• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENEGAKAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI SUMATERA BARAT"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PEKSISTENSI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

PROVINSI SUMATERA BARAT

ARTIKEL

ROBBY MULIA

NPM : 1110018412006

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

P R O G R A M P A S C A S A R J A N A

U N I V E R S I T A S B U N G H A T T A

(2)

EKSISTENSI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

PROVINSI SUMATERA BARAT

Robby Mulia, Sanidjar Pebrihariati.R, Syafridatati

Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta

Email: robbymulia85@yahoo.co.id

ABSTRAK

Tesis ini mengkaji tentang keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) didaerah, dalam rangka menegakkan Peraturan Daerah (Perda), khususnya Perda yang memuat ancaman sanksi pidana, PPNS secara kelembagaan dapat ditempatkan pada salah satu perangkat daerah yang membantu kepala daerah dalam urusan penegakan perda yaitu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Dalam melaksanakan penyidikan PPNS harus tunduk dan taat kepada prinsip hukum acara pidana yang berlaku dalam penyelesaian tindak pidana pelanggaran Perda 1) Bagaimanakah kewenangan PPNS dilingkungan Satpol PP Provinsi Sumatera Barat (Prov. Sumbar)? 2) Bagaimanakah mekanisme penyelesaian perkara pelanggaran Perda oleh PPNS dilingkungan Satpol PP Provinsi Sumatera Barat? dan 3) Apakah hambatan dan kendala dalam pelaksanaan penyidikan oleh PPNS dilingkungan Satpol PP Prov. Sumbar dalam penegakan Peraturan Daerah? Penelitian ini merupakan penelitian hukum deskriptif analisis, yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data yuridis sosiologis. Eksistensi PPNS Satpol PP Prov. Sumbar Eksistensi PPNS Satpol PP Prov. Sumbar dalam penyidikan tindak pidana pelanggaran Perda baru menyidik terhadap tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah No. 11 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Maksiat, dan masih pada tingkat penyelidikan belum melakukan penyidikan lanjutan atau sampai administrasi/ pemberkasan penyidikan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Satpol PP Provinsi Sumatera Barat masih belum melaksanakan mekanisme penyidikan dikarenakan belum terlaksananya penyidikan, dan masih adanya hambatan dan kendala lain yang dihadapi PPNS Satpol PP Prov. Sumbar dalam melaksanakan penyidikan pelanggaran Perda.

(3)

INVESTIGATOR OF CIVIL SERVANT EXISTENCE

ON ENFORCEMENT OF LOCAL REGULATIONS BY LAW NUMBER 23 OF 2014 ON LOCAL GOVERNMENT IN MUNICIPAL POLICE UNITS

WEST SUMATRA

Robby Mulia, Sanidjar Pebrihariati.R, Syafridatati

Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta

Email: robbymulia85@yahoo.co.id

ABSTRACT

This thesis examines the existence of Civil Servant (investigators) area, in order to enforce Local Regulation, in particular Regulation containing the threat of criminal sanctions, investigators institutionally can be placed on one of the areas that help the head of the region in matters of enforcement of local regulations that Municipal Police Units (municipal police). In carrying out the investigation investigators must submit and obey the principle of criminal procedural law applicable in the completion of the crime of violation by law 1 ) How does the authority of investigators within the municipal police of West Sumatra Province? 2) What is the mechanism for settling disputes regulation violations by investigators within the municipal police of West Sumatra province? and 3 ) What are the barriers and obstacles in the implementation of investigations by investigators within the municipal police Prov. West Sumatra Regional Regulation enforcement ? This study is a descriptive analysis research, which is a research method that generates the data socio-juridical. The existence of municipal police investigators West Sumatra Province in the investigation of criminal violations of legislation has been to investigate the crime of violation Regional Regulation No. 11 of the Prevention and Combating Maksiat, but still at the level of the investigation has not made further investigation or until administration/filing investigation, due to the persistence of barriers and obstacles faced by municipal police investigators of West Sumatra Province in carrying out investigations regulation violations .

(4)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, peran daerah berjalan dengan diserahkannya beberapa kewenangan bidang pemerintahan kepada daerah, sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemberian otonomi berarti daerah mempunyai hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dan daerah berhak untuk membuat Peraturan Daerah (Perda). Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD, Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan, dan Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah, dengan demikian maka Perda merupakan salah satu instrumen bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya

Dalam rangka penegakan Peraturan Daerah dalam Pasal 255 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa “Satpol PP dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat”, dan Pasal 256

Ayat (6), menyebutkan bahwa “Polisi pamong praja yang memenuhi persyaratan

dapat diangkat sebagai PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, dalam hal Penyidikan dan Penuntutan Pasal 257 Ayat (1)

sampai (4) menyebutkan bahwa “Penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan

Perda dilakukan oleh pejabat penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain pejabat penyidik dapat ditunjuk PPNS yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PPNS menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum dan berkoordinasi dengan penyidik kepolisian setempat. Penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penegakan hukum sesuai dengan Criminal Justice System (CJS) atau sistem Peradilan Pidana yang berlaku di Indonesia dalam rangka penegakan Perda merujuk kepada Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagaimana yang telah disebutkan diatas berdasarkan ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa proses Penyidikan dan Penuntutan

(5)

terhadap pelanggaran atas ketentuan Perdadilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Proses penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidik dimaksud adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu atau yang disebut juga PPNS yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing untuk melakukan penyidikan. Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Mengantisipasi perkembangan dinamika masyarakat, selaras dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah, kondisi ketentraman dan ketertiban umum merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat di daerah. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum merupakan urusan yang harus dilaksanakan di daerah yang merujuk kepada keadaan dan kondisi yang berlaku dan berkembang serta tidak berlaku lagi dalam kehidupan masyarakat.

Berbagai bentuk perbuatan yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban umum serta bentuk perbuatan maksiat cenderung meresahkan dan mengganggu stabilitas kehidupan masyarakat, sehingga dapat merusak norma-norma agama, adat dan peraturan perundang-undangan. Permasalahan yang komplek tersebut suatu kebutuhan bagi Pemerintah Daerah untuk membuat suatu pengaturan dalam suatu Peraturan Daerah yang nantinya akan dilakukan penegakannya oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan PPNSD (PPNSD).

Penegakan Perda merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh daerah, Perda yang merupakan pengejewantahan dari keinginan dari Pemerintahan Daerah. Pelaksanaan Penegakan Perda sesuai dengan tuntutan peraturan perundang-undangan dilaksanakan oleh Satpol PP dan dalam pelaksanaan penyidikan dilakukan oleh PPNS di lingkungan Satpol PP. Ada pembagian tugas dan tatacara dalam pelaksanaan penegakan Perda.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP dalam Pasal 5 huruf menyatakan dalam melaksanakan tugas Satpol PP melaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, PPNSD, dan/atau aparatur lainnya.

Kemudian dalam Pasal 8 huruf (e) dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib menyerahkan kepada PPNSD atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.

(6)

Mengilustrasikan paparan dari Direktur Pol PP dan Linmas, masih

b

anyaknya pelanggaran Perda yang masih belum dilakukan penegakannya1, dilihat dari segi ketentraman dan ketertiban umum jelas perbuatan akan pelanggaran Perda merupakan tindakan yang akan menimbulkan ketidaktentraman dan ketidakteraturan dalam masyarakat sehingga nantinya akan menghambat jalannya roda pemerintahan. Dilihat dari segi tersebut jelas terdapat berbagai permasalahan dalam penegakan hukum di wilayah Pemerintahan tersebut, siapa yang berperan dalam mengatasi permasalahan tersebut, dan bagaimanakah eksistensi PPNS yang ada di daerah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Selanjutnya, sekalipun adanya tindakan yang dilakukan oleh PPNSD dalam melakukan penyidikan pelanggaran Perda, apakah sudah sesuai dengan mekanisme yang diatur menurut aturan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia, dan tindakan-tindakan tersebut tidak bertentangan dengan Hak Azasi Manusia yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Sehubungan tentang kedudukan tugas dan kewenangan PPNS terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi dalam melakukan Penegakan Perda, masalah penegakan hukum itu sendiri dapat disimpulkan berupa kesenjangan antara hukum normatif (das sollen) dan hukum secara sosiologis (das sein), kesenjangan antara perilaku hukum masyarakat yang seharusnya dengan perilaku hukum masyarakat senyatanya, perbedaan antara law in the book dan law in action.

Terkait dengan itu, dalam proses penyidikan terhadap pelanggaran Perda, keberadaan dan kebutuhan akan PPNSD yang tangguh merupakan sebagian kecil dari permasalahan yang perlu dijawab dan diatasi dalam proses tercapainya penegakan hukum dalam hal ini dapat dikatakan penegakan Perda.

PERMASALAHAN

1. Bagaimanakah kewenangan PPNS dilingkungan Satpol PP Provinsi Sumatera Barat?

2. Bagaimanakah mekanisme penyidikan oleh PPNS dilingkungan Satpol PP Provinsi Sumatera Barat atas tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah? 3. Apakah hambatan dan kendala dalam pelaksanaan penyidikan oleh PPNS

dilingkungan Satpol PP Provinsi Sumatera Barat dalam penegakan Peraturan Daerah?

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metodayuridis sosiologis (socio legal research), yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh2

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan penelitian deskriptif analisis yang dilakukan secara evaluatif, yaitu

1

Direktur Pol PP dan Linmas Dirjen PUM, Presentasi Kewajiban Kepala Daerah Dalam Menjalankan Tupoksi Terkait Regulasi PPNS, Padang2013

2

(7)

berupa penggambaran hal-hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, pengkajian adanya kesesuaian dengan aturan yang berlakuatau bisa juga dikatakan bahwa suatu pendekatan melalui penelitian-penelitian hukum dengan melihat ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan menghubungkannya dengan kenyataan yang terjadi (praktik).

Dapat dikatakan juga bahwa aturan yang berlaku (teori) dengan kenyataan yang terjadi (praktik), praktik harus berdasarkan teori dan prinsip yang berlaku, bukan praktik menyimpang teori3.

Pendekatan ini dilakukan dengan cara turun langsung kelapangan dengan melihat fakta-fakta yang berkaitan dengan tindakan-tindakan penyidikan yang dilakukan oleh PPNSD Satpol PP dalam melakukan penegakan Perda serta untuk memperoleh data primer dan disamping itu juga dilakukan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KEWENANGAN PPNS DILINGKUNGAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI SUMATERA BARAT

1. Kewenangan PPNSD Satpol PP Provinsi Sumatera Barat sesuai dengan Criminal Justice Sistem (CJS) / Sistem Peradilan Pidana Indonesia.

Sebelum menuliskan tentang eksistensi PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar terlebih dahulu penulis menceritakan tentang kewenangan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar. Melihat ketentuan yuridis yang ada, menunjukkan bahwa posisi Satpol PP sangatlah strategis, karena posisi Satpol PP sangatlah dominan dalam proses penegakan hukum atas Peraturan Daerah ataupun Keputusan Daerah. Apalagi jika statusnya juga sebagai PPNS maka yang dilakukan akan merupakan bagian dari sistem peradilan pidana (criminal justice system). Ini artinya bukan lagi non yustisial tetapi bisa melakukan pro justisia.

PPNSD sebagai aparatur penegak Perda merupakan bagian dari bekerjanya

Criminal Justice System yang mengemban tugas dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

PPNSD Prov. Sumbar berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Tugas PPNSD Prov. Sumbar melakukan penyidikan atas pelanggaran Perda4.

Wewenang PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar sebenarnya sama dengan wewenang PPNS lainnya namun perbedaannya hanyalah dari hukum materil yang ditegakkan. Berdasarkan pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman Pembinaan penyidikan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah dapat diketahui bahwa PPNSD mempunyai tugas melakukan penyidikan atas pelanggaran Perda dan dalam melaksanakan tugas tersebut PPNSD berada dibawah koordinasi dan pengawasan Penyidik POLRI. Selanjutnya, dalam Pasal 4 ayat (1) Permendagri tersebut

3

Peter Mahmud Marzuki, 2005,Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana, Jakarta, hlm 72 4

(8)

dinyatakan bahwa apabila Undang-Undang yang menjadi dasar hukum tidak mengatur secara tegas kewenangan yang diberikannya, maka PPNSD Prov. Sumbar dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman Pembinaan penyidikan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah jo Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2010 Tentang PPNS Prov. Sumbar, mempunyai wewenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran Perda

b. Melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan ditempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penyitaan benda atau surat;

e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yg dapat dipertanggungjawabkan. Didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan dasar dari kewenangan PPNSD Satpol PP tidak mencantumkan secara langsung tentang bab Penyidikan oleh karena itu PPNS di lingkungan Satpol PP Prov. Sumbar melaksanakan kewenangannya berdasarkan Permendagri Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman Pembinaan penyidikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah.5

Selanjutnya menurut Kasatpol PP Prov. Sumbar merujuk kepada Pasal 4 ayat (2) Permendagri Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman Pembinaan penyidikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah ditegaskan bahwa PPNSD tidak berwenang untuk melakukan penangkapan atau penahanan, kecuali dalam hal tertangkap tangan atau menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam hal kewajiban PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar sesuai dengan bidang tugasnya mempunyai kewajiban6 :

a. Melakukan penyidikan, menerima laporan dan pengaduan mengenai terjadinya pelanggaran atas Perda;

b. Menyerahkan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik POLRI dalam wilayah hukum yang sama ;

c. Membuat Berita Acara setiap tindakan dalam hal : 1) Pemeriksaan tersangka;

2) Pemasukan rumah; 3) Penyitaan barang ;

5 Ibid

(9)

4) Pemeriksaan saksi;

5) Pemeriksaan tempat kejadian.

d. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada Kepala Daerah melalui Pimpinan Unit kerja masing-masing.

2. Pembagian kewenangan antara PPNS Satpol PP dengan PPNS di lingkungan SKPD

Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya PPNSD dibagi sebagai berikut:

1) PPNS di lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja

Menurut Kasatpol PP Prov. Sumbar merujuk kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah kewenangan PPNS Satpol PP hanya dapat melakukan penyidikan hanya sebatas Penegakan Perda saja dan tidak berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap undang-undang. PPNS Satpol PP dapat menegakkan Perda yang berlaku di daerahnya masing-masing.

2) PPNS di lingkungan SKPD

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang menyerahkan segala urusan pemerintahan kepada daerah selain dari kewenangan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, daerah dituntut untuk dapat melaksanakan urusan dan kewenangan tersebut untuk dapat sesegara mungkin dituangkan dalam Perda. Undang-undang yang merupakan pengaturan yang menjelaskan tentang pelaksanaan dan merupakan urusan daerah secara bertahap dilakukan pemutakhiran secara mutatis mutandis kepada bentuk Perda, segala hal yang menyangkut tentang pelaksanaan urusan, pembinaan, bahkan sampai kepada sanksi pidana juga dituangkan kepada Perda, oleh karena itu PPNS yang berada di SKPD otomatis selain dalam hal melakukan penegakan hukum atas undang-undang yang menjadi dasar kewenangannya juga berwenang melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran Perda turunan yang berasal dari undang-undang. Contoh : Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tetang Pertambangan Mineral dan Batubara juga di Perda-kan dalam bentuk Perda Prov. Sumbar Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

(10)

pertentangan dan/atau tumpang tindih antara kewenangan PPNS Satpol PP dengan PPNS dilingkungan SKPD.7

Jawaban dari permasalahan tersebut menurut Kasatpol PP Prov. Sumbar merujuk kepada pernyataan Menteri Dalam Negeri sebagai pembina umum PPNSD,“agar dapat berjalan maksimal tanpa adanya tumpang tindih pelaksanaan penyidikan diharapkan kepada kepala daerah dapat membentuk sekretariat bersama yang sebelumnya berada pada Bagian Biro Hukum dan agar diletakkan pada Satpol PP”, dan itu sudah dilaksanakan oleh Satpol PP Prov. Sumbar.

Kewenangan PPNS SKPD selain sebagai penyidik dalam penegakan undang-undang secara otomatis juga sebagai PPNS penegak Perda. Menurut analisa penulis walaupun kewenangan itu dimiliki oleh PPNS SKPD, dalam melakukan penegakan Perda, PPNS Satpol PP diharapkan lebih berperan aktif dalam melakukan penyidikan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi karena ada tanggung jawab moral yang disandangkan kepada Satpol PP sebagai aparatur penegak Perda dibandingkan dengan PPNS yang berada dalam lingkungan SKPD selain Satpol PP, dan juga dengan mensinergikan antara PPNS yang berada pada lingkungan SKPD dengan PPNS Satpol PP sehingga dapat meningkatkan eksistensi PPNS Satpol PP dalam penegakan Perda.

3. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat yang dilakukan Penyidikannya oleh PPNS Satpol PP Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Prov. Sumbar menyatakan bahwa Perda-Perda Prov. Sumbar ada memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan/pelaksanaan Perda secara keseluruhan atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Perda-Perda juga memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dan Perda-Perda juga memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.8

Menurut Kabid PPUD berikut Perda Prov. Sumbar yang memuat tentang ketentuan pidana yang dapat dilakukan penyidikannya oleh PPNS di lingkungan Satpol PP Prov. Sumbar, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.9

7

Wawancara, Bapak Edi Aradial, Kasatpol PP Prov. Sumbar, Pukul 13:00 WIB, 12 Desember 2014

8

Wawancara, Ibuk Nofita Djinis, Kepala Biro Hukum Setda Prov. Sumbar, Padang, Pukul, 13:00 tanggal 18 Desember 2014

9

(11)

Tabel 1

Perda Provinsi Sumatera Barat yang Mengatur Tentang Sanksi Pidana

NO PERATURAN

DAERAH

PASAL KETENTUAN PIDANA

1 Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2001 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Maksia

Pasal 22 Pelanggaran terhadap ketentuan sebagairnana dimaksud dalam BAB III Peraturan ini dapat diancam sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 71 Setiap orang karena kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko tinggi yang tidak dilengkapi dengan analisis resiko bencana yang mengakibatkan terjadinya bencana jo UU No. 24 Tahun

Pasal 72 Setiap orang yang melakukan

pengumpulan uang dan barang dalam hal terjadinya bencana tanpa izin dan pejabat yang berwenang diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.

50.000.000,-Pasal 63 Pemegang IUP wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

Pasal 64 Pemegang IUP wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air di WIUP sesuai ketentuan Perundang-undangan

Pasal 65 Pemegang IUP yang memanfaatkan sarana dan prasarana umum, maka wajib memberi dukungan perbaikan serta pemeliharaan

Pasal 113

Pemegang IUP yang melakukan

pelanggaran ketentuan Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 dipidana kurungan paling

(12)

Pasal 115 Ayat 1

Setiap orang yang melakukan ekplorasi tanpa memiliki IUP dipidana sesuai dengan ketentuan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Ayat 2 Setiap orang yang mempunyai IUP eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana sesuai dengan ketentuan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal

116

Setiap orang dan pemegang IUP operasi

produksi yang menampung

memanfaatkan melakukan pengolahan dan pemurnian pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan pemegang dari IUP dipidana dengan ketentuan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 1

Angka 30

Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu

Pasal 35 Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar

5 Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012 Tentang

Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan sebagai berikut : a. Setiap orang atau badan usaha

dilarang melakukan kegiatan sebagai berikut :

b. Melakukan pembudidayakan ikan yang melebihi kapasitas suatu perairan yang telah ditentukan.

c. Melakukan perbuatan dan/atau pembudidayaan ikan yang dapat mengakibatkan pencemaran dan perusakan sumberdaya ikan dan/atau lingkungannya.

d. Memasukan jenis-jenis ikan baru yang membawa efek negatif terhadap ikan lokal dan lingkungan

e. Melakukan penangkapan dan

(13)

zona inti yang telah ditetapkan. f. Melakukan penangkapan ikan langka

dan/atau dilindungi pemerintah daerah dan/atau yang termasuk dalam Convention on International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES); dan/atau

g. Dengan sengaja menjual dan membeli hasil tangkapan ikan yang menggunakan alat bantu tidak ramah lingkungan sebagaimana dimaksud pada huruf a.

Pasal 21 Ayat 1

Setiap orang dan atau badan usaha yang melakukan usaha perikanan dibidang

penangkapan, pembudidayaan,

pengangkutan, pengolahan perikanan dan pemasaran ikan wajib memiliki SIUP Pasal

22 Ayat 1

Setiap orang dan/atau badan usaha yang memiliki dan atau mengoperasikan kapal penangkap ikan di wilayah perairan daerah wajib memiliki SIPI

Pasal 23 Ayat 1

Setiap orang dan/atau badan usaha yang memiliki dan atau mengoperasikan kapal pengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan Provinsi Sumatera Barat wajib memiliki SIKPI

Pasal 24 Ayat 1

Setiap orang dan/atau badan usaha yang melakukan usaha pembudidayaan ikan,

wajib memiliki SIUP bidang

pembudidayaan ikan. Pasal 25

Ayat 1

Setiap orang dan/atau badan usaha yang melakukan kegiatan pengolahan ikan di daerah, wajib memiliki SIUP di bidang pengolahan ikan.

Pasal 50 Ayat 1

Setiap orang dan/atau badan usaha yang melanggar ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) dipidana dengan dana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan / atau denda paling banyak Rp.

50.000.000,-Ayat 2 Setiap orang dan/atau badan usaha yang tidak memiliki perizinan usaha perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23 ayat (1),Pasal 24 ayat (1),Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,-6 Peraturan Daerah

Provinsi Sumatera Barat No. 9 Tahun 2011

Pasal 52 Ayat 1

(14)

atau dari kaki tanggul sungai sebelah luar/ bangunan sungai dengan jarak:

a. 5 (lima) meter untuk bangunan; dan

b. 3 (tiga) meter untuk pagar permanent.

Ayat 2 Dikawasan pembangunan padat, jarak sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) dan (b) ayat (1) bisa diperkecil masing-masing menjadi 4 meter dan 2 meter. Pasal 53

Ayat 1

Garis sempadan jaringan irigasi untuk bangunan diukur dari sisi atas tepi saluran yang tidak bertanggul atau dari kaki tanggul sebelah luar saluran / bangunan irigasi atau pembuangan dengan jarak: a. 5 (lima) meter untuk saluran dengan

Kapasitas 4 m3/dt atau lebih

b. 3 (tiga) meter untuk saluran dengan kapasitas 1 sampai 4 m3/dt; dan c. 1 (satu) meter untuk saluran dengan

kapasitas kurang 1 m3/dt.

Ayat 2 Garis sempadan pagar, diukur dari tepi atas samping saluran atau dari luar kaki tanggul saluran / bangunannya, dengan jarak:

a. 3 (tiga) meter untuk saluran pengairan, pengambilan dan pembuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

b. 2 (dua) meter untuk saluran pengairan, pengambilan dan pembuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

c. 1 (tiga) meter untuk saluran pengairan, pengambilan dan pembuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

Ayat 3 Pada daerah dengan pembangunan padat, jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, bisa diperkecil masing-masing 4 dan 2 meter

tentang Irigasi

(15)

Pasal 55 1. Setiap orang atau Badan dilarang menyadap air dari saluran pembawa pada tempat selain dari pada yang telah ditentukan 2. Setiap orang atau Badan dilarang

menyadap air dari bawah tanah pada daerah irigasi yang cara pengambilannya dilakukan dengan mempergunakan alat mekanis, kecuali mendapat izin lebih dahulu dari Gubernur. Pasal 56 Setiap Orang atau Badan dilarang

membuat galian dan atau penggalian saluran keliling atau saluran pembuang lainnya dari kebun-kebun atau tanaman lainnya dengan jarak kurang dari ketntuan yang dimaksud dalam Pasal 52 serta dengan dalam lebih dari setengah meter dari permukaan tanah sekelilingnya Pasal 57 1. Para pembawa atau pengembala

ternak dilarang mengikat ternak atau membawa ternak berjalan diatas saluran dan bangunan irigasi atau berdekatan dengan saluran dan bangunan tersebut.

2. Para pembawa atau pengembala ternak, atas perintah petugas /pegawai pengairan wajib dengan segera menjauhkan ternak-ternak tersebut seperti yang dimkasud ayat (1)

3. Pemilik ternak dilarang melepaskan ternak didaerah milik pengairan di saluran dan bangunan irigasi atau dari tempat yang berdekatan dengan saluran dan bangunan yang akan mengakibatkan kerusakan terhadap saluran dan bangunan.

Pasal 58 Dalam rangka menjaga kelestarian jaringan irigasi dan bangunan pelengkapnya setiap orang atau badan dilarang:

a. Mengambil, menggali, atau menggeser/mengikis tanah yang termasuk dalam jaringan irigasi b. Merusak, mengambil, mencabut, dan

(16)

c. Menanami tanggul saluran atau tepi saluran dengan seizin kepala dinas d. Menutup dan menghalang-halangi

jalan air dengan cara apapun juga; dan

e. Membuang sampah/kotoran ke dalam saluran dan bangunan irigasi dan atau areal tanah pengairan.

Pasal 59 1. Setiap orang atau badan dilarang

mendirikan, mengubah atau

membongkar bangunan-bangunan dan saluran dalam jaringan irigasi maupun bangunan pelengkap

2. Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk yang ada di dalam, diatas maupun yang melintasi saluran dan bangunan irigasi tersebut. Pasal 60 Setiap orang atau Badan dilarang

membuang air limbah/bekas dengan alat-alat mekanis atau tanpa alat-alat mekanis ke dalam jaringan irigasi yang dapat menghambat aliran, mengubah sifat air, serta bangunan jaringan irigasi beserta tanah turutannya.

Pasal 80 Ayat 1

Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal, 58, pasal 59 dan Pasal 60 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima Puluh juta rupiah) Ayat 2 Apabila pelanggaran tindak pidana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu badan hukum maka ancaman pidananya dikenakan terhadap pengurus

Pasal 35 1. Wajib retriibusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terhutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pasal 13 Setiap Penanggung Jawab KTR Wajib : a. Melakukan pengawasan internal

pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya

(17)

merokok di KTR yang menjadi tangung jawabnya

c. Memasang tanda-tanda dan

pengumuman larangan merokok sesuai persyaratan, pada semua pintu masuk utama dan di tempat-tempat yang dipandang perlu dan mudah terbaca dan/atau didengar baik. Ayat 14 1. Setiap orang dilarang merokok di

KTP

2. Setiap orang/badan dilarang mempromosikan dan mengiklankan rokok pada radius 250 meter dari tempat pelayanan kesehatan dan tempat proses belajar mengajar 3. Setiap orang/ badan dilarang menjual

rokok di KTR, kecuali di tempat umum dan tempat kerja.

Pasal 20 Ayat 1

Setiap penanggung jawab KTR yang yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

Ayat 2 Setiap orang yang merokok di KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupia).

Ayat 3 Setiap orang atau badan yang mempromosikan, mengiklankan dan menjual rokok di KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), dipidana dengan kurungan paling lama (3) bulan dan /atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,-(satu juta rupiah).

Ayat 4 Setiap orang atau badan yang menjual, rokok di KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan / atau denda paling banyak Rp.

(18)

50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

Ayat 3 Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tindak pidana yang mengakibatkan terganggunya kegiatan Pengelolaan Panas Bumi dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 31 1. Setiap orang yang telah mengetahui dirinya atau orang lain terinfeksi HIV wajib melakukan upaya yang bersifat preventif dan kuratif

2. Setiap orang atau pihak yang menggunakan jarum suntik, jarum tato, atau jarum akupuntur dan alat sejenis lainnya pada tubuhnya sendiri dan/atau tubuh orang lain, wajib menggunakan alat steril atau yang telah disterilkan.

3. Semua kegiatan dan perilaku yang berpotensi menimbulkan penularan HIV wajib melaksanakan skrening sesuai prosedur standar kesehatan yang berlaku.

4. Setiap orang yang berisiko tinggi terhadap penularan IMS wajib memeriksakan kesehatannya secara rutin.

Pasal 32 1. Setiap orang dilarang melakukan diskriminasi dalam bentuk apapun kepada orang yang disangka atau telah terinfeksi HIV-AIDS (ODHA dan OHIDA)

2. Setiap orang dilarang melakukan mandatorytesting HIV

3. Setiap orang atau pihak terkait yang telah mengetahui seseorang atau individu telah terinfeksi HIV dilarang mendonorkan atau meneruskan darah, produk darah, organ dan jaringan tubuh yang bersangkutan kepada orang lain. 4. Setiap orang yang melakukan

skrining darah, produk darah, organ, dan /atau jaringan tubuhnya wajib mentaati standar prosedur skrining. 5. Setiap orang dilarang meneruskan

darah, produk darah, organ, dan / atau

10 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 5 Tahun 2012 tentang Penanggulangan HIV-AIDS

(19)

sebagimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Pasal 14

Ayat 3

Setiap Pejabat /pegawai negeri sipil dilingkungan pemerintah daerah yang dimutasi, pensiun, berhalangan tetap, wajib menyerahkan arsip milik negara yang dikuasainya kepada pemerintah

daerah melalui SKPD yang

bersangkutan, kecuali arsip yang terkait

dengan haknya dengan tetap

menyerahkan turunan/duplikatnya. Pasal 16

Ayat 3

Lembaga lainnya yang menerima bantuan dana dan kegiatan yang dibiayai dengan APBN dan /atau APBD wajib menyerahkan arsip yang tercipta kepada SKPD Pemberi kerja.

Pasal 27 Ayat 1

Perusahaan swasta, BUMD dan perguruan tinggi swasta yang sebagian kegiatannya dibiayai APBD dan atau bantuan luar negeri wajib menyerahkan arsip statis kepada Lembaga Kearsipan Pasal 30

Ayat 3

Setiap orang yang memiliki atau menyimpan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib

menyerahkan kepada Lembaga

Kearsipan

Pasal 50 Pimpinan, Pejabat dan/ atau Pelaksana di lingkungan SKPD:

a. Membuka /memberikan informasi arsip yang dikategorikan tertutup kepada orang yang tidak berhak. b. Merusak arsip dan/ atau merusak

tempat penyimpanan arsip

c. Menguasai dan memiliki arsip-arsip yang berada dibawah tanggung jawabnya

d. Menolak memberikan informasi bagi kepentingan pengguna arsip yang berhak

e. Mengabaikan /lalai dalam

pengelolaan dan penyimpanan arsip.

(20)

rupiah).

4. Penegakan Perda oleh PPNS di lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Sumatera Barat

Setelah menerangkan tentang, kewenangan, pembagian, dan Perda yang menjadi kewenangan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar berikut penulis menuliskan tentang eksistensi PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar dalam melakukan penegakan Perda. Berdasarkan data yang didapat dari Kabid PPUD Satpol PP Prov. Sumbar dapat disampaikan jumlah PPNS yang ada di lingkungan Satpol PP se Sumatera Barat pada tabel 2.

.

Tabel 2

Jumlah PPNS Satpol PP se Sumatera Barat

No. Tingkat Pemerintahan Jumlah PPNS

Satpol PP

# Provinsi Sumatera Barat 6 orang

1 Kab. Pasaman 5 orang

2 Kab. Pasaman Barat

-3 Kab. Sijunjung 5 orang

4 Kab. Dhamasraya 1 orang

5 Kab. Agam 1 orang

6 Kab. Tanah Datar

-7 Kab. Padang Pariaman 2 orang

8 Kab. Lima Puluh Kota 1 orang

9 Kab. Pesisir Selatan

-10 Kab. Solok 3 orang

11 Kab. Solok Selatan 1 orang

12 Kab. Kep. Mentawai

-13 Kota Bukittinggi 3 orang

14 Kota Padang 7 orang

15 Kota Padang Panjang 4 orang

16 Kota Solok 4 orang

17 Kota Sawahlunto 3 orang

18 Kota Payakumbuh 3 orang

19 Kota Pariaman 3 orang

Sumber:Satpol PP Prov. Sumbar Bid. PPUD Desember 2014

Dari data diatas disebutkan bahwasanya tidak disetiap daerah Kab/Kota Satpol PP nya memiliki PPNS dan kalaupun ada itupun jumlahnya sangat terbatas, keterbatasan ini disebabkan oleh10 :

1. Anggaran yang tidak mencukupi untuk mengirimkan PNS untuk mengikuti diklat PPNS

2. PNS kurang berminat untuk menjadi Pejabat PPNS karena ketidakjelasan karier.

10

(21)

Selanjutnya kata Bapak Kasatpol PP secara kelembagaan sekretariat bersama PPNS yang sebelumnya berada pada Bagian Biro Hukum sudah berada pada Satpol PP dan dikoordinir oleh Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-undangan Daerah Satpol PP Prov Sumbar, namun secara fungsional PPNS Satpol PP Prov. Sumbar bertanggung jawab kepada Kasatpol PP Prov. Sumbar.

PPNS Satpol PP Prov. Sumbar dari tabel diatas berjumlah 6 (enam) orang PPNS, 5 (lima) orang PPNS rata-rata sudah berumur diatas 50 (lima puluh) Tahun, 1 (satu) orang berumur 29 (dua puluh sembilan) tahun. Pangkat PPNS 2 (dua) orang berpangkat Penata (III c), dan 4 (empat) orang berpangkat Penata Muda Tk. I (III b)11.

Dalam melakukan pelaksanaan tugas penegakan Perda setiap PPNS harus mengikuti asas-asas dan prinsip hukum serta norma standar dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyidik, dari hal kewenangan sampai kepada tahap administrasi penyidikan, pemahaman terhadap kewenangan dan tata cara administrasi penyidikan sangat diperlukan oleh seorang penyidik sehingga menghindarkan kesewenang-wenangan dalam pelaksanaan penegakan hukum (penegakan Perda) dan juga melindungi hak-hak warga negara diperlakukan sama di depan hukum.

Upaya pemerintah daerah Prov. Sumbar (Satpol PP Prov. Sumbar) dalam melakukan pemberdayaan PPNS di Sumatera Barat antara lain12:

a. Pembinaan teknis yuridis acara pemeriksaan cepat terhadap pelanggaran tindak pidana ringan Perda.

b. Pembinaan teknis operasional penyidikan pelanggaran Perda. c. Penyuluhan Kode Etik PPNS dalam melaksanakan tugas penyidikan

Kasus-kasus terhadap pelanggaran Perda yang harus ditangani oleh PPNS mengharuskannya dibutuhkan PPNS secara kualitas maupun kwantitas yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan daerah untuk penegakan hukum yang diamanatkan secara materil oleh suatu Perda. Melihat kepada perkembangan masyarakat saat ini permasalahan-permasalahan yang komplek terjadi berupa antara lain masalah pertambangan, pemamfaatan air tanah, izin mendirikan bangunan, penertiban dan pensterilan kawasan (fasilitas) umum, pajak dan restribusi daerah, penataan parkir, serta yang paling prioritas adalah pencegahan dan pemberantasan maksiat.

Kesiapan PPNS dalam menghadapi permasalahan tersebut sangatlah dibutuhkan untuk menghadapi pelanggaran-pelanggaran Perda tersebut, tindak tanduk dan perilaku masyarakat yang melenceng dapat segera di lacak dan dilakukan pemrosesan secara hukum. PPNS haruslah memiliki kemampuan serta keterampilan dalam melakukan penyidikan, dikarenakan proses penegakan hukum itu berawal dari kesiapan penyidik untuk memerkarakan suatu perbuatan hukum. Banyaknya pelanggaran yang ada secara cepat dan tepat dapat diatasi oleh PPNS sehingga pelanggaran-pelanggaran terhadap Perda yang biasa terjadi lambat laun akan dapat dikurangi dan secara mungkin akan dapat dihilangkan. Oleh karena itu pemahaman akan teknik-teknik penyidikan haruslah dapat dikuasai oleh PPNS.

11

Wawancara, Bapak Afrin Jamal, Kabid PPUD Satpol PP Prov. Sumbar, Padang, 13:00 WIB, 11 Desember 2014

(22)

PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar bahwasanya untuk pengetahuan umum tentang pemahaman akan teknik-teknik penyidikan rata-rata 80% PPNS sudah mengetahui tata cara mengenai penyidikan, dan 20 % lagi masih ragu-ragu dalam tata cara penyidikan, masih perlu pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.

Eksistensi PPNS di Satpol PP Prov. Sumbar dalam melaksanakan penyidikan mengacu kepada ketentuan yang diamanatkan peraturan perundang-undangan namun dalam pelaksanakan tugas penyidikan masih menemui kendala-kendala sehingga kualitas yang diharapkan masih kurang tercapai secara maksimal13.

Eksistensi PPNS Satpol PP Prov. Sumbar dalam penyidikan tindak pidana pelanggaran Perda baru menyidik terhadap tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah No. 11 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Maksiat, selanjutnya dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Satpol PP Prov. Sumbar itupun masih pada tingkat penyelidikan belum melakukan penyidikan lanjutan atau sampai administrasi/ pemberkasan penyidikan14.

Eksistensi PPNS Satpol PP Prov. Sumbar lebih lanjut juga mengawasi jalannya razia atau operasi gabungan yang dilaksanakan bersama dengan PPNS tingkat Kab/Kota.15

Berdasarkan data yang dihimpun dari jawaban angket PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar bahwasanya dari keseluruhan beban tugas yang dibebankan kepada PPNS belum satupun PPNSD yang bersangkutan melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Perda. Ini disebabkan oleh beberapa kendala yang penulis coba sampaikan pada bab berikutnya.

Selanjutnya menurut analisa penulis tentulah keberadaan PPNS Satpol PP Prov. Sumbar tidak hanya mengawasi jalannya penyidikan yang dilakukan PPNS Kab/Kota dan itupun juga hanya sampai kepada tingkat penyidikan awal tampa ada proses pemberkasan lebih lanjut.

PPNS Satpol PP Prov. Sumbar sebenarnya dapat melaksanakan penyidikan dengan berpegang kepada semua Perda Provinsi yang ada, yaitu kepada ketentuan pidana yang ada pada Perda Prov. Sumbar tersebut. Penyebab Perda Prov. Sumbar tidak memiliki/mengandung ketentuan pidana itu menjadi tanggung jawab dari para pembuat kebijakan bersama antara Biro Hukum sebagai delegasi dari Gubernur (Eksekutif) bersama dengan DPRD (legislatif) untuk memperhatikan produk hukum yang dihasilkannya, karena bagaimanapun juga jika produk hukum yang dibuat untuk mengatur masyarakat tidak mengandung ketentuan pidana tentulah Perda tersebut tidak memiliki azas kedayagunaan atau kehasilgunaan, yang menyebabkan tidak dapat ditegakkan dan tidak dapat dilakukan penyidikannya oleh PPNS, sehingga menyebabkan Perda itu mandul dan juga dapat menghambat eksistensi dari bekerjanya PPNS Satpol PP Prov. Sumbar. Seperti apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa Satpol PP melakukan penegakan Perda, dan penyidikannya dilakukan oleh PPNS Satpol PP, disini tentu dimaksudkan bahwa Perda yang ditegakkan adalah Perda Prov. Sumbar sesuai dengan azas otonomi

13

Ibid

14Ibid.

(23)

daerah bahwa Perda Prov. Sumbar ditegakkan oleh Satpol PP Prov. Sumbar dan penyidikannya oleh PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar.

MEKANISME PENYIDIKAN OLEH PPNS DILINGKUNGAN SATPOL PP PROVINSI SUMATERA BARAT ATAS TINDAK PIDANA PELANGGARAN PERATURAN DAERAH

1. Mekanisme penyidikan oleh PPNS di Lingkungan Satpol PP Provinsi Sumatera Barat

Dalam hal melakukan penyidikan atas tindak pidana pelanggaran Perda PPNS Satpol PP Prov. Sumbar dalam melakukan penyidikan ada serangkaian tindakan yang mengawalinya yaitu dengan melakukan penyelidikan. Sesuai dengan maksud penyelidikan menurut KUHAP. Latar belakang, motivasi, dan urgensi diintrodusirnya fungsi penyelidikan sebagai rangkaian, atau tindakan awal dari penyidikan dalam menemukan titik terang siapa pelakunya(dader) yaitu:

1. Adanya perlindungan dan jaminan terhadap Hak Asasi Manusia.

2. Adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa.

3. Ketatnya pengawasan dan adanya lembaga ganti rugi dan rehabilitasi. 4. Tidak setiap peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu

menampakkan bentuknya secara jelas sebagai tindak pidana, maka sebelum melangkah lebih lanjut dengan melakukan penyidikan, dengan konsekuensi digunakannnya upaya paksa, perlu ditentukan lebih dahulu berdasarkan data dan keterangan yang didapat dari hasil penyelidikan bahwa peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu benar adanya merupakan tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan dengan tindakan penyidikan.

Jika diamati secara sepintas lalu, Penyelidikan sepertinya identik dengan penyidikan. Dalam kegiatan penyelidikan pejabat yang melaksanakannya adalah anggota Satpol PP Sedangkan penyidikan dilakukan oleh penyidik yang terdiri atas PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar dan pejabat Penyidik Polda Sumbar selaku koordinator pengawas (korwas). Penyelidikan dapat dikatakan juga sebagai bentuk pengawasan, pengamatan, penelitian atau pemeriksaan. Pengawasan, pengamatan, penelitian atau pemeriksaan sebagaimana di atur dalam peraturan perundang–undangan sesuai dengan lingkup tugas dan wewenangnya.

PPNS Satpol PP Prov. Sumbar dalam Pengawasan, pengamatan, penelitian atau pemeriksaan dilaksanakan atas dasar16:

1) Hasil temuan dari petugas; dan/atau

2) Laporan/pengaduan masyarakat, yang dapat diajukan secara tertulis maupun lisan.

Terhadap laporan/pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud angka (2) diatas kepada pelapor diberikan surat tanda penerimaan laporan. Kemudian, hasil pengawasan, pengamatan, penelitian atau pemeriksaan apabila ditemukan tindak pidana, dituangkan dalam laporan kejadian.

16

(24)

Laporan kejadian dilaporkan kepada atasan PPNS yakni Kepala Satpol PP (Kasatpol PP) Prov. Sumbar dan dicatat dalam registrasi penerimaan laporan kejadian. Laporan berisikan uraian singkat mengenai peristiwa yang terjadi atau dugaan terjadinya pelanggaran pidana. Atasan PPNS setelah menerima laporan kejadian menerbitkan surat perintah penyidikan dan memberi petunjuk mengenai pelaksanaan penyidikan.

Pengawasan, pengamatan, penelitian atau pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas Satpol PP ataupun PPNS yang bersangkutan yang kemudian melaporkan kepada atasan dan kemudian apabila terbukti melakukan pelanggaran Perda atasan Satpol PP akan mengeluarkan Surat Perintah Tugas kepada PPNS untuk melakukan penyidikannya.

Selanjutnya dalam hal melakukan pengawasan, pengamatan, penelitian atau pemeriksaan, tindakan yang dilakukan PPNS Satpol PP Prov. Sumbar terhadap TKP adalah :

a. pengamanan TKP; b. penanganan TKP; dan c. pengolahan TKP.

Pelaksanaan pengamanan, penanganan, dan pengolahan TKP disesuaikan dengan karakter dan bidang tugas PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar. Dalam hal pelaksanaan kegiatan membutuhkan tindakan taktis dan teknis di TKP, PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar meminta bantuan kepada Penyidik Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) selaku koordinator pengawas (korwas).

Apabila terjadinya suatu pelanggaran Perda, bentuk-bentuk kegiatan dalam proses penyidikan oleh PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar sebagai berikut :17

a. pemberitahuan dimulainya penyidikan; b. pemanggilan;

c. penangkapan; d. penggeledahan; e. penyitaan; f. pemeriksaan; g. bantuan hukum;

h. penyelesaian berkas perkara; i. pelimpahan perkara;

j. penghentian penyidikan; k. administrasi penyidikan; dan l. pelimpahan penyidikan.

Selanjutnya urutan kegiatan disesuaikan dengan situasi kasus yang sedang dilakukan penyidikan. Proses penyidikan dilaksanakan dengan ketentuan tidak boleh dilimpahkan kepada petugas lain yang bukan penyidik dan PPNS lainnya yang tidak tercantum dalam surat perintah penyidikan. PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar dan Penyidik Polda Sumbar memantau proses hukum selanjutnya sampai vonis yang ditetapkan.

a. Pemberitahuan dimulainya penyidikan;

17

(25)

Dalam hal dimulainya penyidikan, PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar terlebih dahulu memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polda Sumbar dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), SPDP dilampiri dengan:

1) laporan kejadian;

2) surat perintah penyidikan; dan 3) berita acara yang telah dibuat.

SPDP setelah diteliti kelengkapannya, diteruskan oleh Penyidik Polda Sumbar kepada Penuntut Umum Kejaksaaan Tinggi Prov. Sumbar (Kejati Prov. Sumbar) dengan surat pengantar dari Penyidik Polda Sumbar Sebelum pemberitahuan dimulainya penyidikan PPNS memberitahukan secara lisan atau telepon, surat elektronik, dan pesan singkat kepada Penyidik Polda Sumbar guna menyiapkan bantuan penyidikan yang sewaktu-waktu diperlukan PPNSD Prov. Sumbar. Pemberitahuan memuat penjelasan singkat mengenai kejadian tindak pidana atau pelanggaran, identitas pelaku atau tersangka, barang bukti, dan rencana penyidikannya. Dalam hal SPDP telah diterima oleh Penyidik Polri, Penyidik Polda Sumbar senantiasa menyiapkan dukungan penyidikan yang diminta oleh PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar. Dukungan selalu dikoordinasikan terlebih dahulu bersama.

b. Pemanggilan

Pemanggilan adalah tindakan untuk menghadirkan saksi, ahli, atau tersangka guna didengar keterangannya sehubungan dengan tindak pidana yang terjadi berdasarkan laporan kejadian. Pemanggilan dilaksanakan sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar, dengan langkah sebagai berikut:

1) surat panggilan ditandatangani oleh atasan PPNSD Prov. Sumbar selaku penyidik;

2) Namun atasan PPNSD Prov. Sumbar bukan penyidik, surat panggilan ditandatangani oleh PPNSdan diketahui oleh Kasatpol PP Prov. Sumbar; 3) penyampaian surat panggilan dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh

PPNSD yang bersangkutan dan disertai dengan tanda bukti penerimaan; 4) surat panggilan sudah diterima oleh yang bersangkutan paling lambat 3

(tiga) hari sebelum tanggal kehadiran yang ditentukan;

5) surat panggilan diberi nomor sesuai ketentuan registrasi instansi PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar;

6) dalam hal pemanggilan pertama tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, dilakukan pemanggilan kedua disertai surat perintah membawa, yang administrasinya dibuat oleh PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar;

7) dalam hal membawa tersangka dan/atau saksi, PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar dapat meminta bantuan kepada Penyidik Polda Sumbar yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama serta dibuat berita acara;

(26)

9) dalam hal yang dipanggil berdomisili di luar wilayah kerja PPNSD, pemanggilan dilakukan dengan bantuan Penyidik Polda yang sewilayah hukum dengan yang dipanggil; dan

10) untuk pemanggilan terhadap tersangka dan/atau saksi WNI yang berada di luar negeri dimintakan bantuan melalui Penyidik Polri kepada perwakilan negara dimana tersangka dan/atau saksi berada.

c. Penangkapan

Berdasarkan bukti permulaan yang cukup suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa, apabila terdapat cukup bukti serta ketentuan hukum guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar tidak mempunyai kewenangan melakukan penangkapan, kecuali dalam hal tertangkap tangan, akan tetapi dalam hal tidak tertangkap tangan maka dapat meminta bantuan kepada Penyidik Polda Sumbar dengan langkah sebagai berikut:

1) surat permintaan bantuan penangkapan ditujukan kepada pejabat fungsi Reserse Kriminal (Reskrim) Polda Sumbar dengan melampirkan laporan kejadian dan laporan kemajuan penyidikan perkara.

2) sebelum PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar meminta bantuan secara tertulis kepada Penyidik Polda Sumbar, permintaan dapat didahului secara lisan dengan menyebutkan/menjelaskan kasus dan identitas tersangka;

3) surat permintaan bantuan penangkapan memuat: a) Identitas tersangka.

b) Uraian singkat kasus yang terjadi. c) Pasal yang dilanggar; dan

d) Pertimbangan perlunya dilakukan penangkapan.

4) surat permintaan bantuan penangkapan ditandatangani oleh Kasatpol Prov. Sumbar selaku penyidik, namun atasan PPNSD Satpol PP bukan penyidik, maka surat permintaan ditandatangani oleh PPNSD Satpol PP yang bersangkutan diketahui oleh Kasatpol PP Prov. Sumbar.

5) apabila Penyidik Polda Sumbar mengabulkan permintaan bantuan penangkapan, maka Penyidik Polda Sumbar memberitahukan keputusannya tersebut kepada PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar.

6) dalam pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh Penyidik Polda Sumbar dengan mengikutsertakan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar yang bersangkutan, dan

7) administrasi penyidikan kegiatan bantuan penangkapan, dibuat oleh Penyidik Polda Sumbar.

Penyerahan tersangka dari Penyidik Polda Sumbar kepada PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar, dituangkan dalam bentuk Berita Acara. Tersangka yang ditangkap dan setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata tidak terbukti, maka tidak dilakukan penahanan, maka akan dilepas dengan surat perintah pelepasan dan diserahkan kepada keluarga atau kuasa hukumnya.

d. Penggeledahan

(27)

PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar tidak mempunyai kewenangan melakukan penggeledahan, namun dapat meminta bantuan kepada Penyidik Polri dengan langkah sebagai berikut:

1) surat permintaan bantuan penggeledahan ditujukan kepada pejabat Reskrim Polda Sumbar dengan melampirkan Laporan Kejadian dan Laporan Kemajuan Penyidikan Perkara.

2) sebelum PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar meminta bantuan secara tertulis kepada Penyidik Polda Sumbar permintaan dapat didahului secara lisan denganmenyebutkan/menjelaskan kasus dan identitas tersangka.

3) surat permintaan bantuan penggeledahan memuat antara lain: a) sasaran penggeledahan,

b) uraian singkat kasus yang terjadi, c) pasal yang dilanggar, dan

d) pertimbangan perlunya dilakukan penggeledahan.

4) surat permintaan bantuan penggeledahan ditandatangani oleh atasan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar selaku penyidik, namun atasan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar bukan penyidik, maka surat permintaan ditandatangani oleh PPNS diketahui oleh Kasatpol PP Prov. Sumbar, 5) Penyidik Polda Sumbar dapat mengabulkan permintaan bantuan

penggeledahan, maka Penyidik Polda Sumbar memberitahukan keputusannya tersebut kepada PPNS,

6) dalam pelaksanaan penggeledahan dilakukan oleh Penyidik Polda Sumbar dengan mengikut sertakan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar yang bersangkutan; dan

7) administrasi penyidikan kegiatan bantuan penggeledahan, dibuat oleh Penyidik Polda Sumbar.

e. Penyitaan

Penyitaan dilakukan berdasarkan surat perintah penyitaan terhadap benda-benda sebagai berikut :

1) Benda yang diperoleh dari hasil kejahatan

2) Benda yang digunakan secara langsung dalam melakukan 3) Tindak pidana

4) Benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana

PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar mempunyai kewenangan melakukan penyitaan, pelaksanaanya sesuai dengan hukum acara pidana, dengan ketentuan sebagai berikut:

1) surat permintaan izin penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat di Wilayah Prov. Sumbar sesuai dengan tempat kejadian perkara dibuat oleh PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar dengan tembusan Penyidik Polda Sumbar,

2) sebelum surat permintaan izin penyitaan dikirim kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat, PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar dapat minta pertimbangan kepada Penyidik Polda Sumbar tentang alasan perlunya dilakukan penyitaan,

(28)

penyidik, namun atasan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar bukan penyidik, surat permintaan ditandatangani oleh PPNS diketahui oleh Kasatpol PP Prov. Sumbar,

4) setelah surat izin penyitaan dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan setempat, PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar mengeluarkan surat perintah penyitaan yang ditandatangani oleh atasan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar selaku penyidik, namun atasannya bukan penyidik, penandatanganan dilaksanakan oleh PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar dan diketahui oleh Kasatpol PP Prov. Sumbar, dan

5) dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak segera dilakukan penyitaan, setelah dilakukan penyitaan wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuan.

f. Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan kejelasan, keidentikan dan atau keterangan tentang suatu tindak pidana yang telah terjadi. Adapun bentuk pemeriksaan :

1) Interview 2) Interogasi 3) Konfrontasi 4) Rekonstruksi

Dalam hal mengumpulkan bahan keterangan, PPNSD Prov. Sumbar mempunyai kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap:

1) Saksi, 2) Ahli, dan 3) Tersangka.

Hasil pemeriksaan terhadap saksi dituangkan dalam berita acara pemeriksaan saksi. Hasil pemeriksaan terhadap ahli dituangkan dalam berita acara pemeriksaan ahli. Hasil pemeriksaan terhadap tersangka dituangkan dalam berita acara pemeriksaan tersangka.Dalam hal diperlukan psikologi pemeriksaan guna mendapatkan keterangan dari saksi dan/atau tersangka, PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar mengajukan permintaan bantuan secara tertulis dengan menguraikan risalah permasalahan kepada Penyidik Polda Sumbar.

Dalam hal diperlukan pemeriksaan barang bukti, dapat dilaksanakan melalui bantuan teknis pemeriksaan:

1) laboratorium forensik, dan 2) identifikasi.

Dalam hal diperlukan penjelasan mengenai pemeriksaan barang bukti dapat dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Penyidik Polda Sumbar. Dalam hal diperlukan pemeriksaan ahli, PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar dapat meminta bantuan secara langsung kepada ahli dengan tembusan Penyidik Polda Sumbar.

Persyaratan pemeriksaan barang bukti melalui laboratorium forensik, meliputi:

1) laporan kejadian, 2) laporan kemajuan, dan

(29)

Persyaratan pemeriksaan barang bukti melalui identifikasi, meliputi: 1) laporan kejadian,

2) laporan kemajuan,

3) berita acara pemeriksaan saksi/tersangka; dan

4) dalam pemeriksaan sidik jari disertai dengan barang bukti sidik jari laten dan sidik jari pembanding.

g. Bantuan Hukum

Dalam hal pemberian bantuan hukum terhadap seseorang yang diperiksa selaku tersangka, dilaksanakan menurut tata cara yang ditentukan dalam hukum acara pidana yang berlaku.

Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar menunjuk penasihat hukum bagi mereka untuk memberikan bantuan dengan cuma-cuma.

h. Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara (Seirahkara)

Penyelesaian berkas perkara merupakan kegiatan akhir dari proses penyidikan. Iktisar atau kesimpulan kasus yang ditangani, dituangkan dalam resume yang telah ditentukan penulisannya. Resume, berita acara, dan kelengkapan administrasi penyidikan disusun sebagai berkas perkara dengan urutan yang telah ditentukan.

Penyerahan perkara hasil penyidikan oleh PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar merupakan pelimpahan tanggung jawab suatu perkara dari Penyidik ke Penuntut Umum. Pelaksanaan penyerahan perkara berlaku terhadap acara pemeriksaan biasa, dan singkat. Pelaksanaan penyerahan perkara dalam acara pemeriksaan biasa dan singkat meliputi:

1) tahap pertama, yaitu penyerahan berkas perkara, dan

2) tahap kedua, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh PU Kejati Prov. Sumbar.

(30)

petunjuk. Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari berkas perkara tidak dikembalikan oleh Penuntut Umum Kejati Sumbar, penyidikan dianggap lengkap dan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti ke Penuntut Umum Kejati Sumbar melalui Penyidik Polda Sumbar.

Penyerahan tahap kedua berupa penyerahan tersangka dan barang bukti, dilaksanakan setelah penyerahan berkas tahap pertama dinyatakan lengkap oleh JPU (P21). Penyerahan perkara tahap kedua kepada Penuntut Umum dilaksanakan melalui Penyidik Polda Sumbar. Penyerahan tersangka dan barang bukti dilaksanakan dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh atasan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar selaku penyidik. Namun atasan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar bukan penyidik, surat pengantar ditandatangani oleh PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar dan diketahui Kasatpol PP Prov. Sumbar. Pelaksanaan penyerahan tersangka dan barang dibuatkan berita acaranya.

Pelimpahan perkara tindak pidana ringan yang dilalui dengan acara pemeriksaan cepat, dilakukan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar tanpa melalui aparat Penuntut Umum. Pada pemeriksaan tindak pidana ringan PPNS langsung menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke pengadilan atas kuasa penuntut umum. Pelimpahan yang demikian merupakan penyimpangan dari ketentuan umum yang mengharuskan penyidik melimpahkan hasil pemeriksaan penyidikan kepada penuntut umum, dan untuk seterusnya penuntut umum yang berwenang melimpahkan ke pengadilan dalam kedudukannya sebagai aparat penuntut. Dengan adanya pasal 205 ayat (2) KUHAP, prosedur ketentuan umum ini dikesampingkan dalam perkara pemeriksaan tindak pidana ringan. Dengan kata lain, PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar mengambil alih wewenang penuntut umum, atau wewenang penuntut sebagai aparat penuntut umum dilimpahkan undang – undang kepada PPNSD. Pelimpahan ini adalah ”Demi Hukum“, yang ditegaskan dalam penjelasan pasal 205 ayat (2) alinea 1 ; ”yang dimaksud dengan ‘ atas kuasa ‘ dari penuntut umum

kepada penyidik adalah demi hukum“. Oleh karena itu pelimpahan ini berdasar

ketentuan undang–undang, dengan demikian PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar dalam hal ini bertindak atas ”kuasa undang– undang” dan tidak memerlukan surat

kuasa khusus lagi dari penuntut umum. Namun hal ini tidak mengurangi hak penuntut umum untuk menghadiri pemeriksaan sidang, berdasarkan penjelasan

pasal 205 ayat (2) alinea 2 ; ”dalam hal penuntut umum hadir, tidak mengurangi nilai atas kuasa tersebut“. Dengan kata lain, tidak ada larangan oleh undang–

undang penuntut umum menghadiri proses pemeriksaan, namun kehadirannya tidak mempunyai arti apa–apa, seperti pengunjung biasa tanpa wewenang apapun mencampuri jalannya pemeriksaan.

i. Penghentian Penyidikan

Penghentian penyidikan dapat dilakukan apabila mempunyai cukup alasan sebagai berikut :

1) Tidak terdapat cukup bukti

2) Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana 3) Proses sidik dapat dihentikan demi hukum oleh karena :

(31)

LAP

c) Tindak pidana tersebut telah memperoleh putusan hakim yang tetap (nebis in idem)

d) Pengaduan dicabut apabila delik aduan e) Denda telah dibayar

Sebelum proses penghentian penyidikan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Gelar perkara yang pelaksanaannya dapat dibantu oleh Penyidik Polda Sumbar,

2) Apabila hasil gelar perkara menyimpulkan bahwa syarat penghentian penyidikan telah terpenuhi, maka diterbitkan Surat perintah penghentian penyidikan yang ditandatangani oleh atasan PPNSD Satpol PP Prov. Sumbardan surat ketetapan penghentian penyidikan yang ditandatangani oleh PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar, namun atasan PPNS bukan Penyidik, penandatanganan surat perintah penghentian penyidikan dilakukan oleh PPNS dengan diketahui oleh Kasatpol PP Prov. Sumbar, dan

3) Membuat surat pemberitahuan penghentian penyidikan dan dikirimkan kepada Penuntut Umum Kejati Sumbar, Penyidik Polda Sumbar selaku korwas dan tersangka atau keluarga atau penasehat hukumnya.

Dalam hal penghentian penyidikan dinyatakan tidak sah oleh putusan pra-peradilan dan/atau ditemukan adanya bukti baru, Penyidik wajib:

1) Menerbitkan surat ketetapan pencabutan penghentian penyidikan, 2) Membuat surat perintah penyidikan lanjutan, dan

3) Melanjutkan kembali penyidikan.

Lebih lanjut proses penyidikan yang dilakukan oleh PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar dapat dilihat pada bagan dibawah ini.

Bagan 3

Proses Penyidikan oleh PPNSD Satpol PP Prov. Sumbar

(32)

Sumber : Bidang PPUD Satpol PP Prov. Sumbar Desember 2014

PPNS Satpol PP Prov. Sumbar dalam melaksanakan penyidikan berdasarkan aturan yang berlaku dan terus melakukan upaya dalam pelaksanaan penyidikan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan sehingga terciptanya kepastian hukum dan pemenuhan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.18

2. Administrasi Penyidikan Oleh PPNS di lingkungan Satpol PP Provinsi Sumatera Barat

Berpedoman kepada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Manajemen Penyidikan Oleh PPNS19, administrasi penyidikan dicatat dalam register yang terdiri dari:

1) laporan kejadian (B-1), 2) kejahatan/pelanggaran (B-2), 3) SPDP (B-3),

4) surat panggilan (B-4),

5) surat perintah penangkapan (B-5), 6) surat perintah penggeledahan (B-6), 7) surat perintah penyitaan (B-7),

8) surat perintah penyidikan dan surat perintah tugas (B-8), 9) penahanan (B-9),

10) berkas perkara (B-10),

11) penerimaan dan ekspedisi berkas perkara dari PPNS (B-11),

12) ekspedisi berkas perkara, penyerahan tersangka dan barang bukti (B-12), 13) barang bukti (B-13),

14) barang temuan (B-14),

15) pencarian orang dan barang (B-15), 16) permintaanvisum et repertum (B-16), 17) permintaan/izin pemeriksaan (B-17), dan

18) pemberitahuan hasil perkembangan penyidikan (B-18).

Penyelenggaraan administrasi penyidikan, PPNSD perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut20:

1) menghindari kesalahan dalam pengisian blanko dan formulir yang tersedia; 2) melaksanakan pendataan dan pencatatan secara tertib dan teratur;

3) melakukan pendistribusian dan pengarsipan surat-surat secara tertib dan teratur; dan

4) dikelola oleh PNS yang ditunjuk dan diberi tugas khusus untuk kepentingan itu.

Dalam setiap penulisan pada mindik harus merupakan kebulatan pikiran yang jelas padat dan dengan susunan yang sistematis, yang akan digelar dan

18

Wawancara, Bapak Edi Aradial, Kepala Satpol PP Prov. Sumbar, Padang, Pukul 13:00, tanggal 11 Desember 2014

19

Wawancara,Bapak Afrin Jamal, Kabid PPUD Satpol PP Prov. Sumbar, Padang, 13:00 WIB, 15 Desember 2014

(33)

diperdebatkan di sidang pengadilan, serta dapat meyakinkan semua pihak terkait, maka mindik harus dibuat dalam bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, terang, jelas, mantap, meyakinkan, baku dan teliti, antara lain sebagai berikut21:

1. Dalam penerimaan laporan/pengaduan, mindik yang dipersiapkan antara lain :

a. Laporan polisi/pengaduan. b. Surat tanda penerimaan laporan.

c. Dicatat dalam buku register laporan Pol PP (b–1) & register kejahatan/ pelanggaran (b–2).

d. Penomoran sbb : Laporan Pol PP/ …… / k(p)/bln/thn/kesatuan.

2. Dalam hal penyidik akan melakukan penyidikan, mindik yg dibuat/ disiapkan secara minimal adalah :

a. Surat Perintah Penyidikan.

b. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), disarankan setelah mulai melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.

c. Dicatat dalam buku resgister SPDP (b–3) dan register kejahatan/ pelanggaran (b–2).

3. Dalam hal melakukan penanganan TKP, mindik yg dibuat/ dipersiapkan antara lain :

a. Berita acara pemeriksaan di tempat kejadian (TKP).

b. Sket gambar TKP secara umum dan khusus serta sket badan korban. c. Berita acara memasuki rumah (kalau TKP-nya rumah).

d. Berita acara pengambilan darah/sperma/rambut. e. Berita acara pemotretan dan data pemotretan.

f. Berita acara pengambilan sidik jari dan kartu pendapatan sidik jari. g. Berita acara pengambilan dan penemuan Barang Bukti.

h. Surat Perintah Penggeledahan dan berita acaranya. i. Surat Perintah Penyitaan dan berita acaranya.

j. Laporan kepada ketua Pengadilan Negeri setempat, untuk mendapatkan persetujuan penggeledahan dan penyitaan.

4. Dalam hal melakukan pemanggilan terhadap tersangkadan saksi, mindik yang dibuat/ dipersiapkan antara lain :

a. Surat panggilan. b. Surat penggilan ke-2.

c. Surat perintah membawa saksi/ tersangka.

d. Surat perintah memeriksa saksi/ tersangka dikediamannya dan berita acaranya.

e. Dicatat dalam buku resgister panggilan (b-4) dan buku registerkejahatan / pelanggaran (b-2).

f. Penomoran sbb : SPG /….. / bln/thn/kesatuan.

5. Dalam hal melakukan penangkapan, mindik yang dibuat/ dipersiapkan antara lain :

a. Surat perintah tugas.

Gambar

Tabel 1
Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

secara tertulis yang mencakup target pasar dan produk yang akan ditawarkan, target dana yang akan dihimpun, target ekspansi kredit, anggaran yang digunakan, serta penetapan

Berapa Harga Pokok Penjualan (2.500 unit),apabila penilaian persediaan produk menggunakan metode FIFO, LIFO &

Kegiatan yang telah dilaksanakan untuk mendukung capaian kinerja indikator ini adalah Monitoring/Pengumpulan Data Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi

AGT-2A + UL 2 Pengelolaan Pasca Panen Perlindungan Tanaman 4 Pemuliaan Tanaman 2 Biologi dan Kesehatan Tanah Pemuliaan Tanaman AGT-6b AGT-6 AGT-6b TBT Hias 6 Penyuluhan dan

Dari beberapa uraian diatas penulis ingin meneliti beberapa pertemuan antara pasangan Spanyol Carolina Marin dan Cina Li Xuerui dengan cara menganalisis

Sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, maka keberadaan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah wajib mengajukan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disertai