BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
PT. PP. London Sumatera awalnya didirikan oleh Harrisons & Crossfield
Plc. pada tahun 1906, sebagai perusahaan perdaganan umum dan jasa manajemen
perkebunan. The London Sumatera Plantations, yang sekarang lebih dikenal
sebagai “Lonsum”, berkembang dari waktu ke waktu untuk menjadi salah satu
perusahaan terbaik di dunia perkebunan, dengan hampir 100.000 hektar
perkebunan kelapa sawit, karet, teh, dan kakao yang tersebar di empat pulau
terbesar Indonesia.
PT. PP. London Sumatera berkonsentrasi pada karet di sepanjang tahun
formatif Indonesia sebagai negara merdeka dan mulai memproduksi minyak sawit
pada tahun 1980-an. Pada akhir dekade ini, kelapa sawit menggantikan karet
sebagai komoditi utama perusahaan.
Perkebunan inti (milik perusahaan) dan perkebunan plasma (milik petani –
petani kecil) yang saat ini beroperasi di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan
Sulawesi, melakukan pengembangan dan pelatihan keahlian agro-manajemen dan
tenaga kerja yang berpengalaman dan mempunyai keahlian. Ruang lingkup bisnis
Lonsum mencakup pemupukan tanaman, penanaman, pemanenan, pengolahan,
pemrosesan dan penjualan dari produk sawit, karet, kakao, dan teh. Lonsum saat
ini memiliki 20 pabrik yang beroperasi di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Lonsum
dikenal dari kualitas kelapa sawit dan benih kakao, dan bisnis berteknologi tinggi
Pada tahun 1994, Harrison & Crossfield menjual seluruh perusahaan
Lonsum kepada PT. Pan London Sumatera Plantation, yang membawa Lonsum
menjadi terbuka dengan mencatatakan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan
Surabaya pada tahun 1996. Pada bulan Oktober 2007, Indofood Agri Resources
Ltd, perusahaan perkebunan dari PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, menjadi
pemegang saham mayoritas melalui anak perusahaannya, PT Salim Ivomas
Pratama.
Setiap perusahaan mempunyai budaya perusahaan dan komitmen organisasi.
Budaya perusahaan diperlukan sebagai seperangkat nilai, keyakinan, dan pola
perilaku yang membentuk identitas inti dari organisasi dan membantu dalam
membentuk perilaku karyawan (Farley, 1999). Budaya perusahaan merupakan
pola kepercayaan, simbol, mitos, dan praktek – praktek yang terlibat dari waktu
ke waktu dalam perusahaan (Pheysey, 1993). Budaya perusahaan juga merupakan
nilai – nilai yang dominan yang dianut oleh perusahaan atau seperangkat nilai dan
asumsi yang mendasari pernyataan, “This is how we do things around here”
(Quinn, 1988).
Menurut Van der Post (1998), budaya untuk organisasi, adalah kekuatan
tersembunyi tetapi pemersatu yang memberikan makna dan arah. Juga merupakan
sistem kepercayaan dan nilai – nilai yang pada akhirnya membentuk perilaku
karyawan. Schein (1992) mendefinisikan budaya perusahaan sebagai pola dari
asumsi dasar diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok
tertentu karena belajar untuk mengatasi masalah dari adaptasi eksternal dan
organisasi sebagai cara yang benar untuk berpikir dan merasakan kaitannya
dengan masalah – masalah. Menurut Scholz (1987), budaya perusahaan harus
dijaga terpisah dari konsep – konsep identitas perusahaan, iklim organisasi, atau
budaya nasional. Schultz (2006) menyatakan bahwa budaya perusahaan adalah
seperangkat asumsi mental yang memandu interpretasi dan tindakan dalam
perusahaan dengan mendefinisikan perilaku yang tepat untuk berbagai situasi.
Budaya dan kepemimpinan adalah dua sisi di koin yang sama dan tidak bisa
melihat satu sama lain. Harus dipahami bahwa organisasi adalah unit budaya yang
memiliki subkultural diri mereka yang kuat berdasarkan pekerjaan dan sejarah
umum dan juga harus mengerti bahwa setiap budaya berbeda pada perusahaan
yang lebih tua, pertengahan, dan muda (Schein, 2009).
Budaya perusahaan juga terhubung kepada strategi organisasi (Scholtz,
1987). Sementara itu, Choe (1993) menemukan hubungan yang kuat antara
strategi perusahaan dan budaya. Choe menemukan bahwa perusahaan yang
mengejar strategi prospektor cenderung memiliki budaya pembangunan dan
mereka dengan strategi defensif cenderung memiliki budaya hirarki.
Anantharaman (1997) juga menemukan bahwa ada hubungan antara strategi
organisasi dan budaya yang konsisten terhadap temuan dari Choe (1993).
Pool (2000) menguji hubungan antara budaya organisasi dan stres kerja.
Pool menemukan bahwa eksekutif yang bekerja di budaya yang konstruktif
mengurangi peran stres kerja dalam lingkungan kerja mereka, juga hubungan
terbalik antara peran konflik dan peran ambiguitas dalam budaya konstruktif. Pool
kinerja, komitmen kerja dan kepuasan kerja.Budaya perusahaan memainkan
peranan penting dalam proses kesuksesan perusahaan dan hanya bisa dicapai
dengan memastikan budaya yang dikembangkan dan dibentuk dalam organisasi
sesuai dengan nilai – nilai manager, sikap, dan perilaku.
Komitmen organisasi merupakan sikap pekerja terhadap organisasi
tempatnya bekerja (Baron, 2004). Menurut Morrow (dalam Setiawati, 2007)
karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan menunjukkan sikap
bahwa dia membutuhkan dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap organisasi
tempatnya bekerja, serta lebih termotivasi dalam bekerja.
Komitmen dapat diartikan sebagai kesetiaan untuk melakukan apa yang
telah diputuskan. Biasanya komitmen memerlukan suatu pengorbanan dan
pengabdian. Definisi yang jelas tentang komitmen dikemukakan oleh Zangaro
(2001), yaitu komitmen merupakan tingkah laku yang menunjukkan janji untuk
memenuhi kewajiban terhadap orang lain atau sesuatu pada masa yang akan
datang.
Menurut Zangaro (2001), sejak tahun 1970-an terdapat dua pandangan yang
mendominasi literatur komimen organisasi. Pandangan pertama mengatakan
bahwa komitmen organisasi merupakan suatu perilaku. Sedangkan pandangan
kedua mendefinisikan komitmen organisasi dengan lebih menekankan pada
pendekatan sikap.
Salancik (dalam Karim, 2006) mendifinisikan komitmen organisasi sebagai
Komitmen terhadap organisasi ini dibuktikan dengan adaya aktivitas dan
keterlibatan.
Pada pandangan kedua, komitmen organisasi merupakan identifikasi yang
relatif kuat pada organisasi dan tujuannya. Zangaro (2001), menandai komitmen
seseorang dengan sikap penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi,
kesediaan untuk berusaha dengan sungguh – sungguh atas nama organisasi, serta
keinginan untuk tetap menjadi aggota organisasi. Dengan kata lain, apabila
individu memiliki komitmen organisasi yang tinggi maka ia akan menunjukkan
ketiga tanda tersebut.
Cetin (2006), meneliti komitmen organisasi dengan pendeketan
multi-nasional. Mereka mengklasifikasikan komitmen organisasi dalam tiga komponen
yaitu affective, continuance, dan normative. Komponen affective berkaitan dengan
emosional, identifikasi dan keterlibatan pegawai dalam organisasi. Komponen
continuance didasarkan pada perpsepsi pekerja tentang kerugian apabila ia
meninggalkan organisasi, sedangkan komponen normative menunjukkan perasaan
pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.
Komitmen organisasi telah dipelajari dalam berbagai teori perspektif,
khususnya pada perilaku organisasi. Sebagai contoh, komitmen organisasi
ditemukan berhubungan dengan kinerja karyawan, turnover (Gregson, 1992),
pro-social behavior (O’Reilly, 1986) dan secara positif berhubungan dengan motivasi
(Rusbult, 1981). Bline (1997) menjelaskan komitmen organisasi dan kepuasan
Menurut Meyer (1997), karyawan yang berkomitmen adalah karyawan
yang tetap bersama organisasi melalui beratnya pekerjaan, absen yang minim,
bekerja sesuai jam kerja ataupun lebih, melindungi asset perusahaan, company
goals, dan lainnya. Karyawan yang berkomitmen akan menambahkan keuntungan
kepada organisasi.
Bila berbicara tentang organisasi, maka akan terdapat kaitan yang erat
antara komitmen organisasi dengan peran pekerja dalam organisasi tersebut.
Dalam usaha untuk memenuhi tujuan organisasi, pekerja dituntut untuk
menjalankan perannya dalam organisasi secara maksimal (Kurniasari, 2005).
Pekerja dengan komitmen yang tinggi akan menerima semua tugas dan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya (Kuntjoro, 2002). Menurut Moore (2005)
seorang pekerja yang menunjukkan komitmen organisasi yang tinggi akan
menunjukkan kerja dan produktivitas yang tinggi, tingkat turn over yang rendah,
absen yang rendah, serta tingkat keterlambatan yang rendah. Dengan kata lain
komitmen organisasi seseorang akan mempengaruhi kinerja seseorang dalam
organisasi.
Latar belakang pekerja merupakan salah satu bagian dari faktor personal,
yang didalamnya diketahui bahwa diri dan keluarga memiliki pengaruh yang kuat
terhadap komitmen kerja (Chusmir, 1986). Nilai dan sikap merupakan juga
merupakan bagian dari faktor personal. Sikap individu, nilai – nilai yang
dimilikinya serta kebutuhan dirinya memperlihatkan secara langsung atau tidak
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya
perusahaan membentuk nilai, keyakinan, dan pola perilaku karyawan. Apabila
budaya dalam suatu perusahaan kuat, maka akan tercipta pemimpin dan karyawan
yang berkeyakinan dan berpola perilaku baik. Hal ini akan menumbuhkan
komitmen para karyawan terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Dengan adanya
budaya dan komitmen yang bergerak ke arah positif, maka akan tercipta kinerja
yang baik dan karyawan akan menunjukkan komitmen pada pekerjaannya serta
bekerja sesuai dengan budaya yang diterapkan perusahaan. Peneliti
menyimpulkan bahwa terdapat kaitan antara budaya perusahaan, komitmen
organisasi, dan kinerja karyawan. Maka peneliti ingin melihat pengaruh budaya
perusahaan dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan.
1.2Perumusan Masalah
Ada beberapa perumusan masalah pada penelitian ini, yaitu :
1. Apakah budaya perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan ?
2. Apakah komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan ?
1.3Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan utama penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui bahwa budaya perusahaan mempengaruhi kinerja
karyawan.
2. Untuk mengetahui bahwa komitmen organisasional mempengaruhi kinerja
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan
ilmu ekonomi. Serta memberikan masukan bagi semua pihak baik peneliti
maupun praktisi, terutama dalam mengetahui pengaruh budaya perusahaan dan
komitmen organisasional terhadap kinerja karyawan.
Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan memberi masukan penting bagi
dunia ilmu ekonomi. Khususnya bagi perusahaan untuk mengukir budaya yang
kuat untuk para karyawan dan juga mengetahui komitmen para karyawan.
Diharapkan, suatu perusahaan mengambil manfaat dari penelitian ini sehingga