• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian dan ritual dalam Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kajian dan ritual dalam Islam"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 | P a g e

Kajian Ritual dan komunitas

Tinjauan paper dari Richard C. Martin

“Approaches to Islam in Religious Studies”

Ageng Asmara Sani (1520311001)

A. Latar Belakang

Sejarah telah mencatat bahwa suatu agama tidak akan mungkin lepas dari adanya ritual dan komunitas dari keagamaan itu sendiri, hal ini dapat dilihat dari bermacam-macam cara suatu agama dalam melakukan ritual keagamaan, dalam Islam misalnya yang mewajibkan seluruh umatnya untuk menjalankan sholat 5 waktu. Sholat 5 waktu dalam islam merupakan salah satu wujud dari ketaatan seorang muslim. Islam sendiri memberi penekanan yang besar pada aktivitas ritual yang dilaksanakannya dan memiliki makna yang sangat mendalam dalam memanifestasikannya dalam kehidupan sehari-hari.1

Dalam buku Approaches to Islam in Religious Studies karangan Richard C. Martin, terdapat satu bab yang khusus membahas mengenai ritual dan komunitas dalam Islam. Sorotan yang dilakukan Arnold van Gennep dalam dalam karyanya yang berjudul rites de passage yang juga dinukilkan dalam bukunya Richard C. Martin mengungkapkan bahwa pelaksanaan ritual ibadah haji dan berbagai warna-warninya dibagi menjadi beberapa tahap, tahap tersebut adalah: pra pelaksanaan, pelaksanaan, dan paska pelaksanaan ibadah haji atau dapat juga di katakan dengan tahap perpisahan, tahap transisi, dan tahap kebersamaan yang mana disana banyak sekali acara-acara/ ritual-ritual yang dilakukan.2

Indonesia dan malaysia yang rumpun yang hampir sama yakni rumpun melayu tak luput dari perhatian Richard C. Martin. Hal ini dianggap menarik karena baik Indonesia maupun malaysia memiliki karakteristik budaya yang hampir sama, kekeluargaan yang sangat dijunjung tinggi, dan sikap gotong royong yang melekat pada masyarakatnya baik Indonesia maupun Malaysia.

1

Richard C. Martin (ed), Pendekatan Terhadap Islam dalam Studi Agama, diterjemahkan oleh: Zakiyuddin Baidhawy, (Yogyakarta:Suka-Press, 1985), hlm. 69

2

(2)

2 | P a g e

B. Pembahasan

Pembahasan dalam makalah ini akan dibagi menjadi 2 bagian yang mana akan membahas ritual Islam: perspektif dan teori dan Haji dan sejarah agama-agama: pendekatan teoritis terhadap haji. Pembagian pembahasan menjadi 2 ini berdasarkan pada pembagian dalam buku Richard C. Martin yang membagi Ritual dan Komunitas menjadi 2 pokok bahasan ini.

a. Ritual Islam: Perspektif dan Teori (Fredick M Denny)

Sebelum memasuki pembahasan lebih mendalam ada baiknya kita melihat pengertian mengenai ritual dari para ahli. Menurut Funk dan Wagnalls dalam A.G Muhaimin ritual dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk yang sudah ditentukan atau metode untuk melaksanakan upacara keagamaan yang dilaksanakan dengan khidmat, atau isi dari ritual dalam upacara keagamaan.3 Pengertian dasar ini berimplikasi pada perbedaan dalam melaksanakan ritual keagamaan. Hal ini memungkinkan perbedaan dalam pelaksanaan ritual yang terjadi antara satu pemeluk agama dengan pemeluk agama lainnya namun memiliki esensi yang sama. Misalnya umat Muslim dalam melaksanakan Sholat terdapat perbedaan dalam takbiratul ikhram ada yang mengangkat tangan hingga diatas dada ada yang sejajar dengan dada. Hal ini dikarenakan terjadinya perbedaan penafsiran atas teks-teks keagamaan yang mana memang memunculkan multitafsir dan masih banyak lagi contoh-contoh dalam pelaksanaan ritual yang berbeda dalam teknisnya namun memiliki esensi yang sama.

Sedangkan menurut pendeta Kenneth E. Untener dalam artikelnya yang berjudul Ritual and Community: What I've Learned in the Parishes menyatakan bahwa:

Ritual as something that is predictable, repetitive, reverent, personal, communal, evocative of the widest and deepest feelings, and always fresh. A ritual that expresses all of that is, of course, something that is very difficult to create but, thankfully, instead of having to create the appropriate words and gestures that make up such a ritual, we are called to focus on how to understand and take full advantage of the ritual that has been provided for us. We have been given, by those who have gone before us, an extraordinarily good, expressive ritual that is potential dynamite, especially the Eucharist, but that evaluation is also true, I believe, of the other rites of the church as well.4

3A.G. Muhaimin, “The Islamic Traditions of Cirebon Ibadat and Adat Among Javanese Muslims”, (Austraila: Department of

Anthropology Division of Society and Environment Research School of Pacific and Asian Studies, 1995), hlm 79

4

(3)

3 | P a g e Pengertian tersebut mengarah pada agama yang selalu dapat memprediksi, berulang, khidmad, bersifat personal dan komunal, menggugah pemeluknya utk selalu berbuat kebaikan, dan selalu menyegarkan keimanan bagi pemeluknya. Ritual berwujud pada ekspresi yang dilakukan seorang hamba untuk menyembah tuhannya. Setiap agama memiliki cara dalam mengekspresikan ritual-ritual tersebut. Dalam Islam ritual sangat banyak cara untuk mengekspresikannya dalam rukun Islam saja sudah disebutkan pokok-pokok dalam melaksanakan ritual disana ada Sholat, Zakat, Puasa, dan haji dan itu semua secara eksplisit telah di jelaskan dalam Al-qur'an namun dalam pelaksanaannya masih banyak terjadi multi tafsir yang mana setiap mufassir dimungkinkan terdapat perbedaan pendapat. Secara normatif, teks-teks keagamaan memberikan ruang cukup lebar bagi berbagai variasi pemahaman (multi tafsir/ikhtilaf). Beragam proses pemahaman dan penafsiran bertujuan untuk menguak “kehendak” Tuhan.5

Didalam buku karya Richard C. Martin terdapat pertanyaan yang cukup menantang dalam pendekatan Studi ritual dan studi Islam pertanyaan tersebut adalah apa kunci untuk memahami ritual Islam dari luar tradisinya? Apakah mudah menerima apa yang dikatakan sumber-sumber resmi tentang ritual Islam? Dan apa yang bisa diterima sebagai sumber-sumber resmi?6 Pertanyaan-pertanyaan ini berangkat tentu saja berangkat dari hasil pemikiran yang menyeluruh akan konsep Islam itu sendiri melihat banyaknya praktik-praktik dalam melaksanakan ritual dalam beribadah umat Muslim yang ditambah-tambahkan, dan hal tersebut diyakini bahwa ibadah tersebut merupakan ibadah yang benar dan sesuai tuntunan. Sebagai contoh misalnya bagaimana praktik kenduren yang diadakan di Indonesia yang dilaksanakan setiap 7, 40, 100, 1000 hari setelah meninggalnya seseorang. Adanya pengadopsian yang dilakukan wali songo terhadap budaya Hindu-Budha sehingga diterapkan dan dimodifikasi sehingga tidak ada hal-hal yang dilarang lalu diterapkan dalam Islam Nusantara. Atau misalkan praktik pencarian wasilah dari orang (yang dianggap) suci dengan mengunjungi makamnya.7

5Nasrullah, “

Hermeneutika Otoritatif Khaled M. Abou El Fadl: Metode Kritik Atas Penafsiran Otoritarianisme Dalam Pemikiran Islam,” Jurnal Hunafa, Vol. 5: 2, (Agustus 2008), hlm. 141

6

Frederick M. Denny, Richard C. Martin (ed), Pendekatan Terhadap Islam dalam Studi Agama, hlm. 70

7

(4)

4 | P a g e Contoh diatas merupakan sedikit gambaran mengenai beberapa penyimpangan yang dalam Islam sendiri tidak jelaskan secara gamblang namun terdapat dalil-dalil yang dapat dijadikan sandaran sehingga hal tersebut tidak sepenuhnya salah. Produk-produk fiqh yang ada sekarang merupakan pemahaman dari para fuqoha (ahli fiqh) yang diinterpretasikan dalam kehidupan berdasarkan pada hasil Ijtihad. Jika pemahaman seorang Muslim Indonesia lebih banyak melalui fiqh daripada melalui sumber teksnya langsung (Al-Qur’an dan As-Sunnah) maka yang terjadi adalah seperti saat ini (tanpa mengetahui dasarnya dengan mudah mengkafirkan/ menyalahkan orang) padahal dalam penginterpretasian ayat dan hadis dapat memiliki berbagai pemahaman yang mana bisa jadi pemahaman yang dianggap orang banyak salah (karena memahami fiqh terlebih dahulu) malah itu yang sebenarnya Nabi Muhammad maksudkan.

i. Kegelisahan akademis yang dihadapi Frederick M Denny

Kesalahan studi mengenai ritual Islam bukan kesalahan dari seorang Muslim akan tetapi kesalahan tersebut adalah kesalahan para cendikiawan. Kekeliruan yang dapat dimaafkan saat ini adalah kesaksian atas kegagalan ilmiah dan keburaman materi bahasan disinilah letak masalahnya. Orang perlu menguji teks dan konteks, dan perbedaan antara keduanya sehingga dapat diinterpretasikan dalam Islam dan dapat dijadikan sandaran hukum (hujjah).8

Istillah yang paling dasar untuk ritual Islam adalah Ibadah, penghambaan dari yang lebih rendah kepada yang Maha Agung, Tuhan. Semua kewajiban resmi dalam Islam terangkum dalam Ibadah dan rukun Islam. Ritual dalam Islam merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari keimanan seorang Muslim. Dari permasalahan-permasalahan diataslah yang membuat Frederick M Denny meneliti mengenai ritual dalam Islam. Denny menganggap bahwa studi Islam saat ini tidak begitu memandang ritual sebagai pokok bahasan yang menarik dalam studi-studi mereka padahal dalam Islam sangat mengedepankan ritual sebagai salah satu bentuk peribadatan yang harus dilakukan oleh seorang Muslim.

ii. Metode Penelitian

Frederick M. Denny menggunakan pendekatan Fenomenologi yang mana

8

(5)

5 | P a g e pendekatan ini berdasarkan pada fenomena yang terjadi di lapangan menurut Morny M. Joy fenomenologi adalah

...Phenomenology is fatally flawed, but that there is a need to acknowledge that reason has had a checkered history and that many present models, though assumed to be authoritative, are of recent development. These models have all been constructed, and their approaches would be better appreciated as being of an interpretative, not absolute nature.9

Dari pengertian itu dapat diambil kesimpulan bahwa fenomenologi adalah suatu pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu praktik yang sesungguhnya dengan cara mengamati fenomena yang ada. Pendekatan ini digunakan untuk menemukan bentuk yang bersifat umum dan juga untuk menemukan yang bersifat khusus. Frederick M. Denny beranggapan bahwa pendekatan inilah yang dirasa pas dalam melakukan penelitian dalam melihat gejala-gejala dalam studi Islam (tentu saja denny bersifat netral) dan hal tersebut diungkapkan secara eksplisit olehnya.

Menangkap esensi tidak menghendaki sesuatu yang drastis seperti konversi, tetapi ia menuntut simpati dan respek sekaligus keterbukaan pada banyak hal, kita tidak dapat pindah ke Islam untuk tujuan otensitas ilmiah. Para kolega Muslim yang akan mengambil keahlian sejarah agama-agama berada di bawah batas-batas yang sama sebagaimana non-Muslim dalam membuat makna tentang tradisi untuk dunia keilmuan secara luas.10

Frederick M. Denny memberikan pengenalan mengenai ruang suci dalam Islam yang berbeda dengan tradisi-tradisi lain. Ia juga mengambil pendapat dari Theodor Gaster yang menjelaskan tentang Thesis sebuah fenomena yang ia sebut topocosme.11 ritus kenosis (pengosongan) dan ritus plerosis (pengisian) merupakan komponen-komponen utama dari pola musim dari topocosme.12

iii. Sumbangan keilmuan

Sumbangan keilmuan yang diberikan oleh Frederick M. Denny ini

9

Morny M Joy, Peter Antes dkk (ed), New Approach to study of religion vol: 1 Regional Critical and Historical Approaches, (Berlin: Walter de Gyuter, 2004), hlm: 212

10

Frederick M. Denny, Richard C. Martin (ed), Pendekatan Terhadap Islam dalam Studi Agama, hlm.73

11

Topocosme adalah suatu hubungan kompleks antara individu, masyarakat, waktu, dan lokasi yang berpusat dalam lingkaran musim dengan kosmologi yang komprehensif.

12

(6)

6 | P a g e setidaknya ada dua: yang pertama adalah Denny menginginkan bahwa studi tentang ritual dalam Islam tidak lagi di kesampingkan karena Islam memberikan perhatian khusus terhadap ritual-ritual keagamaan yang dilaksanakannya, sedangkan yang kedua adalah adanya dikotomi atau pembagian antara Islam Resmi dan Islam populer yang mana kedua hal ini membuat studi mengenai Islam menjadi semakin berwarna karena terdapat beberapa perbedaan yang terjadi dalam pelaksanaan ritual keagamaannya akan tetapi memiliki esensi yang sama.

b. Haji dan sejarah agama-agama: pendekatan teoritis terhadap haji (William R.

Roff)

Pada awal makalah ini telah dijelaskan sedikit mengenai ritual-ritual yang menjadi sorotan Frederick M. Denny. Pada pembahasan selanjutnya akan sedikit membahas mengenai haji dan sejarah agama-agama: pendekatan teoritis terhadap haji yang ditulis oleh William R. Roff dan di kritisi oleh Richard C. Martin. Pokok bahasan yang disoroti oleh William R. Roff berasal dari ritual Islam yakni ibadah haji yang mana dalam melaksanakan ibadah haji banyak sekali efek-efek sosial yang akan diterima oleh orang tersebut dikalangan masyarakat.

Indonesia dan Malaysia sebagai salah satu negara yang penganut Muslim yang cukup banyak ketika memandang ibadah haji sebagai salah satu hal yang sangat luar biasa sehingga dapat meningkatkan derajat/ strata sosial seorang yang sudah melaksanakan ibadah haji semaking tinggi di kalangan masyarakat bahkan di Indonesia mendapatkan gelar “pak haji”. Pelaksanaan ibadah haji menurut Roff terbagi menjadi 3 fase yang diungkapkannya sebagai berikut:

(7)

7 | P a g e di Tanah Suci nanti. Tidak ada doa yang lebih tinggi nilainya daripada doa ini.13

Dengan semakin berkembangnya zaman semakin banyak pula ritual-ritual yang dilakukan masyarakat dalam menghiasi pelaksanaan ibadah haji. Sehingga hal tersebut dianggap sebagai ritual yang sudah seyogyanya dilakukan dan jika tidak dilakukan akan mengurangi nilai sosial dari masyarakat mengenai orang tersebut. Karena didalam ritual tersebut banyak tersisipkan nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian antar sesama dan pemotivasian agar yang belum berangkat haji dapat disegerakan hajinya.

i. Kegelisahan Akademis

William R Roff memulai penelitian mengenai haji dan sejarah agama-agama berdasarkan pada beberapa kegelisahan yang dihadapinya, antara lain:

1. Masih sedikitnya kajian yang berkaitan dengan haji yang dilakukan oleh para cendikiawan dari sudut pandang analitis-sosiologis, psikologis, materialis, antropologis dan lain sebagainya.14 Haji menjadi pengalaman religius bagi umat islam dan bagi sesama pemeluk agama Islam. Tentunya penjelasan mengenai haji dapat dengan mudah dilakukan dan dijelaskan kepada umat Muslim karena pandangan yang digunakan sama sedangkan untuk orang diluar umat Muslim agak susah atau masih sangat minim penjelasan yang diberikan, sehingga studi mengenai haji seolah hanya dikalangan orang tertentu saja atau bersifat eksklusif. William menawarkan penjelasan yang tidak hanya dapat dipahami oleh orang dalam (umat Muslim) namun juga dapat dipahami oleh pihak luar (umat non-Muslim).

2. Sebuah pertanyaan dari Jacques Waardenburg mengenai apa peran dan fungsi sosial dan politik umum yang dimainkan oleh ide dan praktik keislaman yang berbeda-beda terlepas dari makna keagamaan secara khusus yang dimaksudkan oleh para penganutnya?15

ii. Metode Penelitian

Seperti halnya Frederick M. Denny pendekatan yang dilakukan oleh

13

William R. Roff, Richard C. Martin (ed), Pendekatan Terhadap Islam dalam Studi Agama, hlm.89

14

William R. Roff, Richard C. Martin (ed), Pendekatan Terhadap Islam dalam Studi Agama, hlm.85

15

(8)

8 | P a g e William juga menggunakan fenomenologi untuk mencari bentuk yang bersifat general (umum) dan bentuk yang bersifat partikular (khusus). Fenomenologi

mengharuskan orang yang meneliti masuk kendalam Agama tersebut dang mengurung keyakinannya tanpa masuk secara menyeluruh (pindah keyakinan) sebagai upaya untuk mencoba merekonstruksi pikirannya agar dalam memahami agama tersebut tidak setengah-setengah. William melakukan pendekatan dengan metode verstehen16 yang diperkenalkan oleh Max Weber. Sehingga penelitian yang dilakukannya bukan hanya berdasar pada apa yang tampak dari ritual haji dan berdasar pada historis saja, namun juga mempertimbangkan sudut pandang dari pelakunya.

Selanjutnya William juga sedikit menyisipkan pernyataan Arnold van Gennep mengenai rites de passage yang mana pendapat Arnold van Gennep ini mengenai perjalanan mengenai pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan oleh orang-orang yang berada jauh dari jazirah Arab. Arnold mengungkapkan setidaknya ada 3 tahap dalam melaksanakan ibadah haji yakni: pra pelaksanaan, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan. Ketiga kategori tersebut tentunya memiliki dampak bagi jamaah haji di seluruh dunia.

Selain Arnold van Gennep pendapat lain juga diambil dari Victor Turner yang mengungkapkan mengenai makna “persiapan” yang penting bagi keseluruhan proses pelaksanaan haji. Pelaksanaan haji yang membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit membuat jamaah haji harus mempersiapkan segala kebutuhannya baik menyiapkan bagi keluarga yang ditinggalkan maupun untuk perbekalan dalam perjalanan jamaah tersebut.

iii. Sumbangan Keilmuan

Sebagaimana yang sudah disebutkan diatas bahwa terdapat 3 tahap dalam pelaksanaan haji (Pra pelaksanaan, pelaksanaan, pasca pelaksanaan) yang memiliki dampak kepada pemeluknya maka akan dibahas satu-persatu:

16

(9)

9 | P a g e 1. Pra pelaksanaan

Pra pelaksanaan ini jamaah haji yang hendak melaksanakan haji haru mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan keberangkatannya, baik berupa perbekalan yang akan dibawa maupun perbekalan yang harus disiapkan untuk keluarga yang akan ditinggal. Karena keluarga yang akan ditinggal dengan waktu yang cukup lama maka perbekalan yang harus dipersiapkan juga harus cukup paling tidak untuk 40 hari.

Selain dari perbekalan yang harus dipersiapkan jamaah haji juga melalui fase pemisahan dirinya dengan masyarakat sekitar. Indonesia khususnya jawa sering menyebut fase pemisahan diri dengan masyarakat dengan melakukan “pesta” yang lazim dikenal dengan nama “pamitan haji” yang mana disana didatangi oleh sanak keluarga, tetangga, dan teman. Pelaksanaan “pamitan haji” ini biasanya diisi dengan doa bersama dan makan besar dan titip doa kepada jamaah yang akan berangkat ke tanah suci.

2. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan ibadah haji identitas, batasab, dan norma sosio-struktural mulai dihilangkan dan digantikan dengan maksud menekankan persaudaraan, berbagi pengalaman bersama dan mempererat serta memperluars jaringan hubungan, maka proses ini menemukan tingkat simboliknya yang paling tinggi sebagaimana yang dicapai di Mekkah.17

Ketika pelaksanaan haji dimana semua orang dari seluruh dunia berkumpul menjadi satu di tanah haram dengan runtutan ibadah yang dilaksanakannya mulai dari ihram dari miqat sampai tawaf wada’ yang mengandung nilai-nilai persatuan umat Islam dan bentuk penghambaan kepada Tuhan. Pengalaman komunitas ini jelas tampak dalam pelaksanaan haji dan kandungan ritual dan simboliknya membutuhkan

17

(10)

10 | P a g e analisis yang mendalam di dalam terma-terma rites de passage.18 Namun, Turner melihat bahwa puncak dalam pengalaman-pengalaman haji adalah ketika melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah dan mencium atau menyentuh hajar aswad. Semua hal itu dilakukan oleh para jamaah haji dengan semangat persatuan dan penuh penghambaan terhadap Tuhannya. 3. Pasca pelaksanaan

Pasca pelaksanaan dari ibadah haji adalah seberapa berkesan dan dapat diimplementasikannya ibadah haji setelah jamaah haji pulang dari pelaksanaan haji. Sehingga konsep haji mabrur itu dapat dilihat setelah seseorang pulang dari pelaksanaan ibadah haji. Van Gennep melihat bahwa perubahab yang efektif seorang individu “dari posisi tertentu sebelumnya ke posisi yang lainnya”. Ia mengungkapkan seperti dalam kelahiran, pubertas sosial, perkawinan, status kebapakan, perpindahan ke kelas yang lebih tinggi, pencapaian-pencapaian spesialisasi, dan kematian.19

Perpindahan tersebut mungkin dapat diungkap melalui pendapat Abu Yazid al-Bistami, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hujwiri: “Pada perjalanan haji saya yang pertama, saya hanya melihan rumah Tuhan; pada yang kedua, saya melihat rumah Tuhan dan Pemiliknya; pada saat yang ketiga, saya melihat Tuhan saja.”20

Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulannya bahwa terjadi transformasi ketaatan yang pada awalnya hanya melihat “rumah” dan tanpa ada “pemiliknya” menjadi hanya melihat pemiliknya.

C. Kesimpulan

Dalam memahami sebuah ritual keagamaan hendaknya peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi yang mana pendekatan tersebut tidak hanya melihat dari yang tampak oleh kasat mata namun juga mempertimbangkan aspek pelaku dari ritual tersebut. Frederick M. Denny dan William R. Roff melakukan pendekatan tersebut guna mendapatkan sebuah hasil yang maksimal dari sebuah penelitian. Ritual Islam perspektif dan teori dan haji dan sejarah

18

William R. Roff, Richard C. Martin (ed), Pendekatan Terhadap Islam dalam Studi Agama, hlm.93

19

Ibid., hlm. 95

20

(11)

11 | P a g e agama-agama: pendekatan teoritis terhadap haji, menggambarkan sebuah fenomena yang terjadi di masyarakat Muslim mengenai ritual-ritual yang dilakukan sebagai bentuk penghambaan seorang hamba terhadap penciptanya.

Haji sebagai salah satu ritual yang cukup berat yang dilakukan oleh umat Muslim (ditandai dengan perjalanan yang jauh, waktu yang lama, dan biaya yang besar) diseluruh dunia membuat ritual-ritual dalam pelaksanaanya menjadi sangat menarik baik yang dilakukan pra haji, pada saat melaksanakan ibadah haji, dan paska pelaksanaan ibadah haji. Selain harta benda yang harus dikorbankan, nyawa pun bisa menjadi taruhannya sehingga tidak dapat disangkal bahwa ibadah haji ada bentuk manifestasi dari keimanan seseorang yang hanya diwajibkan satu kali seumur hidup dan itupun dengan keringanan bagi yang mampu.

Daftar Pustaka

Martin, Richard C. (ed), diterjemahkan oleh: Zakiyuddin Baidhawy, Pendekatan Terhadap Islam dalam Studi Agama, (Yogyakarta:Suka-Press, 1985)

A.G. Muhaimin, “The Islamic Traditions of Cirebon Ibadat and Adat Among Javanese Muslims”, (Austraila: Department of Anthropology Division of Society and Environment Research School of Pacific and Asian Studies, 1995), hlm 79

Presentasi yang disampaikan pendeta Kenneth E. Untener, Ritual and Community: What I've Learned in the Parishes, (Helena:1998)

Nasrullah, “Hermeneutika Otoritatif Khaled M. Abou El Fadl: Metode Kritik Atas Penafsiran Otoritarianisme Dalam Pemikiran Islam,” Jurnal Hunafa, Vol. 5: 2, (Agustus 2008)

Morny M Joy, Peter Antes dkk (ed), New Approach to study of religion vol: 1 Regional Critical and Historical Approaches, (Berlin: Walter de Gyuter, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan permasalahan yang terjadi di Hotel Mercure Resort Sanur, fenomena gapdanresearch gap yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini diberi judul “Analisis

dutela dena delakoa besteren batek esana dela uka tzea onar tzeko; ‘omen’en bidez ekarritako edukia uka tzea onar tzen duten bezala.. Nahiz eta p omen uka tzea baino gu txiago

NURUL ILMI. Kesesakan, Iritabilitas, Agresivitas dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga yang Tinggal di Rumah Susun Jatinegara Barat. Dibimbing oleh EUIS

Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan meningkatkan kemampuan kerjasama pada anak didik PAUD Ngesti Rahayu Pasiraman Lor Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas

Pemberian pupuk bokashi jerami padi berpengaruh meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah, hal ini diduga karena bahan organik yang terkandung di dalam pupuk

Hasil Pengecekan Visual Scatterplot Kadar GDP dengan Volume Kelenjar Prostat pada Pasien Benign Prostatic Hyperplasia di Poli Urologi RSUD Ulin Banjarmasin

Knowledge Transfer (KT) merupakan proses untuk memindahkan pengetahuan dari individu yang disebut sebagai sumber pengetahuan (kontributor pengetahuan) ke penerima

- Kontrol administratif mencakup rencana organisasi , prosedur dan catatan yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yang tercermin dalam otorisasi manajemen