• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT - Pertanggungjawaban Direksi Karena Kelalaian Atau Kesalahannya Yang Mengakibatkan Perseroan Pailit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT - Pertanggungjawaban Direksi Karena Kelalaian Atau Kesalahannya Yang Mengakibatkan Perseroan Pailit"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG

PERSEROAN TERBATAS

A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT

Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai

dengan Pasal 107 UUPT. Tidak ada suatu rumusan yang jelas dan pasti mengenai

kedudukan direksi dalam suatu PT, yang jelas direksi merupakan badan pengurus

perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

menjalankan perusahaan. Direksi menurut UUPT merupakan satu organ yang di

dalamnya terdiri dari satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan

Direktur (tunggal). Dalam hal perseroan memiliki lebih dari satu anggota direktur

disebut direksi, maka salah satu anggota direksi tersebut diangkat sebagai

Direktur Utama (Presiden Direktur).20

Direksi atau pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang

melakukan kegiatan perseroan dan mewakili perseroan baik di dalam maupun di

luar Pengadilan. Dengan kata lain, direksi mempunyai ruang lingkup tugas

sebagai pengurus perseroan. Pengangkatan direksi dilakukan oleh RUPS, akan

tetapi untuk pertama kali pengangkatannya dilakukan dengan mencantumkan

susunan dan nama anggota direksi di dalam akta pendiriannya. Beberapa Pakar

20

(2)

dan Ilmuwan hukum merumuskan kedudukan direksi dalam perseroan sebagai

gabungan dari dua macam persetujuan/perjanjian, yaitu :21

1. Perjanjian pemberian kuasa, di satu sisi.

2. Perjanjian kerja/perburuhan, di sisi lainnya.

Merumuskan kedudukan direksi dalam dua hubungan hukum bukan

masalah, sepanjang kedua hubungan hukum tersebut dapat diterapkan secara

konsisten dan sejalan. Dalam hubungan hukum yang dirumuskan untuk direksi di

atas di satu sisi, direksi sebagai penerima kuasa dari perseroan untuk menjalankan

perseroan sesuai dengan kepentingannya untuk mencapai tujuan perseroan

sebagaimana telah digariskan dalam anggaran dasar perseroan, dan di sisi lain di

perlakukan sebagai karyawan perseroan, dalam hubungan atasan dan bawahan

dalam perjanjian perburuhan yang mana berarti direksi tidak diperkenankan untuk

melakukan sesuatu yang bukan tugasnya. Disinilah sifat pertanggungjawaban

renteng dan pertanggungjawaban pribadi direksi menjadi sangat relevan, dalam

hal direksi melakukan penyimpangan atas kuasa dan perintah perseroan untuk

kepentingan perseroan.22

Sedangkan syarat untuk menjadi anggota direksi menurut ketentuan Pasal

79 ayat (3) adalah :

“Yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan”

21

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 97.

22

(3)

Seperti tersebut di atas bahwa tugas direksi adalah mengurus perseroan

seperti tersebut di dalam penjelasan resmi dari Pasal 79 ayat (1) UUPT yang

meliputi pengurusan sehari-hari dari perseroan, akan tetapi undang-undang tidak

memberikan secara rinci seperti apakah pngurusan yang dimaksud. Dalam hukum

di Negeri Belanda tindakan pengurusan yang bersifat sehari-hari yang merupakan

perbuatan-perbuatan yang rutin yang dinamakan sebagai daden van beheren23

akan tetapi tugas tersebut dapat dilihat di dalam anggaran dasar yang umumnya

berkisar pada hal :24

1) Mengurus segala urusan.

2) Menguasai harta kekayaan perseroan.

3) Melakukan perbuatan seperti dimaksud dalam Pasal 1796 KUHPerdata yaitu :

a. Memindahtangankan hipotik barang-barang tetap.

b. Membebankan hipotik pada barang-barang tetap.

c. Melakukan perbuatan lain mengenai hak milik.

d. Mewakili perseroan di dalam dan di luar Pengadilan.

4) Dalam hal berhubungan dengan pihak ke-3, baik secara bersama-sama atau

masing-masing mempunyai hak mewakili perseroan mengenai hal dalam bidang

usaha yang menjadi tujuan perseroan.

23

Rudhy Prasetya, Maatschap, Firma dan Persekutuan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 19.

24

(4)

B. Kewenangan dan Kewajiban Direksi

Ruang lingkup kewenangan direksi dalam pengurusan perseroan yang

diamanatkan oleh UUPT No. 40 Tahun 2007 sangatlah luas dan menunjukkan ciri

suatu sistem. Sistem yang digunakan untuk menunjukkan pengertian skema atau

metode pengaturan organisasi atau susunan sesuatu metode tata cara.25

Adapun kewenangan direksi perseroan demi hukum berakhir dengan

dipailitkannya perseroan tersebut, dimana kewenangan direksi tersebut beralih

kepada kurator sepanjang kewenangan direksi berkaitan dengan pengurusan dan

perbuatan pemilikan harta kekayaan perseroan pailit. Agar direksi sebagai organ

perseroan yang mengurus perseroan sehari-hari dapat mencapai prestasi terbesar

untuk kepentingan perseroan, maka ia harus diberi kewenangan-kewenangan

tertentu untuk mencapai hasil yang optimal dalam mengurus perseroan. Dari

kewenangan yang diberikan, ia perlu diberi tanggung jawab untuk mengurus

perseroan. Hal ini berarti dalam membicarakan kewenangan direksi, diperlukan

pemahaman tentang tanggung jawab.

Mengenai

kewenangan direksi sebagaimana ketentuan ayat (3), direksi mewakili perseroan

adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam

undang-undang dan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS.

Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab itu. Tanggung jawab adalah

kewajiban seseorang individu (direksi) untuk melaksanakan aktivitas yang

ditugaskan kepadanya sebaik mungkin, sesuai dengan kemampuannya.26

25

Tatang M. Amirin, Pokok-pokok Teori Sistem, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 1996), hal. 7.

26

(5)

Tanggung jawab dapat berlangsung terus atau dapat berhenti apabila tugas

tertentu yang dibebankan kepadanya telah selesai dilaksanakan. Dalam perseroan

biasanya antara wewenang dan tanggung jawab seorang direksi harus mempunyai

tingkatan yang sama. Dengan demikian, wewenang seorang direksi memberikan

kepadanya kekuasaan untuk membuat serta menjalankan keputusan-keputusan

yang berhubungan dengan bidang tugasnya yang telah ditetapkan dan tanggung

jawab dalam bidang tugasnya tersebut menimbulkan kewajiban baginya untuk

melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan jalan menggunakan wewenangan yang

ada untuk mencapai tujuan perseroan.

Jadi dalam perseroan, tanggung jawab direksi timbul apabila direksi yang

memiliki wewenang atau direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan

pengurusan perseroan, mulai menggunakan wewenangnya tersebut. Agar

wewenang atau kewajiban direksi tersebut dilaksanakan untuk kepentingan

perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, maka idealnya wewenang

itu dapat dilaksanakan sesuai dengan wewenang yang ada.27 Apabila direksi

bertindak melampaui wewenang yang diberikan kepadanya tersebut, direksi

tersebut ikut bertanggung jawab secara pribadi. Jika perusahaan yang

bersangkutan kemudian jatuh pailit, beban tanggung jawab tidak cukup ditampung

oleh harta perusahaan (harta pailit), maka direksi pun ikut bertanggung jawab

secara renteng.28

Dalam hal kewenangan mengurus perseroan, direksi diberikan

kewenangan untuk mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan

27

Ibid, hal. 21

28

(6)

untuk dan atas nama perseroan kewenangan ini ditegaskan pada Pasal 1 angka (5)

dan Pasal 99 ayat (1). Sehubungan dengan kewenangan direksi, M. Yahya

Harahap, membaginya ke dalam 3 (tiga) hal, yaitu :29

a. Kualitas kewenangan direksi mewakili perseroan tidak terbatas dan tidak

bersyarat. Artinya dalam hal bertindak untuk perseroan direksi tidak perlu

mendapatkan kuasa dari perseroan sebab kuasa yang dimilikinya atas nama

perseroan adalah kewenangan yang melekat secara inherent pada diri dan

jabatan direksi berdasarkan undang-undang.

b. Setiap anggota direksi berwenang mewakili perseroan. Ketentuan UUPT

yang berkenaan dengan ini dalam Pasal 98 ayat (2) yaitu apabila anggota

direksi terdiri dari lebih dari 1 (satu) orang, maka setiap anggota direksi itu

berwenang mewakili perseroan.

c. Dalam hal tertentu anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan.

Yaitu, sesuai dengan Pasal 99 UUPT dalam hal :

1. Terjadi perkara di Pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi

yang bersangkutan;

2. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan

dengan perseroan.

Wewenang direksi erat kaitannya dengan kewajiban direksi, maka dalam

UUPT kewajiban direksi itu dapat kita lihat di dalam Pasal 100 ayat (1) yang

menyatakan bahwa kewajiban direksi itu adalah :

29

(7)

a. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah

rapat direksi;

b. Membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud Pasal 66 dan dokumen

keuangan perseroan sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Dokumen

Perusahaan;

c. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan dan dokumen

lainnya.

Selanjutnya Pasal 101 ayat (1) menentukan anggota direksi wajib

melaporkan kepada PT mengenai saham yang dimilikinya dan/atau keluarganya

dan PT lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus, anggota direksi yang

tidak melaksanakan kewajiban tersebut dan menimbulkan kerugian PT, ia akan

dipertanggungjawabkan secara pribadi atas kerugian PT. Kemudian kewajiban

direksi yang lain adalah sebagaimana diatur di dalam Pasal 102 adalah direksi

wajib meminta persetujuan RUPS untuk :

a. Mengalihkan kekayaan perseroan;

b. Menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari

50% jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik

yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.

Kewajiban direksi membuat laporan tahunan telah diperintahkan juga

oleh Pasal 66 UUPT No. 40 Tahun 2007. Direksi wajib membuat dan

menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan

Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku

(8)

Anggota direksi diangkat oleh RUPS untuk mengurus perseroan. Dalam

tugasnya melakukan mengurus perseroan, diwajibkan mengurus perseroan

berdasarkan prinsip itikad baik. Kewajiban tersebut ditegaskan dalam pasal 85

ayat 1 UUPT, bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh

tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.

Dengan berlandaskan itikad baik, undang-undang bermaksud agar setiap anggota

direksi dapat menghindari perbuatan yang menguntungkan kepentingan pribadi

dengan merugikan kepentingan perseroan.30

Makna itikad baik dalam konteks pelaksanaan pengurusan perseroan oleh

anggota direksi dalam praktik dan doktrin hukum, memiliki jangkauan yang luas,

antara lain sebagai berikut :

1. Wajib dipercaya (fiduciary duty)

2. Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar (duty to act for a

proper purpose)

3. Wajib patuh menaati peraturan perundang-undangan (statutory duty)

4. Wajib loyal terhadap perseroan (loyalty duty)

5. Wajib menghindari benturan kepentingan (avoid conflict of interest)

Ruang lingkup kewajiban anggota direksi menghindari benturan

kepentingan dalam melaksanakan pengurusan perseroan, meliputi :31

a. Kewajiban untuk tidak mempergunakan uang dan kekayaan (money and

property) perseroan untuk kepentingan pribadinya.

b. Mempergunakan informasi perseroan untuk kepentingan pribadi.

(9)

c. Tidak mempergunakan posisi untuk memperoleh keuntungan perusahaan

untuk kepentingan pribadi, seperti menerima sogokan atau suap.

d. Tidak menahan atau mengambil sebagian dari keuntungan perusahaan untuk

kepentingan pribadi.

e. Dilarang melakukan transaksi antara pribadinya dengan perseroan.

f. Larangan bersaing dengan perseroan.

Demikian luas jangkauan atau ruang lingkup makna dan aspek itikad

baik pengurusan perseroan yang wajib dilksanakan anggota direksi.

C. Pertanggungjawaban Direksi sebagai Pengurus Perseroan Terbatas

Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan

perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik

di dalam maupun di luar Pengadilan. Direksi dengan itikad baik dan penuh

tanggung jawab harus menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.

Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) prinsip yang

penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan

kepadanya oleh perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada

kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care), kedua

prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan

itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Tanggung

(10)

yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya.32 Tanggung jawab direksi dibedakan dalam :33

1) Tanggung jawab internal, yaitu meliputi tugas dan tanggung jawab direksi

perseroan dan pemegang saham perseroan;

2) Tanggung jawab eksternal, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung

jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung

maupun tidak langsung dengan perseroan.

Direksi dapat digugat secara pribadi ke Pengadilan Negeri jika perseroan

mengalami kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannya. Begitu

juga dalam hal kepailitan yang terjadi kesalahan atau kelalaian direksi dan

kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan

tersebut, maka setiap anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng

atas kerugian tersebut.34

Kepailitan PT baik secara langsung ataupun tidak langsung akan

menimbulkan akibat hukum bagi pengurusnya terutama bagi direksi perseroan.

Ada banyak persoalan tentang akibat hukum yang timbul dari putusan mengenai Dalam hal terjadinya kepailitan perseroan, maka tidak

secara apriori direksi bertanggung jawab secara pribadi atas perseroan tersebut,

namun sebaliknya bahwa direksi mesti bebas dari tanggung jawab terhadap

kepailitan PT. Tanggung jawab direksi yang perusahaaannya mengalami pailit,

pada prinsipnya adalah sama dengan tanggung jawab direksi yang perusahaan

tidak mengalami pailit.

32

Winardi, Asas-Asas Manajemen, (Bandung : Alumni, 1983), hal. 144.

33

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas Risiko Hukum Pemilik, Direksi, & Komisaris, (Jakarta : PT Forum Sahabat, 2008), hal. 112.

34

(11)

kepailitan PT salah satunya adalah mengenai sejauh mana pertanggungjawaban

terhadap adanya kepailitan PT, apakah badan hukum itu sendiri yang akan

memikul tanggung jawab ataukah organ perseroan dalam hal ini direksi yang akan

bertanggung jawab secara pribadi. Adapun kriteria tanggung jawab direksi adalah

sebagai berikut : 35

1) Tanggung jawab itu timbul jika perusahaan itu melalui prosedur kepailitan.

2) Harus ada kesalahan atau kelalaian.

3) Tanggung jawab itu bersifat residual, artinya tanggung jawab itu timbul jika

nanti ternyata asset perusahaan yang diambil ini tidak cukup.

4) Tanggung jawab itu secara renteng artinya walaupun hanya seorang kreditor

yang bersalah, direktur lain dianggap turut bertanggung jawab.

5) Presumsi bersalah dengan pembuktian terbalik.

Pengaturan lebih lanjut dari tanggung jawab direksi, dapat dilihat dari

kondisi tertentu. Pada prinsipnya direksi tidak bertanggung jawab secara pribadi

terhadap perbuatan yang dilakukan atas nama perseroan berdasarkan wewenang

yang dimilikinya. Hal ini karena perbuatan direksi dipandang sebagai perbuatan

PT yang merupakan subjek hukum. Namun, ada beberapa hal direksi dapat

dimintai pertanggungjawabannya secara pribadi dalam kepailitan PT.

Pasal 97 ayat (3) dan ayat (4) mengatur tentang tanggung jawab direksi

atas kerugian perseroan yang timbul dari kelalaian menjalankan tugas pengurusan

perseroan, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

35

(12)

1) Anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi.

Anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian

yang dialami perseroan apabila :

a) Bersalah;

b) Lalai menjalankan tugasnya melaksanakan pengurusan perseroan.

Seperti yang sudah dijelaskan, dalam melaksanakan pengurusan

perseroan, anngota direksi wajib melakukannya dengan itikad baik (good faith).

Jika anggota direksi lalai melaksanakan kewajiban dan melanggar apa yang

dilarang atas pengurusan, dan kelalaian atau pelanggaran itu menimbulkan

kerugian terhadap perseroan, maka anggota direksi bertanggung jawab penuh

secara pribadi atas kerugian perseroan tersebut.

2) Anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian

perseroan.

Dalam hal anggota direksi terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih, maka Pasal

97 ayat (4) menegakkan prinsip penerapan tanggung jawab secara tanggung

renteng. Ketentuan Pasal 97 ayat (4) UUPT tersebut adalah :

“Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi

setiap anggota direksi”.

Berdasarkan bunyi dari Pasal 97 ayat (4) ini, dengan demikian apabila

anggota direksi lalai atau melanggar kewajibannya mengurus perseroan secara

itikad baik dan penuh tanggung jawab, maka setiap anggota direksi sama-sama

(13)

dialami perseroan. Penerapan tanggung jawab terhadap direksi secara tanggung

renteng di Indonesia baru dikenal setelah diberlakukannya UUPT 2007.

Sebelumnya baik dalam KUHD dan UUPT 1995, yang ditegakkan adalah prinsip

tanggung jawab pribadi yang digantungkan kepada faktor siapa pelaku yang

melakukan kesalahan, kelalaian atau pelanggaran, maka tanggung jawab

hukumnya hanya dipikulkan kepada anggota direksi yang melakukan kesalahan

itu. Tidak dilibatkan anggota direksi yang lain secara tanggung renteng.

Pasal 104 ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal kepailitan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan harta

pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam kepailitan

tersebut, setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas

seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Apabila direksi

dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya

tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian itu, Pasal 97 ayat

(5) menyebutkan bahwa anggota direksi tidak bertanggung jawab atas kerugian

perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan :

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan dan menjalankan pengurusan dengan itikad baik dan

kehati-hatian, dan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan

tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

(14)

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya

kerugian tersebut.

Hal ini sehubungan dangan bunyi Pasal 97 ayat (5) huruf d UUPT yaitu,

“telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian

tersebut”. Yang dimaksud dengan “mengambil tindakan untuk mencegah timbul

atau berlanjutnya kerugian”, termasuk juga langkah-langkah untuk memperoleh

informasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian

antara lain melalui forum rapat direksi.

Secara umum tanggung jawab direksi meliputi beberapa hal sebagai

berikut :

1. Tanggung Jawab Direksi dalam PT.

Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk

kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun

di luar Pengadilan. Jadi selain bertanggung jawab penuh atas pengurusan, direksi

juga bertindak mewakili perseroan (persona standi in judicio). Dalam

menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan, maka setiap anggota

direksi wajib dengan itikad baik (in good faith) dan penuh tanggung jawab (full

responbility). Namun apabila tidak dengan demikian, maka setiap anggota direksi

bertanggung jawab penuh secara pribadi, apabila yang bersangkutan bersalah atau

lalai dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang dibebankan dan diwajibkan

(15)

2. Tanggung Jawab Direksi kepada Perseroan dan Pemegang Saham.

Tugas dan pertanggungjawaban direksi kepada perseroan dan pemegang

saham perseroan dimulai sejak perseroan memperoleh status badan hukum

sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan :

“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya

keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.”

Setiap kesalahan atau kelalaian anggota direksi dalam menjalankan

kewajibannya terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan, memberikan

hak kepada pemegang saham untuk :36

1) Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang mewakili jumlah

sepersepuluh pemegang saham perseroan melakukan gugatan untuk dan atas

nama perseroan terhadap direksi perseroan, yang atas kesalahan dan

kelalaiannya telah menyebabkan kerugian pada perseroan (derivative action);

2) Secara sendiri-sendiri melakukan gugatan langsung untuk dan atas nama

pribadi pemegang saham terhadap direksi perseroan atas setiap keputusan

atau tindakan direksi perseroan yang merugikan pemegang saham.

3. Tanggung Jawab Renteng antar sesama Anggota Direksi Perseroan.

Menurut sistem hukum di Indonesia, demikian juga hukum di

kebanyakan negara yang menganut sistem Civil Law, hubungan antara direktur

dengan perusahaan adalah bersifat kontraktual. Artinya, sungguhpun antara

36

(16)

perusahaan dengan direkturnya tidak terdapat suatu kontrak tertentu, tetapi oleh

hukum “dianggap” (fiksi) ada kontrak pemberi kuasa.37 Karena itu, hubungan

antara direktur dengan perusahaan tidak merupakan hubungan antara “trustee

dengan “beneficiary” seperti dalam Anglo Saxon.38

Apabila direktur bertindak melampaui wewenang yang diberikan

kepadanya tersebut, direktur tersebut ikut bertanggung jawab secara pribadi. Jika

perusahaan yang bersangkutan kemudian jatuh pailit, beban tanggung jawab tidak

cukup ditampung oleh harta perusahaan (harta pailit), maka direksi pun ikut

bertanggung jawab secara renteng.

Sebagai konsekuensi

yuridisnya, direktur sebagai pemegang kuasa tidak boleh bertindak melebihi dari

kekuasaan yang diberikan kepadanya. Seberapa jauh kekuasaan diberikan

kepadanya, dapat dilihat dalam anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan.

39

“Perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.”

Dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang

No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa :

Terhitung sejak pengesahan, para pendiri PT tidak lagi bertanggung

jawab secara terbatas atas tiap perikatan yang dibuat untuk dan atas nama

perseroan, dan hanya akan menanggung kerugian yang terbatas pada nilai seluruh

saham yang dimilikinya. Selama pengesahan tersebut belum diperoleh, maka

pendiri (dan sekalian pengurusnya) bertanggung jawab sepenuhnya secara

tanggung renteng atas nama perseroan. Ketiadaan pengesahan itu tidak

37

Munir Fuady (Munir Fuady V), Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 93.

38

Munir Fuady (Munir Fuady VI), Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 59.

39

(17)

meniadakan perseroan yang hendak dibentuk, hanya saja sifat

pertanggungjawabannya yang belum tidak terbatas.

Berdasarkan pada sifat pertanggungjawaban renteng tersebut, oleh

kalangan ahli hukum, status hukum dari PT dalam pendirian diperlakukan sama

dengan atau sebagaimana layaknya suatu persekutuan dengan firma, dimana para

pengurus bertindak selaku kuasa dari para pendiri dalam menjalankan kegiatan

atau usaha perseroan. Dengan ini berarti bahwa selama harta kekayaan perseroan

tidak mencukupi untuk menutupi seluruh kewajiban perseroan (dalam pendirian)

tersebut, maka para pendiri (dan pengurus) bertanggung jawab secara pribadi

untuk memenuhi seluruh kewajiban yang belum terlunasi.40

4. Tanggung Jawab Direksi kepada Pihak Ketiga.

Tugas dan kewajiban direksi perseroan terhadap pihak ketiga terwujud

dalam kewajiban direksi untuk melakukan keerbukaan (disclosure) terhadap pihak

ketiga atas setiap kegiatan perseroan yang dianggap dapat mempengaruhi

kekayaan perseroan. Pihak ketiga adalah pihak orang lain yang tidak ikut serta

dalam perjanjian. Direksi perseroan diwajibkan untuk menyerahkan hasil

perhitungan tahunan perseroan untuk diperiksa oleh akuntan publik sebelum

perhitungan tahunan tersebut disahkan oleh RUPS Tahunan dan segera setelah

disahkan oleh rapat, diumumkan untuk kepentingan pihak ketiga.

Khusus untuk PT terbuka, direksi perseroan juga diwajibkan untuk

mengumumkan setiap maksud dan rencana penyelenggaraan RUPS. Ketentuan

40

(18)

tersebut diatas tidak menutup adanya kemungkinan permintaan pemberian data

dan atau keterangan mengenai perseroan oleh pihak ketiga yang berkepentingan,

berdasarkan pada perjanjian antara para pihak. Dalam hal-hal yang demikian

tersebut diatas, direksi berkewajiban untuk memberikan data dan atau keterangan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan obyektif yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini adalah merancang dan membuat sebuah aplikasi RFID sebagai penunjang sistem keamanan parkir berbasis

Kondisi lingkungan yang kurang sesuai disiasati oleh petani dengan menanam kultivar lokal berumur dalam yang toleran dengan lingkungan pada musim yang sesuai selama 6-7

Berdasarkan persamaan regresi sederhana di atas dapat diketahui bahwa Koefisien regresi variabel training & development (X1) diperoleh nilai sebesar 0,366 dengan

Pelaksanaan kurikulum 2013 sekolah dasar di kecamatan bajawa kabupaten Ngada dari Conteks, Input dan Proses berada pada kategori siap, ini artinya secara umum bahwa dukungan

membawa beberapa makanan dari hasil panen tembakau yang dikumpulkan pada tempat yang telah disepakati kemudian membaca kalimat-kalimat thoyyibah diakhiri dengan do’a. tidak

Peneliti didampingi guru kelas (Hanny,S.Pd) ikut mengamati dikelas. Adapun tema yang diajarkan adalah alam sekitar dan tubuh. Pada pembelajaran diberikan cerita/dongeng dengan

mengelolah aktiva, kewajiban kepada kreditur, dan kekayaan bersih dari koperasi, (2) Laporan Perhitungan Sisa Hasil Usaha yang menggambarkan kegiatan koperasi dan hasil operasi

Puji serta syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dengan judul Perancangan dan