Dyah Citra Wardani, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) “pendidikan merupakan
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses,
cara, perbuatan mendidik”.
Berdasarkan pengertian tersebut pendidikan sangat diperlukan karena
dengan pendidikan seorang individu dapat berubah sikap dan tata laku serta
menjadi lebih dewasa dari sebelumnya, adapun upaya dalam mendewasakan
seeorang dapat dilakukan dengan pengajaran ataupun pelatihan. Dengan begitu
kaitan pendidikan dengan pengajaran sangat dekat, pendidikan adalah proses
merubah invidu sedangkan pengajaran adalah upaya yang dilakukan untuk
melakukan sebuah proses pendidikan. Dalam sebuah pengajaran tentu melibatkan
seorang pengajar dan pelajar, pengajar adalah orang yang memberikan pengajaran
sedangkan pelajar adalah orang yang belajar.
Menurut Gagne (dalam Sigit, 2013, hlm. 3) dikatakan bahwa:
Belajar merupakan perubahan dalam disposisi manusia atau kapabilitas yang berlangsung selama satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan. Untuk mendapatkan perubahan tersebut dibutuhkan beberapa unsur dalam proses belajar atau pembelajaran. Unsur-unsur tersebut meliputi si pembelajar, situasi perangsang, isi atau materi, respons.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa belajar adalah
sebuah perubahan yang dialami oleh seseorang yang tidak disebabkan oleh proses
pertumbuhan dan tidak berlangsung hanya dalam satu masa waktu. Sedangkan
menurut Sigit (2013, hlm. 3) dikatakan bahwa:
tersebut meninggal dunia. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran dituntut adanya perubahan sebuah kondisi dalam diri organism yang melakukan aktivitas belajar.
Berdarsarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan pembelajaran
seharusnya merupakan sebuah perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotorik) dan sikap (afektif). Dan untuk mendapatkan
perubahan tersebut dibutuhkan beberapa unsur pendukung untuk membantu
perubahan proses belajar atau pembelajaran yaitu si pembelajar, situasi
perangsang, isi atau materi respons.
Namun pada praktiknya tidak semua siswa mengalami perubahan yang
bersifat kognitif pada mata pelajaran Matematika di kelas IV A di Sekolah Dasar
yang bertempat di jalan Sirnamanah. Hal ini dapat dilihat dari siswa yang tidak
dapat menyelesaikan soal penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama maupun
berbeda ataupun pengurangan pecahan yang berpenyebut sama maupun berbeda.
Sehingga rata-rata hasil belajar pada ranah kognitifnya masih rendah, hal ini
dapat terlihat dari hasil tes awal yang peneliti lakukan.
Tes awal dilakukan setelah adanya tindakan dari guru kelas, dengan hasil
belajar yang belum merata, maksudnya siswa yang mendapat nilai tuntas terdapat
37,5 % dan seluruhnya mendapat nilai 100, sedangkan siswa yang mendapat nilai
dibawah KKM terdapat 62,5% dengan 40%-nya mendapat nilai nilai 0.
Sehingga terjadi kesenjangan antara kelompok yang mendapat nilai tinggi dan
kelompok yang mendapat nilai rendah . Berdasarkan hal tersebut disini peneliti
akan meneliti perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) saja, karena
masalah yang terjadi hanya pada ranah kognitif tidak melibatkan afektif maupun
psikomotor.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas pada
tahap pra siklus yaitu tanggal 5 Maret 2015, hal tersebut terjadi karena beberapa
1. Pandangan siswa terhadap mata pelajaran Matematika yang dianggap
tidak menyenangkan, yang didasarkan dari hasil wawancara pada siswa
kelas IV A.
2. Jumlah siswa yang cukup banyak dan waktu yang terbatas menyebabkan
tidak semua siswa memahami pembelajaran terutama pada siswa yang
butuh waktu yang lama untuk memahami pembelajaran.
3. Guru mengajar dengan menggunakan metode yang monoton yaitu metode
ceramah dan penugasan, sehingga siswa cenderung bosan dalam
pembelajaran.
Berdasarkan masalah tersebut diperlukan sebuah model ataupun metode
pembelajaran yang dapat membantu menghilangkan kesenjangan hasil belajar
siswa, serta tidak memerlukan banyak waktu diluar jam pelajaran dan model
pembelajaran yang bervariasi serta innovatif juga menumbuhkan minat siswa
untuk belajar. Selain itu diharapkan model pembelajaran tersebut dapat
menghilangan pandangan bahwa Matematika adalah pelajaran yang tidak
menyenangkan. Maka dari itu peneliti memilih model pembelajaran kooperatif
tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) karena menurut Isjoni dan
Mohd. Arif (2008, hlm.42) bahwa:
Pembelajaran kooperatif adalah untuk memperoleh
pengetahuan dari sesama temannya. Pengetahuan itu tidak lagi diperoleh dari gurunya, melainkan dari belajar kelompok. Seorang teman haruslah memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengkoreksi kesalahan, dan saling membetulkan satu sama lainnya.
Berdasarkan hal tersebut dapat kita ketahui pada model kooperatif teman
merupakan sosok yang sangat penting dan merupakan sebagai salah satu sumber
belajar, serta dalam penerapannya model kooperatif membuat siswa dapat
bekerjasama dalam tim, menghargai pendapat orang lain, mengkoreksi kesalahan
Dalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaiakn pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling membantu.
Dalam uraian tersebut, model pembelajaran cooperative dirasa tepat untuk
mengatasi permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya yaitu mengatasi
permasalahan kesenjangan hasil belajar siswa, siswa yang cukup banyak dalam
satu kelas, mengefektifkan waktu pembelajaran, dan model kooperatif STAD
merupakan model yang baru diterapkan di kelas IV A sehingga dapat menarik
perhatian siswa, serta model kooperatif STAD akan menghilangkan pandangan
siswa bahwa pelajaran Matematika merupakan pelajaran yang tidak
menyenangkan. Seperti yang dikemukakan oleh Robert E.Slavin bahwa mereka
(merujuk pada anggota tim) harus mendukung teman satu timnya untuk bisa
melakukan yang terbaik, menunjukan norma bahwa belajar itu penting, berharga,
dan menyenangkan.
Hal tersebut tentu mendukung bahwa model pembelajaran tipe STAD
dapat menghilangkan pandangan siswa bahwa Matematika merupakan pelajaran
yang tidak menyenangkan. Mengingat pentingnya hasil belajar yang harus dicapai
siswa untuk mengikuti kurikulum yang memiliki prinsip kontinuitas, yaitu adanya
kesinambungan dalam kurikulum, serta masih rendahnya hasil belajar siswa
kelas IV A di Sekolah Dasar yang bertempat di Jalan Sirnamanah. Maka peneliti
perlu melakukan penelitian dengan mengambil judul “Penerapan Model
pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Kemudian untuk mendapat jawaban dari rumusan masalah tersebut maka
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran Matematika dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2. Bagaimana proses pembelajaran Matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD?
3. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD?
C. Tujuan Penelitian
Merujuk pada latar belakang masalah dan perumusan masalah di atas,
maka tujuan penelitian ini di maksud untuk mengetahui:
1. Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran Matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD;
2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD;
3. Mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
Matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
D. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis:
a. Menambah referensi model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dengan karakteristik siswa yang
beragam dan hasil belajar yang tidak merata, maksudnya beberapa
siswa memiliki hasil belajar matematika tinggi dan yang lain rendah.
b. Menambah referensi pengaplikasian model pembelajaran kooperatif
2. Manfaat Praktis:
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:
a. Bagi siswa
Dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi siswa, diantaranya adalah:
1) Mempermudah siswa dalam memahami pelajaran dan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa;
2) Mendorong siswa lebih aktif, kreatif, dan berani mengungkapkan
pendapat;
3) Siswa mendapatkan suasana belajar yang menyenangkan dengan
belajar secara berkelompok.
b. Bagi guru
Dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi guru, yaitu dapat meningkatkan
kemampuan guru dalam merancang pembelajaran dengan model
kooperatif tipe STAD sehingga pembelajaran dapat menjadi lebih
menarik bagi siswa karena belajar dalam kelompok.
3. Bagi sekolah
Memberikan masukan kepada sekolah mengenai model pembelajaran
yang inovatif dan dapat menjadi alternatif pilihan model pembelajaran
yang dapat diterapkan di sekolah sehingga dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran di sekolah tersebut.
4. Bagi Peneliti
Sebagai sumber pembeda antara hasil belajar siswa yang menggunakan
pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD.
5. Bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
LPTK dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk meningkatkan
kualitas pendidikan yang lebih baik, karena model kooperatif tipe STAD
di sekolah dasar yang biasanya menggunakan model pembelajaran yang