• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA POLITIK UANG DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF (Studi Kasus Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA POLITIK UANG DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF (Studi Kasus Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA POLITIK UANG DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF (Studi Kasus di Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran)

(Jurnal)

Oleh: SARAH FURQONI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA POLITIK UANG DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF

(Studi Kasus Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran) Sarah Furqoni, Maroni, A.Irzal Fardiansyah

email: s.furqoni@gmail.com

Abstrak

Tindak pidana money politik dalam Pemilihan Umum Legislatif pada tahun 2014 terjadi di Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran, proses penegakan hukumnya tidak ditindak lanjuti sebagaimana penegak hukum dijalankan secara integral, dikarenakan adanya sudut pandang yang berbeda terhadap Panwaslu dan pihak kepolisian. Bila dilihat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 301 yang menjelaskan bahwa setiap pelaksanaan kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00. Seharusnya dijalannkan seperti undang-undang yang telah ada tetapi dalam kasus politik uang yang terjadi di setiap kabupaten terhadap pelaku tindak pidana money politik dalam pemilu bahwa adanya limit waktu yang disediakan dalam proses tindak pidana pemilu sehingga aparat dituntut waktu yang sangat cepat untuk prosesnya. Sehinga apabila kasus yang diselsaikan banyak tetapi sudah melebihi batas waktu yang ada maka disebut daluwarsa dan tidak bisa ditindak lanjuti lagi kasus terharap tindak pidana pemilu.

Saran penulis yaitu proses penegakan hukum pidana pemilu harus diajalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar terwujudnya suatu kepastian hukum, seharusnya aparat penengak hukum saling bersinergi untuk menentukan perbuatan mana yang dilarang oleh undang-undang dan disertai sanksi agar sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh undang-undang.

(3)

ANALYSIS OF CRIMINAL LAW ENFORCEMENT OF MONEY POLITICS CRIME IN LEGISLATIVE ELECTION

(A Case Study of South Lampung Regency and Pesawaran Regency) Sarah Furqoni, Maroni, A.Irzal Fardiansyah

email: s.furqoni@gmail.com

Abstract

The criminal acts of money politics in the Legislative Election in 2014 occurred in South Lampung Regency and Pesawaran Regency, law enforcement process was not followed up as an integral law enforcement run, due to the different viewpoints of the Election Supervisory Committee and the police. When viewed from the Law No. 8 of 2012 Article 301 which explains that each execution of the election campaign that intentionally promising or giving money or other material shall be punished with imprisonment not exceeding two (2) years and a fine of Rp 24,000,000.00. It supposed to be run based on the laws that already exist, but in the case of money politics that occur in every district towards the criminal of politics of money in elections that any time limit provided in the criminal election process that forces a very fast time required for the process. So that if there are a lot of cases resolved and it exceeded the time limit, so it’s considered as expired and can not be followed up again the case against to the crime of election.

Suggestions of author is that the election criminal law enforcement process must be executed in accordance with legislation for the realization of the rule of law, law enforcement officers should synergize to each others to determine which actions are prohibited by law and accompanied by sanctions to fit the purpose of law.

(4)

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Tindak pidana pemilu, yaitu semua

tindak pidana berkaitan dengan penyelengaraan pemilu yang diatur di dalam UU pemilu. Tindak pidana yang terjadi pada masa pemilu, tetapi tidak diatur dalam UU pemilu tidak digolongkan sebagai tindak pidana

pemilu. Adapun subyek tindak

pidana pemilu adalah manusia

sebagai pribadi.1 Untuk menjamin

pemilu yang free and fair yang

sangat penting bagi negara

demokrasi diperluakan perlindungan bagi para pemilih, bagi setiap pihak yang mengikuti pemilu maupun bagi

rakyat umumnya dari segala

ketakutan, intimidasi, penyuapan, penipuan, dan berbagai pihak curang lainnya, yang akan mempengaruhi kemurnian hasil pemilihan umum. Jika pemilihan dilakukan dengan

curang sulit dikatakn bahwa

pemimpin atau para legisiator yang terpilih di parlmen merupakan

wakil-wakil rakyat.2 Dalam sistem

pemilihan umum legislatif secara langsung tahun 2014 membuka maraknya praktik money politic di Provinsi Lampung, dalam situasi yang serba sulit seperti saat ini, uang merupakan alat kampanye yang cukup ampuh untuk mempengaruhi masyarakat guna memilih calon legislatif tertentu. Praktik-praktik kecurangan tersebut menimbulkan

1 Topo Santoso, S.H., M.H, Tindak Pidana

Pemilu, Sinar Grafika, Jakarta, hlm v

2

Ibid, hlm v

paradigma bagi masyarakat bahwa kecerdasan intelektual tidak menjadi penentu pemenang dalam pemilu. Adalnya faktor kekayaan finansial bagi calon legislatif dan sikap apatis masyarakat terhadap proses pemilu diamana masyarakat lebih bersikap respect terhadap para calon legislatif yang memberikan sejumlah uang dan sembako untuk dipilih, hal ini memberikan ruang celah bagi para calon legislatif untuk memanfaatkan keadaan tersebut secara melawan

hukum, pelanggaran terkait

penemuan gula di Kabupaten

Pesawaran yang terdapat kartu nama Calon Anggota DPRD Provinsi Lampung JS, dapil 3 Nomor urut 1 dari PKS dan pembagian sembako

yang dilakukan oleh Caleg

GAF&KAR di Desa Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan yang tertangkap tangan melakukan money politic dan telah di laporkan ke Panwaslu

kabupaten masing-masing tetapi

pada kenyataanya penegakan

hukumnya tidak berjalan sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 2012, secara rinci undang-undang nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu telah mengatur mengenai proses pelaksanaan pemilu beserta

pelanggaran-pelanggaran dan

sanksinya termasuk pelanggaran

mengenai money politic. Di dalam

pasal 301 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, menjelaskan bahwa setiap pelaksanaan kampanye pemilu yang

(5)

memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dipidana denga penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan pasal 261

yang mengatur penyelesaian

terhadap tindak pidana Pemilu, yang sudah mengatur mengenai semua pelaksanaan Pemilu, namun dalam

pelaksanaanya proses penegakan

hukum terhadap pelanggran tersebut

tidaklah berjalan sebagaimana

mestinya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana money politic pemilihan umum calon

legislatif (2) Apakah faktor

penghambat penegakan hukum

pidana terhadap pelaku tindak pidana money politic dalam pemilihan umum calon legislatif

C. Metode Penelitian

Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan di

atas yaitu pendekatan yuridis

normatif, dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan

data dilakukan dengan studi

kepustakaan, dan studi lapangan. Data-data tersebut lalu dilakukan pengolahan melalui tahap seleksi

data, klasifikasi data, dan

sistematisasi data. Data yang sudah diolah tersebut kemudian disajikan dalam bentuk uraian, yang lalu

diinterpretasikan atau ditafsirkan

untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian

untuk selanjutnya ditarik suatu

kesimpulan.

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Money Politic dalam Pemilihan Umum Calon Legislatif

Penegakan hukum pidana apabila

dilihat sebagai bagian dari

mekanisme penegakan hukum

(pidana), maka “pemidanaan” yang biasa juga diartikan “pemberian pidana” tidak lain merupakan suatu

proses kebijakan yang sengaja

direncanakan. Artinya pemberian pidana itu untuk benar-benar dapat

terwujud direncanakan melalui

beberapa tahap yaitu:

1. Tahap penetapan pidana oleh

pembuat undang-undang;

2. Tahap pemberian pidana oleh

badan yang berwenang; dan

3. Tahap pelaksanaan pidana oleh

instansi pelaksana yang

berwenang.

Tahap pertama sering juga disebut

tahap pemberian pidana “in

abstracto”, sedangkan tahap kedua dan ketiga disebut tahap pemberian pidana“in Concreto”. Dilihat dari suatu proses mekanisme penegakan hukum pidana, maka ketiga tahapan

itu diharapkan merupakan satu

(6)

berkaitan dalam satu kebulatan

sistem.3

Sistem penegakan hukum pidana

adalah sistem

kekuasaan/kewenangan menegakan

hukum pidana yang

diwujudkan/diimplementasikan dalam 4 (empat) sub-sistem dalam proses peradilan pidana, yaitu :

1. Kekuasaan penyidikan (oleh

badan/lembaga penyidik);

2. Kekuasaan penuntutan (oleh

badan/lembaga penuntut

umum);

3. Kekuasaan mengadili dan

menjatuhkan putusan/pidana

(oleh badan/lembaga

pengadilan);

4. Kekuasaan pelaksana

putusan/pidana (oleh

badan/aparat

pelaksana/eksekusi).

Keempat tahap/subsistem itu

merupakan satu kesatuan sistem penegakan hukum pidana yang integral atau sering disebut dengan

sistem peradilan pidana

terpadu.4Sistem peradilan di

Indonesia pada hakikatnya identik dengan penegakan hukum karena proses peradilan pada hakikatnya suatu proses menegakan hukum.

Perbuatan pelaku yang dalam hal ini sebagai dalang atau orang yang mengatur dan menyuruh lakukan

3 Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai

Hukum Pidana, Bandung, Alumni,1992, hlm.91.

4Barda Nawawi Arief, Pembahruan Sistem

Penegakan Hukum dengan Pendekatan Religius dalam Konteks Siskumas dan Bangkumas, dalam buku Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius dalam Rangka Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) Di Indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang 2011, hlm.41

perampokan merupakan kejahatan atau tindak pidana berupa turut serta

melakukan pencurian dengan

kekerasan disertai pemberatan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 365 Ayat (1), dan (2) ke 1 dan 2 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP yang obyek kejahatannya adalah bank BRI

Unit Rawajitu Menggala.

Berdasarkan hal tersebut maka

menurut hasil penelitian dan

pengamatan yang penulis lakukan klasifikasi dari perbuatan pelaku tersebut merupakan kejahatan atau tindak pidana di bidang perbankan

bukan suatu tindak pidana

perbankan, karena pelaku dalam

melakukan perbuatannya hanya

menjadikan bank sebagai sarana (crimes through the bank) dan sasaran tindak pidana itu (crimes against the bank) dan bukan suatu

kejahatan atau tindak pidana

perbankan yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perbankan.

Penegakan hukum pidana terhadap

pelaku intelektual (intellectual

dader) dalam perkara ini yaitu Syahrudin Yandri Lingga yang

selanjutnya disebut pelaku

intelektual berdasarkan pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh penulis telah menggunakan sistem peradilan pidana terpadu atau sistem penegakan hukum pidana yang

integral, yaitu sistem

kekuasaan/kewenangan menegakan

hukum pidana yang

diwujudkan/diimplementasikan dalam 4 (empat) sub-sistem dalam proses peradilan pidana, yaitu :

1. Kekuasaan penyidikan (oleh

badan/lembaga penyidik);

2. Kekuasaan penuntutan (oleh

badan/lembaga penuntut

(7)

3. Kekuasaan mengadili dan menjatuhkan putusan/pidana

(oleh badan/lembaga

pengadilan);

4. Kekuasaan pelaksana

putusan/pidana (oleh

badan/aparat

pelaksana/eksekusi).

Penegakan hukum Pidana yang dilakukan dalam perkara tindak pidana ini yaitu sudah dilakukan secara integral, yaitu brupa adanya

keterjalinan yang erat

(keterpaduan/integralitas) atau satu kesatuan dari berbagai sub-sistem

(komponen) yang terdiri dari

substansi hukum (legal structure), struktur hukum (legal structure), dan

budaya hukum (legal culture).

Khususnya mengenai substansi jenis

tindak pidana yang dijatuhkan

kepada Pelaku Intelektual tersebut

yaitu, tindak pidana pencurian

dengan kekerasan, serta sebagai

orang yang menyuruh lakukan

sebagaimana diaturPasal 365 Ayat

(1), Ayat (2) ke 1, 2 KUHP juncto

Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

B. Faktor-Faktor Penghambat Upaya Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Money Politic dalam Pemilihan Umum Calon Legislatif

Seabagaiaman diketahui bahwa salah

satu masalah penting yang

berhubungan dengan permasalahan Pemilu adalah Pengawasan. Dalam bahsa hukum adalah penegakan

peraturan perundangan yang

berkenaan dengan pemilu. Misalnya

jelas, pemilu yang melibatkan

seluruh rakyat yang jumlahnya puluhan juta yang sangat luas ini

mengandung potensi penyimpangan

hal itu terjadi karena

ketidakpahaman.5 Penegakan hukum

terhadap tindak pidana money politic

dalam Pemilu masih terus menemui

hambatan. Terhabatnya upaya

penegakan hukum terhadap money

politic ini disebabkan oleh beberapa

kelemahan-kelemahan, untuk

membahas lebih dalam faktor

penghambat dari penegakan hukum

terhadap money politic menurut

undang-undang penulis merujuk

pada pendapat Soerjono Soekanto mengenai masalah pokok penegakan hukum, ia menyatakan sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri yang

dalam penelitian ini akan berada pada undang-undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yaitu

pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum itu sendiri.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang

mendukung dalam penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni

lingkungan dimana hukum

tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni

sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang mendasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPD, DPRD,

DPR, secara substansial telah

mengatur penjelasan sanksi bagi pelaku tindak pidana Pemilu namun berdasarkan pendapat para ahli dan juga responden yang berkompenten,

undang-undang ini memiliki

5 Samsul Wahidin, Mengawasi Pemilihan

(8)

kelemahan yang menjadi penghambat penegkan hukum itu sendiri seperti adanya limitasi waktu yang diatur dalam proses penegakan hukum pidana itu sendiri yang

menjadikan prosesnya dilakukan

secara terburu-buru dan apabila sudah lewat dari masa tenggang

waktu maka akan kadaluarsa,

walaupun secara faktual terbukti adanya pelanggaran tersebut. Selain itu pasal yang terdapat pada undang-undang ini masih bersifat secara

universal apabila dilihat dari

kejelasan kata-katanya tidak secara spesifik. Wawasan dan sumber daya manusia dalam menanganai kasus pidana pemilu khususya money

politic benar-benar dibutuhkan

mengingat bentuk dari tindak pidana money politic itu sendiri berubah-ubah sehingga diperlukan wawasan yang luas dalamdiri para penegak hukum di indonesia. Harus diakui

faktor ini juga mendorong

terhambatnya penegakan hukum

terhadap tindak pidana money politic dalam Pemilu, mengingat negara indonesia merupakan negara dengan luas wilayah yang panjang dan juga pertumbuhan penduduk yang sangat pesat maka kualitas aparat penegak hukum yang menetukan dilihat tidak

semua penegak hukum sendiri

memahami tindak pidana Pemilu. Masyarakat yang tidak kondusif dan adanya indikasi dari luar juga menjadi faktor penghambat untuk menjalankan pemilihan umum, masih

banyaknya masyarakat yang

mengangap money politic adalah hal

yang biasa dalam setiap pemilhan umum yang mengakibatkan proses penegakan hukum itu sendri tidak berjalan sebagai mana yang telah

diatur dalam undang-undang.

Menurut Dedi Fernando6 dalam

penegakan hukum terhadap tindak pidan Pemilu ini fasillitas yang dimiliki oleh para penegak hukum masih dirasa kurang Seperti yang dilihat bahwa banyak kejadian tindak pidana Pemilu yang secara geografis letaknya sangat jauh sehingganya menjadikan susahnya para pelapor untuk melapor adanya temuan money politic.

Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang

menjadi landasan hukum yang

berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak menagani apa yang diangap baik (sehingga dianut) apa yang dianggap buruk

(sehingga dihindari) nilai-nilai

tersebut biasayanya merupakan

pasangan nilai-nilai yang

mencerminkan dua keadaan ekstrim yang seharusnya diserasikan. Hal

itulah yang menjadi pokok

pembicaraan didalam bagian

mengenai faktor penghambat dari segi budaya.

III. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan mengenai proses

penegakan hukum pidana terhadap

tindak pidana Money Politic dalam

Pemilihan Umum Calon Legislatif, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Penegakan hukum pidana terhadap

tindak pidana money politic dalam

Pemilihan Umum Calon Legislatif belum berjalan dengan baik, norma-norma dalam regulasi pemilu tidak diaplikasikan sebagaimana mestinya

oleh aparat penegak hukum

khususnya lembaga kepolisian yang

6 Hasil Wawancara Tanggal 18 November

(9)

merupakan garda terdepan dalam

peroses penyidikan. adanyanya

unsur-unsur perbuatan pidana yang ditemukan oleh Bawaslu tetapi tidak ditindak lanjuti ke tahap penyidikan

oleh aparat penyidik. Faktor

penghambat dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana money politic dalam Pemilihan Umum yakni

undang-undang yang mengatur

tentang Pemilu di anggap terlalu

sumir yang mengakibatkan

banyaknya penafsiran-penafsiran

yang menimbulkan ketidakpastian

hukum. Norma-norma yang

terkandung dalam undang-undang tidak menjerat aktor-aktor intelektual dan hanya menjerat pelaku-pelaku atau penyelenggara di tingkat bawah. Banyaknya laporan yang masuk

kedalam gakumdu dan dikaji

bersama aparat penegak hukum itu sendiri, tetapi masih banyaknya kasus yang tidak pernah diteruskan ke tahap selanjutnya dikarenakan beda pandangan dari setiap aparat penegak hukum itu sendiri untuk menetukan bahwa kasus tersebut

adalah memenuhi unsur tindak

pidana. Ditinjau dari sarana dan

prasarana bahwasanya keadaan

geografis Provinsi Lampung yang

masih banyak daerah-daerah

terpencil yang menyulitkan aparat

penegak hukum dalam proses

penyidikan dan penyelidikan, sifat masyarakat yang apatis juga menjadi faktor penghambat dalam perosos

penegakan hukum. Pengecualian

hukum beracara untuk

menyelesaikan tindak pidana pemilu yang diatur berbeda dengan KUHP. Sesuai dengan sifat yang cepat, maka

proses penyelesaian pelanggaran

pidana pemilu paling lama 67 hari sejak terjadinya pelanggaran sampai dengan pelaksanaan putusan.

Penegakan Hukum dengan Pendekatan Religius dalam

Konteks Siskumas dan

Bangkumas, dalam buku

Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius dalam Rangka Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) Di Indonesia, Badan

Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang 2011

Santoso Topo, S.H., M.H, Tindak Pidana Pemilu, Sinar Grafika, Jakarta

Wahidin Samsul , Mengawasi

Pemilihan Umum Kepala

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perancangan Gereja GMIM Bukit Sion Kanonang dan Fasiltas Penunjang dengan menggunakan tema penggabungan konsep intimacy dan simbolisasi kebudayaapn Minahasa bertujuan untuk

Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pengolahan bahan pustaka di perpustakaan SMA Negeri 6 Soppeng adalah kurangnya tenaga pengelola perpustakaan, hanya

Selain untuk menekan atau mengurangi jumlah korban jiwa, harta dan dampak psikologis akibat bencana, pengurangan risiko bencana dengan membangun kesiapsiagaan juga

Penelitian ini melakukan evaluasi kuat sinyal yang diterima (RSSI) antar node pada jaringan sensor nirkabel dengan memanfaatkan perangkat IQRF pada topologi

Melalui dua kutipan dan penulisan press release diatas (yakni 28 Desember 2014 dan 2 Januari 2015), dapat dijelaskan bahwa public relations maskapai penerbangan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muthia (2015) tentang hubungan faktor lingkungan fisik rumah dan faktor risiko

Nilai odds ratio yang didapatkan menunjukkan bahwa pengunjung dengan paparan klorin melebihi standar beresiko 4,577 kali lebih besar mengalami iritasi mata dari

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian di atas, maka dosen matematika diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika dan minat pada mata kuliah