dengan analisis kebijaksanaan seperti yang dikehendaki Wahid. Pertanyaannya kemudiaan adalah apakah yang kita maksudkan dengan kebijakan atau kebijaksanaan.

Dari bacaan utama yang disadur untuk membahas materi ini, diketemukan sejumlah pengetian tentang kebijaksanaan atau kebijakan, diantaranya :

(6)

(2) Kepandaian atau kecakapan bertindak menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya) apabila menghadapi kesulitan.

(3)

United Nations

(1975), kebijaksanaan dinyatakan suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu suatu rencana.

(4) James E. Anderson (1978), merumuskan kebijaksanaan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.

(5) Carl Friedrich menyatakan bahwa kebijaksanaan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau

(7) Lebih lanjut Heinz Eulau dan Kenneth Previtt (dalam Jones, 1970:47) mendefnisikan kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (

repetitiveness

) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan yang diterapkan terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, masih sangat tergantung pada kebijakan negara. Karenanya untuk memahami kebijakan publik, pengertian kebijakan negara-lah yang menjadi acuan kita, seperti yang dinyatakan oleh Irfan, Islamy (2002), bahwa kebijakan publik tidak lain adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh negara untuk mengatur rakyatnya. Dari bacaan yang disadur diketemukan sejumlah pengertian tentang kebijaksanaan negara atau kebijakan publik :

(1) Jones (1970) menyatakan bahwa kebijaksanaan negara adalah antar hubungan di antara unit pemerintah tertentu dengan lingkungannya.

(2) Thomas R. Dye (1978) menjelaskan kebijaksanaan negara itu ialah pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah.

(7)

(4) Chief J.O. Udoji (1981) mendefnisikan kebijaksanaan negara sebagai suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.

(5) J.E. Anderson (1978) kebijaksanaan negara adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.

(6) David Easton memberikan arti kebijaksanaan negara sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa atau syah kepada seluruh anggota masyarakat

(7) Pengertian dalam bidang administrasi negara, kebijaksanaan negara diartikan sebagai: (1) susunan rancangan tujuan-tujuan dan dasar-dasar pertimbangan programa-programa pemerintah yang berhubungan dengan masalah-masalah tertentu yang dihadapi masyarakat, (2) apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan, (3) masalah-masalah yang kompleks yang dinyatakan dan dilaksanakan oleh pemerintah.

Pertanyaan yang kemudiaan muncul adalah defnisi kebijakan publik seperti apakah yang paling tepat untuk digunakan. Pengertian kebijakan publik pada dasarnya adalah keputusan yang diambil pemerintah atau oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah dengan cara mengalokasikan nilai-nilai secara paksa untuk suatu tujuan tertentu kepada seluruh anggota masyarakat. Proses pengambilan keputusan itu sendiri membutuhkan serangkaian kegiatan analisis agar keputusan tersebut sesuai dengan kepentingan seluruh anggota masyarakat, sehingga disebutkan dengan ANALISA KEBIJAKAN PUBLIK. Serangkaian kegiatan analisa kebijakan publik, menyangkut: isi kebijakan; penilaian mengenai dampak dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungan terhadap isi kebijakan; analisis mengenai akibat dari pelbagai pengaturan kelembagaan dan proses-proses politik terhadap kebijakan; penelitian mendalam mengenai akibat-akibat dari pelbagai kebijakan terhadap sistem politik; dan evaluasi dampak kebijakan pada masyarakat. Hasilnya adalah terciptanya pengetahuan dalam rangka meningkatkan efsiensi pilihan atas berbagai alternatif kebijakan yang akan diputuskan oleh pemerintah atau oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.

2.1.2.Ciri-ciri Kebijakan Publik

Proses pengambilan keputusan berkaitan dengan kepentingan publik dari berbagai kajian yang dilakukan para ahli pada dasarnya memiliki ciri-ciri tertentu, sehingga kita dapat membedakan dengan kebijakan lainnya. Ciri-ciri kebijaksanaan negara atau kebijakan publik antara lain :

(8)

terlibat dalam urusan-urusan politik dari sistem politik dan dianggap sebagian besar warga politik

(2) Implikasinya adalah :

 kebijaksanaan negara lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan serba acak dan kebetulan, senyatanya dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu, dan

kebijaksanaan negara dapat berbentuk mungkin positif dan mungkin negatif.

(3) Kebijaksanaan negara memiliki daya-ikat yang kuat terhadap masyarakat secara keseluruhan dan memiliki daya paksa tertentu yang tidak dimiliki oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dibuat oleh organisasi swasta.

2.1.3.Hakikat Kebijakan Publik

Hakikat atau inti dasar dari kebijakan publik adalah sebagai jenis tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu sehingga dapat dikategorikan kedalam:

(1) Tuntutan Kebijaksanaan (

policy demands)

pada dasarnya merupakan suatu desakan yang ditujukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh aktor-aktor lain, baik swasta ataupun kalangan pemerintah sendiri, dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaiknya untuk tidak berbuat sesuatu terhadap masalah tertentu. Jenis tuntuan dapat bervariasi, mulai dari desakan umum agar pemerintah berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan kongkrit tertentu terhadap sesuatu masalah yang terjadi dalam masyarakat.

(2) Keputusan Kebijaksanaan (

policy decisions

) merupakan Keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan keabsahan, kewenangan atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijaksanaan negara. Karenanya keputusan kebijaksanaan yang dimaksud adalah untuk menciptakan statuta (ketentuan-ketentuan dasar), mengeluarkan perintah-perintah eksekutif (keputusan presiden), ketetapan-ketetapan, mencanangkan peraturan-peraturan administrasi, atau membuat penafsiran terhadap undang-undang (3) Pernyataan Kebijaksanaan (

policy statement

) adalah

(9)

MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit Presiden, peraturan-peraturan administrasi dan keputusan-keputusan peradilan, maupun pernyataan-pernyataan dan pidato-pidato para pejabat pernyataan-pernyataan kebijaksanaan. Keluaran-keluaran kebijaksanaan adalah menyangkut apa yang dikerjakan oleh diharapkan konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam masyarakat.

2.1.4.Pentingnya Mempelajari Kebijakan Publik

Keterkaitan antara ilmu sosial dengan kebijakan publik berhubungan dengan adanya kebutuhan akan pentingnya informasi tentang masalah-masalah sosial yang muncul akibat diterapkan suatu keputusan terutama keputusan yang dibuat pemerintah untuk kepentingan publik. Sebagai contoh, ahli sosiologi pembangunan haruslah mengajukan pertanyaan-pertanyaan sosiologi yang menentukan seperti; dapatkah struktur sosial yang ada berfungsi dalam pergeseran yang begitu cepat akibat masuknya gelombang uang yang besar? Penyesuaian struktural seperti apakah yang diperlukan sejalan dengan elemen-elemen intervensi pembangunan lainnya? Ahli sosiologi diharapkan mampu menunjukkan langkah-langkah operasional untuk membuat persiapan-persiapan sosial, modifikasi struktural, atau perubahan institusional yang diperlukan untuk menghadapi masalah-masalah selanjutnya.

(10)

keputusan publik. Penggantinya adalah pendekatan peran-serta (

participatory approach

).

Seperti yang dipaparkan sebelumnya pendekatan peran serta di Indonesia kembali dimunculkan pada era otonomi daerah. Pendekatan ini menjadi penting mengingat mempelajari analisa kebijakan publik menurut Anderson (1998) dan Dye (1998) adalah: (1) untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai hakikat dan asal mula kebijakan publik berikut proses-proses yang mengantarkan perkembangannya serta akibat-akibatnya pada masyarakat, (2) upaya untuk menerapkan pengetahuan ilmiah di bidang kebijakan publik guna memecahkan masalah-masalah sosial sehari-hari, dan (3) agar pemerintah dapat menempuh kebijaksanaan yang tepat guna mencapai tujuan yang tepat pula.

Pertanyaannya kemudiaan yang muncul bagaimanakah peran-serta menjadi peran–serta pembangunan (

how participatory development

)? -sepenuhnya dibenarkan dan harus ditanyakan pada bagaimana proses pengambilan keputusan dari setiap program pembangunan. Apa yang sesungguhnya terjadi apabila manusia tidak diutamakan secara meyakinkan telah ditunjukkan analisis dari banyak program pembangunan yang selesai tetapi gagal (Cernea, 1981:11-17).

2.1.5.Sistem Politik dan Sebab-sebab Kegagalan Kebijakan Publik Studi politik pada dasarnya ingin memberikan pemahaman tentang bagaimana keputusan yang sah diambil dan dapat dilaksanakan dalam masyarakat. Untuk maksud tersebut analisa dapat dilakukan melalui pemahaman tentang bagaimana bekerjanya lembaga-lembaga, seperti partai politik, kelompok penekan, pemerintahan dan proses pengambilan keputusan itu sendiri. Hal lain yang juga dilakukan dalam studi politik adalah memahami hakekat dan akibat dari suatu kegiatan politik seperti manipulasi, propaganda dan kekerasan untuk mengungkapkan lebih jauh struktur dimana kegiatan politik tersebut berlangsung. Dengan menggabungkan hasil-hasil dari analisis tersebut, maka akan diperoleh gambaran tentang sistem politik dan sebab-sebab kegagalan kebijakan publik.

2.1.6.Sistem Politik

(11)

Pertanyaannya adalah unsur-unsur apa sajakah yang membentuk sistem politik?

Easton (dalam Sanit , 1980 : 32 – 37 dan Varma, 1992 : 275 - 295) dalam pemahamannya tentang

The Political System

mengidentifkasi unsur-unsur yang membentuk sistem politik :

(1) Unsur Identifikasi. Perbedaan antara sistem politik dari sistem lainnya, dikenali dengan menggambarkan unit-unit fundamental dari sistem politik dan menetapkan batas yang memisahkan antara unit-unit dari sistem politik dengan unit-unit di luar sistem politik tersebut.

(a)

Unit sistem politik. Unit merupakan unsur yang membentuk sistem tersebut. Di dalam hal sistem politik, unsur ini adalah tindakan politik. Biasanya dianalisis dengan melihat tindakan politik di dalam strukturnya, yaitu peran dan kelompok politik.

(b)

Batas politik. Beberapa persoalan penting berkenaan dengan operasi sistem politik hanya bisa dijawab karena sistem politik tersebut berdiri sendiri. Sistem ini selalu terkandung di dalamnya suatu jalinan atau lingkungan tertentu. Bekerjanya suatu sistem merupakan bagian dari fungsi sistem adalah untuk mengambil keputusan dalam rangka menghadapi berbagai lingkungan sosial, biologis dan fsik.

(2) Input dan Output

(12)

Gambar 1

Hubungan Antar Input dan Ouput Dalam Sistem Poilitik.

Dari gambar 1 di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem politik akan menerima terus menerus input demi kelangsungan hidupnya dan tanpa input maka sistem politik tersebut tidak dapat berlangsung.

(3) Difrensiasi di dalam sistem.

Disamping energi yang menggerakkan sistem, juga menerima informasi yang akan dijadikan bahan pertimbangan untuk menggunakan energi tersebut. Karenanya sistem akan menghasilkan berbagai output yang mungkin berbeda dengan input yang datang dari lingkungan. Jika suatu sistem politik harus melaksanakan penetapan sesuai dengan tugas dalam waktu yang terbatas, maka haruslah terdapat sejumlah difrensiasi di dalam strukturnya.

(4) Integrasi sistem.

Kenyataan tentang difresiasi ini akan membuka suatu kawasan analisis dilihat dari sistem politik. Difrensiasi struktural mengandung dorongan yang secara potensial mempunyai akibat perpecahan atau konflik bagi sistem politik. Karenanya perlu dilakukan analisis lebih lanjut tentang bagaimana menjalin seluruh proses tersebut ke dalam suatu rangkaian, sekalipun hasilnya secara minimal dan sulit untuk diterima sebagai ouput yaitu terpilihnya bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur.

(13)

Gambar 2.1.

Proses Pengambilan Keputusan Dalam Sistem Politik (Sumber : Mas’oed dan MacAndrews, 2001:30)

2.2.1.Sistem Politik dan Sebab-sebab Kegagalan Kebijakan Publik Mengacu pada gambar 2.1. menurut Jones (1994:6), untuk memahami sistem politik dan sebab-sebab kegagalan kebijakan publik hal yang penting untuk dipelajari dan dianalisis adalah: (1) Pemahaman tentang Hakekat Sistem (Politik), (2) Sistem Utama: Lembaga-lembaga, dan (3) Hubungan-hubungan Antarpemerintah. Hal ini dikarenakan sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan publik pada dasarnya dikarenakan tidak berjalan seluruh proses pembuatan kebijakan.

(14)

PERDA No. 2 Tahun 2002 adalah kurangnya sosialisasi dan komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota maupun DPRD Kota Salatiga dengan PKL. Dengan kata lain, dalam pengambilan keputusan No. 2 Tahun 2004 peran serta masyarakat (PKL) belum dilibatkan secara optimal akibatnya hingga saat ini PKL di kota Salatiga belum juga tertata seperti yang diharapkan oleh PERDA.

Gambar 2.2.

Proses Pengambilan Keputusan PERDA Dalam Sistem Politik Indonesia

UUD 1945

Eksekutif

(Pemerintah) Legeslatif(DPR/D)

Rakyat LSM

RUU/

RAPERDA PengesahanUU/PERDA RAPERDA

Impelementasi (Memaksa) Naskah Akademik (UU

Tandingan) Masukan

(15)

BAHAN BACAAN UTAMA

Abdul Wahid, Slocihin, 2002,

Analisa Kebijaksanaan, Dari Reformulasi ke

Implementasi Kebijaksanaan Negara,

Jakarta, Bumi Aksara, Halaman 1 – 15.

Cernea, Michael M, 1981, Mengutamakan Manusia Di Dalam Pembangunan, Jakarta, UI Press, Halaman 11 – 17.

Islam, Irfan, 2002,

Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Publik

, Jakarta, Bumi Aksara, Halaman 18 – 21.

Gambar

Gambar 2.1.Proses Pengambilan Keputusan Dalam Sistem Politik
Gambar 2.2.Proses Pengambilan Keputusan PERDA

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Embrio adalah suatu perkembangan yang mencerminkan interaksi luar biasa dari suatu fenomena semakin kompleks, dari waktu pembuahan sampai akhir minggu

Ketiga unsur utama ini memiliki keterkaitan, dimana suatu proyek diharapkan dapat menyelesaikan dengan biaya yang minimal, pada waktu yang tepat dan dengan mutu

Dan Selanjutkan akan dilakukan analisis secara kualitatif, dengan menggunakan metode komparasi, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis data yang berbeda dengan

Metoda Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis) digunakan untuk mengekstraksi faktor. Pengumpulan data opini responden, tabulasi data dan analisa

i Perubahan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2015 ini, disusun sebagai

Setiap anggota jemaat yang setia mengikuti Retreat Encounter ini, pasti akan semakin diberkati dan diberi kekuatan yang luar biasa dari Tuhan untuk dapat semakin maju dalam

Peserta Yudisium yang sudah dinyatakan LULUS pada Pengumuman Hasil Yudisium Sementara (Tahap-1) dan LULUS setelah Kroscek Nilai, Wajib mengupload Berita Acara beserta

Pembelajaran matematika menggunakan cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan motivasi belajar murid. Murid dengan motivasi belajar yang tinggi cenderung memiliki