PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur
secara yuridis pasal-pasal yang menyangkut kejahatan atau tindak pidana
pencurian mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 pada Bab XXII
Buku II KUHP. Tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana
yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan jenis tindak pidana
terhadap harta kekayaan yang lain.
Jenis tindak pidana pencurian ini merupakan jenis tindak pidana
yang terjadi hampir dalam setiap daerah di Indonesia. Oleh karenanya
menjadi sangat logis apabila jenis tindak pidana pencurian ini menempati
urutan teratas diantara tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terdakwa / tertuduh dalam tindak
pidana pencurian yang diajukan ke sidang pengadilan.
Tindak pidana pencurian yang diatur mulai Pasal 362 sampai
dengan Pasal 367 dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu :
Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam Pasal 362 KUHP
yang menyatakan :
“Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam
puluh rupiah”.18
a. Unsur objektif, yang meliputi unsur-unsur :
Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP diatas, maka unsur-unsur tindak
pidana pencurian (biasa) adalah sebagai berikut :
1. Mengambil
2. Suatu barang
3. Yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain
b. Unsur subjektif, yang meliputi unsur-unsur :
1. Dengan maksud
2. Untuk memiliki barang / benda tersebut untuk dirinya sendiri
3. Secara melawan hukum
Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak
pidana pencurian, orang tersebut harus terbutki telah memenuhi semua
unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat di dalam rumusan Pasal
362 KUHPidana
Walaupun pembentuk undang-undang tidak menyatakan dengan
tegas bahwa tindak pidana pencurian seperti yang dimaksud dalam Pasal
362 KUHPidana harus dilakukan dengan sengaja, tetapi tidak dapat
18
disangkal lagi kebenarannya bahwa tindak pidana pencurian tersebut
harus dilakukan dengan sengaja, yakni karena undang-undang pidana
yang berlaku tidak mengenal lembaga tindak pidana pencurian yang
dilakukan dengan tidak sengaja.19
2. Pencurian Dengan Pemberatan
Istilah “pencurian dengan pembertan” biasanya secara doctrinal
disebut sebagai “pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang
dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan
dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat
lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula
dari pencurian biasa.20
19
P.A.F.Lamintang, Theo Lamintang, Op.Cit, hal.2.
20
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, Eresco, 1986, hal. 19.
Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang
dikualifikasikan diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHPidana. Oleh karena
pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang
dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang
bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak
pidana pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan membuktikan
pencurian dalam bentuk pokoknya.
Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat
1. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363
KUHPidana
Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHPidana dirumuskan
sebagai berikut :
(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : Ke-1 pencurian ternak
Ke-2 pencurian ppada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang
Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak
Ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama
Ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan (seragam) palsu
(2)Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana paling lama Sembilan tahun.
2. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 365
KUHPidana
Pencurian dengan pemberatan kedua adalah pencurian yang diatur
dalam Pasal 365 KUHPidana. Jenis pencurian ini lazim disebut
istilah “curas”. Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam Pasal 365
KUHPidana ini adalah sebagai berikut :
(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.
(2)Diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun :
Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama
Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan membongkar, merusak, atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu
Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat
(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun
(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai oleh salah satu hal yang direngkan dalam ayat (2) ke-1 dan ke-3
3. Pencurian Ringan
Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari
pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan
unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidanaya menjadi
Pencurian ringan di dalam KUHPidana diatur dalam ketentuan
Pasal 364. Termasuk dalam pengertian pencurian ringan ini dalah
pencurian dalam keluarga.
Rasio dimasukkannya pencurian keluarga ke dalam pencurian
ringan adalah oleh karena jenis pencurian dalam keluarga ini merupakan
delik aduan, dimana terhadap pelakunya hanya dapat ditunutut apabila
ada pengaduan. Dengan demikian, berbeda dengan jenis pencurian biasa
pada umumnya yang tidak membutuhkan adanya pengaduan untuk
penuntutannya.
Dengan demikian terdapat dua bentuk pencurian yang diatur dalam
Pasal 364 dan Pasal 367 KUHPidana.
a. Pencurian Ringan
Jenis pencurian ini diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHPidana, yang
menyatakan :21
Perbuatan yng diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 ke-4, begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 365 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh
21
lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah.
b. Pencurian Dalam Keluarga
Pencurian dalam keluarga diatur dalam ketentuan Pasal 367
KUHPidana yang menyatakan :
(1) Jika pelaku atau pembantu dalam salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami atau isteri dari orang yang terkena kejahatan, dan tidak terpisah meja dan tempat itdur atau terpisah harta kekayaaan, maka terhadap pelaku atau pembantu itu, tidak mungkin diadakan tuntutan pidana
(2) Jika dia adalah suami atau isteri yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia keluarga sedarah atau semeda, baik dalam garis lurus, maupun garis menyimpang sampai derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan, jika ada pengaduan dari yang terkena kejahatan
(3) Jika menuntut lembaga matriarlkhal, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari bapak kandungnya, maka aturan tersebut ayat diatas, berlaku juga bagi orang itu
Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHPIdana
ini merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku
maupun korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal
367 KUHPidana akan terjadi, apabila seorang suami atau isteri
melakukan (sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap
harta benda isteri atau suaminya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) kUHPidana apabila
suami isteri tersebut masih dalam iktan perkawinan yang utuh, tidak
maka pencurian atau membantu pencurian yang dilakukan oleh mereka
mutlak tidak dapat dilakukan penuntutan.22
22
Tongat, Hukum Pidana Meteriil, Malang, UMM Press, 2003, hal.43.
Disamping pembagian bentuk-bentuk tindak pidana pencurian
sebagaimana tersebut diatas, maka penulis dalam hal ini juga akan
memaparkan tentang bentuk-bentuk tindak pidana penadahan.
Tindak pidana penadahan atau disebut juga tindak pidana
pemudahan ini diatur dalam Bab XXX KUHPidana. Tindak pidana
penadahan atau tindak pidana pemudahan ini merupakan tindak pidana
yang erat kaitannya dengan tindak pidana terhadap harta kekayaan orang
lain.
Tindak pidana penadahan diatur dalam ketentuan Pasal 480
KUHPidana yang menyatakan :
Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah karena penadahan.
Ke-1 barang siapa menjual, menawarkan, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan
Ke-2 barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan.
Bahwa apabila diperhatikan, maka tindak pidana yang diatur dalam
Pasal 480 KUHPidana ini meliputi dua macam bentuk tindak pidana
a. Membeli, menyewa, menukar, menerima sebagai gadai dan
menerima sebagai hadiah sesuatu benda yang berasal dari
kejahatan.
b. Karena ingin menarik keuntungan telah menjual, menyewakan,
menukarkan, memberikan sebagai gadai, mengangkut, menyimpan
atau menyembunyikan sesuatu benda yang berasal dari kejahatan.
Adapun jenis tindak pidana penadahan ini dapat dibgi kedalam dua
bentuk, yaitu :
1. Penadahan sebagai kebiasaan
Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 481 KUHPidana
yang menyatakan :
(1) Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukarkan, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang, yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Yang bersalah dapat dicabut hanya tersebut dalam Pasal 35 Nomor 1 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Hal yang paling penting dikemukakan berkaitan dengan
penerapan Pasal 481 KUHPidana ini adalah bahwa perbuatan
penadahan tersebut haruslah menjadi kebiasaan. Artinya harus paling
tidak telah dilakukan lebih dari satu kali atau minimal dua kali. Sebab,
apabila perbuatan tersebut hanya dilakukan sekali, maka perbuatan
dengan Pasal 480 KUHPidana sebagai tindak pidana penadahan
biasa.23
2. Penadahan ringan
Jenis tidak pidana ini diatur dalam Pasal 482 KUHPidana yang
menyatakan :
Diancam karena penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan dari mana benda diperoleh adalah satu kejahatan yang diterangakan dalam Pasal 364, 373 dan 379.
Berdasarkan ketentuan Pasal 482 KUHPidana di atas tersimpul
bahwa penadahan yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana itu akan
menjadi penadahan ringan, apabila perbuatan yang diatur dalam Pasal
480 KUHPidana itu dilakukan terhadap barang-barang hasil dari tindak
pidana pencurian ringan, berasal dari tindak pidana penggelapan ringan
atau dari penipuan ringan.
B. Bentuk-bentuk dari Pemidaan atas Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan
Masalah pokok dalam hukum pidana adalah pemidanaan,
disamping tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pemidanaan
dapat dilihat sebagai rangkaian proses dan kebijakan yang
konkretisasinya sengaja direncanakan melalui tahapan-tahapan berikut,
23
yaitu tahap legislatif (kebijakan formulatif), tahap yudikatif (kebijakan
aplikatif) dan tahap eksekutif (kebijakan administratif).
Pemidanaan merupakan sarana yang dipakai dalam penegakan
hukum pidana, dan dengan mengacu pada tahapan-tahapan tersbut,
maka dikatakan, bahwa penegakan hukum pidana bukan hanya menjadi
tugas dan tanggung jawab aparat yudikatif sebagai pemegang kebijakan
aplikatif, tetapi juga menjadi tugas dan tanggung jawab aparat pemegang
kebijakan pembuat undang-undang. Satjipto Rahardjo dalam kaitan ini
menyatakan, bahwa proses penegakan hukum itu menjangkau pula
sampai kepada tahapan pembuatan undang-undang. Perumusan pikiran
pembuat undang-undang yang dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu nanti
dijalankan.24
Menurut Sudarto, pemidanaan itu kerap kali sinonim dengan kata
penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga
dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang Hal ini berarti, garis-garis kebijakan sistem pidana dan pemidanaan
yang diformulasikan oleh aparat pembuat undang-undang merupakan
landasan legalitas bagi aparat yudikatif. Hal ini juga berarti, apabila pada
tahan pembuatan undang-undang ini terdapat kelemahan pada formulasi
sistem pemidanaannya, maka eksesnya akan berimbas pada aplikasinya
oleh aparat yudikatif.
24
hukum (berechten). Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan
pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.
Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence
atau voorwadelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum
bersyarat atau pidana bersyarat. 25
Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan pidana dan
tahap pemberian pidana. Sudarto menyatakan bahwa pemberian pidana
itu mempunyai dua arti, yaitu :26
1. Dalam arti umum ialah yang menyangkut pembentuk undang-undang, ialah yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana (pemberian pidana in abstracto)
2. Dalam arti konkrit, ialah yang menyangkut berbagai badan atau jawatan yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan
stelsel sanksi hukum pidana itu (pemberian pidana in concreto).
Menurut Jan Remmelink, pemidanaan adalah pengenaan secara
sadar dan matang suatu azab oleh instansi penguasa yang berwenang
kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan hukum.27 Jerome
Hall dalam M. Sholehuddin membuat deskripsi yang terperinci mengenai
pemidanaan, yaitu sebagai berikut :28
a. Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalam hidup
b. Ia memaksa dengan kekerasan
c. Ia diberikan atas nama Negara, ia “diotorisasikan”
25
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal.71-71
26
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal.42
27
Jan Remmelink, Hukum Pidana, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal.7
28
d. Pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan, pelanggarannya, dan penentunnya, yang diekspresikan didalam putusan
e. Ia diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan kejahatan, dan ini mensyaratkan adanya sekumpulan nilai-nilai yang dengan beracuan kepadanya, kejahatan dan pemidanaan itu signifikan dalam etika
f. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan kejahatan, dan diperberat atau diperingan dengan melihat personalitas (kepribadian) si pelanggar, motif dan dorongannya
Terhadap pelaku tindak pidana pencurian maupun penadahan,
penerapan sanksi pidananya mengacu kepada ketentuan Hukum Pidana
Indonesia yang hanya mengenal dua jenis pidana, yaitu pidana pokok dan
pidana tambahan. Dalam Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim
Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman,
disebutkan :
Pidana terdiri atas : a. Pidana Pokok :
1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan
b. Pidana Tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim
Berdasarkan ketentuan Pasal 69 KUHPidana, maka urutan pidana
pokok sebagimana disebutkan di dalam Pasal 10 KUHPidana
menunjukkan perbandingan berat atau ringannya pidana pokok yang tidak
Bahwa akan tetapi terhadap tindak pidana pencurian maupun
penadahan, terhadap pelakunya secara umum selalu dijatuhkan salah
satu jenis pidana pokok yakni pidana penjara, sesuai dengan yang
diancam terhadap tindak pidana yang dianggap terbukti, sedangkan
terhadap lamanya masa hukuman yang dijatuhkan tergantung penilaian
hakim berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, maupun
terhadap hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan atas
perbuatan terdakwa tersebut.
Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok ini adalah merupakan
suatu keharusan, artinya impertif, sedangkan penjatuhan jenis pidana
tambahan berifat fakultatif, artinya bukan merupakan suatu keharusan,
artinya hakim boleh tidak menjatuhkan pidana tambahan tersebut.
P.A.F. Lamintang menyebutkan, bahwa mengenai keputusan
apakah perlu atau tidaknya dijatuhkan suatu pidana tambahan, selain dari
menjatuhkan suatu tindak pidana pokok kepada seorang terdakwa, hal ini
sepenuhnya diserahkan kepada pertimbangan hakim.29
C. Pola Hukuman yang diberikan kepada Pelaku Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan Kendaraan Bermotor
Sehingga
terhadap tindak pidana pencurian maupun penadahan jarang sekali dan
bahkan hampir tidak pernah dijatuhkan pidana tambahan oleh hakim
terhadap terdakwa.
29
Istilah “pola” menunjukkan sesuatu yang dapat digunakan sebagai
model, acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat atau menyusun
sesuatu. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan, bahwa “pola
hukuman / pemidanaan” yang dimaksud dalam skripsi ini ialah acuan,
pegangan atau pedoman untuk membuat, menyusun sistem sanksi
(hukum) pidana.
Bertitik tolak dari pengertian tersebut di atas, dapatlah dinyatakan,
bahwa sebenarnya “pola pemidaan” yang bersifat umum dan ideal harus
ada lebih dahulu sebelum perundang-undangan pidana dibuat, bahkan
sebelum KUHP dibuat.30
a. Pidana Pokok :
Jenis saksi pidana yang berlaku sekarang ini telah diatur dalam
Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, disebutkan :
Pidana terdiri atas :
1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan
b. Pidana Tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim
30
Sedangkan jenis sanksi yang digunakan dalam Konsep /
Rancangan KUHPidana, terdiri dari jenis “pidana” dan “tindakan”.
Masing-masing jenis sanksi ini terdiri dari :31
a. Pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 RKUHP, terdiri dari :
5. Pidana kerja sosial
a.2. Pidana Tambahan
1. Pencabutan hak tertentu
2. perampasan barang tertentu dan tagihan 3. pengumuman putusan hakim
4. Pembayaran ganti kerugian
5. pemenuhan kewajiban adat dan / atau kewajiban menurut ketentuan hukum yang hidup
b. Tindakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 dan 41 RKUHP, terdiri dari :
b.1. Untuk orang tidak atau kurang mampu bertanggung jawab (“tindakan” dijatuhkan tanpa pidana)
1. Perawatan di rumah sakit jiwa
2. Penyerahan kepada pemerintah, atau 3. Penyerahan kepada seseorang
b.2. Untuk orang pada umumnya yang mampu bertanggung jawab (dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokok) 1. Pencabutan surat izin mengemudi
2. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
3. Perbaikan akibat tindak pidana 4. latihan kerja
5. Rehabilitasi, dan / atau 6. Perawatan di lembaga
Bahwa pola jenis yang berhubungan dengan pola pembagian jenis
tindak pidana untuk “kejahatan” pada umumnya diancam dengan pidana
penjara atau denda, sedangkan untuk “pelanggaran” pada umumnya
diancam dengan pidana kurungan atau denda. Konsep RKUHP ini tidak
lagi membedakan jenis tindak pidana berupa “kejahatan” dan
“pelanggaran”.32 Namun demikian, di dalam “pola kerja” Tim Penyusun
Konsep ada pula pengklasifikasian tindak pidana yang sifatnya / bobotnya
dipandang “sangat ringan”, “berat” dan “sangat serius”. Untuk delik yang
“sangat ringan” hanya diancam dengan pidana denda, untuk delik yang
dipandang “berat” diancam dengan pidana penjara atau denda (alternatif),
dan untuk delik yang “sangat serius” diancam dengan pidana penjara saja
(perumusan tunggal) atau dalam hal-hal khusus sangat pula diancam
dengan pidana mati yang dialternatifkan dengan penjara seumur hidup
atau penjara dalam waktu tertentu. Secara kasar polanya dapat
digambarkan dalam skema berikut :33
Bobot Delik Jenis Pidana Keterangan
1. Sangat ringan Denda Perumusan tunggal
Denda ringan (kategori I atau II
2. Berat Penjara atau denda Perumusan alternatif
Penjara berkisar 1 s.d. 7 tahun
Denda lebih berat (kategori III-IV
3. Sangat serius Penjara saja
Mati / penjara
Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal.171
33
dengan denda
Dengan pola diatas, secara kasar menurut konsep hanya akan ada tiga
kategori pengelompokan tindak pidana, yaitu :
a. Yang hanya diancam pidana denda (untuk delik yang bobotnya
dinilai kurang dari 1 tahun penjara)
b. Yang diancam pidana penjara atau denda secara alternatif (untuk
delik yang diancam dengan pidana penjara 1-7 tahun)
c. Yang hanya diancam dengan pidana penjara (untuk delik yang
diancam dengan pidana penjara dari 7 tahun)
Terhadap pola perumusan pidana menurut KUHPidana yang
berlaku sekarang ini, jenis pidana yang pada umumnya dicantumkan
dalam perumusan delik ialah pidana pokok, dengan menggunakan 9
(sembilan) bentuk perumusan, yaitu :34
a. diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu
b. diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu
c. diancam dengan pidana penjara (tertentu) d. diancam dengan pidana penjara atau kurungan
e. diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda f. diancam dengan pidana penjara atau denda
g. diancam dengan pidana kurungan
h. diancam dengan pidana kurungan atau denda i. diancam dengan pidana denda
Dari sembilan bentuk perumusan diatas, dapat diidentifikasikan hal-hal
sebagai berikut :
34
a. KUHP hanya menganut 2 (dua) sistem perumusan, yaitu :
a.1. perumusan tunggal (hanya diancam satu pidana pokok)
a.2. perumusan alternatif
b. Pidana pokok yang diancam / dirumuskan secara tunggal, hanya
pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau
penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal.
c. Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai
yang paling ringan.
Untuk pidana tambahan bersifat fakultatif, namun pada dasarnya untuk
dapat dijatuhkan harus tercantum dalam perumusan delik.
Sedangkan menurut Konsep / Rancangan KUHPidana, jenis pidana
yang dicantumkan dalam perumusan delik hanya pidana mati, penjara dan
denda. Pidana pokok berupa pidana tutupan, pidana pengawasan dan
pidana kerja sosial tidak dicantumkan.
Bentuk perumusannya tidak berbeda dengan pola KUHPidana
sekarang, hanya dengan catatan bahwa di dalam konsep :35
a. Pidana penjara dan denda ada yang dirumuskan ancaman
minimumnya
b. Pidana denda dirumuskan dengan sistem kategori
c. Ada pedoman untuk menerapkan pidana yang dirumuskan secara
tunggal dan secara alternatif yang member kemungkinan
35
perumusan tunggal diterapkan secara alternatif dan perumusan