• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Eritrosit dan Hemoglobin - Hubungan Olahraga Rutin Dengan Kadar Hemoglobin Darah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Eritrosit dan Hemoglobin - Hubungan Olahraga Rutin Dengan Kadar Hemoglobin Darah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Eritrosit dan Hemoglobin

Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut hemoglobin yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan (Guyton, 1995). Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme yang mempertahankan sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama masa hidup sel tersebut (Williams, 2007). Eritrosit berbentu bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5 μm, dan tebal 2 μm namun dapat berubah bentuk sesuai diameter kapiler yang akan dilaluinya, selain itu setiap eritrosit mengandung kurang lebih 29 pg hemoglobin, maka pada pria dewasa dengan jumlah eritrosit normal sekitar 5,4jt/ μl didapati kadar hemoglobin sekitar 15,6 mg/dl (Ganong, 1999).

(2)

Heme yang terkandung dalam hemoglobin merupakan tertrapirol siklik dengan empat molekul pirol yang terhubung oleh jembatan α-metilen. Stuktur ikatan ganda pada heme menyerap spektrum warna tertentu dan memberi warna merah gelap khas pada hemoglobin maupun myoglobin (Harper, 2003).

Tiap hemoglobin dapat mengikat empat molekul O2, satu molekul untuk tiap subunit/hemenya. Pada proses pengikatan oksigen ini terjadi fenomena yang disebut cooperative binding, yaitu molekul oksigen dalam satu struktur tetramer hemoglobin akan mudah berikatan bila sudah ada molekul oksigen yang telah berikatan. Fenomena ini memungkinkan pengikatan oksigen dari paru-paru dan pelepasan oksigen yang maksimal ke jaringan (Harper, 2003). Selain mengangkut oksigen ke jaringan, hemoglobin juga berperan dalam mengangkut CO2 yang merupakan hasil sampingan respirasi dan proton (H+) dari jaringan perifer. Namun afinitas ikatan CO2lebih tinggi daripada O2, sehingga tingginya kadar CO2

Pengikatan CO

dapat menurunkan kemampuan transpor oksigen dari hemoglobin (Ganong, 1999)

2 terjadi pada ujung terminal polipeptida hemoglobin, ikatan ini membentuk karbamat yang merupakan 15% dari keseluruhan dari CO2 dalam darah vena, sisa CO2 dalam darah vena berbentuk bikarbonat yang merupakan hasil reaksi antara CO2 dengan asam karbonat (H2CO3) yang terjadi dalam eritrosit. Hemoglobin yang telah mengalami deoksigenasi akan mengikat satu proton untuk dua molekul oksigen yang dilepas, reaksi ini menambah sifat buffer darah. Penurunan pH ini ditambah reaksi karbamasi menjaga keseimbangan pH darah dan membantu pelepasan oksigen (Harper, 2003).

(3)

1.2. Pembentukan Eritrosit dan Hemoglobin

Proses pembentukan eritrosit yang disebut sebagai eritropoiesis merupakan proses yang diregulasi ketat melalui kendali umpan balik. Pembentukan eritrosit dihambat oleh kadar hemoglobin diatas normal dan dirangsang oleh keadaan anemia dan hipoksia. Eritropoiesis pada masa awal janin terjadi dalam yolk sac, pada bulan kedua kehamilan eritropoiesis berpindah ke liver dan saat bayi lahir eritropoiesis di liver berhenti dan pusat pembentukan eritrosit berpindah ke sumsum tulang (Williams, 2007). Pada masa anak-anak dan remaja semua sumsum tulang terlibat dalam hematopoiesis, namun pada usia dewasa hanya tulang-tulang tertentu seperti tulang panggul, sternum, vertebra, costa, ujung proksimal femur dan beberapa tulang lain yang terlibat eritropoiesis. Bahkan pada tulang-tulang seperti disebut diatas beberapa bagiannya terdiri dari jaringan adiposit. Pada periode stress hematopoietik tubuh dapat melakukan reaktivasi pada limpa, hepar dan sumsum berisi lemak untuk memproduksi sel darah, keadaan ini disebut sebagai hematopoiesis ekstramedular (Munker, 2006).

(4)

Eritropoietin yang meningkat dalam darah akan mengikuti sirkulasi sampai bertemu dengan reseptornya pada sel hematopoietik yaitu sel bakal/stem cell

beserta turunannya dalam jalur eritropoiesis. Ikatan eritropoietin dengan reseptornya ini menimbulkan beberapa efek seperti :

a. Stimulasi pembelahan sel eritroid (prekursor eritrosit).

b. Memicu ekspresi protein spesifik eritroid yang akan menginduksi diferensiasi sel-sel eritroid.

c. Menghambat apoptosis sel progenitor eritroid.

Eritropoietin bersama-sama dengan stem cell factor, interleukin-3, interleukin-11,

granulocyte-macrophage colony stimulating factor dan trombopoietin akan

mempercepat proses maturasi stem cell eritroid menjadi eritrosit (Hoffman,2005). Secara umum proses pematangan eritosit dijabarkan sebagai berikut :

1. Stem cell : eritrosit berasal dari sel induk pluripoten yang dapat

memperbaharui diri dan berdiferensiasi menjadi limfosit, granulosit, monosit dan megakariosit (bakal platelet).

2. BFU-E : burst-forming unit eritroid, merupakan prekursor imatur eritroid yang lebih fleksibel dalam ekspresi genetiknya menjadi eritrosit dewasa maupun fetus. Sensitivitas terhadap eritropoeitin masih relatif rendah.

3. CFU-E : colony-forming unit eritroid, merupakan prekursor eritroid yang lebih matur dan lebih terfiksasi pada salah satu jenis eritrosit (bergantung pada subunit hemoglobinnya.

4. Proeritroblast, eritroblast dan normoblast : progenitor eritrosit ini secara morfologis lebih mudah dibedakan dibanding sel prekursornya, masih memiliki inti, bertambah banyak melalui pembelahan sel dan ukurannya mengecil secara progresif seiring dengan penambahan hemoglobin dalam sel tersebut.

(5)

waktu dalam 24 jam pertamanya di limpa untuk mengalami proses maturasi dimana terjadi remodeling membran, penghilangan sisa nukleus, dan penambahan serta pengurangan protein, enzim, dan fosfolipid. Setelah proses ini barulah eritrosit mencapai ukuran dan fungsi optimalnya dan menjadi matur (Munker, 2006).

Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin yang membentuk struktur tetramer. Sintesis globin terjadi seperti protein pada umumnya, mRNA dari intisel akan ditranslasi ribosom untuk merakit rantai asam amino untuk membentuk globin. Di sisi lain proses pembentukan heme relatif lebih kompleks, bahan dasar heme adalah asam amino glisin dan suksinil-KoA, hasil dari siklus asam sitrat. Pada awalnya proses ini terjadi di dalam mitokondria, kemudian setelah terbentuk δ-aminolevulinat (ALA) reaksi terjadi di sitoplasma sampai terbentuk coproporhyrinogen III, kemudian substrat akan masuk kembali kedalam mitokondria untuk menyelesaikan serangkaian reaksi pembentukan heme yaitu penambahan besi ferro ke cincin protoporphyrin. Proses pembentukan heme dapat dilihat di gambar 2.2. dan gambar 2.3. (Harper, 2003).

(6)

Sintesis heme terjadi hampir pada semua sel mamalia dengan pengecualian eritrosit matur yang tidak memiliki mitokondria, namun hampir 85% heme dihasilkan oleh sel prekursor eritroid pada sumsum tulang dan hepatosit. Regulasi sintesis heme terjadi melalui mekanisme umpan balik oleh enzim δ -aminolevulinat sintase (ALAS), ALAS tipe 1 ditemukan pada hati sedangkan ALAS tipe 2 ditemukan pada sel eritroid. Heme tampaknya bekerja melalui molekul aporepresor bekerja sebagai regulator negatif terhadap sintesis ALAS1, pada percobaan tampak bahwa sintesis ALAS1 tinggi saat kadar heme rendah dan hampir tidak terjadi saat kadar heme tinggi. Selain sintesis hemoglobin, heme juga dibutuhkan enzim hati sitokrom P450 untuk memetabolisme zat lain, keadaan ini dapat meningkatkan kerja ALAS1 (Harper, 2003).

(7)

1.3. Olahraga Anaerobik dan Aerobik

Pembagian kedua tipe olahraga ini didasari oleh cara penghasilan energi serta metabolisme dan konsumsi oksigennya. Olahraga anaerobik sering juga disebut sebagai latihan kekuatan/strength training sementara olahraga aerobik disebut sebagai latihan ketahanan/endurance training. Yang termasuk olahraga anaerobik adalah angkat beban, lari sprint, berenang 50 meter, dll. Sedangkan yang termasuk olahraga aerobik adalah lari jarak jauh/marathon, basket, sepak bola, berenang jarak jauh, jogging, dll.

Olahraga Anaerobik merupakan aktivitas fisik yang memerlukan letupan energi relatif besar dalam waktu singkat, keadaan ini menuntut penghasilan energi yang cepat melalui proses glikolisis tanpa memerlukan oksigen. Tanpa suplai dan utilisasi oksigen yang adekuat, hidrogen yang terbentuk dari proses glikolisis gagal teroksidasi; pada keadaan ini, piruvat akan bereaksi dengan hidrogen membentuk laktat. Keadaan ini memungkinkan penghasilan ATP berkesinambungan dengan fosforilasi anaerobik pada tingkat substrat. Glikogen pada aktivitas fisik anaerobik ini dapat digolongkan sebagai “bahan bakar cadangan” yang diaktivasi saat perbandingan kebutuhan oksigen dengan suplai oksigen mencapai 1:0 (Katch, 2011).

(8)

Olahraga aerobik, berbeda dengan olahraga anaerobik, membutuhkan penghasilan energi yang relatif kecil namun berkesinambungan dalam jangka waktu lebih lama (lebih dari 2 atau 3 menit). Untuk memenuhi kebutuhan ini tubuh mengambil jalur metabolisme aerobik yang menghasilkan lebih banyak ATP per substrat yang dibutuhkan. Pada individu yang terlatih dalam olahraga aerobik, pemakaian oksigen akan lebih efisien karena tubuh memasuki fase konsumsi oksigen stabil lebih cepat daripada individu tidak terlatih. Fase konsumsi oksigen stabil yang lebih cepat dicapai ini berarti hanya terjadi sintesis ATP anaerobik yang singkat, sehingga individu terlatih mengkonsumsi oksigen lebih banyak dengan penghasilan energi yang lebih efisien dan defisit oksigen lebih sedikit dibanding individu tak terlatih.

Peningkatan fungsi aerob ini merupakan perubahan dari beberapa sistem seperti serabut otot yang lebih efisien (terjadi peningkatan vaskularisasi dan jumlah serta ukuran mitokondria), kapasitas pernafasan yang lebih besar dan efisien untuk menunjang kebutuhan oksigen, sistem kardiovaskuler, dll (Tipton,2003). Salah satu mekanisme kompensasi untuk membantu utilisasi dan suplai oksigen ke otot adalah peningkatan penyimpanan oksigen otot dalam myoglobin serta transpor oksigen melalui hemoglobin – eritrosit. Perubahan-perubahan ini secara teoritis lebih signifikan pada orang yang terlatih dalam olahraga aerobik dibandingkan olahraga anaerobik (Katch, 2011).

(9)

1.4. Perubahan Sistemik Akibat Olahraga

Olahraga atau aktivitas fisik mempunyai kecenderungan memberikan beban kerja yang lebih pada tubuh. Bila beban ini diberikan terus menerus pada tubuh, maka berbagai sistem dalam tubuh akan mengalami perubahan untuk bekerja lebih efisien dibawah tambahan beban tersebut. Beberapa sistem organ yang terlibat adalah sistem respiratori, sistem kardiovaskular, endokrin, dan sistem neuromuskular (Katch, 2011).

Sistem respiratorik atau pernafasan memegang peranan penting dalam olahraga, selain berperan dalam pemasukan oksigen ke tubuh, sistem ini juga mengatur pengeluaran CO2

Sistem kardiovaskular, seperti sistem respirasi, juga terlibat dalam berbagai fungsi seperti penghantaran oksigen dan nutrisi ke jaringan yang membutuhkan, transport zat sisa, regulasi panas tubuh dan keseimbangan asam-basa darah. Sistem ini bekerja bersama-sama dengan sistem lainnya untuk memenuhi kebutuhan tubuh saat aktivitas fisik. Tekanan darah merupakan salah satu parameter yang mengalami kompensasi paling cepat pada sistem ini, olahraga tipe

endurance/ketahanan meningkatkan tekanan darah untuk memenuhi kebutuhan

perfusi jaringan-jaringan tubuh yang membutuhkan. Keadaan ini berbeda dengan olahraga tipe kekuatan yang meningkatkan tekanan darah akibat otot-otot rangka yang bekerja menekan arteriol perifer dan meningkatkan resitensi vaskular. Pada individu yang terlatih dengan olahraga aerobik dapat ditemukan peningkatan ukuran jantung (massa otot dan volume ruang jantung) dan volume plasma yang lebih signifikan dibanding individu yang terlatih dengan olahraga anaerobik (Katch, 2011).

(10)

Berbeda dengan kedua sistem yang telah dibahas, sistem neuromuskular mengalami perubahan yang lebih dapat diamati secara makroskopis. Secara umum terdapat dua tipe serabut otot; serabut fast-twitch dan slow-twitch. Serabut tipe

fast-twitch merupakan otot dengan kemampuan menghasilkan energi cepat dengan proses metabolisme anaerob, sedangkan serabut slow-twitch bergantung pada metabolisme aerob sebagai sumber energinya. Pada individu yang terlatih dalam olahraga tipe anaerobik, pada ototnya ditemukan peningkatan ukuran sel (hipertropi) akibat peningkatan serabut aktin-miosin, enzim-enzim glikolitik, penurunan jumlah mitokondria dan warna otot cenderung lebih pucat. Sedangkan pada otot individu yang terlatih dalam olahraga aerobik ditemukan peningkatan jumlah maupun ukuran mitokondria, vaskularisasi, enzim-enzim mitokondria dan myoglobin sehingga warna otot tampak lebih merah (Tipton, 2003).

1.5. Pengaruh Olahraga terhadap Hemoglobin

Secara umum olahraga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme tubuh terutama pada otot-otot skeletal, peningkatan metabolisme ini bertujuan meningkatan produksi energi (ATP) untuk memenuhi kebutuhan energi untuk aktivitas tersebut. Peningkatan metabolisme ini diikuti peningkatan kebutuhan O2, untuk memenuhi kebutuhan O2 dan pengeluaran CO2

Aktivitas fisik yang terus menerus tersebut akan menimbulkan keadaan hipoksia pada tubuh, pada level seluler keadaan hipoksia ini akan memicu faktor transkripsi HIF-1 (hypoxia induced factor-1) yang berperan dalam adaptasi jaringan terhadap keadaan rendah oksigen, HIF-1 pada jaringan di ginjal dan hati akan memicu teranskripsi gen eritropoietin sehingga akan dihasilkan eritropoietin yang akan dilepas ke peredaran darah (Williams, 2007). Teori ini juga didukung oleh penelitian yang memaparkan individu yang hidup di dataran rendah dengan kondisi rendah oksigen pada dataran tinggi, kondisi hipoksia yang terus menerus ini didapati meningkatkan kadar hemoglobin secara signifikan (Calbet, 2002)

(11)

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.2. Pembentukan heme dari Glisin + Suksinil-KoA sampai porphobilinogen (Harper, 2003)
Gambar 2.3.  Reaksi dari ALA sampai coproporphyrinogen III terjadi di sitoplasma, reaksi berlanjut sampai didapati protoporfirin yang mengalami penambahan Fe2+ dan menjadi heme

Referensi

Dokumen terkait

• Panas adalah suatu proses dimana energi ditambahkan ke dalam suatu sistem dari sumber dengan suhu tinggi atau energi yang hilang sehingga suhunya menjadi rendah..

Salah satu cara untuk memenuhi ekspektasi stakeholder adalah dengan menjalin hubungan secara kontinu. Misalnya, sebuah bisnis global yang berusaha untuk memonitor

Dengan memanjatkan rasa syukur Alhamdulillah kepada Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di Kabupaten Hulu Sungai Selatan sebanyak 34.350 dikelola oleh rumah

Kemudian disaring dan ampas yang diperoleh dari masing-masing sampel direndam kembali dengan 300 mL pelarut metanol hingga diperoleh filtrat yang berwarna lebih

Pengelolaan kelas adalah proses pemberdayaan sumber daya baik material element maupun human element yang di lakukan oleh guru untuk mendukung kegiatan belajar mengajar

Dalam masyarakat jawa mereka sudah mengetahui dengan adanya malaikat, walaupun belum pernah melihat dengan kepala mata sendiri. Malaikat merupakan salah satu makhluk di