• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Dinamik Spasial Untuk Meningkatkan Efektifitas Dan Efisiensi Logistik Pada Rantai Pasok Pangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sistem Dinamik Spasial Untuk Meningkatkan Efektifitas Dan Efisiensi Logistik Pada Rantai Pasok Pangan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Sistem Dinamik Spasial Untuk Meningkatkan Efektifitas Dan Efisiensi

Logistik Pada Rantai Pasok Pangan

Syaiful Hidayat

1

, Erma Suryani

2

, Rully Agus Hendrawan

3

1,2,3

Sistem Informasi, Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

E-mail :

1

syaifulits@gmail.com,

2

erma.suryani@gmail.com,

3

ruhendrawan@gmail.com

Abstract Food security is a cross-cutting issue which has become a national issue as the impact of food insecurity in several regions in Indonesia. Food Logistics Systems focuses on determining the location of the farm, to delivery points and distribution centers of commodities that can improve system performance food logistics. In this case some of the factors considered, commodities, the offender and logistics service provider, Transportation, policies and regulations and food logistics. The integration of SD and GIS (SDS) involved in producing the model output as input for policy formulation in order to improve the effectiveness and efficiency of logistics in the food supply chain. The results of the dynamic system model scenario will be visualized using GIS as a basis for decision-making related to increasing the effectiveness and efficiency of logistics in the food supply chain, so as to enhance the competitiveness and sustainability of food logistics in the future.

Keyword : System Dynamic, Logistics cost

Abstrak Ketahanan pangan merupakan isu lintas sektor yang telah menjadi isu nasional sebagai dampak kerawanan pangan di beberapa daerah di Indonesia. Sistem Logistik Pangan berfokus pada penentuan lokasi pertanian, titik-titik pengiriman dan pusat-pusat distribusi komoditas yang bisa meningkatkan kinerja sistem logistik pangan. Dalam hal ini beberapa faktor yang dipertimbangkan yaitu komoditas, pelaku dan penyedia layanan logistik, Transportasi dan regulasi dan kebijakan logistik pangan. Integrasi SD dan SIG (SDS) berperan dalam menghasilkan luaran model sebagai inputan untuk formulasi kebijakan dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi logistik pada rantai pasok pangan. Hasil yang didapat dari scenario model system dinamik akan divisualisasikan menggunakan SIG sebagai dasar dalam pengambilan keputusan terkait peningkatan efektifitas dan efisiensi logistik pada rantai pasok pangan, sehingga dapat meningkatkan daya saing serta keberlanjutan logistik pangan dimasa mendatang.

(2)

1. Pendahuluan

Di seluruh dunia, jarak dan jumlah pengiriman pangan telah meningkat yang disebabkan peningkatan perdagangan pangan internasional (Ljungberg, Gebresenbet, Kihlström, & Oritz, 2006). Penggabungan antara perkembangan kemajuan teknologi dan pangan diharapkan bisa menghasilkan inovasi baru. Sistem Informasi Geografi (SIG) memungkinkan untuk menyusun dan menganalisis informasi.

Rantai pasok pangan telah menerima banyak perhatian, dalam hal ini adalah Rantai pasok Beras dan Gula yang merupakan bagian dari komoditas strategis di Jawa Timur. Faktor utamanya adalah meningkatnya biaya logistik dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang produksi, pemrosesan dan transportasi pangan berkelanjutan. Serta rendahnya kualitas pelayanan Logistik yang ditandai dengan masih rendahnya tingkat penyediaan infrastruktur baik kuantitas maupun kualitas, masih adanya pungutan tidak resmi dan biaya transaksi yang menyebabkan biaya tinggi, masih terbatasnya kapasitas dan jaringan pelayanan penyedia jasa logistik, masih terjadinya kelangkaan stok dan fluktuasi harga kebutuhan bahan pokok masyarakat terutama pada hari-hari besar nasional dan keagamaan serta masih tingginya disparitas harga pada daerah perbatasan, terpencil dan terluar.

Manajemen Logistik Rantai Pasok Pangan dapat mengintegrasikan kegiatan logistik produsen, distributor dan konsumen yang memungkinkan produsen pangan lokal untuk menjadi berdaya saing di pasar (Gimenez, 2006) untuk peningkatan pemenuhan permintaan produk pangan, dan meningkatkan keberlanjutan sistem pangan local (Zarei, Fakhrzad, & Paghaleh, 2011).

Biaya transportasi darat merupakan komponen terbesar biaya logistik di Indonesia yaitu 66,8%, sisanya adalah biaya administrasi dan biaya persediaan serta ditambah lagi dengan biaya bongkar muat, parkir, hingga pungutan liar (Wirabrata, 2013).

Secara umum, beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi logistik pangan adalah distribusi, transportasi dan dampak lingkungan yang terkait, biaya logistik, dan kesadaran masyarakat tentang peningkatan produksi pangan yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk Mengembangkan model sistem logistik pangan ke dalam sistem distribusi pangan skala regional, Mengurangi biaya logistic, Meningkatkan daya saing harga pangan, meningingkatkan keberlanjutan logistik pangan.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan kemampuan suatu negara untuk menghasilkan pangan yang cukup untuk memberi makan penduduknya (Allen & Patricia, 1999). Ketahanan pangan yang melibatkan domain saling berhubungan dengan pertanyaan pertanian, masyarakat, lingkungan, pekerjaan dan pendapatan, pemasaran, kesehatan dan gizi, dan kebijakan public (Pottier, 1999). Ada dua komponen kunci untuk ketahanan pangan : produksi atau ketersediaan pangan yang aman dan cukup, dan akses atau kapasitas untuk memperoleh pangan yang cukup dan memadai.

2.2 Produksi dan distribusi beras di Indonesia

Pada tahun 2015 Produksi beras Nasional sebesar 75,397,841 ton dimana Jawa Timur memproduksi sebesar 13,154,967 ton beras dengan luas tanah 2,152,070 ha. Hasil panen petani dalam bentuk gabah kering panen (GKP) sekitar 25% sebagian besar dijual kepada Pedagang Pengumpul Desa, dan sebagian lainnya ke Pedagang Pengumpul Lintas Desa dan Penggilingan Padi. Proses pengeringan GKP menjadi Gabah Kering Giling (GKG) pada umumnya dilakukan oleh Penggilingan Padi karena mempunyai lantai jemur yang cukup luas dan gudang penyimpanan gabah yang cukup besar. Beras dari Penggilingan Beras juga dijual kepada BULOG dalam rangka program pengadaan beras nasional dan stabilisasi harga petani. Grosir Beras kemudian menjual kepada Super Market dan Pengecer Beras, yang keduanya kemudian menjual berasnya ke Konsumen Akhir. BULOG menyimpan beras hasil pembelian dari Penggiingan Padi dan Impor (utamanya Raskin) sebagai Cadangan Beras Nasional (CBN), baik

(3)

untuk stabilisasi harga beras di tingkat konsumen maupun untuk bantuan Raskin (PERTANIAN, 2013).

2.3 Produksi dan distribusi gula di indonesia

Alur pengolahan tebu dimulai dari lahan tebu, kemudian setelah ditebang, batang tebu akan dikirim ke pabrik untuk dilakukan proses pengolahan menjadi gula kristal putih, setelah pemrosesan selesai maka gula putih hasil pemrosesan akan disimpan sementara di gudang pabrik. Tebu yang diproduksi oleh petani di daerah sentra produksi (Jawa, Lampung, Sulsel, dll) digiling oleh pabrik gula milik negara (PTPN) dengan sistem bagi hasil. Setelah penggilingan selesai, petani memperoleh gula bagiannya, yang disimpan di gudang pabrik gula penggilingnya. Setelah akumulasi jumlahnya cukup, gula tersebut kemudian dilelang. Peserta lelang adalah pedagang besar dan kuat yang jumlahnya tidak banyak (sekitar 5 orang) yang disebut sebagai “Samurai”. Harga lelang tidak boleh lebih rendah dari HP (harga patokan) yang ditetapkan pemerintah setiap tahunnya berdasarkan BPP (biaya pokok produksi per kg GKP) dan pertimbangan aspek-aspek lainnya.

Pedagang yang menang lelang, tetap menyimpan gulanya di gudang milik PTPN dan baru dikeluarkan setelah ada pembelinya. Para pembeli gula milik Samurai adalah Distributor Tingkat 1 (D1). D1 kemudian menjual gulanya kepada Ditributor Tingkat 2 (D2) dan industri makanan/minuman berskala besar. Selanjutnya, D2 menjual gulanya kepada Distributor Tingkat 3 (D3) dan Pengecer Besar (pasar swalayan). D3 kemduian menjual gulanya ke Pengecer Kecil (kios) dan industri makanan/minuman kecil (industri rumah tangga), baru kemudian ke konsumen (PERTANIAN, 2013).

2.4 Manajemen Logistik

Logistik adalah bagian dari rantai pasok (supply chain) yang menangani arus barang, arus informasi dan arus uang melalui proses pengadaan (procurement), penyimpanan (warehousing), transportasi (transportation), distribusi (distribution), dan pelayanan pengantaran (delivery service) sesuai dengan jenis, kwalitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki konsumen, secara aman, efektif dan efisien, melalui titik asal (poin of origin) sampai titik tujuan (point of destination) (Indonesia, 2012). Aktivitas pokok logistik meliputi pengadaan, produksi, pergudangan, distribusi, transportasi, dan pengantaran barang yang dilakukan oleh setiap pelaku bisnis dan industri baik pada sector primer, sekunder maupun tersier dalam rangka menunjang kegiatan operasionalnya.

Empat dari enam kunci penggerak utama logistik (Indonesia, 2012) : 1. Komoditas

komoditas sebagai penggerak utama (key commodity factor) yakni penggerak aktivitas logistik yang terkoordinasi secara efektif, dalam hal ini fokus komoditas yang ditetapkan adalah bahan pokok diantaranya yaitu beras dan gula

2. Infrastruktur Transportasi

Infrastruktur transportasi berperan memperlancar pergerakan arus barang secara efektif dan efisien.

3. Pelaku Dan Penyedia Jasa Logistik

Pelaku Logistik (PL) merupakan pemilik dan penyedia barang yang dibutuhkan konsumen, yang terdiri atas : Produsen dan Penyalur

Penyedia Jasa Logistik (Logistics Service Provider) merupakan institusi penyedia jasa pengiriman barang (transporter, freight forwarder, shipping liner, EMKL, dsb) dari tempat asal barang (shipper) ke tempat tujuannya (consignee), dan jasa penyimpanan barang (pergudangan, fumigasi, dan sebagainya).

4. Regulasi Dan Kebijakan

Pemerintah merupakan (a) regulator yang menyiapkan peraturan perundangan dan kebijakan, (b) fasilitator yang meyediakan dan membangun infrastruktur logistik yang diperlukan untuk terlaksananya proses logistik, dan (c) integrator yang mengkoordinasikan dan

(4)

mensinkronkan aktivitas logistik sesuai dengan visi yang ingin dicapai, dan pemberdayaan baik kepada pelaku logistik, penyedia jasa logistik maupun pendukung logistik.

2.4 Rantai Pasok Pangan Lokal

Pangan lokal dikaitkan dengan kedekatan pertanian (tempat produksi) kepada konsumen (Zajfen, 2010). Dalam kasus rantai pasok pangan lokal, dapat didistribusikan oleh mitra perantara atau langsung dari produsen ke konsumen

2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Menurut Environmental Systems Research Institute (ESRI, 2009), "Sistem Informasi Geografis (SIG) mengintegrasikan perangkat keras, perangkat lunak, dan data untuk menangkap, mengelola, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang berbasis spasial (ESRI, 2009).

2.6 Model

Model adalah penyederhanaan dari sesuatu.Istilah lainya disebut tiruan model dunia nyata yang dibuat secara virtual (System Dynamics Society, 2009). Karena bentuk tiruan model tidak harus sama persis dengan aslinya, tetapi minimal memiliki keserupaan. Model adalah representasi dari sistem yang menyerupai, namun lebih sederhana. Tujuan dari dibuatkannya model adalah untuk memungkinkan para analis memprediksi dampak dari perubahan system (Sterman, 2000).

2.7 Pemodelan Simulasi

Pemodelan adalan sebuah cara untuk menyelesaikan masalah yang terjadi didunia nyata. Pemodelan dilakukan jika implementasi langsung atau ekperimen terlalu mahal untuk dilakukan atau sulit dilakukan. Pemodelan memungkinkan sistem dioptimalkan sebelum diimplementasikan di dunia nyata. Pemodelan meliputi proses pemetaan masalah dari dunia nyata untuk dimodelkan dalam dunia model (proses abstraksi) untuk kemudian dianalisa dan dioptimalkan sehingga didapat solusi yang dapat diimplemetasikan didunia nyata (Sterman, 2000).

Simulasi adalah operasi dari model suatu sistem. Simulasi digunakan sebelum mengubah sesuatu terhadap sistem yang telah ada, untuk mengurangi dampak kegagalan, untuk mengeliminasi kemacetan yang tak terduga, untuk mencegah penggunaan sumber daya yang berlebihan, dan untuk mengoptimalkan kinerja system (Forrester, 1971).

2.8 Sistem Dinamik (SD)

Simulasi Sistem Dinamik merupakan simulasi kontinyu yang dikembangkan oleh Jay Forrest (MIT) tahun 1960-an, berfokus pada struktur dan prilaku sistem. Sistem Dinamik (SD) berasal dari Forrester’s World Dynamics (Forrester, 1971).

System Dynamics Society menawarkan update definisi dengan menyatakan bahwa SD adalah "metodologi untuk mempelajari dan mengelola sistem umpan balik yang kompleks" (System Dynamics Society, 2009).

3. Metode Penelitian

(5)

Gambar 1. Metodologi Penelitian

Berikut penjelasan dari tahapan metodologi penelitian : 1) Definisi Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

Dalam tahap ini, kami belajar tentang sistem logistik pangan dan mencirikan perilaku sistem. Kami berencana untuk memanfaatkan Jawa Timur sebagai studi kasus.

2) Pengumpulan Data

Wawancara, observasi fisik, pertemuan untuk diskusi dan survei berbasis internet akan digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi terkait.

3) Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG akan digunakan untuk merekam lintang dan bujur dari lokasi pertanian yaitu tempat di mana kendaraan mulai muat, Pusat Distribusi yaitu tempat dimana kendaraan bongkar bahan baku dan muat barang jadi, Titik pengiriman yaitu tempat dimana kendaraan bongkar barang jadi

4) Pengembangan Model Sistem Dinamik Spasial

Model sistem dinamik dibangun untuk menunjukkan kondisi yang ada terkait pasokan, permintaan, distribusi beras dan gula dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekternal seperti perubahan regional untuk menguji sistem logistik.

5) Skenario

Dalam rangka menfasilitasi koordinasi dan integrasi proses pengiriman pangan, skenario yang berbeda akan ditetapkan

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Diagram Kausatik

Awal dari pengembangan model ini adalah dengan melalui diagram kausatik atau yang biasa disebut causal loop diagram. Hasil pemodelan diagram kausatik pada ketersediaan beras dan gula untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi logistic pada rantai pasok pangan di Jawa Timur, dapat dilihat pada Gambar 2.

Definisi Masalah Dan Ruang Lingkup Penelitian Pengumpulan Data

Sistem Informasi Geografi (SIG) Pengembangan Model Spasial Sistem Dinamik

(6)

Gambar 2. CLD Persediaan Beras dan Gula 4.2 Diagram Flow

Diagram flow dari ketersediaan beras dan gula untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen rantai pasok di Jawa Timur ini, dibuat untuk menggambarkan bagaimana jumlah produksi beras dan gula dapat memenuhi permintaan konsumen.

Gambar 3. Sub Model Populasi dan permintaan beras dan gula

Populasi Permintaan Gula Produksi Gula Pemenuhan permintaan gula Produksi Tebu

Luas lahan tebu

Produktivitas lahan tebu Tingkat Pembukaan

lahan baru tebu Tingkat conversi lahan tebu + -+ -+ + + + Persediaan gula Distribusi gula ke pabrik gula Distribusi ke distributor gula Distribusi gula ke retail gula + + + + + Impor gula + + Biaya transportasi gula Biaya logistik gula

Biaya pergudangan gula Biaya administrasi gula + + + + Harga gula konsumen + Dampak Inflasi gula + +

Konsumsi gula per kapita + Angka kematian Tingkat kelahiran Tingkat kesuburan + + -Rata-rata usia + -+ Permintaan Beras + Konsumsi beras per kapita + Produksi padi

Luas lahan padi

Produksi Beras

-Tingkat Pembukaan lahan baru

Tingkat conversi

lahan Lahan padi untuk

Industri Lahan padi untuk

Fasilitas lain Lahan padi untuk Pembangunan Perumahan + + + + + + + Luas panen padi

+ + Intensitas panen + Produktivitas lahan padi + Impor Beras Persediaan beras + + Rasio pemenuhan beras + -Distribusi beras ke BULOG Distribusi ke pasar -Harga beras di konsumen Dampak Inflasi beras +

Biaya Transportasi beras Biaya Administrasi beras

Biaya Logistik Beras Biaya Penanganan persediaan beras + + + Distribusi ke Operasi pasar Distribusi ke distributor Distribusi ke Agen Distribusi ke pengecer + + + + -Distribusi ke RTS + -+ Distribusi beras + + + + Biaya Pergudangan Beras Biaya Kemasan Beras Biaya lain-lain beras

+ + + + + + + +

Biaya kemasan gula Biaya penangan persediaan gula Biaya lain-lain gula

+ + + + + + Jarak pengiriman Beras + Jarak pengiriman Gula + Biaya marketing Profit margin beras

Biaya proses beras Profit margin gula

Biaya proses gula

-Lahan tebu untuk pembangunan perumahan

Lahan tebu untuk industri Lahan tebu untuk

fasilitas lain + +

+ Hama lahan tebu

Bibit tebu lahan tebu Ketinggian permuk aan laut lahan tebu Curah hujan lahan tebu Pupuk lahan tebu Kelembaban lahan tebu Suhu lahan tebu

+ ++ + + + + Rendemen tebu + Nira +

Pupuk lahan padi

Dampak hama dan penyakit lahan padi Kwalitas bibit lahan padi Hara laha n padi Ketersediaan irigasi lahan padi

Suhu laha n padi Curah hujan lahan padi Sistem tanam jajar legowo + + + + + + + Rendemen beras + Penanganan setelah panen padi Teknologi pemrosesan beras + + + -+ Harga GKP petani Biaya produksi padi Pengendali hama + <Biaya produ ksi padi> + Irigasi lahan tebu

+ Biaya kerja + Biaya produksi tebu +

<Bibit tebu lahan tebu> <Pupuk lahan

tebu>

Biaya pekerja tebu Biaya pestisida lahan tebu + + + + -+ -+ Biaya marketing gula + + + + sugar industry east java rate of sugar industry east java

Sugar Consumption

per Capita east java Population east java births Rate

east java

deaths Rate east java Fertility Rate east

java Mortality Rateeast java

Rice Consumption per Capita east java Rice demand east java Sugar demand east java

(7)

Logistic Cost s from farm Logistic Costs from penggilingan Logistic Costs from Wholesalers Logistic Cost s from Retail Total Rice Logistic Costs

<Rice other costs from farmer> <Rice administration costs from farmer> <Rice transportation

costs from farmer>

<Rice handling inve ntory from farmer>

<Rice packaging Costs from farmer>

<Rice other costs from milling>

<Rice other costs from wholesalers> <Rice other costs

from retail>

<Rice handling inventory from milling>

<Rice handling inventory from wholesalers> <Rice handling inv entory from retail>

<Rice packaging Costs from milling>

<Rice packaging Costs from Wholesalers> <Rice packaging

from retail>

<Rice Transportation costs from milling>

<Rice Transportation costs from Wholesalers> <Rice Transportation

costs from retail>

<Rice administration costs from milling>

<Rice administration costs from Wholesalers>

<Rice Storage costs from Wholesalers> <Rice administration

costs from Retail>

<rice price at consumen> Rice Logistic Cost with PDB <Time> Logistic Costs farm Logistic Costs Distributor 2 Logistic Costs Distributor 3 Logistic Costs Retail

Total Sugar Logistic Costs

<Sugar transportation costs from farmer> <Sugar administrative

costs from farmer> <Outher Cost from

farmer> <Sugar packaging Costs from farmer>

<Sugar Handling Costs from farmer>

<Outher Cost from Distributor 2> <Sugar handling cost from Distributor 2>

<Sugar Storage costs from Distributor 2>

<Sugar Transportation costs from Distributor 2>

<Sugar Administrative costs from Distributor 2>

<Outher Cost from Distributor 3>

<Sugar Storage costs from Distributor 3>

<Sugar handling cost from Distributor 3>

<Sugar packaging Costs from Distributor 3> <Sugar Transportation costs from Distributor 3> <Sugar Administrative

costs from retail> <Outher Cost from retail> <Sugar handling cost

from retail> <Sugar packaging Costs from Retail> <Sugar Transportation

from in retail> <Sugar Administrative

costs from retail>

Logistic Costs Distributor 1 Logistic Cost s Samurai <Sugar administrative costs from Samurai>

<Outher Cost from Samurai>

<Outher Cost from Distributor 1> <Sugar handling cost from Distributor 1> <Sugar Storage costs from Distributor 1>

<Sugar Transportation costs from Distributor 1>

<Sugar Administrative costs from Distributor 1>

<Time> Sugar Logistic Cost with PDB <Sugar price at consumen>

Gambar 4. Sub Model Harga dan Biaya logistik beras

Gambar 5. Sub Model Harga dan Biaya logistik gula 4.3 Verifikasi dan Validasi

4.3.1 Verifikasi

Tahapan ini digunakan untuk memastikan apakah model yang telah dibuat sudah merepresentasikan konsep secara tepat atau tidak antara model dengan kondisi terkini. Dengan menggunakan Vensim (Ventana Simulation) untuk menampilkan hasil simulasi. Ketika vensim tidak menampilkan pesan error maka model tersebut dikatan verified (bebas error).

4.3.2 Validasi

Untuk dapat memastikan bahwa model sudah sesuai dengan kondisi saat ini, maka dilakukan validasi seperti pada Tabel 4. Dari tabel tersebut ditampilkan bahwa model dikatakan valid apabila mean comparison < 5% dan error variance < 30%.

4.4 Skenario

Skenario yang dibuat bertujuan untuk meningkatkan produksi beras dan gula sehingga rasio pemenuhan dapat meningkat serta meminimalisir biaya logistik dengan mengefisiensikan rantai distribusi beras dan gula.

Skenario 1 : Pengurangan Jarak Distribusi beras Skenario 2 : Pengurangan Jarak Distribusi gula.

Skenario 3 : Pengurangan pelaku distribusi untuk mengurangi biaya logistik Beras. Skenario 4 : Pengurangan pelaku distribusi untuk mengurangi biaya logistik Gula.

Rice price a t farm level Rice price at milling level Rice price at Wholesalers level Rice price at retail level

Paddy milling cost

Rice transportation costs from farmer Rice packaging

Costs from milling

Rice profit from milling

Rice Transportation costs from milling

Rice profit from Wholesalers

Rice Storage costs from Wholesalers

Rice Transportation costs from Wholesalers

Rice profit from retail

Rice Transportation costs from retail

Inflasi for Rice

<Rice Fulfillment> Rice packaging from retail <Average Rice Unit/Cost (Rp/Kg)> purchase price at distributor purchase price at wholesalers purchase price at retail Rice handling

inventory from milling

Rice handling inventory from farmer

Rice packaging Costs from Wholesalers Rice handling inventory

from wholesalers

Rice profit from Farmer

Rice packaging Costs from farmer

Rice handling inventory from retail

Rice administration costs from farmer

Rice administration costs from milling

Rice administration costs from Wholesalers

Rice administration costs from Retail Rice other costs

from milling

Rice other costs from wholesalers

Rice other costs from retail

rice price at consumen

Rice other costs from farmer Distances 1 Distances 2 Distances 3 Distances 4 <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> Sugar price at farm level Sugar price at Distributor 2 level Sugar price at Distribut or 3 level Sugar price at retail level Sugar transportation

costs from farmer Sugar administrative

costs from farmer

Sugar profit from Distributor 2

Sugar Storage costs from Distributor 2

Sugar Transportation costs from Distributor 2

Sugar Administrative costs from Distributor 2

Sugar profit from Distributor 3

Sugar Storage costs from Distributor 3

Sugar Transportation costs from Distributor 3 Sugar Administrative costs from Distributor 3

Sugar profit from retail

Sugar Transportation from in retail

Sugar Administrative costs from retail

Inflasi for Sugar

<Sugar Fulfillment> <Average Sugar

Unit/Cost (Rp/Kg)>

Sugar packaging Costs from farmer

Sugar profit from farmer

Outher Cost from farmer

sugar purchase price at distributor 2

sugar purchase price at Distributor 3

sugar purchase price at retail

<Time>

Outher Cost from Distributor 2

Sugar handling cost from Distributor 2

Outher Cost from Distributor 3

Sugar handling cost from Distributor 3 Sugar packaging Costs

from Distributor 3

Sugar price at consumen Outher Cost from

retail

Sugar handling cost

from retail Sugar packaging

Costs from Retail Sugar Handling Costs

from farmer <Time> <Time> <Time> <Time> Samurai Distributor 1 level

sugar purchase price at distributor 1

sugar purchase price at Samurai Outher Cost from

Samurai Sugar profit from

Samurai

Sugar administrative costs from Samurai

Sugar Transportation costs from Distributor 1

Sugar Administrative costs from Distributor 1 Sugar profit from

Distributor 1 Outher Cost from

Distributor 1

Sugar handling cost from Distributor 1

Sugar Storage costs from Distributor 1 <Time> <Time> Distance 1 Distance 2 Distance 3 Distance 4 Distance 5

(8)

Logistic Costs from farm SCN 3 Logistic Costs from penggilingan SCN 3 Logistic Costs from Retail SCN 3 Total Rice Logistic Costs SCN 3

<Rice other costs from farmer> <Rice administration

costs from farmer>

<Rice handling inventory from farmer>

<Rice packaging Costs from farmer>

<Rice other costs from milling>

<Rice other costs from retail>

<Rice handling inventory from milling>

<Rice handling inventory from retail>

<Rice packaging Costs from milling>

<Rice packaging from retail>

<Rice administration costs from milling>

<Rice administration costs from Retail>

<rice price at consumen> Rice Logistic Cost with PDB SCN 3 <Time> <Rice Transportation costs from retail SCN 3>

<Rice transportation costs from farmer SCN 3>

<Rice Transportation costs from milling SCN 3> Logistic Costs farm SCN 4 Logistic Costs Retail SCN 4

Total Sugar Logistic Costs SCN 4

<Sugar transportation costs from farmer> <Sugar administrative

costs from farmer> <Outher Cost from

farmer> <Sugar packaging Costs from farmer>

<Sugar Handling

Costs from farmer> <Outher Costfrom retail> <Sugar handling cost

from retail> <Sugar packaging Costs from Retail> <Sugar Administrative

costs from retail>

Logistic Cost s Distributor 1 SCN 4 Logistic Cost s Samurai S CN 4 <Sugar administrative costs from Samurai>

<Outher Cost from Samurai>

<Outher Cost from Distributor 1> <Sugar handling cost

from Distributor 1> <Sugar Storage costs from Distributor 1>

<Sugar Administrative costs from Distributor 1>

<Time> Sugar Logistic Cost with PDB SCN 4 <Sugar price at consumen> <Sugar Transportation from in retail SCN 4> <Sugar transportation

costs from farmer SCN 4>

<Sugar Transportation costs from Distributor 1SCN 4> Selected Variables 2,000 1,500 1,000 500 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Time (Year) Rp

Total Rice Logistic Costs : Logistik jatim v23 Total Rice Logistic Costs SCN 3 : Logistik jatim v23

Selected Variables 2,000 1,500 1,000 500 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Time (Year) Rp

Total Sugar Logistic Costs : Logistik jatim v23 Total Sugar Logistic Costs SCN 4 : Logistik jatim v23

Gambar 6. Skenario 3 Harga dan Biaya logistik beras

Gambar 7. Skenario 3 Harga dan Biaya logistik gula

Gambar 8. Hasil scenario 3 untuk komoditas beras

Gambar 9. Hasil scenario 4 untuk komoditas beras

Rice price a t farm level SCN 3 Rice price at milling level SCN 3 Rice price at retail level SCN 3

Paddy milling cost SCN 3

Rice transportation costs from farmer SCN 3 Rice packaging Costs

from milling SCN 3

Rice profit from milling SCN 3

Rice Transportation costs from milling SCN 3

Rice profit from retail SCN 3

Rice Transportation costs from retail SCN 3

Inflasi for Rice SCN 3

<Rice Fulfillment>

Rice packaging from retail SCN 3 <Average Rice Unit/Cost (Rp/Kg)> purchase price at distributor SCN 3 purchase price at wholesalers SCN 3 purchase price at retail SCN 3 Rice handling inventory

from milling SCN 3

Rice handling inventory from farmer SCN 3

Rice profit from Farmer SCN 3

Rice packaging Costs from farmer SCN 3

Rice handling inventory from retail SCN 3

Rice administration costs from farmer SCN 3 Rice administration costs

from milling SCN 3

Rice administration costs from Retail SCN 3 Rice other costs from

milling SCN 3

Rice other costs from retail SCN 3

rice price at consumen SCN 3

Rice other costs from farmer SCN 3 Distances 1 SCN 3 Distances 2 SCN 3 Distances 4 SCN 3 <Time> <Time> <Time> <Time> Sugar price at farm level SCN 4 Sugar price at retail level SCN 4 Sugar transportation costs from farmer SCN 4

Sugar administrative costs from farmer SCN 4

Sugar profit from retail SCN 4

Sugar Transportation from in retail SCN 4

Sugar Administrative costs from retail SCN 4

Inflasi for Sugar SCN 4

<Sugar Fulfillment>

<Average Sugar Unit/Cost (Rp/Kg)>

Sugar packaging Costs from farmer SCN 4

Sugar profit from farmer SCN 4

Outher Cost from farmer SCN 4

sugar purchase price at distributor 2 SCN 4

sugar purchase price at retail 0 <Time> Sugar price at consumen SCN 4 Outher Cost from

retail SCN 4

Sugar handling cost from retail SCN 4

Sugar packaging Costs from Retail SCN 4

Sugar Handling Costs from farmer SCN 4 <Time> <Time> Samurai SCN 4 Distributor 1 level SCN 4

sugar purchase price at distributor 1 SCN 4

sugar purchase price at Samurai SCN 4 Outher Cost from

Samurai SCN 4 Sugar profit from

Samurai SCN 4

Sugar administrative cost s from Samurai SCN 4 Sugar Transportation costs

from Distributor 1SCN 4 Sugar Administrative costs from Distributor 1 SCN 4

Sugar profit from Distributor 1 SCN 4 Outher Cost from Distributor 1 SCN 4

Sugar handling cost from Distributor 1 SCN 4

Sugar Storage costs from Distributor 1 SCN 4 <Time> <Time> Distance 1 SCN 4 Distance 2 SCN 4 Distance 5 SCN 4 Selected Variables 9,000 9,000 4,500 4,500 0 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Time (Year)

rice price at consumen : Logistik jatim v23 rice price at consumen SCN 3 : Logistik jatim v23

Selected Variables 20,000 15,000 10,000 5,000 0 2000 20012002 2003 2004 20052006 2007 2008 20092010 2011 20122013 2014 2015 Time (Year) Rp

Sugar price at consumen : Logistik jatim v23 Sugar price at consumen SCN 4 : Logistik jatim v23

(9)

5. Kesimpulan

Dari hasil pengembangan model berdasarkan kondisi saat ini (base model) dan skenario maka kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Jalur distribusi utama pada komoditas beras dan gula cenderung lebih panjang karena melibatkan beberapa pelaku distribusi. Dari masing-masing rantai distribusi tersebut, terjadi peningkatan biaya logistic dan harga komoditas dikarenakan setiap pelaku membutuhkan biaya logistic seperti Biaya transportasi, biaya administrasi, biaya penanganan persediaan, biaya pergudangan, biaya packing, biaya lain-lain. Serta masing-masing yang melibatkan profit untuk pelaku distribusi.

2. Dengan mengurangi pelaku distribusi beras dan gula bisa mengurangi jarak dan waktu transportasi. Untuk komoditas beras dari penggilingan langsung ke retail, tidak perlu ke grosir/agen sehingga bisa menurunkan harga beras sebesar 6.04% per tahun dan biaya logistic beras 19.3% per tahun, sedangkan untuk komoditas gula dari distributor 1 langsung ke retail tidak perlu ke distributor 2 dan distributor 3 sehingga jarak jarak transportasi bisa berkurang dan waktu pengiriman pun lebih cepat. Aktor yang dikurangi untuk komoditas beras ada grosir/agen sedangkan untuk gula adalah distributor 2 dan distributor 3 sehingga bisa menurunkan harga gula 8.13% per tahun dan biaya logistic gula 27.71% per tahun

3. Setelah dilakukan scenario, diusulkan bagi pemangku kebijakan agar dilakukan pemotongan arus distribusi beras dan gula yaitu pada komoditas beras adalah Grosir/agen jadi retail langsung beli dari penggilingan sehingga system distribusi beras lebih efektif dan biaya logistic lebih efisien juga harga beras lebih murah , pelaku yang dihapus untuk komoditas gula adalah Distributor 2 dan Distributor 3 jadi retail langsung beli dari Distributor 1 sehingga system distribusi gula lebih efektif dan biaya logistic lebih efisien juga harga gula lebih murah.

Referensi

Allen, & Patricia. (1999). Reweaving the Food Security Safety Net: Mediating Entitlement and Entrepreneurship. Agriculture and Human Values 16 , 11.

Aronsson, H., & Brodin, M. H. (2006). The environmental impact of changing logistics structures. The international journal of logistics management 17(3) , 394-415.

Christopher, M. (2005). Logistics and Supply Chain Management: Creating value-Adding Networks. Great Britain.

Engblom, J. (2012). Multiple-methodanalysisoflogisticscosts. ProductionEconomics , 29-35. ESRI. (2009). ArcGIS desktophelp. New York: Environmental Systems Research Institute. Forrester, J. W. (1971). System Dynamics : the Foundation Under Systems Thinking. System

Dynamic D-402.

Gimenez, C. (2006). Logistics integration processes in the food industry. International journal of physical distribution and logistics management 36(3) , 231-249.

Indonesia, P. R. (2012). CETAK BIRU PENGEMBANGAN SISTEM LOGISTIK NASIONAL. Jakarta: PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Ljungberg, D., Gebresenbet, G., Kihlström, M., & Oritz, C. (2006). ASCI:Improving the Agricultural Supply Chain - Case Studies in Uppsala Region. Uppsala: VINNOVA Report VR.

PERTANIAN, D. P. (2013). RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN) BIDANG PANGAN DAN PERTANIAN 2015-2019. Jakarta. Pottier, j. (1999). Anthropology of Food: The Social Dynamics of Food Security. Cambridge:

Polity Press.

Sterman, J. D. (2000). Business Dynamics: Systems Thinking and Modeling for a Complex World. Boston : McGraw-Hill , 1-10.

System Dynamics Society. (2009). Proceedings of the International Conference. New Mexico: Homeland Security.

(10)

Wirabrata, A. (2013). PENINGKATAN LOGISTIC PERFORMANCE INDEX (LPI) DAN RENDAHNYA INFRASTRUKTUR PENDUKUNG. EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK , 13-16.

Zajfen, V. (2010). Fresh food distribution models for the greater Los Angeles region: Barriers and opportunities to facilitate and scale up the distribution of fresh fruits and vegetables. Dipetik March 1, 2011, dari departments.oxy.edu: http://departments.oxy.edu/ uepi/publications/TCEFinalReport.pdf

Zarei, M., Fakhrzad, M. B., & Paghaleh, J. M. (2011). Food supply chain leanness using a developed QFD model. Journal of Food Engineering 102 , 25-33.

Gambar

Gambar 1. Metodologi Penelitian
Gambar 2. CLD Persediaan Beras dan Gula
Gambar 4. Sub Model Harga dan Biaya logistik beras
Gambar 6. Skenario 3 Harga dan Biaya logistik beras

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh keluarga sangat penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarganya (Kartika, S,W, 2013) Kurangnya pemanfaatan

Hal ini dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa pengaruh reformasi struktur birokrasi terhadap kinerja organisasi Sekretariat Daerah Kota Manado sebesar 37,3 %,

Puri Indah Boulevard blok U1 Jakarta Barat TANGERANG BEST DENKI AEON Mall lt.3 Jl Grand Boulevard BSD City, Tangerang BEKASI BEST DENKI. Summarecon Mall Bekasi

(1) Sub Bagian Produksi Daerah Bidang II dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang mempunyai tugas mengumpulkan bahan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan

Dan penelitian yang kedua mempromosikan sekolah dengan menampilkan informasi dan bangunan sekolah yang masih utuh lewat animasi 3D, sedangkan dalam perancangan ini

Dari percobaan yang dilakukan sebanyak 30 kali, hasil perhitungan nilai parameter eror rate (P) masing-masing filter deteksi tepi Sobel dan Prewitt untuk citra yang mengandung

Hal ini menguatkan penelitian sebelumnya dan teori yang diungkapkan oleh Mangkunegara (2006, h. 76) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi

Dalam hubungannya dengan tingkat generalisasi, untuk mempertahankan tingkat kejelasan dan menghindari penuhnya detail, perlu dilakukan penyederhanaan beberapa tipe dari