• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengambilan Keputusan 1. Pengertian Pengambilan Keputusan - Gambaran Pengambilan Keputusan Bercerai Pada Perempuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Pengambilan Keputusan 1. Pengertian Pengambilan Keputusan - Gambaran Pengambilan Keputusan Bercerai Pada Perempuan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengambilan Keputusan

1. Pengertian Pengambilan Keputusan

Kata “keputusan” berarti menentukan, mengakhiri, menyelesaikan, mengatasi. Sedangkan kata ”pengambilan keputusan” berarti suatu tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan sesuatu (Russel-Jones, 2000). Mengambil keputusan berbicara tentang tindakan yang akan dilakukan dalam menghadapi suatu permasalahan yang seringkali dihadapkan pada dua pilihan atau bahkan lebih. Sebuah keputusan adalah tindakan untuk mengatasi kekacauan, mampu melihat setiap aspek secara objektif, dan dengan demikian dapat membuat keputusan yang efektif (Adair, 2007).

Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah suatu proses memilih alternatif cara bertindak dengan metode yang sesuai dengan situasi. Sedangkan Jannis & Mann (1977) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan merupakan pemecahan masalah dan terhindar dari faktor situasional.

(2)

2. Tahapan Pengambilan Keputusan

Menurut Russel-Jones (2000), ada tujuh (7) tahapan dalam suatu pengambilan keputusan, sebelum akhirnya individu melakukan tindakan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Membuat batasan tentang keputusan apa yang harus diambil

Individu cenderung membuat keputusan yang salah karena sebelumnya tidak menganalisa penyebab diambilnya keputusan tersebut. Seringkali kita lebih memfokuskan pada simptom-simptom yang terlihat di depan mata. Pertanyaan yang sering muncul adalah “mengapa aku perlu mengambil keputusan ini?” “apa tujuannya aku mengambil keputusan ini?”

2. Memahami konteks situasi dimana keputusan akan dibuat

Konteks situasi dari keputusan yang akan diambil akan sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Kita tidak mungkin mengabaikan kondisi sekitar kita saat mengambil suatu keputusan. Pertanyaan yang mungkin akan muncul adalah ”siapa-siapa saja yang berperan dalam proses pengambilan keputusan ini?” ”Kepada siapa saja dampak keputusan ini akan berpengaruh?”

3. Mengidentifikasi setiap pilihan yang ada

(3)

dengan brainstorming bersama orang lain atau berkonsultasi dengan profesional. Pertanyaan yang sering muncul adalah ”Pilihan-pilihan apa saja yang kumiliki” ”Apakah langkah ini merupakan jalan keluar bagiku?”

4. Mengevaluasi konskuensi dari masing-masing pilihan

Setiap keputusan yang diambil akan menghasilkan suatu konskuensi, dan tidak akan ada artinya keputusan tersebut diambil jika individu tidak berkomitmen terhadap konskuensinya. Atas dasar hal tersebut, harus dianalisa konskuensi yang paling sesuai dengan kebutuhan individu sehingga ia mampu menjalaninya. Pertanyaan yang sering muncul adalah ” ”pilihan mana yang konskuensinya paling masuk akal dan sesuai dengan kebutuhanku ?” ”Sejauh mana penyesalan yang akan teradi jika aku mengambil tindakan dan tidak mengambil tindakan ?

5. Menentukan prioritas dan memiliki satu diantaranya

(4)

6. Menelaah ulang keputusan yang dipilih

Pada satu titik setelah keputusan diambil, individu tetap harus menelaah ulang keputusan yang telah diambilnya. Frekuensi dan kedalamannya tergantung dari seberapa besar keputusan tersebut mempengaruhi kebutuhannya.

7. Mengambil tindakan terhadap keputusan yang dipilih

Setelah keputusan diambil, sebuah tindakan harus dilakukan sebagai bentuk impelementasinya. Tidak akan ada artinya proses pengambilan keputusan yang sudah dilalui apabila individu tidak membuat suatu tindakan apapun. Jannis & Mann (1997) memperkenalkan 5 (lima) tahapan dalam proses pengambilan keputusan, yaitu:

1. Menilai Masalah

Tahap ini meliputi penilaian terhadap masalah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mencari informasi atau kejadian yang dapat memberikan pengaruh positif atau negatif bagi tindakan yang akan diambil. Selain itu harus ditentukan tujuan yang ingin dicapai dalam mengambil keputusan. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penilaian masalah pada tahap ini: sumber masalah, kejelasan masalah serta kepribadian dan mood individu ketika menilai masalah tersebut. Pertanyaan yang sering muncul adalah ”Adakah risiko serius yang akan muncul jika saya tidak melakukan perubahan?”

2. Mencari alternatif-alternatif yang ada

(5)

yang ada. Hal ini juga dapat dilakukan dengan cara mencari masukan dan informasi dari orang lain yang memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan masalahnya. Hal yang paling penting pada tahap ini adalah sikap terbuka dan fleksibilitas sehingga individu tidak akan kekurangan alternatif yang memungkinkan dipilih. Pertanyaan yang paling sering muncul adalah ”Apakah saya telah melihat dan mempertimbangkan seluruh alternatif yang ada?”

3. Mempertimbangkan setiap alternatif

Pada tahap ini, individu mulai mengevaluasi setiap pilihan yang ada berdasarkan konskuensinya dan kemungkinan untuk dapat dlakukan atau tidak. Dasar pertimbangkan biasanya adalah adanya manfaat atau pengorbanan di masa yang akan datang. Ketika ia menyadari adanya kemungkinan penyesalan di masa yang akan datang, maka ia akan semakin berhati-hati dalam menimbang setiap alternatif yang tersedia. Pada tahap ini biasanya akan muncul ketidakpuasan atas tindakan yang mungkin sudah dilakukan, berusaha menghindar untuk melakukan tindakan karena tidak ingin berkomitmen terhadap konskuensi yang akan diambil dan responsif terhadap berbagai informasi baru yang memungkin pilihan keputusan akan berubah. Pertanyaan akhir yang biasa muncul adalah ”Alternatif apa yang terbaik bagi saya?”

4. Membuat Komitmen

(6)

membuat suatu keputusan tentang pilihan mana yang akan diambil. Hal ini hanya dapat diakhiri dengan membuat keputusan dan berkomitmen terhadap keputusan tersebut. Seringkali individu memberitahu keputusannya pada orang lain, terutama orang-orang yang berada dalam jaringan sosialnya. Dengan demikian tahap ini sangat dipengaruhi oleh orang-orang atau kelompok yang dianggap penting bagi si pengambil keputusan. Pertanyaan yang paling sering muncul adalah ”Kapan saya dapat mengimplementasikan alternatif terbaik dan membiarkan orang lain tahu keputusan saya?”

5. Konskuen terhadap komitmen meskipun memperoleh umpan balik yang negatif

Setiap keputusan yang diambil seseorang tentu saja memiliki risiko negatif. Akan tetapi yang terpenting adalah tidak bereaski berlebihan terhadap kritik atau kekecewaan yang mungkin akan muncul.

(7)

STAGE 3

Weighing of alternatives START

Challenging negative feedback or opportunity

STAGE 2

Surveying alternatives

STAGE 4

Deliberating about commitment

Is this Search for another

alternative

Shall I adopt the best alternative and allow others to

know Wich

alternative is best?

Could the best alternatives

Appraising The Challenge

Are the risk serious if I

don`t change?

Unconflicted Adherence

End

(8)

3. Konflik dalam Pengambilan Keputusan

Janis & Mann (1977) menyatakan bahwa pada umumnya individu akan menghadapi konflik dalam mengambil suatu keputusan yang sangat penting. Munculnya konflik membuat pengambil keputusan akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menghadapi risiko yang akan muncul. Konflik-konflik tersebut juga akan mempengaruhi individu untuk menerima atau menolak tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan keputusan yang dibuat. Simptom yang akan muncul bisanya adalah keragu-raguan, kebimbangan, ketidakpastian, dan tanda-tanda stresketika keputusan sudah ditetapkan.

Berdasarkan gambaran tersebut, metode yang dinilai efektif dalam mengambil keputusan adalah metode yang menggunakan conflict-theory model. Metode ini dinilai dapat melihat segala konskuensi yang mungkin terjadi ketika suatu pengambilan keputusan dilakukan. Dasar dari pendekatan ini adalah 4 pertanyaan yang akan dijawab oleh pengambil keputusan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah :

1. Apakah ada risiko yang serius jika saya tidak melakukan perubahan? 2. Apakah ada risiko yang serius jika saya melakukan perubahan?

3. Apakah ada kemungkinan harapan untuk menemukan solusi yang baik dan memuaskan?

4. Apakah cukup waktu untuk mencapainya dengan tenang dan tidak tergesa-gesa?

(9)

1. Antecendent condition

Kondisi ini adalah setiap kejadian-kejadian yang mendahului terjadinya proses pengambilan keputusan. Variabel yang sangat mempengaruhi adalah komunikasi individu. Melalui komunikasi, seseorang akan mendapatkan pengetahuan, peringatan, atau informasi lain yang relevan dengan keputusan yang diambil.

Faktor-faktor lainnya yang juga akan mempengaruhi adalah faktor situasional, kepribadian dan karakteristik-karakteristik lainnya.

2. Mediating Process

Merupakan proses dimana individu dihadapkan pada dua pilihan yang saling bertentangan serta memunculkan konskuensi yang bertentangan pula.

3. Consequencess

Setiap pilihan yang diambil pada mediating process akan menuju kepada

consquencess. Jika jawaban-jawaban yang diberikan negatif, maka individu

akan mengalami unconflicted adherence, unconflicted change, defensive

avoidance dan hypervigilance. Jika jawaban-jawabannya positif, maka yang

akan terjadi adalah vigilance, dimana ia akan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan dalam mengambil langkah.

(10)
(11)

A Conflict-Theory Model in Decision Making

START

Challenging Negative

Q 1 :Are the Risk Serious if

I Don’t Risk Serious if

I Do Change Information about

Losses from Changing Unconflicted

Change Deadline and Time

Pressures

Antecedent Conditions Mediating Process Consequences

(12)

Mengenai jalannya proses pengambilan keputusan, Harris (1998) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan merupakan proses yang non linier dan

recursive (berulang), artinya proses pengambilan keputusan tidak selamanya

melalui suatu aliran yang konstan. Sebaliknya, kebanyakan keputusan dibuat setelah melalui pertimbangan berulang-ulang dan bolak-balik. Tahapan tertentu akan dilalui dalam waktu singkat sementara tahapan lain akan memerlukan waktu yang lebih lama dan pertimbangan yang lebih kompleks. Adair (2007) menambahkan bahwa dalam serangkaian tahapan pengambilan keputusan, kita tidak harus mengikuti semua tahapan tersebut secara kaku pada setiap situasi.

Dalam proses pengambilan keputusan yang non linier, bisa saja seorang pengambil keputusan sudah sampai pada tahap 3 (berdasarkan tahapan Janis & Mann, 1977) akan kembali ke tahap 2 atau bahkan ke tahap 1. hal ini terjadi ketika si pengambil keputusan merasa tidak puas dengan alternatif yang ada (Janis & Mann, 1977).

(13)

4. Pertimbangan dalam Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan pada dasarnya melibatkan berbagai macam pertimbangan. Menurut Janis & Mann (1977) pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan dibagi dalam 2 kelompok, yaitu:

1. Pertimbangan-pertimbangan utilitarian, yaitu pertimbangan yang berhubungan dengan manfaat dari suatu keputusan. Pertimbangan utilitarian

terdiri dari:

a. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi diri sendiri, di dalamnya mencakup antisipasi pengaruh keputusan terhadap kesejahteraan pribadi pengambil keputusan.

b. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi orang lain, termasuk hal-hal yang diantisipasi akan berpengaruh terhadap orang lain atau significant others.

2. Pertimbangan-pertimbangan non utilitarian, yaitu pertimbangan lain yang tidak termasuk dari manfaat atau kegunaan suatu keputusan. Pertimbangan non utilitarian ini terdiri dari :

a. Penerimaan dan penolakan dari diri sendiri (self approval dan

disapproval), termasuk di dalamnya emosi, perasaan dan harga diri

seseorang.

b. Penerimaan dan penolakan dari orang lain (approval and disapproval by

significant others), termasuk di dalamnya kritik dan penghargaan yang

(14)

Selain berbagai pertimbangan yang telah disebutkan di atas, beberapa literatur juga menjelaskan faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Secara umum faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan Luar (External Circumtances)

Pada pengambilan keputusan yang bersifat pribadi, proses pengambilan keputusan tidak hanya menuntut kinerja aspek kognitif semata, namun berkaitan juga dengan lingkungan (Kemdal & Montgomery dalam Svenson et al, 1997). Hal ini senada dengan yang dikemukakan Harris (1998) bahwa suatu keputusan berkaitan erat dengan konteks saat keputusan tersebut dibuat. 2. Pentingnya keputusan yang dibuat

(15)

3. Tekanan (stres)

Tekanan-tekanan berupa keterbatsa waktu, tanggungjawab yang berlebihan, kekurangan atau kelebihan informasiserta adanya ancaman sosial atau ancaman fisik dapat menimbulkan stres dan mempengaruhi kualitas keputusan yang dibuat (Harris, 1998).

4. Preferensi dan Nilai-nilai

Suatu keputusan sangat ditentukan oleh preferensi dan nilai-nilaiyang dipegang oleh pengambil keputusan. Kedua hal tersebut akan mengarahkan si pengambil keputusan untuk menentukan alternatif tindakan yang dipilih (Harris, 1998).

5. Waktu

Waktu dan sumber daya yang dimiliki oleh si pengambil keputusan akan mempengaruhi proses pengumpulan informasi dan penelusuran alternatif-alternatif (Harris, 1998).

(16)

1. Kemampuan Analisis penyelesaian masalah a. Positif:

1.Melakukan langkah-langkah setahap demi setahap untuk mengetahui akar permasalahan.

2.Memahami kapan dia sudah sampai pada batas kemampuannya. 3.Menghindari situasi ketika kemampuan analisinya menurun. b. Negatif:

1. Tidak mampu memisahkan antara masalah dan komentar.

2. Menitikberatkan pada symptom yang terlihat dan bukan kepada penyebab masalah.

3. Tidak belajar dari pengalaman 2. Kemampuan Penilaian Masalah

a. Positif:

1. Mengatur dan mengurutkandata-data yang ada sehingga menghasilkan informasi-informasi yang inti saja.

2. Fokus pada kata-kata kunci dari data yang ada.

3. Merasa tertantang dengan adanya risiko dari tiap pilihan. 4. Tetap memperhatikan pilihan-pilihan yang berbeda.

5. Merubah cara berpikir ketika data yang muncul juga berubah. b. Negatif:

1. Memberikan bobot yang seimbang pada pilihan yang pro dan kontra. 2. Hanya menggunakan sebagian data saja.

(17)

4. Merubah pikiran sebelum data yang ada berubah. 5. Menunda pengambilan keputusan.

Dalam beberapa situasi tertentu, suatu pengambilan keputusan memang harus ditunda pelaksanaannya. Menurut Harris (1998), pada dasarnya penundaan ini masuk akal dilakukan karena ada beberapa keuntungan yang akan diperoleh yaitu:

1. Ruang lingkup pengambilan keputusan akan semakin luas, sehingga akan memberikan informasi yang lebih banyak. Penundaan ini juga akan memberikan waktu bagi pengambil keputusan untuk lebih melakukan analisis lebih jauh.

2. Memungkinkan munculnya alternatif – alternatif baru

3. Memungkinkan adanya perubahan nilai – nilai si pengambil keputusan, misalnya kemampuan berpikir lebih terasah, lebih bijaksana dan lebih matang.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang pengambil keputusan akan berusaha mencari sebanyak mungkin informasi dan alternatif. Akan tetapi banyaknya alternatif ini ternyata akan memunculkan beberapa masalah, diantaranya adalah:

1. Adanya penundaan pengambilan keputusan karena diperlukan waktu yang lebih banyak untuk mencari dan mengolah semua informasi dan alternatif yang ada. Penundaan ini bisa saja mengakibatkan keputusan yang dihasilkan menjadi tidak efektif .

(18)

dengan sebagaimana adanya. Salah satu fenomena yang sering terjadi adalah kita lupa terhadap beberapa informasi yang telah kita peroleh.

3. Pada akhirnya si pengambil keputusan hanya akan memilih alternatif-alternatif yang mendukung ke arah pilihannya saja, tanpa melihat hal-hal lain yang bertolak belakang.

4. Kelelahan Fisik

5. Kelelahan Mental. Akibatnya keputusan yang diambil adalah keputusan yag terburu-buru, tidak hati-hati atau bahkan tidak membuat keputusan sama sekali.

B. Perceraian

1. Pengertian Perceraian

Berdasarkan arti harafiahnya, perceraian adalah berakhirnya suatu perkawinan bukan karena disebabkan kematian salah satu pasangan. Menurut Hurlock (1999), perceraian adalah kulminasi dari perkawinan yang buruk dan terjadi bila antara suami dan istri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyelesaian yang dapat memuaskan kedua belah pihak.

(19)

Bhrem (2002) mendefinisikan perceraian sebagai berakhirnya sebuah hubungan perkawinan yang sebenarnya belum saatnya berakhir. Perceraian sering diartikan sebagai sesuatu hal yang dapat menyebabkan kehancuran. Akibat yang ditimbulkan tidak hanya mempengaruhi pasangan yang bercerai, tetapi juga berdampak pada anak. Sedangkan Argyle & Henderson (1995) mengartikan perceraian sebagai terputusnya perjanjian perkawinan yang resmi oleh kedua pasangan.

Dari berbagai definisi di atas disimpulkan bahwa perceraian adalah berakhirnya ikatan perkawinan formal karena pasangan sudah tidak mampu lagi menjalani kehidupan perkawinan dengan sebagaimana mestinya.

2. Pandangan Tentang Perceraian

Menurut Clarke-Stewart (2007), dalam menjelaskan dan memahami kompleksitas proses perceraian, ahli-ahli psikologi mencoba menjelaskannya dengan Social Exchange Theory dan Process Models Theory.

1. Social Exchange Theory

(20)

keuntungan yang akan diperolehnya dan meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi. Keputusan untuk bercerai terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara keuntungan dan kerugian dalam pernikahan dan adanya keuntungan yang lebih menarik jika individu tersebut keluar dari lingkaran pernikahannya.

2. Process Model Theory

Beberapa teori yakin bahwa perceraian bukan semata-mata sebuah kejadian, akan tetapi lebih kepada proses psikologis dan sosial yang kompleks.

Bohannon’s Six Station of Divorce

Paul Bohannon menyatakan bahwa seseorang harus melalui 6 tahapan yang paralel untuk melengkapi sebuah proses perceraian. Tahapan tersebut adalah:

1. Emotional Divorce

Pada tahapan pertama ini, kedekatan emosional pasangan menurun. Ikatan emosional dan komunikasi justru digantikan dengan rasa terasing satu sama lainnya dan penarikan diri.

2. Legal Divorce

(21)

3. Economic Divorce

Tahap ini diwarnai dengan proses pembagian harta yang dulunya menjadi harta bersama dan harus dibagi dua kepada masing-masing pasangan.

4. Coparental Divorce

Tahapan ini merupakan pembahasan mengenai proses hak asuh anak. Beberapa masalah yang dibahas adalah mengenai tipe pengasuhan yang akan dilakukan, bagaimana anak tetap dapat bertemu kedua orangtuanya walaupunmereka sudah bercerai.

5. Community Divorce

Perceraian akan berpengaruh pada status dan hubungan sosial yang selama ini sudah ada. Stres akibat perceraian bisa terjadi akibat adanya penilaian dan tuntutan dari lingkungan berkaitan dengan status baru mereka, yaitu janda atau duda.

6. Psychic Divorce

Proses ini ditandai dengan adanya usaha meraih kembali otonomi diri yang selama ini dipengaruhi keberadaan pasangan.

Wiseman’s View od Divorce as A Crisis and Mourning Process

Reva Wiseman berfokus pada dimensi emosi dan psikologis perceraian. Teorinya ini didasarkan pada deskripsi proses berkabung yang dikemukakan Elizabeth Kubler-Ross. Wiseman mengajukan lima tahapan perceraian yaitu:

(22)

Tahapan ini terjadi ketika masalah-masalah dalam sebuah perkawinan diabaikan dan seolah-olah dianggap tidak ada. Beberapa masalah yang muncul dianggap disebabkan oleh faktor eksternal dan bukan internal.

2. Loss and Depression

Tahap ini muncul ketika kenyataan bahwa sebuah perkawinan sedang berada dalam masalah akhirnya tidak dapat diabaikan lagi. Reaksi-reaksi yang akan muncul adalah kecemasan dan duka cita akibat perasaan kehilangan dan kesepian.

3. Anger and Ambivalency

Pada tahapan ini, interaksi pada pasangan tersebut berubah-ubah. Pada satu waktu bisa terjadi kekerasan, pemberian hukuman dan pembalasan dendam. Dalam situasi demikian muncul rasa takut menghadapi masa depan sendirian dan masih ada kemungkinan untuk mempertahankan perkawinan.

4. Reorientation of Lifestyle and Identity

(23)

5. Acceptance and Integration

Pada tahapan ini individu tersebut diharapkan sudah dapat menerima keadaannya yang bercerai. Mampu membuat langkah-langkah ke depan yang lebih baik dan mengatasi permasalahan akibat perceraian tersebut.

3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perceraian

Dalam sebuah hubungan perkawinan, perpisahan antara suami istri dapat disebut sebagai perceraian bila perpisahan tersebut telah disahkan oleh hukum/undang-undang perkawinan yang berlaku. Menurut Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 Pasal 19, perceraian antara suami dan istri dapat terjadi karena sebab-sebab sebagai berikut:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain atau tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukumna yang lebih berat setelah perkawinan.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman/penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

(24)

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Menurut Blood (1978), ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perceraian. Beberapa diantaranya adalah karena masalah kekerasan dalam rumah tangga, masalah ekonomi dimana pendapatan suami kurang memuaskan, permasalahan seksual yang mana salah satu pasangan tidak mampu lagi memuaskan pasangannya.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jalaovara (dalam

(25)

4. Permasalahan Pasca Perceraian

Karena partisipan dalam penelitian ini adalah wanita, maka pembahasan akan difokuskan pada dampak yang terjadi pada wanita. Menurut Hurlock (1980) masalah yang akan dihadapi oleh wanita yang bercerai adalah sebagai berikut:

1. Masalah Ekonomi

Seorang wanita yang pada saat menikah tidak bekerja, harus mencari pekerjaan agar dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya. 2. Masalah Psikologis

Wanita akan mengalami masalah identitas, karena pada saat menikah identitas istri bergantung pada suaminya.

3. Masalah Emosional

Setelah bercerai, banyak wanita yang perasaannya diliputi oleh rasa benci, rasa bersalah, kemarahan, dendam dan juga cemas akan masa depannya 4. Masalah Sosial

Wanita yang bercerai cenderung merasa tersisih karena kehidupan sosialnya hanya terbatas pada keluarga dan teman terdekat saja.

5. Masalah Kesepian

Wanita akan mengalami masalah kecepian jika terpisah dari suami dan ikatan keluarga yang selama ini telah terbina

6. Masalah Pembagian Tanggungjawab terhadap pengasuhan anak

(26)

Individu yang bercerai akan terhenti kehidupan seksualnya. 8. Masalah Perubahan Konsep Diri

Perasaan yang tidak menyenangkan karena perceraian akan selalu mewarnai konsep diri individu yang dapat mengakibatkan perubahan kepribadian.

Menurut Rollins (dalam Hurlock, 1980) masalah psikologis yang dihadapi oleh wanita bercerai adalah mudah marah, lebih tertutup dan kehidupan keluarga tidak stabil. Menurut Wallerstein & Kelly (dalam Nock, 1987), masalah-masalah psikologis yang akan dihadapi oleh wanita yang bercerai adalah rasa benci, kesepian, depresi, stres, dendam, rasa marah, sakit hati dan tidak bahagia.

C. Pengambilan Keputusan Bercerai Pada Wanita

Menjalin hubungan yang lebih intim dan menikah dengan lawan jenis merupakan tugas perkembangan individu dewasa awal (Papalia, Olds, & Feldman, 2001). Setiap pasangan yang menikah tentunya mengharapkan pernikahan yang bahagia dan berlangsung selamanya.

Namun, pernikahan yang memuat berbagai macam perbedaan ras, usia, status, kepercayaan politik, agama, dan tentunya kepribadian (Roberts & Roberts, 2000) mengharuskan masing-masing pasangan untuk dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi agar hubungan dapat tetap berjalan dengan baik.

(27)

hubungan yang terjalin antara pasangan tersebut akan menimbulkan penderitaan atau bahkan perceraian (Pease & Pease, 2003)

Perceraian merupakan berakhirnya sebuah hubungan suami istri yang bukan disebabkan oleh kematian salah satu pasangan. Bhrem (2002) menyatakan bahwa perceraian merupakan berakhirnya sebuah hubungan perkawinan yang sebenarnya belum saatnya berakhir.

Dampak yang ditimbulkan dari terjadinya perceraian berbeda antara wanita dan pria. Karena subjek penelitian ini adalah wanita, maka pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini dititik beratkan pada wanita.

Ketika memutuskan untuk bercerai, wanita akan dihadapkan pada berbagai dampak dari perceraian, baik dampak positif maupun dampak negtaif. Dampak yang ditimbulkan bagi dirinya maupun bagi orang lain di sekitarnya. Orang disekitarnya ini bisa termasuk orang tua, anak maupun anggota keluarga dari wanita yang meminta bercerai.

(28)

yang akan dilakukan, tibalah saatnya individu tersebut untuk membuat keputusan dan berkomitmen dengan keputusan yang diambilnya. Setiap keputusan yang diambil seseorang tentu memiliki resiko. Namun yang terpenting adalah individu harus konsekuen terhadap komitmen yang telah diambil, meskipun memperoleh umpan balik yang negatif.

Dalam mengambil keputusan, seseorang akan dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan. Menurut Janis & Mann (1997) dalam pengambilan keputusan terdapat 2 (dua) pertimbangan, yaitu pertimbangan utilitarian dan pertimbangan non utilitarian. Pertimbangan utilitarian terdiri dari pertimbangan dan kerugian bagi diri sendiri. Misalnya, apakah dengan bercerai subjek akan merasa kehidupannya lebih baik dibandingkan saatmasih bersama suami? Serta pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi orang lain. Misalnya, apa yang akan terjadi dengan anak-anakku apabila aku bercerai? Sedangkan pertimbangan non

utilitarian terdiri dari penerimaan dan penolakan dari diri sendiri.

(29)

PARADIGMA PENELITIAN

Faktor-faktor pencetus perceraian

Dampak perceraian Menikah dengan berbagai alasan

Wanita / istri memutuskan bercerai

Kehidupan istri setelah perceraian (lebih baik atau lebih buruk

Menjalani situasi RT dan wanita/istri menyadari adanyabeberapa hal yang

menyebabkan ketidak cocokan atau ketidak puasan. Misalnya masalah ekonomi,

hubungan fisik, perselingkuhan, KDRT

Bagaimana proses

pengambilan keputusan pada wanita yang bercerai

Evaluasi terhadap pengambilan keputusan bercerai dengan melihat kembali proses pengambilan keputusan bercerai sebelumnya.

1. Menilai masalah

2. Mencari alternatif-alternatif yang ada

3. Mempertimbangkan setiap alternatif

Referensi

Dokumen terkait

Perokok mengabaikan aturan- aturan (norma) dilarang merokok ditempat umum. Kebiasaan ini sangat merugikan kesehatan orang lain karena menjadikan orang lain sebagai

Ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi profesional guru terhadap prestasi belajar PAI siswa di MTs Sultan Agung Jabalsari yang ditunjukkan dari thitung

Kelompok bahan makanan serta sandang mengalami penurunan indeks harga masing-masing sebesar 0,22 persen dan 0,05 persen, sementara pada periode yang sama kelompok

Sehingga, menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan adanya peranan penyesuaian diri terhadap stres akibat kemacetan pada mahasiswa Fakultas

permasalahan di atas maka telah dilakukan penelitian tentang kedapatan populasi siput semak pada tanaman sawi putih di areal tanam yang memakai mulsa dengan

Setelah dilakukan scenario, diusulkan bagi pemangku kebijakan agar dilakukan pemotongan arus distribusi beras dan gula yaitu pada komoditas beras adalah Grosir/agen jadi

Oleh karena itu dapat diduga bahwa kualitas produk (kinerja, daya tahan, kesesuaian dengan spesifikasi, fitur, reliabilitas, estetika, dan kesan kualitas) dan brand image